Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
BAB I
PENDAHULUAN
kronik otak yang menunjukkan gejala -gejala berupa serangan yang berulang-ulang
yang terjadi akibat adanya ketidaknormalan kerja sementara sebagian atau seluruh
jaringan otak karena cetusan listrik pada neuron (sel saraf) peka rangsang yang
berlebihan, yang dapat menimbulkan kelainan motorik, sensorik, otonom atau psikis
yang timbul tiba-tiba dan sesaat disebabkan lepasnya m uatan listrik abnormal sel-sel
Dewasa ini epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan atau terhentinya fungsi
otak secara periodik yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan listrik secara
berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba, sehingga penerimaan
dan pengiriman impuls antara bagian otak dan dari otak ke bagian lain tubuh
cerebral dysrhytmia”, dengan gejala-gejala klinis seperti di atas. Dasar disritmia ini
Epilepsi dapat terjadi pada pria maupun wanita dan pada semua umur. Ins iden
epilepsi di dunia berkisar antara 33-198 tiap 100.000 penduduk tiap tahunnya. (WHO,
2006) Insiden ini tinggi pada negara-negara berkembang karena faktor risiko untuk
14
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
terkena kondisi maupun penyakit yang akan mengarahkan pada cedera otak adalah
Sekitar 1,1 juta hingga 1,3 juta penduduk Indonesia mengidap penyakit epilepsi
(Depkes, 2006).
fungsi normal saraf pusat dan penderita dapat melakukan tugas tanpa bantuan. Terapi
meliputi terapi kausal, terapi dengan menghindari factor pencetus, dan memakai obat
Penggunaan O bat Anti Epilepsi (OAE) pada kasus epilepsi rawat jalan
mungkin, kepatuhan minum obat, kedisiplinan pasien untuk konsultasi dengan dokter
bangkitan epilepsi. Pasien baru diberikan obat anti epilepsi yang umum dan tersedia
Evaluasi terhadap pengendalian gejala oleh obat yang menunjukkan respon baik
15
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
lebih tinggi daripada penggantian dengan obat anti epilepsi (OAE) golongan lain.
Gambaran pola pengobatan sangat diperlukan untuk mengetahui efektifita s terapi dan
dilakukan penelitian mengenai pola penggunaan obat anti epilepsi pada pasien
pengobatan yang baik dan benar akan sangat menguntungkan bagi pasien terutama
kerasionalan sebuah pengobatan dengan penyakit yang diderita. Pharm aceutical care
digunakan sebagai landasan dan filosofi dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai
seorang farmasis untuk memastikan bahwa terapi yang didapatkan oleh pasien sesuai
B. Perumusan Masalah
M uhammadiyah Yogyakarta?
2. Bagaimana pola peng gunaan obat anti epilepsi (OAE) pada pasien epilepsi
16
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
C. Tujuan Penelitian
M uhammadiyah Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
dan pola penggunaan obat anti epilepsi pada pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan
berikut:
pada pasien epilepsi yang menggunakan obat anti epilepsi (OAE), baik
3. Bahan bacaan bagi rekan sejawat dan acuan penelitian yang berkaitan
17
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
E. Tinjauan Pustaka
1. Epilepsi
a. Definisi Epilepsi
Kata “epilepsi” berasal dari kata Yunani “ epilam banein” yang berarti serangan
dokter dari Yunani pada tahun 400 SM . Pada waktu itu orang -orang Yunani
menganggap, epilepsi merupakan penyakit kutukan dari Tuhan. Dalam bukunya yang
otak. Selanjutnya pada tahun 1859-1906, ahli neurologi dari Inggris mendefinisikan
epilepsi sebagai penyakit yang terjadi karena ketidakstabilan dan kerusakan pada
jaringan saraf di otak, sehingga mempengaruhi kesadaran dan tingkah laku penderita.
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh
terjadinya bangkitan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked)
dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat
mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak, bersifat
sinkron dan berirama. Istilah epilepsi tidak boleh digunakan untuk bangkitan yang
terjadi selama penyakit akut berlangsung, dan occasional provoked seizures misalnya
Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epi leptik
yang berulang (lebih dari satu episode). International League Against Epilepsy
(ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan
18
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
kembali definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor
kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini
bangkitan epilepsi didefinisikan sebagai tanda dan atau gejala yang tim bul sepintas
(transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak.
a. Epidemiologi Epilepsi
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, pada orang tua bahkan
bayi yang baru lahir. Di Amerika Serikat, satu dari 100 populasi (1%) penduduk
terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan
sampai 100 per 100.000 anak (Hauser, 1994). Penelitian Heaney dkk (2002) di
95% CI : 44,4-59,3). Diantaranya 190 kasus baru epilepsi, 65 diantaranya (34, 2%)
19
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
b. Etiologi Epilepsi
tumor, trauma kepala, gangguan metabolik, dan infeksi SSP (sistem saraf pusat).
