Anda di halaman 1dari 127

BUKU PEDOMAN ORGANISASI

PENGURUS PUSAT
HIMPUNAN AHLI KESEHATAN LINGKUNGAN
INDONESIA
2

KATA PENGANTAR

Salam HAKLI.... !!!


HAKLI untuk INDONESIA SEHAT.... !!!
SATU DESA SATU SANITARIAN.... !!!

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang hanya dengan kuasanya buku Pedoman
Organisasi HAKLI tercinta kita ini dapat selesai. Buku Pedoman Organisasi Himpunan Ahli Kesehatan
Lingkungan Indonesia ini akan digunakan sebagai panduan dan acuan didalam menjalankan kegiatan
roda organisasi ini dari sabang sampai merauke. Tantangan di era disruption 4.0 begitu nyata
khususnya bagi tenaga sanitarian/kesehatan lingkungan dan diharapkan dengan adanya buku ini
dapat meningkatkan pengorganisasian HAKLI dari tingkat kabupaten/kota, provinsi sampai
dengan Pusat yang terstandar dalam menghadapi segala tantangan di depan.

Akhir kata, Kami sangat menyadari banyak terdapat kekurangan dalam buku pedoman ini, segala
masukan dan saran selalu kami nantikan untuk pengembangan buku pedoman ini.

Jakarta, Februari 2020

Penyusun
6

A. Sejarah HAKLI
Sekitar 1882 pada zaman Hindia Belanda, urusan mengenai
kesehatan di Indonesia diatur oleh Het Reglement of de Dienst der
Volksgezondheid. Hingga pada 1915 diadakan investigasi terkait penyakit
yang muncul akibat cacing tambang oleh Heiser. Lalu pada 1924, diadakan
investigasi lanjutan atas temuan Heiser pada 1915 oleh Dr John Lee Hydrick
dan Dr Van Noort yang pada akhirnya meminta Pemerintah Hindia Belanda
saat itu untuk membiayai pemberantasan cacing tambang dan pencegahan
penyakit yang disebabkan oleh sanitasi yang kurang baik dengan dibentuknya
Divisi Pendidikan Kesehatan.
Waktu berkembang hingga pada akhirnya di tahun 1930, Pemerintah
Belanda mengambil alih secara utuh pembiayaan upaya pendidikan
kesehatan. Enam tahun berselang, pada 1936 berdirilah Sekolah Mantri
Kesehatan di Purwokerto, lulusannya dikenal sebagai Mantri Kakus. Hingga
pada 1942-1947 terjadi pergeseran kekuasaan dari Pemerintah Belanda ke
Pemerintah Jepang menyebabkan lulusan Mantri Kakus disebar di seluruh
Jawa dan Madura serta sebagian lain tetap mengajar pada sekolah tersebut.
Setelah Indonesia Merdeka pada 1945, terbentuklah “Juru Hygiene
Desa” yang dicanangkan di Banyumas dengan fokus kerja penyediaan air
bersih dan jamban. Pada saat itu, para juru hygiene desa diberikan nafkah
berupa bengkok sawah oleh kepala desa. Pada 1952 terbentuklah Sekolah
Kontrolir Kesehatan di Jakarta atas kesadaran “mencegah lebih baik dan
lebih murah”. Dua tahun berselang, tepatnya pada 1954 Sekolah Kontrolir
Kesehatan berubah nama menjadi Akademi Kontrolir Kesehatan (AKK) yang
lulusannya bergelar sarjana muda (B.Sc.).
HAKLI merupakan singkatan dari Himpunan Ahli Kesehatan
Lingkungan Indonesia atau The Indonesian Association of Environmental
Health (IAEH) yang didirikan di Bandung Jawa Barat. Profesi sebagai wadah
pemersatu dan pembina profesional kesehatan lingkungan yang secara khas
beragam dan berjenjang dari latar belakang pendidikan, lapangan kerja,
posisi, peran dan jalur peminatan menjadi satu kesatuan jejaring fungsional
dengan keahlian kesehatan lingkungan. HAKLI dibentuk dan didirikan pada
tanggal 12 April 1980, dengan sadar dan keinginan luhur yang didasari oleh
ilmu, ketrampilan dan sikap yang dimiliki HAKLI merupakan pengembangan
7

dan perubahan dari organisasi Ikatan Kontrolir Kesehatan Indonesia


(IKKI) yang didirikan pada tanggal 5 September 1955.
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) merupakan
Organisasi yang menghimpun para ahli kesehatan lingkungan, yang mana
organisasi ini berorientasi pada kesehatan masyarakat serta juga berorientasi
pada berbagai konsep diluar kesehatan masyarakat seperti pelestarian alam,
sistem lingkungan, kelengkapan body of knewledge dalam kesatuan
pendekatan multidisipliner dan hal-hal lain tentang Kesehatan
Lingkungan.Kesehatan lingkungan adalah kondisi lingkungan yang mampu
menompang keseimbangan yang dinamis antara manusia dan lingkungan
untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat, aman,
nyaman dan bersih. Sejarah Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia
(HAKLI) tidak terlepas dari sejarah kesehatan maupun perkembangan
sekolah sanitarian di Indonesia.
HAKLI memiliki tujuan meningkatkan daya dan hasil guna para
anggotanya dalam mengabdikan keprofesionalannya serta meningkatkan dan
mengembangkan kesehatan lingkungan agar lebih berdaya bagi peningkatan
profesi dan pembangunan kesehatan lingkungan untuk kesejahteraan.
HAKLI sebagai organisasi profesi, para anggotanya dilandasi oleh
kemampuan dan ketrampilan di bidang ilmu dan seni kesehatan lingkungan
dalam upaya mengembangkan budaya perilaku hidup sehat dan pengelolaan
lingkungan yang bersih, aman, nyaman, sehat dan sejahtera sesuai dengan
harkat dan martabat manusia.
HAKLI keanggotaannya bersifat stelsel aktif dengan berbagai latar
belakang jenis dan jenjang pendidikan kesehatan lingkungan dan yang
terkait, yang menjalankan profesinya di bidang kesehatan lingkungan dan
atau peduli terhadap pengelolaan lingkungan baik di lingkungan pemerintah
maupun non pemerintah.
HAKLI dilingkungan pemerintah/sektor kesehatan, anggotanya yang
berminat menjadi tenaga fungsional dikembangkan sesuai kompetensinya
sebagai tenaga fungsional dengan sebutan Sanitarian, terdiri dari Sanitarian
Terampil (Pelaksana), Sanitarian Ahli (Pelaksana Lanjut, Pengelola, Penyidik)
dan Sanitarian Spesialis (Pendidik, Peneliti, Penyidik Lanjut).
8

B. Strategi HAKLI
HAKLI sebagai organisasi profesi kesehatan lingkungan memiliki dua
tugas pokok dalam outcome nya menyejahterakan anggotanya melalui
pelayanan pengembangan keprofesian dengan adanya P2KB serta melalui
pengembangan strategis organisasi. Dalam pengembangan P2KB sendiri
setidaknya ada tiga pokok besar yaitu pembinaan anggota, pengawasan
kualifikasi profesi dan juga pengembangan karir melalui pembelajaran,
keprofesian, pengembangan keilmuan, pelayanan pengabdian dan
pengembangan teknologi tepat guna. HAKLI juga memiliki tujuan strategis
dalam empat bidang utama yang berkaitan dengan Rekognisi, Regulasi,
Otorisasi dan Profesi.

Gambar 1. Arah Pengembangan Organisasi Profesi HAKLI

Rekognisi  1D1S
Rekognisi dalam KBBI berarti hal atau keadaan yang diakui;
pengakuan; pengenalan dan penghargaan. Dalam bentuk rekognisi yang
dimaksud pada isu strategis HAKLI adalah adanya tujuan antara melalui
program “Satu Desa Satu Sanitarian (1D1S)” dimana berisikan misi
“Sanitarian Profesional yang dapat menghasilkan inovasi dalam
Pembangunan Desa Sehat Pada Pengelolaan Sanitasi Lingkungan melalui
satu Desa satu Sanitarian”. Hal ini seyogyanya dapat dicapai melalui
advokasi, kemitraan dan pembangunan sinergisitas baik itu di ranah tatanan
tingkat pusat maupun secara otonomi daerah di wilayah daerah masing-
9

masing baik setingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Target ini


direncanakan dapat tercapai paripurna hingga 2024 dan terus memiliki
perkembangan di setiap tahunnya. Pada tahun 2020, sudah ada empat
daerah yang berhasil dalam melakukan advokasi sehingga terbitnya
peraturan daerah yang memberikan rekognisi pada peran sanitarian melalui
program Satu Desa Satu Sanitarian. Daerah tersebut antara lain, Kabupaten
Timor Tengah Selatan, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Mentawai dan
Kabupaten Banjar. Tentu, hal ini perlu adanya peningkatan dari setiap daerah
dalam melakukan advokasi pada pemangku kebijakannya selaras dalam
pelaksanaan transformasi dalam bidang sosial, ekonomi dan lingkungan.

Gambar 2. Proses Hilirisasi dan Implementasi 1 Desa 1 Sanitarian

HAKLI juga memiliki tanggung jawab strategis dalam menjawab


tantangan yang diberikan. Dalam penguatan rekognisi melalui porgram satu
desa satu sanitarian, diantaranya adalah untuk mengupayakan pemerataan
distribusi tenaga sanitasi lingkungan baik dalam fasilitas kesehatan; dunia
industri dan dunia kerja, kebutuhan komptensi sanitasi lingkungan beserta
pemenuhan standar pelayanan minimal sanitasi lingkungan serta
pengembangan proses dan penjaminan mutu hilirisasi AIPT dan HAKLI.
Penguatan program 1 Desa 1 Sanitarian tentunya akan memberikan
solusi perwujudan desa sehat. Hal ini dikarenakan penyelesaian
permasalahan kesehatan berbasis lingkungan memiliki inti dari komunitas
masyarakat terkecil, seperti permasalahan stunting dan diare melalui STBM,
penyelenggaraan PAMSIMAS dan PPSP. Sehingga tentunya hal ini memiliki
10

langkah yang dapat mewujudkan tujuan global dalam SDG’s poin ke enam
yaitu tercapainya 100% akses sanitasi yang layak dan aman. Selain itu,
semakin fokusnya rekognisi 1 Desa 1 Sanitarian, akan menghasilkan
outcome Desa Sehat, Siaga dan Cerdas dengan pemanfaatan perkembangan
teknologi yang tepat guna, termasuk integrasi Internet of Things (IoT) serta
pengembangan masyarakat menuju masyarakat madani yang sehat.

Otorisasi  Revisi Regulasi


Dalam hal kaitannya dengan otorisasi, HAKLI telah melakukan
serangkaian kegiatan yang dapat meiningkatkan kewenangan sanitarian.
Kewenangan ini terutama erat kaitannya dengan tugas pokok dan utamanya
dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan. Selain itu, HAKLI juga berperan
aktif dalam peningkatan kesejahteraan melalui pembahasan-pembahasan
dalam standar kompetensi dan peningkatan tunjangan jabatan fungsional
tenaga sanitasi lingkungan. Selain itu, dengan adanya revisi regulasi tentunya
dapat meningkatkan daya dukung program nasional yang dapat dilaksanakan
oleh tenaga sanitasi lingkungan. Hal tersebut tentunya didukung oleh elemen
dari peta kewenangan sanitarian yang nantinya bertugas baik itu dalam aspek
teknis maupun dalam aspek struktural.

Regulasi  Pendidikan Profesi


Dalam kaitannya dengan regulasi, HAKLI telah melakukan penjajakan
dengan pembuatan naskah akademik pendidikan profesi kesehatan
lingkungan yang akan segera dicanangkan di Indonesia sebagai pendidikan
level tujuh. Hal ini tentunya merupakan respon HAKLI dalam menjawab
tantangan dan kebutuhan zaman yang semakin kompleks dan diperlukannya
adaptabilitas dalam pengembangan strategis. Selain itu, kontribusi yang
HAKLI bangun antara lain adalah membangun kemitraan dan sinergisitas
dalam perwujudan pendidikan profesi sanitasi lingkungan. Dengan adanya
profesi sanitasi lingkungan, tentu dapat menjembatani level pengetahuan dari
aspek akademis di level 6 menuju kompetensi profesi yang dapat ditunjukkan
sesuai level pemahaman dan tingkatan standar kompetensi yang telah
ditetapkan.
11

Profesi  UU Kesling/Sanitasi Lingkungan


Dalam kaitannya dengan profesi, HAKLI telah berusaha dalam
memberikan peluang melalui kebijakan yang ada dengan pembahasan
undang-undang kesehatan lingkungan yang sedang dalam proses kedalam
pembahasan prolegnas. Dalam pembahasan ini tentunya Rancangan
Undang-Undang Sanitasi Lingkungan akan memberikan dampak dan manfaat
positif dalam pelindungan dan juga penguatan sanitasi lingkungan dalam
aspek teknis keprofesian dan juga peraturan perundang-undangan.

.
Gambar 3. Tujuan Strategis Organisasi Profesi HAKLI
12

C. VISI MISI HAKLI

VISI - MISI HAKLI TAHUN 2019 – 2024

1. VISI
Pelopor Organisasi Profesi yang Unggul – Inovatif dalam mewujudkan Sanitarian yang
Profesional, Sejahtera dan Bermartabat serta diakui secara Nasional dan Global.

2. MISI
1) Menjalankan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kesehatan Lingkungan,
Pendidikan, Penelitian dan Inovasi Sanitasi yang bermutu kepada Masyarakat.
2) Meningkatkan nilai-nilai Profesionalisme , Etika, Moral dan disiplin Profesi serta tingkat
status Kesejahteraan bagi Anggotanya.
3) Menjalankan Good Government dalam Tata Kelola Organisasi
4) Menjalankan Kerja Sama Strategis, Sinergis dan Berkelanjutan dengan para Mitra dan
Stake Holder

3. TUJUAN
1) Meningkatkan Mutu dan Daya Saing SDM Sanitarian yang Unggul dan Kompeten
melalui Sistim Pendidikan yang Bermutu dan Sistim Kredensial yang Melekat Kuat.
2) Meningkatkan Mutu Penelitian, Evidence Based Practice dan Pengabdian Masyarakat
untuk Menunjang Kualitas Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan serta Inovasi
Sanitasi pada Teknologi Tepat Guna bagi Masyarakat.
3) Mewujudkan Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan yang mendukung
Pengembangan Model-Model Penyehatan, Pengamanan dan Pengendalian Kesehatan
Lingkungan yang Inovatif sesuai Regulasi, Hubungan Kolaborasi dan Peningkatan
Kesejahteraan Sanitarian.
4) Mewujudkan Tata Kelola HAKLI yang Transparan, Partisipatif, Akuntabel guna
menunjang Efisiensi dan Efektifitas Sumber Daya.
5) Meningkatkan Kerjasama yang Sinergis dan Strategis serta berkelanjutan dengan para
Mitra dan Stake Holder.

4. STRATEGI
1) Peningkatan Mutu dan Daya Saing SDM Sanitarian yang Kompeten melalui Pendidikan
dan Pelatihan yang Berkualitas.
2) Penguatan Sistem Kredensial yang Kokoh Melalui Sistem Sertifikasi Keahlian,
Registrasi, Lisensi untuk menjamin Kegiatan Sanitasi yang Bertanggung Jawab dan
Bertanggung Gugat.
3) Pengembangan Penelitian dan Evidence Based Practice untuk Meningkatkan Kualitas
Profesional Sanitarian pada Produksi dan Advokasi Teknologi Tepat Guna pada
Masyarakat.
4) PengembanganModel-ModelPenyelengaraan Kesehatan Lingkungan Melalui Strategi
Penyehatan, Pengamanan, Pengendalian yang Inovatif Khususnya Pengembangan
13

Kualitas Pemberdayaan Masyarakat Mandiri secara Berkelanjutan Pada Kab/Kota


Sehat.
5) Peningkatan Pelayanan Pengabdian Masyarakat yang Mampu Mendorong Kemandirian
Masyarakat Secara Mandiri dan Berkelanjutan.
6) Penguatan Tatakelola HAKLI yang Transparan, Partisipatif, Akuntabel dan Terintegerasi
antar Bidang dan Ikatan/Himpunan melalui Kepemimpinan Kolektif-Kolegial guna
Menunjang Efisiensi dan Efektifitas Sumber Daya.
7) Peningkatan Kerja Sama yang Straegis, Sinergis dan Berkelanjutan dengan Pemerintah
dan legislatif, Organisasi Profesi Lain, Asosiasi Institusi Pendidikan, LSM, Dunia Usaha
dan Industri, serta Lembaga Nasional dan Internasional yang Kredibel.

5. VALUE
Membangun Profesionalisme Sanitarian yang berbasis Pada Nilai-Nilai :
1) Komitmen untuk Ukhuwah dan Semangat Persaudaraan (Compassion), Kepedulian
(Carring) dan Nilai-Nilai Etika yang Kuat.
2) Pengembangan Profesional Berkelanjutan (Continuing Professional Development) bagi
diri sendiri dan orang lain.
3) Pemberian Inovasi Sanitasi yang Professional dan Bertanggung Jawab (Responsibility)
dan Bertanggung Gugat (Accountability)
4) Menunjukkan Semangat Kolaborasi (Collaboration) dan Kesetiakawanan.
14

D. Surat Keputusan (SK) Pengurus Pusat Hakli


15
16
17
18
19
E. STRUKTUR ORGANISASI
58

H. Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Tenaga


Kesehatan Lingkungan
(P2KBTKL)

PENGURUS PUSAT
HIMPUNAN AHLI KESEHATAN LINGKUNGAN INDONESIA
TAHUN 2020
55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyelenggaraan pekerjaan tenaga Kesehatan Lingkungan yang terdiri atas tenaga
Sanitasi Lingkungan, Entomolog Kesehatan, dan Mikrobiolog Kesehatan secara
profesional berbasis pada kompetensi yang meliputi kompetensi Manajerial,
Kompetensi Teknis, dan Kompetensi Sosial Kultural.
Kompetensi Manajerial merupakan soft competency yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai tugas dan/atau fungsi jabatan.
Kompetensi Teknis merupakan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja yang mutlak diperlukan dalam melaksanakan tugas-tugas
jabatannya.
Kompetensi Sosial Kultural merupakan kemampuan yang diukur dari pengalaman kerja
berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga
memiliki wawasan kebangsaan.
Berdasarkan ketiga kompetensi tersebut di atas Tenaga Kesehatan Lingkungan
memiliki tanggung jawab dan kewenangan dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta
peran pribadi maupun sosial yang diimplementasikan dalam pengabdiannya baik
sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun berkarya di lingkungan masyarakat
terasuk swasta dan praktik mandiri. Di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
telah diatur jenjang karier, baik sebagai pangkat dan jabatan dalam pengabdiannya di
ASN, militer, kepolisian, maupun mereka yang mengabdi di lingkungan masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan pedoman bagi Tenaga Kesehatan Lingkungan untuk
melakukan pengembangan dan penilaian tingkat profesionalitasnya dalam bentuk
Satuan Kredit Profesi (SKP) berdasarkan kompetensi yang bersangkutan guna
memperoleh gambaran peningkatan dan/atau pengembangan potensi dan karier yang
bersangkutan, pada bidang-bidang tertentu dalam lingkup kesehatan
lingkungan/sanitasi lingkungan.
Selanjutnya akan duraikan bidang-bidang tertentu tersebut dalam pedoman bagi
Tenaga Sanitasi Lingkungan yang selanjutnya disebut dengan Sanitarian guna
memperoleh gambaran penilaian jenjang karier yang bersangkutan. Pedoman untuk
melakukan penilaian profesionalitas Tenaga Kesehatan Lingkungan selanjutnya disebut
Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Tenaga Kesehatan
Lingkungan (P2KBTKL) yang merupakan salah satu instrumen organisasi profesi
dalam hal ini Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) untuk
melakukan pengaturan dalam setiap tingkatan kompetensi bagi Tenaga Kesehatan
Lingkungan dan para pihak yang berkepentingan untuk melakukan penilaian kinerja di
semua sektor yang memerlukan Tenaga Sanitasi Lingkungan.
Dalam pedoman ini akan diatur secara khusus mengenai penilaian pengembangan
keprofesian bagi Tenaga Sanitasi Lingkungan (Sanitarian), sedangkan jenis Tenaga
Kesehatan Lingkungan lainnya akan diatur dalam pedoman tersendiri yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari pengembangan keprofesian Tenaga Kesehatan
Lingkungan.

55
56

1.2 TUJUAN
Tujuan Umum:
Tersedianya panduan penilaian pengembangan profesionalitas Tenaga Sanitasi
Lingkungan dalam rangka registrasi, registrasi ulang, dan izin praktik/kerja.

Tujuan Khusus:
1. Tersedianya panduan pengisian dan penghitungan Satuan Kredit Profesi (SKP) bagi
Tenaga Sanitasi Lingkungan.
2. Tersedianya panduan bagi instansi pemerintah, pengelola kegiatan, praktik mandiri
di mana Tenaga Sanitasi Lingkungan berada/bekerja.
3. Tersedianya panduan mekanisme dan tata cara perpanjangan Surat Tanda
Registrasi (STR) Tenaga Sanitasi Lingkungan (Sanitarian).

1.3 DASAR HUKUM


Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Tenaga Kesehatan Lingkungan
(P2KBTKL) ini disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan di bawah ini
sebagai landasan hukum:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan
8. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
9. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai
Negeri Sipil
10. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja
Pegawai Negeri Sipil
11. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2010 tentang Sistem Kesehatan Nasional
12. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia
13. Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2017 tentang Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia
14. Peraturan Presiden RI Nomor 86 Tahun 2019 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden RI Nomor 90 Tahun 2017 tentang Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pekerjaan Tenaga Sanitasi Lingkungan.
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2015 tentang Standar
Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Sanitarian
19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 Tahun 2018 tentang Sekretariat Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia
20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 83 Tahun 2019 tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan
21. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Himpunan Ahli Kesehatan
Lingkungan Indonesia

56
57

1.4 POLA PEMBERIAN STR


Secara umum proses yang dilalui dalam pencapaian Tenaga Sanitasi Lingkungan
(Sanitarian) Profesional teregistrasi (Registered) dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Pola Pemberian STR Tenaga Sanitasi Lingkungan

Pada Gambar 1 di atas, seorang Sanitarian sebelum mendapatkan Surat Tanda


Registrasi (STR) harus melalui beberapa langkah prosedur, yaitu:
1. Yang bersangkutan harus mendaftar sebagai anggota HAKLI. Pendaftaran
dilakukan secara online melalui apikasi Portofolio SKP online pada web
hakli.or.id
2. Bagi Sanitarian yang baru lulus, untuk memperoleh STR, terlebih dahulu
mengikuti uji kompetensi (exit exam) yang diselenggarakan perguruan tinggi
untuk mendapatkan Sertifikat Kompetensi, dan bersama dokumen
kelengkapan lainnya dipergunakan untuk mengusulkan STR secara online
melalui aplikasi STR Online Ver.2.0. pada web ktki.kemkes.go.id.
3. Sedangkan bagi Sanitarian yang telah bekerja di instansi pemerintah ataupun
swasta namun belum mempunyai STR, dapat mengajukan usulan STR online
dengan terlebih dulu menyiapkan dokumen yang dipersyaratkan untuk diupload
melalui aplikasi e.STR Ver.2.0. pada web ktki.kemkes.go.id.

Berbeda dengan pengurusan STR baru, Sanitarian yang akan melakukan


perpanjangan STR atau re-registrasi, mereka wajib:
1. Menyerahkan berbagai dokumen hasil kegiatan yang dikelompokkan dalam
lima bidang, yaitu bidang pendidikan/pelatihan, profesionalitas, pengabdian
masyarakat, karya ilmiah, dan pengembangan ilmu dan teknologi (IPTEK) dan
diserahkan pada Pengurus HAKLI.
2. Setelah dokumen tersebut diterima, tim verifikasi akan melakukan verifikasi
terhadap dokumen-dokumen hasil kegiatan tersebut kemudian memberikan
nilai Satuan Kredit Profesi (SKP) sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh organisasi profesi. Akumulatif nilai SKP selama kurun waktu 5
tahun minimal harus memenuhi sejumlah 50 SKP dengan proporsi tertentu
sesuai ketentuan organisasi profesi.

57
58

3. Bagi Sanitarian yang berhasil mencapai sejumlah nilai tersebut akan


mendapatkan Surat Rekomendasi dari Pengurus HAKLI yang menyatakan
kecukupan SKP untuk pengusulan perpanjangan STR.
4. Surat rekomendasi ini bersama dokumen kelengkapan lainnya dipergunakan
untuk mengusulkan perpanjangan STR.
5. Sedangkan bagi Sanitarian yang tidak memenuhi jumlah SKP tersebut harus
mengikuti evaluasi kemampuan yang diselenggarakan oleh KTKI bekerja sama
dengan organisasi profesi dan para pemangku kepentingan terkait lainnya.

Penjelasan lebih lanjut mengenai bidang-bidang penilaian SKP sebagaimana


dimaksud di atas dijelaskan pada pembahasan BAB selanjutnya.

Mulai tahun 2020, pengusulan perpanjangan STR bisa dilakukan secara online,
dengan cara Sanitarian mengupload terlebih dahulu berbagai dokumen hasil
kegiatan dari lima ranah/bidang secara berturut turut selama lima tahun ke dalam
aplikasi Portofolio SKP online pada web hakli.or.id. Penjelasan lebih rinci dapat
dilihat di BAB IV Buku Pedoman ini.

Pengaturan terhadap penetapan nilai SKP keprofesian sebagaimana ditetapkan


pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 83 Tahun 2019 tentang Registrasi
Tenaga Kesehatan pada pasal 9 yang menyatakan bahwa registrasi ulang untuk
perpanjangan masa berlaku STR harus dilakukan dengan persyaratan antara lain
memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau
kegiatan ilmiah lainnya, yang dibuktikan dengan pemenuhan syarat satuan kredit
profesi (SKP).

Organisasi profesi kesehatan lingkungan (HAKLI) menetapkan jumlah SKP untuk


perpanjangan STR sejumlah 50 SKP yang harus dicapai Sanitarian selama 5 tahun.

58
59

BAB II
POKOK-POKOK KEGIATAN

2.1 RUANG LINGKUP P2KBTKL


Pemeliharaan dan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan Lingkungan
dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatan profesionalitas Tenaga Sanitasi
Lingkungan (Sanitarian) yang bisa diukur dengan instrumen standar yang berlaku.
Instrumen standar tersebut disusun dalam Pedoman Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan Tenaga Kesehatan Lingkungan(P2KBTKL) dan diukur dengan Satuan
Kredit Profesi (SKP) yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
Pengembangan keprofesian dan peningkatan kompetensi tenaga Sanitarian disusun ke
dalam pokok-pokok kegiatan yang meliputi pembelajaran, keprofesian, pengabdian
masyarakat, publikasi ilmiah, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK).
Secara proporsional, pembobotan pemberian SKP pada pokok-pokok kegiatan
selengkapnya dijelaskan pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Pembobotan SKP Teknisi Sanitarian Madya/Jabatan Fungsional Keterampilan


PROPORSI JUMLAH KETENTUAN
NO BIDANG CATATAN
SKP PROFESI
1 PEMBELAJARAN 15% 7,5 Wajib Dicapai
2 KEPROFESIAN 60% 30,0 Wajib Dicapai
PENGABDIAN
3 15% 7,5 Toleransi Tidak boleh nol
MASYARAKAT
4 PUBLIKASI ILMIAH 5% 2.5 Toleransi Tidak boleh nol
PENGEMBANGAN Tidak boleh nol
5 5% 2.5 Toleransi
IPTEK
TOTAL 100% 50,0

Tabel 2. Pembobotan SKP Teknisi Sanitarian Utama ke atas/Jabatan Fungsional Keahlian


PROPORSI JUMLAH KETENTUAN
NO BIDANG CATATAN
SKP PROFESI
1 PEMBELAJARAN 15% 7.5 Wajib Dicapai
2 KEPROFESIAN 55% 27.5 Wajib Dicapai
PENGABDIAN
3 15% 7,5 Toleransi Tidak boleh nol
MASYARAKAT
4 PUBLIKASIILMIAH 10% 5,0 Toleransi Tidak boleh nol
5 PENGEMBANGAN IPTEK 5% 2,5 Wajib Dicapai
TOTAL 100% 50,0

Keterangan
1. Kolom Jumlah SKP merupakan nilai SKP masing-masing bidang, baik yang
wajib dicapai maupun yang ditoleransi sesuai dengan ketentuan organisasi
profesi.
2. Nilai akumulasi dari semua bidang baik pembelajaran, keprofesian,
pengabdian masyarakat, publikasi ilmiah, dan pengembangan IPTEK selama
5 (lima) tahun minimal bernilai 50 SKP.
3. "Wajib Dicapai" dalam kolom KETENTUAN PROFESI diartikan bahwa nilai
akumulasi SKP pemohon selama 5 (lima) tahun pada bidang tersebut harus
dapat dicapai sesuai batas nilai yang ditentukan pada kolom JUMLAH SKP.

59
60

4. "Toleransi" dalam kolom KETENTUAN PROFESI diartikan bahwa nilai


akumulasi SKP pemohon selama 5 (lima) tahun pada bidang tersebut
diperbolehkan tidak tercapai sesuai batas yang ditentukan pada kolom
JUMLAH SKP, namun tidak boleh bernilai 0 (nol).
5. Dalam hal nilai SKP pemohon untuk bidang yang ditoleransi terdapat nilai nol
(0), maka akan diberikan penugasan sesuai dengan bidang penilaian SKP
tersebut.

2.2 POKOK-POKOK KEGIATAN


Pengelompokan kegiatan ditujukan untuk memudahkan dalam penggunaan pedoman
ini. Pengelompokan kegiatan ini terdiri atas 5 pokok kegiatan sebagai berikut ini.
1. PEMBELAJARAN
Pembelajaran meliputi pendidikan formal dan pelatihan, baik formal ataupun non
formal. Pendidikan formal adalah proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh
institusi/lembaga pendidikan formal yang telah memiliki sekurang-kurangnya
akreditasi B dari lembaga yang berwenang, dan memperoleh gelar. Pelatihan
formal adalah proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh institusi/lembaga
pendidikan tanpa memperoleh gelar namun tetap memperoleh sertifikat. Pelatihan
non formal adalah proses pembelajaran secara mandiri ataupun berkelompok, baik
terorganisir ataupun tidak, langsung ataupun tidak langsung yang dibuktikan
dengan pembuatan abstrak/ringkasan/rangkuman dengan menyebutkan
referensinya.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sebagaimana diuraikan di atas tetap
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. PROFESIONALITAS
Profesionalitas adalah uraian pekerjaan yang relevan berkenaan dengan tugas
dan fungsi, serta peran tambahan dari sanitarian dalam instansi/institusi tempat
kerja beserta hasil kerja. Di samping itu, profesionalitas juga dapat merupakan
hasil kerja dari kegiatan mandiri, praktik kerja, konsultasi, wirausaha, advokator,
fasilitator, motivator, dan promotor dalam lingkup kesehatan lingkungan/sanitasi
lingkungan.

3. PENGABDIAN MASYARAKAT
Pengabdian masyarakat adalah serangkaian kegiatan masyarakat dalam
meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan/sanitasi lingkungan yang mendapat
pendampingan, bimbingan, pembinaan, pemicuan, inspirasi, percontohan, dan
hal-hal relevan termasuk pengabdian dari Tenaga Sanitasi Lingkungan
(Sanitarian), baik secara individu maupun kelompok.

4. PUBLIKASI ILMIAH
Publikasi ilmiah meliputi kegiatan dalam bentuk karya tulis maupun karya ilmiah
lain di bidang kesehatan lingkungan/sanitasi lingkungan yang dipublikasikan
dalam berbagai bentuk yang didiseminasikan secara internal maupun eksternal.

5. PENGEMBANGAN ILMU DAN TEKNOLOGI


Pengembangan ilmu dan teknologi adalah serangkaian kegiatan pengembangan
di bidang kesehatan lingkungan/sanitasi lingkungan, yang dilakukan melalui
penelitian, kajian, uji coba, pengembangan model/desain, penapisan,
pemanfaatan media lingkungan maupun hasil produksi baik secara fisik, biologi,

60
61

kimia, maupun sosial terkait dengan potensi risiko kesehatan yang dapat berawal
dari gagasan, konsep, dan praktik.

61
62

BAB III
URAIAN KEGIATAN DAN PENGHITUNGAN SATUAN KREDIT PROFESI

3.1 PEMBELAJARAN
1. Pendidikan
a. Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan proses pembelajaran yang diselenggarakan
oleh institusi/lembaga pendidikan formal yang telah memiliki sekurang-
kurangnya akreditasi B dari lembaga yang berwenang, dan memperoleh
gelar, dengan ketentuan sebagai berikut.
1) Perolehan ijazah dan sertifikat kompetensi pendidikan kesehatan
lingkungan/sanitasi lingkungan yang lebih tinggi dari semula diajukan
sebagai salah satu unsur dalam peningkatan sebutan
profesional/tingkatan kompetensi Sanitarian pada STR sesuai
kompetensi yang baru.
2) Perolehan gelar Doktor atau Magister dikecualikan dari ketentuan
di atas mengingat program doktor atau m agister diarahkan pada
pendalaman aspek ilmiah dan akademik.
3) Perolehan gelar jenjang lanjut pada bidang bukan Kesehatan
Lingkungan/Sanitasi Lingkungan, tidak diberi nilai Satuan Kredit Profesi
Kesehatan Lingkungan (SKP-KL)

Jenjang pendidikan formal bidang Kesehatan Lingkungan/Sanitasi


Lingkungan meliputi:
1) Diploma III Kesehatan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan;
2) Diploma IV Kesehatan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan;
3) Sarjana Strata I (S-I) Kesehatan Lingkungan;
4) Pendidikan Profesi Kesehatan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan;
5) Sarjana Strata II/Magister (S-II) Kesehatan Lingkungan/Sanitasi
Lingkungan;
6) Pendidikan Magister Terapan KesehatanLingkungan/Sanitasi
Lingkungan;
7) Doktoral (S-III) Kesehatan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan; dan
8) Doktoral Terapan Kesehatan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan.

Dalam penilaian pendidikan untuk memperoleh SKP-KL, diperlukan


kelengkapan administrasi sebagai berikut.
1) Ijazah; dan
2) Transkrip akademik.

Tabel 3. Penilaian Pendidikan Formal Kesehatan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan

Nilai SKP
Ijazah Pendidikan Profesi
D3 D4/S1-KL DrT/Sp2
San/MgT
D3 9.5
D4/S1-KL 12.5

62
63

Profesi Sanitasi
22.5
Lingkungan/ MgT/Sp1
DrT/Sp2 40

b. Pelatihan Formal dan Non Formal

1. Pelatihan Formal
Pelatihan formal adalah proses pembelajaran di bidang kesehatan
lingkungan/sanitasi lingungan yang diselenggarakan oleh institusi
pemerintah/swasta/lembaga pendidikan/asosiasi/organisasi profesi/NGO,
tanpa memperoleh gelar, namun tetap memperoleh sertifikat pelatihan.

Pemberian SKP-KL Pelatihan Formal dijelaskan pada tabel berikut ini.

Tabel 4. Penilaian Pelatihan Formal

Lamanya Nilai SKP sebagai : Keterangan


pelatihan
setiap
paket Peserta Pelatih/NS Panitia Moderator

8 JPL 1 1* 1 2* 1 hari pelatihan


16 JPL 2 Dst. 1 Dst. 2 hari pelatihan
24 JPL 3 Dst. 2 Dst. 3 hari pelatihan
32 JPL 4 Dst. 2 Dst. Dst.
40 JPL 5 Dst. 3 Dst. Dst.
48 JPL 6 Dst. 3 Dst. Dst.
56 JPL 7 Dst. 4 Dst. Dst.
64 JPL 8 Dst. 4 Dst. Dst.
72 JPL 9 Dst. 5 Dst. Dst.
80 JPL 10 Dst. 5 Dst. Dst.
Dst. Dst. Dst. Dst. Dst. Dst.

Catatan:
1. 1 hari = 8 jam pelajaran (JPL)
2. Untuk peserta, setiap 8 JPL diberikan 1 SKP;
3. Untuk Pelatih/Nara Sumber, setiap aktivitas riil tiap 2 JPL yang
dilakukan diberikan 1 SKP;
4. Untuk Moderator, setiap tampil diberikan 2 SKP; dan
5. Untuk Panitia, sampai dengan 16 JPL dan kelipatannya mendapat 1
SKP.
6. Contoh pelatihan formal adalah: seminar, workshop, lokakarya, dan
pelatihan teknis.

Dalam pemberian SKP-KL pelatihan formal, diperlukan kelengkapan


administrasi sebagai berikut.
1) Surat Keputusan penyelenggaraan pelatihan;

63
64

2) Surat permohonan sebagai narasumber/fasilitator (bagi narasumber/


fasilitator); dan
3) Fotokopi sertifikat pelatihan.

2. Pelatihan Non Formal


Pelatihan non formal ialah proses pembelajaran di bidang kesehatan
lingkungan/sanitasi lingkungan yang dilakukan secara mandiri maupun
berkelompok, baik terorganisir ataupun tidak, langsung ataupun tidak
langsung, yang dibuktikan dengan pembuatan abstrak/ringkasan/
rangkuman dengan menyebutkan referensinya. Pelatihan non formal
dapat meliputi upaya penyelenggaraan kesehatan lingkungan/sanitasi
lingkungan yang mencakup: penyehatan media lingkungan, pengamanan
faktor risiko lingkungan, pengendalian vektor dan binatang pembawa
penyakit, dan penyelenggaraan kesehatan lingkungan dalam kondisi
matra serta akibat perubahan iklim.
Bentuk kegiatan pelatihan non formal paling sedikit meliputi:
a) Membaca artikel untuk memperluas wawasan tentang perkembangan
ilmu dan teknologi.
b) Membaca artikel untuk memperdalam suatu ilmu pengetahuan.
c) Mempelajari informasi dari media cetak, media elektronik, termasuk
internet.
d) Pembelajaran melalui aplikasi E-Learning.
e) Memahami prosedur kerja (peralatan, standar dan code, dll) serta
software.
f) Kegiatan dalam penelitian untuk mencapai gelar Doktor atau Magister
(Terapan) yang relevan dengan bidang profesi.

Topik berbagai kegiatan pembelajaran mandiri ini harus konsisten agar


mencapai tujuan pengembangan keprofesian Kesehatan Lingkungan/
Sanitasi Lingkungan dan kemutakhiran ilmu dan teknologi kesehatan
lingkungan/sanitasi lingkungan.

Dalam penilaian pelatihan non formal untuk memperoleh SKP-KL, perlu


diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1) Nilai SKP-KL disesuaikan dengan spesifikasi terkait dengan bidang
profesi yang spesifik atau non spesifik berkenaan dengan
pemanfaatan IPTEK.

Tabel 5. Penilaian Pelatihan Non Formal

Spesifikasi artikel yang dibaca dengan


Manfaat IPTEK bidang profesi Sanitarian
Spesifik Nonspesifik*
IPTEK Deteksi Dini 2 0
IPTEK Tepat Guna 3 1

Catatan*:

64
65

IPTEK Deteksi Dini adalah artikel yang berkaitan dengan IPTEK


dalam rangka melakukan deteksi dini/kewaspadaan dini terhadap
faktor risiko kesehatan lingkungan.

Non Spesifik merupakan artikel yang tidak secara langsung berkaitan


dengan pemanfaatan IPTEK kesehatan lingkungan/sanitasi
lingkungan, namun masih memiliki relevansi sebagai referensi bagi
pengembangan IPTEK kesehatan lingkungan/sanitasi lingkungan.

2) Pemberian SKP-KL dilakukan dengan melampirkan tulisan ringkas


berupa r a n g k u m a n a t a u s u m m a r y, diketik dalam satu a t a u
d u a halaman.

2. Penyelenggaraan Pertemuan Ilmiah Kesehatan/Sanitasi Lingkungan

Jenis penyelenggaraan pertemuan ilmiah di bidang kesehatan


lingkungan/sanitasi lingkungan terdiri atas: seminar, lokakarya,simposium,
diskusi panel, dan diskusi kelompok.
Jenis pertemuan ilmiah di atas dapat dibedakan berdasarkan skala
penyelenggaraannya, yaitu: skala internasional, skala nasional, skala provinsi
dan regional, dan skala kabupaten/kota.
Pemberian SKP terhadap jenis penyelenggaraan pertemuan ilmiah sebagaimana
dimaksud dalam buku ini berdasarkan Jam Pelajaran (JPL) setara 45 menit pada
bidang kesehatan lingkungan/sanitasi lingkungan dan minimal JPL yang
mendapatkan SKP sebagai berikut.
a. skala internasional: sampai dengan 4 JPL dan 1 Narasumber setara
dengan 1 SKP, 6 JPL dan 2 narasumber Internasional setara dengan 2
SKP, 8 JPLl dan 3 narasumber setara dengan 3 SKP, dan seterusnya.
b. skala nasional: sampai dengan 4 JPL dan 1 Narasumber Nasional setara
dengan 1 SKP, 6 JPL dan 2 Narasumber Nasional setara dengan 2 SKP,
dan seterusnya;
c. skala provinsi dan regional: sampai dengan 8 JPL dan 1 Narasumber
Provinsi setara dengan 1 SKP, 10 JPL dan 2 Narasumber Provinsi setara
dengan 2 SKP, dan seterusnya.
d. skala
kabupaten/kota: sampai dengan 8 JPL setara dengan 1 SKP.

Ketentuan jumlah SKP untuk penyelenggaraan pertemuan ilmiah ditetapkan oleh


organisasi profesi (PP HAKLI).

Pengaturan tentang prosedur dan pemberian SKP terhadap jenis pertemuan


ilmiah sebagaimana dimaksud dalam buku ini untuk Narasumber, Moderator dan
Panitia dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.2 PROFESIONALITAS
1. Profesionalitas dalam Lingkup Kerja Aparatur Sipil Negara (ASN)

Profesionalitas merupakan uraian pekerjaan Sanitarian yang relevan berkenaan


dengan tugas dan fungsi serta peran tambahan yang bersangkutan dalam
instansi/institusi tempat kerja beserta hasil kerja. Di samping itu, profesionalitas
juga dapat merupakan hasil kerja dari kegiatan mandiri, praktik kerja, konsultasi,
wirausaha, advokator, fasilitator, motivator, dan promotor dalam lingkup

65
66

kesehatan lingkungan/sanitasi lingkungan.

Tabel 6. Penilaian Profesionalitas dalam Lingkup Kerja di Pemerintahan

Nilai SKP sebagai:


No Tugas Pokok dan Fungsi Ketua Anggota
Kontributor
Tim Tim
1 Penyiapan Peraturan/Regulasi (NSPK) 3 2 1
2 Penyehatan
a. Pengawasan Kualitas Media
Lingkungan (air, udara, tanah,
pangan, sarana dan bangunan)
1) Surveilans kualitas media
3 2 1
lingkungan
2) Uji Laboratorium dan
3 2 1
pengukuran lapangan (insitu)
3) Analisis Risiko 3 2 1
4) Rekomendasi Tindak Lanjut 3 2 1
b. Perlindungan Kualitas Media
Lingkungan (Air, Pangan, dan
Sarana dan Bangunan)
1) KIE (Pemberdayaan
3 2 1
Masyarakat);
2) Pengembangan TTG; 3 2 1
3) Rekayasa Lingkungan; 3 2 1
4) Pemeriksaan Kesehatan
Penjamah Pangan dan 3 2 1
Penggunaan APD.
c. Peningkatan Kualitas Media
Lingkungan
1) Air: Filtrasi, Sedimentasi, Airasi,
3 2 1
Dekontaminasi, Disinfeksi;
2) Pangan: KIE, Rekayasa
3 2 1
Teknologi Pengolahan Pangan;

Nilai SKP
No Tugas Pokok dan Fungsi Ketua Anggota
Kontributor
Tim Tim
3) Sarana dan Bangunan: KIE
3 2 1
dan Pengembangan TTG.
d. Pemantauan Kualitas Media
Lingkungan (Udara dan Tanah)
1) Surveilans; 3 2 1
2) Uji Laboratorium; 3 2 1
3) Analisis Risiko; dan 3 2 1
4) Rekomendasi Tindak Lanjut. 3 2 1
e. Pencegahan Penurunan Kualitas
Media Lingkungan (Udara dan

66
67

Tanah)
1) Pengembangan TTG; 3 2 1
2) Rekayasa Lingkungan; dan 3 2 1
3) KIE. 3 2 1
3 Pengamanan
a. Upaya Perlindungan Kesehatan
Masyarakat
1) Pengurangan dan
Penanganan Sampah Sesuai 3 2 1
Perundang-Undangan;
2) Mencegah Pajanan dan
Kontaminasi dari Penggunaan
Zat Kimia Berbahaya (Bahan
Pembasmi Hama, Bahan
Tambahan Pangan, Bahan 3 2 1
Antiseptik, Bahan Kosmetika,
Bahan Aromatika, Bahan
Aditif, dan Bahan Proses
Industri);
3) Mencegah Pajanan dari
Gangguan Fisik Udara (Suhu,
Getaran, Kelembaban, 3 2 1
Kebisingan, dan
Pencahayaan);
b. Proses Pengolahan Limbah
Terhadap Limbah Dari
Pemukiman, Tempat Kerja,
Tempat Rekreasi, Tempat dan
Fasilitas Umum, Sesuai Dengan
Perundang-Undangan
1) Limbah Cair; 3 2 1
2) Limbah Padat; dan 3 2 1
3) Limbah Gas. 3 2 1
Nilai SKP
No Tugas Pokok dan Fungsi Ketua Anggota
Kontributor
Tim Tim
c. Proses Pengolahan Limbah dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
yang Memenuhi Perundang-
Undangan dan Persyaratan Teknis
1) Limbah Cair; 3 2 1
2) Limbah Padat; dan 3 2 1
3) Limbah Gas. 3 2 1
d. Pengawasan terhadap Limbah
Limbah dari Pemukiman, Tempat
Kerja, Tempat Rekreasi, Tempat
dan Fasilitas Umum, sesuai
dengan Peraturan Perundang-

67
68

Undangan
1) Limbah Cair; 3 2 1
2) Limbah Padat; dan 3 2 1
3) Limbah Gas. 3 2 1
e. Pengawasan terhadap Limbah
(Cair, Padat, dan Gas) dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
dilakukan:
1) Memenuhi Perundang-
2 1
Undangan; 3
2) Surveilans; 3 2 1
3) Uji Laboratorium; 3 2 1
4) Analisis Risiko; 3 2 1
5) KIE; dan 3 2 1
6) Rekomendasi Tindak Lanjut. 3 2 1

Pengendalian Dilakukan terhadap


4 Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit, meliputi:
a. Pengamatan dan Penyelidikan
Bioekologi, Status Kevektoran,
3 2 1
Status Resistensi, Efikasi, dan
Pemeriksaan Spesimen.
b. Pengendalian Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit, Dengan
Metode Fisik:
1) Mengubah Salinitas Air; 3 2 1
2) Mengubah Derajat Keasaman 3
2 1
(pH) Air;
3) Memberikan Radiasi; dan 3 2 1
4) Pemasangan Perangkap. 3 2 1

Nilai SKP
No Tugas Pokok dan Fungsi Ketua Anggota
Kontributor
Tim Tim
c. Pengendalian Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit Dengan Bahan 3 2 1
Kimia
d. Pengendalian Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit Dengan
Menggunakan Metode Biologi:
1) Protozoa; 3 2 1
2) Ikan; 3 2 1

68
69

3) Bakteri; 3 2 1
e. Pengendalian Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit Melalui
Pengelolaan Lingkungan
1) Mengubah Habitat
Perkembangbiakan Vektor dan
2 1
Binatang Pembawa Penyakit 3
Secara Permanen; dan
2) Mengubah Habitat
Perkembangbiakan Vektor dan
2 1
Binatang Pembawa Penyakit 3
Secara Sementara.
5 Keadaan tertentu (matra/ KLB) 3 2 1
a. Pra keadaan tertentu 3 2 1
b. Saat kejadian 3 2 1
c. Pasca kejadian 3 2 1
6 Keadaan tertentu : Perubahan iklim
a. Mitigasi 3 2 1
b. Adaptasi 3 2 1
7 Penugasan Dinas
7.1 Berdasarkan Tugas dan Fungsi 1 1 1
7.2 Non Tugas dan Fungsi 0.5 0.5 0,5

Catatan:
Tugas dan fungsi yang dilakukan secara mandiri (individual), nilai SKP setara
dengan Ketua Tim.

Dalam hal ini, pemberian SKP-KL diperlukan kelengkapan administrasi sebagai


berikut.
1) Surat tugas yang ditandatangani pejabat yang berwenang; dan
2) Ringkasan/excutive summary laporan hasil kerja.

2. Profesionalitas dalam Lingkup Kerja/Praktik Mandiri


Penilaian profesionalitas untuk lingkup kerja/praktik mandiri dalam rangka
pemberian SKP-KL dilakukan sebagaimana tercantum pada tabel berikut ini.

Tabel 7. Penilaian Profesionalitas


dalam Lingkup Kerja/Praktik Mandiri

No Bidang Praktik Mandiri Nilai SKP


1 Penyehatan
a. Pengawasan Kualitas Media Lingkungan (air,
udara, tanah, pangan, sarana dan

69
70

bangunan)
1) Surveilans kualitas media lingkungan 3
2) Uji Laboratorium 3
3) Analisis Risiko 3
4) Rekomendasi Tindak Lanjut 3
b. Perlindungan Kualitas Media Lingkungan
(Air, Pangan, dan Sarana dan Bangunan)
1) KIE (Pemberdayaan Masyarakat); 3
2) Pengembangan TTG; 3
3) Rekayasa Lingkungan; 3
4) Pemeriksaan Kesehatan Penjamah 3
Pangan dan Penggunaan APD.
c. Peningkatan Kualitas Media Lingkungan
1) Air: Filtrasi, Sedimentasi, Airasi, 3
Dekontaminasi, Disinfeksi;
2) Pangan: KIE, Rekayasa Teknologi 3
Pengolahan Pangan;
3) Sarana dan Bangunan: KIE dan 3
Pengembangan TTG.
d. Pemantauan Kualitas Media Lingkungan
(Udara dan Tanah)
1) Surveilans; 3
2) Uji Laboratorium; 3
3) Analisis Risiko; dan 3
4) Rekomendasi Tindak Lanjut. 3
e. Pencegahan Penurunan Kualitas Media
Lingkungan (Udara dan Tanah)
1) Pengembangan TTG; 3
2) Rekayasa Lingkungan; dan 3
3) KIE. 3
2 Pengamanan
a. Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat
1) Pengurangan dan Penanganan Sampah 3
Sesuai Perundang-Undangan;
2) Mencegah Pajanan dan Kontaminasi dari 3
Penggunaan Zat Kimia Berbahaya
(Bahan Pembasmi Hama, Bahan
Tambahan Pangan, Bahan Antiseptik,
Bahan Kosmetika, Bahan Aromatika,
Bahan Aditif, dan Bahan Proses Industri);
3) Mencegah Pajanan dari Gangguan Fisik 3
Udara (Suhu, Getaran, Kelembaban,
Kebisingan, dan Pencahayaan);
b. Proses Pengolahan Limbah Terhadap
Limbah Dari Pemukiman, Tempat Kerja,
Tempat Rekreasi, Tempat dan Fasilitas
Umum, Sesuai Dengan Perundang-
Undangan
1) Limbah Cair; 3

70
71

2) Limbah Padat; dan 3


3) Limbah Gas. 3
c. Proses Pengolahan Limbah dari Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang Memenuhi
Perundang-Undangan dan Persyaratan
Teknis
1) Limbah Cair; 3
2) Limbah Padat; dan 3
3) Limbah Gas. 3
d. Pengawasan Terhadap Limbah Limbah Dari
Pemukiman, Tempat Kerja, Tempat
Rekreasi, Tempat dan Fasilitas Umum,
Sesuai Dengan Perundang-Undangan
1) Limbah Cair; 3
2) Limbah Padat; dan 3
3) Limbah Gas. 3
e. Pengawasan Terhadap Limbah (Cair, Padat,
dan Gas) dari Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, dilakukan:
1) Memenuhi Perundang-Undangan; 3
2) Surveilans; 3
3) Uji Laboratorium; 3
4) Analisis Risiko; 3
5) KIE; dan 3
6) Rekomendasi Tindak Lanjut. 3
3 Pengendalian Dilakukan Terhadap Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit, Meliputi:
a. Pengamatan dan Penyelidikan Bioekologi, 3
Status Kevektoran, Status Resistensi,
Efikasi, dan Pemeriksaan Spesimen.
b. Pengendalian Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit, Dengan Metode Fisik:
1) Mengubah Salinitas Air; 3
2) Mengubah Derajat Keasaman (pH) Air; 3
3) Memberikan Radiasi; dan 3
4) Pemasangan Perangkap. 3
c. Pengendalian Vektor dan Binatang 3
Pembawa Penyakit Dengan BahanKimia
d. Pengendalian Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit Dengan Menggunakan
Metode Biologi:
1) Protozoa; 3
2) Ikan; 3
3) Bakteri; 3
e. Pengendalian Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit Melalui Pengelolaan
Lingkungan
1) Mengubah Habitat Perkembangbiakan 3
Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

71
72

Secara Permanen; dan


2) Mengubah Habitat Perkembangbiakan 3
Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
Secara Sementara.
4 Advokasi Kesehatan Lingkungan 3
5 Kewirausahaan Kesehatan Lingkungan 3
Dalam hal ini, pemberian SKP-KL lingkup kerja/praktik mandiri diperlukan
kelengkapan administrasi sebagai berikut.

1) Surat penugasan yang ditandatangani oleh atasan/atau pejabat yang


berwenang (untuk mereka yang bekerja di perusahaan/lembaga/institusi);
2) Surat pernyataan pelaksanaan tugas/pekerjaan (untuk yang bekerja secara
mandiri); dan
3) Ringkasan/excutive summary laporan hasil kerja.

3. Profesionalitas dalam Lingkup Pelaksanaan Tugas Organisasi Profesi


a. Sebagai Pengurus Organisasi
Penilaian profesionalitas dalam lingkup tugas kepengurusan organisasi ialah
sebagai berikut.
1) Tingkat Pusat : 3 SKP/tahun
2) Tingkat Provinsi : 2 SKP/tahun
3) Tingkat Kabupaten/Kota : 1 SKP/tahun
Dalam hal ini, pemberian SKP lingkup pelaksanaan tugas organisasi
profesi sebagai pengurus diperlukan kelengkapan administrasi sebagai
berikut.
1) Surat Keputusan tentang penunjukan sebagai pengurus organisasi
yang ditandatangani oleh atasan/atau pejabat yang berwenang; dan
2) Executive Summary kegiatan kepengurusan organisasi setiap tahun.

b. Penugasan Khusus Tugas Organisasi


Penilaian profesionalitas dalam lingkup pelaksanaan tugas khusus organisasi
ialah sebagai berikut.
1. Penugasan di Lingkup Kesehatan : 2 SKP/kegiatan
2. Penugasan di Lingkup Non Kesehatan : 2 SKP/kegiatan
3. Penugasan dalam Situasi Kejadian Luar Biasa (KLB) : 3 SKP/kegiatan
Pemberian SKP lingkup pelaksanaan tugas khusus organisasi profesi
diperlukan kelengkapan administrasi sebagai berikut.
1) Surat Tugas tentang penugasan khusus organisasi yang ditandatangani
oleh atasan/atau pejabat yang berwenang; dan
2) Executive Summary laporan kegiatan penugasan khusus organisasi.

3. Profesionalitas Dalam Lingkup Kedudukan sebagai Pejabat Manajerial


Penilaian profesionalitas dalam lingkup pelaksanaan tugas khusus organisasi
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pemberian SKP
sebagai pejabat administrasi dan pejabat tinggi adalah sebagai berikut.
1. Jabatan Pimpinan Tinggi
a. Pimpinan Tinggi Utama : 5 SKP/tahun
b. Pimpinan Tinggi Madya : 4 SKP/tahun
c. Pimpinan Tinggi Pratama : 2 SKP/tahun

2. Jabatan Administrasi
a. Administrator : 1 SKP/tahun

72
73

b. Pengawas : 1 SKP/tahun

Pemberian SKP lingkup kedudukan sebagai pejabat manajerial diperlukan


Surat Keputusan tentang pengangkatan sebagai pejabat manajerial yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang sebagai kelengkapan
administrasi.

3.3 PENGABDIAN MASYARAKAT


Pengabdian masyarakat adalah serangkaian kegiatan masyarakat dalam
meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan yang mendapat pendampingan,
bimbingan, pembinaan, pemicuan, inspirasi, percontohan, dan hal-hal relevan
termasuk pengabdian dari Sanitarian, baik secara individu maupun kelompok.
Penilaian selengkapnya tercantum sebagaimana pada tabel berikut.

Tabel 8. Penilaian Pengabdian Masyarakat

Nilai SKP sebagai:


No Peran
Ketua Anggota
1 Pendampingan 3 1
2 Pembimbingan 3 1
3 Pembinaan 3 1
4 Pemicuan 3 1
5 Inspirator 3 1
6 Percontohan 3 1
7 Tokoh Masyarakat 2 1
8 Pejabat Non Formal 2 1
9 Lembaga Swadaya Masyarakat 2 1
10 Advokator 3 1

Dalam hal ini, pemberian SKP-KL lingkup pengabdian masyarakat diperlukan


kelengkapan administrasi sebagai berikut.
1) Surat penugasan yang ditandatangani oleh atasan/atau pejabat yang berwenang
(untuk mereka yang bekerja di perusahaan/lembaga/institusi);
2) Surat pernyataan pelaksanaan tugas/pekerjaan (untuk yang bekerja secara
mandiri);
3) Surat penunjukan sebagai pejabat non formal; dan
4) Ringkasan/excutivesummary laporan hasil kerja.

3.4 PUBLIKASI ILMIAH


Publikasi ilmiah meliputi kegiatan dalam bentuk karya tulis maupun karya ilmiah lain di
bidang kesehatan lingkungan/sanitasi lingkungan yang dipublikasikan dalam berbagai
bentuk yang didiseminasikan secara internal maupun eksternal. Penilaian publikasi
ilmiah selengkapnya dijelaskan pada tabel berikut.

73
74

Tabel 9. Penilaian Publikasi Ilmiah

Diseminasi
No Karya Ilmiah
Eksternal Internal
1 Tulisan 2 1
2 Model 3 1
3 Desain 3 1
4 Maket 2 1
5 Konsep 2 1
6 Produk 3 1

Guna melakukan penilaian dan pemberian SKP-KL lingkup publikasi ilmiah, diperlukan
kelengkapan administrasi sebagai berikut.
1) Melampirkan foto karya ilmiah (berbentuk desain, model, maket, dan produk
karya ilmiah);
2) Melampirkan fotokopi tulisan/konsep yang dihasilkan; dan
3) Ringkasan/excutivesummary/klipping hasil karya yang dipublikasikan.

3.5 PENGEMBANGAN ILMU DAN TEKNOLOGI


Pengembangan ilmu dan teknologi adalah serangkaian kegiatan pengembangan yang
dilakukan melalui penelitian, kajian, uji coba, pengembangan model/desain,
penapisan, pemanfaatan media lingkungan maupun hasil produksi baik secara fisik,
biologi, kimia, maupun sosial terkait dengan potensi risiko kesehatan yang dapat
berawal dari gagasan, konsep, dan praktik. Penilaian hasil pengembangan ilmu dan
teknologi selengkapnya tercantum pada tabel berikut ini.

Tabel 10. Penilaian Pengembangan Ilmu dan Teknologi

Nilai SKP dalam bentuk:


No Lingkup Pengembangan IPTEK
Gagasan Konsep Praktik
1 Penelitian 1 2 3
2 Kajian 1 2 3
3 Pengembangan Model/Desain 1 2 3
4 Penapisan 1 2 3
5 Pemanfaatan - - 3
6 Uji Coba - - 3

Dalam hal ini, pemberian SKP-KL lingkup pengembangan ilmu dan teknologi
diperlukan kelengkapan administrasi sebagai berikut.
1) Surat penugasan yang ditandatangani oleh atasan/atau pejabat yang
berwenang (untuk mereka yang bekerja di perusahaan/lembaga/institusi);
2) Surat pernyataan pelaksanaan tugas/pekerjaan (untuk yang bekerja secara
mandiri); dan
3) Ringkasan/excutive summary laporan hasil pengembangan ilmu dan teknologi.

74
75

BAB IV
MEKANISME PENERBITAN STR

4.1 PROSEDUR PENERBITAN STR ONLINE


Prosedur penerbitan STR sesuai dengan ketentuan peraturan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 83 Tahun 2019 tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan, maka uraian di bawah ini perlu menjadi perhatian sebagai mekanisme
permohonan penerbitan STR baru maupun perpanjangan STR.
Sejak diberlakukannya applikasi e.STR ver. 2.0 yang dimulai bulan Januari 2019 oleh
Sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia, pengusulan STR baru dan
perpanjangan STR dilakukan secara online dan langsung diproses di Pusat tanpa
melibatkan MTKP (Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi). sehingga waktu penerbitan
STR sejak diusulkan bisa dipercepat menjadi 16 hari kerja.
Aplikasi pendaftaran anggota HAKLI dan pencatatan semua perolehan SKP selama 5
tahun dilakukan melalui aplikasi Portofolio SKP online sejak 2018. Pencatatan
perolehan SKP dari tiap anggota harus divalidasi oleh validator
kabupaten/kota/provinsi/pusat agar perolehan SKP anggota dapat dihitung otomatis
oleh aplikasi. Sampai dengan Bulan Maret 2020, tercatat sebanyak 10.357 anggota
HAKLI yang sudah mendaftar melalui aplikasi ini, tetapi belum seorang pun
mencatatkan perolehan SKP nya kedalam aplikasi. Pada kondisi demikian, perhitungan
perolehan SKP anggota tetap dilakukan manual oleh Tim Verifikasi Provinsi dan
Kabupaten/Kota. Mulai Bulan Mei 2020, perhitungan perolehan SKP anggota sampai
dengan penerbitan Surat Rekomendasi Kecukupan SKP sudah dapat memanfaatkan
aplikasi Portofolio SPK Online.
Sejak awal tahun 2020 Sekretariat KTKI melakukan Integrasi 2 aplikasi, yaitu aplikasi
Portofolio CPD online yang namanya dirubah menjadi applikasi Portofolio SKP online
diintegrasikan dengan aplikasi e.STR Ver. 2.0 untuk mempermudah dan mepercepat
pemegang STR melakukan perpanjangan STR.

4.2 PROSEDUR PENGUSULAN STR BARU


1. Daftar KEANGGOTAAN HAKLI online
a. Registrasi
Sanitarian pengusul STR Baru, melakukan registrasi, mendaftar sebagai anggota
HAKLI pada web: hakli.or.id dengan mengisi data pribadi.

b. Notifikasi PEMBAYARAN KEANGGOTAAN online


Selanjutnya silahkan cek email. virtual account (VA) dikirim otomatis pada email.
Silahkan melakukan pembayaran dana pendaftaran sebagai anggota HAKLI
menggunakan code billing yang ada pada virtual account (VA). Setelah
melakukan pembayaran, akan dikirim via email.

c. Login
Gunakan ID dan Password yang dikirim via email untuk masuk aplikasi Portofolio
SKP online. Silahkan mulai membuka menu yang ada berupa list di sebelah kiri
halaman web yang terbuka. Bisa dimulai dengan melengkapi data pribadi dengan
klik CV (Curiculum Vitae), mengubah ID dan Password, upload pas photo pribadi
dan print kartu anggota. Penjelasan selanjutnya TENTANG PEMENUHAN SKP
online dapat dilihat dalam BAB ini di bagian bawah.

75
76

2. Daftar STR BARU online melalui applikasi e.STR Versi 2.0 dengan membuka web
ktki.kemkes.go.id.
a. Sanitarian, setelah menjadi anggota HAKLI, silahkan membuat akun pada web
ktki.kemkes.go.id.
b. Selanjutnya mengupload semua dokumen yang dipersyaratkan. Semua foto dan
dokumen di scan dalam bentuk pdf file ukuran maksimum 200 kB per lembarnya.
Dokumen yang harus dipersiapkan terlebih dahulu (dalam bentuk pdf file)
sebelum membuat akun, yaitu:
1) KTP elektronik (E-KTP);
2) Pasfoto pribadi ukuran 4 x 6 cm berlatar belakang merah;
3) Ijazah terakhir, minimal D3 Kesehatan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan;
4) Sertifikat Kompetensi bagi lulusan pendidikan Vokasi (D3 dan D4) yang lulus
sejak tahun 2019. Lulusan pendidikan Vokasi sebelum tahun 2019 dan
lulusan S1 peminatan/jurusan Kesehatan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan,
SKL dan lebih tinggi tidak dipersyaratkan Sertifikat Kompetensi. Pada tempat
mengupload Sertifikat Kompetensi dapat diisi dengan transkrip sesuai ijazah
S1/S2/S3 bidang Kesehatan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan yang
dimilikinya.
5) Surat Keterangan Sehat dari institusi pelayanan kesehatan terakreditasi,
lengkap dengan nomor SIP dokter pemeriksa.
6) Sumpah Profesi adalah Petikan dari Sumpah profesi yang dilakukan
Pengurus HAKLI bagi Sanitarian. Berupa Berita acara Pengambilan Sumpah
Profesi lengkap tanda tangan para pihak termasuk yang bersangkutan
(pengambil Sumpah)
7) Surat pernyataan patuh pada Etika Profesi Sanitarian, ditandatangani di atas
meterai Rp 6.000,- (format tersedia di Pengurus HAKLI setempat).

c. STATUS 1: NOTIFIKASI
Setelah dikirim, sanitarian akan mendapatkan notifikasi melalui email, yang
menjelaskan semua dokumen telah diterima dan sedang menunggu verifikasi.
Sanitarian pengusul harus selalu membuka aplikasi e.STR Ver.2.0 setiap hari
untuk cek status. Bila tidak ada perbaikan, proses usulan memasuki status
berikutnya.

d. STATUS 2: Pembayaran
Pengusul menerima billing code berupa virtual account untuk segera dapat
malakukan pembayaran dana administrasi pengusulan STR. Pembayaran dapat
dilakukan di berbagai bank atau kantor pos. Lamanya waktu jatuh tempo
pembayaran hanya 1 minggu.

e. STATUS 3: Approval  STATUS 4: Cetak  STATUS 5: Kirim.


Proses Status 3 sampai 5 dikerjakan otomatis dalam aplikasi dan manual oleh
Sekretariat KTKI. Pengusul bisa mengikuti perubahan Status melalui web e.STR
Ver.2.0. Keseluruhan proses berlangsung selama 16 hari kerja.

3. Daftar PERPANJANGAN STR Online


Mulai tahun 2020, dilakukan integrasi dua aplikasi, yaitu aplikasi Portofolio SKP
online diintegrasikan dengan applikasi e.STR Ver. 2.0 yang difungsikan sebagai:

76
77

a. pendaftaran keanggotaan online berbayar otomatis


b. pencatatan SKP online
c. perpanjangan STR online

Seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut:

4.3 KETENTUAN PENERBITAN STR


Dalam hal tenaga Sanitarian belum mampu memenuhi kecukupan angka kredit Satuan
Kredit Profesi (SKP) dalam kurun waktu yang ditentukan yaitu 5 (lima) tahun, maka
yang bersangkutan harus mengikuti evaluasi kemampuan sebagai berikut:

Teknisi Sanitarian Madya/Sanitarian Keterampilan


Sesuai dengan jumlah dan pembobotan perolehan SKP, Teknisi Sanitarian Madya/
Sanitarian Keterampilan harus mencapai proporsi seperti yang telah ditetapkan.
Dalam hal pencapaian SKP hanya mencapai:
a. 50% - 99% dari jumlah SKP bidang yang wajib dipenuhi, yang bersangkutan
harus melakukan penyusunan laporan pelaksanaan tugas dan fungsi dan
menyusun laporan penugasan khusus lainnya, yaitu laporan hasil investigasi,
penanggulangan KLB/wabah, penanggulangan pencemaran lingkungan,
penanggulangan keracunan pangan, dan kejadian matra yang berdampak
terhadap kualitas kesehatan lingkungan.
Penugasan dibuktikan dengan ringkasan eksekutif laporan hasil pelaksanaan
tugas dan fungsi pada satuan kerjanya selama 5 (lima) tahun terakhir, dibuat per

77
78

tahun sesuai dengan lima bidang penilaian. Sedangkan penugasan khusus


dibuktikan dengan ringkasan laporan hasil pelaksanaan setiap penugasan
khusus selama 5 (lima) tahun terakhir.
Dalam hal pencapaian SKP untuk bidang yang ditoleransi memperoleh nilai nol
(0), maka yang bersangkutan diberikan penugasan sesuai dengan bidang yang
mendapat nilai nol (0) tersebut.

b. Kurang dari 50% dari proporsi bidang yang wajib dipenuhi, yang bersangkutan
harus mengikuti evaluasi kemampuan berupa tes/uji kemampuan atau uji
kompetensi kerja sesuai dengan bidang/tempat kerja yang bersangkutan bekerja
di samping mengerjakan penugasan sebagaimana diuraikan dalam huruf a di
atas.

c. Dalam hal nilai akumulasi SKP untuk semua bidang baik pembelajaran,
keprofesian, pengabdian masyarakat, publikasi ilmiah, dan pengembangan
IPTEK kurang dari 50 SKP, maka yang bersangkutan mendapat penugasan
sesuai dengan bidang penilaian yang kurang dari nilai yang ditentukan pada
Tabel 1

d. Dalam hal nilai akumulasi SKP “Toleransi” melebihi nilai SKP minimal, namun
nilai SKP yang wajib tidak memenuhi nilai minimal, maka yang bersangkutan
mendapatkan penugasan sesuai dengan bidang yang nilai SKP nya kurang
walaupun nilai kumulatif melebihi nilai 50 SKP.

e. Dalam hal nilai pada bidang yang wajib melebihi nilai SKP minimal sehingga nilai
kumulatif melebihi 50 SKP dan tidak ada bidang yang bernilai nol (0), maka yang
bersangkutan berhak diusulkan mendapatkan STR perpanjangan.

4.4 Teknisi Sanitarian Utama ke atas/Sanitarian Keahlian


Sesuai dengan pembobotan kredit SKP, Teknisi Sanitarian Utama ke atas/Sanitarian
Keahlian harus mencapai proporsi seperti yang telah ditetapkan. Dalam hal
pencapaian kredit SKP hanya mencapai:
a. 50% - 99% dari proporsi bidang yang wajib dipenuhi, yang bersangkutan harus
melakukan penyusunan laporan pelaksanaan tugas dan fungsi dan laporan
penugasan khusus, yaitu laporan hasil investigasi, penanggulangan KLB/wabah,
penanggulangan pencemaran lingkungan, penanggulangan keracunan pangan,
dan kejadian matra yang berdampak terhadap kualitas kesehatan lingkungan.
Penugasan dibuktikan dengan ringkasan eksekutif laporan hasil pelaksanaan
tugas dan fungsi pada satuan kerjanya selama 5(lima) tahun terakhir, dibuat
pertahun sesuai dengan lima bidang penilaian. Sedangkan penugasan khusus
dibuktikan dengan ringkasan laporan hasil pelaksanaan setiap penugasan khusus
selama 5 (lima) tahun terakhir.

78
79

Dalam hal pencapaian SKP untuk bidang yang ditoleransi memperoleh nilai nol
(0), maka yang bersangkutan diberikan penugasan sesuai dengan bidang yang
mendapat nilai nol (0) tersebut.

b. Kurang dari 50% dari proporsi bidang yang wajib dipenuhi, yang bersangkutan
harus mengikuti evaluasi kemampuan berupa tes/uji kemampuan atau uji
kompetensi kerja sesuai dengan bidang/tempat kerja yang bersangkutan bekerja
di samping mengerjakan penugasan sebagaimana diuraikan dalam huruf a di
atas.

c. Dalam hal nilai akumulasi SKP untuk semua bidang baik pembelajaran,
keprofesian, pengabdian masyarakat, publikasi ilmiah, dan pengembangan
IPTEK kurang dari 50 SKP, maka yang bersangkutan mendapat penugasan
sesuai dengan bidang penilaian yang kurang dari nilai yang ditentukan pada
Tabel 2.

d. Dalam hal nilai akumulasi SKP “Toleransi” melebihi nilai SKP minimal, namun
nilai SKP yang wajib tidak memenuhi nilai minimal, maka yang bersangkutan
mendapatkan penugasan sesuai dengan bidang yang nilai SKPnya kurang
walaupun nilai kumulatif melebihi nilai 50 SKP.

e. Dalam hal nilai pada bidang yang wajib melebihi nilai SKP minimal sehingga nilai
kumulatif melebihi 50 SKP dan tidak ada bidang yang bernilai nol (0), maka yang
bersangkutan berhak diusulkan mendapatkan STR perpanjangan.

Hal di bawah ini perlu diperhatikan dalam rangka pemenuhan SKP bagi tenaga
Sanitarian dalam status Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan menduduki Jabatan
Pelaksana dan akan diangkat menjadi Pejabat Fungsional Sanitarian, baik Pejabat
Fungsional Keahlian maupun Pejabat Fungsional Keterampilan.
a. Mereka yang akan menduduki Jabatan Fungsional Sanitarian Keahlian (dengan
latar belakang pendidikan Magister Terapan (S-II)/Spesialis 1 dan/atau Sarjana
Strata II (S-II) Profesi/Magister Kesehatan Lingkungan/Spesialis 1/S-II Kesehatan
Lingkungan dan Pendidikan Kesehatan Lingkungan memiliki SKP sebesar 22.5
yang dapat diperoleh dari:
1) Penugasan karya tulis terkait dengan laporan pelaksanaan tugas sehari-hari
akan memperoleh 3 SKP setiap karya tulis yang disetujui oleh
atasan/pimpinan satuan kerja. Dalam hal Sanitarian yang bersangkutan
menulis lebih dari satu karya tulis, jumlah perolehan SKP akan terakumulasi
sesuai dengan jumlah karya tulis yang dihasilkan dengan catatan karya tulis
tersebut harus memuat substansi/tema yang berbeda dan masih dalam
lingkup pekerjaan kesehatan lingkungan. Bukti penugasan karya tulis berupa
resume, abstrak, atau ringkasan eksekutif.

79
80

2) Penugasan khusus oleh satuan kerja yang bersangkutan sebagai


pelaksanaan tugas lintas program dan/atau lintas sektor dalam rangka
menjalankan misi khusus satuan kerja seperti penanggulangan Kejadian Luar
Biasa (KLB)/wabah, kejadian bencana, pencemaran lingkungan, keracunan
pangan, kejadian matra dan perubahan iklim yang berdampak terhadap
kualitas kesehatan lingkungan akan memperoleh 4 SKP

Penugasan khusus dapat dilaporkan lebih dari 1 (satu) kali sesuai dengan
jenis kejadian dan wilayah kejadian. SKP akan diperoleh dengan
menunjukkan bukti berupa resume, abstrak, atau ringkasan eksekutif dari tiap
laporan penugasan khusus tersebut.

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Sanitarian tersebut di atas adalah


mereka dengan status CPNS dan/atau PNS dan menduduki Jablak
Sanitarian Ahli yang diperlukan dalam proses pengangkatan sebagai Pejabat
Fungsional Sanitarian Keahlian (Sanitarian Ahli Muda).

b. Mereka yang akan menduduki Jabatan Fungsional Sanitarian Keahlian (dengan


latar belakang pendidikan D-IV/S-I Kesehatan Lingkungan dan Pendidikan
Kesehatan Lingkungan baik jalur terapan atau akademisi) wajib memiliki SKP
sebesar 12.5 yang dapat diperoleh dari:
1) Penugasan karya tulis terkait dengan laporan pelaksanaan tugas sehari-hari
akan memperoleh 2 SKP setiap karya tulis yang disetujui oleh
atasan/pimpinan satuan kerja. Dalam hal Sanitarian yang bersangkutan
menulis lebih dari satu karya tulis, jumlah perolehan SKP akan terakumulasi
sesuai dengan jumlah karya tulis yang dihasilkan dengan catatan karya tulis
tersebut harus memuat substansi/tema yang berbeda dan masih dalam
lingkup pekerjaan kesehatan lingkungan. Bukti penugasan karya tulis berupa
resume, abstrak, atau ringkasan eksekutif.

2) Penugasan khusus oleh satuan kerja yang bersangkutan sebagai


pelaksanaan tugas lintas program dan/atau lintas sektor dalam rangka
menjalankan misi khusus satuan kerja seperti penanggulangan Kejadian Luar
Biasa (KLB)/wabah, kejadian bencana, pencemaran lingkungan, keracunan
pangan, dan kejadian matra yang berdampak terhadap kualitas kesehatan
lingkungan akan memperoleh 3 SKP.

Penugasan khusus dapat dilaporkan lebih dari 1 (satu) kali sesuai dengan
jenis kejadian dan wilayah kejadian. SKP akan diperoleh dengan
menunjukkan bukti berupa resume, abstrak, atau ringkasan eksekutif dari tiap
laporan penugasan khusus tersebut.

80
81

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Sanitarian tersebut di atas adalah


mereka dengan status CPNS dan/atau PNS dan menduduki Jablak
Sanitarian Ahli yang diperlukan dalam proses pengangkatan sebagai Pejabat
Fungsional Sanitarian Keahlian (Sanitarian Ahli Pertama).

c. Mereka yang akan menduduki Jabatan Fungsional Sanitarian Keterampilan


dengan latar belakang D-III Kesehatan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan tidak
wajib memiliki SKP namun telah memiliki sertifikat kompetensi (Serkom) yang
diperoleh dari lembaga pendidikan tempat yang bersangkutan menempuh
pendidikan terutama bagi mereka yang lulus tahun 2019 dan setelahnya, di
samping STR. Bagi Sanitarian yang lulus tahun 2016 dan sebelumnya cukup
dengan STR yang masih berlaku sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.

Tenaga Sanitarian yang berpraktik secara mandiri termasuk swasta (Non PNS),
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan wajib memiliki STR dengan
ketentuan:

a. Bagi Sanitarian yang lulus tahun 2019 dan setelahnya, telah memiliki Sertifikat
Kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan tempat yang
bersangkutan menempuh pendidikan.
b. Bagi Sanitarian yang lulus sebelum tahun 2019 cukup memiliki STR yang masih
berlaku sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

81
82

BAB V
PENUTUP

Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Tenaga Kesehatan Lingkungan


(P2KBTKL) merupakan instrumen organisasi profesi bagi Sanitarian untuk meningkatkan
kapasitas dan kualitas berkenaan dengan kompetensi. Sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan organisasi profesi wajib memberikan rekomendasi dalam pengurusan
Surat Tanda Registrasi (STR) yang merupakan kewenangan pemerintah sebagai
pengakuan terhadap tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan
dasar profesinya, yang dalam hal ini diwakili oleh Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia/Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.

Dengan diperolehnya Surat Tanda Registrasi (STR), maka Sanitarian telah memperoleh
pengakuan untuk memulai pengabdian sesuai dengan profesinya baik di lingkungan
pemerintah maupun swasta termasuk masyarakat dan praktik mandiri. Oleh karena itu,
setiap Sanitarian wajib terdaftar dan memiliki Surat Tanda Registrasi (STR).

Tersusunnya pedoman ini diharapkan mampu memberikan perlindungan, pengayoman,


arah, sekaligus bentuk pembinaan, dan pengawasan serta pengendalian oleh organisasi
profesi yang dalam hal ini ialah HAKLI kepada seluruh anggotanya.

Di samping itu, disadari bahwa pedoman ini memerlukan masukan, saran, dan kritik untuk
dapat menyesuaikan terhadap dinamika tugas dan fungsi Sanitarian, perubahan lingkungan
strategis, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sosial, ekonomi, dan
budaya yang berkembang di masyarakat.

Dengan ini, diharapkan pedoman ini mampu memberikan arahan kepada seluruh anggota
HAKLI dalam memenuhi hak dan kewajiban guna meningkatkan dan mengembangkan
profesinya.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberi bimbingan dan hidayah-Nya.
Aamiin.

Ketua Umum
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia

Prof. Dr. Arif Sumantri, SKM., M.Kes


No KTA. 317410895
83

Lampiran 1
SATUAN KREDIT PROFESI PENYELENGGARAAN PERTEMUAN ILMIAH KESEHATAN
LINGKUNGAN/SANITASI LINGKUNGAN

PENGERTIAN UMUM
Dalam keputusan PP HAKLI ini, yang dimaksud dengan:
a. Seminar adalah pertemuan para pakar/ahli yang berusaha mendapatkan
kesepakatan mengenai suatu hal.
b. Lokakarya adalah pertemuan yang membahas suatu karya tertentu.
c. Simposium adalah pertemuan yang diselenggarakan untuk memberikan
pengarahan singkat menjelang pelaksanaan kegiatan.
d. Sarasehan adalah pertemuan yang diselenggarakan untuk mendengarkan
pendapat para ahli mengenai suatu hal/masalah dalam bidang tertentu.
e. Diskusi panel adalah kegiatan yang dilangsungkan oleh panelis (peserta diskusi
panel) dan disaksikan/dihadiri oleh beberapa pendengar, serta diatur oleh seorang
moderator.
f. Diskusi kelompok adalah kegiatan guna menyelesaikan masalah dengan
melibatkan kelompok-kelompok kecil yang ahli/kompeten di bidangnya.

PEMBERIAN SKP
Pemberian SKP ini diperuntukkan bagi narasumber/pengajar/fasilitator/moderator,
peserta, dan panitia ditetapkan oleh organisasi profesi (PP HAKLI). Selengkapnya
dijelaskan pada tabel di bawah ini.
84

Tabel 1.
Pemberian SKP Bagi Narasumber/Pengajar/Fasilitator dalam Pertemuan Ilmiah

SKALA
JENIS PERTEMUAN
NO PROVINSI DAN KABUPATE
ILMIAH INTERNASIONAL NASIONAL KOTA
REGIONAL
1 Seminar 3 SKP 2 SKP 2 SKP 2 SKP

2 Lokakarya 3 SKP 2 SKP 2 SKP 2 SKP

3 Simposium 3 SKP 2 SKP 2 SKP 2 SKP

4 Sarasehan 3 SKP 2 SKP 2 SKP 2 SKP

5 Diskusi Panel 3 SKP 2 SKP 2 SKP 2 SKP

6 Diskusi Kelompok 3 SKP 2 SKP 2 SKP 2 SKP

Kesehatan Lingkungan
85

Tabel 2.
Pemberian SKP Bagi Moderator dalam Pertemuan Ilmiah Kesehatan Lingkungan

JENIS SKALA
NO PERTEMUAN PROVINSI DAN
INTERNASIONAL NASIONAL KAB
ILMIAH REGIONAL
1 Seminar 2 SKP 1 SKP 1 SKP

2 Lokakarya 2 SKP 1 SKP 1 SKP

3 Simposium 2 SKP 1 SKP 1 SKP

4 Sarasehan 2 SKP 1 SKP 1 SKP

5 Diskusi Panel 2 SKP 1 SKP 1 SKP

6 Diskusi Kelompok 2 SKP 1 SKP 1 SKP


86

Tabel 3.
Pemberian SKP Bagi Panitia dalam Pertemuan llmiah Kesehatan Lingkungan

SKALA
JENIS PERTEMUAN
NO PROVINSI DAN
ILMIAH INTERNASIONAL NASIONAL KAB
REGIONAL
1 Seminar 2 SKP 1 SKP 1 SKP

2 Lokakarya 2 SKP 1 SKP 1 SKP

3 Simposium 2 SKP 1 SKP 1 SKP

4 Sarasehan 2 SKP 1 SKP 1 SKP

5 Diskusi Panel 2 SKP 1 SKP 1 SKP

6 Diskusi Kelompok 2 SKP 1 SKP 1 SKP


112

Lampiran 4
ETIKA DAN KEDISIPLINAN PROFESI SANITARIAN

Pedoman Organisasi
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia
113

ETIKA DAN KEDISIPLINAN PROFESI SANITARIAN


1. PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Pembangunan nasional diselenggarakan untuk mencapai derajat kesehatan setinggi-
tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara social dan ekonomi. Kesehatan lingkungan sebagai salah satu upaya kesehatan
ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik pisik, kimia, biologi
maupun sosial.
Masalah kesehatan lingkungan di Indonesia masih menjadi perdebatan dan masalah
yang berkembang. Kasus-kasus yang menyangkut masalah kesehaatn lingkungan setiap
hari bahkan setiap tahun terus meningkat. Oleh karena itu kesehatan lingkungan
sangatlah penting untuk mendapat perhatian guna dapat menciptakan kehidupan yang
aman, bersih, sejuk dan sehat. Menjaga lingkungan yang sehat merupakan upaya untuk
mencegah penyakit atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun
sosial. Kualitas kesehatan berawal dari kesehatan lingkungannya yang ditentukan
melalui pencapaian atau pemenuhan standar baku mutu kesehatan lingkungan dan
persyaratan kesehatan.
Timbulnya penyakit atau gangguan kesehatan berawal dari lingkungan yang tidak sehat
sehingga kita wajib menjaga lingkungan agar sehat selalu. Lingkungan yang sehat adalah
lingkungan yang standar baku mutu kesehatan lingkungannya terpenuhi. Menurut
peraturan pemerintah nomor 66 tahun 2014 tentang kesehatan lingkungan bahwa
standar baku mutu kesehatan lingkungan ditetapkan pada media lingkungan seperti air,
udara, tanah, pangan, sarana, dan bangunan serta vektor dan binatang pembawa
penyakit. Lingkungan yang perlu selalu dijaga kesehatannya meliputi permukiman,
tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
Mewujudkan lingkungan yang sehat bukan kewajiban perorangan, institusi pemerintah
atau swasta tapi kita semua harus bergerak mewujudkannya tanpa saling mengandalkan
baik dilingkungan tempat tinggal, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan
fasilitas umum lainnya. Untuk mewujudkan kondisi kesehatan lingkungan yang
diharapkan sesuai dengan peraturan pemerintah yang ada maka diperlukan tenaga
sanitarian yang kompeten.
Profesionalisme tenaga sanitarian / kesehatan lingkungan ditunjukkan dengan perilaku
tenaga sanitarian/ kesehatan lingkungan yang memberikan pelayanan kesehatan
berdasarkan standar pelayanan, mandiri, bertanggung jawab dan bertanggung gugat,
serta senantiasa mengembangkan kemampuannya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Namun demikian dalam pelaksanaannya di lapangan sering didapatkan permasalahan
khususnya yang berkaitan dengan tenaga sanitarian itu sendiri. Oleh karena itu perlu
disusun pedoman etika dan disiplin profesi sanitarian sehingga masyarakat terlindungi
dan demikian juga tenaga sanitarian dapat aman dalam melaksanakan tugasnya.

b. Tujuan:
1) Umum: Tersusunnya pedoman etika dan disiplin profesi sanitarian Indonesia
2) Khusus:
- Teridentifikasinya seluruh peraturan perundangan yang berkaitan dengan
profesi sanitarian
- Adanya batasan pengertian etika dan disiplin sanitarian

Pedoman Organisasi
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia
114

- Teridentifikasinya standar baku kesehatan lingkungan


- Teridentifikasinya standar kompetensi seorang sanitarian
- Teridentifikasinya batasan pekerjaan tenaga sanitarian
- Teridentifikasinya standar sarana, alat dan bahan
- Tersusunnya kode etik dan disiplin seorang sanitarian
- Tersusunnya Reward dan punishment sanitarian
- Teridentifikasinya pihak yang terkait

c. Ruang lingkup
Ruang lingkup dalam pedoman ini mencakup peraturan perundangan sebagai dasar
hukum sanitarian dalam melaksanakan tugas profesinya; pengertian etika, profesi, etika
profesi sanitarian, prinsip dasar etika profesi, pengertian kedisiplinan, macam bentuk
disiplin, manfaat disiplin, standar baku kesehatan lingkungan, standar kompetensi
sanitarian, batasan pekerjaan sanitarian, standar sarana, alat dan bahan; kode etik dan
disiplin seorang sanitarian, reward dan punishment, pihak yang terkait.

2. DASAR HUKUM
a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
c. Undang-undang nomor 1 tahun 1962 tentang Karantina laut
d. Undang-undang nomor 2 tahun 1962 tentang Karantina udara
e. Undang-undang nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular
f. Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
g. Undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
h. Undang-undang nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan
i. Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 1991 tentang Pedoman penanggulangan
penyakit menular.
j. Peraturan pemerintah nomor 66 tahun 2014 tentang kesehatan lingkungan
k. Peraturan Pemerintah 41 tahun 1999 tentang Pencemaran Lingkungan
l. Permenkes nomor 32 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan pekerjaan Sanitarian
m. Permenkes nomor 46 tahun 2013 tentang Surat Tanda Registrasi (STR)
n. Permenkes Nomor 7 tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, pengganti
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
o. Permenkes 13 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan di
Puskesmas
p. Kepmenkes 373 tahun 2007 tentang standar profesi sanitarian
q. Permenkes No. 70/2016 Tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Industri
r. Kepmenkes RI No. 416/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Air

3. PENGERTIAN/ BATASAN
a. Etika

Pedoman Organisasi
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia
115

Kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :

Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak); Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; Nilai mengenai benar
dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab.

b. Profesi:
Profesi berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian yaitu
janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi
kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan
suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang
dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya
pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Profesi merupakan kelompok lapangan
kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian
tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian
dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai
dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup
sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin
etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang
profesi tersebut.

c. Etika profesi
Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam
menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi.

Etika profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral
dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan
manusia.

Etika Profesi adalah konsep etika yang ditetapkan atau disepakati pada tatanan profesi
atau lingkup kerja tertentu, contoh : dokter, sanitarian, keperawatan, kebidanan, pers
dan jurnalistik, engineering (rekayasa), science, dan sebagainya.

Etika profesi adalah sebagai sikap hidup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
profesional dari klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka
kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang
membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama, (Anang Usman, SH., MSi.)

Pengertian tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:


Etika profesi sanitarian adalah sikap hidup sanitarian untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan terhadap klien secara profesional dengan menggunakan keahliannya sesuai
dengan standard dan peraturan yang berlaku.

d. Prinsip dasar di dalam etika profesi :

Pedoman Organisasi
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia
116

1) Tanggung jawab
– Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
– Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat
pada umumnya.
2) Keadilan.
3) Prinsip memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
4) Prinsip Kompetensi, melaksanakan pekerjaan sesuai jasa profesionalnya, kompetensi
dan ketekunan
5) Prinsip Prilaku Profesional, berprilaku konsisten dengan reputasi profesi
6) Prinsip Kerahasiaan, menghormati kerahasiaan informasi

e. Kedisiplinan
1) Pengertian
Menurut Siswanto “2001”
Disiplin ialah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap
peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta
sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila
ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.

Menurut Atmosudirjo “Dalam Atmodiwirjo, 2000”


Disiplin sebagai bentuk ketaatan dan pengendalian diri erat hubungannya rasionalisme,
sadar, tidak emosional. Pendapat ini mengilustrasikan bahwa disiplin sebagai suatu
bentuk kepatuhan terhadap aturan melalui pengendalian diri yang dilakukan melalui
pertimbangan yang rasional.

Menurut Hasibuan “2002”


Disiplin ialah suatu sikap menghormati dan menghargai suatu peraturan yang berlaku,
baik secara tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak
menolak untuk menerima sanksi-sanksi apabila dia melanggar tugas dan wewenang
yang diberikan kepadanya.

2) Macam-macam bentuk disiplin


a) Disiplin Diri Pribadi
Disiplin Diri Pribadi mengandung beberapa unsur yaitu adanya sesuatu yang harus
ditaati atau ditinggalkan dan adanya proses sikap seseorang terhadap hal tertentu.
Disiplin diri merupakan kunci bagi kedisiplinan pada lingkungan yang lebih luas lagi.

b) Disiplin Sosial
Pada hakekatnya disiplin sosial adalah Disiplin dari dalam kaitannya dengan
masyarakat. Contoh prilaku disiplin sosial adalah melaksanakan siskamling kerja
bakti. Senantiasa menjaga nama baik masyarakat dan sebagainya.

c) Disiplin Nasional
Disiplin nasional diartikan sebagai status mental bangsa yang tercemin dalam
perbuatan berupa keputusan dan ketaatan. Baik secara sadar maupun melalui
pembinaan terhadap norma-norma kehidupan yang berlaku.

4. STANDAR BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN

Pedoman Organisasi
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia
117

Standar baku mutu kesehatan lingkungan mencakup: baku mutu air, udara, tanah, pangan,
sarana dan bangunan, serta vektor dan binatang pembawa penyakit. Standar-standar baku
mutu tersebut dapat dirujuk pada peraturan sebagai berikut:
a. Baku mutu air untuk keperluan hygiene sanitasi mengikuti Permenkes 492 tahun 2010
tentang persyaratan kualitas air minum; PermenLHK No. 5 Tahun 2014 tentang baku
mutu air limbah
b. UDARA: Udara dalam ruang mengacu pada Permenkes No. 1077 Tahun 2011 tentang
Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah; OSHA (2011) Indoor Air Quality in
Commercial and Institutional Buildings. ASHRAE (2011) Indoor Air Quality Guide: Best
Practice for Design, Construction and Commissioning. SBMKL UDARA: Udara dalam
Ruang: Permenkes No. 48 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Perkantoran; Udara Ambien: PP No. 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara
c. Tanah: mangacu pada Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Biologi Tanah; Standar
Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Kimia Tanah; Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan Radioaktivitas Tanah,
d. PANGAN: mengacu pada Undang-undang nomor 18 taun 2012 tentang Pangan;
Permenkes nomor 1096 Tahun 2011 tentang hygiene sanitasi jasa boga; Kepmenkes
nomor 1098 Tahun 2003 tentang persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan
restoran; Kepmenkes nomor 942 tahun 2003 tentang pedoman persyaratan hygiene
sanitasi makanan jajanan;
s. SARANA DAN BANGUNAN: Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan: Volume Ruang
Kerja; Standar Toilet; Kualitas Limbah Cair, mengacu pada Permenkes No. 70/2016
Tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri
e. VEKTOR DAN BINATANG PEMBAWA PENYAKIT: Permenkes nomor 50 tahun 2017
tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan persyaratan kesehatan untuk
vector dan Binatang Pembawa Penyakit serta pengendaliannya.

5. STANDAR KOMPETENSI SANITARIAN


a. Administrasi/ manajemen:
- Perencanaan dibidang kesehatan lingkungan
- Pelaksanaan program kesehatan lingkungan
- Pengendalian/ pengawasan program kesehatan lingkungan
- Eavaluasi program kesehatan lingkungan
- Pelaporan program kesehatan lingkungan
b. Teknis: penyehatan, pengamanan dan pengendalian:
- Penyehatan air dan limbah cair
- Penyehatan udara
- Penyehatan tanah dan limbah padat dan B3
- Penyehatan makanan dan minuman
- Vektor dan binatang pengganggu
- Konseling di bidang kesehatan lingkungan
- Inspeksi kesehatan lingkungan
- Intervensi kesehatan lingkungan
- Pemberdayaan kesehatan masyarakat
- Teknik pemilihan dan penggunaan alat, bahan dan prosedur
- Penyusunan laporan hasil pemecahan masalah
c. Sosial:

Pedoman Organisasi
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia
118

- Penyuluhan kesehatan lingkungan pada masyarakat


- Pendekatan pada pihak terkait (stake holder)
- Bekerjasama dengan masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan
lingkungan

6. BATASAN PEKERJAAN SANITARIAN


a. Tingkat nasional
- Bersama tim ikut menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan
secara nasional
- Bersama tim menyusun pedoman teknis dan pelaksanaan program kesehatan
lingkungan secara nasional
- Bersama tim menyusun kebutuhan anggaran program kesehatan lingkungan sekala
nasional
- Bersama tim menyusun standar kebutuhan bahan, alat dan prosedur program
kesehatan lingkungan
- Bersama tim menyusun laporan hasil pelaksanaan program kesehatan lingkungan
secara nasional

b. Tingkat provinsi
- Bersama tim ikut menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan
di tingkat provinsi
- Bersama tim menyusun pedoman teknis dan pelaksanaan program kesehatan
lingkungan di tingkat provinsi
- Bersama tim menyusun kebutuhan anggaran program kesehatan lingkungan di
tingkat provinsi
- Bersama tim menyusun standar kebutuhan bahan, alat dan prosedur program
kesehatan lingkungan di tingkat provinsi
- Bersama tim menyusun laporan hasil pelaksanaan program kesehatan lingkungan di
tingkat provinsi

c. Tingkat kabupaten/ kota


- Melaksanakan program kesehatan lingkungan sesuai dengan pedoman yang disusun
oleh pusat atau provinsi
- Melakukan pengawasan dan evaluasi program kesehatan lingkungan di tingkat
kecamatan dan desa
- Melakukan palaporan hasil pelaksanaan program kesehatan lingkungan di tingkat
Kabupaten
d. Tingkat kecamatan dan desa (Permenkes 13 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas)
- Melaksanakan program kesehatan lingkungan di tingkat kecamatan (wilayah kerja
Puskesmas)
- Melakukan pengendalian masalah kesehatan lingkungan diwilayahnya bersama
stakeholder
- Melakukan pelayanan kesehatan lingkungan: konseling, inspeksi dan intervensi
kesehatan lingkungan di tingkat kecamatan
- Membuat laporan hasil pelaksanaan program kesehatan lingkungan di tingkat
kecamatan.

Pedoman Organisasi
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia
119

7. STANDAR SARANA, ALAT DAN BAHAN


Dalam melaksanakan tugasnya tenaga sanitarian perlu didukung:
a. Sumber daya manusia (tupoksi, distribusi, kompensasi, pengembangan karir)
b. Sarana dan prasarana yang diperlukan
c. Pendanaan yang memadai

Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud di atas khususnya di Puskesmas adalah:

a. Ruang untuk konseling yang terintegrasi dengan konseling lain


b. Laboratorium kesehatan lingkungan yang terintegrasi laboratorium di Puskesmas
c. Peralatan yang dibutuhkan dalam intervensi lingkungan
d. Media komunikasi, informasi dan edukasi

8. Kode etik dan disiplin seorang sanitarian


a. Etika profesi
1) Terhadap dirinya sendiri
- Mempunyai kompetensi yang relevan dengan bidang ilmu kesehatan lingkungan
yang diperoleh dari institusi pendidikan D3, D4 (Sarjana Terapan), S1, S2, S3 yang
dibuktikan dengan ijasah resmi dari institusinya
- Memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) Sanitarian yang diterbitkan oleh institusi
resmi.
- Meningkatkan kompetensi secara terus menerus baik melalui pendidikan formal
maupun pelatihan atau seminar dan sebagainya.
- Melakukan pengisian SKP online
- Melaksanakan tugas pekerjaannya secara professional, jujur dan ichklas sesuai
dengan standar pelayanan kesehatan lingkungan yang ditetapkan dalam
peraturan
- Menghindari terjadinya konflik dalam melaksanakan tugasnya
- Melakukan musyawarah dan mengadakan konsultasi ke pihak yang lebih
kompeten bila terjadi masalah dalam melaksanakan tugasnya.
- Aktif dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan
perkembangan yang ada.
2) Terhadap organisasi profesi
- IKut dalam keanggotaan organisasi profesi HAKLI
- Memenuhi kewajiban organisasi profesi (membayar iuran bulanan)
- Ikut aktif dalam kegiatan kesehatan lingkungan yang dilakukan oleh HAKLI di
wilayahnya
- Patuh terhadap peraturan yang ditetapkan oleh HAKLI
- Menjaga nama baik profesi HAKLI
3) Terhadap lingkungan masyarakat
- Ikut serta berpartisipasi menjaga kesehatan lingkungan minimal di wilayah
kerjanya
- Melakukan pengabdian masyarakat khususnya yang berkaitan dengan kesehatan
lingkungan
- Sensitive terhadap masalah kesehatan lingkungan yang ada di wilayah kerjanya
dan melakukan intervensi bersama anggota Hakli lainnya dan masyarakat sebagai
solusi pemecahan masalah tersebut.

Pedoman Organisasi
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia
120

- Bekerjasama dengan pihak terkait di wilayahmya dalam melaksanakan program


kesehatan lingkungan dari mulai perencanaa, pelaksanaan maupun evaluasinya
- Bersama masyarakat melakukan rekayasa dan intervensi kesehatan lingkungan
- Memberikan masukan kepada pihak terkait dalam rangka penyusunan kebijakan
atau peraturan yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan.
4) Terhadap sesama profesi
- Bekerjasama dalam melaksanakan program kesehatan lingkungan
- Saling memberi informasi dalam pengembangan profesi
- Saling membela teman seprofesi
- Saling menjaga nama baik teman seprofesi

b. Disiplin
1) Terhadap dirinya sendiri
- Melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan sesuai dengan
ketentuan secara professional
- Tidak melakukan korupsi dimanapun bekerja
- Melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan di institusinya
2) Terhadap organisasi profesi
- Melakukan kontribusi iuran bulanan kepada organisasi profesi HAKLI secara rutin
- Mengikuti kegiatan program HAKLI
- Memberi masukan dalam hal pengembangan profesi

3) Terhadap lingkungan masyarakat


- Berpartisipasi aktif dengan masyarakat mengatasi masalah kesehatan lingkungan
di wilayahnya
- Hadir pada undangan masyarakat dalam kaitannya mengatasi masalah kesehatan
lingkungan

4) Terhadap sesama profesi


- Saling menjaga nama baik
- Saling mengingatkan untuk pengembangan profesi
- Bekerja secara tiemwork dengan sesama profesi

9. REWARD AND PUNISHMENT


a. Reward (Hak dan imbalan/ penghargaan)
1) Bagi sanitarian yang berjasa dalam bidang kesehatan lingkungan akan diberikan
setifikat dari Hakli
2) Sanitarian yang telah bekerja sesuai dengan ketentuan namun mendapat sangsi
hukum maka akan diberi bantuan hukum
3) Bagi sanitarian yang telah mencapai kompetensi tinggi (guru besar) akan diberikan
sertifikat sebagai penghargaan.
b. Punishment (hukuman)
1) Sanitarian yang tidak memenuhi kewajibannya (iuran bulanan) selama 1 (satu)tahun
berturut-turut maka keanggotaannya akan ditinjau ulang dan bila 2 (dua ) tahun
berturut-turut tidak membayar iuran bulanan maka keanggotaannya dicabut.
2) Sanitarian yang sering membuat problem yang berkaitan dengan keprofesiannya di
tempat kerja atau masyarakat maka akan ditinjau ulang keanggotaannya setelah
dilakukan pembinaan terlebih dahulu

Pedoman Organisasi
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia
121

3) Sanitarian yang melakukan pelanggaran disiplin yang berkaitan dengan hukum maka
keanggotaannya akan dicabut

10. PIHAK YANG TERKAIT


a. Di tingkat pusat
1) Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat)
2) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK)
3) Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan)
4) Institusi pendidikan
5) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB)
6) Kementerian Dalam Negeri
7) Kementerian Pertanian
8) Kementerian Pariwisata
9) Kementerian Perhubungan
10) Kementerian Perindustrian

b. Di tingkat provinsi
1) Pemerintah daerah
2) Industri
3) Rumah Sakit
4) Permukiman
5) Tempat-tempat umum

c. Di tingkat kabupaten/ kota


1) Pemerintah daerah
2) Industri
3) Rumah Sakit
4) Permukiman
5) Tempat-tempat umum

d. Di tingkat kecamatan
1) Pemerintah daerah
2) Industri
3) Rumah Sakit
4) Puskesmas
5) Permukiman
6) Tempat-tempat umum

e. Di tingkat Desa
1) Pemerintah daerah
2) Industri
3) Puskesmas
4) Klinik
5) Tempat-tempat umum

11. PENUTUP
Demikian pedoman etik dan disiplin tenaga sanitarian disusun sebagai acuan bagi sanitarian
dalam melaksanakan tugasnya sehingga benar-benar menghasilkan pelayanan kesehatan

Pedoman Organisasi
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia
122

lingkungan yang professional. Segala dasar hukum/ peraturan dan standar-standar baku di
sajikan dalam bentuk peraturan dari berbagai sektor terkait sehingga sanitarian dengan
mudah dapat mengakses peraturan-peraturan dan standar-standar tersebut. Etik dan
disiplin sanitarian diharapkan dapat diterapkan dengan penuh tanggung jawab sehingga
tidak terjadi penyimpangan dalam pelayanan kesehatan lingkungan sebagai akibat
penyimpangan etika diri sendiri, etika pada organisasi profesi, etika masyarakat maupun
etika antar profesi.

Pedoman Organisasi
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia
130

10 JANUARI 2021

LAMPIRAN 8
STANDAR KOMPETENSI TENAGA SANITASI LINGKUNGAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN

SEKRETARIAT KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA

2020

130
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan di bidang kesehatan memerlukan kolaborasi dari
berbagai jenis tenaga kesehatan. Masing-masing jenis tenaga
kesehatan memiliki kompetensi sesuai dengan profesinya yang relevan
dengan bidang tugas dan fungsinya dalam melaksanakan upaya
kesehatan.
Sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini masalah sanitasi
lingkungan yaitu timbulnya kebakaran hutan, bencana alam,
pembuangan limbah industri di badan air, dampak pengelolaan
sampah domestik dan sampah dari tempat-tempat umum yang kurang
baik, pencemaran udara karena transportasi dan industri, dan
perubahan iklim. Dalam rangka mencegah, mengendalikan masalah
sanitasi lingkungan yang menimbulkan penyakit dan gangguan
kesehatan faktor risiko lingkungan, maka diperlukan Tenaga Sanitasi
Lingkungan yang kompeten sehingga mampu melaksanakan upaya
sanitasi lingkungan sesuai dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) di bidang sanitasi lingkungan. Dunia
internasional sepakat bahwa pada tahun 2030 Sustainable
Development Goals (SDGs), aksesibilitas air minum dan sanitasi dasar
yang aman menjadi tujuan yang harus dicapai sebesar 100%.
Sehubungan dengan itu, diperlukan adanya suatu standar kompetensi
sebagai acuan dalam pendidikan calon tenaga sanitasi lingkungan
yang akan memiliki peran, tugas, dan fungsi dalam pelayanan sanitasi
lingkungan.
Kompetensi Tenaga Sanitasi Lingkungan sangat penting
menyiapkan lingkungan sebagai salah satu agen yang mempengaruhi
kesehatan individu dan masyarakat. Peran tersebut sangat strategis
untuk tercapainya kesehatan individu dan komunitas sebagai salah
satu modal penting daya saing dalam era globalisasi.
132

Diperlukan sikap profesional yang terukur, akuntabel, dan


adaptif terhadap berbagai tantangan perubahan sesuai perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pelayanan kesehatan, dengan
tetap patuh dan tunduk pada berbagai regulasi dalam bidang hukum
dan kesehatan. Sikap profesional tersebut juga menyiapkan kerja
kolaborasi tenaga sanitasi lingkungan dengan tenaga kesehatan lain
untuk pelayanan kesehatan prima. Tenaga Sanitasi Lingkungan
senantiasa perlu mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan peraturan
perundang-undangan, organisasi profesi menetapkan Standar
Kompetensi Tenaga Sanitasi Lingkungan yang selanjutnya untuk
disahkan oleh Menteri Kesehatan.

B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5607);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5570);
5. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5607);

132
133

6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang


Penanggulangan Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 1755);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 403);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 Tahun 2018 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018
Nomor 944); dan
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2019 Nomor 1335).

