Anda di halaman 1dari 9

Nama : Vivi Nurafni Septiana

NIM : 108116051

NILAI MORFOLOGI NORMAL PADA GELOMBANG EKG

A. Gelombang P
Amplitudo gelombang P biasanya tidak melebihi 0,25 mV (2,5 mm atau
dua setengah kotak kecil) pada semua sadapan. Amplitudo gelombang P
biasanya paling positif pada sadapan II dan paling negatif pada sadapan AVR.
1. Apabila tinggi gelombang P < 2.5 mm :
a. Gelombang P akan terekam oleh galvanometer < 2.5 mm adalah normal
jika letak elektroda positifnya jauh dengan arah vektor jantung utama
pada atrium.
b. Jika gelombang P yang mempunyai voltase sangat rendah atau mendekati
garis isoelektrik berarti salah satu tanda adanya gangguan keseimbangan
elektrolit yaitu hyperkalemia.
2. Apabila lebar gelombang P < 2.5 mm :
a. Semakin jauh elektroda positif dengan arah vektor jantung utama atrium,
maka voltase maupun lebar gelombang P bisa berkurang.
b. Gelombang P yang kecil juga disebabkan karena sumber pacemeker
bukan berasal dari SA node.
3. Apabila tinggi gelombang P > 2.5 mm :
a. Tinggi gelombang P yang melebihi 2.5 mm masih bisa dikatakan normal,
tergantung pada klinis pasien.
b. Jika morfologi gelombang P memiliki tinggi lebih dari 2.5mm bahkan
mencapai 3mm dengan morfologi gelombang P yang runcing dinamakan
P pulmonal yang berarti menandakan adanya pembesaran atrium kanan.
4. Apabila lebar gelombang P > 2.5 mm :
a. Gelombang P yang melebar dengan adanya lekukan dan melebihi 2.5 mm
dinamakan P mitral yang menandakan adanya pembesaran otot atrium
kiri.
b. Gelombang P dominan berdefleksi negatif di lead V1 melebihi 1mm
maka dapat di tegakan diagnosa pembesaran otot atrium kiri.

Untuk menentukan morfologi gelombang P kita prioritaskan utuk melihat


di lead II dan sebagai perbandingan adalah lead V1 karena kedua lead tersebut
searah dengan vektor utama jantung untuk atrium sehingga nilai normal
gelombang P akan jelas pada kedua lead ini.

B. Gelombang Q
1. Normal gelombang Q dalamnya tidak boleh melebihi 1/3 atau 25% dari
tinggi gelombang R.
2. Lebar gelombang Q tidak boleh 0,04 detik.
3. Jika gelombang Q dalamnya lebih dari 1/3 atau 25% dari tinggi gelombang
R dan dan lebarnya lebih dari 0,04 detik dinamakan Q patologis.
4. Q patologis mengindikasikan adanya Old Miokad Infark atau bisa juga acut
atau recent MI jika disertai dengan perubahan morfologi ST segmen atau T
segmen.
5. Q patologis di sertai ST segmen elevasi kemungkinan adanya acut MI
6. Q pattologis disertai dengan positif gelombang T kemungkinan besar
adanya OMI
7. Q pattologis disertai dengan ST segmen elevasi tapi gelombang T sudah
mulai inverted kemungkinan besar recent MI
8. Tidak semua gelombang Q yang dalamnya melebihi 1/3 atau 25% dari
tinggi gelombang R dinamakan Q patologis, karena sering juga di temukan
gelombang Q yang dalam pada lead III atau aVF seperti pada kasus WPW
syndrom.

