Anda di halaman 1dari 48

DRAFT

(bahan untuk Diskusi, 25 April 2018)

DEFINISI JENIS PELAYANAN DASAR


SPM BIDANG KESEHATAN KABUPATEN/KOTA

Adinkes@2018
#K_01

Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil yang bersifat peningkatan/promotif dan


pencegahan/ preventif
{Pasal 6, ayat 2) & 3)}

1. Definisi Operasional:
{Pasal 6, Ayat 4) a) Jumlah & Kualitas Jasa Pelayanan Dasar Kesehatan}

Pelayanan Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil yang bersifat


peningkatan/promotif dan pencegahan/ preventif adalah pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil minimal 4 kali selama
kehamilan :
a. dengan jadwal satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester
kedua dan dua kali pada trimester ketiga;
b. sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang disebut Kriteria 10 T,
yaitu :
1) mengukur dengan melakukan Timbang Berat Badan dan Tinggi
Badan ibu hamil;
2) mengukur Tekanan darah ibu hamil;
3) menghitung nilai sTatus gizi, dengan mengukur Lingkar Lengan
Atas/LILA
4) mengukur Tinggi puncak rahim (fundus uteri);
5) menenTukan presentasi janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ);
6) melakukan skrining untuk mengetahui status imunisasi Tetanus, dan
memberikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan;
7) memberikan Tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama
kehamilan;
8) melakukan Tes laboratorium : kehamilan, hemoglobin darah (Hb),
golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya), gluko-
protein urin;
yang pemberian pelayanannya disesuaikan dengan trimester
kehamilan;
9) melaksanakan Tatalaksana/penanganan kasus sesuai kewenangan;
10) melakukan Temu wicara (konseling) dengan ibu hamil.
c. dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan maupun di luar fasilitas
pelayanan kesehatan seperti di posyandu, poskesdes dan polindes atau
kunjungan rumah
d. merujuk jika diperlukan
e. mencatat dan melaporkan

[Pelayanan Rujukan atas Ibu Hamil, seperti terhadap Bumil KEK, Kehamilan
dengan Penyulit, dll, tetap harus ditangani oleh Fasyankes, tetapi tidak
termasuk pelayanan SPM]

2. Standar Sumber Daya Manusia Kesehatan {Pasal 6, ayat 4)b) Jumlah dan
kualitas personel/ sumber daya manusia kesehatan}:

Setiap FKTP dan FKTL atau Pemberi Pelayanan Dasar (PPD) penyelenggara
pelayanan kesehatan ibu hamil yang bersifat peningkatan/promotif dan
pencegahan/ preventif [Pusk (termasuk SDM yang melayani di luar
Puskesmas), Bidan Praktek Mandiri/BPM, Klinik Utama, Klinik Pratama],
harus memiliki personel/ sumber daya manusia kesehatan :

1) Minimal Seorang Bidan, atau


2) Minimal Seorang Dokter, atau
3) Minimal Seorang dokter spesialis kebidanan

yang memiliki STR

[tidakkah ada persyaratan pelatihan tertentu?


Jika ada, maka ada dasar pengusulan pelatihan, tetapi sekaligus
menjadikan banyak pemberi pelayanan dasar terancam tidak memenuhi
syarat, shg harus pelatihan dulu, baru memenuhi syarat;
Jika tidak ada, maka otomatis setiap Bidan, dokter, dokter SpOG memenuhi
syarat jenis, tidak ada dasar pengusulan pelatihan. Pelatihan bukan menjadi
prioritas]

3. Petunjuk Teknis Pelayanan {Pasal 6, Ayat 4) c) : petunjuk teknis atau tata


cara pemenuhan standar }

a. Setiap ibu yang diduga hamil, yang ditemui di fasyankes, ataupun diluar
fasyankes, milik pemerintah maupun bukan; yang ditemukan oleh
petugas kesehatan secara aktif dengan mengunjungi ibu, maupun pasif
dimana ibu mengunjungi pemberi pelayanan; harus dipastikan bahwa
hamil.
b. Jika dipastikan/ didiagnosa hamil, maka dilakukan pelayanan 10 T, sesuai
keadaannya, apakah pertemuan pertama dengan petugas kesehatan ini
memenuhi syarat sebagai K-1 Murni, yaitu Kunjungan Pertama pada
Trimester Pertama

Jika, ya, sebagai K-1 Murni, maka :

1) kepada ibu hamil yang bersangkutan diberikan pelayanan 10 T, yang


sesuai untuk Trimester Pertama, dan
2) kepada yang bersangkutan diberikan nasihat untuk menjaga
kesehatan kehamilan, dan melakukan kunjungan berikutnya, hingga
waktu kelahiran; dan jika dirasakan keluhan tertentu, atau kejadian
tertentu (petugas akan menjelaskan dan memberikan contoh), maka
ibu harus segera mengunjungi fasyankes yang sesuai.
3) Kepada ibu hamil diberikan penjelasan perlunya memperoleh
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memenuhi syarat.
4) Setiap Kunjungan berikutnya, K-2, K-3, dan K-4, diberikan pelayanan
kesehatan 10T sesuai dengan Kunjungannya atau usia kehamilan,
tidak setiap kunjungan diberikan paket pelayanan yang sama
5) Ibu Hamil ini, dicatat sebagai Ibu Hamil Yang Harus Dilayani, dihitung
sebagai pembagi dalam hitungan prosentase kinerja pelayanan ibu
hamil; dan yang bersangkutan berpeluang untuk masuk ke dalam
Kategori Ibu Hamil Yang Telah Dilayani (ada peluang memperoleh
pelayanan K-4), karena K-1 nya sudah pada waktu yang tepat (pada
Trimester-1)

Jika tidak, bukan K-1 Murni, tetapi K-1 Kontak, maka :

1) kepada yang bersangkutan diberikan nasihat untuk menjaga


kesehatan kehamilan, dan melakukan kunjungan berikutnya, hingga
waktu kelahiran; dan jika dirasakan keluhan tertentu, atau kejadian
tertentu (petugas akan menjelaskan dan memberikan contoh), maka
ibu harus segera mengunjungi fasyankes yang sesuai.
2) Juga diberikan penjelasan perlunya memperoleh pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan yang memenuhi syarat.
3) Setiap Kunjungan berikutnya, entah K3, atau K4 diberikan pelayanan
kesehatan 10T sesuai dengan Kunjungannya atau usia kehamilan,
mengingat bahwa tidak setiap kunjungan diberikan paket pelayanan
yang sama
4) Ibu Hamil ini, dicatat sebagai Ibu Hamil Yang Harus Dilayani, tetapi
tidak ada peluang untuk masuk ke dalam Kategori Ibu Hamil Yang
Telah Dilayani (tidak ada peluang pelayanan K-4), karena K-1 nya
sudah tidak pada waktu yang tepat (bukan pada Trimester-1).

Kepada semua ibu hamil tersebut diberikan Buku KIA.

c. Jika pada saat ditemukan di awal tahun, ibu yang bersangkutan adalah ibu
hamil dengan kunjungan ulangan / lanjutan (K2, atau K3, atau K4),
dimana kunjungan sebelumnya (K1, atau K2, atau K3) telah dilakukan
tahun lalu sesuai jadual; maka diberikan pelayanan sesuai waktunya.

Ibu Hamil ini, pada tahun ini tidak dicatat sebagai Ibu Hamil Yang Harus
Dilayani (tidak termasuk sebagai angka pembagi, karena sudah masuk di
tahun lalu), tetapi ada peluang untuk masuk ke dalam Kategori Ibu Hamil
Yang Telah Dilayani (ada peluang pelayanan K-4)

d. Jika ibu yang diduga hamil, ternyata tidak hamil, maka tetap diberikan
nasihat / promosi kesehatan untuk tetap menjaga kesehatan agar jika
kelak benar-benar menjadi hamil, maka ibu telah siap sebagai ibu yang
sehat, sehingga bayi akan sehat. Juga nasihat kesehatan lain, termasuk
untuk mengikuti skrining kesehatan lain yang sesuai, dalam rangka
pelayanan SPM-Kesehatan
e. Dalam kondisi tertentu ibu hamil dirujuk untuk memperoleh pelayanan
lebih lanjut sesuai dengan kondisinya; tidak termasuk SPM Kesehatan
f. Pencatatan dan pelaporan

4. Kebutuhan Alat dan Pedoman Kerja Kesehatan {Pasal 12, ayat 3) b)}:

Setiap FKTP dan FKTL atau Pemberi Pelayanan Dasar (PPD) penyelenggara
pelayanan kesehatan ibu hamil yang bersifat peningkatan/promotif dan
pencegahan/ preventif [Pusk (termasuk SDM yang melayani di luar
Puskesmas), Bidan Praktek Mandiri/BPM, Klinik Utama, Klinik Pratama],
harus memiliki Alat kesehatan dan Pedoman Kerja sebagai berikut :

a. Minimal sebuah Pedoman Pelayanan Antenatal terpadu,


b. Minimal satu set instrument pencatatan (kartu ibu, kohort ibu dan buku
Kesehatan Ibu dan Anak).
c. Minimal satu set Bidan Kit
d. Tulis, apa lagi.
e. Ambil dari sini, jangan hanya dirujuk ke mari (ingat, pendataan bahwa satu
fasyankes dinyatakan laik melayani ibu hamil bukan per-puskesmas,
tetapi per-jenis fasyankes) : Alat kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan
antenatal sesuai dengan Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang
puskesmas

5. Penghitungan Target / Sasaran Pelayanan {Pasal 1, ayat 1), Pasal 6, ayat


5), Pasal 11, ayat 2), dan Pasal 11), ayat 3)}:

a. Target / Sasaran untuk Perencanaan Anggaran :

Oleh karena tidak seluruh Data Target/Sasaran Ibu Hamil Tahun Depan
telah ada pada Tahun Berjalan, maka Jumlah Target/ Sasaran tersebut
pada Rencana Pemenuhan Pelayanan Dasar (RPPD) SPM Kesehatan
Daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan berdasarkan estimasi/ prediksi, tidak
dengan Identitas lengkap.

Jumlah Ibu Hamil Tahun Depan =


Jumlah Penduduk Tahun Lalu, dikalikan CBR (Crude Birth Rate), dikalikan
Konstanta 1,1.

Jika pencatatan telah berjalan lancar pada beberapa tahun ke depan,


dimana pencatatan telah mencakup seluruh penduduk warga Daerah
Kabupaten/ Kota, meliputi Identitas Lengkap, maka estimasi/ prediksi
dapat mempergunakan data-data tahunan tahun-tahun yang telah berlalu

b. Target / Sasaran untuk penetapan Kinerja Daerah Kabupaten/ Kota,

Kinerja Daerah Kabupaten / Kota tahun berjalan, ditetapkan dengan


persentase, yaitu :

Jumlah Sasaran / Ibu Hamil yang TELAH DILAYANI dibagi dengan


Jumlah Sasaran / Ibu Hamil yang HARUS DILAYANI, dikalikan dengan
100 %,
dimana :

1) Sasaran / Ibu Hamil Yang TELAH DILAYANI, adalah:

semua ibu hamil yg pada tahun berjalan telah dilayani :


a) sampai dengan pelayanan K-4; ditambah dengan
b) sampai dengan pelayanan K1, atau K2, atau K3, dimana setelah itu
mengalami abortus; dan
keduanya telah dilakukan pencatatan.

2) Sasaran / Ibu Hamil Yang HARUS DILAYANI, adalah :


a) Semua ibu hamil yang telah dilayani pada pelayanan K-1 Murni,
yaitu pelayanan K-1 Pada Trimester-1; ditambah dengan
b) Semua ibu hamil yang telah dilayani pada pelayanan K-1 Kontak,
yaitu pelayanan K-1 tetapi tidak Pada Trimester-1; ditambah
dengan
c) Semua ibu yang diperhitungkan pada tahun ini mengalami
kehamilan Trimester Pertama, berdasarkan temuan di lapangan
berupa : adanya bayi, dan hasil anamnesa bahwa ada kehamilan
itu.
dengan catatan bahwa telah dilakukan pendataan atas semua
penduduk Daerah Kabupaten/ Kota, sehingga tersedia identitas
lengkap meliputi minimal Nama, Jenis Kelamin, Alamat (Desa, Kec,
Kab, Prov), dan tgl/bln/tahun lahir.
#K_02

Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin yang bersifat peningkatan/promotif dan


pencegahan/ preventif
{Pasal 6, ayat 2) & 3)}

5. Definisi Operasional:
{Pasal 6, Ayat 4) a) Jumlah & Kualitas Jasa Pelayanan Dasar Kesehatan}

Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin yang bersifat peningkatan/promotif


dan pencegahan/ preventif sesuai standar adalah pertolongan persalinan
yang diberikan kepada ibu yang sedang bersalin, dimana pertolongan
tersebut :
b. Sesuai standar pelayanan persalinan normal mengikuti acuan asuhan
persalinan normal yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan
Seksual. [Tulis di sini, jangan Standar Teknis mencantumkan rujukan,
tetapi tidak mencantumkan apa yang dimaksud]
c. dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk Bidan Praktek
Mandiri/BPM, Klinik Utama, Klinik Pratama; tidak dapat dilakukan di luar
fasilitas pelayanan kesehatan seperti di posyandu, poskesdes dan
polindes atau kunjungan rumah
d. dilakukan rujukan jika diperlukan, yaitu jika ibu yang bersalin mengalami
komplikasi, dengan mengacu kepada Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
di Fasilitas Kesehatan Rujukan [tidak harus dicantumkan rinci di sini,
karena bukan SPM]
e. telah dilakukan pencatatan dan pelaporan

[Pelayanan Rujukan atas Ibu Bersalin, seperti terhadap Ibu Bersalin dengan
Penyulit, tetap harus ditangani oleh Fasyankes, tetapi tidak termasuk
pelayanan SPM]

6. Standar Sumber Daya Manusia Kesehatan {Pasal 6, ayat 4)b) Jumlah dan
kualitas personel/ sumber daya manusia kesehatan}:
Setiap FKTP dan FKTL atau Pemberi Pelayanan Dasar (PPD) penyelenggara
pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin yang bersifat peningkatan/promotif
dan pencegahan/ preventif [Pusk (termasuk SDM yang melayani di luar
Puskesmas), Bidan Praktek Mandiri/BPM, Klinik Utama, Klinik Pratama],
harus memiliki personel/ sumber daya manusia kesehatan :

4) Minimal Seorang Bidan, atau


5) Minimal Seorang Dokter, atau
6) Minimal Seorang dokter spesialis kebidanan

yang memiliki STR

[tidakkah ada persyaratan pelatihan tertentu?


Jika iya, maka ada dasar pengusulan pelatihan, tetapi sekaligus menjadikan
banyak pemberi pelayanan dasar terancam tidak memenuhi syarat, shg
harus pelatihan dulu, baru memenuhi syarat;
Jika tidak, maka otomatis setiap Bidan, dokter, dokter SpOG memenuhi
syarat jenis, tidak ada dasar pengusulan pelatihan. Pelatihan bukan menjadi
prioritas]

7. Petunjuk Teknis Pelayanan {Pasal 6, Ayat 4) c) : petunjuk teknis atau tata


cara pemenuhan standar }

a. Setiap ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan kehamilan,


mengetahui perkiraan persalinan, dan mengetahui tanda-tanda awal
persalinan, bahkan mengetahui perlengkapan yang diperlukan
menghadapi kelahiran bayinya; diharapkan ibu hamil datang ke
fasyankes pada saat yang tepat dengan perlengkapan yang cukup;
Sehingga bisa melahirkan dengan lancer dan selamat dengan
pertolongan tenaga kesehatan yang sesuai dengan standar.
b. Setiap ibu menjelang persalinan, yang dijumpai di Fasilitas pelayanan
kesehatan, meliputi :
1. Puskesmas,
2. bidan praktek swasta,
3. klinik pratama,
4. klinik utama,
5. klinik bersalin,
6. balai kesehatan ibu dan anak,
7. rumah sakit;
milik pemerintah maupun swasta;
diberikan pelayanan persalinan normal mengikuti acuan asuhan
persalinan normal yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan
Seksual [Tulis di sini, jangan Standar Teknis mencantumkan rujukan,
tetapi tidak mencantumkan apa yang dimaksud].
c. Ibu dengan penyulit / komplikasi persalinan, dilakukan rujukan,
mengacu kepada Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Rujukan.
d. Dilakukan pencatatan dan pelaporan dalam Buku KIA, dan Formulir
pelaporan yang berlaku

8. Kebutuhan Alat dan Pedoman Kerja Kesehatan {Pasal 12, ayat 3) b)}:

Setiap FKTP dan FKTL atau Pemberi Pelayanan Dasar (PPD) penyelenggara
pelayanan kesehatan ibu bersalin yang bersifat peningkatan/promotif dan
pencegahan/ preventif [Pusk, Bidan Praktek Mandiri/BPM, Klinik Utama,
Klinik Pratama], harus memiliki Alat kesehatan dan Pedoman Kerja sebagai
berikut :
a. Instrument pencatatan (partograf, kartu ibu, kohort ibu dan buku
Kesehatan Ibu dan Anak) dan mengikuti acuan asuhan persalinan normal
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014
tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual.
a. Tulis, apa lagi.
b. Ambil dari sini, jangan hanya dirujuk ke mari (ingat, pendataan bahwa satu
fasyankes dinyatakan laik melayani ibu hamil bukan per-puskesmas,
tetapi per-jenis fasyankes) : Alat kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan
antenatal (?) sesuai dengan Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang
puskesmas

6. Penghitungan Target / Sasaran Pelayanan {Pasal 1, ayat 1), Pasal 6, ayat


5), Pasal 11, ayat 2), dan Pasal 11), ayat 3)}:

c. Target / Sasaran untuk Perencanaan Anggaran :


Oleh karena tidak seluruh Data Target/Sasaran Ibu Bersalin Tahun Depan
telah ada pada Tahun Berjalan, maka Jumlah Target/ Sasaran tersebut
pada Rencana Pemenuhan Pelayanan Dasar (RPPD) SPM Kesehatan
Daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan berdasarkan estimasi/ prediksi, tidak
dengan Identitas lengkap.

Jumlah Ibu Hamil Tahun Depan =


Jumlah Penduduk Tahun Lalu, dikalikan CBR (Crude Birth Rate), dikalikan
Konstanta 1,05.

Jika pencatatan telah berjalan lancar pada beberapa tahun ke depan,


dimana pencatatan telah mencakup seluruh penduduk warga Daerah
Kabupaten/ Kota, meliputi Identitas Lengkap, maka estimasi/ prediksi
dapat mempergunakan data-data tahunan tahun-tahun yang telah berlalu

d. Target / Sasaran untuk penetapan Kinerja Daerah Kabupaten/ Kota,

Kinerja Daerah Kabupaten / Kota tahun berjalan, ditetapkan dengan


persentase, yaitu :

Jumlah Sasaran / Ibu Bersalin yang TELAH DILAYANI dibagi dengan


Jumlah Sasaran / Ibu Bersalin yang HARUS DILAYANI, dikalikan dengan
100 %,
dimana :

3) Sasaran / Ibu Bersalin Yang TELAH DILAYANI, adalah:

a) jumlah ibu bersalin yg dilayani di fasyankes, sebagaimana


‘acuan’/’definisi’
b) seorang ibu bersalin dapat tercatat dua kali sebagai ibu bersalin
yang telah dilayani, jika mengalami dua kali pelayanan persalinan.
c) seorang ibu bersalin tetap dicatat sebagai satu kali sebagai ibu
bersalin yang telah dilayani, meskipun melahirkan bayi kembar.

4) Sasaran / Ibu Bersalin Yang HARUS DILAYANI, adalah :

d) Semua Ibu Bersalin yang telah dilayani di fasyankes; ditambah


dengan
e) Semua ibu yang diperhitungkan pada tahun ini mengalami
persalinan, berdasarkan temuan di lapangan berupa : adanya bayi,
berarti terjadi peristiwa persalinan, tetapi tidak dalam
pertolongan fasyankes.
dengan catatan bahwa telah dilakukan pendataan atas semua
penduduk Daerah Kabupaten/ Kota, sehingga tersedia identitas
lengkap meliputi minimal Nama, Jenis Kelamin, Alamat (Desa, Kec,
Kab, Prov), dan tgl/bln/tahun lahir.
f) seorang ibu bersalin dapat tercatat dua kali sebagai ibu bersalin
yang harus dilayani, karena mengalami dua kali pelayanan
persalinan.
1) seorang ibu bersalin tetap dicatat sebagai satu kali sebagai ibu
bersalin yang harus dilayani, meskipun melahirkan bayi kembar

6. Perhitungan Kebutuhan Pembiayaan


#K_03

Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir yang bersifat peningkatan/


promotif dan pencegahan/ preventif

{Pasal 6, ayat 2) & 3)}

9. Definisi Operasional:
{Pasal 6, Ayat 4) a) Jumlah & Kualitas Jasa Pelayanan Dasar Kesehatan}

Pelayanan kesehatan bayi baru lahir yang bersifat


peningkatan/promotif dan pencegahan/ preventif sesuai standar
adalah pelayanan kesehatan yang diberikan pada bayi usia 0-28
hari, yaitu :
a. mengacu kepada Pelayanan Neonatal Esensial sesuai yang
tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25
Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak [ambil ke sini]
b. perawatan neonatal esensial saat lahir (0-6 jam) yang
dibuktikan dengan terisinya formulir bayi baru lahir.
c. perawatan neonatal esensial setelah lahir (6 jam - 28 hari) yang
dibuktikan dengan keterisian formulir MTBM (Manajemen
Terpadu Bayi Muda) sebanyak 3 kali sesuai dengan periode
Kunjungan Neonatal (KN) yaitu KN1 (6 - 48 jam), KN2 (3 - 7
hari) dan KN3 (8-28 hari).
d. dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas Bidan
praktek swasta, klinik pratama, klinik utama, klinik bersalin,
balai kesehatan ibu dan anak, rumah sakit pemerintah
maupun swasta), maupun di luar fasilitas pelayanan kesehatan seperti
di Polindes, Poskesdes, Posyandu dan atau kunjungan rumah.
e. dilakukan rujukan jika diperlukan, yaitu jika bayi yang baru lahir mengalami
komplikasi [tidak harus dicantumkan rinci di sini, karena bukan SPM]

f. mencatat dan melaporkan


[Pelayanan Rujukan atas Bayi Baru Lahir, seperti Bayi Baru Lahir dengan
Penyulit, tetap harus ditangani oleh Fasyankes, tetapi tidak termasuk
pelayanan SPM]

10. Standar Sumber Daya Manusia Kesehatan {Pasal 6, ayat 4)b) Jumlah dan
kualitas personel/ sumber daya manusia kesehatan}:

Setiap FKTP dan FKTL atau Pemberi Pelayanan Dasar (PPD) penyelenggara
Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir yang bersifat peningkatan/
promotif dan pencegahan/ preventif [Pusk (termasuk SDM yang melayani
di luar Puskesmas), Bidan Praktek Mandiri/BPM, Klinik Utama, Klinik
Pratama], harus memiliki personel/ sumber daya manusia kesehatan :

1) Minimal Seorang Bidan, atau


2) Minimal Seorang Perawat, atau
3) Minimal Seorang Dokter, atau
4) Minimal Seorang dokter spesialis anak

yang memiliki STR

[tidakkah ada persyaratan pelatihan tertentu?


Jika iya, maka ada dasar pengusulan pelatihan, tetapi sekaligus menjadikan
banyak pemberi pelayanan dasar terancam tidak memenuhi syarat, shg
harus pelatihan dulu, baru memenuhi syarat;
Jika tidak, maka otomatis setiap Bidan, Perawat, dokter, dokter SpA
memenuhi syarat jenis, tidak ada dasar pengusulan pelatihan. Pelatihan
bukan menjadi prioritas]

11. Petunjuk Teknis Pelayanan {Pasal 6, Ayat 4) c) : petunjuk teknis atau tata
cara pemenuhan standar }
a. Setiap ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan kehamilan,
mengetahui perkiraan persalinan, dan mengetahui tanda-tanda
awal persalinan, bahkan mengetahui perlengkapan yang
diperlukan menghadapi kelahiran bayinya; diharapkan ibu
hamil datang ke fasyankes pada saat yang tepat dengan
perlengkapan yang cukup. Sehingga bisa melahirkan dengan
lancer dan selamat, baik ibu maupun bayinya.
b. Pelayanan Kesehatan bayi baru lahir diberikan pada usia 0 – 28
hari dilakukan minimal 4 kali sesuai jadwal dan standar
pelayanan neonatal esensial, yaitu :
1) Perawatan neonatal esensial saat lahir (0-6 jam), yaitu
dengan ___________
2) perawatan neonatal esensial setelah lahir (6 jam - 28 hari)
dengan kunjungan sebanyak 3 kali sesuai dengan periode
kunjungan neonatal (KN), yaitu :
a) Kunjungan Neonatal - KN1 (6 - 48 jam), yaitu dengan
_____
b) Kunjungan Neonatal- KN2 (3 - 7 hari), yaitu dengan
________; dan
c) Kunjungan Neonatal-KN3 (8-28 hari), yaitu dengan
_______.
a. Dalam kondisi tertentu bayi baru lahir dirujuk untuk memperoleh
pelayanan lebih lanjut sesuai dengan kondisinya. Pelayanan rujukan
dilakukan oleh fasyankes, dan pelayanan ini tidak termasuk pelayanan
SPM Kesehatan
b. Pengisian Buku KIA
c. Pencatatan dan pelaporan

12. Kebutuhan Alat dan Pedoman Kerja Kesehatan {Pasal 12, ayat 3) b)}:

Setiap FKTP dan FKTL atau Pemberi Pelayanan Dasar (PPD) penyelenggara
Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir yang bersifat peningkatan/
promotif dan pencegahan/ preventif [Pusk (termasuk SDM yang melayani
di luar Puskesmas), Bidan Praktek Mandiri/BPM, Klinik Utama, Klinik
Pratama], harus memiliki Alat kesehatan dan Pedoman Kerja sebagai berikut :

a. Minimal sebuah Pedoman Neonatal Esensial, instrument


pencatatan (kohort bayi, formulir bayi baru lahir, formulr
MTBM dan buku Kesehatan Ibu dan Anak),
b. Tulis, apa lagi.
c. Ambil dari sini, jangan hanya dirujuk ke mari (ingat, pendataan bahwa satu
fasyankes dinyatakan laik melayani ibu hamil bukan per-puskesmas,
tetapi per-jenis fasyankes) : Alat kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan
antenatal sesuai dengan Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang
puskesmas

7. Penghitungan Target / Sasaran Pelayanan {Pasal 1, ayat 1), Pasal 6, ayat


5), Pasal 11, ayat 2), dan Pasal 11), ayat 3)}:

e. Target / Sasaran untuk Perencanaan Anggaran :


Oleh karena tidak seluruh Data Target/Sasaran Bayi Baru Lahir Tahun
Depan telah ada pada Tahun Berjalan, maka Jumlah Target/ Sasaran
tersebut pada Rencana Pemenuhan Pelayanan Dasar (RPPD) SPM
Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan berdasarkan estimasi/
prediksi, tidak dengan Identitas lengkap.

Jumlah Bayi Baru Lahir Tahun Depan =


Jumlah Penduduk Tahun Lalu, dikalikan CBR (Crude Birth Rate), dikalikan
Konstanta 1,0.

Jika pencatatan telah berjalan lancar pada beberapa tahun ke depan,


dimana pencatatan telah mencakup seluruh penduduk warga Daerah
Kabupaten/ Kota, meliputi Identitas Lengkap, maka estimasi/ prediksi
dapat mempergunakan data-data tahunan tahun-tahun yang telah berlalu

f. Target / Sasaran untuk penetapan Kinerja Daerah Kabupaten/ Kota,

Kinerja Daerah Kabupaten / Kota tahun berjalan, ditetapkan dengan


persentase, yaitu :

Jumlah Sasaran / Bayi Baru Lahir, yang TELAH DILAYANI dibagi dengan
Jumlah Sasaran / Bayi Baru Lahir, yang HARUS DILAYANI, dikalikan
dengan
100 %,

dimana :

5) Sasaran / Bayi Baru Lahir Yang TELAH DILAYANI, adalah:

a) semua Bayi Baru Lahir yg pada tahun berjalan telah dilayani :


(1) mengacu kepada Pelayanan Neonatal Esensial sesuai
yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak
[ambil ke sini], dan
(2) ketika saat lahir (0 - 6 jam) memperoleh perawatan
neonatal esensial yang dibuktikan dengan terisinya
formulir bayi baru lahir, di fasyankes, dan
(3) Ketika saat setelah lahir ( 6 jam – 28 hari)
memperoleh perawatan neonatal esensial yang
dibuktikan dengan keterisian formulir MTBM
(Manajemen Terpadu Bayi Muda) sebanyak 3 kali
sesuai dengan periode Kunjungan Neonatal (KN) yaitu
KN1 (6 - 48 jam), KN2 (3 - 7 hari) dan KN3 (8-28 hari).

b) dari seorang ibu dapat tercatat dua kali sebagai bayi baru
lahir yang telah dilayani, jika mengalami dua kali
pelayanan persalinan.
c) dari seorang ibu bersalin dicatat sebagai dua kali sebagai
Bayi Baru Lahir yang telah dilayani, jika melahirkan bayi
kembar.

6) Sasaran / Ibu Hamil Yang HARUS DILAYANI, adalah :

g) Semua Bayi Baru Lahir yang telah dilayani,; ditambah dengan


h) Semua Bayi Baru Lahir yang diperhitungkan lahir pada tahun ini,
karena ketika ditemukan oleh petugas masih dalam usia maksimal
satu tahun, meskipun kelahirannya tidak dilayani oleh fayankes
dengan catatan bahwa telah dilakukan pendataan atas semua
penduduk Daerah Kabupaten/ Kota, sehingga tersedia identitas
lengkap meliputi minimal Nama, Jenis Kelamin, Alamat (Desa, Kec,
Kab, Prov), dan tgl/bln/tahun lahir.

8. Penghitungan Pembiayaan
#K-11

(11) Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis, yang bersifat


peningkatan/promotif dan pencegahan/ preventif

{Pasal 6, ayat 2) & 3)}

13. Definisi Operasional:

{Pasal 6, Ayat 4) a) Jumlah & Kualitas Jasa Pelayanan Dasar Kesehatan}

Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis, yang bersifat


peningkatan/promotif dan pencegahan/ preventif; adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi :

a Pelayanan penapisan orang terduga tuberkulosis untuk memastikan


bahwa yang bersangkutan mengalami/ menderita tuberkulosis atau
tidak; dan
b pelayanan merujuk orang yang sudah positif Tuberkulosis untuk
memperoleh pengobatan Anti Tuberkulosis dan Pemantauan Pengobatan;

dimana pelayanan tersebut diberikan kepada setiap orang yang terduga


Tuberkulosis, yaitu orang yang menunjukkan tanda-tanda :

a. batuk selama 2 (dua) minggu atau lebih.


b. Batuk, terutama yang diikuti dengan : dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, berkeringat malam hari tanpa aktifitas fisik dan badan meriang
lebih dari satu bulan;

dan terutama orang tersebut adalah :

a. orang yang kontak erat dengan pasien TB, atau


b. orang yang termasuk kelompok berisiko, yaitu :
1) Orang dengan Infeksi Positif HIV,
2) Orang dengan Diabites Mellitus,
3) Orang yang memiliki penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis,
bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain, atau
c. Orang dari populasi khusus, yaitu :
1) warga Lembaga Pemasyarakatan,
2) warga Rumah Tahanan,
3) Tempat Kerja (?),
4) Warga Pondok Pesantren,
5) Warga Asrama,
6) Warga Institusi Pendidikan, atau
d. Orang yang berasal dari tempat berisiko, yaitu :
1) Warga wilayah padat penduduk (kepadatan di atas __ or/ Km2),
2) pengungsi,
3) Warga Daerah Kumuh.

Pengobatan orang yang telah positif Tuberkulosis, dan pemantauannya,


serta pemeriksaan laboratorium pada akhir pengobatan, sehingga prinsip
penatalaksanaan orang dengan Tuberkulosis adalah TOSS-TB (Temukan
Obati Sampai Sembuh-TB) dapat diwujudkan, dilaksanakan oleh Puskesmas
dan Para Pemberi Pelayanan Dasar lain di wilayah kerjanya, di luar Pelayanan
Dasar SPM Kesehatan ini.

Seluruh Pelayanan Dasar SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota


dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sekaligus sebagai
penanggung jawab pelaksanaan, di tingkat Pemerintahan Kabupaten/ Kota;
dimana pada tingkat Kecamatan atau Lebih Kecil dari itu, dikoordinasikan
oleh Puskesmas untuk seluruh Pemberi Pelayanan Dasar di wilayah kerja
Puskesmas tersebut, baik milik Pemberi Pelayanan Dasar milik Pemerintah
maupun Non-Pemerintah, baik Klinik maupun Praktek Individu Mandiri,
termasuk Rumah Sakit.

14. Standar Sumber Daya Manusia Kesehatan {Pasal 6, ayat 4)b) Jumlah dan
kualitas personel/ sumber daya manusia kesehatan}:

Setiap Pemberi Pelayanan Dasar penyelenggara pelayanan setiap Jenis


Pelayanan Dasar SPM Kesehatan harus memiliki personel/ sumber daya
manusia kesehatan dalam jenis dan jumlah tertentu. Agar masing-masing
Jenis Pelayanan Dasar itu dikatakan telah dilaksanakan oleh Pemberi
Pelayanan Dasar yang memenuhi Syarat Ketersediaan Sumber Daya Manusia.

Untuk Jenis Pelayanan Dasar – 11, dilaksanakan oleh Pemberi Pelayanan


Dasar Puskesmas, Klinik Pratama, Klinik Utama, dan Rumah Sakit, milik
Pemerintah dan Non-Pemerintah, serta Dalam koordinasi Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten/Kota; Standar SDM ditetapkan sbb :

a. Puskesmas, Klinik Pratama, Klinik Utama, dan Rumah Sakit.

Setiap Puskesmas, atau Klinik Pratama, atau Klinik Utama, dan atau
Rumah Sakit dapat melayani keseluruhan rincian pelayanan dari Jenis
Pelayanan Dasar ini, jika memiliki minimal satu orang :

1) Dokter yang memiliki sertifikat pelatihan pengelolaan Tuberkulosis;


dan
2) Perawat yang memiliki sertifikat pelatihan pengelolaan Tuberkulosis;
dan
3) Bidan yang memiliki sertifikat pelatihan pemeriksaan fisik anak
sebagai kegiatan Skrining Tuberkulosis Anak; dan
4) Pranata Laboratorium Kesehatan yang memiliki sertifikat pelatihan
pemeriksaan Mikroskopis Tuberkulosis, dan atau Test Cepat
Molekuler (TCM); dan
5) Petugas Pencatat / Perekam Catatan Medis dan Pelaporan Pelayanan
Tuberkulosis yang memiliki sertifikat pelatihan pencatatan dan
pelaporan Pelayanan Tuberkulosis.

b. Dinas Kesehatan:

Dinas Kesehatan minimal memiliki seorang : Pengelola Program


Penanggulangan Penyakit (P2) Tuberkulosis yang memiliki sertifikat
pelatihan pengelolaan program P2 Tuberkulosis.

