Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KONSEP KRANIOTOMI (BEDAH OTAK)

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Kritis
Dosen Pembimbing : Dewi Prasetyani, M.Kep.,Ns

Disusun Oleh:
Kelompok 4
1. Dewi Nur Oktaviani (108116039)
2. Riniyanti (108116044)
3. Indri Wahyuni (108116049)
4. Ahmad Fatoni (108116050)
5. Vivi Nurafni Septiana (108116051)
6. Anggin Fitriani (108116060)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL-IRSYAD
AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2019
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha
Esa yang telah memberkahi kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga
ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami
dalam pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami gunakan sebagai
data dan fakta pada makalah ini.
Makalah ini memuat tentang “Konsep Kraniotomi atau Bedah Otak” untuk
memenuhi tugas Mata kuliah Keperawatan Kritis. Kami mengakui bahwa kami adalah
manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada
hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini
yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami analisa dengan sempurna
dalam makalah ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan
yang kami miliki. Di mana kami juga memiliki keterbatasan kemampuan.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi kita
semua. Terimakasih.

Cilacap, 25 September 2019

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 1
C. Tujuan ............................................................................................................... 2
BAB II .......................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
2.1 Konsep Kraniotomi ........................................................................................... 3
A. Definisi Kraniotomi ...................................................................................... 3
B. Klasifikasi Kraniotomi ................................................................................. 3
C. Indikasi Kraniotomi ..................................................................................... 3
D. Etiologi Kraniotomi ...................................................................................... 4
E. Pathways........................................................................................................ 4
F. Patofisiologi Kraniotomi .............................................................................. 5
G. Manifestasi Klinis Kraniotomi .................................................................... 6
H. Komplikasi Pascabedah Kraniotomi .......................................................... 6
I. Pemeriksaan Diagnostik Kraniotomi ......................................................... 7
J. Penatalaksanaan Medis ............................................................................... 8
K. Diagnosa Keperawatan .............................................................................. 10
L. Intervensi Keperawatan............................................................................. 10
BAB III ....................................................................................................................... 18
PENUTUP .................................................................................................................. 18
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 19

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal penting pada diri manusia, dimana setiap orang pati
menginginkan hidupnya sehat daripada sakit.
Kraniotomi adalah operasi pembukaan tulang tengkorak. Pada pasien
hidrosepalus, tumor otak, cidera kepala, dan berbagai penyakit yang mengenai
bagian dalam tengkorak sangat membutuhkan tindakan ini, namun tindakan ini
masih jarang dipilih masyarakat karena dampak yang ditimbulkan.
Kecemasan sebelum operasi merupakan hal yang lumrah karena dalam operasi
ini tulang tengkorak akan dibuka dan umumnya masyarakat awam membayangkan
hal ini merupakan hal yang sangat mengerikan. Dalam makalah ini akan
mempelajari tentang kraniotomi sehingga dapat menambah wawasan dan
meluruskan pandangan yang salah tentang kraniotomi selama ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kraniotomi?
2. Apa saja klasifikasi dari kraniotomi?
3. Apa indikasi dari kraniotomi?
4. Apa etiologi dan manifestasi klinis dari kraniotomi?
5. Bagaimana Pathways dari kraniotomi?
6. Bagaimana patofisiologi dari kraniotomi?
7. Apa saja komplikasi dari kraniotomi?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari kraniotomi?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis dari kraniotomi?
10. Bagaimana diagnosis dan intervensi keperawatan dari kraniotomi?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kraniotomi.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari kraniotomi.
3. Untuk mengetahui indikasi dari kraniotomi.
4. Untuk mengetahui etiologi dan manifestasi klinis dari kraniotomi.
5. Untuk mengetahui Pathways dari kraniotomi.
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari kraniotomi.
7. Untuk mengetahui komplikasi dari kraniotomi.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari kraniotomi.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari kraniotomi.
10. Untuk mengetahui dan intervensi keperawatan dari kraniotomi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kraniotomi


A. Definisi Kraniotomi
Menurut Chesnut RM (2006), Craniotomy adalah prosedur untuk
menghapus luka di otak melalui lubang di tengkorak (kranium). Berdasarkan
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Craniotomy adalah
operasi membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan
memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak.
Menurut Hamilton M (2007), Craniotomy adalah operasi pengangkatan
sebagian tengkorak.
Jadi post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan
tulang tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan
bekuan darah atau menghentikan perdarahan.