C. Gelombang R
1. Pada sadapan precordial, gelombang R yang normal adalah gelombang R
kecil di V1 dan secara progresif voltase gelombang R bertambah tinggi dari
V1 sampai V6.
2. Gelombang R yang tingginya melebihi voltase gelombang S di lead V1,
mengindikasikan adanya pembesaran ventrikel kanan atau RVH.
3. Segmen PR, Segmen PR menggambarkan waktu mulai dari akhir
depolarisasi atrium sampai awal depolarisasi ventrikel. Segmen PR biasanya
berupa garis horizontal dan berjalan pada garis dasar yang sama seperti
sebelum munculnya gelombang P.
4. Interval PR, biasanya berlangsung selama 0,12 sampai 0,2 detik (sepanjang
3-5 mm pada kertas EKG).
D. Gelombang S
1. Seperti halnya dengan gelombang R, gelombang S pada prekordial lead dari
V1 sampai V6 mengalami penurunan voltase secara progressif.
2. Gelombang S di lead precordial (V1 atau V2) dengan voltase melebihi 25
mm, mengindikasikan kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri atau
LVH.

E. Gelombang T
Gelombang T menggambarkan repolarisasi ventrikel. Tidak seperti
depolarisasi kebanvakan terjadi dengan pasif, repolarisasi memerlukan
pemakaian energi sel yang sangat besar (ingat pompa membran). Gelombang T
sangat rentan terhadap "segala macam pengaruh, baik yang berasal dari jantung
maupun di luar jantung (misalnya hormonal, neurologik), sehingga mempunyai
gambaran yang bervariasi. Meskipun demikian, ada beberapa pernyataan
umum yang sifatnya pasti.
Pada jantung yang normal, repolarisasi biasanya dimulai dari daerah
jantung yang paling terakhir berdepolarisasi, kemudian berjalan mundur ke
arahyangberlawanan dengan arah gelornbang depolarisasi (panah besar).
Karena gelombang depolarisasi yang mendekat mauPun gelombang
repolarisasi yang menjauh akan menghasilkan defleksi positif pada EKG,
elektroda yang merekam defleksi positif selama depolarisasi (tampak sebagai
gelompang R tinggi) biasanya juga akan merekam defleksi positif selama
repolarisasi (tampak sebagai gelombang T positif). Oleh karena itu, biasanya
gelombang T positif selalu dapat dijumpai pada sadapan dengan gelombang R
yang tinggi. Amplitudo atau tinggi gelombang T yang normal adalah sepertiga
sampai dua pertiga gelombang R yang sebelumnya.
Repolarisasi ventrikel memunculkan sebuah gelombang T pada EKG.
Gelombang T biasanya positif pada sadapan dengan gelombang R yang tinggi.

F. Gelombang QRS
Vektor QRS rata-rata mengarah ke kiri dan inferior, menggambarkan arah
arus listrik rata-rata selama terjadinya depolarisasi ventrikel. Aksis QRS
normal - arah vektor rata-rata ini dengan demikian terletak di antara +90°
sampai 0°. (Sebenarnya, kebanyakan kardiolog menambah kisaran normalnya
mulai dari +90° sampai -30°) Jika aksis terletak di dalam kuadran yang di arsir,
yaitu diantara 0° dan 90° maka arah aksis tersebut normal.
Kita dapat menentukan dengan cepat normal tidaknya aksis QRS pada
suatu EKG hanya dengan melihat sadapan I dan AVF. Jika kompleks QRS
positif pada sadapan I dan AVR aksis QRS pasti normal.
Setiap sadapan akan merekam defleksi yang positif jika gelombang
depolarisasi bergerak mendekatinya. Sadapan I diorientasikan pada 0'. Dengan
demikiary jika vektor QRS rata-rata diarahkan. Ke arah mana pun di antara -90'
dan +90', sadapan I akan merekam kompleks QRS yang dominan positif.

Setiap vektor QRS rata-rata yang berorientasi di antara -90° dan +90°
akan menghasilkan kompleks QRS yang dominan positif pada sadapan l. Pada
gambar, tampak tiga vektor QRS rata-rata yang berbeda. Semuanya
berorientasi di antara -90° dan +90°; dengan demikian, ketiganya akan
menghasilkan kompleks QRS yang dominan positif. Tiga kompleks QRS yang
digambarkan di sini menggambarkan apa yang akan direkam oleh sadapan I
untuk setiap vektor.
Sadapan AVF diorientasikan pada +90", Jika vektor QRS rata-rata diarahkan
ke arah mana pun di antara 0" dan 180', sadapan AVF akan merekam kompleks
QRS yang dominan positif.

