Anda di halaman 1dari 23

ARTIKEL

ALAT MUSIK KACAPI DALAM KESENIAN DADENDATE PADA


MASYARAKAT SUKU KAILI DI KECAMATAN SINIU
KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Pembimbing I
Prof. Dr. Perry Rumengan, M.Sn
NIP. 19650220 199203 1 002

Pembimbing II
Dra. R. A. Dinar Sri Hartati, M.Sn
NIP. 1967 0616 199203 2 002

OLEH:
NAMA: KRISTYANTI HANDAYANI WAHYUDI
NIM: 14 426 007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENDRATASIK


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

ALAT MUSIK KACAPI DALAM KESENIAN DADENDATE PADA


MASYARAKAT SUKU KAILI DI KECAMATAN SINIU
KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Nama : KRISTYANTI HANDAYANI WAHYUDI


NIM : 14 426 007
Program Studi : Pendidikan Sendratasik/Seni Musik
Fakultas : Bahasa dan Seni Universitas Negeri Manado

Tim Pembimbing,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Perry Rumengan, M.Sn Dra. R. A. Dinar Sri Hartati, M.Sn
NIP. 19650220 199203 1 002 NIP. 1967 0616 199203 2 002

Menyetujui,
Ketua Program Studi Pendidikan Sendratasik

Dr. Meyni S. C. Kaunang, M.Pd


NIP. 19650715199103 2 002

2
ABSTRAK
Penelitian dengan judul alat musik Kacapi dalam kesenian Dadendate
pada masyarakat suku Kaili di kecamatan Siniu kabupaten Parigi Moutong
merupakan musik tradisi yang dikembangkan di daerah Sulawesi Tengah.
Berdasarkan judul tersebut, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu
bagaimana organologi alat musik Kacapi dan apa fungsi alat musik Kacapi dalam
kesenian Dadendate pada masyarakat suku Kaili. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan secara ilmiah tentang struktur organologi dan fungsi alat musik
Kacapi dalam kesenian Dadendate.

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan kajian teori


organologi untuk mendeskripsikan secara ilmiah tentang struktur organologi,
teknik pembuatan, teknik penalaan dan teknik memainkan alat musik Kacapi
dalam kesenian Dadendate. Selain itu juga digunakan teori fungsi instrumen
untuk mendapatkan fungsi alat musik Kacapi dalam kesenian Dadendate. Metode
yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini melalui beberapa tahap, diantaranya:
observasi, studi kepustakaan, dan wawancara. Teknik pengolahan data dilakukan
dengan cara klasifikasi data dan analisis data, setelah itu melakukan penarikan
kesimpulan. Adapun yang menjadi fokus penelitian ini adalah struktur organologi,
teknik pembuatan, teknik penalaan, teknik memainkan alat musik Kacapi dalam
kesenian Dadendate dan fungsi Kacapi dalam kesenian Dadendate.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dadendate adalah salah satu jenis
kesenian yang terdapat pada masyarakat Kaili. Kesenian ini adalah tradisi lisan
yang disampaikan lewat syair lagu yang panjang dalam bentuk sajak. Alat musik
pengiring utama dalam kesenian ini adalah Kecapi atau dalam masyarakat Kaili
disebut dengan Kacapi yang bertuknya merupakan peniruan dari legenda Perahu
Sawerigading. Tanpa alat musik Kacapi, kesenian ini tidak dapat disebut
Dadendate.

Selain itu, hasil penelitian ini juga mendapat penjelasan tentang Alat
Musik Kacapi dalam Kesenian Dadendate pada Masyarakat Suku Kaili di
Kecamatan Siniu Kabupaten Parigi Moutong: Alat musik Kacapi merupakan
suatu produk budaya yang lahir dari kehidupan masyarakat yang secara turun-
temurun diwariskan. Alat musik Kacapi dikenal luas oleh masyarakat suku Kaili.
Alat musik Kacapi ini memiliki makna filosofis tersendiri bagi masyarakat suku
Kaili sebagai pemilik dan pendukung kesenian Dadendate. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa melalui alat musik Kacapi seseorang dapat mengenal gambaran
dari kehidupan suku Kaili.