B. Klasifikasi Kraniotomi
a. Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara
tulang dan lapisan duramater.
b. Subdural hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada
rongga diantara lapisan duramater dengan araknoidea.

C. Indikasi Kraniotomi
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah
sebagai berikut :
a. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
b. Mengurangi tekanan intrakranial.
c. Mengevakuasi bekuan darah .
d. Mengontrol bekuan darah,

3
e. Pembenahan organ-organ intrakranial,
f. Tumor otak,
g. Perdarahan (hemorrage),
h. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
i. Peradangan dalam otak
j. Trauma pada tengkorak.
D. Etiologi Kraniotomi
a. Oleh benda tajam
b. Pukulan benda tumpul
c. Pukulan benda tajam
d. Kecelakaan lalu lintas
e. Terjatuh
f. Kecelakaan kerja

E. Pathways

4
F. Patofisiologi Kraniotomi
Setelah dilakukannya op kraniotomi terjadi insisi pada bagian kepala frontalis
sehingga timbul luka pada daerah kepala yang dilakukan operasi. Akibat adanya
luka insisi pada kepala timbul gejala seperti gatal, panas, nyeri, kulit mengelupas
atau kemerahan, bahkan terjadi perdarahan. Dari gejala-gejala tersebut sehingga
timbul masalah resiko terjadinya infeksi, nyeri akut, kerusakan intregitas kulit,
terjadi gangguan perfusi jaringan, bahkan bisa kehilangan atau kekurangan volume
cairan.
Akibat adanya luka insisi pada bagian kepala timbul gejala dan masalah seperti
yang disebutkan diatas. Karena adanya luka insisi supaya keadaan lebih membaik,
biasanya diberikan obat anestesi sesuai indikasi yang diberikan oleh dokter.
Namun pemberian obat anestesi juga menimbulkan efek samping pada tubuh
maupun pada luka yang dialami.
Efek pada obat anestesi bisa menimbulkan masalah yang bermacam-macam.
Sebagai contoh pola nafas yang tidak efektif terjadi akibat diberikannya obat
anestesi sehingga bisa timbul penekanan pada pusat pernapasan. Karena terjadi
penekanan sehingga kerja organ pernapasan tidak bisa bekerja secara efektif
sehingga ekspansi paru mengalami penurunan dan suplai O2 untuk tubuh menjadi
berkurang.
Selain ekspansi paru akibat fungsi organ pernapasan tidak bisa bekerja secara
efektif, bisa timbul penumpukan secret pada organ pernapasan sehingga timbul
masalah ketidakbersihan jalan napas.
Selain organ pernapasan yang terganggu, efek obat anestesi juga bisa
mengganggu sistem perkemihan. Efek dari obat-obatan biasanya bisa
menimbulkan masalah pada ginjal kita. Karena terjadi gangguan pada ginjal, reflek
berkemih bisa mengalami penuran sehingga seseorang tidak bisa menahan reflek
berkemihnya. Kemudian timbul masalah perubahan pola eliminasi urin.

5
Tidak hanya sistem perkemihan, sistem pencernaan juga bisa terganggu akibat
diberikannya obat anestesi. Efek dari obat sendiri biasanya menyebabkan nafsu
makan pada seseorang menjadi menurun. Sehingga menstimulasi medulla
kemudian bisa terjadi reflek muntah atau mual. Karena makanan yang sudah
dicerna dikeluarkan kembali sehingga tubuh bisa menjadi kekurangan nutrisi.

G. Manifestasi Klinis Kraniotomi


Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF).
a. Sakit kepala
b. Nausea atau muntah proyektil
c. Pusing
d. Perubahan mental
e. Kejang
Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari
otak):
a. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia,
kebutaan, tanda-tanda papil edema.
b. Perubahan bicara, msalnya: aphasia
c. Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik.
d. Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.
e. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan
konstipasi.
f. Perubahan dalam pendengaran, misalnya: tinnitus, deafness.
g. Perubahan dalam seksual

H. Komplikasi Pascabedah Kraniotomi


Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pascabedah
intrakranial atau kraniotomi adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan tekanan intrakranial
b. Perdarahan dan syok hipovolemik

6
c. Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit
d. Infeksi
e. Kejang

I. Pemeriksaan Diagnostik Kraniotomi


Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi: (Sjamsuhidajat, R. Wim de
Jong. 2012)
a. Tomografi komputer (pemindaian CT)
Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak
sekitarnya, ukuran ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran jaringan
otak, hemoragik.
Catatan: pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada
iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
b. Pencitraan resonans magnetik (MRI)
Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi
di potongan lain.
c. Sinar-X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen
tulang
d. Brain Auditory Evoked Respon (BAER): menentukan fungsi korteks dan
batang otak
e. Fungsi lumbal, CSS: dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subarakhnoid
f. Gas Darah Artery (GDA): mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK

7
J. Penatalaksanaan Medis
a. Praoperasi
Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi
dengan medikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang
pascaoperasi. Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat
diberikan untuk mengurangai edema serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens
hiperosmotik (manitol) dan diuretik (furosemid) dapat diberikan secara
intravena segera sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien
cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang mengalami
disfungsi intrakranial. Kateter urinarius menetap di pasang sebelum pasien
dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih selama
pemberian diuretik dan untuk memungkinkan haluaran urinarius dipantau.
Pasien dapat diberikan antibiotik bila serebral sempat terkontaminasi atau
deazepam pada praoperasi untuk menghilangkan ansietas.
Kulit kepala di cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang
operasi) sehingga adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi.

b. Pascaoperasi
Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk
memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak
diintubasi dan mendapat terapi oksigen tambahan.
Mengurangi Edema Serebral: Terapi medikasi untuk mengurangi
edema serebral meliputi pemberian manitol, yang meningkatkan
osmolalitas serum dan menarik air bebas dari area otak (dengan sawar
darah-otak utuh). Cairan ini kemudian dieksresikan malalui diuresis
osmotik. Deksametason dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam
selama 24 sampai 72 jam; selanjutnya dosisnya dikurangi secara bertahap.

8
Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang: Asetaminofen biasanya diberikan
selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit
kepala setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan
diiritasi selama pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup
untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi antikonvulsan (fenitoin, deazepam)
diresepkan untuk pasien yang telah menjalani kraniotomi supratentorial, karena resiko
tinggi epilepsi setelah prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum dipantau
untuk mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik.
Memantau Tekanan Intrakranial: Kateter ventrikel, atau beberapa tipe
drainase, sering dipasang pada pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa
posterior. Kateter disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter
diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan menyusun
sistem dengan sambungan stopkok ke selang bertekanan dan tranduser. TIK dalam
dipantau dengan memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk menjamin bahwa
sistem tersebut kencang pada semua sambungan dan bahwa stopkok ada pada posisi
yang tepat untuk menghindari drainase cairan serebrospinal, yang dapat
mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak dikeluarkan. Kateter
diangkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil. Ahli bedah neuro diberi tahu
kapanpun kateter tanpak tersumbat.
Pirau ventrikel kadang dilakukan sebelum prosedur bedah tertentu untuk
mengontrol hipertensi intrakranial, terutama pada pasien tumor fossa posterior.

9
K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
6. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi.
7. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.
8. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.

L. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria Hasil/ Tujuan Intervensi Rasionalisasi


. Keperawatan Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Tujuan: 1. Kaji nyeri, catat 1. Berguna dalam
agens cedera Setelah Dilakukan lokasi, pengawasan
biologis tindakan keperawatan karakteristik, skala keefektifan obat,
selama 1x 24 jam, (0-10). Selidiki kemajuan
diharapkan nyeri akan dan laporkan penyembuhan.
berkurang, perubahan nyeri perubahan pada
menghilang dengan dengan tepat. karakteristik nyeri
2. Pertahankan posisi menunjukkan
Kriteria Hasil: istirahat semi terjadinya abses.
1. Klien dapat fowler. 2. Mengurangi
memanagemen 3. Dorong ambulasi tegangan
pengetahuan dini. abdomen yang
bertambah

10
tentang penyakit 4. Berikan kantong es dengan posisi
akut pada abdomen. telentang.
2. Dapat 5. Berikan analesik 3. Meningkatkan
memanegemen sesuai indikasi. normalisasi
diri tentang fungsi organ,
penyakitnya contoh
3. Klien dapat merangsang
mengontrol peristaltic dan
tingkat gejala kelancaran flatus,
penyakitnya dan menurunkan
4. Klien dapat ketidaknyamanan
memanagemen abdomen.
nyeri secara 4. Menghilangkan
mandiri dan mengurangi
nyeri melelui
penghilangan
ujung saraf.
catatan: jangan
lakukan kompres
panas karena
dapat
menyebabkan
kongesti jaringan.
5. Menghilangkan
nyeri
mempermudah
kerja sama
dengan intervensi
terapi lain.

11
2. Kerusakan Tujuan: 1. Kaji dan catat 1. Mengidentifikasi
integritas Setelah dilakukan ukuran, warna, terjadinya
kulit tindakan 3x24 jam, keadaan luka, dan komplikasi.
berhubungan klien tidak mengalami kondisi sekitar 2. Merupakan
dengan luka gangguan integritas luka. tindakan protektif
insisi. kulit. 2. lakukan yang dapat
perawatan luka mengurangi nyeri.
Kriteria hasil: dan hygiene 3. Memungkinkan
1. Integritas kulit sesudah mandi, pasien lebih bebas
yang baik bisa lalu keringkan bergerak dan
dipertahankan kulit dengan hati meningkatkan
2. Tidak ada luka / hati. kenyamanan
lesi pada kulit 3. Monitor kulit pasien.
3. Mampu akan adanya 4. Mempercepat
melindungi kulit kemerahan proses
dan 4. Jaga kebersihan penyembuhan dan
mempertahankan kulit agar kering rehabilitasi
kelembapan kulit dan bersih pasien,
dan perawatan
alami.
3. Resiko tinggi Tujuan: 1. Awasi tanda-tanda 1. Deteksi dini
infeksi berhu Setelah dilakukan vital, perhatikan adanya infeksi.
bungan tindakan keperawatan demam, menggigil, 2. Memberikan
dengan 3x24 jam, klien berkeringat dan deteksi dini
higiene luka diharapkan tidak perubahan mental terjadinya proses
yang buruk. mengalami infeksi. dan peningkatan infeksi.
nyeri kepala. 3. Menurunkan
Kriteria hasil: 2. Lihat luka insisi penyebaran
dan balutan. catat bakteri

12
1. Tidak karakteristik, 4. Mungkin
menunjukkan drainase luka. diberikan secara
adanya tanda 3. Lakukan cuci profilaktif untuk
infeksi. tangan yang baik menurunkan
2. Tidak terjadi dan lakukan jumlah
infeksi. perawatan luka organisme, dan
aseptik. untuk
4. Berikan antibiotik menurunkan
sesuai indikasi. penyebaran dan
pertumbuhannya.
4. Gangguan Tujuan: 1. Observasi 1. Tirah baring lama
perfusi Setelah dilakukan ekstermitas dapat
jaringan tindakan keperawatan terhadap mencetuskan
berhubungan 3x24 jam, klien tidak pembengkakan, statis venadan
dengan terjadi gangguan dan eritema. meningkatkan
pendarahan. perfusi jaringan. 2. Evaluasi status resiko
mental. perhatikan pembentukan
Kriteria hasil: terjadinya trombosis.
1. Tanda-tanda vital hemaparalis, 2. Indikasi yang
stabil. afasia, kejang, menunjukkan
2. Kulit klien hangat muntah dan embolisasi
dan kering peningkatan TD. sistemik pada
3. Nadi perifer ada otak.
dan kuat.
4. Masukan atau
haluaran
seimbang.
5. Kekurangan Tujuan: 1. Awasi intake dan 1. Memberikan
volume cairan out put cairan. informasi tentang

13
berhubungan Setelah dilakukan 2. Awasi TTV, kaji penggantian
dengan tindakan keperawatan membrane kebutuhan dan
perdarahan 3x24 jam, klien mukosa, turgor fungsi organ.
post operasi. menunjukkan kulit, membrane 2. Indicator
keseimbangan cairan mukosa, nadi keadekuatan
yang adekuat, dengan perifer dan volume sirkulasi/
pengisian kapiler. perfusi.
Kriteria Hasil: 3. Awasi pemeriksan 3. Memberikan
1. Tanda-tanda vital laboratorium. informasi tentang
stabil. 4. Berikan cairan IV volume sirkulasi,
2. Mukosa lembab atau produk darah keseimbangan
3. Turgor kulit/ sesuai indikasi cairan dan
pengisian kapiler elektrolit.
baik. 4. Mempertahankan
4. Haluaran urine volume sirkulasi.
baik.
6. Pola nafas Tujuan: 1. Evaluasi frekuensi 1. Kecepatan dan
inefektif Setelah dilakukan pernafasan dan upayamungkin
berhubungan tindakan keperawatan kedalaman. meningkat karena
dengan efek 3x24 jam, klien 2. Auskultasi bunyi nyeri, takut,
anastesi. menunjukkan pola nafas. demam, penurunan
nafas yang efektif. 3. Lihat kulit dan volume sirkulasi
membran mukosa darah dan
Kriteria hasil: untuk melihat akumulasi
1. volume nafas adanya sianosis. secretatau juga
adekuat. 4. Berikan tambahan hipoksia.
2. klien dapat oksigen sesuai 2. Bunyi nafas sering
mempertahankan kebutuhan. menurun pada
pola nafas normal dasar paru selama

14
dan efektif dan periode waktu
tidak ada tanda setelah
hipoksia. pembedahan
sehubungan dengan
terjadinya
atelektasis.
3. Sianosis
menunjukkan
adanya hipoksia
sehubungan dengan
gagal jantung atau
komplikasi paru.
4. Untuk
memaksimalkan
pengambilan
oksigen yang akan
diikat oleh Hb yang
menggantikan
tempat gas
anestesidan
mendorong
pengeluaran gas
tersebut melalui zat
instalasi
7. Bersihan jalan Tujuan: 1. Awasi frekuensi, 1. Perubaahan sputum
napas Setelah dilakukan irama, kedalaman menunjukkan
inefektif tindakan keperawatan pernafasan. terjadi distres
berhubungan 3x24 jam, klien 2. Auskultasi paru, pernafasan.
dengan perhatikan

15
penumpukan menunjukkan bunyi stridordan 2. Deteksi adanya
secret. nafas yang jelas. penurunan bunyi obstruksi.
nafas. 3. Meningkatkan
Kriteria hasil: 3. Dorong batuk atau ekspansi paru
1. frekuensi nafas latihan pernafasan. optimal/fungsi
dalam rentang 4. Perhatikan adanya pernafasan.
normal. warna pucat atau 4. Dugaan adanya
2. bebas dipsnea. merah pada luka. hipoksemia atau
karbon monoksida.
8. Perubahan Tujuan: 1. Catat keluaran 1. Penurunan aliran
pola eliminasi Setelah dilakukan urine, selidiki urine tiba-tiba
urin tindakan keperawatan penurunan aliran dapat
berhubungan 3x24 jam, klien urine secara tiba- mengindikasikan
dengan efek menunjukkan aliran tiba. adanya obstruksi
anastesi. urine yang lancar. 2. Awasi TTV, kaji atau juga karena
Kriteria hasil: nadi perifer, turgor dehidrasi.
1. Haluaran urine kulit, pengisian 2. Indikator
adekuat. kapiler. keseimbangan
3. Dorong cairan.
peningkatan cairan 3. Mempertahankan
dan pertahankan hidrasi dan aliran
pemasukan akurat. urine baik.
9. Perubahan Tujuan: 1. Timbang BB secara 1. Kehilangan atau
nutrisi kurang Setelah dilakukan teratur. peningkatan
dari tindakan keperawatan 2. Auskultasi bising menunjukkan
kebutuhan 3x24 jam, klien usus, catat bunyi perubahan hidrasi,
berhubungan menunjukkan tak ada atau tapi kehilangan
dengan mual keseimbangan berat hiperaktif. lanjut juga
muntah. badan.

16
3. Tambahkan diet menunjukkan
Kriteria hasil: sesuai toleransi. defisit nutrisi.
1. Berat badan klien 2. Meskipun bising
tetap seimbang. usus sering tak ada,
inflamasi atau
iritasi usus dapat
menyertai
hiperaktifitas usus,
penurunan absorbsi
air atau juga diare.
3. Kemajuan diet
yang hati-hati saat
memasukkan
nutrisi dimulai
lagi dapat
menurunkan iritasi
gaster.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut Hamilton M (2007), Craniotomy adalah operasi pengangkatan
sebagian tengkorak.
Jadi post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan
tulang tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan
bekuan darah atau menghentikan perdarahan.
Klasifikasi kraniotomi yaitu Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu
perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater dan Subdural
hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada rongga diantara
lapisan duramater dengan araknoidea.
Diagnosis yang sering muncul yaitu:
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
6. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi.
7. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.
8. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
muntah.

18
DAFTAR PUSTAKA

Chesnut RM, Gautille T, Blunt BA, et al. The localizing value of asymmetry in
pupillary size in severe head injury: relation to lesion type and location.
Neurosurgery.2006.
Hamilton MG, Frizzell JB, Tranmer BI. Chronic subdural hematoma: the role for
craniotomy reevaluated. Neurosurgery. 2007.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong , Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta. 2012.

19

Anda mungkin juga menyukai