Setiap vektor QRS rata-rata yang berorientasi antara 0° dan 180° akan
menghasilkan kompleks QRS yang dominan positif pada sadapan AVF. Pada
gambar, tampak tiga vektor QRS rata-rata yang berbeda. Semuanya
diorientasilan sedemikian rupa sehingga sadapan AVF akan merekam defleksi
yang dominan positif seperti yang digambarkan. ]ika kompleks QRS dominan
positif baik pada sadaPan I dan AYF, sumbu QRS pasti terletak di antara 0o
dan +90o. Aksis ini adalah aksis QRS normal.
Cara lain untuk melihat hal ini adalah dengan berpikir Sebaliknya; jika
kompleks QRS pada sadapan I atau AYE tidak dominan positif, aksis QRS-
tidak terletak di antara 0° dan +90°, dan aksis tersebut tidak normaI.
Enam aksis QRS yang berbeda (A) Hanya sumbu yang mengarah ke titik
di antara 0° dan +90° (baris yang diarsir) yang akan menghasilkan gambaran
kompleks QRS yang dominan positif baik pada sadapan I maupunAVF. (B)
Kompleks QRS pada sadapan I danAVF yang sesuai dengan masing-masing
aksis. Hanya aksis nomor 2 yang normal dan mempunyai kompleks QRS yang
dominan positif pada kedua sadapan, meskipun sebagian besar kardiolog akan
menganggap bahwa aksis nomor 1 dan 3 pada dasarnya juga normal.
Aksis QRS yang normal terletak di antara 0° dan 90°. Jika aksis terletak di
antara 90° dan 180°, kita menyebutnya sebagai detsiasi aksis ke kanan.

G. Gelombang U
Gelombang U biasanya mengikuti gelombang T, mungkin dihasilkan oleh
proses repolarisasi lambat ventrikel. Gelombang U adalah defleksi yang positif
dan kecil setelah gelombang T sebelum gelombang P, juga dinamakan after
potensial. Gelombang U yang negatif (inversi) selalu abnormal.
Istilah gelombang U digunakan pada gelombang yang muncul sesudah
gelombang T pada siklus jantung Makna fisiologinya yang sebenarnya belum
sepenuhnya dimengerti. Walaupun gelombang U merupakan tanda hipokalemia
yang paling khas, gelombang ini tidak bersifat diagnostik. Keadaan lain juga
dapat menghasilkan gelombang U yang jelas, dan gelombang U kadang dapat
dilihat pada pasien dengan jantung normal dan kadar kalium serum normal.
gelombang U timbul setelah gelombang T dan sebelum gelombang P
berikutnya.
Kepentingan :
1. Bila amplitude U > T, menandakan adanya hypokalemia (kekurangan
kalium)
2. Gelombang U yang terbalik terdapat pada iskemia (anemia local) dan
hipertrofi (peningkatan volume organ atau jaringan akibat pembesaran
komponen sel).

Proses repolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Amplitudo normal :

1. Kurang dari 10 mm di sadapan dada


2. Kurang dari 5 mm di sadapan ektremitas
3. Minimum 1 mm
H. Segmen ST

a. ST segmen adalah garis isoelektrik setelah gelombang S


b. Apabila galvanometer merekam garis isoelektrik,menandakan bahwa otot
jantung dalam keadaan istirahat. Akan tetapi pada ST Segmen galvanometer
merekam garis isoelektrik dikarenakan karena muatan didalam membran sel
dan diluar membran sel dalam keadaan yang sama. Jadi galvanometer hanya
merekam garis isoelektrik karena tidak ada perbedaan muatan listrik yang
terekam
c. ST segmen merupakan gambaran action potensial pada fase plateu
d. ST segmen diukur mulai akhir gelombang S sampai dengan awal
gelombang T

Sumber:
Namzah, Abu. 2012. Panduan Belajar Membaca EKG (Elektrokardiografi) Secara
Mudah. Jakarta: TIM
Malcolm S. Thaler. 2009. Satu-satunya Buku EKG yang Anda Perlukan. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai