Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa lepas dari kehidupan
manusia. Di zaman yang semakin modern ini pendidikan merupakan modal yang
harus kita miliki di dalam menghadapi tuntutan zaman. Maju mundurnya suatu
bangsa di pengaruhi oleh faktor pendidikan. Jika pendidikan dalam suatu bangsa
itu baik, maka akan dapat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.
Menurut Frederick J.Mc Donald mengemukakan pendapatnya bahwa pendidikan
adalah suatu proses yang mengarah pada perubahan tabiat manusia atau peserta
didik. Selain itu pendidikan merupakan proses yang penting dalam mencetak
generasi bangsa selanjutnya. Apabila hasil proses suatu pendidikan gagal maka
akan sulit dicapainya kemajuan suatu bangsa. Dalam rangka meningkatkan
pendidikan suatu bangsa, Guru dan Siswa maupun Dosen dan Mahasiswa
merupakan unsur penting dalam mencapai suatu keberhasilan pendidikan.
Menurut Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu
proses bimbingan yang dilaksanakan secara sadar oleh pendidik , suatu proses
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik, dan perkembangan kepribadian
yang unggul. Kepribadian yang dimakasud tidak cukup dalam pribadi yang pintar
atau pandai secara akademis, tetapi juga secara karakter. Dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, maka peningkatan mutu pendidikan merupakan
suatu hal yang sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan disegala aspek
kehidupan manusia.
Sesuai dengan perkembangan pendidikan zaman sekarang , seni musik juga
telah menjadi suatu kebutuhan pendidikan. Musik adalah salah satu media
ungkapan kesenian, musik juga sebagai cerminan kebudayaan masyarakat
pendukungnya. Didalam musik terkandung nilai-nilai dan norma-norma yang
menjadi bagian dari proses enkulturasi budaya, baik dalam bentuk formal maupun
informal. Musik itu sendiri memiliki bentuk yang khas, baik dari sudut struktural
maupun jenisnya dalam kebudayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1990: 602) musik adalah adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara yang
diutarakan, kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi
yang mempunyai keseimbangan, kesatuan, nada dan suara yang disusun
sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan harmonisasi. Musik dapat
juga disebut sebagai media seni, dimana pada umumnya orang mengungkapkan
kretivitas dan ekspresi seninya melalui bunyi-bunyian atau suara. Oleh karena itu
pengertian musik sangat universal, tergantung bagaimana orang memainkannya
serta menikmatinya. Seni musik adalah cetusan ekspresi perasaan atau pikiran
yang di keluarkan secara teratur dalam bentuk bunyi.
Pembelajaran seni musik biasa dilakukan dengan teori dan praktek. Dalam
proses pembelajaran musik, kedua hal tersebut harus berjalan secara bersamaan
karena selain mempelajari teori harus diiringi juga dengan kemampuan bermusik
secara praktikal. Dalam kehidupan sehari-hari tentu kita mengenal dua jenis musik
yaitu musik modern dan musik tradisional, yang akan diteliti dalam proposal ini
adalah musik tradisional. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) musik
tradisional adalah musik yang hidup di masyarakat tertentu secara turun temurun.
Musik tradsional yang terdapat pada masyarakat tertentu, seringkali digunakan
dalam kaitannya dengan upacara adat atau ritus tertentu.
Terdapat beberapa upacara didalam masyarakat yang pada umumnya
mencerminkan segala sesuatu yang berkaitan dengan suatu rencana, tindakan, atau
perbuatan yang sudah di atur dengan tata nilai luhur. Tata nilai luhur tersebut
kemudian diwariskan kepada kaum muda dari satu generasi ke generasi
berikutnya sebagai sebuah tradisi (Brata widjaja, 1988:9). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1988:959), Tradisi adalah adat istiadat yang diwariskan oleh
leluhur yang sampai saat ini masih dijalankan dalam masyarakat, yang
beranggapan bahwa tradisi yang ada saat ini adalah tradisi yang paling baik dan
benar.
Kebudayaan yang berada diwilayah Indonesia banyak menghadirkan suku
bangsa dengan keberagaman masing-masing. Musik tradisional yang berada dari
suatu tempat yang digunakan dalam ritual adat tertentu adalah salah satu bentuk
penyebaran warisan budaya para leluhur yang sampai saat ini masih diminati oleh
masyarakat pendukungnya, salah satu nya adalah masyarakat kabupaten Nagekeo.
Sebagai sebuah warisan budaya nenek moyang, musik tradisional juga berperan
penting dalam ritual adat.
Nagekeo merupakan kabupaten yang berada di tengah pulau Flores, Provinsi
Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Kabupaten Nagekeo sendiri mempunyai
persebaran wilayah terdiri atas 7 kecamatan, diantaranya: Kecamatan Aesesa,
Kecamatan Aesesa Selatan, Kecamatan Boawae, Kecamatan Mauponggo,
Kecamatan Nangaroro, Kecamatan Wolowae, dan Kecamatan Keo Tengah.
Masing-masing wilayah ini memiliki kebudayaannya tersendiri yang sampai saat
ini masih dipertahankan, seperti alat-alat musik warisan budaya para leluhur,
rumah adat, Peo dan Enda, Etu, Dero, Teke, Tu’a Lako dan masih banyak lagi.
Peneliti mengambil penelitian di salah satu kampung di Kecamatan Keo
Tengah, yaitu kampung Wajo. Dikampung wajo masyarakat masih sangat antusias
dan berperan aktif ketika ritual adat dilaksanakan, ritual adat yang ada di kampung
Wajo adalah ritual Ngagha Mere. Ritual Ngagha Mere itu sendiri adalah ritual
mengucap syukur dan memberikan persembahan kepada para leluhur dengan
bahan persembahan berupa ubi jalar liar. Ritual Ngagha Mere tidak terlepas dari
musik yakni musik Ndoto( bambu). Musik ini sangat penting perannya, karena
merupakan sarana komunikasi masyarakat Wajo kepada para leluhur. Masyarakat
wajo percaya bahwa ketika musik Ndoto dimainkan para leluhur akan mendengar,
dan mengetahui bahwa anak cucunya datang untuk memberikan persembahan.