Kata Kunci: Kacapi, Dadendate, Kaili

3
A. Latar Belakang Masalah

Kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan yang bertumbuh dan


berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan suatu suku bangsa.
Secara umum apapun bentuknya, setiap suku bangsa memiliki karya seni yang
menjadi perwujudan kreatifitas dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Keberadaan kesenian dalam kehidupan masyarakat setiap suku bangsa merupakan
salah satu wujud yang dapat memperlihatkan identitas dari pendukung
kebudayaan tersebut dan yang akan membedakannya dengan suku bangsa lain.1
Komunitas masyarakat yang ada di wilayah propinsi Sulawesi Tengah
terdiri dari beberapa suku bangsa sebagai suku asli yang mendiami daerah ini. Di
dalamnya terdapat suku bangsa Kaili, Pamona, Kulawi, Tomini, Lore, Moro Poso,
Bungku, Saluan, Banggai, Balantak, Buol dan Toli-Toli. Setiap suku bangsa yang
ada tersebut memiliki budayanya sebagai cerminan dan wujud dari gagasan-
gagasannya antara lain yang dituangkan dalam bentuk kesenian rakyat.
Kesenian rakyat yang dikembangkan masyarakat di Sulawesi Tengah
selain dalam bentuk musik tradisi, ada juga dalam bentuk musik tradisi yang
dipadukan sastra tutur (musik vokal) sebagaimana seni Dadendate yang
dikembangkan oleh orang Kaili. Dadendate adalah salah satu jenis kesenian yang
terdapat pada masyarakat Kaili Sulawesi Tengah terutama yang tinggal di
kabupaten Parigi Moutong dan beberapa tempat di kota Palu. Kesenian ini adalah
tradisi lisan yang disampaikan lewat syair lagu yang panjang dalam bentuk sajak.
Kesenian Dadendate berawal dari seni Kimbaa yang berisikan pengungkapan doa
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas pertolongan, perlindungan, berkat dan
bimbingan-Nya kepada manusia. Seni Dadendate disampaikan secara spontan
tanpa teks oleh pelakunya, temanya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
ada. Musik pengiring yang digunakan adalah Kacapi, Mbasi-mbasi, dan musik
Yori. Kesenian ini berfungsi sebagai hiburan dan nilai yang terkandung

1
Lihat Magdalena J. Sumarauw dan Salmin Djakaria….2013, 57

4
didalamnya antara lain sopan-santun, keterbukaan, jujur, rendah hati, ucapan
syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Kesenian Dadendate lahir, tumbuh dan berkembang di lingkungan sosial
masyarakat etnik Kaili. Dulu, kesenian Dadendate merupakan kesenian yang
sangat digemari oleh semua tingkat umur dalam masyarakat Kaili hingga populasi
kesenian ini menyebar sepanjang jazirah tanah Kaili, yakni; sepanjang pesisir
pantai bagian Barat dan pesisir pantai bagian Timur, yang masih dalam wilayah
Kabupaten Donggala.2
Dadendate, ditinjau pengertiannya dalam etimologi bahasa Kaili (Rai dan
Ledo) terdiri dari dua suku kata, Dade dan Ndate. Dade, berarti nyanyian dan
Ndate, berarti panjang, dengan artian nyanyian panjang. Lewat nyanyian panjang
itu pelakunya menyenandungkan atau melagukan syair-syair lisan dengan jalan
bertutur sepanjang semalam atau semalam suntuk. Syair-syair yang dilagukan
(dituturkan) oleh dua orang pelaku, pria dan wanita secara bergantian dengan
iringan musik Kacapi.3
Alat musik utama yang digunakan dalam Dadendate adalah Kacapi atau
Kecapi. Alat musik Kacapi ini ditemukan sebelum kesenian Dadendate dikenal
oleh masyarakat, sebagai kesenian tradisinya, merupakan bentuk peniruan dari
bentuk perahu legenda Sawerigading dengan dua senar yang mengambil idiom
pada organ tubuh manusia.
Sebagai aspek utama dalam kajian ini adalah mengenai keberadaan alat
musik Kacapi dalam kesenian Dadendate pada masyarakat Kaili di kabupaten
Parigi Moutong Sulawesi Tengah ditinjau dari organologi dan fungsinya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan


beberapa permasalahan, sebagai berikut:

2
Wawancara dengan bapak Bastaria pada tanggal 18 Januari 2018
3
Muhammad H. Chinar…2001, 7.

5
Bagaimana organologi alat musik Kacapi dan apa fungsi alat musik Kacapi dalam
kesenian Dadendate pada masyarakat Kaili?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, secara umum penelitian ini


dimaksudkan untuk mengkaji, menganalisis, dan mendeskripsikan secara ilmiah
tentang struktur organologi, teknik pembuatan, teknik penalaan dan teknik
memainkan alat musik Kacapi dalam kesenian Dadendate. Adapun tujuan yang
ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang
struktur organologi yang berkaitan dengan bentuk, bagian-bagian alat musik
Kacapi; teknik pembuatannya beserta langkah-langkah pembuatan; teknik
penalaan; teknik memainkan menyangkut teknik memetik dan posisi badan saat
memainkan.

D. Landasan Teori

Seperti disampaikan di depan, bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk


mengkaji secara rinci tentang organologi alat musik Kacapi sampai pada fungsi
serta struktur musiknya dalam kesenian Dadendate. Untuk mencapai tujuan yang
dimaksud diperlukan pendekatan atau alat, dalam hal ini teori yang sesuai dan
tepat yang diharapkan mampu menjadi pembedah yang ampuh.