Beberapa faktor lainnya adalah gangguan tidur, stimulasi sensori atau emosi (stres)
akan memicu terjadinya kejang. Perubahan hormon, sepeti menstruasi, puberitas, atau
c. Klasifikasi Epilepsi
Terapi epilepsi tidak hanya didasarkan atas diagnosa yag tepat. Lebih dari itu,
jenis serangan juga harus ditentukan. M enurut Gidal dkk (2005) klasifikasi epilepsi
Jika aktivasi terjadi pada kedua hemisfere otak secara bersama -sama.
Jenis yang jarang dijumpai ini umumnya hanya terjadi pada masa
20
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
terkulai.
didahului oleh suatu aura. Pasien tiba -tiba jatuh, kejang, nafas
tidur.
c) M ioklonik
Serangan ini biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur
d) Atonik
Serangan tipe Atonik ini jarang terjadi. Pasien tiba -tiba kehilangan
2) Kejang parsial
21
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
misalnya automatisme.
oleh data yang cukup atau lengkap. Jenis ini termasuk serangan
epilepsi pada neonatus misalnya gerakan mata ritm is, dan gerakan
d. Patofisiologi Epilepsi
22
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
dopamin dan G amma Amino Butyric Acid (GABA). Serangan kejang juga
diakibatkan oleh abnormalitas konduksi kalium, kerusakan kanal i on, dan defisiensi
ATPase yang berkaitan dengan transport ion, dapat menyebabkan ketidak stabilan
membran neuron.
Aktivitas glutamat pada reseptornya (AM PA) dan (NM DA) dapat memicu
+ 2+
pembukaan kanal Na . Pembukaan kanal Na ini diikuti oleh pembukaan kanal Ca ,
+ 2+
sehingga ion-ion Na dan Ca banyak masuk ke intrasel. Akibatnya, terjadi
pengurangan perbedaan polaritas pada membran sel atau yang disebut juga dengan
depolarisasi. Depolarisasi ini penting dalam penerusan potensial aksi sepanjang sel
menyebabkan terjadinya potensial aksi yang terus menerus dan memicu aktivitas sel -
sel syaraf. Beberapa obat-obat antiepilepsi bekerja dengan cara memblokade atau
+ 2+
antara glutamat dan reseptornya dapat memicu masuknya ion -ion Na dan Ca yang
pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya potens ial aksi. Namun felbamat
dengan reseptor glutamat, sehingga glutamat tidak bisa berikatan dengan reseptornya.
Efek dari kerja kedua obat ini adalah menghambat penerusan potensial aks i dan
ketidakseimbangan kedua faktor ini yang menyebabkan instabilitas pada sel -sel
syaraf tersebut.
23
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
e. Gejala Klinis
Gejala kejang yang spesifik, tergantung pada jenis ke jang. Jenis kejang pada
a. Somatosensori atau motor fokal terjadi pada kejang kom pleks parsial.
c. Kejang absens mempunyai efek yang ringan dengan gangguan kesadaran yang
singkat.
d. Kejang tonik-klonik umum mempunyai episode kejang yang lama dan terjadi
kehilangan kesadaran.
g. Penatalaksanaan terapi
1) Diagnosa.
3) Etiologi; adanya lesi struktural otak atau epilepsi sim tomatik, idiopatik
atau kriptogenik.
4) Elektroensefalogram.
5) Umur; risiko ulang lebih besar pada usia di bawah 16 tahun atau di
atas 60 tahun.
6) Tipe kejang.
24
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
prognosis yang baik tanpa terapi, dan tidak memerlukan terapi jangka
panjang.
berobat diragukan.
diagnosis epilepsi masa anak-anak yang tepat akan sangat membantu dalam
25
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Fenitoin merupakan obat pilihan pertama untuk kejang umum, kejang tonik -
klonik, dan pencegahan kejang pada pasien trauma kepala/bedah saraf. Keuntungan
dari obat ini yaitu bekerja sebagai antikonvulsif kuat dan berbeda dari barbiturat,
1991)
perifer dan m ungkin pada membran yang eksitabel maupun yang tidak eksitabel.
Fenitoin menurunkan aliran ion Na yang tersisa maupun aliran ion yang mengalir
selama aksi potensial atau depolarisasi karena proses khemis. Fenitoin menunda
aktifasi aliran ion K keluar selama aksi potensial menyebabkan kenaikan periode
dengan dosis awal 3-4 mg/kg BB/hari. Pemberian intravena tidak boleh melebihi 50
Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial dan kejang tonik-
klonik. Efikasi, toksisitas yang rendah, serta harga yang murah menjadikan
fenobarbital obat yang penting unT uk tipe-tipe epilepsi ini. Namun, efek sedasinya
mengurangi pengg unaannya sebagai obat utama. Aksi utama fenobarbital terletak
26
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
menurunkan influks kalsium dan mempunyai efek langs ung terhadap reseptor GABA
pemeliharaan 10-20 mg/kg 1kali sehari. Efek samping SSP merupakan hal yang
umum terjadi pada penggunaan fenobarbital. Efek samping lain yang mungkin terjadi
Primidon digunakan untuk terapi kejang par sial dan kejang tonik-klonik.
Primidon mempunyai efek penurunan pada neuron eksitatori. Efek anti kejang
primidon hampir sama dengan fenobarbital, namun kurang poten. Didalam tubuh
primidon dirubah menjadi metabolit aktif yaitu fenobarbital dan feniletilm alonam id
(PEM A). PEM A dapat meningkatkan aktifitas fenobarbotal. D osis prim idon 100-125
mg 3 kali sehari.
Efek samping yang sering terjadi antara lain adalah pusing, mengan tuk,
27
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4). Karbamazepin
Karbamazepin digunakan sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial dan
+
tonik-klonik. Karbamazepin menghambat kanal Na , yang mengakibatkan influk
+
(pemasukan) ion Na kedalam membran sel berkurang dan menghambat terjadinya
potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron. Dosis pada anak dengan
usia kurang dari 6 tahun 10-20 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 6-12 tahun dosis awal
200 mg 2 kali sehari dan dosis pemeliharaan 400-800 mg. Sedangkan pada anak usia
goyah (tidak dapat berdiri tegak) dan Hyponatremia. Resiko terjadinya efek samping
5). Okskarbazepin
prodrug yang didalam tubuh akan segera dirubah menjadi bentuk aktifnya, yaitu suatu
usia 4-16 tahun 8-10mg/kg 2 kali sehari sedangkan pada dewasa, 300 mg 2 kali
sehari.
28
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Okskarbazepin memiliki efek samping lebih ringan dibanding dengan fenitoin, asam
2+
target dari beberapa obat antiepilepsi. Etosuksimid menghambat pada kanal Ca tipe
T. Talamus berperan dalam pembentukan ritme sentakan yang diperan tarai oleh ion
2+
Ca tipe T pada kejang absens, sehingga penghambatan pada kanal tersebut akan
mengurangi sentakan pada kejang absens. D osis etosuksimid pada anak usia 3-6
tahun 250 mg/hari untuk dosis awal dan 20 mg/kg/hari untuk dosis pemeliharaan.
Sedangkan dosis pada anak dengan usia lebih dari 6 tahun dan dewasa 500 mg/hari.
Efek samping penggunaan etosuksimid adalah mual dan muntah, efek samping
gangguan pencernaan, goyah (tidak dapat berdiri tegak), pusing dan cegukan.
Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang
absens, kejang mioklon ik, dan kejang tonik-klonik. Asam valproat dapat
GABA. Asam valproat juga berpotensi terhadap respon GABA post sinaptik yang
penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari. Efek samping yang sering terjadi adalah
29
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
berat badan.
gangguan kognitif yan g ringan. Efek samping yang berat dari penggunaan asam
ditandai dengan peningkatan kad5r amonia dalam darah) umumnya terjadi 50%,
Interaksi valproat dengan obat antiepilepsi lain merupakan salah satu masalah
terkait penggunaannya pada pasien epilepsi. Penggunaan fenitoin dan valproat secara
lamotrigin, fenitoin, dan karbamazepin. Obat yang dapat menginduksi enzim dapat
obat walaupun hanya kurang dari 5% saja yang me nghentikan penggunaan obat
7). Benzodiazepin
pembukaan reseptor GABA A . Dosis benzodiazepin untuk anak usia 2-5 tahun 0,5
mg/kg, anak usia 6-11 tahun 0,3 mg/kg, anak usia 12 tahun atau lebih 0,2 m g/kg, dan
30
Pola Penggunaan Obat Anti Epilepsi pada Pasien Epilepsi di Instalasi Rawat Jalan RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari - Juli 2014
ROHMI ARUNDATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
F. KETERANGAN EMPIRIK
dan pola pengobatan epilepsi dari penggunaan obat anti epilepsi yang pada pasien di
31