Dalam menyajikan musik Ndoto ada alat musik gendang. Alat musik
membranofone ini fungsinya adalah sebagai pengatur ketukan dalam permainan
alat musik Ndoto. Yang menjadi keunikan dari alat musik Ndoto adalah setelah
dimainkan dalam Ritual, alat musik ini akan di banting menjadi beberapa bagian,
kemudian dijadikan kayu bakar guna merebus ubi (ubi yang akan di
persembahkan kepada leluhur). Yang dijadikan kayu bakar untuk merebus ubi
sebagai bahan persembahan hanya kayu yang berasal dari alat musik Ndoto.
Sedangkan Gendang akan disimpan kembali di rumah adat untuk Ritual Ngagha
Mere di tahun berikutnya. Ritual Ngagha Mere biasa dilaksanakan pada bulan Juli
di setiap tahunnya.
1.2 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakamg masalah di atas, maka peneliti membatasi
permasalahan dengan berfokus pada” Kajian Bentuk Penyajian Dan Fungsi Musik
Ndoto Dalam Ritual Ngagha Mere Kampung Wajo Kecamatan Keo Tengah
Kabupaten Nagekeo”.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat di rumuskan
masalah penelitian yaitu:
1. Bagaimana bentuk penyajian musik Ndoto dalam ritual adat Ngagha Mere
di kampung Wajo, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo.
2. Apa fungsi dari alat musik Ndoto dalam ritual Ngagha Mere di kampung
Wajo, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bentuk penyajian musik Ndoto dalam ritual adat
Ngagha Mere di kampung Wajo, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten
Nagekeo.
2. Untuk mengetahui fungsi dari alat musik Ndoto dalam ritual Ngagha Mere
di kampung Wajo, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi semua pihak
yakni sebagai berikut:
1.5.1 Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi perkembangan
dunia dalam mengetahui bentuk penyajian dan fungsi musik Ndoto dalam ritual
Ngagha Mere. Selain itu untuk menambah ilmu pengetahuan bagi dunia
pendidikan seni budaya (Seni Musik).
1.5.2 Secara Praktis
1. Bagi sekolah
Penelitian ini diharapkan mampu membantu evaluasi pelaksanaan
program pendidikan dengan penanaman nilai-nilai budaya, sehingga dapat
dikembangkan lebih lanjut guna menambah wawasan peserta didik dalam
mempelajari musik tradisional yang ada di kabupaten Nagekeo.
2. Bagi pendidik
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi dan membantu para
pendidik dalam melakukan pembelajaran sehingga dapat menambah
wawasan peserta didik untuk belajar lebih banyak mengenai musik
tradisional yang ada di setiap wilayah.
3. Bagi peserta didik
Penelitian ini diharapkan dapat membantu menyadarkan peserta didik
tentang pentingnya melestarikan dan mempertahankan budaya Nagekeo
yang merupakan cirri khas dan jati diri masyarakat Nagekeo.
4. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapakan mampu membantu menyadarkan masyarakat
dan juga kaum muda tentang pentingnya budaya untuk membentuk
membentuk karakter kaum mileneal dan juga memberikan contoh kepada
masyarakat untuk tetap melestarikan dan menjaga kebudayaan yang sudah
diwariskan oleh para leluhur.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Pengertian Bentuk musik
Bentuk musik atau musical form adalah berbagai bentuk karya musik
sesuai susunan dan fungsinya (Banoe, 2003:288). Bentuk adalah suatu
gagasan atau ide yang nampak dalam pengolahan atau susunan semua
unsur musik dalam sebuah komposisi.
Dalam Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga ( Balai Pustaka,
2005:135), bentuk berarti rupa; wujud; wujud yang ditampilkan (tampak)..
Bentuk merupakan suatu media komunikasi menyampaikan arti yang
terkandung dari tata hubungan, atau alat untuk menyampaikan pesona
tertentu dari pencipta kepada para penikmat. (Kurniasih, 2006: 13).
Bentuk adalah unsur dasar dari semua perwujudan. Bentuk seni
sebagai ciptaan seniman merupakan wujud dari ungkapan isi, pandangan
dan tanggapannya kedalam bentuk fisik yang dapat di tangkap indera.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang kata bentuk, maka dapat dikatakan
bahwa bentuk adalah suatu wujud dari tata hubungan faktor-faktor yang
mendukungnya dan saling tergantung dan terkait satu sama lain, dapat
ditangkap oleh indera sebagai media untuk menyampaikan arti yang ingin
disampaikan.
2.1.2 Pengertian Penyajian Musik
2.1.3 Fungsi musik
Dalam pertunjukan musik terdapat fungsi atau tujuan musik itu
disajikan agar menumbuhkan rasa apresiasi baik untuk pemain musik
maupun oleh pendengar. Menurut Ali (2006: 15), secara umum fungsi
musik dalam masyarakat Indonesia antara lain sebagai sarana upacara
kebudayaan, hiburan, ekspresi diri, ekonomi, komunikasi, dan pengiring
tari. Antony berpendapat fungsi musik pada hakikatnya adalah bagian dari
seni yang menggunakan bunyi sebagai media penciptaanya
http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Undergraduate-24384BAB
%201%20%20Anthony.pdf. Jadi definisi fungsi musik merupakan sarana
atau media dalam bentuk bunyi sebagai sarana apresiasi. Menurut
Sulastianto (2008:26) fungsi musik terbagi dalam tiga kelompok, yakni:
1. Fungsi Musik Tradisional Nusantara
Merupakan hasil ekspresi masyarakat dalam musik-musik kedaerahan.
Sebagai identitas daerah musik itu berasal, identitas tersebut dilihat
melalui penggunaan bahasa, dan adat istiadat.
2. Fungsi Musik Modern Nusantara
Merupakan pengembangan dari musik yang telah ada, dan lebih
menekankan penggunaan atau implementasi perkembangan teknologi.
Merupakan hasil akulturasi penciptaan musik dari kemajuan ilmu
pengetahuan.