Untuk meneliti suatu karakter bunyi dimulai dengan analisis terhadap


bahan yang digunakan dan cara pemberdayaan dari bahan tersebut. Pengkajian
terhadap bahan dan cara pemberdayaan tersebut merupakan ruang lingkup dari
kajian organologi. Untuk menganalisis bahan yang berkaitan dengan bentuk,
organ, sistem pelarasan dan menguraikan cara pembuatan, penulis menggunakan
teori organologi. Penggunaan teori ini sangat cocok dengan topik penelitian, sebab
organologi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara pembuatan, dalam hal ini
proses dan prosedur atau tahap-tahap tertentu, mulai dari selektif bahan alami
bahan baku yang akan dipakai, sampai pada proses pengembangan evaluasi tone

6
yang ada. Organologi juga mempelajari tentang bentuk dan struktur instrumen
musik berdasarkan sumber bunyi, cara memproduksi bunyi dan sistem pelarasan.4

Selanjutnya, dalam organologi yang berkaitan dengan teknik permainan


dari alat musik Kacapi, terlebih dahulu diperlukan gambaran tentang apa yang
akan dianalisis dalam teknik permainan. Teknik adalah cara membuat sesuatu atau
5
melakukan sesuatu. Sedangkan permainan adalah suatu pertunjukkan dan
tontonan.6 Jadi teknik permainan alat musik diartikan sebagai gambaran mengenai
pola atau cara yang dipakai dalam mempertunjukkan atau mengekspresikan suatu
bunyi musikal.7

Perry Rumengan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan cara tidak


lain menyangkut seberapa besar pukulan, tiupan atau gesekan atau sentuhan yang
dibuat. Cara juga menyangkut kecepatan, serta proses pembunyiannya dilakukan.8
Untuk mendapatkan teknik permainan yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah
bagaimana pola atau cara memainkan alat musik Kacapi, sehingga menghasilkan
suatu bunyi atau komposisi musik yang memiliki ekspresi. Teknik permainan juga
menyangkut cara memegang dan posisi badan saat memainkan.

E. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif


kualitatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi hasil yang didapatkan di
lapangan. Metode penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian dan
pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena
sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, dibuat suatu gambaran
kompleks, meneliti kata-kata, laporan terperinci dari pandangan narasumber, dan
melakukan studi pada situasi yang alami.9

4
Lihat Sigit Astono… 2004, 21
5
Lihat Desy Anwar …2003, 497.
6
Lihat Desy Anwar...2003, 270.
7
Lihat Beni Gunawan dalam Skripsi “Proses Pembuatan dan Cara Memainkan Alat Musik Sape
Kayaan di Mandalam….2012, 4
8
Lihat Perry Rumengan … 2010, 61
9
Lihat J. W. Creswell…1998, 56

7
Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang berakar pada latar ilmiah sebagai
keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian. Metode kualitatif
dengan mengadakan analisa secara induktif, mengarahkan sasaran penelitian pada
penemuan teori dasar yang bersifat deskriptif. Hal ini lebih mementingkan proses
dari pada hasil. Selain itu, metode ini dapat membatasi studi dengan fokus pada
tujuan dan memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data. 10
Objek kajian dalam penelitian ini adalah alat musik Kacapi pada masyarakat suku
Kaili.

F. Pembahasan
1. Masyarakat Etnik Kaili

Suku Kaili adalah penduduk mayoritas Sulawesi Tengah, selain suku-


suku besar lainnya diantaranya Pamona, Saluan, Balantak, Buol, Lore, dan
lain-lain.

Untuk diketahui lebih dekat lagi, jika ditelusuri sepanjang jazirah


Sulawesi Tengah, maka akan kita jumpai kurang lebih 25 suku etnik yang
mendiami daerah tersebut, dengan bahasa yang sangat beragam. Dari sekian
banyak suku etnik tersebut, memiliki adanya unsur-unsur persamaan dalam
sistem nilai budayanya. Dalam ulasan beberapa literatur sejarah kebudayaan
daerah, bahwa bertolak belakang dari latar belakang sejarah kebudayaan yang
sama, yakni bersumber dari kesusastraan suci Tomanuru dan cerita Legenda
Sawerigading. Merupakan sumber mitologi kuno masyarakat Sulawesi
Tengah, khususnya etnik Kaili yang masih terpelihara.

Bahkan mitologi tersebut juga diyakini oleh masyarakat Sulawesi


Selatan dan Sulawesi Tenggara sebagai sumber inspirasi kebudayaan mereka.
Dalam masyarakat Sulawesi Tengah, khususnya etnik Kaili bahwa Tomanuru
dan Sawerigading adalah sumber terbentuknya nilai-nilai budaya yang adi
luhung yang sangat mereka junjung tinggi.