Sertifikat Pelatihan paling lama diperoleh pada lima tahun terakhir.


15. Petunjuk Teknis Pelayanan {Pasal 6, Ayat 4) c) : petunjuk teknis atau tata
cara pemenuhan standar }

a) Penemuan Sasaran, dengan :


1) Secara pasif, yaitu dengan menemukan sasaran kelompok berisiko,
yang sedang memperoleh pelayanan di fasyankes, yaitu melalui
program-program integrasi antara :
(a) Pelayanan Tuberkulosis dengan Pelayanan Penderita HIV, dalam
Program Pelayanan TB-HIV,
(b) Pelayanan Tuberkulosis dengan Pelayanan Penderita Diabetes
Mellitus, dalam Program Pelayanan TB-DM,
(c) Pendekatan Praktis Kesehatan Paru (?),
(d) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS),
(e) Manajemen Terpadu Dewasa Sakit (MTDS),

2) Secara Aktif, dan Masif, yaitu dengan menemukan orang-orang dengan


gejala-gejala dan tanda-tanda yang dapat diduga sebagai terinfeksi
Tuberkulosis, :
(a) pada populasi khusus dan tempat-tempat berisiko terinfeksi
Tuberkulosis.

Penemuan Sasaran/ Target secara Aktif dan Masif ini dilakukan


bersama dan didukung oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, kader
kesehatan, dan para penyelenggara UKBM (Upaya Kesehatan
Berbasis Masyarakat), serta pegiat-pegiat pelayanan masyarakat
yang ada.

(b) Setiap melakukan kunjungan rumah, yang diintegrasikan dengan


tujuan program/ kegiatan/ pelayanan lain, diidentifikasi adanya
sasaran-sasaran Pelayanan Dasar SPM Kesehatan, termasuk
sasaran pelayanan orang terduga tuberkulosis;

b) Promosi Kesehatan, dilakukan kepada sasaran/target, meliputi antara


lain : 1) kemungkinan terjadinya infeksi Tuberkulosis kepada target,
mengingat kondisi sasaran saat ini; 2) perlunya ditegakkan diagnose
Tuberkulosis secara dini, untuk menghindari makin parahnya penyakit,
dan terjadinya penularan kepada keluarga dan orang-orang sekitar, 3)
peluang-peluang yang dapat diperoleh sasaran dan keluarganya, apabila
dilakukan pemeriksaan kemungkinan terjadinya infeksi Tuberkulosis; 4)
peluang-peluang hidup sehat dan produktif secara sehat jika ternyata
terjadi infeksi positif Tuberkulosis, dengan pengobatan oleh negara
secara teratur.

c) Penegakan diagnosis dilakukan terhadap sasaran yang menunjukkan


tanda-tanda/ gejala-gejala Tuberkulosis; pemeriksaan penapisan untuk
memastikan apakah negatif, atau positif terinfeksi Tuberkulosis, melalui :
(1) Pemeriksaan klinis; dan
(2) Pemeriksaan bakteriologis, yaitu dengan mengumpulkan 2 (dua)
contoh dahak untuk diperiksa di laboratorium, yaitu dahak sewaktu
dan dahak pagi, dan atau
(3) Pemeriksaan penunjang jika diperlukan.

d) Dilakukan promosi kesehatan lanjutan untuk tetap hidup sehat bagi


sasaran dengan hasil pemeriksaan negatif antara lain tentang : (1) agar
berobat atas gejala-gejala yang dialaminya secara tuntas kepada tenaga
kesehatan, (2) menjaga agar mengikuti etika batuk ketika batuk, (3)
menghindari untuk menghirup percikan ludah ketika berhadapan dengan
orang batuk, terutama ketika diketahui bahwa orang tersebut telah
dinyatakan sebagai pendrita Tuberkulosis.

e) Dilakukan Rujukan untuk memperoleh pelayanan Paket Pengobatan


Tuberkulosis, dan Pemantauan Pengobatan Lanjut, bagi sasaran dengan
hasil pemeriksaan positif terinfeksi Tuberkulosis.
Sebelum merujuk orang dengan Tuberkulosis, dilakukan promosi
kesehatan lanjutan antara lain tentang : (1) menjaga agar mengikuti etika
batuk ketika batuk karena bakteri tuberkulosis menular melalui batuk,
(2) memanfaatkan alat makan minum secara terpisah dengan orang lain,
(3) mengikuti nasehat pengobatan yang teratur sampai dinyatakan
sembuh karena tuberkulosis bisa sembuh dan hidup sehat dan produktif,
(4) menjadi orang yang dapat menjelaskan kepada orang lain perlunya
mencegah agar tidak tuberkulosis, dan kalau muncul atau mengalami
gejala-gejala dan tanda-tanda terduga tuberkulosis segera mencari
pertolongan tenaga kesehatan

f) Pencatatan dan Pelaporan pelaksanaan penemuan sasaran, dan seluruh


tindakan, termasuk pelaksanaan Rujukan.

g) Penatalaksanaan Orang dengan Tuberkulosis setelah dirujuk, sehingga


secara keseluruhan penanganan Orang dengan Tuberkulosis yang
mengikuti Prinsip Pelayanan TOSS-TB (Temukan-Obati-Sampai-Sembuh)
dapat diwujudkan, dilaksanakan oleh fasyankes dan masyarakat desa/
kelurahan atau sejenisnya, dilakukan secara komprehensif di luar
pelayanan SPM Kesehatan

16. Kebutuhan Alat dan Pedoman Kerja Kesehatan {Pasal 12, ayat 3) b)}:
Setiap Pemberi Pelayanan Dasar pada setiap Jenis Pelayanan Dasar SPM
Kesehatan harus memiliki Alat & Pedoman Kerja Kesehatan dalam jenis dan
jumlah tertentu. Agar Jenis Pelayanan Dasar itu dikatakan telah dilaksanakan
oleh Pemberi Pelayanan Dasar yang memenuhi Syarat Ketersediaan Alat &
Pedoman Kerja Kesehatan.

Alat & Pedoman Kerja Kesehatan, hanya untuk yang mendukung operasional
jenis pelayanan dasar – SPM Kesehatan, tidak termasuk investasi besar
(gedung, kendaraan bermotor, perahu, dan sejenisnya), yang standarisasinya
tidak dibuat per Jenis Pelayanan Dasar SPM Kesehatan, tetapi per- Jenis
Fasyankes; juga tidak termasuk Bahan Medis Habis Pakai/ Reagen yang
harus ada guna mendukung pelayanan dasar tersebut.

Untuk Jenis Pelayanan Dasar – 11, dilaksanakan oleh Pemberi Pelayanan


Dasar Puskesmas, atau Klinik Pratama, atau Klinik Utama, dan atau Rumah
Sakit, milik Pemerintah maupun Non-Pemerintah, serta dalam koordinasi
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota; Standar Ketersediaan Alat &
Pedoman Kerja Kesehatan, ditetapkan sbb :

a. Puskesmas, atau Klinik Pratama, atau Klinik Utama, dan atau Rumah Sakit.

Setiap Puskesmas, atau Klinik Pratama, atau Klinik Utama, dan atau
Rumah Sakit dapat melayani keseluruhan rincian pelayanan dari Jenis
Pelayanan Dasar ini, jika memiliki minimal :
1) Lima Set Lembar Balik / Poster / Booklet Tuberkulosis dan
Penatalaksanaannya sebagai alat Promosi Kesehatan;
2) Satu Set Alat Pemeriksaan Penapisan Bakteriologis Tuberkulosis;
3) Satu Set Pedoman Kerja Pelayanan Kesehatan bagi Orang dengan
Risiko Tuberkulosis, dan Orang Dengan Tuberkulosis
4) Satu Set Pedoman Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kesehatan
bagi Orang dengan Risiko Tuberkulosis, dan Orang Dengan
Tuberkulosis;
5) Satu Set Buku/Alat Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kesehatan
bagi Orang dengan Risiko Tuberkulosis, dan Orang Dengan
Tuberkulosis, Tingkat Pemberi Pelayanan Dasar

b. Dinas Kesehatan:
Dinas Kesehatan harus memiliki minimal :
1) Satu Set Lembar Balik / Poster / Booklet Tuberkulosis dan
Penatalaksanaannya sebagai alat Promosi Kesehatan;
2) Satu Set Pedoman Kerja Pelayanan Kesehatan bagi dengan Risiko
Tuberkulosis, dan Orang Dengan Tuberkulosis
3) Satu Set Pedoman Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kesehatan
bagi Orang dengan Risiko Tuberkulosis, dan Orang Dengan
Tuberkulosis.
4) Satu Set Buku/Alat Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kesehatan
bagi Orang dengan Risiko Tuberkulosis, dan Orang Dengan
Tuberkulosis, Tingkat Dinas Kesehatan.
17. Penghitungan Target / Sasaran Pelayanan {Pasal 1, ayat 1), Pasal 6, ayat
5), Pasal 11, ayat 2), dan Pasal 11), ayat 3)}:

g. Target / Sasaran untuk Perencanaan Anggaran :

Oleh karena tidak seluruh Target/Sasaran Tahun Depan bagi Pelayanan


Kesehatan bagi orang terduga tuberkulosis telah ada pada waktu
penyusunan Rencana Pemenuhan Pelayanan Dasar, maka Target/
Sasaran pada Rencana Pemenuhan Pelayanan Dasar SPM Kesehatan
Daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan berdasarkan estimasi/ prediksi
mempergunakan formulasi, tidak dapat mempergunakan Identitas
lengkap sebagai penduduk. Dengan formulasi tersebut Kepala Dinas
Provinsi setelah berkonsultasi dengan Kemenkes menetapkan Jumlah
Target Pelayanan Tahun Depan.
Jika pencatatan telah berjalan lancar pada beberapa tahun ke depan,
dimana pencatatan telah mencakup seluruh penduduk warga Daerah
Kabupaten/ Kota, meliputi Identitas Lengkap, maka estimasi/ prediksi
dapat mempergunakan data-data tahunan tahun-tahun yang telah berlalu.

h. Target / Sasaran Kinerja Daerah Kabupaten/ Kota,

Kinerja Daerah Kabupaten / Kota adalah Jumlah Sasaran yang TELAH


DILAYANI dibagi dengan Jumlah yang HARUS DILAYANI, secara Riil,
dikalikan 100 %, dimana :

7) Yang termasuk TELAH DILAYANI adalah:

a) semua sasaran yg telah dilayani dengan (1) promosi kesehatan,


dilanjutkan dengan (2) pemeriksaan penapisan dan hasilnya
positif; yang kemudian (3) dirujuk untuk memperoleh Paket
Pengobatan Tuberkulosis dan Pemantauannya; dan
b) semua sasaran yang telah dilayani (1) promosi kesehatan,
dilanjutkan dengan (2) pemeriksaan penapisan, dan hasilnya
negatif; kemudian memperoleh (3) promosi kesehatan lanjutan.

8) Yang termasuk yang HARUS DILAYANI, adalah :

setiap orang yang terduga Tuberkulosis, yaitu orang yang


menunjukkan tanda-tanda & gejala-gejala :

a. batuk selama 2 (dua) minggu atau lebih.


b. Batuk, terutama yang diikuti dengan : dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, berkeringat malam hari tanpa aktifitas fisik
dan badan meriang lebih dari satu bulan;
yang terjadi atau ditemui pada :
a. orang yang kontak erat dengan pasien TB, atau
b. orang yang termasuk kelompok berisiko, yaitu :
(1) Orang dengan Infeksi Positif HIV, dan
(2) Orang dengan Diabites Mellitus, dan
(3) Orang yang memiliki penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-
lain, atau
c. Orang dari populasi khusus, yaitu :
(1) warga Lembaga Pemasyarakatan, dan
(2) warga Rumah Tahanan, dan
(3) Tempat Kerja (?), dan
(4) Warga Pondok Pesantren, dan
(5) Warga Asrama, dan
(6) Warga Institusi Pendidikan, atau
d. Orang yang berasal dari tempat berisiko, yaitu :
(1) Warga wilayah padat penduduk (kepadatan di atas __ or/
Km2), dan
(2) pengungsi, dan
(3) Warga Daerah Kumuh;

dengan catatan bahwa telah dilakukan pendataan atas semua


penduduk Daerah Kabupaten/ Kota, sehingga tersedia identitas
lengkap meliputi minimal Nama, Jenis Kelamin, Alamat (Desa, Kec,
Kab, Prov), dan tgl/bln/tahun lahir.

Pendataan kepada semua keluarga dilakukan pada akhir Semester I,


karena pada akhir Semester I dilakukan pembahasan RKPD/RKA-
OPD Perubahan.
Perubahan Anggaran Kesehatan didasarkan kepada Kinerja Semester
I, Sasaran / Target Perencanaan Awal Tahun disesuaikan dengan
Capaian Kinerja Semester I.

Pendataan kedua dilakukan lagi kepada semua keluarga pada akhir


tahun, untuk menentukan Kinerja Pencapaian Sasaran/ Target SPM
Kesehatan Daerah Kabupaten.
18. Perhitungan Pembiayaan :

a. Penemuan Sasaran :

Biaya Transportasi Petugas :


1) setiap orang petugas, dalam sehari dapat mengunjungi berapa
keluarga,
2) berapa jumlah keluarga yang harus dikunjungi, keluarga yang seluruh
anggota keluarganya sudah terpapar/ melakukan pemeriksaan
kesehatan lain di fasyankes tidak perlu dikunjungi;
3) berapa orang-hari, adalah Jumlah Keluarga yang masih harus
dikunjungi dibagi Jumlah Keluarga yang dapat dikunjungi oleh satu
petugas dalam sehari; juga berapa jumlah orang-hari untuk
mengunjungi orang-orang sebagai populasi khusus;
4) berapa rupiah dibutuhkan biaya adalah Jumlah Orang-Hari x Unit Cost
Satu Orang-Hari.

Biaya transportasi diintegrasikan untuk melakukan identifikasi sasaran/


target SPM Kesehatan secara keseluruhan, bahkan termasuk dalam tujuan
program lain, dan dalam tujuan perawatan kesehatan di rumah

b. Pemeriksaan Penapisan :

1) Jumlah Sasaran / Target yang ditetapkan dikalikan dua kali


pemeriksaan ( dua uji dahak) diperoleh angka Orang-Kali Periksa
(OKP)

2) Unit Cost Pemeriksaan Penapisan untuk Satu Orang Sasaran/ Target (


untuk pengadaan reagen dan lain-lain);

3) Berapa rupiah dibutuhkan adalah Jumlah Orang-Kali Periksa dikalikan


Unit Cost Sekali Pemeriksaan Penapisan.

c. Pelayanan Rujukan

Tidak diperlukan biaya rujukan, jika pemda menyediakan biaya


transportasi bagi orang yang dirujuk, maka kebutuhan biaya melakukan
rujukan adalah Perkiraan Jumlah Orang Positif Tuberkulosis, dikalikan Unit
Cost Transpotasi
Transportasi tidak dibutuhkan jika Pelaksanaan Pelayanan Rujukan di
fasyankes pemberi pelayanan dasar yang sama

d. Pencatatan Pelaporan

Tidak dibutuhkan pembiayaan untuk pencatatan dan pelaporan.


Biaya dibutuhkan jika diselenggarakan pertemuan pengolahan dan
analisa data pelaksanaan 12 (dua belas) Jenis Pelayanan dasar SPM
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.
Berapa kali pertemuan disesuaikan dengan berapa kali membuat Laporan
Kinerja Pelayanan SPM Daerah Kabupaten/ Kota, yang diintegrasikan
dengan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah {Pasal 17, ayat 1)}
#K-12

(12) Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang


melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus),
yang bersifat peningkatan/promotif dan pencegahan/ preventif
{Pasal 6, ayat 2) & 3)}

Catatan :
istilah-istilah mengikuti PP2/2018 :
a) barang dan jasa (kesehatan termasuk Jasa)
b) pelayanan dasar
c) pemberi pelayanan dasar (PPD)
d) jenis pelayanan dasar (JPD)
e) Rencana Pemenuhan Pelayanan Dasar (RPPD)
f) Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah(LPPD)

19. Definisi Operasional:


{Pasal 6, Ayat 4) a) Jumlah & Kualitas Jasa Pelayanan Dasar Kesehatan}

Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan


daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus), yang bersifat
peningkatan/promotif dan pencegahan/ preventif; merupakan bagian dari
keseluruhan pelayanan orang dengan infeksi HIV, yang meliputi :
a. pelayanan penemuan sasaran;
b. komunikasi, informasi, dan edukasi tentang HIV;
c. pelayanan pemeriksaan laboratorium;
d. pelayanan rujukan untuk memperoleh pengobatan Anti HIV dan
Pemantauan Pengobatan, bagi orang yang positif terinfeksi HIV;
e. pencatatan dan pelaporan;
dimana pelayanan tersebut diberikan kepada setiap orang yang secara
epidemiologis memiliki risiko terinfeksi HIV, yaitu :
 kelompok rentan terhadap infeksi HIV atau kelompok sasaran program :
 perempuan hamil,
 pasien tuberculosis,
 pasien IMS lainnya,
 pasien hepatitis, dan
 kelompok risiko tinggi / populasi kunci infeksi HIV:
 transgender / waria
 pekerja seks
 lelaki seks lelaki
 pengguna nafza suntik
 warga binaan lembaga pemasyarakatan
 warga rumah tahanan.

Pelayanan pengobatan orang yang terinfeksi HIV (hasil reaktif pada


pemeriksaan laboratorium), dan pemantauannya dilaksanakan oleh FKTP
(Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) dan FKTL (Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjut) di wilayah kerja Puskesmas, di luar Paket Pelayanan Dasar
SPM Kesehatan ini.
{Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sebagai penanggung jawab pelaksanaan
SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota, di tingkat Pemerintahan
Kabupaten/ Kota.
Pada tingkat Kecamatan atau tingkat lebih kecil dari itu, dikoordinasikan oleh
Puskesmas bagi seluruh Pemberi Pelayanan Dasar (PPD) di wilayah kerja
Puskesmas tersebut, baik PPD milik Pemerintah maupun Non-Pemerintah,
baik Klinik maupun Praktek Individu Mandiri; FKTP maupun FKTL.}
Pernyataan ini perlu ada, meski tidak pada setiap JPD, karena ini prinsip
umum.

Pelayanan Dasar SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota tersebut


merupakan bagian tidak terpisahkan dari Penanggulangan HIV, yang terdiri
dari :
a. Surveilans HIV;
b. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Maysarakat;
c. Pencegahan penularan HIV;
d. Penemuan kasus dan pemeriksaan diagnosis HIV
e. Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan;
f. Rehabilitasi dan Mitigasi Dampak

Dimana masing-masing dijelaskan secara singkat sbb :

LIHAT DI BAWAH
Jika diperlukan, pindahkan kemari;
Jika dinilai tidak perlu, dihapus.

Dasar bahwa perlu dicantumkan adalah, dengan demikian maka dalam


dokumen yang sama (standar teknis ini) Daerah sudah dapat melihat
Penanggulangan HIV secara utuh, dan mengetahui bagaimana posisi
Pelayanan Dasar SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota di dalamnya.

Bahwa tidak perlu dicantumkan, karena akan panjang, dan JPD lainnya juga
harus diuraikan demikian.

Jika disimpulkan sebagai tidak perlu, maka pencantuman a sampai dengan f


di atas cukup.

20. Standar Sumber Daya Manusia Kesehatan {Pasal 6, ayat 4)b) Jumlah dan
kualitas personel/ sumber daya manusia kesehatan}:

Setiap Pemberi Pelayanan Dasar (PPD) penyelenggara pelayanan setiap Jenis


Pelayanan Dasar (JPD) SPM Kesehatan harus memiliki personel/ sumber
daya manusia kesehatan dalam jenis dan jumlah tertentu. Agar masing-
masing JPD itu dikatakan telah dilaksanakan oleh PPD yang memenuhi Syarat
Ketersediaan Sumber Daya Manusia.
Syarat Jenis dan Jumlah tertentu SDM juga ditetapkan untuk Dinas
Kesehatan, karena untuk melakukan koordinasi pelayanan ini diperlukan
Jenis dan Jumlah tertentu SDM di Dinas Kesehatan.

Untuk JPD – 12 SPM Daerah Kabupaten/Kota, dilaksanakan oleh PPD FKTP


(Puskesmas, Klinik Pratama, Klinik Utama, Klinik Rutan, Klinik Lapas); dan
FKTL (Rumah Sakit); Standar SDM untuk JPD ini ditetapkan sbb :

a FKTP dan FKTL.

Setiap FKTP dan FKTL dapat melayani keseluruhan rincian pelayanan


dari Jenis Pelayanan Dasar ini, jika memiliki minimal satu orang :

6) Dokter / dokter gigi yang memiliki sertifikat pelatihan pengelolaan


HIV, untuk pelayanan a) KIE HIV, dan b) pelaksanaan merujuk orang
yang dinyatakan terinfeksi HIV;
7) Pranata Laboratorium Kesehatan yang memiliki sertifikat pelatihan
pemeriksaan HIV;
8) Petugas Pencatat / Perekam Catatan Medis dan Pelaporan Pelayanan
HIV yang memiliki sertifikat pelatihan pencatatan dan pelaporan HIV,
untuk pencatatan dan pelaporan

b Dinas Kesehatan:

Dinas Kesehatan minimal memiliki seorang : Pengelola Program


Penanggulangan Penyakit (P2) HIV & PIMS yang memiliki sertifikat
pelatihan pengelolaan program P2 HIV

Sertifikat Pelatihan paling lama diperoleh pada lima tahun terakhir.

21. Petunjuk Teknis Pelayanan {Pasal 6, Ayat 4) c) : petunjuk teknis atau tata
cara pemenuhan standar }

h) Pelayanan Penemuan Sasaran, yaitu dilaksanakan dengan :


3) Mewajibkan kepada setiap kelompok rentan atau sasaran program
yang ditemukan pada FKTP dan FKTL di wilayah kerja Puskesmas,
selain ditangani / dilayani sesuai masalahnya (hamil, tuberkulosis,
IMS lainnya), juga melakukan pemeriksaan laboratorium untuk HIV;
bisa dilakukan pada fasyankes yang sama, bisa dirujuk ke Puskesmas
terdekat. Kewajiban ini didukung oleh Peraturan Daerah atau
Perkada.
4) Melakukan kunjungan rumah, yang diintegrasikan dengan kunjungan
rumah untuk tujuan program/ kegiatan/ pelayanan lain, sehingga
semua keluarga dapat dikunjungi; dan melakukan kunjungan ke
lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan; dengan tujuan
mengidentifikasi adanya sasaran-sasaran Pelayanan Dasar SPM
Kesehatan, termasuk kelompok rentan dan kelompok risiko tinggi/
populasi kunci infeksi HIV.

i) Pelayanan KIE HIV.


KIE HIV diberikan kepada kepada target/ sasaran, meliputi antara lain :
1) kemungkinan terjadinya infeksi HIV kepada target, mengingat kondisi
sasaran saat ini (hamil, tuberkulosis, IMS lainnya); 2) peluang-peluang
yang dapat diperoleh sasaran dan keluarganya, termasuk bayinya jika
hamil, apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium dan kemungkinan
terjadinya infeksi HIV; 3) peluang-peluang hidup sehat dan produktif
termasuk berkeluarga secara sehat meskipun jika ternyata terjadi infeksi
HIV, dengan pengobatan oleh negara secara teratur.

j) Pelayanan Pemeriksaan Laboratorium.


Pemeriksaan Laboratorium untuk memastikan apakah non-reaktif, atau
reaktif. Bagi yang non-reaktif, diberikan KIE HIV, antara lain agar
menghindari perilaku berisiko terinfeksi HIV, jika setelah memperoleh
hasil pemeriksaan non-reaktif kemudian melakukan perilaku berisiko
terinfeksi HIV maka harus segera melakukan pemeriksaan laboratorium.

k) Pelayanan Rujukan.
Rujukan dilaksanakan bagi sasaran yang memiliki hasil pemeriksaan
laboratorium reaktif, untuk memperoleh pelayanan pengobatan ARV, dan
Pemantauan Pengobatan Lanjut.
Sebelum merujuk, kepada yang bersangkutan diberikan KIE mengenai
pentingnya pengobatan ARV sesuai nasihat petugas, termasuk menjaga
rujukan balik.

l) Pencatatan dan Pelaporan pelaksanaan penemuan sasaran, dan seluruh


tindakan, termasuk pelaksanaan Rujukan.

22. Kebutuhan Alat dan Pedoman Kerja Kesehatan {Pasal 12, ayat 3) b)}:

Setiap PPD penyelenggara pelayanan pada setiap JPD harus memiliki Alat &
Pedoman Kerja Kesehatan dalam jenis dan jumlah tertentu. Agar masing-
masing JPD dapat dinyatakan telah dilaksanakan oleh PPD yang memenuhi
Syarat Ketersediaan Alat & Pedoman Kerja Kesehatan.

Jenis Alat & Pedoman Kerja Kesehatan, hanya untuk yang mendukung
operasional pelayanan – SPM Kesehatan.
Tidak termasuk investasi besar (gedung, kendaraan bermotor, perahu, dan
sejenisnya), yang standarisasinya tidak dibuat per JPD SPM Kesehatan, tetapi
per-Jenis Fasyankes.
Juga tidak termasuk Bahan Medis Habis Pakai/ Reagen yang harus ada guna
mendukung pelayanan dasar tersebut.

Untuk JPD – 12, dilaksanakan oleh PPD FKTP (Puskesmas, Klinik Pratama,
Klinik Utama, Klinik Rutan, Klinik Lapas); dan FKTL (Rumah Sakit), serta
dalam koordinasi Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota; Standar
Ketersediaan Alat & Pedoman Kerja Kesehatan, ditetapkan sbb :
c. FKTP dan FKTL..

Setiap FKTP dan FKTL dapat melayani keseluruhan rincian pelayanan dari
JPD ini, jika memiliki minimal :
6) Lima Set Lembar Balik / Poster / Booklet HIV sebagai alat Edukasi
HIV;
7) Satu Set Alat Pemeriksaan Penapisan HIV;
8) Satu Set Pedoman Kerja Pelayanan Kesehatan bagi Orang dengan
Risiko Terinfeksi HIV, dan Orang Dengan Infeksi HIV
9) Satu Set Pedoman Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kesehatan
bagi Orang dengan Risiko Terinfeksi HIV, dan Orang Dengan Infeksi
HIV
10)Satu Set Buku/Alat Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kesehatan
bagi Orang dengan Risiko Terinfeksi HIV, dan Orang Dengan Infeksi
HIV, tingkat Pemberi Pelayanan Dasar

d. Dinas Kesehatan:
Dinas Kesehatan harus memiliki minimal :
5) Satu Set Lembar Balik / Poster / Booklet HIV sebagai alat Promosi
Kesehatan;
6) Satu Set Pedoman Kerja Pelayanan Kesehatan bagi dengan Risiko
Terinfeksi HIV, dan Orang Dengan Infeksi HIV
7) Satu Set Pedoman Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kesehatan
bagi Orang dengan Risiko Terinfeksi HIV, dan Orang Dengan Infeksi
HIV.
8) Satu Set Buku/Alat Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kesehatan
bagi Orang dengan Risiko Terinfeksi HIV, dan Orang Dengan Infeksi
HIV Tingkat Dinas Kesehatan.

23. Penghitungan Target / Sasaran Pelayanan {Pasal 1, ayat 1), Pasal 6, ayat
5), Pasal 11, ayat 2), dan Pasal 11), ayat 3)}:

i. Target / Sasaran untuk Perencanaan Anggaran :

Oleh karena tidak seluruh Data Target/Sasaran Tahun Depan telah ada
pada Tahun Berjalan, maka Jumlah Target/ Sasaran pada Rencana
Pemenuhan Pelayanan Dasar (RPPD) SPM Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota, ditetapkan berdasarkan estimasi/ prediksi, tidak
dengan Identitas lengkap. Kepala Dinas Provinsi setelah berkonsultasi
dengan Kemenkes menetapkan Jumlah Target / Sasaran Pelayanan Tahun
Depan, sebagai Dasar Penghitungan Kebutuhan Anggaran.
Jika pencatatan telah berjalan lancar pada beberapa tahun ke depan,
dimana pencatatan telah mencakup seluruh penduduk warga Daerah
Kabupaten/ Kota, meliputi Identitas Lengkap, maka estimasi/ prediksi
dapat mempergunakan data-data tahunan tahun-tahun yang telah berlalu

j. Target / Sasaran Kinerja Daerah Kabupaten/ Kota,


Kinerja Daerah Kabupaten / Kota ditetapkan dengan persentase, yaitu
Jumlah Sasaran yang TELAH DILAYANI dibagi dengan Jumlah Sasaran
yang HARUS DILAYANI, dikalikan 100 %, dimana :

9) Sasaran Yang TELAH DILAYANI, adalah:

c) semua sasaran yg telah dilayani dengan (1) KIE tentang HIV,


dilanjutkan dengan (2) pemeriksaan laboratorium, dengan hasil
reaktif; yang kemudian (3) dirujuk untuk memperoleh pengobatan
ARV, serta telah (4) dilakukan pencatatan; ditambah dengan,
d) semua sasaran yang telah dilayani (1) KIE tentang HIV, dilanjutkan
dengan (2) pemeriksaan laboratorium, dengan hasil non-reaktif,
serta telah (3) dilakukan pencatatan.

10)Sasaran Yang HARUS DILAYANI, adalah :

i) Kelompok rentan terhadap infeksi HIV, yaitu :


(1) Semua perempuan hamil yang termasuk sebagai Sasaran YANG
HARUS DILAYANI dalam pelayanan kesehatan bagi ibu hamil
yang bersifat peningkatan/promotif dan pencegahan/ preventif
(JPD-1); ditambah dengan,
(2) Semua pasien terduga tuberculosis yang telah dinyatakan
positif, ditambah dengan,
(3) Semua pasien IMS lainnya , dan
j) Kelompok risiko tinggi / populasi kunci, yaitu :
(1) Semua transgender / waria; ditambah dengan,
(2) Semua pekerja seks; ditambah dengan,
(3) Semua pelaku lelaki seks lelaki; ditambah dengan,
(4) Semua pengguna nafza suntik; ditambah dengan,
(5) Semua warga binaan pemasyarakatan; ditambah dengan,
(6) Semua warga rumah tahanan.

dengan catatan bahwa telah dilakukan pendataan atas semua


penduduk Daerah Kabupaten/ Kota, sehingga tersedia identitas
lengkap meliputi minimal Nama, Jenis Kelamin, Alamat (Desa, Kec,
Kab, Prov), dan tgl/bln/tahun lahir.

Pendataan pertama kepada semua keluarga dilakukan pada akhir


Semester I, karena pada akhir Semester I dilakukan pembahasan
RKPD/RKA-OPD Perubahan.
Perubahan Anggaran Kesehatan didasarkan kepada Kinerja Semester
I. Jumlah Target/ Sasaran Perencanaan Tahun Berjalan disesuaikan
dengan Jumlah Target/ Sasaran Capaian Kinerja Semester I.

Pendataan kedua dilakukan lagi kepada semua keluarga pada akhir


tahun, untuk menghitung Kinerja Pencapaian Target/ Sasaran SPM
Kesehatan Daerah Kabupaten Tahun Berjalan.
Hasil pendataan ini, sekaligus sebagai dasar bagi pelaksanaan
Pelayanan Kesehatan bagi Orang Berisiko Infeksi HIV tahun
berikutnya.

Termasuk ke dalam Target / Sasaran yang HARUS DILAYANI adalah


semua warga binaan lembaga pemasyarakatan dan semua warga
rumah tahanan di Daerah Kabupaten/ Kota bersangkutan.

24. Indikator Out Put dan Target :


a. Indikator Out put : Persentase Orang Berisiko Terinfeksi HIV yang
Diberikan Pelayanan sesuai Standar
b. Target : 100 %

25. Perhitungan Pembiayaan :

a. Penemuan Sasaran :

Langkah menghitung kebutuhan Biaya Transportasi Petugas :


i. menetapkan perkiraan bahwa setiap orang petugas, dalam sehari
dapat mengunjungi berapa keluarga,
ii. menghitung berapa jumlah keluarga yang harus dikunjungi, adalah
Jumlah seluruh keluarga dikurangi jumlah keluarga yang (seluruh
anggota keluarganya) sudah terpapar atau melakukan pemeriksaan
kesehatan lain di fasyankes;
iii. menghitung berapa jumlah orang-hari, adalah Jumlah Keluarga yang
masih harus dikunjungi dibagi Jumlah Keluarga yang dapat dikunjungi
oleh satu petugas dalam sehari;
iv. menghitung berapa rupiah dibutuhkan biaya adalah Jumlah Orang-
Hari x Unit Cost Transportasi Satu Orang-Hari.
v. menghitung kebutuhan biaya transportasi termasuk untuk kunjungan
petugas ke lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan yang ada di
kabupaten/ kota yang bersangkutan.

Biaya transportasi diintegrasikan untuk melakukan identifikasi target/


sasaran SPM Kesehatan secara keseluruhan, bahkan termasuk dalam
tujuan program lain, dan dalam tujuan perawatan kesehatan di rumah.

b. Pemeriksaan Laboratorium :

Langkah menghitung kebutuhan biaya pemeriksaan laboratorium adalah :


i. menghitung Jumlah Target / Sasaran, dikalikan satu kali
pemeriksaan, diperoleh angka Orang-Kali Periksa (OKP)

ii. menghitung Kebutuhan Biaya Sekali Pemeriksaan untuk Satu Orang


Target/ Sasaran ( untuk pengadaan reagen dan bahan medis habis
pakai; dengan catatan bahwa reagen disediakan oleh Kementerian
Kesehatan)
iii. menghitung berapa biaya keseluruhan pemeriksaan laboratorium
adalah Jumlah Orang-Kali Periksa dikalikan Kebutuhan Biaya Sekali
Pemeriksaan.

c. Pelayanan Rujukan

Tidak diperlukan biaya rujukan, jika pemda menyediakan biaya


transportasi bagi orang yang dirujuk, maka kebutuhan biaya melakukan
rujukan adalah Perkiraan Jumlah Orang Terinfeksi HIV, dikalikan Unit Cost
Transpotasi
Transportasi tidak dibutuhkan jika Pelaksanaan Pelayanan Rujukan di
fasyankes pemberi pelayanan dasar yang sama.

d. Pencatatan Pelaporan

Tidak dibutuhkan pembiayaan untuk pencatatan dan pelaporan.


Biaya dibutuhkan jika diselenggarakan pertemuan pengolahan dan
analisa data pelaksanaan 12 (dua belas) Jenis Pelayanan dasar SPM
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.
Berapa kali pertemuan disesuaikan dengan berapa kali membuat Laporan
Kinerja Pelayanan SPM Daerah Kabupaten/ Kota, yang diintegrasikan
dengan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah {Pasal 17, ayat 1)}

e. Pelatihan SDM
1) menghitung jumlah PPD penyelenggara setiap JPD dan ketersediaan
jumlah SDM untuk setiap Jenis SDM yang harus ada
2) menghitung kebutuhan berapa jumlah SDM yang harus ada untuk tiap
jenisnya, dari hasil hitung jumlah PPD dan JPD
3) menghitung selisih antara yang harus ada dikurangi yang telah ada
4) menghitung berapa kelas pelatihan yang harus diselenggarakan
5) kebutuhan biaya adalah jumlah orang dikalikan perhitungan
kebutuhan biaya per-kelas.
6) menetapkan jumlah pelatihan yang harus diselenggarakan tiap tahun
untuk selalu memenuhi kebutuhan sesuai standar

f. Penyediaan Alat Kesehatan dan Pedoman Kerja


Cara menghitung sama dengan sara menghitung kebutuhan biaya
Pelatihan

Penghitungan Kebutuhan Biaya


No Langkah-langkah Variabel Komponen Volume

1 Penemuan Orang
Berisiko Terinfeksi
HIV
Petugas Transportasi/ Berapa Jml KK yg
Penyediaan harus dikunjungi,
BBM dibagi Jml KK yg bisa
dikunjungi oleh
petugas dlm sekali
kunjungan rumah,
dikalikan orang-kali
kunjungan
Target/ Formulir Estimasi Target,
Sasaran dikalikan lembar
formulir
Peserta Transportasi/ Jumlah Peserta,
Pertemuan Penyediaan dikalikan empat kali (
Pembahasan BBM tiap tuga bulan),
Data & intergrasikan dengan
Rencana pertemuan program
sejenis
2 Komunikasi,
Informasi, Edukasi
HIV
Jumlah PPD Set Alat KIE Jml PPD, dikalikan
Set Alat KIE Per-PPD

3 Pemeriksaan Lab
Target/  Bahan  Jml Target, dikali
Sasaran Medis Habis kan BMHP yg diper
Pakai lukan.
 Reagen  Jml Target, dikali
kan Reagen yg di-
butuhkan perorang
(sebagai data utk
perencanaan oleh
Pusat)

6 Rujukan
Formulir Perkiraan Target Reaktif,
Target yang dikalikan formulir
reaktif
7 Pencatatan &
Pelaporan
Jumlah PPD Buku Laporan Jumlah PPD, dika
likan Buku Laporan
8 Pelatihan Petugas Jumlah Rincian Jumlah Petugas, dika
Petugas Kegiatan likan PPD, dikalikan
Jenis Pelatihan rincian pengeluaran
Pelatihan sesuai rincian kegiat
an pelatihan
9 Penyediaan Alat Ke- Jumlah PPD Jumlah & Jenis Jumlah PPD,
sehatan & Pe-doman Alat Kesehat- dikalikan Jenis &
Kerja an & Pedoman Jumlah Alat &
Kerja Pedoman Kerja
Surveilans HIV;

Proses pengumpulan, analisa, interpretasi, dan diseminasi data kesehatan secara


terus menerus dan sistematik dalam upaya menjelaskan dan memonitoring
kecenderungan penyakit untuk dapat mengambil tindakan dan dilakukan untuk
pemantauan dan pengambilan keputusan dan kebijakan.

1. Penyelenggaraan surveilans HIV bertujuan untuk:


a. Menyediakan data dan informasi tentang situasi, kecenderungan HIV dan
faktor risikonya
b. Mendapatkan pemahaman yang jelas tentang status terkini epidemi HIV
c. Mengidentifikasi berbagai kemungkinan kebijakan dan program untuk
mencegah , mengendalikan, menurunkan hingga meniadakan penularan
HIV
d. Mengukur indikator kinerja masukan, proses, luaran, hasil dan dampak
program pengendalian HIV AIDS

2. Surveilans HIV sebagaimana dimaksud harus menghasilkan informasi yang


objektif, terukur, dapat diperbandingkan antar wilayah, dan antar kelompok
masyarakat serta antar waktu sebagai bahan pengambilan keputusan dan
kebijakan.

Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Maysarakat

Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat terkait Penanggulangan HIV


AIDS adalah segala proses dan upaya yang diselenggarakan oleh pemerintah
untuk mendukung perubahan perilaku dan lingkungan serta menjaga dan
meningkatkan kesehatan menuju Indonesia bebas infeksi baru HIV, bebas
kematian terkait AIDS dan bebas stigmatisasi dan diskriminasi terhadap HIV
AIDS.
Tujuan dari promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat kesehatan
terkait HIV AIDS adalah meningkatnya kapasitas pengambil kebijakan dan
meningkatnya kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat, mampu
mengatasi masalah kesehatan secara mandiri, berperan aktif dalam
pembangunan kesehatan serta dapat menjadi penggerak dalam mewujudkan
pembangunan berwawasan kesehatan khususnya terkait HIV AIDS, termasuk
bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat (sampai level RT/RW)
dalam kegiatan peningkatan informasi dan edukasi terkait HIV AIDS di
masyarakat. Pelaksanaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan diarahkan pada 1) pemberdayaan aparat (dan lembaga) yang
bertujuan agar aparat lebih mampu, responsif dan akomodatif, dan 2)
pemberdayaan rakyat (masyarakat) yang bertujuan agar rakyat lebih mampu,
proaktif dan aspiratif.

1. Promosi Kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan


HIV AIDS dilaksanakan dalam bentuk:
a. pengembangan kebijakan publik yang berwawasan kesehatan dan
penghilangan stigma dan diskriminasi;
b. penciptaan lingkungan yang kondusif agar program penanggulangan HIV
AIDS berjalan dengan baik dan mencapai tujuan;
c. penguatan gerakan masyarakat;
d. pengembangan kemampuan aparat, individu dan masyarakat; dan
e. penataan kembali arah pelayanan kesehatan
f. pengembangan kemitraan.

2. Promosi kesehatan dilakukan dengan metode komunikasi, informasi, edukasi,


dan dalam bentuk advokasi, bina suasana, pemberdayaan, kemitraan dan
peran serta masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya secara sistematis
dan terorganisasi serta didukung kebijakan publik yang sesuai. Ditambahi
tentang sosialisasi

3. Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non


instruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat,
agar mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki,
merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi
setempat.

4. Pemberdayaan masyarakat dengan mengembangkan Upaya Kesehatan


Berbasis Masyarakat (UKBM) untuk:
 Meningkatkan partisipasi masyarakat (sampai tingkat Kelurahan/Desa
RT/RW) dalam identifikasi potensi resiko di wilayah serta memastikan
akses masyarakat (khususnya yang patut diduga beresiko) terhadap
layanan pencegahan, layanan test HIV dan pengobatan.
 Pelibatan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan perangkat pemerintah
desa/kelurahan
 Peningkatan kewaspadaan masyarakat untuk pencegahan penularan
termasuk misalnya untuk pemusalaran jenazah, tattoo, dll.
 Penemuan kasus HIV
 Pendampingan kasus
 Rehabilitasi sosial dan mitigasi dampak
 Penciptaan lingkungan yang kondusif di lingkungan tanpa diskriminasi

5. Penyelenggaraan koordinasi lintas sector, sector swasta, lembaga non-


struktural/ad hoc, media, dan kelompok terdampak (komunitas populasi
kunci dan sasaran program)

6. Promosi kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga non


kesehatan terampil, terlatih, atau mempunyai kompetensi

7. Sasaran promosi kesehatan meliputi penyelenggara pemerintahan daerah,


masyarakat umum, masyarakat di satuan pendidikan, masyarakat populasi
kunci, dan populasi sasaran program:
 Penyelenggara pemerintahan daerah terdiri dari pemerintah daerah
dan DPRD
 Kelompok Masyarakat umum yang dimaksud diatas meliputi
masyarakat sektor swasta, organisasi kemasyarakatan, organisasi
profesi, Aparatur Sipil Negara, termasuk TNI dan Polri, calon
pengantin, kelompok pekerja termasuk pekerja migran, dan
masyarakat yang mempunyai kemungkinan/kerentanan untuk
tertular/terinfeksi HIV umum lainnya termasuk anak jalanan.
 Masyarakat di satuan Pendidikan meliputi masyarakat di satuan
pendidikan dasar, menengah dan tinggi, termasuk pendidikan di
pesantren.
 Masyarakat populasi kunci penularan HIV

8. Promosi kesehatan (dan pemberdayaan masyarakat) terkait HIV AIDS


dilakukan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan maupun program
promosi dan pemberdayaan masyarakat lainnya, terutama pada pelayanan
dan program:
 kesehatan peduli anak dan remaja;
 layanan pada calon pengantin;
 kesehatan reproduksi, keluarga berencana, dan ketahanan keluarga;
 kesehatan ibu dan anak; (pemeriksaan asuhan antenatal);
 infeksi menular seksual;
 rehabilitasi napza;
 Tuberkulosis;
 Hepatitis;
 Pengobatan tradisional dan tattoo;
 Layanan kasus kekerasan pada perempuan / laki-laki, dan
perdagangan manusia (human trafficking);
 Dan lainnya

Pencegahan penularan HIV

Pencegahan penularan (Pengendalian faktor risiko) ditujukan untuk memutus


rantai penularan HIV melalui pola hidup menghindari faktor resiko dan tindakan
dengan menggunakan alat pencegahan penularan HIV. Penularan HIV adalah
melalui: 1) hubungan seks; 2) penularan melalui darah yang terkontaminasi
virus HIV; dan 3) penularan dari ibu ke anak. Penularan melalui hubungan
seksual yaitu terutama pada hubungan seks yang berisiko yaitu hubungan seks
pada laki-laki dengan laki-laki (LSL) (atau seks anal – anal sex); hubungan seks
laki-laki dengan perempuan pekerja seks; dan pada perempuan yang
mempunyai pasangan yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi HIV, yaitu
pengguna napza suntik, laki-laki pelanggan pekerja seks, atau laki-laki yang
berhubungan seks dengan laki-laki.

Pencegahan HIV yang efekstif memerlukan kombinasi intervensi perilaku,


intervensi biomedis, dan intervensi struktural.

Selanjutnya dapat terjadi penularan dari laki-laki kepada istrinya yang kemudian
dapat menularkan pada anaknya melalui penularan selama kehamilan,
persalinan, atau selama menyusui. Penularan melalui penggunaan jarum suntik
yang tidak steril, pada kalangan penasun, juga masih terjadi tetapi sudah tidak
setinggi sebelum ada program layanan alat suntik steril dan kegiatan
penguranagn dampak buruk HIV pada penasun (Harm reduction). Cara
penularan lainnya yaitu melalui transfusi darah relatif telah dapat diantisipasi
sehingga kasusnya relatif kecil yaitu dibawah 1%. Secara kumulatif sejak kasus
pertama 1987 sampai dengan Maret 2017 maka total kasus AIDS adalah 87.453
orang, sebaran berdasarkan faktor resiko adalah masing-masing sebagai berikut:
heterosex (67.8%), homosex (4.23%), bisex (0.58%), perinatal dari orang tua ke
anak (2.98%), transfusi darah (0.26%), IDUs / alat suntik (10.40%), tak
diketahui (13.37%) dan lain-lain (0.38%). Estimasi Kementerian Kesehatan
menggunakan AEM pada 2016 lalu memproyeksikan kasus-kasus infeksi HIV
baru sampai dengan 2030 akan lebih banyak terjadi pada 3 kelompok yaitu Laki-
Laki Pelanggan pekerja Seks, Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) dan perempuan
resiko rendah (yang terinfeksi dari pasangannya yang memiliki perilaku berisiko
tinggi).