3. Fungsi Musik Kontemporer Nusantara
Merupakan pengembangan dari musik jenis baru, yang mengikuti
tradisi ataupun diluar tradisi. Segala jenis bunyinbisa dikaitkan dengan
musik sedangkan Merriam (1964 : 232-238)menyatakan terdapat sepuluh
fungsi musik, yakni:
1. Fungsi musik sebagai pengungkapan emosional (The Function Of
Emotional Expression)
Musik menjadi media atau alat untuk mengungkapkan perasaan atau
emosinya, agar pendengar ikut merasakan apa yang sedang dirasakan oleh
pemain musik, sehingga maksud dan tujuan dari permainan musik itu
sendiri tidak hanya dirasakan oleh pemain. Disini pemain musik
menyampaikan pesan kepada penikmat musik melalui sumber bunyi.
2. Fungsi musik sebagai penghayatan estetis (The Function Of Aesthetic
Enjoyment).
Karya disebut sebagai karya seni jika terdapat nilai keindahan dan
estetis dididalamnya. Dengan musik dapat ditemukan nilai-nilai keindahan
dan estetisnya berupa melodi, dinamika, dan juga harmoninya.
3. Fungsi Musik Sebagai Hiburan (The Function Of Entettainment)
Musik yang mempunyai sifat menghibur karena mempunyai unsur-
unsur melodi, harmoni dan liriknya. Dari unsur-unsur tersebut maka
penikmat musik atau penonton merasa terhibur dengan musik yang
disajikan.
4. Fungsi musik menjadi sarana komunikasi (The Function Of
Communication)
Mengartikan bahwa musik yang terdapat didaerah tertentu yang
mempunyai maksud dan tujuannya sendiri hanya bisa dimengerti oleh
daerah tempat musik berada. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari melodi
atau teks musik tersebut.
5. Fungsi musik sebagai symbol (The Function Of Symbolic Representation)
Fungsi musik menyimbolkan suatu pesan, sebagai contoh jika
memainkan musik dengan tempo cepat, menandakan kegembiraan dan
semangat. Begitu juga sebaliknya jika musik dimainkan dengan tempo
lambat menandakan kesedihan.
6. Fungsi musik sebagai reaksi fisik (The Function Of Physical Response)
Musik merangsang sel-sel yang ada dalam tubuh, sehingga kita
bergerak mengikuti pola ritme musik yang dsajikan. Jika musiknya cepat
maka gerakan tubuh juga menjadi cepat, demikian juga sebaliknya.
7. Fungsi Musik Berkaitan Dengan Norma Sosial (The Function Of
Enforcing Conformity To Social Norms)
Musik memberikan pengaruh atau pesandan norma-norma dalam
pemyajiannya, kebanyakan penyampaian berupa teks dalam lagu yang
berisi ajakan, larangan, dan lainnya, sehingga memberikan pengaruh bagi
pendengarnya.
8. Fungsi musik sebagai pengesahan (the function of validation of social
institutions and religious rituals)
Musik menjadi sarana upacara keagamaan, dan menjadi bagian yang
terpenting dalam suatu lembaga tidak hanya berperan sebagai pengiring.
9. Fungsi Musik Sebagai Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara (the
function of contribution to the continuity and stability of culture)
Musik yang berisi suatu ajaran berfungsi untuk melanjutkan atau
meneruskan suatu ajaran kepada generasi selanjutnya, agar ajaran atau
norma tersebut terus berkelanjutan.
10. Fungsi Musik Sebagai Kontribusi Integrasi Sosial (The Function Of
Contribution To The Integration Of Society)
Musik berperan sebagai alat pemersatu, jika dalam suatu kelompok
memainkan musik secara bersama-sama, secara tidak langsung musik
tersebut menjadi alat pemersatu baik sesama pemain dengan pemain dan
juga penikmat musik.
Pada penyajian musik khususnya musik tradisional terdapat fungsi
yang menuntun terselenggaranya penyajian atau pertunjukan musik.
Menurut Ismaun dan Martono (2003 :49-56), mengatakan bahwa pada
dasarnya seni pertunjukan tradisional secara umum mempunyai 4 fungsi
yaitu:
1. Fungsi Ritual
Pada mulanya musik tradisional tumbuh karena adanya ritual atau
kebiasaan adat setempat seperti upacara adat, atau upacara keagamaan
sebagai ucapan syukur kepada Yang Maha Kuasa, atau yang diagungkan.
2.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan (jika diperlukan)


2.3 Kerangka Berpikir
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
3.2 Objek dan Subjek Penelitian
3.3 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
3.4 Metode Analisis Data
3.4.1 Reduksi Data
3.4.2 Penyajian Data
3.4.3 Penarikan Simpulan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Tempat (Lokasi) Penelitian
4.2 Memuat narasi mendalam, luas, dan holistik secara kebermaknaan
sebagai jawaban terhadap rumusan masalah nomor 1 (Judul subbab
menyesuaikan dengan masalah).
4.3 Memuat narasi mendalam, luas, dan holistik secara kebermaknaan
sebagai jawaban terhadap rumusan masalah nomor 2 (Judul subbab
menyesuaikan dengan masalah).
4.4 Memuat narasi mendalam, luas, dan holistik secara kebermaknaan
sebagai jawaban terhadap rumusan masalah nomor 3, dan seterusnya
(Judul subbab menyesuaikan dengan masalah).
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

4.3.1 Pendahuluan
Bagian ini terbagi menjadi beberapa bagian bawahan, yakni latar belakang
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bagian ini
di
dalam skripsi menjadi BAB I dengan judul yang sama dengan judul 1.
4.3.1.1 Latar Belakang Penelitian
Pada bagian latar belakang penelitian hendaknya dikemukakan secara jelas
dan
objektif rasional akademis, mengapa masalah atau pokok persoalan tersebut
penting
dikaji dalam penelitian. Pernyataan urgenitas tersebut tidak semata-mata karena
permasalahannya yang menarik, tetapi yang lebih penting adalah harus didukung
oleh
argumen-argumen akademis yang kokoh.Argumentasi-argumentasi akademis
memaparkan adanya aspek-aspek, yakni: pertama, gejala sosial budaya
kependidikan
yang dikaji menunjukkan adanya kesenjangan antara das sollen dan das sein
(harapan
dan kenyataan). Kedua, gejala sosial budaya kependidikan yang dikaji
menunjukkan
adanya kesenjangan antara teori dan praktik. Ketiga, gejala sosial budaya
kependidikan yang dikaji menunjukkan adanya kesenjangan antara teks ideal (tata
kelakuan yang mencakup nilai dan norma) dan teks sosial (tindakan nyata dalam
sistem sosial) secara meruang dan mewaktu. Keempat, gejala sosial budaya
kependidikan yang dikaji menunjukkan adanya kesenjangan antara pengalaman
masa
lalu (aspek historikal) dan pengalaman masa kini. Kelima, berdasarkan
pengalaman,
studi pendahuluan dan atau penguasaan teori, secara imajinatif masalah yang
dikaji
memiliki multijawaban, bukan monojawaban.