10
Lihat J. Moleong… 1995, 34

8
2. Kesenian Dadendate
1) Pengertian Dadendate

Dadendate terdiri dari dua kata, yakni “dade” dan “ndate”. Dade
berarti lagu sedangkan ndate dalam pengertian bahasa Kori seperti
berikut ini: Misalkan seseorang berada di kaki bukit atau gunung, ketika
ditanyakan hendak kemana maka bila dijawabnya Ndate berarti diatas
bukit sana atau ia akan melakukan perjalanan dengan menaiki atau
mendaki bukit itu sampai tujuan. Jadi Dadendate artinya lagu yang
mengisahkan sesuatu dari bawah ke atas. Apa yang diuraikan dalam syair
lagu Dadendate sifatnya menanjak dan menuju ke puncak. Bila dia
menceritakan sesuatu, selalu dari awal sampai akhir cerita tersebut.

Dadendate menurut narasumber adalah sebuah kesenian yang


paling komunikatif di komunitas To Sindue. Dadendate bisa
menceritakan apa saja, mulai dari sejarah, romantisme muda-mudi,
silsilah, perjuangan dan lain-lain. Contoh yang paling sederhana adalah
proses seseorang dalam mencapai pendidikan mulai dari Taman Kanak-
Kanak sampai perguruan tinggi bahkan acara wisuda.

Banyak para pemerhati seni, budayawan, pengamat seni


memberikan pengertian mengenai Dadendate ini. Tergantung dari
perspektif mana orang memandang. Sebagian menyebut Dadendate
sebagai embrio teater daerah ini. Ada yang berpendapat bahwa
Dadendate adalah sebuah seni sastra tutur, karena syairnya yang
dilagukan secara spontan, puitis, tanpa teks ataupun naskah, karena
sangat mengandalkan improvisasi syair yang dilakukan senimannya.

Dadendate dipandang sebagai nyanyian pembawa berita atau


nyanyian berceritera, dan mengingatkan pada literatur sejarah musik
seperti nyanyian Traubador di Perancis beberapa abad yang lalu.11

11
Lihat Amin Abdullah, dkk …1999, 5

9
2) Sejarah Dadendate

Dadendate berawal dari Kimbaa yang masih berupa doa-doa atau


syair-syair ritual orang tua dulu berbentuk uraian dan masih bersifat
individual. Dalam kurun waktu yang cukup jauh berubah lagi menjadi
Dulua. Dibanding Kimbaa, Dulua sudah berbentuk lagu atau nyanyian
semisal Nopalongga (nyanyian menidurkan anak yang dilagukan ibunya
dimana terkandung doa dan keselamatan yang ditujukan kepada ayah
sang anak yang sedang berlayar untuk mencari ikan). Kimbaa dan Dulua
belum menggunakan alat kecapi, masih berbentuk vokal semata. Dari
Dulua, bentuk kesenian ini berubah lagi menjadi Bola-bola.

Perubahan yang amat menonjol adalah syair yang dibawakan tidak


lagi berupa syair ritual, tetapi sudah menjadi syair yang profan. Semisal
syair muda-mudi dalam acara memetik padi dan telah menggunakan
kecapi. Tepatnya ketika orang mengambil waktu untuk istirahat. Kecapi
digunakan sebagai pengantar dan perantara syair-syair yang digunakan
(biasanya antar dua kelompok muda-mudi yang menggunakan lagu
sebagai sarana komunikasi). Bola-bola dimulai oleh solo vokal dan
diikuti lainnya. Ketiga bentuk kesenian ini masih menggunakan bahasa
Kori, induk dari bahasa Kaili Rai dan Bare’e.

Rampamole (pengenduran senar/tuning) adalah bentuk selanjutnya


dari kesenian ini. Mulai dari Rampamole dan seterusnya sudah
menggunakan bahasa Kaili Rai. Pada fase ini telah menggunakan kecapi
bersamaan dengan nyanyian yang hampir mendekati Dadendate,
Rampamole sendiri berarti dikendurkan, diperkecil suaranya. Tidak
terlalu lama dalam fase ini berubah lagi menjadi ei-ei yang cirri
utamanya menjadi lebih panjang.12

12
Lihat Amin Abdullah, dkk … 1999, 6

10
Pada fase ini, kesenian ini menyebar ke wilayah-wilayah lain
sampai ke Toli-Toli (salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah). Ei-ei
pada zamannya amat disukai oleh para muda-mudi.

Kurang lebih sekitar tahun 1952-1953 berubah menjadi Dadendate.


Inilah bentuk terakhir dari kesenian ini, menjadi sangat populer dan ciri
khas kesenian dari daerah Sindue sekaligus kebanggaan mereka.

Orang Kori merasa kesenian ini adalah asli mereka. Tidak ada
pengaruh Bugis, meskipun instrument kecapinya mirip (bahkan dengan
kecapi di Sulawesi Utara) dan lokasi daerah sampel penelitian termasuk
daerah pesisir. Kesenian ini menurut mereka tidak ditemukan di daerah
lain.

Argumen yang mereka kemukakan adalah kata Ndate buat To


Biromaru, To Palu dan To Tawaeli, misalnya berarti panjang. Sedangkan
bagi To Sindue bentuk menyatakan panjang digunakan istilah nalonggo.13

3) Pelaksanaan Dadendate

Dadendate dulunya adalah musik vokal individu yang kemudian


berkembang ditambah dengan kecapi dan mbasi-mbasi, yang terkadang
memainkan satu melodi yang sama.