C. Maksud dan Tujuan


Maksud :

1. Sebagai pedoman bagi Tenaga Sanitasi Lingkungan dalam


memberikan pelayanan sanitasi lingkungan yang terukur,
terstandar, dan berkualitas di permukiman, fasilitas pelayanan
kesehatan, fasilitas umum, tempat kerja dan tempat rekreasi.
2. Tersusunnya Standar Kompetensi Tenaga Sanitasi Lingkungan
sebagai bagian Standar Profesi Tenaga Sanitasi Lingkungan.
Tujuan :

1. Sebagai referensi dalam penyusunan kewenangan Tenaga Sanitasi


Lingkungan untuk menjalankan praktik.
2. Sebagai referensi dalam penyusunan kurikulum pendidikan
Tenaga Sanitasi Lingkungan.
3. Sebagai referensi dalam penyelenggaraan program pengembangan
keprofesian berkelanjutan Tenaga Sanitasi Lingkungan.
133
134

D. Manfaat
1. Bagi Tenaga Sanitasi Lingkungan
a. Tersedianya dokumen untuk mendapatkan gambaran tentang
kompetensi yang akan diperoleh selama pendidikan;
b. Pedoman dalam pelaksanaan praktik;
c. Alat ukur kemampuan diri.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai acuan dalam penyusunan kurikulum dan pengembangan
pengajaran, mendorong konsistensi dalam menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan, serta menetapkan kriteria pengujian dan
instrumen/alat ukur pengujian.

3. Bagi Pemerintah/Pengguna dan Swasta


Sebagai acuan bagi pemerintah/pengguna dalam perencanaan
pegawai, rekrutmen dan seleksi pegawai,
pengangkatan/penempatan dalam jabatan, penilaian kinerja,
remunerasi/insentif dan disinsentif serta kebutuhan pendidikan
dan pelatihan dalam memenuhi peningkatan/pengembangan
kompetensi Tenaga Sanitasi Lingkungan.

4. Bagi Masyarakat
Tersedianya acuan untuk mendapatkan karakteristik Tenaga
Sanitasi Lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan pelayanan
sanitasi lingkungan.

5. Bagi Organisasi Profesi


Sebagai acuan untuk mengatur keanggotaan, tata kelola organisai,
merancang dan menyelenggarakan program pengembangan
keprofesian berkelanjutan yang sesuai dengan kebutuhan terhadap
pelayanan sanitasi lingkungan serta menjadi acuan untuk menilai
kompetensi Tenaga Sanitasi Lingkungan lulusan luar negeri.

134
135

E. Daftar Istilah

1. Kesehatan Lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit


dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik dari aspek
fisik, kimia, biologi, maupun sosial.
2. Sanitasi lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit melalui
pengendalian faktor lingkungan, baik fisik, kimia, biologi dan
sosial yang menjadi mata rantai sumber penularan, pajanan dan
kontaminasi terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan.
3. Tenaga Sanitasi Lingkungan adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan tinggi sanitasi lingkungan, baik di dalam maupun di
luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4. Pelayanan sanitasi lingkungan adalah kegiatan atau serangkaian
kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial
guna mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh faktor risiko lingkungan.
5. Inspeksi sanitasi adalah kegiatan pemeriksaan dan pengamatan
secara langsung terhadap media lingkungan dalam rangka
pengawasan berdasarkan standar, norma, dan baku mutu yang
berlaku untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat.
6. Penyehatan media lingkungan adalah upaya pencegahan
penurunan kualitas media lingkungan dan upaya peningkatan
kualitas media lingkungan.
7. Faktor risiko lingkungan adalah hal, keadaan, peristiwa yang
berkaitan dengan kualitas media lingkungan yang
memepengaruhi atau berkontribusi terhadap terjadinya penyakit
dan/atau gangguan Kesehatan.
8. Pengamanan faktor risiko lingkungan adalah upaya perlindungan
terhadap kesehatan masyarakat dari faktor risiko atau gangguan.
9. Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit adalah
upaya untuk mengurangi atau melenyapkan faktor risiko penyakit
135
136

dan/atau gangguan kesehatan.


10. Konseling sanitasi adalah komunikasi antara Tenaga Sanitasi
Lingkungan dengan pasien/klien yang melakukan konsultasi
masalah kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
tujuan mengenali dan memecahkan masalah sanitasi lingkungan
yang dihadapi.
11. Analisis Risiko adalah metode atau pendekatan untuk mengkaji
lebih cermat terhadap potensi risiko kesehatan yang berkenaan
dengan kualitas media lingkungan.
12. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi yang selanjutnya disebut KIE
adalah rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk perubahan
perilaku dalam memelihara dan meningkatkan higiene dan
sanitasi lingkungan dengan pemberdayaan, patisipasi, pemicuan,
dan pendekatan lain yang disesuaikan dengan budaya
masyarakat.
13. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif
yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
14. Fasilitas umum adalah sarana atau prasarana atau perlengkapan
atau alat-alat yang disediakan oleh pemerintah yang dapat
digunakan untuk kepentingan bersama dalam melaksanakan
kegiatan sehari-hari, seperti pasar, masjid, sekolah, stasiun, dan
terminal.
15. Organisasi profesi Tenaga Sanitasi Lingkungan yang selanjutnya
disebut organisasi profesi adalah wadah untuk berhimpun para
Tenaga Sanitasi Lingkungan.
16. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
17. Parameter wajib merupakan parameter yang harus diperiksa
secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

136
137

undangan.
18. Parameter tambahan merupakan parameter yang hanya
diwajibkan untuk diperiksa jika kondisi geohidrologi
mengindikasikan adanya potensi pencemaran berkaitan dengan
parameter lainnya.
19. Kondisi Matra adalah keadaan dari seluruh aspek pada matra
yang serba berubah dan berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup dan pelaksanaan kegiatan manusia yang hidup dalam
lingkungan tersebut, seperti bencana alam, KLB/wabah, dan
kegiatan nasional (jambore, haji, pengungsian).

137
138

BAB II
SISTEMATIKA STANDAR KOMPETENSI TENAGA SANITASI
LINGKUNGAN

Standar Kompetensi Tenaga Sanitasi Lingkungan terdiri atas 7 (tujuh)


area kompetensi yang diturunkan dari gambaran peran, tugas, dan fungsi
dari seorang Tenaga Sanitasi Lingkungan. Setiap area kompetensi
ditetapkan definisinya, yang disebut kompetensi inti. Setiap area
kompetensi dijabarkan menjadi beberapa komponen kompetensi, yang
dirinci lebih lanjut menjadi kemampuan yang diharapkan di akhir
pendidikan. Secara skematis, susunan Standar Kompetensi Tenaga Sanitasi
Lingkungan dapat digambarkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1

Skematis Susunan Standar Kompetensi Tenaga Sanitasi Lingkungan

138
139

Standar Kompetensi Tenaga Sanitasi Lingkungan ini dilengkapi dengan


Daftar Pokok Bahasan, Daftar Masalah, dan Daftar Keterampilan. Fungsi
utama ketiga daftar tersebut sebagai acuan bagi institusi pendidikan
sanitasi lingkungan dalam mengembangkan kurikulum institusional.

Daftar Pokok Bahasan memuat pokok bahasan dalam proses


pembelajaran untuk mencapai 7 (tujuh) area kompetensi. Materi
tersebut dapat diuraikan lebih lanjut sesuai bidang ilmu yang terkait,
dan dipetakan sesuai dengan struktur kurikulum masing-masing
institusi.

Daftar Masalah berisi berbagai masalah yang akan dihadapi Tenaga


Sanitasi Lingkungan. Oleh karena itu, institusi pendidikan Tenaga
Sanitasi Lingkungan perlu memastikan bahwa selama pendidikan,
mahasiswa sanitasi lingkungan dipaparkan pada masalah-masalah
tersebut dan diberi kesempatan berlatih menanganinya.

Daftar Keterampilan berisi keterampilan yang perlu dikuasai oleh


Tenaga Sanitasi Lingkungan. Pada setiap keterampilan telah ditentukan
tingkat kemampuan yang diharapkan. Daftar ini memudahkan institusi
pendidikan sanitasi lingkungan untuk menentukan materi, metode, dan
sarana pembelajaran kompetensi teknis.

139
140

BAB III
STANDAR KOMPETENSI TENAGA SANITASI LINGKUNGAN

A. Area Kompetensi
Kompetensi dibangun dengan pondasi yang terdiri atas:

1. Profesionalitas yang Luhur

140
141

2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri


3. Kepemimpinan dan Komunikasi Efektif
4. Pengelolaan Informasi
5. Landasan Ilmiah Ilmu Biomedik, Sanitasi, Kesehatan Masyarakat,
dan Perilaku
6. Keterampilan Tenaga Sanitasi Lingkungan
7. Pengelolaan Pelayanan Sanitasi Lingkungan.

Gambar 3.1
Gambaran Struktur Kompetensi Tenaga Sanitasi Lingkungan

B. Komponen Kompetensi

1. Area Profesionalitas yang Luhur


a. Berketuhanan Yang Maha Esa
b. Bermoral, beretika, dan disiplin
c. Sadar dan taat hukum
d. Berwawasan sosial budaya
e. Berperilaku profesional
f. Mematuhi etika profesi
141
142

2. Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri


a. Menerapkan internalisasi dan mawas diri
b. Mempraktikkan belajar sepanjang hayat
c. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru
d. Mengembangkan teknologi tepat guna
e. Mengembangkan jiwa kewirausahaan

3. Area Kepemimpinan dan Komunikasi Efektif


a. Mempengaruhi anggota kelompok untuk mencapai tujuan
bersama
b. Mengkoordinasikan dan mendelegasikan kerja dalam kelompok
c. Menggalang, mempertahankan, dan meningkatkan komitmen
anggota kelompok
d. Menjadi agen perubahan di masyarakat.
e. Melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada
masyarakat, mitra kerja, dan pemangku kepentingan lainnya.
f. Melakukan negosiasi dan advokasi dengan pihak-pihak yang
berkepentingan.
g. Melakukan komunikasi efektif
4. Area Pengelolaan Informasi
a. Melakukan pengumpulan, analisis, dan pengolahan data
kesehatan lingkungan dan data terkait lainnya dari berbagai
sumber.
b. Melakukan analisis dan interpretasi data sanitasi lingkungan.
c. Menyajikan hasil analisis dan interpretasi menjadi informasi.
d. Mendiseminasikan informasi kepada profesional kesehatan,
klien/keluarga, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya
untuk peningkatan kualitas sanitasi lingkungan.

5. Area Landasan Ilmiah Ilmu Biomedik, Sanitasi, Kesehatan


Masyarakat, dan Perilaku
Sanitasi lingkungan merupakan penerapan dari ilmu biomedik
(fisika, kimia, dan biologi) untuk identifikasi masalah lingkungan
yang berpotensi mengganggu kesehatan, serta intervensi masalah

142
143

berlandaskan pendekatan ilmu sanitasi, kesehatan masyarakat,


dan perilaku.
6. Area Keterampilan Tenaga Sanitasi Lingkungan
Penerapan berbagai pendekatan teknis pengelolaan pelayanan
sanitasi lingkungan dengan pendekatan siklus pemecahan
masalah, menggunakan teknologi tepat guna melalui
pemberdayaan masyarakat untuk terwujudnya lingkungan yang
sehat.
7. Area Pengelolaan Pelayanan Sanitasi Lingkungan
Pengelolaan pelayanan sanitasi lingkungan mencakup
perencanaan, pengorganisasian sumber daya, pelaksanaan
pelayanan sanitasi lingkungan, monitoring dan evaluasi
pelaksanaan pelayanan sanitasi lingkungan, dengan fokus upaya-
upaya penyehatan, pengamanan dan pengendalian di berbagai jenis
lokasi yaitu permukiman, fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas
umum, tempat kerja dan tempat rekreasi untuk terwujudnya
lingkungan yang sehat.

C. Penjabaran Kompetensi
1. Profesionalitas yang Luhur
a. Kompetensi Inti
Mampu melaksanakan pelayanan sanitasi lingkungan yang
profesional sesuai dengan nilai dan prinsip ketuhanan, moral
luhur, etika, disiplin, hukum, dan sosial budaya.
b. Lulusan Tenaga Sanitasi Lingkungan mampu:
1) Berketuhanan Yang Maha Esa
a) Bersikap dan berperilaku sebagai insan yang
berketuhanan dalam pelayanan sanitasi lingkungan.
b) Bersikap dan berperilaku sebagai Tenaga Sanitasi
Lingkungan dengan upaya terbaik.
2) Bermoral, beretika, dan disiplin.

143
144

a) Bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma dan


standar nilai moral yang luhur sebagai Tenaga Sanitasi
Lingkungan.
b) Bersikap sesuai dengan prinsip dasar etika profesi Tenaga
Sanitasi Lingkungan
c) Mengambil keputusan terhadap dilema etik yang terjadi
pada pelayanan sanitasi lingkungan.
d) Bersikap disiplin dalam menjalankan profesi sebagai
Tenaga Sanitasi Lingkungan.
e) Menginternalisasi nilai dan norma akademik yang benar
terkait dengan kejujuran, etika profesi, atribusi, hak
cipta, kerahasiaan dan kepemilikan data.
3) Sadar dan taat hukum
a) Menginventarisasi dan mempelajari regulasi dalam
pelayanan sanitasi lingkungan.
b) Menyadari tanggung jawab sebagai Tenaga Sanitasi
Lingkungan secara hukum dan menjaga ketertiban
masyarakat.
c) Taat terhadap perundang-undangan dan aturan yang
berlaku
d) Membantu penegakkan hukum serta keadilan.
4) Berwawasan sosial budaya
a) Mengenali sosial-budaya-ekonomi masyarakat
b) Menghargai perbedaan persepsi yang dipengaruhi oleh
agama, usia, gender, etnis, difabilitas, dan sosial-budaya-
ekonomi dalam pelayanan sanitasi lingkungan.
c) Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial dan
kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat dan
lingkungannya.
d) Menghargai upaya yang dilakukan oleh pemangku
kepentingan lainnya.
5) Berperilaku profesional

144
145

a) Menunjukkan karakter sebagai Tenaga Sanitasi


Lingkungan yang profesional
b) Bersikap dan berbudaya melayani
c) Mengutamakan kualitas sanitasi lingkungan
d) Bekerja sama intra tim sanitasi lingkungan dan
berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya
dalam rangka memelihara dan meningkatkan kualitasi
sanitasi lingkungan.
e) Melaksanakan pelayanan sanitasi lingkungan dalam
kerangka sistem kesehatan nasional dan global.
6) Mematuhi etika profesi
a) Menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan profesi
sanitasi dengan sebaik-baiknya.
b) Senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai
dengan standar profesi yang tertinggi.
c) Dalam melakukan pekerjaan atau praktek profesi
sanitasi, tenaga sanitasi lingkungan tidak boleh
dipengaruhi sesuatu yang mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi.
d) Harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat
memuji diri sendiri.
e) Senantiasa berhati-hati dalam menerapkan setiap
penemuan teknik atau cara baru yang belum teruji
kehandalannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan
keresahan masyarakat.
f) Hanya memberi saran atau rekomendasi yang telah
melalui suatu proses analisis secara komprehensif.
g) Dalam menjalankan profesi, tenaga sanitasi lingkungan
harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya
dengan menjunjung tinggi kesehatan dan keselamatan
manusia, serta kelestarian lingkungan.
h) Harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan klien
atau masyarakat dan teman seprofesi dan berupaya

145
146

untuk mengingatkan teman seprofesi yang diketahui


memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi,
atau yang melakukan penipuan atau kebohongan dalam
menangani masalah klien atau masyarakat.

2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri


a. Kompetensi Inti
Mampu melakukan pendekatan efektif dan efisien dalam
penanganan masalah sanitasi lingkungan secara mandiri
maupun kolaboratif. Penggunaan teknologi tepat guna untuk
deteksi dini masalah sanitasi lingkungan dengan menyadari
keterbatasan, mengatasi masalah personal, mengembangkan
diri, mengikuti penyegaran dan peningkatan pengetahuan
secara berkesinambungan serta mengembangkan
pengetahuan dan teknologi dalam rangka pelayanan sanitasi
lingkungan demi memelihara dan meningkatkan kualitas
sanitasi lingkungan.
b. Lulusan Tenaga Sanitasi Lingkungan Mampu:
1) Menerapkan internalisasi dan mawas diri
a) Mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan
fisik, psikis, sosial dan budaya diri sendiri.
b) Tanggap terhadap tantangan profesi.
c) Memahami dan menyadari perlunya kolaborasi
dengan profesi kesehatan dan pemangku
kepentingan lainnya.
d) Menyadari keterbatasan kemampuan diri dan
merujuk kepada yang lebih mampu.
e) Menerima dan merespons positif umpan balik dari
pihak lain untuk pengembangan diri.
2) Mempraktikkan belajar sepanjang hayat
a) Menyadari kinerja profesionalitas diri dan
mengidentifikasi kebutuhan belajar untuk mengatasi
kelemahan

146
147

b) Berperan aktif dalam upaya pengembangan profesi


3) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru
Melakukan penelitian ilmiah yang berkaitan dengan
masalah sanitasi lingkungan pada individu, keluarga
dan masyarakat serta mendiseminasikan hasilnya.
4) Mengembangkan teknologi tepat guna
Melakukan pengembangan teknologi tepat guna sesuai
dengan masalah, kondisi, dan ketersediaan sumber daya
setempat dalam rangka mengatasi masalah sanitasi
lingkungan yang lokal spesifik.
5) Mengembangkan jiwa kewirausahaan
Melakukan pengembangan jiwa kewirausahaan dalam
pengelolaan pelayanan sanitasi lingkungan di
permukiman, fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas
umum, tempat kerja, dan tempat rekreasi yang
memfasilitasi program sanitasi lingkungan.

3. Kepemimpinan dan Komunikasi Efektif


a. Kompetensi Inti
Mampu melakukan manajemen sumber daya untuk
tercapainya pelayanan sanitasi lingkungan yang efektif,
efisien, paripurna, dan kontinyu serta mampu memimpin dan
menggerakkan, menggali dan bertukar informasi secara
verbal dan nonverbal dengan klien, masyarakat, kolega,
profesi kesehatan lain, dan pemangku kepentingan lainnya,
dan melakukan komunikasi efektif.
b. Seorang Tenaga Sanitasi Lingkungan mampu:
1) Mempengaruhi anggota kelompok untuk mencapai tujuan
bersama
a) Mengelola potensi anggota kelompok dalam
penyusunan rencana kegiatan, pelaksanaan kegiatan
sesuai rencana yang telah disusun, monitoring dan

147
148

evaluasi, dan perbaikan sesuai hasil monitoring dan


evaluasi.
b) Mengarahkan dan fokus untuk menggerakkan potensi
anggota kelompok, tenaga kesehatan lain, dan
pemangku kepentingan lain dalam pelaksanaan
kegiatan.
2) Mengkoordinasikan dan mendelegasikan kerja dalam
kelompok
a) Menggalang koordinasi anggota kelompok, tenaga
kesehatan lain, dan pemangku kepentingan lain
dalam mengatasi masalah sanitasi lingkungan secara
terpadu dan mandiri.
b) Melakukan pendelegasian tugas dan fungsi kepada
anggota kelompok sesuai minat dan keahliannya
dalam melakukan kegiatan untuk mencapai suatu
tujuan bersama.
3) Menggalang, mempertahankan, dan meningkatkan
komitmen anggota kelompok
a) Membangun komunikasi interprofesional
b) Mewujudkan suasana kerja yang kondusif untuk
menjaga komitmen antara anggota kelompok agar
mempunyai semangat tinggi dalam melakukan
kegiatan.
c) Menggalang dan mempertahankan komitmen yang
telah dibuat oleh anggota kelompok untuk mencapai
tujuan bersama.
4) Menjadi agen perubahan di masyarakat.
a) Menginisiasi gagasan untuk mengkondisikan sanitasi
lingkungan
b) Keteladanan atau menjadi contoh dalam menciptakan
sanitasi dan kesehatan lingkungan
c) Menggerakkan masyarakat secara bersama-sama
untuk mewujudkan sanitasi lingkungannya

148
149

d) Menjadi provider dan fasilitator dalam bidang sanitasi


lingkungan
5) Melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada
masyarakat, mitra kerja, dan pemangku kepentingan
lainnya.
a) Memberikan informasi yang sebenarnya dan relevan
kepada penegak hukum, swasta , media massa dan
pihak lainnya jika diperlukan.
b) Mempresentasikan informasi ilmiah secara efektif.
c) Melakukan tatalaksana konsultasi dan rujukan yang
baik dan benar.
d) Melakukan komunikasi dengan masyarakat dalam
rangka mengidentifikasi masalah kesehatan dan
memecahkannya bersama-sama.
e) Kepekaan terhadap aspek sosial kultural masyarakat
6) Melakukan negosiasi dan advokasi dengan pihak-pihak
yang berkepentingan.
a) Melakukan negosisasi dengan pihak terkait dalam
rangka pemecahan masalah kesehatan individu,
keluarga, dan masyarakat.
b) Melakukan advokasi dengan pihak terkait dalam
rangka pemecahan masalah kesehatan individu,
keluarga, dan masyarakat.
7) Melakukan komunikasi efektif
Mengidentifikasi kebutuhan koordinasi dan informasi
dalam bidang sanitasi lingkungan, meliputi:
a) Penggunaan ilmu dan teknik komunikasi dalam
membangun kolaborasi dengan seluruh pemangku
kepentingan.
b) Pemilihan dan penggunaan teknik/ metode
komunikasi untuk pemberdayaan masyarakat dan
penanganan masalah sanitasi lingkungan.
c) Pemanfaatan media komunikasi untuk membangun

149
150

komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan.


d) Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang
santun dan dapat dimengerti.
e) Mendengarkan dengan aktif untuk menggali
permasalahan sanitasi lingkungan secara
komprehensif.
f) Penyampaian informasi yang terkait sanitasi
lingkungan (termasuk berita buruk, informed
consent) dan melakukan konseling dengan cara yang
santun, baik dan benar.
g) Kepekaan terhadap aspek sosial kultural
masyarakat.

4. Pengelolaan informasi
a. Kompetensi Inti
Kemampuan untuk pemanfaatan data dan informasi sebagai
referensi pengelolaan masalah lingkungan secara spesifik
dengan mengidentifikasi, menganalisis masalah sanitasi
lingkungan di wilayah kerjanya menjadi informasi yang akurat
sebagai bahan pengambilan keputusan untuk mengurangi dan
menghilangkan resiko lingkungan yang berdampak pada
kesehatan masyarakat.
b. Lulusan Tenaga Sanitasi Lingkungan mampu:
1) Melakukan pengumpulan, analisis, dan pengolahan data
sanitasi lingkungan dan data terkait lainnya dari berbagai
sumber, diantaranya:
a) Data sekunder
Data sekunder adalah data yang meliputi demografi,
pendidikan, sosial budaya, mata pencaharian, angka
kematian, angka penyakit, potensi masyarakat, cakupan
sarana sanitasi lingkungan dan lain-lain yang diperoleh
dari berbagai sumber instansi terkait dan masyarakat.

150
151

b) Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dengan
melakukan pengumpulan data secara observasi dan
wawancara langsung tentang kondisi sanitasi
lingkungan di permukiman, fasilitas umum dan fasilitas
pelayanan kesehatan, tempat kerja, dan tempat rekreasi.
2) Melakukan analisis dan interpretasi data sanitasi
lingkungan.
a) Menganalisis masalah sanitasi lingkungan yang
ditemukan dari hasil pengumpulan data secara primer
dan sekunder di wilayah kerjanya.
b) Menginterpretasikan data hasil analisis data terkait
masalah sanitasi lingkungan di wilayah kerjanya
3) Menyajikan hasil analisis dan interpretasi menjadi informasi.
a) Menyajikan hasil analisis data dalam bentuk table, grafik,
tren, dan lain-lain terkait masalah sanitasi lingkungan di
wilayah kerjanya
b) Melakukan interpretasi hasil analisis data menjadi
infromasi untuk disampaikan kepada pengambil
keputusan dan pemangku kepentingan lainnya.
4) Mendiseminasikan informasi kepada profesional kesehatan,
klien/keluarga, masyarakat dan pemangku kepentingan
lainnya untuk peningkatan kualitas sanitasi lingkungan.
a) Mendiseminasikan informasi hasil interpretasi data
kepada profesional kesehatan, klien/keluarga,
masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk
peningkatan kualitas sanitasi lingkungan.
b) Bekerja sama dengan berbagai pihak untuk
menyelesaikan masalah sanitasi lingkungan di wilayah
kerjanya.

5. Landasan Ilmiah Ilmu Biomedik, Sanitasi, Kesehatan


Masyarakat, dan Perilaku

151
152

a. Kompetensi Inti
Mampu memformulasikan masalah sanitasi lingkungan
berdaasarkan ilmu biomedik, sanitasi, kesehatan masyarakat,
dan perilaku dalam melaksanakan pelayanan sanitasi
lingkungan.
b. Lulusan Tenaga Sanitasi Lingkungan mampu:
1) Ilmu biomedik
Menerapkan ilmu biologi, kimia, dan fisika dalam
memahami berbagai potensi risiko lingkungan yang
mempengaruhi kondisi sanitasi lingkungan
2) Ilmu sanitasi
Menerapkan ilmu sanitasi dalam perumusan masalah dan
pendekatan untuk penyelesaian masalah sanitasi
lingkungan
3) Ilmu kesehatan masyarakat
Menerapkan ilmu kesehatan masyarakat pelaksanaan
survailans lingkungan untuk tercapainya sanitasi
lingkungan yang prima
4) Ilmu perilaku
Menerapkan ilmu perilaku untuk edukasi pemberdayaan
masyarakat agar mampu dan mandiri menjaga lingkungan
fisik, kimia, biologi, dan sosial dengan prinsip-prinsip
sanitasi lingkungan untuk mewujudkan lingkungan yang
sehat.

6. Keterampilan Tenaga Sanitasi Lingkungan


a. Kompetensi Inti
Penerapan keterampilan tenaga sanitasi lingkungan dalam
melaksanakan pelayanan sanitasi lingkungan meliputi:
1) Penyehatan media lingkungan;
2) Pengamanan faktor resiko lingkungan;
3) Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit;
dan

152
153

4) Penyelenggaraan sanitasi lingkungan dalam keadaan


tertentu.
b. Lulusan Tenaga Sanitasi Lingkungan harus mampu:
1. Melaksanakan penyehatan media lingkungan yang
meliputi upaya pencegahan penurunan kualitas media
lingkungan dan upaya peningkatan kualitas media
lingkungan, berupa air, udara, tanah, pangan, serta
sarana dan bangunan;
2. Melaksanakan pengamanan faktor risiko lingkungan
yang meliputi upaya perlindungan terhadap kesehatan
masyarakat dari dampak faktor risiko lingkungan;
3. Melaksanakan pengendalian vektor dan binatang
pembawa penyakit untuk mencegah terjadinya
penularan penyakit dan/atau gangguan kesehatan; dan
4. Menyelenggarakan sanitasi lingkungan dalam kondisi
tertentu yaitu matra dan ancaman global perubahan
iklim.

7. Pengelolaan Pelayanan Sanitasi Lingkungan


a. Kompetensi Inti
Pengelolaan pelayanan sanitasi lingkungan mencakup
perencanaan, pengorganisasian sumber daya, pelaksanaan
pelayanan sanitasi lingkungan, monitoring dan evaluasi
pelaksanaan pelayanan sanitasi lingkungan, dengan fokus
promotif, preventif, pengelolaan pelayanan, dan upaya
pemulihan di berbagai jenis fasilitas pelayanan kesehatan,
fasilitas umum, permukiman, tempat kerja dan tempat
rekreasi untuk terwujudnya lingkungan yang sehat.
b. Lulusan Tenaga Sanitasi Lingkungan mampu:
1) Melakukan upaya promotif di permukiman, fasilitas
pelayanan kesehatan, fasilitas umum, tempat kerja dan
tempat rekreasi untuk meningkatkan nilai-nilai,
pengetahuan, kesadaran, dan perilaku masyarakat tentang

153
154

lingkungan sehat sebagai salah satu cara untuk


mengurangi risiko terjadinya penyakit/gangguan
kesehatan.
2) Melakukan upaya preventif di permukiman, fasilitas
pelayanan kesehatan, fasilitas umum, tempat kerja dan
tempat rekreasi melalui penyehatan media lingkungan,
pengamanan faktor risiko lingkungan, dan pengendalian
vektor dan binatang pembawa penyakit untuk mencegah
gangguan kesehatan karena faktor lingkungan.
3) Melakukan pengelolaan pelayanan sanitasi lingkungan
dengan keterampilan tenaga sanitasi lingkungan,
pendekatan sosial dan budaya, dan penerapan teknologi
tepat guna.
4) Melakukan upaya pemulihan kondisi lingkungan pasca
pengelolaan pelayanan sanitasi lingkungan.

154
155

BAB IV
DAFTAR POKOK BAHASAN, MASALAH, DAN KETERAMPILAN

A. Daftar Pokok Bahasan

Institusi Pendidikan Sanitasi Lingkungan yang menghasilkan


Tenaga Sanitasi Lingkungan saat ini melaksanakan kurikulum
berbasis kompetensi, yang artinya adalah mengelaborasi standar
kompetensi ke dalam bentuk bahan ajar pendidikan dalam
pembelajaran. Penyelenggaraan pendidikan menggunakan kurikulum
nasional yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan
dikembangkan sesuai dengan falsafah dan misi lembaga pendidikan
Tenaga Sanitasi Lingkungan. Daftar pokok bahasan ini disusun oleh
organisasi profesi, bekerja sama dengan institusi pendidikan, asosiasi
institusi pendidikan, serta Kolegium.
Daftar pokok bahasan memuat pokok bahasan dalam proses
pembelajaran untuk mencapai 7 (tujuh) area kompetensi. Materi akan
diuraikan lebih lanjut sesuai bidang ilmu terkait dan dipetakan
sesuai dengan struktur kurikulum masing-masing, yaitu:

1. Area Kompetensi Profesionalitas yang Luhur


a. Agama sebagai nilai moral yang menentukan sikap dan
perilaku manusia.
b. Aspek agama dalam praktik sanitasi lingkungan pada
kelompok dan masyarakat.
c. Pluralisme keberagaman sebagai nilai sosial di masyarakat
dan toleransi.
d. Konsep masyarakat mengenai sehat dan sakit.
e. Kebutuhan pokok dan tujuan utama hidup manusia.
f. Aspek-aspek sosial dan budaya masyarakat terkait dengan
pelayanan sanitasi lingkungan.
g. Hak, kewajiban, dan tanggung jawab Tenaga Sanitasi
Lingkungan dalam pelayanan sanitasi lingkungan.
h. Prinsip-prinsip kepribadian, moralitas, logika dan taat hukum

155
156

dalam pelayanan sanitasi lingkungan.


i. Alternatif penyelesaian masalah sengketa hukum dalam
pelayanan sanitasi lingkungan.
j. Profesionalisme Tenaga Sanitasi Lingkungan (pengenalan
terhadap karakter profesionalisme), kerja sama dalam tim,
hubungan interprofesional Tenaga Sanitasi Lingkungan
dengan tenaga kesehatan lain.
k. Penyelenggaraan pelayanan Tenaga Sanitasi Lingkungan
termasuk kedisiplinan profesi.
l. Tenaga Sanitasi Lingkungan sebagai bagian dari masyarakat
umum dan masyarakat profesi.
m. Pancasila sebagai dasar negara, dan ideologi negara dan
kewarganegaraan serta sebagai dasar nilai pengembangan
ilmu dalam konteks sistem pelayanan kesehatan dan sanitasi
lingkungan
n. Identitas nasional, demokrasi Indonesia, wawasan nusantara,
ketahanan nasional dan integrasi nasional.
o. Internalisasi nilai dan norma akademik yang benar terkait
dengan kejujuran, etika profesi, atribusi, hak cipta,
kerahasiaan, dan kepemilikan data.
2. Area Kompetensi Mawas Diri dan Pengembangan Diri
a. Prinsip pembelajaran orang dewasa: belajar mandiri, berfikir
kritis, umpan balik konstruktif, dan refleksi diri.
b. Dasar-dasar keterampilan belajar sepanjang hayat:
pengenalan gaya belajar, pencarian literatur, penelusuran
sumber daya untuk belajar dan berfikir kritis dan inovatif,
mendengar aktif, membaca efektif, konsentrasi dan memori,
serta manajemen waktu.
c. Problem based learning: kepekaan dan pengenalan masalah
sanitasi lingkungan yang terjadi di masyarakat.
d. Problem solving: mengidentifikasi masalah, menganalisis
masalah, menetapkan prioritas masalah, menetapkan
alternatif dan menentukan solusi terbaik dengan

156
157

mempertimbangan risiko moderat.


e. Internalisasi semangat kewirausahaan dalam menjalankan
usaha serta aspek manajemen bisnis.
f. Motivasi diri, pengembangan inovasi, dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tepat guna (IPTEK).
3. Area Kompetensi Kepemimpinan dan Komunikasi Efektif
a. Kepemimpinan
1) Kepemimpinan yang efektif
2) Strategi membangun jiwa kepemimpinan
3) Jenis-jenis gaya kepemimpinan
b. Komunikasi efektif
1) Bahasa Indonesia untuk penggunaan bahasa yang baik,
benar, dan mudah dimengerti.
2) Jenis-jenis komunikasi
3) Proses komunikasi
a) Elemen komunikasi
b) Media komunikasi
c) Materi komunikasi
4) Gaya berkomunikasi
5) Tujuan dan fungsi komunikasi
6) Metode komunikasi dalam sanitasi lingkungan
4. Area Kompetensi Pengelolaan Informasi
a. Teknik keterampilan dasar pengelolaan (akses) teknologi
informasi.
b. Pengelolaan data dan informasi sanitasi lingkungan
c. Teknik pengisian checklist dan alat ukur dalam rangka
identifikasi kualitas media lingkungan
d. Teknik diseminasi informasi dalam bidang sanitasi lingkungan
5. Area Kompetensi Landasan Ilmiah Ilmu Biomedik, Sanitasi,
Kesehatan Masyarakat, dan Perilaku
a. Ilmu biomedik
Ilmu biomedik digunakan untuk melakukan identifikasi
hazard (bahaya) atau agent penyakit yang ditemukan di

157
158

lingkungan yang dapat menjadi risiko kesehatan bagi


masyarakat. Ilmu biomedik terdiri atas:
1) Fisika
2) Kimia
3) Biologi
b. Ilmu sanitasi
Ilmu sanitasi digunakan untuk melakukan pengawasan
terhadap faktor risiko lingkungan dan rehabilitasi terhadap
masalah sanitasi lingkungan melalui upaya:
1) Penyehatan media lingkungan
2) Pengamanan faktor resiko lingkungan
3) Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit
4) Penyelenggaraan sanitasi lingkungan dalam keadaan
tertentu

c. Ilmu kesehatan masyarakat


Ilmu Kesehatan masyarakat digunakan untuk melakukan
pengumpulan data, analisis, penyajian, interpretasi, serta
diseminasi informasi. Ilmu kesehatan masyarakat terdiri atas:
1) Epidemiologi
2) Biostatistik
3) Manajemen kesehatan
d. Ilmu perilaku
Ilmu perilaku digunakan untuk melakukan penggerakan dan
pemberdayaan masyarakat dalam mengatasi masalah sanitasi
lingkungan secara mandiri, terdiri atas:
1) Pemberdayaan masyarakat
2) Sosial budaya masyarakat
3) Psikologi
6. Area Kompetensi Keterampilan Tenaga Sanitasi Lingkungan
a. Penyehatan media lingkungan, meliputi:
1) Penyehatan kualitas air
2) Penyehatan kualitas udara

158
159

3) Penyehatan kualitas tanah


4) Penyehatan kualitas higiene sanitasi pangan
5) Penyehatan kualitas sarana dan bangunan
b. Pengamanan faktor risiko lingkungan, meliputi:
1) Perlindungan kesehatan masyarakat terhadap sampah
2) Perlindungan kesehatan masyarakat terhadap zat kimia
berbahaya
3) Perlindungan kesehatan masyarakat terhadap gangguan
fisika udara
4) Perlindungan kesehatan masyarakat terhadap radiasi
pengion dan non pengion
5) Perlindungan kesehatan masyarakat terhadap pestisida
6) Pengolahan limbah cair
7) Pengolahan limbah padat
8) Pengolahan limbah gas
9) Pengolahan limbah dari fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Pengendalian faktor risiko lingkungan, meliputi:
1) Pengamatan dan pengendalian faktor risiko lingkungan
yang berpotensi terhadap perkembangbiakan vektor
2) Pengamatan dan pengendalian faktor risiko lingkungan
yang berpotensi terhadap perkembangbiakan binatang
pembawa penyakit.
d. Penyelenggaraan sanitasi lingkungan dalam kondisi
tertentu, meliputi:
1) Penyelenggaraan sanitasi lingkungan dalam kondisi
matra
2) Penyelenggaraan sanitasi lingkungan dalam ancaman
global perubahan iklim.
7. Area Kompetensi Pengelolaan Pelayanan Sanitasi Lingkungan
a. Jenis-jenis kegiatan promotif di permukiman, fasilitas
pelayanan kesehatan, fasilitas umum, tempat kerja, dan
tempat rekreasi.

159
160

b. Jenis-jenis kegiatan preventif di permukiman, fasilitas


pelayanan kesehatan, fasilitas umum, tempat kerja, dan
tempat rekreasi.
c. Jenis-jenis kegiatan pengelolaan pelayanan di permukiman,
fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas umum, tempat kerja,
dan tempat rekreasi.
d. Jenis-jenis kegiatan pemulihan/rehabilitasi sanitasi
lingkungan di permukiman, fasilitas pelayanan kesehatan,
fasilitas umum, tempat kerja, dan tempat rekreasi.
e. Siklus pemecahan masalah sanitasi lingkungan.

B. Daftar Masalah
Daftar masalah berisikan masalah/keluhan/keadaan/kondisi
lingkungan yang memerlukan pendekatan oleh Tenaga Sanitasi
Lingkungan. Masalah ini diperoleh dari keluhan masyarakat/individu
dan observasi aktif/pengalaman Tenaga Sanitasi Lingkungan di
permukiman, fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas umum, tempat
kerja, dan tempat rekreasi.
Dalam melakukan pelayanan sanitasi lingkungan yang dimulai
dari tahap identifikasi sampai dengan monitoring dan evaluasi,
Tenaga Sanitasi Lingkungan harus memperhatikan kondisi klien dan
masyarakat serta kondisi sanitasi lingkungannya secara
komprehensif serta menjunjung tinggi profesionalisme serta etika
profesi. Pada saat pendidikan, calon Tenaga Sanitasi Lingkungan
perlu dikenalkan dengan berbagai masalah sanitasi lingkungan
berdasarkan identifikasi masalah melalui inspeksi dan konseling
serta pengukuran kualitas media lingkungan baik di lapangan
maupun di laboratorium yang dikonversikan dengan standar baku
mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan. Hasil
identifikasi masalah kemudian dilakukan analisis risiko untuk
menetapkan langkah-langkah pengelolaan pelayanan sanitasi
lingkungan dalam rangka mengatasi masalah yang ada.

160
161

Daftar Masalah ini disusun dengan tujuan untuk menjadi


acuan bagi institusi pendidikan sanitasi lingkungan dalam
menyiapkan sumber daya serta acuan untuk membentuk seorang
Tenaga Sanitasi Lingkungan yang kompeten dalam penanganan
permasalahan sanitasi lingkungan. Permasalahan sanitasi
lingkungan ini dapat terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas
umum, dan fasilitas lain.

Daftar masalah terdiri atas dua bagian yaitu:

a. Bagian I memuat daftar masalah pelayanan sanitasi lingkungan


yang berisi daftar masalah yang berasal dari pengguna pelayanan.
b. Bagian II memuat daftar masalah yang sering kali dihadapi
Tenaga Sanitasi Lingkungan yang terkait dengan profesinya.

Tabel 4.1

Daftar Masalah Versi Pengguna Pelayanan Sanitasi Lingkungan


No Lingkup Daftar Masalah
A. Penyehatan Media Lingkungan
1 Media Air  Air keruh, berwarna, berasa, berbau
 Sumber air minum sulit didapat (kurang
mencukupi)
 Sumber air minum tidak terlindung
 Badan air (sungai, danau) tercemar
 Minum air yang tidak dimasak
 Masih menggunakan badan air untuk
keperluan hidup sehari-hari (mandi,
mencuci)
 Menyimpan air minum di tempat yang
kotor
 Penampungan air minum tidak terlindung
2 Media Udara  Kebakaran/pembakaran hutan dan lahan
 Asap kendaraan bermotor
 Asap dari pabrik/industri hitam, berbau
 Pembakaran sampah rumah tangga
 Sirkulasi udara kurang baik
 Perawatan pendingin ruangan kurang baik

161
162

No Lingkup Daftar Masalah


 Menyesakkan karena terlalu padat
penghuni
 Kelembaban udara di dalam ruangan
(pengap, berjamur)
 Suhu udara di dalam ruangan dengan
menggunakan mesin (panas)
3 Media Tanah  Tanah tercemar oleh pestisida
 Pengelolaan sampah yang kurang baik
 Tanah tercemar oleh kotoran manusia
 Tanah becek dan licin dapat menimbulkan
kecelakaan
 Tanah banyak mengandung cacing
 Menempatkan pemukiman di tanah yang
rawan bencana alam
4 Media Pangan  Keracunan pangan
 Perilaku penjamah pangan yang tidak
sehat
 Bahan pangan yang tidak aman dan sehat
 Penggunaan bahan tambahan pangan
yang berbahaya
 Cara memilih, menyimpan, mengolah, dan
menyajikan pangan yang tidak sehat
 Tempat pengelolaan pangan (TPM) yang
tidak memenuhi syarat kesehatan
5 Media Sarana dan  Penggunaan material bangunan yang tidak
Bangunan memenuhi syarat kesehatan
 Bangunan mudah roboh
 Lokasi bangunan tidak memenuhi syarat
kesehatan
 Lantai bangunan tidak kedap air
 Tata ruang dan tata letak perabot yang
tidak sesuai dengan aspek kesehatan
 Tidak/kurang tersedianya fasilitas sanitasi
lingkungan yang memenuhi syarat
kesehatan
B. Pengamanan Faktor Risiko Lingkungan
1 Pengelolaan Sampah  Sampah dibuang di sembarang tempat
 Tidak tersedia tempat sampah yang
mencukupi
 Sampah tidak dipilah sesuai jenisnya

162
163

No Lingkup Daftar Masalah


 Sampah tidak diangkut
 Sampah dibakar di wilayah pemukiman
 Sampah dibuang di sungai dan badan air
lainnya
 Sampah menimbulkan bau dan banyak
serangga dan tikus
 Tidak tersedia Tempat Pembuangan
Sampah Sementara (TPS) yang mencukupi
 Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA)
tidak dikelola dengan baik
2 Penggunaan Bahan  Penggunaan B3 pada pangan
Berbahaya dan  Pengunaan bahan kosmetik yang
Beracun (B3) berbahaya
 Penggunaan bahan pewarna, pengawet,
penyedap, dan pemanis yang berbahaya
pada pangan
 Penggunaan bahan pembasmi hama
(pestisida)
 Penggunaan zat aditif, zat aromatik yang
tidak sesuai dengan persyaratan
kesehatan
3 Fisika Udara  Pencahayaan kurang
 Suhu ruangan tidak sehat / terlalu panas
atau terlalu dingin
 Kelembaban udara yang tidak sehat/
terlalu rendah atau terlalu tinggi
 Gangguan kebisingan
 Gangguan getaran
4 Radiasi  Gangguan radiasi pengion (nuklir)
 Gangguan radiasi pengion di permukiman
daerah pertambangan
 Gangguan radiasi non pengion
(elektromagnetik), seperti alat elektronik
yang tidak memenuhi syarat kesehatan,
tinggal di bawah Saluran Udara Tegangan
Ekstra Tinggi (SUTET)
 Pembuangan sampah radio aktif dari
fasyankes dan industri
5 Pestisida  Penggunaan pestisida di pertanian,
perkebunan, kehutanan tidak

163
164

No Lingkup Daftar Masalah


memperhatikan aspek kesehatan
 Perilaku pengguna pestisida yang tidak
sesuai aspek kesehatan antara lain petani
mencampur pestisida dengan tangan,
petani menyemprot tidak searah dengan
arah angin
 Menyimpan pestisida berdekatan dengan
makanan
 Sampah bekas pestisida dibuang
sembarangan
6 Pengolahan Limbah  Limbah (padat, cair, gas) berbau karena
tidak diolah dengan baik dan benar
 Limbah cair dari pabrik dan rumah tangga
dibuang di badan air tanpa pengolahan
 Limbah padat / sampah pabrik dibuang di
permukiman
 Limbah padat yang berasal dari fasilitas
pelayanan kesehatan (infeksius) dibuang di
TPA karena tidak dikelola dengan baik
 Limbah cair dari fasilitas pelayanan
kesehatan dibuang di badan air tanpa
pengolahan terlebih dahulu
 Limbah padat seperti jarum suntik,
potongan tubuh, dibakar tidak dengan
incinerator
7 Pengamanan Limbah  Pengolahan limbah tidak diawasi dengan
benar
 Pengolahan limbah yang berasal dari
fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes)
tidak diawasi dengan baik
C. Pengendalian Faktor Risiko Lingkungan
1 Vektor  Banyak gangguan nyamuk
 Banyak tempat perkembangbiakan
nyamuk baik alamiah maupun buatan
manusia
 Kasus penyakit malaria, demam berdarah,
dan chikungunya
 Ditemukannya jentik nyamuk di tempat
penampungan air, toilet, kamar mandi
maupun di halaman rumah
 Ditemukannya jentik nyamuk di rawa-
164
165

rawa, sekitar hutan bakau


2 Binatang pembawa  Adanya penyakit pes, leptospirosis,
penyakit antraks, schistosomiasis
 Gangguan tikus, lalat, kecoa di dalam dan
di sekitar rumah
 Adanya sarang tikus, lalat, dan kecoa di
dalam rumah
 Adanya bekas gigitan tikus, rute jalan
tikus
 Lalat di tempat terbuka, seperti tempat
sampah, di makanan yang tidak tertutup.

D. Penyelenggaraan Sanitasi Lingkungan dalam Keadaan Tertentu


1 Kondisi Matra  Kekurangan sarana sanitasi dasar, seperti
air bersih, toilet, tempat sampah saat
terjadi bencana, pengungsian,
transmigrasi, event nasional, seperti haji
dan jambore pramuka
 Meningkatnya kasus penyakit, seperti
diare, ISPA, penyakit kulit di kawasan
bencana
 Banyaknya sampah berserakan
 Banyaknya lalat dan nyamuk
2 Ancaman global  Udara panas
perubahan Iklim  Kelembaban rendah
 Kebakaran hutan/lahan
 Kekeringan/sulit mendapatkan air
 Banjir/ rob air laut

Tabel 4.2
Daftar Masalah Individu Tenaga Sanitasi Lingkungan
No Lingkup Daftar Masalah
1. Permasalahan  Kurang tertibnya dalam penyusunan dokumen
individu kegiatan keprofesian, sehingga timbul kesulitan
terkait dalam penyusunan laporan kegiatan dan bukti
tanggung tervalidasi dalam mendapatkan angka kredit
jawab jabatan fungsional/Satuan Kredit Profesi (SKP)
profesinya  Melakukan penyelenggaraan sanitasi lingkungan
tidak sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya.

165
166

 Tidak mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR)


 Tidak mengindahkan Standar Prosedur
Operasional (SPO) dalam melaksanakan tugas.
 Kurang kemampuan dalam melakukan tugas
 Kurang kemampuan dalam beradaptasi dengan
rekan kerja dan masyarakat.
 Tidak memberikan pelayanan yang maksimal
terhadap klien.
 Tidak percaya diri dalam melaksanakan pelayanan
profesi
2. Peralatan  Kurang memadainya peralatan yang dibutuhkan
oleh Tenaga Sanitasi Lingkungan dalam
menyelenggarakan pekerjaannya.
3. Etika Profesi  Berselisih paham dengan tenaga sanitasi
lingkungan dan/atau profesi lain
 Bekerja di bawah standar yang telah ditentukan
 Melakukan manipulasi data hasil pemeriksaan
 Bekerja tidak sesuai kompetensinya
 Bersikap kasar dan tidak melindungi keamanan
klien/masyarakat
 Tidak bekerjasama dengan profesi lain dalam
melakukan tugas profesinya
 Tidak melaksanakan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya dengan baik
 Tidak mengikuti upaya pemeliharaan dan
peningkatan pengetahuan/keterampilan sesuai
perkembangan IPTEK
4. Disiplin  Melanggar ketentuan institusi tempat bekerja.
 Tidak memperhatikan keselamatan diri
 Melanggar Standar Prosedur Operasional dan
Standar Pelayanan

C. Daftar Keterampilan
Dalam melaksanakan tugas sebagai Tenaga Sanitasi
Lingkungan, seorang Tenaga Sanitasi Lingkungan harus menguasai
pengetahuan, sikap, dan keterampilan di bidang sanitasi lingkungan,
yang meliputi upaya penyehatan media lingkungan, pengamanan
faktor risiko lingkungan, pengendalian vektor dan binatang pembawa

166
167

penyakit, serta upaya penyelenggaraan kesehatan lingkungan dalam


keadaan tertentu (matra dan perubahan iklim).
Di samping itu, seorang Tenaga Sanitasi Lingkungan harus
mampu mengelola sumber daya yang tersedia dalam melakukan
kegiatan untuk mengatasi masalah sanitasi lingkungan di
pemukiman, fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas umum, tempat
kerja dan tempat rekreasi. Kemampuan Tenaga Sanitasi Lingkungan
di dalam standar kompetensi ini dapat ditingkatkan melalui formal
dan pelatihan berkelanjutan dalam rangka memenuhi tuntutan
perkembangan ilmu dan teknologi yang diselenggarakan oleh
organisasi profesi atau lain yang telah diakreditasi oleh yang
berwenang. Daftar keterampilan Tenaga Sanitasi Lingkungan ini
disusun dengan tujuan untuk menjadi acuan bagi institusi tenaga
sanitasi lingkungan, pengelola program, dan para pemangku
kepentingan lainnya dalam menyiapkan sumber daya manusia yang
mempunyai kemampuan minimal yang harus dikuasai oleh seorang
Tenaga Sanitasi Lingkungan.
Daftar keterampilan Tenaga Sanitasi Lingkungan
dikelompokkan dalam 4 bagian yaitu penyehatan media lingkungan,
pengamanan faktor resiko lingkungan, pengendalian vektor dan
binatang pembawa penyakit, dan penyelenggaraan kesehatan
lingkungan dalam keadaan tertentu (matra dan perubahan iklim).
Pada setiap kompetensi ditetapkan tingkat kemampuan yang harus
dicapai Tenaga Sanitasi Lingkungan dengan menggunakan Piramida
Miller (knows, knows how, shows, does).
Tingkat kemampuan untuk Tenaga Sanitasi Lingkungan terdiri
atas tingkat kemampuan lulusan pendidikan vokasi (setingkat
Diploma III dan Sarjana Terapan) dan lulusan pendidikan profesi.

Does

Shows
167

Knows how
168

Gambar 4.1

Piramida Miller

Tingkat kemampuan 1 (knows): Mengetahui dan menjelaskan


Tenaga Sanitasi Lingkungan harus memahami konsep teori,
mengenali tanda dan gejala, mengetahui pengelompokkan masalah
sanitasi lingkungan berdasarkan tanda dan gejala. Bila menemukan
pelayanan sanitasi dengan karakteristik tersebut, Tenaga Sanitasi
Lingkungan wajib merujuk ke tenaga lain yang memiliki kemampuan
untuk menangani masalah tersebut.

Tingkat kemampuan 2 (knows how): Pernah melihat atau


didemonstrasikan
Tenaga Sanitasi Lingkungan mampu mengenali tanda dan gejala,
pengelompokkan masalah sanitasi lingkungan, serta mengetahui
pendekatan yang dapat dilakukan untuk identifikasi masalah,
sehingga dapat dirancang pemecahan masalahnya. Selama
keterampilan ini tidak dilatihkan, hanya diajarkan teori, dengan
tambahan demonstrasi dalam bentuk peragaan atau video.

168
169

Tingkat kemampuan 3 (Shows): Terampil melakukan atau terampil


menerapkan di bawah supervisi
Tenaga Sanitasi Lingkungan mampu memahami dan mengidentifikasi
masalah sanitasi lingkungan dengan menerapkan pendekatan/
keterampilan tertentu dalam lingkup sanitasi lingkungan dengan
arahan dan bimbingan. Keterampilan memahami dan melaksanakan
pendekatan tersebut diperoleh melalui praktik selama menjalani
pendidikan.

Tingkat kemampuan 4 (Does): Terampil melakukan secara mandiri


Tenaga Sanitasi Lingkungan mampu memahami dan mengidentifikasi
masalah sanitasi lingkungan dengan menerapkan pendekatan/
keterampilan tertentu dalam lingkup sanitasi lingkungan dan
memberikan solusi secara mandiri. Keterampilan memahami dan
melaksanakan pendekatan tersebut diperoleh melalui praktik selama
menjalani pendidikan.