Dalam rangka memperkuat argumentasi akademis bahwa masalah yang dkaji
memang masalah, maka seseorang tidak hanya menggunakan perdebatan teori dan
asas-asas normatif guna menunjukkan kesenjangan yang menyelimuti suatu gejala
sosial budaya kependidikan, tetapi bisa pula menggunkan data kuantitatif.
Beberapa di
antara kelima aspek di atas harus ada pada latar belakang masalah. Jika sama
sekali
tidak ada, maka secara otomatis skripsi tidak ada, sebab skripsi bermula dari
masalah
dan berakhir pada pencarian jawaban atas masalah tersebut dengan mengikuti
prinsipprinsip
metodologi penelitian. Latar belakang masalah menjadi kuat jika seseorang
bisa mengemukakan lebih dari satu aspek sebagaimana dikemukakan di atas
disertai
dengan bukti-bukti empirik yang kuat, bisa berbentuk angka, hasil wawancara
penjajagan, dan foto-foto. Apa pun bentuk masalah yang dikemukakan pada
rumusan
masalah harus ada sandaran agumentasinya pada latar belakang penelitian.
Dengan
cara ini masalah yang dikaji menjadi empirik, tidak dibuat-buat atau tidak turun
dari
langit, tetapi memang merupakan masalah yang membumi. Kemembumiannya
memiliki sandaran argumentatif yang kuat sebagaimana tecermin pada latar
belakang
penelitian. Gagasan ini sejalan dengan makna yang terkandung pada latar
belakang
penelitian, yakni memberikan sandaran mengapa suatu gejala sosial budaya
kependidikan dipertanyakan pada rumusan masalah. Pertimbangan lain yang tidak
kalah pentingnya dalam memilih suatu masalah, tidak perlu dieksplisitkan tetapi
cukup dipegang secara implisit, antara lain sebagai berikut. Pertama,
pertimbangan dari arah masalah atau dari sudut objektif, dalam arti,
sejauh mana penelitian terhadap masalah tersebut memberikan sumbangan, baik
kepada perkembangan teori maupun pemecahan masalah-masalah praktis. Kedua
pertimbangan dari arah peneliti, seperti biaya dan alat-alat yang tersedia, waktu,
bekal
kemampuan, serta penguasaan metode yang diperlukan. Ketiga, kesesuaian
dengan
jurusan/program studi dimana seseorang sedang menumbuhkembangan identitas
keakademikannya.
4.3.1.2 Batasan Masalah
Batasan masalah memberikan batasan-batasanyang jelas pada bagian mana
daripersoalan ataumasalah yang diteliti dan pada bagian mana yangtidak diteliti,
sehingga masalah yang dikaji tidak meluas.
4.3.1.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif secara
substansial menanyakan tentang, pertama, motif (pendekatan psikologis), yakni
dorongan internal secara individual yang melahirkan perilaku manusia dalam
sistem
sosial. Motif sebagai pendorong tindakan manusia tentu tidak bersifat naluriah,
tetapi
memiliki dimensi kultural. Artinya ada sistem budaya, yakni nilai dan norma yang
mengatur, memprogram atau bahkan membatasinya. Dengan demikian,
pengkajian
terhadap motif secara ideal tidak bisa dilepaskan dari dimensi kultural yang
berlaku
dalam masyarakat.
Kedua, menanyakan makna (paradigma interpretatif yang mencakup teori
fenomenologi, interaksionisme simbolik, etnometodologi, teori kebudayaan, dan
etnografi) yang mengacu kepada pengungkapan dunia ide, gagasan ideasional atau
sistem budaya (nilai, norma, dan pengetahuan) yang memedomani dan atau yang
digunakan manusia dalam menafsirkan suatu realitas pada saat berinteraksi sosial
dengan orang lain sebagaimana tercermin pada tindakan sosial secara meruang
dan
mewaktu. Berkenaan dengan itu, maka tujuan penelitian kualitatif adalah
membangun
narasi yang disertai dengan usaha memberikan makna naratif dengan
menggunakan
metode naratif. Makna naratif tidak saja dibangun lewat penggalian dunia ide di
balik
suatu tindakan sosial, tetapi dilakukan pula dengan cara mempertimbangkan
bahwa
sesuatu adalah bagian dari keseluruhan dan bahwa sesuatu adalah penyebab dari
sesuatu yang lain. Gagasan ini menimbulkan implikasi bahwa metode naratif
secara
kontekstual berupaya mencari hubungan tertentu di antara kejadian-kejadian.
Hubungan-hubungan di antara kejadian-kejadian inilah yang disebut makna.
Ketiga, menanyakan fungsi, kegunaan, sumbangan atau kontribusi tidak saja yang
bersifat manifes-disadari oleh pelaku budaya, tetapi juga yang bersifat laten –tidak
disadari oleh pelaku budaya (paradigma fakta sosial terutama teori fungsionalisme
struktural modern) tentang suatu tindakan sosial dan atau artefak yang mereka
gunakan
dalam rangka memenuhi kebutuhan sistem organisme biologis-psikologis dan
sistem
oraganisme sosial, yakni pencapaian kehidupan yang harmonis atau integrative
Tindakan manusia dalam mewujudkan sasaran ini tidak bersifat acak, manusia
tidak
bertindak semaunya sendiri, tetapi berpola karena dipedomani oleh sistem budaya,
yakni nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan
adanya
gagasan ini, maka penggalian fungsi tidak bisa dilepaskan dari sistem budaya
yang ada
di baliknya.
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa esensi penelitian kualitatif adalah
motif, makna, dan fungsi suatu tindakan sosial beserta artefak yang digunakan
oleh
manusia dalam mewujudkan suatu tujuan. Pencarian ini tidak berhenti hanya pada
penampakannya, apa yang diucapkan, apa yang dilakukan, alat apa yang
digunakan
secara meruang dan mewaktu, tetapi harus pula berlanjut pada sistem budaya yang
ada
di baliknya sebab sistem budaya yang memedomani, mengarahkan, membatasi
atau
bahkan memaksa manusia agar tidak melakukan tindakan yang menyimpang.
Nilainilai
yang dijabarkan dalam bentuk norma dan dispesifikkan dalam bentuk pranata
yang kesemuanya tercakup dalam sistem budaya berkaitan satu sama lainnya.
Gagasan
ini menimbulkan implikasi bahwa kejadian-kejadian atau fenomena-fenomena
dalam
masyarakat sebagai pencerminan dari adanya motif, fungsi, dan pemaknaan
manusia
atas suatu realitas yang dipedomani oleh sistem budaya, juga berkaitan satu sama
lainnya. Bertolak dari pemikiran ini, maka sasaran penelitian kualitatif adalah
menyusun suatu narasi yang mendalam, luas, holistik, dan kaya akan pemaknaan
secara meruang dan mewaktu. Hal ini tidak hanya terkait dengan suatu
penampakan,
tetapi harus menukik ke arah apa yang ada dibaliknya, yakni sistem budaya atau
dunia
ide. Narasi maknawiah yang dibangun diarahkan kepada usaha untuk menjawab
rumusan masalah penelitian.
Pencapaian sasaran ini menimbulkan implikasi terhadap rumusan masalah
penelitian kualitatif, yakni memakai kata tanya mengapa dan bagaimana. Kata
tanya
mengapa menggalimotif, makna, dan fungsi. Pencarian makna tidak saja makna
orang awam (makna emik) dan makna yang ditafsirkan oleh peneliti (makna
tingkat
kedua atau makna emik), tetapi juga kaitan antara kejadian yang satu dan yang
lain
sebagai representasinya. Begitu pula pencarian tentang fungsi mencakup fungsi
manifes (fungsi yang disadari) dan fungsi laten (fungsi yang tidak disadari) atas
suatu
tindakan sosial beserta artefak yang dipakai secara meruang dan mewaktu guna
mewujudkan keharmonisan pada tataran individu dan atau sistem sosial.
Sementara
itu, kata tanya bagaimanakah dipakai untuk menggali proses dan implikasi atas
suatu
tindakan sosial yang di dalamnya menunjukkan keterkaitan antarkomponen,
misalnya
agen (pelaku budaya), alat, cara, tujuan, motif, kejadian, dll. Hal ini terjalin secara
sistemik lengkap dengan dinamikanya. Mengapa dan Bagaimana hanyalah
merupakan grand question yang kelak dijawab dalam pelaksanaan penelitian yang
dalam atau elaboratif.
Pencapaian sasaran tentang pemahaman yang holistik, baik yang menyangkut
jawaban atas pertanyaan mengapa maupun bagaimana membutuhkan
interpretasi
secara kritis yang dilakukan oleh peneliti terhadap konsep emik atau data yang
diberikan oleh informan. Interpretasi tidak boleh ngawur (asal membuat tafsir),
melainkan harus mendasarkan diri pada teori-teori yang dipakai dalam penelitian.
Dengan demikian, interpretasi dalam konteks penggalian makna tingkat kedua
atau
pencarian fungsi laten atas suatu tindakan sosial dan atau artefak yang digunakan
tidak
terlepas dari teori yang membingkai dan mengarahkan pikiran peneliti. Berkenaan
dengan itu, maka penelitian kualitatif tidak lagi mebutuhkan pembatasan masalah
atau
fokus penelitian, sebab melalui rumusan masalah yang dikemukakan dalam
bentuk
pertanyaan (mengapa dan bagaimana) secara tersirat sudah dapat diketahui apa
yang
menjadi fokus dalam penelitian tersebut. Masalah sosial budaya yang terkait
dengan
kependidikan, apa pun bentuk masalah sosial budaya secara substansial bersifat
komplleks, baik dilihat dari segi latar belakang, dinamika maupun implikasinya
sesuai
dengan hakikat manusia sebagai homo complexus.
Dengan adanya kenyataan ini, maka sebelum merumuskan masalah penelitian
atau fokus penelitian, ada baiknya peneliti melakukan studi pendahuluan (grand
tour)
ke dalam kancah dengan cara melakukan wawancara, observasi atau studi
dokumen
secara terbatas. Grand tour sangat berguna tidak saja untuk memastikan bahwa
apa
yang hendak diteliti memang betul-betul masalah yang membumi, tetapi juga
untuk
memahami aspek mana yang manjadi fokus penelitian tanpa mengabaikan
kejadiankejadian
yang terkait guna mendapatkan deskripsi yang mendalam, luas, holistik, dan
berkemaknaan.
Bertolak dari sasaran ini, maka tidak mengherankan jika penelitian kualitatif lebih
banyak bersifat studi kasus. Artinya masalah yang dikaji tidak saja secara eksplisit
dijelaskan fokusnya, tecermin pada pertanyaan peneltian, tetapi juga dibatasi
arena
sosialnya, misalnya sekolah, perkantoran, desa, keluarga, dan lain-lain.
Pembatasan
seperti ini tidak bisa dilepaskan dari karakteristik penelitian kualitatif, yakni
menuntut
narasi yang luas, dalam, dan holistik. Sasaran ini akan sulit diwujudkan jika arena
sosialnya terlalu luas sebab setiap arena sosial akan memiliki kultur dan struktur
yang
beragam selain ada kesamaannya sehingga tidak mudah untuk menarasikannya
secara
luas, mendalam, dan holistik. Pemilihan studi kasus berkaitan pula dengan
karakteristik penelitian kualitatif lainnya, yakni bukan mencari generalisasi,
melainkan lebih menekankan pada pembentukan narasi luas, mendalam, dan
holistik
tentang suatu gejala sosial budaya yang unik.
4.3.1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah menemukan informasi empiris, objektif, logis,
mendalam, dan holistik yang berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan
penelitian.