Dadendate dapat dimainkan kapan saja dan dimana saja. Tidak


ada batasan waktu yang pasti. Bisa sampai berhari-hari. Demikian juga
dengan jumlah pemain, tidak ada batasan pasti. Namun kecenderungan
saat ini adalah terdiri dari 3 orang pemain kecapi, 2 pria dan 1 wanita
serta mbasi-mbasi. Pemain kecapi merangkap sebagai vokalis.

Dadendate bisa bercerita tentang apa saja, sesuai situasi atau


pesanan dari orang. Syair-syair yang terlontar sangat spontan dan bisa
berdasarkan apa yang nampak pada saat terselenggaranya Dadendate.

13
Lihat Amin Abdullah, dkk … 1999, 6

11
Misalnya ketika permainan sedang berlangsung ada suguhan teh, maka
bisa saja momen penyuguhan itu terlontar dalam nyanyian tersebut.

Dadendate dibagi menjadi 12 (dua belas) jenis lagu yakni:

1. Andi Anona
2. Dadendate
3. Andi-andi
4. Inalele
5. Tabe la Laindo
6. I Gani
7. Malaeka (dimainkan waktu subuh)
8. Padang Masyhar
9. Janda Muda
10. Gunung Ladisayo
11. Lanja ea Nona
12. Rugi Temba mo aku e14

Dalam sebuah permainan Dadendate tidak harus kedua belas


jenis lagu tersebut dimainkan dan urutan dimainkan lagu-lagu tersebut
pun tidak mengikat.

4) Musik Dadendate

Dua senar Kacapi pada permainan Dadendate masing-masing


terdiri dari nada “do” untuk senar atas dan “sol” untuk senar bawah.
Penyeteman ini akan berubah apabila yang dimainkan adalah Rampamole
dan Ei-ei dimana untuk senar bawah menjadi nada “do” dan senar atas
menjadi nada “sol”, atau mudahnya kebalikan dari Dadendate.

Melodi yang dihasilkan oleh Kacapi, vokal dan Mbasi-mbasi


walaupun mempunyai garis melodi yang mirip, namun tidak persis sama.

14
Lihat Amin Abdullah, dkk … 1999, 7

12
Fungsi Kacapi selain sebagai pengiring juga akan mengikuti garis melodi
Mbasi-mbasi dan kemudian diikuti vokal.

3. Alat Musik Kacapi

Kecapi Dadendate terbuat dari kayu Lengo atau Balaroa, sedangkan


senarnya dulu menggunakan tali enau banyak yang berasal dari kawat kecil
yang terbuat dari baja dan tali labrang lem sepeda, sekarang sudah
menggunakan senar gitar (guitar string). Sebuah Kacapi terbagi atas bagian-
bagian yang penamaannya diserupakan atau disamakan dengan organ tubuh
manusia, seperti berikut ini:

- Lelona : Bagian ekor dari Kacapi, berukuran panjang 8


cm, tinggi 10 cm, dan lebar 1 cm
- Pusena : Pusat/penampang senar (bridge), berukuran
tinggi 5,5 cm dan diameter 3,5 cm
- Taina : Perut/bagian belakang kecapi/resonansi
belakang, berukuran panjang 20 cm, lebar 14
cm, tebal 9 cm
- Bombarana : Dada/bagian dalam kecapi/resonansi depan,
panjang 39 cm, lebar 11 cm, tebal 7 cm
- Koyampalona : Papan jari terdiri dari lima bidang bundar sama
besar, diameter 2 cm, tinggi 5 cm, panjang 17
cm.
- Ongena : Hidung/penampang senar bagian depan (Nut),
panjang 3 cm, tinggi 0,5 cm, lebar 2 cm.
- Potoro : Telinga/penyetem senar/tuning head. Terdiri
atas 2 potoro kiri dan kanan, panjang 3 cm.
- Irana : Daun/kepala Kacapi, panjang 25 cm, tinggi 7
cm, lebar 0,5 cm
- Tutugo : Leher/bagian penghubung antara badan dan
kepala Kacapi

13
- Bengona : Bagian belakang Kacapi, berukuran panjang 58
cm, lebar 20 cm
- Bolona : Lubang pada bagian belakang Kacapi. Terdiri
atas tiga bagian dengan diameter yang berbeda.
Bolona 1 berdiameter 2 cm, bolona 2
berdiameter 3,5 cm, bolona 3 berdiameter 5 cm.

Gambar 1: Alat Musik Kacapi


(Foto: Kristyanti H. Wahyudi, Januari 2018)

4. Pembuatan Alat Musik Kacapi


a) Bahan dan Alat

Bahan dan alat merupakan hal penting yang harus dipersiapkan oleh
seorang pembuat alat musik Kacapi sebelum memulai proses pembuatannya.
Oleh karena itu, secara rinci di bawah ini, penulis akan memaparkan bahan
dan alat yang dibutuhkan dalam proses pembuatan alat musik Kacapi.

14
1) Bahan

Kayu yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan alat


musik Kacapi adalah kayu Balaroa. Kayu ini merupakan jenis kayu yang
mudah dipahat.

2) Peralatan
Dalam proses pembuatan alat musik Kacapi, alat-alat yang harus
dipersiapkan adalah pahat, palu, parang, dan gergaji.

b) Cara Pembuatan
 Pemilihan Bahan Baku

Pada awalnya, proses pembuatan alat musik Kacapi dimulai dengan


pencarian atau pemilihan kayu Balaroa yang berkualitas baik yang sudah agak tua.
Panjang kayu yang digunakan adalah 1 meter dengan diameter ± 20 cm sebanyak
2 buah.

 Proses Pengeringan Kayu

Proses pengeringan kayu Balaroa dilakukan selama 4 hari. Cara


pengeringannya adalah dengan cara dijemur di bawah sinar matahari berintensitas
rendah. Hal ini dilakukan karena jika kayu dijemur terlalu kering, maka kayu akan
hancur saat dipahat.

 Proses Pembuatan Badan (Body) Instrumen


1) Setelah kayu dikeringkan, salah satu kayu sepanjang 1 meter dan
diameter ± 20 cm dipahat menyerupai bentuk badan perahu.

2) Kayu dipahat bagian ekor, penampang senar, papan jari (finger board)
yang terdiri dari 5 bidang bundar yang sama besar berdiameter ±1,5 cm,
dan penampang senar bagian belakang.

15
3) Pada bagian belakang kecapi digambar pola dengan jarak 1,5 cm dari
tepi kemudian dipahat kedalam seperti lubang pada perahu. Bagian ini
berfungsi sebagai ruang resonansi bunyi Kacapi.
4) Kayu antara penampang senar dan papan jari digergaji dan dipotong
menggunakan parang.
5) Kayu yang satunya lagi dipotong seperti papan mengikuti bentuk badan
Kacapi yang dipahat kedalam, kemudian diberi lubang sebanyak 2 buah
berukuran besar dan kecil. Lubang yang besar berbentuk persegi dengan
panjang sisi 2,5 cm x 2,5 cm, dan lubang yang kecil berbentuk persegi
dengan panjang sisi 1,5 x 1,5 cm.
6) Bagian belakang Kacapi yang sudah dipahat kedalam tadi disatukan
dengan papan kemudian dipaku.

7) Sisa kayu dibuat penyetem senar sebanyak 2 buah dan dicat dengan
warna hitam.

8) Pada tempat penampang senar dan di bagian ekor Kacapi diberi lubang.

9) Selanjutnya 2 buah senar dimasukkan dari bagian perut Kacapi ke


bagian penampang senar kemudian diikat di penyetem senar. Penyetem
senar dimasukkan kedalam dengan posisi yang berlawanan.

5. Teknik Memainkan Kacapi

Alat musik Kacapi dimainkan dengan cara di petik menggunakan kayu


kecil yang berbentuk lancip (fungsinya seperti pick pada gitar). Kayu kecil ini
diikat dan disisipkan pada bagian perut Kacapi. Pemain Kacapi memainkan
Kacapi dalam posisi duduk dan posisi fingerboard di tangan kiri dan tangan kanan
memetik dengan menggunakan pemetiknya (pick).

16
Gambar 2: Posisi memainkan Kacapi
(Foto: Kristyanti H. Wahyudi, Januari 2018)

G. Fungsi Alat Musik Kacapi dalam Kesenian Dadendate di Masyarakat


Suku Kaili

Dalam menuliskan fungsi Kacapi dalam Dadendate, maka penulis mengacu


pada teori Linton. Menurut Linton fungsi mencakup:
 Rupa ialah bentuk, besarnya, cara membuatnya atau memakainya. Dengan
kata lain menjadikan unsur-unsur tampak nyata.
 Makna ialah keseluruhan asosiasi subjektif, yang tergabung dengan
bentuk. Masing-masing benda atau unsur memiliki makna dan nilai khusus
dalam kebudayaan tertentu. Jadi makna adalah sesuatu yang tak kelihatan
dan karena itu ia hanya disimpulkan.

 Faedah adalah tujuan atau maksud khusus dalam pemakaian barang


budaya.
 Fungsi adalah menyatakan hubungan yang jauh lebih luas dari faedah.15

1. Bentuk Lagu Kacapi dalam Kesenian Dadendate Secara Umum

Kesenian Dadendate ini termasuk pada bentuk teater tutur, yang


merupakan perkembangan dari bentuk-bentuk kesenian terdahulu dalam

15
Lihat Josef Glingka …1984, 47.

17
masyarakat Kaili seperti Dulua, Bola-Bola, Rampamole dan Ei-ei. Pola lagu
Kacapi yang sering dipakai dalam Dadendate adalah: intro-A-B-A-B-A-C-A-D-
A-B. Pola inilah yang terus diulang-ulang sampai penutur selesai melagukan
syairnya.