Tabel 4.3

Matriks tingkat Kompetensi Tenaga Sanitasi Lingkungan, Metode


Pembelajaran dan Metode Penilaian untuk setiap tingkat kemampuan

Kriteria Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4

Mengetahui teori

Mengetahui permasalahan dan solusinya


Tingkat Penerapan keterampilan di
Keterampilan bawah supervisi

Penerapan
keterampilan
secara mandiri

Pembelajaran aktif: kuliah, diskusi, dan belajar mandiri

Metode
Observasi langsung atau demonstrasi

169
170

Pembelajaran Berlatih keterampilan dan


praktik terbatas

Praktik magang

Metode Ujian tulis Penyelesaian Objective Work-based


Penilaian khusus Structured Assessment
secara Assessment seperti portofolio
tertulis dan of Technical dan buku log
atau lisan Skill (OSATS)
(oral test)

Tabel 4.4
Daftar Keterampilan Tenaga Sanitasi Lingkungan
Bidang Penyehatan Media Lingkungan
Tingkat
Kemampuan
Daftar Keterampilan
Vokasi Profesi

1. Media Air

1.1 Surveilans Kualitas Air

a. Inspeksi sanitasi

Pengamatan dengan formular tentang kondisi, sarana,


jarak dengan sumber pencemaran, jenis dan karakteristik 4
4
sumber air dengan memberikan skor dan pembobotan
untuk menilai besarnya risiko terjadinya pencemaran air
b. Pengukuran kualitas air di lapangan

1) Pengukuran kualitas fisik

a) Air minum 4 4

 Dengan pancaindera: bau dan rasa

 Dengan alat Sanitarian Field Kit: pH, kekeruhan,


suhu, warna dan zat padat terlarut (TDS)
b) Air untuk keperluan higiene dan sanitasi 4 4

 Dengan pancaindera: bau, dan rasa

170
171

 Dengan alat Sanitarian Field Kit: kekeruhan,


suhu, warna dan zat padat terlarut (TDS)
c) Air kolam renang 4 4

 Dengan pancaindera: bau dan rasa

 Dengan alat Sanitarian Field Kit: kekeruhan,


kejernihan, suhu dan warna
d) Solus per Aqua (SPA) 4 4

 Dengan pancaindera: bau

 Dengan alat Sanitarian Field Kit: kekeruhan,


kejernihan, warna dan suhu
e) Air pemandian umum 4 4

 Dengan alat Sanitarian Field Kit: suhu, indeks


sinar matahari (ultraviolet index) dan kejernihan
2) Pengukuran kualitas biologi dengan alat Sanitarian
Field Kit: E. coli, total coliform, Heterotropic Plate Count 4
4
(HPC), Pseudomonas aeruginosa, Straphylococcus
aureus, Legionella spp dan Interococci
3) Pengukuran kualitas kimia dengan alat Water Test Kit
Portable: As, F, NO2, NO3, Cn, Al, Fe, CaCO3, Chloride 4 4
(Cl-), Mn, Zn, SO4, Cu, NH3, Cl, Cr dan Se
c. Pengambilan sampel air untuk pemeriksaan di 4
4
laboratorium
1) Pengambilan sampel air untuk pemeriksaan biologi dari
berbagai sumber air dengan alat pengambil sampel:
botol steril, label, spidol, burner, termos
2) Pengambilan sampel air untuk pemeriksaan kimia dari
berbagai sumber air dengan alat: jerigen plastik
(minimal 2 liter), label, spidol permanen, gayung
d. Pengiriman sampel air ke laboratorium tidak boleh lebih 24 4
4
jam, apabila lebih 24 jam diperlukan perlakuan khusus
e. Pemeriksaan sampel air untuk parameter wajib di
laboratorium
1) Pemeriksaan biologi

a) Air minum: E. coli dan total coliform 4 4

b) Air untuk keperluan higiene sanitasi: E. coli dan 4


4
total coliform
c) Air kolam renang: E. coli, HPC, Pseudomonas
aeruqinosa, Staphylococcus aureus, dan Leqionella 4 4
spp.
d) Solus per Aqua (SPA): E. coli, HPC, Pseudomonas 4
4
aeruginosa dan Legionella spp.

171
172

e) Air pemandian umum: Interococci dan E. coli 4 4

2) Pemeriksaan kimia sesuai dengan parameter wajib

a) Air minum: Arsen, Fluoride, Total Kromium,


Cadmium, Nitrit, Nitrat, Sianida, sisa Chlor Dan 4 4
Selenium
b) Air untuk keperluan higiene sanitasi: Besi, Fluoride,
Kesadahan, Mangan, Nitrat, Nitrit, Sianida, Deterjen 4 4
Dan Pestisida Total
c) Kolam renang: Alkalinitas, pH, Sisa Chlor Bebas,
sisa Chlor, Terikat, Total Bromine, sisa Bromine Dan 4 4
Oxidation Reduction Potential (ORP)
d) SPA: Alkalinitas, Sisa Chlor Bebas, sisa Chlor
Terikat, Total Bromine, Sisa Bromine Dan Oxidation 4 4
Reuction Potential (ORP)
e) Pemandian umum: oksigen terlarut dan pH 4 4

f. Pemeriksaan parameter kimia tambahan sampel air:

1) Air minum: Air raksa, Antimon, Barium, Boron,


Molybdenum, Nikel, Sodium, Timbal, Uranium, Zat
Organik (KMnO4), Deterjen, Chlorinate alkanes,
Chlorinated ethenes, Aromatic Hydrocarbons,
Chlorinated benzenes, Di(2-ethylhexyl)phthalate, 2 3
Acrylamide, Epichlorohydrin, Hexachlorobutadiene,
Ethylenediaminetetraacetic acid (ADTA), Nitrilotriacetic
acid (NTA), Pestisida, Desinfektan dan Hasil
Sampingannya serta zat Radioaktifitas
2) Air higiene sanitasi: Air raksa, Arsen, Cadmium,
Kromium (Valensi 6), Selenium, Seng, Sulfat, Timbal. 2 3
Benzene, Zat Organik (Kmno4) dan Zat Radioaktifitas
g. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium secara manual 4
4
atau menggunakan aplikasi
h. Penilaian status kualitas air 3 4

1.2 Analisis Risiko Kualitas Air 3 4

a. Pengkajian data hasil surveilans kualitas air

b. Identifikasi bahaya yang berdampak pada kesehatan


masyarakat
c. Penilaian risiko

d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko

1.3 Pengembangan Teknologi Tepat Guna (TTG) Peningkatan


Kualitas Air, seperti: saringan pasir lambat, reverse osmosis 3 4
(RO), ultra violet (UV), aerasi dan ozonisasi

172
173

1.4 Pengolahan Kualitas Air secara Sederhana, seperti: filtrasi,


4 4
koagulasi, sedimentasi dan aerasi

1.5 Pengendalian Kualitas Air secara Sederhana, seperti: desinfeksi


4 4
dan dekontaminasi

2. Media Udara

1.1 Surveilans Kualitas Udara

a. Inspeksi sanitasi sumber pencemar udara 4 4

Pengamatan dengan formulir tentang kondisi sarana dan


karakteristik sumber pencemaran udara, jarak dengan
permukiman, jumlah populasi yang terpapar dengan skor
dan pembobotan untuk menilai risiko pajanan yang terjadi
terhadap manusia
a) Pengukuran kualitas udara di lapangan

1) Pengukuran kualitas fisik dengan alat Air Sanitarian Kit

b) Dalam dan luar ruangan: mengukur suhu,


kelembaban, kecepatan laju udara, tekanan dan
mengukur kadar particulate PM2,5 serta PM10 4
4
Ruangan Fasilitas Pelayanan Kesehatan: suhu,
kelembaban, pencahayaan, kebisingan dan ventilasi
(laju udara) dengan alat Sanitarian Field Kit
2) Pengukuran kualitas kimia dan radioaktif dengan alat
Air Sanitarian Kit
a) Di dalam ruangan dan di ambien dideteksi adanya
gas CO, CO2, NO2, SO2, O2, HCHO, VOC,
Environmental Tobacco Smoke (ETS), sedangkan 4
4
untuk unsur kimia lain dan logam berat tidak
dilakukan pengukuran dilapangan, melainkan
dilakukan pemeriksaan di laboratorium
b) Pengukuran radioaktifitas di dalam ruangan
diindikasikan dengan adanya gas rodon di 4 4
perumahan yang berasal dari kerak bumi
c) Pengukuran biologi dalam ruangan: E. coli , total 4
4
coliform dan bakteri pathogen
b. Pengambilan sampel udara untuk uji laboratorium

1) Untuk udara di dalam ruangan dengan alat Impringer


atau Low Volume Sampler (LVS) dan Microbiology Air 4 4
sampler Kit
2) Untuk udara di luar ruangan dengan alat High Volume 4
4
Air Sampler (HVAS) dan Impinger (untuk kimia udara)
c. Pengiriman sampel kualitas udara ke laboratorium 4 4

173
174

d. Pemeriksaan sampel udara di laboratorium

1) Pemeriksaan kualitas fisik udara: konsentrasi


particulate
a) Kualitas udara dalam ruang: PM2,5 dan PM10 4 4

b) Kualitas udara luar ruangan: PM10 4 4

2) Pemeriksaan kualitas kimia udara:

a) Kualitas udara dalam ruang: CO, CO2, Pb, NO2, SO2, 3


2
HCHO, T.VOC, Asbes dan ETS
b) Kualitas udara luar ruang: SO2, CO, NO2, O3, HC,
Pb, Total Fluoride, Fluor Index, Chlorine, Chlorine 2 3
Dioxide, Sulphate
3) Pemeriksaan kualitas biologi udara diutamakan untuk
udara dalam ruang meliputi: jumlah mikroba di udara 4
4
(Total Mikroba), jamur dan bakteri pathogen/bakteri
infeksius
e. Interpretasi hasil pemeriksaan sampel di laboratorium 4
4
secara manual atau menggunakan aplikasi
f. Penilaian status kualitas udara 3 4

2.2 Analisis Risiko Kualitas Udara 3 4

a. Pengkajian data hasil surveilans kualitas udara

b. Identifikasi bahaya yang berdampak pada kesehatan


masyarakat
c. Penilaian risiko

d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko

2.3 Pengembangan Teknologi Tepat Guna (TTG) Peningkatan


Kualitas Udara meliputi: pembuatan ventilasi, pembuatan
3 4
cerobong asap, pembuatan blower, pembuatan jendela dan
inovasi baru lainnya

2.4 Rekayasa Lingkungan Pencegahan Penurunan Kualitas Udara


meliputi: penghijauan, pengaturan arus lalu lintas, pengaturan
2 3
terminal dan pengurangan penggunaan BBM yang
mengandung Pb

3. Media Tanah

3.1 Surveilans Kualitas Tanah

a. Inspeksi sanitasi sumber pencemar tanah:


Pengamatan dengan formulir tentang karakteristik dan
jenis pemanfaatan tanah, jarak dengan sumber 4 4
pencemaran tanah, jenis dan karakteristik sumber
pencemaran tanah, penduduk yang terpapar dengan

174
175

memberikan skor serta pembobotan untuk menilai


besarnya risiko terjadinya pencemaran sumber tanah
b. Pengukuran kualitas tanah di lapangan dengan alat Soil
Sanitation Field Kit
1) Pengukuran kualitas fisik meliputi suhu, kelembaban,
jenis tanah dan keberadaan benda yang dapat 4
4
menimbulkan kecelakaan seperti paku, kawat berkarat,
pecahan kaca
2) Pengukuran kualitas biologi di lapangan meliputi: 4
4
pemeriksaan E. coli, total coliform dan telur cacing
3) Pengukuran kualitas kimia tanah meliputi : pH, Al, As,
B, Cd, CO, Cu, Pb, Hg, Se, Sn, Zn, Fluorida, CN, Nitrat, 4 4
Nitrit, Pestisida (Organofosfat dan Karbamat)
c. Pengambilan sampel tanah untuk uji laboratorium dengan
alat Soil Sanitation Field Kit meliputi: kantong plastik kecil 4
4
steril atau botol steril, kantong plastik yang tidak steril,
label, spidol dan sendok semen
d. Pengiriman sampel tanah untuk pemeriksaan sampel di 4
4
laboratorium
e. Pemeriksaan sampel tanah untuk pemeriksaan biologi dan
kimia di laboratorium
1) Pemeriksaan biologi 4 4

a) Jumlah dan jenis telur cacing

b) E. coli dan total coliform

2) Pemeriksaan kimia

a) Anorganik: Al, Sb, As, Ba, Be, B, Cd, CO, Cr6+, Cu, 3
2
Pb, Hg, NO, Ni, Se, Sn, Ag, Zn
b) Anion: CN, Flourida, NO3, NO2 2 3

c) Organik: benzene, C6..C9 Petroleum Hidrokarbon,


C10..C36 Petroleum Hidrokarbon, poliklinik aromatic 2 3
hidrokarbon, etil benzene, toluene, xylene
d) Pestisida: Aldrine+Dieldrine, DDT, klordana, 3
2
heptaklor, lindane mitoxiklor, pentaklorofenol
f. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium secara 4
4
manual atau menggunakan aplikasi
g. Penilaian status kualitas tanah 3 4

3.2 Analisis Risiko Kualitas Tanah 3 4

a. Pengkajian data hasil surveilans kualitas tanah

b. Identifikasi bahaya yang berdampak pada kesehatan


masyarakat
c. Penilaian risiko

175
176

d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko

3.3 Pengembangan Teknologi Tepat Guna (TTG) Pencegahan


Penurunan Kualitas Tanah
a. Pembuatan jamban keluarga/WC/toilet 4 4

1) Jamban cubluk

2) Jamban tanpa air

3) Jamban pasang surut

4) Jamban lahan gambut

5) Jamban dari bahan material kayu dan bambu

b. Inovasi baru di bidang TTG kualitas tanah 3 4

4. Media Pangan

4.1 Surveilans Kualitas Higiene Sanitasi Pangan

a. Inspeksi sanitasi proses pengelolaan pangan


Pengamatan dengan formulir tentang kondisi sarana
tempat pengelolaan pangan, jarak dengan sumber
pencemaran pangan, jenis dan karakteristik sumber 4 4
pencemaran pangan dengan memberikan skor serta
pembobotan untuk menilai besarnya risiko terjadinya
pencemaran pangan
b. Pengukuran kualitas higiene sanitasi pangan di lapangan,
terdiri atas:
1) Pemeriksaan kualitatif kualitas fisik

a) Panca indera: bau, warna, rasa, pecahan kaca,


kerikil, potongan lidi, rambut, isi staples dan 4 4
lainnya
b) Suhu, kelembaban, pencahayaan dan kadar air 4
4
dengan alat Food Hygiene Sanitation Kit
2) Pemeriksaan kualitatif biologi: E. coli, Staphylococus, 4
4
Salmonella dengan alat Food Hygiene Sanitation Kit
3) Pemeriksaan kualitatif kimia: pH, Arsen, Cd, Hg, Sn,
Pb, Formalin, Boraks, Rhodamin B, Kuning metanil, CN 4 4
dengan alat Food Hygiene Sanitation Kit
c. Pengambilan sampel pangan untuk uji laboratorium
dengan alat pengambil sampel:
1) Pemeriksaan biologi dengan alat Food Hygiene
Sanitation Kit meliputi: kantung plastik/botol steril
berlabel dimasukkan dalam termos yang dilengkapi 4 4
dengan es batu. Sampel yang diambil adalah pangan
yang mudah rusak (perishable foods)

176
177

2) Pemeriksaan kimia dengan alat Food Hygiene Sanitation


Kit meliputi: kantung plastik berlabel sesuai jenis dan 4
4
jumlah pangan yang dicurigai mengandung bahan
kimia berbahaya
d. Pengiriman sampel pangan untuk uji laboratorium dengan
alat pengirim sampel dan sampel dikirim ke laboratorium 4
4
kurang dari 24 jam, apabila lebih dari 24 jam perlu
perlakuan khusus
e. Pemeriksaan sampel pangan di laboratorium:

1) Pemeriksaan biologi: E. coli, Staphylococcus dan 4


3
Salmonella
2) Pemeriksaan kimia: Arsen, Cd, Hg, Sn, Pb, Cu, Ag, CN,
Formalin, Boraks, Rhodamin B, Kuning Metanil dan 2 3
pestisida
f. Interpretasi hasil laboratorium secara manual atau 4
4
menggunakan aplikasi
g. Penilaian status kualitas higiene sanitasi pangan 3 4

4.2 Analisis Risiko Kualitas Higiene Sanitasi Pangan 3 4

a. Pengkajian data hasil surveilans kualitas higiene sanitasi


pangan
b. Identifikasi bahaya yang berdampak pada kesehatan
masyarakat
c. Penilaian risiko

d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko

4.3 Hazzard Analysis Critical Control Point (HACCP) 3 4

a. Pengkajian data jenis dan sarana pengelolaan higiene


sanitasi pangan yang akan dilakukan kajian HACCP
b. Penilaian HACCP

c. Penetapan status HACCP

4.4 Pengamatan dan Pemeriksaan Higiene Penjamah Pangan 4 4

a. Pengawasan higiene penjamah pangan

b. Pemeriksaan spesimen penjamah pangan di laboratorium

c. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium higiene


penjamah pangan secara manual atau menggunakan
aplikasi
d. Penetapan status hygiene penjamah pangan

4.5 Pengembangan Teknologi Tepat Guna (TTG) Perlindungan


Kualitas Higiene Sanitasi Pangan, seperti: penyimpanan, 3 4
pengamanan, pengawetan dan pengolahan serta penyajian

177
178

pangan
5. Media Sarana dan Bangunan

5.1 Surveilans Kualitas Sanitasi Sarana dan Bangunan

a. Inspeksi kualitas sanitasi sarana dan bangunan:


Pengamatan dengan formulir tentang jenis dan
karakteristik material bangunan yang digunakan di
masyarakat dan yang dijual di pasaran dengan 4 4
memberikan skor serta pembobotan untuk menilai
besarnya risiko terjadinya pencemaran kualitas sarana
dan bangunan
b. Pengukuran kualitas sanitasi sarana dan bangunan di
lapangan (diukur di dalam ruangan):
1) Pemeriksaan kualitatif fisik: particulate PM2,5 dengan 4
4
alat Particulate Counter
2) Pemeriksan radioaktif dengan pengukuran gas radon 4
4
dengan alat Radon Meter
c. Pengambilan sampel sarana dan bangunan untuk
pemeriksaan kimia di laboratorium adalah sampel material
bangunan yang berpotensi mengandung bahan berbahaya 4 4
dengan alat Sanitarian Field Kit. Untuk pemeriksaan Asbes
pengambilan sampel dengan alat Impinger
d. Pengiriman sampel sarana dan bangunan untuk 4
4
pemeriksaan sampel di laboratorium
e. Pemeriksaan sampel sarana dan bangunan di
laboratorium:
1) Pemeriksaan fisik: particulate (PM2,5 dan PM10) 4 4

2) Pemeriksaan kimia: Pb, Cd, Hg, Asbes, Toluene,


Formaldehyde, Ether, Melamine, Polyphenyl Chloride, 3
2
Bitumen Hydrocarbon, NH3, Ethanol, Radon dan
Ethynyl benzene
f. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium kualitas
sanitasi sarana dan bangunan secara manual atau 4 4
menggunakan aplikasi
g. Penilaian status kualitas sanitasi sarana dan bangunan 3 4

5.2 Analisis Risiko Kualitas Sanitasi Sarana dan Bangunan 3 4

a. Pengkajian data hasil surveilans kualitas sanitasi sarana


dan bangunan
b. Identifikasi bahaya yang berdampak pada kesehatan
masyarakat
c. Penilaian/evaluasi risiko

d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko

178
179

5.3 Pengembangan Teknologi Tepat Guna (TTG) Kualitas Sanitasi 3


2
Sarana dan Bangunan
Konseling Sanitasi Media Air, Udara, Tanah, Higiene 4
6. 4
Sanitasi Pangan serta Sarana dan Bangunan
Edukasi Perlindungan Kualitas Air, Udara, Tanah, Higiene 4
7. 4
Sanitasi Pangan serta Sarana dan Bangunan
a. Sanitasi Total Berbasis Masyrakat (STBM)

b. Methodology Partisipatory Assesment – Partisipatory


Hygiene and Sanitation Transformation (MPA-PHAST)
c. Partisipatif (PHAST)

d. Pelatihan kader sanitasi lingkungan

e. Advokasi, sosialisasi dan diseminasi informasi sanitasi


lingkungan

179
180

Tabel 4.6
Daftar Keterampilan Tenaga Sanitasi Lingkungan
Bidang Pengamanan Faktor Risiko Lingkungan
Tingkat
Kemampuan
Daftar Keterampilan
Vokasi Profesi

1. Pengelolaan Sampah dalam Upaya Perlindungan Kesehatan


Masyarakat
1.1 Mitigasi Risiko Pengelolaan Sampah Domestik

a. Konseling sanitasi dalam bidang pengelolaan sampah 4


4
domestik
b. Inspeksi sanitasi 4 4

Pengamatan jenis dan karakteristik berdasarkan sumber


sampah, volume dan berat timbulan sampah domestik,
pemilahan, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan,
serta pembuangan sampah domestik
c. Pengukuran kualitas media lingkungan di lapangan
dengan alat Waste Sanitation Kit :
1) Pemeriksaan kualitatif biologi: telur cacing, E. coli, total 4
4
coliform dan kepadatan serangga
2) Pemeriksaan kualitatif fisik lindi : pH, TSS dan 4
4
kekeruhan
3) Pemeriksaan kualitatif kimia gas: SO2, NOx, HCl, CO, 4
4
CO2, HF
4) Pemeriksaan kualitatif kimia lindi dan media
lingkungan yang terpajan: Nitrat, Nitrit, COD, BOD, 4 4
TOC, Pb, Hg, Cd
d. Pengambilan sampel media lingkungan untuk
pemeriksaan di laboratorium dengan alat Waste Sanitation 4
4
Kit, sedangkan untuk sampel kualitas udara dengan alat
HVAS dan Impinger
e. Pengiriman sampel media lingkungan terkait pengelolaan 4
4
sampah domestik ke laboratorium
f. Pemeriksaan sampel media lingkungan terkait pengelolaan
sampah domestik di laboratorium
1) Pemeriksaan fisik: kadar particulate (PM10) 4 4

2) Pemeriksaan biologi: telur cacing, E. coli, total coliform 4 4

3) Pemeriksaan kimia: Nitrat, Nitrit, Hg, pestisida, Cd, Pb, 4


3
COD, BOD, TOC
4) Pemeriksaan kimia gas: SO2, NOx, HCl, CO, CO2, HF 3 4

g. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium secara 4


4
manual atau menggunakan aplikasi
h. Penilaian status kualitas pengelolaan sampah domestik 3 4

180
181

1.2 Penanggulangan Risiko Pengelolaan Sampah

a. Proses pemilahan sampah (reduce, reuse, recycle) 4 4

b. Pembuatan sarana pengumpulan sampah yang sehat 4 4

c. Pembuatan sarana pengangkutan sampah yang sehat 4 4

d. Pembuatan sarana pembuangan akhir sampah:

1) Composting 4 4

2) Incinerator 3 4

3) Sanitary Landfill 3 4

4) Biogas 4 4

5) Bank sampah 4 4

2. Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat terhadap Zat


Kimia Berbahaya
2.1 Mitigasi Dampak Pajanan dan Kontaminasi Penggunaan Bahan 4
3
Pembasmi Hama
a. Pengkajian/pengumpulan data dan informasi

b. Pengambilan dan pengiriman sampel media lingkungan


yang terkontaminasi bahan pembasmi hama untuk
pemeriksaan kimia di laboratorium
c. Pemeriksaan kimia sampel media lingkungan: kandungan
zat pembasmi hama dalam media lingkungan
d. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium

e. Penilaian status kualitas media lingkungan terkait pajanan


zat pembasmi hama
2.2 Analisis Risiko Penggunaan Zat Pembasmi Hama 3 4

2.3 Mitigasi Dampak Pajanan dan Kontaminasi Penggunaan Bahan 4


3
Berbahaya ( B2) pada Pangan
a. Pengkajian data pajanan dan kontaminasi

b. Pengukuran sampel pangan di lapangan

1) Pengukuran kimia: pH, formalin, boraks, arsen, CN,


Hg, Pb dengan alat Food Hygiene Sanitation Kit
c. Pengambilan dan pengiriman sampel pangan yang
mengandung bahan berbahaya untuk pemeriksaan kimia
di laboratorium
d. Pemeriksaan kimia sampel pangan: Arsen, Cd, Hg, Sn, Pb,
formalin, boraks, rhodamin B, kuning metanil, CN
e. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium sampel
pangan secara manual atau menggunakan aplikasi
f. Penilaian status kualitas pangan terkait penggunaan
bahan berbahaya

181
182

2.4 Analisis Risiko Penggunaan Bahan Berbahaya pada Pangan 3 4

2.5 Mitigasi Dampak Pajanan dan Kontaminasi Penggunaan Bahan 4


3
Antiseptik yang Tidak Terkendali
a. Pengkajian data pajanan dan kontaminasi penggunaan
bahan antiseptik
b. Pengambilan dan pengiriman sampel media lingkungan
akibat penggunaan bahan antiseptik untuk pemeriksaan
kimia di laboratorium
c. Pemeriksaan kimia sampel media lingkungan akibat
penggunaan bahan antiseptik: jenis dan jumlah
kandungan bahan antiseptik dalam media lingkungan
d. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium sampel
penggunaan bahan antiseptik
e. Penilaian status kualitas penggunaan bahan antiseptik

2.6 Analisis Risiko Penggunaan Bahan Antiseptik yang Tidak 4


3
Terkendali
2.7 Mitigasi Dampak Pajanan dan Kontaminasi Penggunaan Bahan 4
3
Berbahaya pada Kosmetika
a. Pengkajian data pajanan dan kontaminasi penggunaan
bahan berbahaya pada kosmetika
b. Pengambilan dan pengiriman sampel kosmetika yang
terkontaminasi bahan berbahaya untuk pemeriksaan
kimia di laboratorium
c. Pemeriksaan kimia sampel kosmetika di laboratorium:
jumlah kandungan Hg dalam kosmetika
d. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium sampel
kosmetika
e. Penilaian status kualitas kosmetika terhadap penggunaan
bahan berbahaya
2.8 Analisis Risiko Penggunaan Bahan Berbahaya pada Kosmetika 3 4

2.9 Mitigasi Dampak Pajanan dan Kontaminasi Penggunaan Bahan


Aromatika yang Tidak Terkendali pada Produk Kosmetika dan 3 4
Pangan
a. Pengkajian data pajanan dan kontaminasi bahan
aromatika pada produk kosmetika dan pangan
b. Pengambilan dan pengiriman sampel produk kosmetika
dan pangan yang terkontaminasi bahan aromatika untuk
pemeriksaan kimia di laboratorium
c. Pemeriksaan kimia sampel produk kosmetika dan pangan
akibat penggunaan bahan aromatika di laboratorium:
jumlah kandungan zat aromatika pada produk kosmetika
dan pangan
d. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium sampel
produk kosmetika dan pangan
e. Penilaian status kualitas produk kosmetika dan pangan

2.10 Analisis Risiko Penggunaan Zat Aromatik pada Produk 4


3
Kosmetika dan Pangan

182
183

2.11 Mitigasi Dampak Pajanan dan Kontaminasi Penggunaan Bahan 4


3
Aditif Berbahaya pada Produk Pangan
a. Pengkajian data pajanan dan kontaminasi bahan aditif
berbahaya pada pangan
b. Pengukuran kimia bahan aditif pada sampel produk
pangan di lapangan (seperti: pewarna, pengawet, perasa,
pengembang, pemanis) dengan alat Food Contamination Kit
c. Pengambilan dan pengiriman sampel produk pangan yang
terkontaminasi bahan aditif berbahaya untuk pemeriksaan
kimia di laboratorium
d. Pemeriksaan kimia sampel produk pangan di
laboratorium: jumlah dan jenis zat aditif yang digunakan
pada produk pangan
e. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium sampel
produk pangan
f. Penilaian status kualitas produk pangan terhadap bahan
aditif berbahaya
2.12 Analisis Risiko Penggunaan Zat Aditif pada Pangan 3 4

3. Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat terhadap


Gangguan Fisika Udara
3.1 Mitigasi Dampak Pajanan Suhu dan Kelembaban 4 4

a. Inspeksi sanitasi

Pengamatan dengan formulir tingkat pajanan yang berasal


dari suhu dan kelembaban udara dengan skor dan
pembobotan untuk menilai risiko kesehatan akibat suhu
dan kelembaban
b. Pengukuran suhu dan kelembaban dengan menggunakan 4
4
alat Sanitarian Field Kit
c. Penilaian status:

1) Penilaian suhu menurut lokasi dan waktu 4 4

2) Penilaian kelembaban menurut lokasi dan waktu 4 4

3.2 Mitigasi Dampak Pajanan Kebisingan, Getaran dan


Pencahayaan
a. Inspeksi sanitasi:

Pengamatan dengan formulir tingkat pajanan yang berasal


dari kebisingan, getaran, dan pencahayaan dengan skor 4
4
dan pembobotan untuk menilai risiko kesehatan akibat
kebisingan, getaran dan pencahayaan
b. Pengukuran:

Pengukuran kebisingan, getaran, dan pencahayaan dengan 4


4
alat Sanitarian Field Kit
c. Penilaian status tingkat pajanan kebisingan, getaran,
pencahayaan
1) Penilaian status kebisingan menurut lokasi dan waktu 4 4

183
184

2) Penilaian status getaran menurut lokasi dan waktu 4 4

3) Penilaian status pencahayaan menurut lokasi dan 4


4
waktu
4. Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat terhadap Radiasi
Pengion dan Non Pengion
4.1 Mitigasi Dampak Pajanan Radiasi Pengion dan Non Pengion

a. Pengamatan dengan formulir untuk mendeteksi dampak


pajanan radiasi pengion dan non pengion di :
1) Permukiman 4 4

2) Fasilitas pelayanan kesehatan 4 4

b. Pengukuran:

1) Tingkat pajanan radiasi pengion dan non pengion 4


3
dengan alat Radiation Sanitation Kit
4.2 Analisis Risiko:

a. Analisis risiko akibat pajanan radiasi pengion 2 3

b. Analisis risiko akibat pajanan radiasi non pengion 2 3

4.3 Penanggulangan Risiko Dampak Pajanan Radiasi, seperti:

a. Pengion di fasilitas pelayanan kesehatan

1) Pemeriksaan sarana penyimpanan limbah radioaktif 3 4

2) Pemeriksaan sarana pembuangan limbah radioaktif 3 4

3) Pemeriksaan penggunaan APD pada petugas rontgen 4 4

4) Pemeriksaan ruangan rontgen 3 4

b. Non-pengion di pemukiman dan fasilitas pelayanan


kesehatan
1) Permukiman: edukasi terhadap penggunaan peralatan
elektronik pada masyarakat dan edukasi pada 4 4
penduduk yang tinggal di bawah SUTET
2) Fasilitas pelayanan kesehatan: edukasi penggunaan 4
4
APD seperti pada petugas USG, MRI
5. Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarajat terhadap Pestisida

5.1 Mitigasi Dampak Pajanan Pestisida terhadap Manusia

a. Konseling sanitasi dampak pajanan pestisida terhadap 4


4
manusia
b. Pengkajian data pajanan dan kontaminasi 4 4

c. Pengukuran kualitas media lingkungan akibat pencemaran


pestisida di lapangan dengan alat Pesticide Sanitation Kit
1) Pemeriksaan fisik: warna, kekeruhan, pH, bau dan 4
4
limbah bekas pembungkus pestisida
2) Biomarker: pemeriksaan cholinesterase pada pengguna 4 4

184
185

dan pengelola pestisida (penjamah pestisida)


3) Pengukuran kandungan pajanan Pestisida pada media
lingkungan
d. Pengambilan dan pengiriman sampel media lingkungan
serta spesimen penjamah pestisida untuk uji laboratorium 4 4
dengan alat Pesticide Sanitation Kit
e. Pemeriksaan laboratorium sampel media lingkungan dan
spesimen penjamah pestisida
1) Pemeriksaan kimia: jenis dan jumlah kandungan zat
pestisida seperti: Organophosphate, Carbamate, DDT, 3 4
dll. dalam media lingkungan (air, pangan, tanah)
2) Biomarker: tingkat keracunan akibat pajanan zat
pestisida pada spesimen pengguna dan pengelola 3 4
pestisida (penjamah pestisida)
f. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium sampel media 4
4
lingkungan dan spesimen penjamah pestisida
g. Penilaian status kualitas media lingkungan dan spesimen 4
3
manusia terkait penggunaan pestisida
5.2 Analisis Risiko Dampak Penggunaan Pestisida Tidak 4
3
Terkendali
a. Pengkajian data hasil mitigasi dampak penggunaan tidak
terkendali pestisida
b. Identifikasi bahaya yang berdampak pada kesehatan
masyarakat
c. Proses analisis risiko

d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko

5.3 Edukasi Penggunaan Pestisida Secara Aman

a. Penjamah pestisida 4 4

b. Masyarakat 4 4

6. Pengolahan Limbah Cair dalam Rangka Perlindungan


Kesehatan Masyarakat
6.1 Mitigasi Risiko Limbah Cair

a. Inspeksi sanitasi: pengamatan dengan formulir tentang 4 4


jenis, karakteristik, debit dan pengelolaan pembuangan
limbah cair dengan skor dan pembobotan untuk menilai
tingkat risiko limbah cair yang berasal dari domestik,
industri, institusi dan fasilitas umum
b. Pengukuran fisik kualitas limbah cair (domestik, industri, 4 4
institusi dan fasilitas umum) dengan pancaindera: bau dan
dengan alat Waste Water Sanitation Kit meliputi: suhu, pH,
warna, DO, kekeruhan, TSS dan debit
c. Pengukuran biologi kualitas limbah cair (domestik, 4 4
industri, institusi dan fasilitas umum) dengan alat Waste
Water Sanitation Kit meliputi: E. Coli dan total coliform
d. Pengukuran kimia kualitas limbah cair (domestik, industri, 4 4
institusi dan fasilitas umum) dengan alat Waste Water

185
186

Sanitation Kit meliputi: COD, BOD, TOC, Cd, Pb, Hg, Mn,
CN, Cu, Phenol, Ammonia, Zn, Nickel dan Permanganat
e. Pengambilan dan pengiriman sampel limbah cair untuk 4 4
pemeriksaan di laboratorium
f. Pemeriksaan sampel limbah cair di laboratorium

1) Fisik: pH, warna, DO, kekeruhan, TSS dan debit 4 4

2) Biologi: E. coli, total coliform, bakteri pathogen/bakteri 3 4

3) Kimia:

a) Domestik, institusi dan fasilitas umum: COD, BOD, 4


3
TOC, minyak dan lemak serta Amonia Total
b) Industri: COD, BOD, TOC, Cd, Cu, Pb, Mn, Cr, Ag,
Ni, CN, Zn, Fenol Total, Amonia Total dan Nitrogen 2 3
Total
g. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium secara 4 4
manual atau dengan menggunakan aplikasi
h. Penilaian status kualitas limbah cair 3 4

6.2 Analisis Risiko Kualitas Limbah Cair 3 4

a. Pengkajian data hasil mitigasi dampak limbah cair

b. Identifikasi bahaya yang berdampak pada kesehatan

c. Proses analisis risiko

d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko

6.3 Penanggulangan Risiko Cair

a. Domestik: jamban/WC/toilet, Waste Water Treatment/ 4 4


IPAL komunal , SPAL, septictank
b. Industri: Waste Water Treatment/IPAL 3 4

c. Institusi: jamban/WC/toilet, septic tank, SPAL 4 4

d. Fasilitas umum: jamban/WC/toilet, septic tank dan SPAL 4 4

7. Pengolahan Limbah Padat Industri dalam Rangka


Perlindungan Kesehatan Masyarakat
7.1 Mitigasi Risiko Limbah Padat Industri

a. Inspeksi sanitasi: pengamatan dengan formulir tentang 4 4


jenis, karakteristik, volume dan pengelolaan pembuangan
limbah padat dengan skor serta pembobotan untuk
menilai tingkat risiko limbah padat yang berasal dari
industri
b. Pengukuran kualitas media lingkungan akibat limbah
padat industri dengan alat Waste Sanitation Kit untuk
mengukur meliputi :
1) Pengukuran fisik: bau, pH, particulate (PM2.5 dan PM10), 4 4
kepadatan lalat dan tikus, keberadaan jentik nyamuk

186
187

2) Pengukuran biologi: total coliform 4 4

3) Pengukuran kimia: Nitrat, Nitrit, Pb, Hg, Cd 3 4

c. Pengambilan dan pengiriman sampel limbah padat industri 4


untuk pemeriksaan di laboratorium, untuk pengambilan 4
sampel debu ( particulate) dengan alat HVAS
d. Pemeriksaan sampel limbah padat industri di laboratorium

1) Pemeriksaan fisik: pH dan kadar particulate (PM10) 4 4

2) Pemeriksaan biologi: E. coli dan total coliform 4 4

3) Pemeriksaan kimia: Nitrat, Nitrit, Cd, Pb, Hg, Mn, CN, 3


2
pestisida, zat Radioaktifitas
e. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium sampel limbah 4
4
padat industri secara manual atau menggunakan aplikasi
f. Penilaian status kualitas limbah padat industri 3 4

7.2 Analisis Risiko Kualitas Limbah Padat Industri 3 4

a. Pengkajian data hasil mitigasi dampak limbah cair

b. Identifikasi bahaya yang berdampak pada Kesehatan

c. Proses analisis risiko

d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko

7.3 Penanggulangan Risiko Limbah Padat Industri

a. Tempat Penampungan Sampah Sementara Industri 4 4

b. Incinerator 3 4

c. Composting 4 4

d. Biogas 4 4

8. Pengolahan Limbah Gas dalam Rangka Perlindungan


Kesehatan Masyarakat
8.1 Mitigasi Risiko Limbah Gas

a. Inspeksi sanitasi: pengamatan dengan formulir tentang


jenis, karakteristik, volume dan pengelolaan limbah gas
dengan skor serta pembobotan untuk menilai tingkat 4 4
risiko limbah gas yang berasal dari domestik, institusi,
fasilitas umum dan industri
b. Pengukuran limbah gas yang berasal dari domestik,
institusi, fasilitas umum dan industri:
1) Kualitas fisik didalam ruangan dan di ambien meliputi:
kadar particulate PM10 dan PM2,5 dengan alat Air 4 4
Sanitation Kit
2) Kualitas kimia didalam dan di luar ruangan dan di
ambien dengan alat Air Sanitation Kit meliputi: SO2, NOx, 4 4
CO2, CO

187
188

3) Kualitas kimia dari sumber pencemaran (cerobong asap) 4


3
diukur dengan Stack Gas Analyzer
c. Pengambilan dan pengiriman sampel limbah gas untuk 4
4
pemeriksaan di laboratorium dengan alat HVAS
d. Pemeriksaan sampel limbah gas yang berasal dari
domestik, institusi, fasilitas umum dan industri di
laboratorium
1) Fisik: jumlah dan diameter particulate (PM2,5 dan P10) 4 4

2) Biologi : total coliform, bakteri pathogen 3 4

3) Kimia: SO2, NOx, CO2, CO, Pb, Hg, Cd, Mn 2 3

e. Interpretasi hasil pemeriksaan di laboratorium sampel 4


4
limbah gas secara manual atau menggunakan aplikasi
f. Penilaian status kualitas limbah gas 3 4

8.2 Analisis Risiko Kualitas Limbah Gas 3 4

a. Pengkajian data hasil mitigasi dampak limbah gas

b. Identifikasi bahaya yang berdampak pada Kesehatan


masyarakat
c. Proses analisis risiko

d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko

8.3 Penanggulangan Risiko Dampak Limbah Gas

a. Pembuatan ventilasi/cerobong asap dapur di perumahan 4 4

b. Pembuatan cerobong asap industri 3 4

c. Pengurangan penggunaan bahan bakar yang 3


2
mengandung bahan berbahaya pada manusia
d. Pengalihan kepadatan lalu lintas 3 4

e. Pengalihan kepadatan lalu lintas 2 3

f. Edukasi pengurangan risiko dampak limbah gas 4 4

9. Pengolahan Limbah Cair dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan


(Fasyankes)
9.1 Mitigasi Risiko Limbah Cair dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan

a. Inspeksi sanitasi: pengamatan dengan formulir tentang


jenis, karakteristik, debit, dan pengelolaan pembuangan
limbah cair dengan skor dan pembobotan untuk menilai 4 4
tingkat risiko limbah cair dari fasilitas pelayanan
kesehatan
b. Pengukuran kualitas limbah cair dan media lingkungan
yang tercemar ,imbah cair dari fasilitas pelayanan
kesehatan dengan alat Hospital Sanitation Kit meliputi :
1) Pengukuran fisik meliputi: pH, suhu, debit, TSS, DO, 4
4
Conductivity dan kekeruhan

188
189

2) Pengukuran biologi meliputi: bakteri infeksius, E. coli 4


4
dan total coliform
3) Pengukuran kimia meliputi: COD, BOD, As, Pb, Cd, Cr,
Co, Cu, Ni, Hg, Se, Zn, TOC (Total Organic Carbon), dan 4 4
Permanganate
c. Pengambilan dan pengiriman sampel untuk pemeriksaan 4
4
di laboratorium
d. Pemeriksaan sampel limbah cair dari fasilitas pelayanan
kesehatan di laboratorium
1) Fisik: kekeruhan, DO dan TSS 4 4

2) Biologi: total coliform, E. coli dan bakteri infeksius 3 4

3) Kimia: COD, BOD, As, Pb, Cd, Cr, Co, Cu, Ni, Hg, Se, 3
2
Zn, TOC (Total Organic Carbon) dan Permanganate
e. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium sampel limbah 4
4
cair dari fasilitas pelayanan kesehatan
f. Penilaian status kualitas limbah cair dari fasilitas 4
3
pelayanan kesehatan
9.2 Analisis Risiko Kualitas Limbah Cair dari Fasilitas Pelayanan 4
3
Kesehatan
a. Pengkajian data hasil mitigasi dampak limbah cair

b. Identifikasi bahaya yang berdampak pada Kesehatan


masyarakat
c. Proses analisis risiko

d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko

9.3 Penanggulangan Risiko Limbah Cair dari Fasilitas Pelayanan


Kesehatan antara lain Pembuatan Waste Water 3 4
Treatment/IPAL
10. Pengolahan Limbah Padat dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Fasyankes)
10.1 Mitigasi Risiko Limbah Padat dari Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
a. Inspeksi Sanitasi: pengamatan dengan formulir tentang
jenis, karakteristik, volume dan pengelolaan pembuangan
limbah padat dengan skor serta pembobotan untuk 4 4
menilai tingkat risiko limbah padat yang berasal dari
fasilitas pelayanan kesehatan
b. Pengukuran kualitas limbah padat dan media lingkungan
yang tercemar limbah padat darin fasilitas pelayanan
kesehatan di lapangan dengan alat Hospital Sanitation Kit
1) Pengukuran fisik dan vektor: jenis, volume, bau, 4
4
kepadatan lalat dan tikus,keberadaan jentik nyamuk
2) Pengukuran biologi: total coliform dan bakteri pathogen 4 4

3) Pengukuran kimia: As, Pb, Cd, Cr, Co, Cu, Ni, Hg, Se 4
4
dan Zn
c. Pengambilan dan pengiriman sampel limbah padat dan 4
4
sampel media lingkungan yang terpajan limbah padat dari

189
190

fasyankes untuk pemeriksaan di laboratorium


d. Pemeriksaan sampel media lingkungan yang terpajan
limbah padat dari fasilitas pelayanan kesehatan di
laboratorium
1) Pemeriksaan biologi: jumlah dan jenis bakteri/kuman 4
3
infeksius
2) Pemeriksaan kimia: As, Pb, Cd, Cr, Co, Cu, Ni, Hg, Se 3
2
dan Zn
e. Interpretasi hasil pemeriksaan sampel di laboratorium baik 4
4
secara manual atau menggunakan aplikasi
f. Penilaian status kualitas limbah padat dari fasilitas 4
3
pelayanan kesehatan
10.2 Analisis Risiko Kualitas Limbah Padat dari Fasilitas Pelayanan 4
3
Kesehatan
a. Pengkajian data hasil mitigasi dampak limbah padat

b. Identifikasi bahaya yang berdampak pada Kesehatan


masyarakat
c. Proses analisis risiko

d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko

10.3 Penanggulangan Risiko Limbah Padat dari Fasilitas Pelayanan


Kesehatan
a. Tempat Penampungan Sementara limbah padat dari 4
3
fasilitas pelayanan kesehatan
b. Incinerator 3 4

c. Composting 4 4

d. Biogas 4 4

11. Pengolahan Limbah Gas dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan


(Fasyankes)
11.1 Mitigasi Risiko Limbah Gas dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan

a. Inspeksi sanitasi: pengamatan dengan formulir tentang


jenis, karakteristik, volume dan pengelolaan limbah gas
dengan skor serta pembobotan untuk menilai tingkat 4 4
risiko limbah gas yang berasal dari dari fasilitas pelayanan
kesehatan
b. Pengukuran kualitas limbah gas dari fasilitas pelayanan
kesehatan dengan alat Hospital Sanitation Kit
1) Fisik: kadar particulate (PM2,5 dan PM10) dan 4
4
kebisingan
2) Biologi: total kuman di udara

3) Kimia dan radiasi meliputi CO, CO2, Pb, NO2, Radon, 4


4
SO2, HCHO dan VOC
c. Pengambilan sampel limbah gas dengan alat Impinger dari
fasilitas pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan di 4 4
laboratorium

190
191

d. Pemeriksaan sampel limbah gas dari fasilitas pelayanan


kesehatan di laboratorium
1) Fisik: jumlah dan diameter particulate (PM2,5, PM10) 3 4

2) Kimia dan radiasi: CO, CO2, Pb, NO2, Radon, SO2, 4


3
HCHO dan VOC
e. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium sampel limbah
gas dari fasilitas pelayanan kesehatan secara manual atau 4 4
menggunakan aplikasi
f. Penilaian status kualitas limbah gas dari fasilitas 4
3
pelayanan kesehatan
11.2 Analisis Risiko Kualitas Limbah Gas dari Fasilitas Pelayanan 4
3
Kesehatan
a. Pengkajian data hasil mitigasi dampak limbah gas

b. Identifikasi bahaya yang berdampak pada Kesehatan


masyarakat
c. Proses analisis risiko

d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko

11.3 Penanggulangan Limbah Gas/Asap di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan
a. Penggunaan cerobong gas/asap di fasyankes 3 4

b. Penggunaan sarana ventilasi/petukaran udara 4 4

Tabel 4.7
Daftar Keterampilan Tenaga Sanitasi Lingkungan
Bidang Pengendalian Faktor Risiko Lingkungan
Tingkat
Daftar Keterampilan Kemampuan
1. Pengendalian Vektor Vokasi Profesi
1.1 Identifikasi faktor risiko lingkungan yang berpotensi terhadap
perkembangbiakan vektor, termasuk menghitung angka bebas
4 4
jentik dan kepadatan nyamuk dewasa dengan menggunakan
formulir dan alat Sanitarian Field Kit
1.2 Pengamatan perilaku/kebiasaan masyarakat terkait dengan
sanitasi lingkungan yang berhubungan dengan potensi 4 4
perkembangbiakan vektor dengan menggunakan formulir
191
192

1.3 Analisis risiko terhadap faktor risiko lingkungan berkaitan


3 4
dengan perkembangbiakan vektor
a. Pengkajian data hasil identifikasi risiko lingkungan yang
berpotensi terhadap perkembangbiakan vektor
b. Identifikasi potensi bahaya dari tempat perkembangbiakan
vektor terhadap kesehatan masyarakat
c. Proses analisis risiko
d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko
1.4 Intervensi sanitasi lingkungan dalam rangka pengendalian
vektor:
a. Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) 4 4
b. Bangunan rapat vektor 4 4
c. Pengaturan salinitas 4 4
d. Secara biologi 4 4
e. Modifikasi lingkungan 3 4
f. Manipulasi lingkungan 3 4
2. Pengendalian Binatang Pembawa Penyakit
2.1 Identifikasi faktor risiko lingkungan berkaitan dengan
perkembangbiakan binatang pembawa penyakit untuk
4 4
mengetahui jenis dan kepadatannya dengan menggunakan
formulir dan alat Sanitarian Field Kit
2.2 Pengamatan perilaku/kebiasaan masyarakat terkait dengan
sanitasi lingkungan yang berhubungan dengan potensi
4 4
perkembangbiakan binatang pembawa penyakit dengan
menggunakan formulir
2.3 Analisis risiko terhadap faktor risiko lingkungan berkaitan
3 4
dengan keberadaan binatang pembawa penyakit
a. Pengkajian data hasil identifikasi faktor risiko lingkungan
yang berpotensi terhadap perkembangbiakan binatang
pembawa penyakit
b. Identifikasi potensi bahaya dari tempat perkembangbiakan
binatang pembawa penyakit terhadap kesehatan
masyarakat
c. Proses analisis risiko
d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko
2.3 Intervensi sanitasi lingkungan neliputi :
a. Pemasangan trap/perangkap 4 4
b. Bangunan rapat binatang pembawa penyakit 4 4
c. Modifikasi lingkungan 3 4
d. Manipulasi lingkungan 3 4
3. Konseling Sanitasi di Bidang Pengendalian Vektor dan
4 4
Binatang Pembawa Penyakit
4. Edukasi Tentang Faktor Risiko Lingkungan yang
Berhubungan dengan Pengendalian Vektor dan Binatang 4 4
Pembawa Penyakit
Tabel 4.8
Daftar Keterampilan Tenaga Sanitasi Lingkungan
Bidang Penyelenggaraan Sanitasi Lingkungan dalam Keadaan Tertentu
(Kondisi Matra dan Ancaman Global Perubahan Iklim)
Tingkat
Daftar Keterampilan Kemampuan

192
193

1. Penyelenggaraan Sanitasi Lingkungan dalam Kondisi Matra Vokasi Profesi


1.1 Identifikasi potensi risiko sanitasi lingkungan yang dapat
menimbulkan penyakit dan gangguan kesehatan dalam kondisi
matra dengan formulir tentang kondisi kualitas media 3 4
lingkungan yang kemungkinan berubah sebagai dampak
adanya kondisi matra
1.2 Analisis risiko sanitasi lingkungan akibat kondisi matra 3 4
a. Pengkajian data hasil identifikasi potensi risiko lingkungan
akibat kondisi matra
b. Identifikasi potensi bahaya dari perubahan kualitas media
lingkungan akibat kondisi matra
c. Proses analisis risiko
d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko
1.3 Mitigasi tanggap darurat sanitasi lingkungan akibat kondisi
matra
a. Inspeksi sanitasi kualitas media lingkungan dalam tanggap
darurat akibat kondisi matra: pengamatan kualitas media
lingkungan dengan menggunakan formulir yang diberikan 4 4
skor dan bobot untuk menilai potensi risiko kesehatan
yang terjadi akibat kondisi matra
b. Pengukuran kualitas media lingkungan dalam tanggap
darurat akibat kondisi matra di lapangan dengan
menggunakan alat Emergency Environmental Sanitation Kit
1) Pengukuran kualitas fisik dari media lingkungan terkait
4 4
kondisi matra yang sedang terjadi dengan
2) Pengukuran kualitas biologi dari media lingkungan
4 4
terkait kondisi matra yang sedang terjadi
3) Pengukuran kualitas kimia dari media lingkungan
4 4
terkait kondisi matra yang sedang terjadi
c. Pengambilan dan pengiriman sampel media lingkungan
dalam tanggap darurat akibat kondisi matra untuk
4 4
pemeriksaan di laboratorium Emergency Environmental
Sanitation Kit
d. Pemeriksaan sampel media lingkungan dalam tanggap
darurat akibat kondisi matra di laboratorium yang sedang
terjadi
1) Pemeriksaan kualitas fisik seperti suhu, kelembaban,
3 4
laju udara, pencahayaan, pH, TSS, Kekeruhan, Warna,
2) Pemeriksaan kualitas biologi seperti total coliform,
3 4
E.Coli, bakteri pathogen, Salmonella, Staphilococcus
3) Pemeriksaan kualitas kimia terutama B3 seperti Nitrat,
2 3
Nitrit, Fluorida, Al, CN, dan logam berat
1.4 Penanggulangan sanitasi lingkungan dalam tanggap darurat
akibat kondisi matra
Penerapan TTG untuk perbaikan kualitas:
a. Air 3 4
b. Udara 3 4
c. Tanah 3 4
d. Higiene sanitasi pangan 3 4
e. Sarana dan bangunan 3 4
1.5 Pemulihan sanitasi lingkungan akibat kondisi matra

193
194

a. Pengkajian data terkait pemulihan sanitasi lingkungan


3 4
akibat kondisi matra
b. Rehabilitasi sanitasi lingkungan 3 4
c. Rekonstruksi sanitasi lingkungan 3 4
2. Penyelenggaraan Sanitasi Lingkungan Terkait Ancaman Global
Perubahan Iklim
2.1 Pengkajian data terkait dengan ancaman global perubahan
2 3
iklim
2.2 Analisis risiko sanitasi lingkungan akibat ancaman global
2 3
perubahan iklim
a. Pengkajian data hasil identifikasi potensi risiko lingkungan
akibat ancaman global perubahan iklim
b. Identifikasi potensi bahaya akibat ancaman global
perubahan iklim
c. Penilaian risiko
d. Penyusunan manajemen risiko dan komunikasi risiko
2.3 Penilaian status risiko sanitasi lingkungan akibat ancaman
2 3
global perubahan iklim
2.4 Adaptasi sanitasi lingkungan akibat ancaman global
perubahan iklim
a. Identifikasi kualitas media lingkungan terkait dengan
ancaman global perubahan iklim dalam rangka adaptasi
3 4
sanitasi lingkungan dengan alat Climate Change Sanitation
Report System
b. Edukasi terkait dengan ancaman global perubahan iklim
meliputi: lintas sektor, masyarakat, lintas program, sektor 3 4
swasta, institusi pendidikan

194
195

BAB V
PENUTUP

Standar Kompetensi Tenaga Sanitasi Lingkungan ini diharapkan


dapat menjadi acuan dan landasan bagi Tenaga Sanitasi Lingkungan
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam
menyelenggarakan upaya sanitasi lingkungan yang terstandar di semua
fasilitas pelayanan kesehatan. Selain hal tersebut di atas, standar ini
dapat digunakan sebagai acuan dalam merancang dan
menyelenggarakan program pendidikan sanitasi lingkungan di
Indonesia. Agar penyelenggaraan upaya sanitasi lingkungan dan
pendidikan sanitasi lingkungan di Indonesia dapat berjalan sesuai
standar, maka diperlukan adanya persamaan persepsi dan pemahaman
terhadap standar kompetensi ini.

Untuk pemanfaatan Standar Kompetensi Tenaga Sanitasi


Lingkungan ini diperlukan adanya dukungan kebijakan dari berbagi
pihak dalam sosialisasi, implementasi, monitoring dan evaluasi pada
setiap institusi kesehatan dan unit pengguna tenaga sanitasi
lingkungan serta institusi penyelenggara pendidikan sanitasi
lingkungan.

195

Anda mungkin juga menyukai