Dengan adanya kenyataan ini,maka rumusan tujuan penelitian harus
mencerminkan
dan konsisten dengan rumusan masalah (pertanyaan penelitian) yang tercantum
dalam
masalah penelitian. Walaupun demikian, ada hal yang harus diperhatikan, yakni,
jika
rumusan masalah penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan, maka
rumusan tujuan penelitian dirwujudkan dalam kalimat pernyataan atau
dirumuskan
dalam bentuk uraian deskriptif bertujuan.
4.3.1.5 Manfaat Penelitian
Pada bagian ini ditunjukkan pentingnya (keutamaan) penelitian terutama yang
bertalian dengan pengembangan disiplin keilmuan, pembangunan dalam arti luas,
dan
kepentingan praksis sebuah bidang kajian. Gagasan ini melahirkan apa yang lazim
disebut manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis berkaitan dengan
sumbangan penelitian bagi pembendaharaan ilmu pengetahuan, sedangkan
manfaat
praktis berkaitan dengan sumbangan penelitian bagi suatu lembaga dalam konteks
penanganan suatu masalah. Perumusan manfaat praktis, terutama tentang lembaga
yang diperkirakan bisa memanfaatkan hasil penelitian kita, ada baiknya dibuat
secara
rinci agar memudahkan kita untuk megemukakan saran pada bab penutup. Apa
yang
disarankan, berdasarkan temuan penelitian tidak boleh mengambang, tetapi harus
jelas
sasaran lembagannya, sesuai dengan substansinya, yakni manfaat praktis yang
berarti
ada lembaga yang diperkirakan bisa menggunakan temuan kita untuk melakukan
perbaikan.
4.3.2 Kajian Pustaka
Di dalam skripsi, bagian ini menjadi pengisi BAB II dengan judul yang sama
dengan judul pada butir 4.3. Bagian ini terdiri atas kajian Teori teori, (kajian
terhadap
penelitian yang relevan), dan kerangka berpikir.
4.3.2.1 Kajian Teori
Pada bagian ini, secara jelas dan objektif harus dipaparkan tentang gagasan,
konsep, pemikiran, teori, dan temuan dalam penelitian terdahulu yang bertautan
secara
langsung maupun tidak langsung dengan fokus masalah yang akan diteliti.
Peneliti
dapat memulai dengan mengemukakan penelitian-penelitian yang relevan dengan
apa
yang akan diteliti secara kronologis, atau disistematisasikan menurut masalahnya.
Berdasarkan kajian dan telaah terhadap berbagai temuan penelitain tersebut, maka
peneliti dapat memetik hal-hal yang bertalian dengan masalah, teori yang akan
digunakan, metode yang digunakan, dan temuan-temuannya dengan memberikan
penguatan, atau komentar, kritik, evaluasi, dan sebagainya. Dengan cara ini tidak
memunculkan kesan bahwa kajian pustaka hanya sebagai kumpulan atau
penumpukan
rangkaian teori semata, tetapi betul-betul merupakan suatu kajian. Peneliti dituntut
untuk mampu ”membahasakan” bagian setiap bagian dari temuan penelitian yang
relevan untuk mendukung gagasan utama atau pokok permasalahan penelitiannya
sehingga jelas ”posisi peneliti” di antara teori atau temuan penelitian yang telah
dihasilkan oleh orang lain pada kajian yang sejenis.
Berdasarkan pola seperti ini, maka peneliti dengan tegas dapat mengemukakan
bagian-bagian atau aspek-aspek mana yang berhubungan dan yang tidak
berhubungan
dengan bagian-bagian atau aspek-aspek yang akan dikaji sekarang, masalah-
masalah
mana yang sudah diteliti orang dan masalah-masalah mana yang belum digarap
sehingga peneliti bisa menempatkan di mana posisi masalah yang akan ditelitinya.
Bisa saja terjadi, bahwa fokus masalah yang akan dikajinya sama atau telah dikaji
oleh
peneliti lain lebih dahulu. Walaupun demikian, peneliti harus mampu memberikan
penjelasan secara akademik mengapa terjadi pengulangan. Alasannnya bisa
karena
pendekatan teori (paradigma) yang digunakan berbeda, lokasi yang berbeda, latar
belakang sosial budaya yang berbeda, jarak waktu penelitian yang akan dilakukan
sangat panjang jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu, informannya
dibuat
lebih spesifik misalnya atas dasar gender, kelas sosial, dan lain-lain. Kajian
pustaka
harus dilakukan dengan mengikuti asas kejujuran akademis. Hal ini tidak semata-
mata
untuk menunjukkan di mana letak sumbangan penelitian kita pada bangunan ilmu
pengetahuan yang sudah ada, karakteristik ilmu antara lain adalah historis dan
komulatif, tetapi yang lebih penting adalah mencegah adanya plagiasi merupakan
tindakan yang diharamkan pada dunia akademik. Kajian teori dan kepustakaan
setiap
variabel wajib ditunjang minimal duaartkel lima tahun terakhir yang bersumber
dari
jurnal dengan menunjukkan bukti fisik (hard copy).
4.3.2.2 Kerangka Konsep
Setelah dipastikan teori dan konsep yang hendak dipakai sebagai paradigma
dalam
melakukan penelitian sebagaimana dipaparkan pada landasan teori, maka langkah
berikutnya adalah menyusun kerangka berpikir. Kerangka berpikir merupakan
suatu
abstraksi yang dibuat dalam bentuk bagan yang menguraikan secara jelas dan
koheren
pertautan antara berbagai konsep yang terkait dengan fenomena yang dikaji, baik
yang
menyangkut latar belakang (kemengapaan) maupun proses dan implikasinya
(kebagaimanaan). Kerangka berpikir tidak boleh lepas dari landasan teori, sebab
kerangka berpikir secara substansial merupakan baganisasi dari landasan teori.
Dengan adanya kerangka berpikir, maka arah penelitian tampak secara ekplisit
sehingga peneliti bisa lebih terfokus dalam mengumpulkan informasi dan
mengonstruksinya dalam bentuk narasi yang kaya akan pemaknaan. Bahkan yang
tidak kalah pentingnya, pembimbing bisa lebih mudah mengontrol jalannya
penelitian
yang dilakukan oleh mahasiswa.
4.3.3 Metode Penelitian
Perlu dicatat bahwa di dalam bagian ini, peneliti tidak perlu mengemukakan
teoriteori
atau batasan-batasan tentang istilah-istilah dalam metodologi – sebab yang
diminta adalah metode penelitian bukan metodologi penelitian. Misalnya, ketika
mengemukakan metode wawancara tidak perlu dijelaskan secara panjang lebar
tentang
apa yang dimaksud dengan wawancara. Aspek yang memerlukan penjelasan
adalah
tentang cara-cara yang bersifat teknikal operasional guna mencari tahu jawaban
atas
masalah penelitian. Aspek-aspek yang tercakup pada metode penelitian adalah
sebagai
berikut.
4.3.3.1 Rancangan Penelitian
Pada bagian ini tidak saja disebutkan tentang lokasi atau tempat penelitian, tetapi
yang lebih penting adalah alasan argumentatif tentang mengapa tempat itu
ditetapkan
sebagai lokasi penelitian. Berkenaan dengan itu, maka keunikan yang ada pada
lokasi
yang diplih, yakni mengacu kepada ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan
bisa
bersifat negatif atau positif yang membedakannya dengan lokasi lainnya seperti:
sekolah, desa atau lembaga lainnya perlu dipaparkan secara argumentatif.
Dalam melaksanakan penelitian ini menggunakan rancanganpendekatan
kualititaf. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang
jelas,
objektif, sistematis, dan cermat mengenai fakta-fakta yang diperoleh. Pendekatan
metode ini menekankan pada ketajaman analisis secara objektif, sehingga
diperoleh
ketepatan dalam interpretasi data. Dengan metode ini peneliti memusatkan diri
pada
pemecahan masalah yang aktual. Dan diperoleh dari lapangan yang ada pada saat
melakukan penelitian dan dikumpulkanapa adanya untuk dideskripsikan tentang
permasalahan.
4.3.3.2 Objek dan Subjek Penelitian
Objek penelitian menjelaskan variabel atau apayang menjadi titik perhatian suatu
penelitian sedangkan subjek penelitian merupakan tempatdimana variabel
melekat.
(Jika penelitian kualitatifmenggunakan Fokus Penelitian).
4.3.3.3 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
Penelitian kualitatif memiliki karakteristik, yakni peneliti merupakan instrumen
penelitian yanhg paling utama. Walaupun demikian, pada bagian ini perlu
dutambahkan tentang instrumen penelitian apa yang bisa diposisikan sebagai alat
bantu bagi peneliti guna memperlancar kegiatannya. Teknik pengumpulan data
yang
digunakan dalam penelitian kualitatif dapat berupa (1) observasi, wawancara
mendalam, (2), dan (3) analisis arsip atau dokumen, misalnya: pedoman
wawancara,
panduan observasi, alat perekam, tustel, dan lain-lain.
Bagian ini menjelaskan pengambilan subjek yang mengikuti paradigma
penelitian kualitatif. Pada dasarnya ada tiga cara, yaitu (1) dilakukan secara
selektif
atau yang biasa disebut purposive sampling, (2) tanpa melakukan seleksi atau
sering
disebut snow ball sampling atau teknik bola salju, yaitu peneliti membatasi atau
menyeleksi jumlah informan, (3) dengan menerapkan time sampling, yaitu dengan
mempertimbangkan waktu dan tempatpengumpulan data.
Data atau informasi yang dibutuhkan guna membangun narasi maknawiah
tidak saja menyangkut tindakan sosial, yakni ujaran dan perilaku beserta artefak
yang
menyetainya, tetapi menyangkut pula dunia ide atau pengetahuan sebagai
konstruktor
tindakan sosial. Dengan adanya kenyataan ini, maka metode pengumpulan data
yang
lazim digunakan dalam penelitian kualitatif adalah, pertama, observasi (terutama
observasi partisipan). Observasi ditujukan terhadap tindakan sosial para aktor
yang
menyangkut apa yang diucapkan dan dilakukan, bagaimana ekspresi dan proses
kegiatan yang mereka lakukan, artefak atau atribut apa yang digunakan, ruang dan
waktu-arena sosial bagi berlangsungnya tindakan sosial. Kedua, wawancara
(terutama
wawancara mendalam). Wawancara ditujukan untuk menggali dunia ide yang ada
di
balik tindakan sosial – motif, fungsi, dan alasan maknawiah yang berbingkaikan
sistem budaya. Ketiga, metode dokumen. Dunia ide tidak selamanya disimpan
dalam
pikiran, tetapi bisa dituangkan dalam dokumen, misalnya notulen rapat, peraturan
sekolah, rapot, perundang-undangan, dan lain lain. Keempat, Focus Group
Discussion
(FGD). FGD merupakan bentuk khusus dari wawancara. Dalam konteks ini
sejumlah
informan (sekitar 6-10 orang) dikumpulkan secara berkelompok, lalu diberikan
pertanyaan guna menggali ide, pengetahuan atau persepsi mereka terkait dengan
masalah penelitian. FGD diharapkan memberikan peluang bagi para informan
untuk
berdiskusi secara bebas sehingga peluang untuk mendapatkan informasi yang
variatif
dan kaya makna menjadi lebih terbuka adanya.
4.3.3.4 Metode Analisis Data
Bagian ini menjelaskan teknik analisis data yang dilakukan selama dan setelah
pengumpulan data. Beberapa teknik analisis data dalam penelitian kualitatif, yaitu
(1)
analisis interaktif, (2) analisis mengalir, (3) analisis domain, (4) analisis
taksonomi,
(5) analisis komponensial, dan (5) analisis tema.
Pada bagian ini, dipaparkan tentang metode yang digunakan dalam menganalisis
data. Ada beberapa metode analisis data yang lazim digunakan dalam penelitian
kualitatif antara lain analisis data model Miles dan Huberman (1990) dan Mukhtar
(2013) yang dikenal dengan nama model interaktif. Mode interaksi terdiri atas
beberapa langkah yang dapat digambarkan dalam suatu bagan sebagai berikut.