2. Alat musik Kacapi dalam kesenian Dadendate Menurut Pemahaman


Masyarakat Suku Kaili

Alat musik tradisional merupakan alat musik yang lahir dan berkembang
di dalam suatu lingkungan atau kelompok masyarakat yang mendukung
keberadaannya, sesuai dengan pemaknaan yang mereka berikan terhadap alat
musik tersebut. Alat musik Kacapi merupakan alat musik tradisi dari suku Kaili,
yang di dalamnya memiliki makna filosofis tersendiri bagi masyarakat suku Kaili
sebagai pemilik dan pendukung kesenian Dadendate. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa melalui alat musik Kacapi seseorang dapat mengenal gambaran
dari kehidupan suku Kaili. Kacapi diwariskan secara lisan dari generasi ke
generasi oleh para leluhur mereka, dengan tujuan agar nilai-nilai luhur adat
istiadat dan budaya mereka tetap terjaga dengan baik. Oleh karena itu, bentuk dan
bagian-bagian dari alat musik ini, sangat berkaitan dengan pemaknaan yang
diberikan oleh suku Kaili berdasarkan kepercayaan mereka. Makna bagian-bagian
tersebut adalah sebagai berikut:

Papan jari pada kecapi yang terdiri dari 5 bagian mempunyai kandungan
pengertian akan 5 unsur dalam kehidupan. Masing-masing:

1) Sirih menggambarkan urat yang mengelilingi tubuh manusia


2) Pinang menggambarkan jantung
3) Tembakau menggambarkan empedu
4) Kapur menggambarkan tulang
5) Gambir menggambarkan paru-paru16

16
Lihat Amin Abdullah, dkk…1999, 8

18
Pemahaman ini apabila digabungkan akan menjadi warna merah yang
menggambarkan darah yang merupakan cairan penting di tubuh manusia. Ini
merupakan ketentuan adat yang dalam bahasa lokal disebut Sambulugana.

Alat musik ini terbuat dari bahan kayu Balaroa (kayu lunak warna putih).
Digunakannya kayu ini sebagai bahan, karena dianggap mempunyai khasiat
tertentu, misalnya bila seseorang terdesak dari ancaman musuh dengan
menggunakan kayu tersebut dapat menghilang. Selain itu juga, kayu tersebut
mudah diolah atau dibentuk sesuai keinginan.

Kacapi terdiri dari dua senar berukuran panjang 39 cm. Dua senar Kacapi
menggambarkan orang tua (senar bawah) menyayangi yang muda (senar atas).
Dua senar ini juga menggambarkan keseimbangan alam, seperti juga atas - bawah,
bumi - langit, perempuan - laki-laki dan seterusnya.

3. Kegunaan alat musik Kacapi dalam Kesenian Dadendate

Alat musik Kacapi berfungsi mengiringi penembang atau penutur dalam


kesenian Dadendate (Topodade). Kacapi ini merupakan alat musik utama yang
digunakan dalam kesenian Dadendate. Kalau tidak memakai alat musik Kacapi
maka tidak dapat disebut Dadendate.17 Sedangkan kehadiran alat musik Mbasi-
mbasi atau suling dalam kesenian ini hanya merupakan pelengkap saja untuk
memperkaya bunyi dalam penekanan nilai religius saat pertunjukannya dalam
upacara vunja. Awal ditemukan alat musik Kacapi ini jauh sebelum Dadendate
dan Ei-ei dikenal masyarakat. Dulu alat musik ini digunakan masyarakat
perladangan sebagai hiburan pelipur lara untuk melepas lelah sehabis kerja, juga
sebagai pengusir hama (babi dan burung pipit) yang mengganggu tanamannya di
waktu malam maupun siang hari.

17
Hasil wawancara dengan bapak M. H. Chinar pada tanggal 29 Mei 2018

19
4. Fungsi Alat Musik Kacapi dan Kesenian Dadendate yang Berkaitan
dengan Kehidupan Sosial dan Agama

Nilai-nilai yang terdapat dalam kesenian Dadendate ini cukup bervariasi


sesuai dengan maksud dan tujuan pelaksanaannya dalam masyarakat, seperti
dalam pesta perkawinan, naik rumah baru, syukuran, maupun dakwah. Adapun
nilai yang tersirat terkait pula dengan maksud dan tujuan pelaksanaan hajatan atau
pesta. Salah satu contohnya adalah sebagai media dakwah penyebaran agama
Islam di tanah Kaili. Kacapi yang dimainkan di kalangan masyarakat yang disisipi
lirik-lirik sebagai sarana berdakwah, dengan ini warga bisa menghayati nilai
tradisi dan nilai-nilai Islam yang tersiarkan sehingga dari penghayatan tersebut
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sosial.

H. Penutup

Alat musik Kacapi merupakan alat musik utama dalam kesenian


Dadendate di suku Kaili. Kesenian Dadendate adalah salah satu bentuk sastra
tutur yang disampaikan lewat syair lagu yang panjang dengan kata-kata bersajak.
Dadendate tumbuh dan berkembang pada masyarakat etnis Kaili di Sulawesi
Tengah, terutama mereka yang tinggal di daerah pedesaan kabupaten Parigi
Moutong, Donggala dan beberapa tempat di kota Palu.

Alat Kacapi yang digunakan dalam kesenian Dadendate terbuat dari kayu
Balaroa yang dipahat menyerupai bentuk perahu dalam legenda Sawerigading
dengan dua senar yang mengambil idiom pada organ tubuh manusia.

Alat musik Kacapi memiliki makna filosofis tersendiri bagi masyarakat


suku Kaili sebagai pemilik dan pendukung kesenian Dadendate. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa melalui alat musik Kacapi seseorang dapat mengenal
gambaran dari kehidupan suku Kaili. Selain berfungsi mengiringi penembang atau
penutur dalam kesenian Dadendate, alat musik Kacapi juga digunakan sebagai
media dakwah penyebaran agama Islam di tanah Kaili.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin, Nuraeni Rasyid, Monarchi Lawrence, Agus Setiawan.


1999. DADENDATE Nyanyian Bercerita Kaili Kori, Sejarah,
Keberadaan dan Masa Akan Datang. Palu: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan
Taman Budaya Provinsi Sulawesi Tengah

Anwar, Desy. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru. Surabaya:


Amelia Surabaya

Astono, Sigit. 2004. Pendidikan Seni Musik dan Seni Tari Untuk SMP
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Semarang: Yudhistira

Badan Pusat Statistik Kabupaten Parigi Moutong, Kecamatan Siniu dalam


Angka 2010 (ntegrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik

Beni Gunawan. 2012. Proses Pembuatan dan Cara Memainkan Alat Musik
Sape Kayaan di Mandalam Kabupaten Kapuas Hulu [Skripsi].
Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta

Chinar, Muhammad H. 2001. Teater Tutur Dadendate dalam masyarakat


Kaili di Kab. Donggala Sulawesi Tengah [Skripsi]. Bandung
(ID): Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung

Creswell, J. W. 1998. Qualitatif Inquiry and Research Design. California:


Sage Publications

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Adat Istiadat Daerah Sulawesi


Tengah. 1978

Glingka, Josef, SVD. 1984. Kerasulan dan Kebudayaan, disadur dari Lois
Luzbetak, “The Church and Culture: An applied Anthropology
for the Religious Worker”, seri buku Pastoralia. Seri IX/7/1984,
Ende: Percetakan Arnoldus

Halliday, David, Robert Resnick, Kenneth S. Krane. 1992. Physics 4th


Edition Vol. 2. New York: Wiley

Hendrix Irfan Tarigan. 2012. Kajian Organologi Gendang Sigindungi


Dagendang di Desa Pancur Batuk Kabupaten Deli Erdang

21
[Skripsi]. Medan (ID): Universitas Negeri Medan

Keraf, Gorys. 1989. Komposisi Sebuah Kemahiran Bahasa. Jakarta: Nusa


Indah

Magdalena J. Sumarauw dan Salmin Djakaria, 2013. Keberadaan dan Fungsi


Dadendate pada Etnis Kaili Sulawesi Tengah. Esagenang. Vol.
12 (22) 57

Moleong, J. 1995. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Rohidi, T. R. 1992. Analisis Kualitatif dalam Lembaran Penelitian.


Semarang: Pusat Penelitian IKIP Semarang

Rumengan, Perry. 2009. Musik Gerejawi Kontekstual Etnik. Jakarta: Panitia


Pelaksana Kongres Kebudayaan Minahasa

______________. 2010. Hubungan Fungsional: Struktur Musik-Aspek


Ekstra Musikal Musik Vokal Etnik Minahasa. Yogyakarta:
Program Pasca Sarjana ISI Yogyakarta

Supiyanto. 2003. Fisika Dasar, Gelombang dan Optik. Jakarta: Erlangga

Situs Internet:

http://accoustical.blogspot.com/2011/11/pengertian-akustik.html

http://archmaxter.blogspot.com/2013/10/akustik-ruang.html

http://nuttigekennis.blogspot.com/2015/01/bunyi.html?m=1

http://taufiqyendra.blogspot.com/2012/03/tingkah-97-rganologi.html

22
Narasumber:

1. Nama : Bastaria
Tempat Tanggal Lahir: Silanga, 14 Juli 1934
Pekerjaan : Petani/Pekebun
Agama : Islam
2. Nama : Usman Ladjanja
Tempat Tanggal Lahir: Taripa, 12 Desember 1956
Pekerjaan : Petani Coklat
Agama : Islam

3. Nama : M. H. Chinar
Tempat Tanggal Lahir: Donggulu, 26 Maret 1972
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam

23

Anda mungkin juga menyukai