Gambar 4.1 Analisis Data Model Interaktif

Sumber: Miles dan Huberman (1990)


Bagan di atas menunjukkan bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif terdiri
atas beberapa langkah, yakni:
Pertama, pengumpulan data. Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan
berbagai metode pengumpulan data baik secara terpisah maupun terpadu dalam
konteks triangulatif. Pada saat mengumpulkan data, disadari maupun tidak
disadari peneliti sudah melakukan analisis data lewat penyeleksian data apa yang
harus dikumpulkan dan pada bagian mana data tersebut memerlukan pendalaman
dan perluasan antara lain dengan cara melacak keterkaitan antara kejadian yang
satu dan yang lainnya secara berkemaknaan agar narasi yang hendak dibangun
dalam penyajian dan pembahasan hasil penelitian terbentuk secara mendalam,
luas, holistik, dan berkemaknaan secara meruang dan mewaktu.
Kedua, reduksi data menunjukkan proses menyeleksi, memfokuskan,
menyederhanakan, mengabstraksikan, dan mentransformasi data mentah yang
muncul dalam penelitian catatan lapangan. Reduksi data bukan merupakan
sesuatu
yang terpisah dari analisis. Reduksi data adalah bagian dari analisis. Reduksi data
adalah suatu bentuk analisis yang tajam, ringkas, terfokus, membuang data yang
tidak penting, dan mengorganisasikan data sebagai cara untuk menggambarkan
dan memverifikasi simpulan akhir.
Ketiga, display data adalah usaha merangkai informasi yang terorganisir dalam
upaya
menggambarkan simpulan dan mengambil tindakan. Biasanya bentuk display
(penampilan) data kualitatif menggunakan teks narasi. Sebagaimana reduksi data,
kreasi dan penggunaan display juga bukan merupakan sesuatu yang terpisah dari
analisis, tetapi merupakan bagian dari analisis.
Keempat, verifikasi dan menarik kesimpulan merupakan aktivitas analisis, yang
pada
awal pengumpulan data, seorang analis mulai memutuskan apakah sesuatu
bermakna, atau tidak mempunyai keteraturan, pola, pemaknaan, penjelasan,
kemungkinan konfigurasi, hubungan sebab akibat, dan proposisi.
Bertolak dari sasaran penelitian kualitatif, yakni mencari motif, fungsi (manifes
dan laten), dan makna suatu tindakan sosial dan artefak yang digunakan oleh aktor
sosial dalam bingkai sistem budaya, maka meminjam gagasan Berger (dalam
Samuel,
2012), penerapan empat langkah ini, tidak bisa dilepaskan dari pencapaian sasaran
tersebut, lewat kegiatan konseptualisasi, hasil, konseptualisasi, pengujian, dan
objektivasi. Pada saat melakukan reduksi data bahkan pada saat pengumpulan data
pun, konseptualisasi sangat penting. Konseptualisasi berasal dari informan
sehingga
menghasilkan konsep orang awam, konsep emik atau konsep tingkat pertama.
Berdasarkan konsep emik dibentuk konsep tingkat kedua, yakni konsep etik,
konsep
yang dibuat oleh peneliti yang memuat pemaknaan maupun pemfungsian suatu
tindakan sosial dan atau artefak melalui penafsiran dengan berpedoman pada
landasan
teori yang digunakan dalam penelitian. Landasan teori adalah rekan terselubung
yang
menemani peneliti dalam melakukan penelitian. Konsep emik dan konsep etik
yang
mengandung pemaknaan dan atau pemfungsian dipakai dasar untuk menyusun
suatu
penyajian data atau display. Display tidak secara serta merta diterima sebagai
kebenaran, tetapi semula hanya diposisikan sebagai hiposkripsi, karena masih
membutuhkan pengujian atau verifikasi lewat pengumpulan data. Jika konsep-
konsep
beserta pemaknaan dan pemfungsian yang terkandung di dalamnya sudah
terverifikasi
lewat triangulasi sehingga terjadi objektivasi, maka penyajian data dalam bentuk
narasi beserta penarikan simpulan yang terkait dengannya secara otomatis
dianggap
sudah memadai dalam konteks menjawab masalah penelitian.
4.3.3.4.1 Reduksi Data
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah memilih hal-hal pokok yang sesuai
dengan fokus permasalahan penelitian dan data yang kurang penting disisihkan.
Data
yang kurang penting dipertimbangkan lagi bila diperlukan. Dalam reduksi data
ini,
peneliti terlebih dahulu mengumpulkan data melalui dokumentasi dan wawancara.
1) Identifikasi Data
Data berupa hasil dari subjekpenelitian yang telah ditranskripsikan dari hasil
dokumentasi, kemudian diidentifikasi dan diberi kode untuk memudahkan peneliti
dalam menganalisis data.
2) Klasifikasi dan Penafsiran Data
Setelah diidentifikasi, selanjutnya data mengenai masalah penelitian ditata dan
diklasifikasi. Dalam hal ini, data yang sudah diidentifikasi dan direduksi, ditata
dan
diklasifikasikan sesuai dengan masalah yang dikaji.
4.3.3.4.2 Penyajian Data
Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode informal. Penyajian informal yaitu berupa rumusan dengan menggunakan
kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:144-159). Alasan digunakannya metode
informal
dalam penyajian hasil analisis karena penelitian ini bersifat deskriptif. Maksudnya
pendeskripsian dari dari gejala atau keadaan yang terjadi pada objek data
penelitian.
Analisis data dilakukan setelah pengumpulan data sesuai dengan tujuan yang
ingin
dicapai. Sugiyono (2006: 336) menyatakan bahwa analisis data merupakan proses
mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil penelitian.
4.3.3.4.3 Penarikan Simpulan
Sesuai dengan hasil penyajian dan deskripsi data ditarik kesimpulan dari
penelitian ini dan dilakukan verifikasi atau peninjauan kembali bersama-sama
dosen
pembimbing demi keakuratan penelitian. Penyimpulan yang dilakukan harus
dapat
menjawab semua masalah yang diangkat dalam penelitian tersebut, sehingga hasil
akhirnya nanti akan diperoleh informasi mengenai masalah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sugiyono (2006: 283) bahwa kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti fakta yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun, apabila
kesimpulan
yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan dalam penelitian ini adalah data yang benar-benar ada sesuai dengan
kenyataan.

Anda mungkin juga menyukai