1. Pencegahan penularan (pengendalian faktor resiko) HIV ditujukan untuk


pencegahan penularan HIV yang melalui:
a. hubungan seksual;
b. hubungan non seksual; dan
c. penularan HIV dari ibu ke anaknya;
2. Alat pencegahan penularan HIV antara lain: a) kondom; b) lubrikan; c) alat
suntik steril; dan 4) obat antiretroviral HIV (sebagai alat pencegahan
sekunder);
3. Sasaran kegiatan pencegahan penularan HIV meliputi sasaran kelompok dan
sasaran tempat, yaitu antara lain:
a. Populasi kunci penularan HIV;
b. Populasi berisiko terinfeksi HIV;
c. Populasi rentan terinfeksi HIV;
d. Laki-laki berisiko tinggi (high risk men);
e. Tempat pengobatan yang kemungkinan ada risiko penularan;
f. Tempat (hiburan dan kerja) yang mempunyai kerawanan terhadap
penularan HIV (seperti tempat hiburan, tempat kerja pekerja
migran, dan lain-lain)
g. Unit Transfusi Darah (UTD);
h. Fasilitas Layanan Kesehatan (milik pemerintah dan swasta).

4. Upaya Pencegahan penularan HIV dilakukan antara lain dengan:


a. Penyediaan layanan untuk intervensi perubahan perilaku, misal
memberikan keterampilan praktis perilaku aman dari infeksi HIV (misal
menggunakan kondom secara benar dan konsisten), dan lain-lain,
terutama untuk populasi kunci.
b. penyediaan dan distribusi kondom di populasi kunci, populasi berisiko,
populasi rentan, di tempat yang berpotensi terjadinya hubungan
seksual berisiko, misal hotel, motel, tempat penginapan di tempat wisata,
tempat hiburan termasuk kafe, karaoke, tempat spa, di tempat kerja
buruh dan tempat kerja laki-laki risiko tinggi (high risk men), misal
tempat penambangan, perkebunan, pembangunan, pelabuhan, terminal
angkutan darat dan laut, dan wilayah sekitarnya;
c. Penyediaan dan distribusi alat suntik steril untuk setiap tindakan medis;
d. Penyediaan dan distribusi alat suntik steril untuk populasi pengguna
napza suntik (penasun); dan penyediaan dan distribusi kondom untuk
pengguna napza suntik dan non-suntik (injecting dan non-injecting
addictive substance); mendorong untuk menggunakan bahan seperti
heroin (heroin-like substance) yang tidak disuntikkan (misal metadon dan
/ atau buprenorfin); mendorong masuk rehabilitasi dan institusi
penerima wajib lapor (IPWL);
e. pengawasan pencegahan infeksi HIV pada tindakan non medis yang
melukai tubuh, misal di salon tattoo dan pengobatan tradisional misal
bekam, totok wajah, akupunktur, termasuk layanan pemulasaraan
jenazah, dan lain-lain yang mempunyai kemungkinan terjadi perlukaan);
f. penyediaan layanan skrining untuk darah dan produk darah serta
menyediakan darah dan produk darah yang telah lulus uji saring
(skrining) terhadap HIV;
g. penyediaan dan pemberian obat antiretroviral sebagai pencegahan
sekunder untuk ibu hamil, kejadian luka tertusuk jarum pasien HIV pada
petugas kesehatan, dan untuk keadaan-keadaan tertentu lainnya;
h. penyelenggaraan pencegahan di fasilitas layanan kesehatan, termasuk
dokter, perawat, dan bidan praktik swasta, tempat dan tindakan sunatan,
5. Pencegahan penularan HIV dapat diintegrasikan dengan layanan kesehatan
lainnya, yaitu antara lain:
a. dengan layanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana
(KB) dan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yaitu dengan cara:
1. penyediaan layanan konseling kesehatan reproduksi;
2. penyediaan dan layanan kondom dan kontrasepsi lainnya bagi
perempuan dengan HIV positif untuk perencanaan kehamilan;
3. layanan Ante Natal Care (ANC) terpadu dengan melakukan tes HIV,
Sifilis, dan Hepatitis B pada semua ibu hamil agar dapat terdiagnosis
secara dini sehingga dapat mencegah penularan kepada pasangan
maupun pada bayi dan anaknya;
4. penyediaan layanan persalinan untuk orang terinfeksi HIV, baik
persalinan per vaginam maupun dengan operasi sesar;
5. penyediaan terapi obat ARV HIV sebagai pencegahan penularan HIV
bagi bayi yang terlahir dari ibu yang terinfeksi HIV;
6. penyediaan layanan konseling tentang menyusui bagi perempuan
terinfeksi HIV yang bersalin;
7. (penyediaan layanan pemberian susu formula untuk perempuan yang
terinfeksi HIV yang tidak bisa memberikan ASI).
Integrasi diatas dilakukan di semua fasilitas layanan kesehatan,
termasuk dokter dan bidan praktek swasta.
b. Dengan layanan Tuberkulosis (TB), dengan cara:
1. Tes HIV pada pasien Tuberkulosis (TB) untuk deteksi dini HIV
sehingga dapat dilakukan pencegahan penularan kepada pasangan
maupun pada bayi dan anaknya;
2. Penyediaan dan distribusi alat pencegahan penularan HIV (kondom,
lubrikan, dan lain-lain) pada pasien TB, terutama jika pasien memiliki
riwayat perilaku resiko penularan HIV;
c. dengan layanan Infeksi Menular Seksual (IMS), dengan cara:
1. Tes HIV pada pasien yang terinfeksi IMS agar infeksi HIV dapat
terdiagnosis secara dini sehingga dapat mencegah penularan kepada
pasangan maupun pada bayi dan anaknya;
2. penyediaan dan distribusi kondom bagi pasien IMS;
3. tatalaksana medis IMS untuk mengurangi risiko terinfeksi HIV.
d. dengan layanan Hepatitis, dengan cara:
1. tes HIV pada pasien yang terinfeksi Hepatitis agar infeksi HIV dapat
terdiagnosis secara dini sehingga dapat mencegah penularan kepada
pasangan maupun pada bayi dan anaknya;
2. penyediaan dan distribusi kondom untuk pencegahan HIV, IMS, dan
Hepatitis.
e. dengan layanan bagi pengguna napza suntik (penasun), yaitu dengan
cara:
1. penyediaan dan distribusi alat suntik steril;
2. penyediaan layanan terapi rumatan dengan bahan seperti heroin
(heroin-like substance) yang tidak disuntikkan (misal metadon dan /
atau buprenorfin);
3. penyediaan layanan detoksifikasi, terapi putus obat, dan rehabilitasi
medis;
4. penyediaan dan distribusi kondom bagi penasun untuk pencegahan
penularan melalui hubungan seksual;
5. layanan tes, pencegahan, dan imunisasi hepatitis.

Layanan bagi penasun antara lain terapi substitusi opioid dan atau
layanan IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor), dan lain-lain.
Catatan: bahwa penggunaan napza yang tidak disuntikkan (non-injecting
drugs) tidak memiliki risiko penularan HIV, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan tindakan berisiko penularan HIV lainnya misal hubunga
seksual berisiko saat menggunakan napza yng tidak disuntikkan tersebut.

f. dengan layanan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Fasilitas Layanan


Kesehatan dengan cara penyediaan alat pelindung diri (APD) dan
penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) untuk infeksi
yang ditularkan melalui darah (blood-borne infections);
g. dengan layanan dokter / klinik praktek swasta, yaitu dengan cara antara
lain:
1. penyediaan dan distribusi alat pencegahan penularan (terutama dokter
/ klinik praktek swasta yang menjadi langganan pasien IMS, hepatitis,
TB).
2. Penawaran test HIV dan konseling HIV AIDS.

Penemuan kasus dan pemeriksaan diagnosis HIV

Penemuan kasus dan pemeriksaan diagnosis HIV adalah kegiatan untuk


menemukan individu beresiko terinfeksi HIV (baik melalui penjangkauan aktif
maupun pasif) hingga pemeriksaan laboratorium untuk penegakan diagnosis
HIV.

1. Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan terhadap individu atau sekelompok


individu yang mempunyai risiko terinfeksi HIV yang diperoleh dari
penjangkauan maupun individu sasaran pelayanan kesehatan.
2. Penjangkauan adalah proses aktif untuk mencari dan mendapatkan individu
atau sekelompok individu yang mempunyai risiko terinfeksi HIV, yaitu
antara lain populasi kunci, populasi berisiko dan populasi rentan, kelompok
masyarakat di tempat kerja yang terpapar risiko infeksi HIV dan laki-laki
risiko tinggi (high risk men), pekerja migran dan individu atau sekelompok
individu yang tidak secara mandiri mengakses layanan kesehatan.
3. Individu sasaran pelayanan kesehatan antara lain ibu hamil, orang terinfeksi
TB, orang terinfeksi hepatitis, orang terinfeksi IMS, populasi rentan lainnya,
dan lain lain; serta yang oleh keadaan tertentu harus dilakukan tes HIV
sesuai keperluan.
4. Pemeriksaan HIV sebagai penapisan (skrining) memisahkan yang reaktif dan
non-reaktif. Bagi yang non-reaktif harus dilakukan pemeriksaan ulang
secara periodik selama masih ada risiko penularan, misal pada pekerja seks.
Bagi yang hasil pemeriksaan dinyatakan sebagai ‘reaktif’ maka perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk dinyatakan sebagai terinfeksi HIV,
untuk kemudian dirujukkan pada layanan HIV untuk perawatan dan
pengobatan sesuai keadaan.
5. Penjangkauan dilakukan oleh tenaga yang terlatih, terampil, atau yang
mempunyai kompetensi;
6. Pelayanan pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
terlatih, terampil, atau yang mempunyai kompetensi;
7. Layanan pemeriksaan diagnosis HIV dapat terintegrasi dengan:
a. Layanan KIA, KB, pelayanan kesehatan reproduksi dan kontrasepsi,
b. Layanan kesehatan remaja,
c. Layanan IMS,
d. Layanan TB,
e. Layanan Hepatitis, dan
f. pelayanan NAPZA dan rehabilitasi di fasilitas pelayanan kesehatan, serta
layanan lain yang dirasa diperlukan, misal tes diluar gedung seperti
mobile VCT.
8. Layanan pemeriksaan diagnosis HIV dapat dilakukan di luar gedung (mobile
testing)
9. Pelayanan pemeriksaan diagnosis HIV harus dilaksanakan di setiap fasilitas
pelayanan kesehatan, unit transfusi darah (UTD) dan PMI, fasilitas
pelayanan kesehatan di lingkungan TNI/POLRI, lapas/rutan, tempat kerja,
dan fasilitas pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk tenaga kerja migran,
buruh, pekerja tambang, pekerja konstruksi, pekerja transportasi, dan lain-
lain.
10. Konseling terkait HIV dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kewenangan atau merupakan tenaga konselor, bila tersedia;
11. Pemeriksaan tes HIV dilakukan pada orang atau keadaan yang meliputi
antara lain:
a. Orang atau pasangan yang ingin mengetahui status HIV;
b. Penegakan diagnosis untuk keperluan manajemen pasien (yaitu pasien
Hepatitis, pasien TB, pasien IMS, ibu hamil, bayi yang lahir dari ibu
dengan HIV);
c. Populasi kunci;
d. Penapisan darah dan atau produk darah donor;
e. Tata laksana Profilaksis Pasca Pajanan (PPP) setelah terjadinya
kecelakaan kerja, misal tusukan jarum suntik dari sumber (pasien) HIV;
f. Prosedur pemeriksaan dalam kasus perkosaan, korban kekerasan rumah
tangga, korban kekerasan seksual lain, dan korban perdagangan manusia
(human trafficking) dan
g. Perintah pengadilan dari terdakwa dalam kasus kejahatan seksual dan
sebagainya.
12. Upaya Penemuan kasus dan pemeriksaan diagnosis HIV antara lain meliputi:
a. Penyediaan tenaga penjangkau, tenaga laboratorium, dan tenaga lain
sesuai keperluan dan kemampuan daerah;
b. Penyediaan alat bantu dan layanan penjangkauan;
c. Penyediaan layanan pemeriksaan diagnosis HIV;
d. Penyediaan reagen tes HIV dan atau bahan habis pakai;
e. Penyelenggaraan kegiatan penemuan kasus dan pemeriksaan diagnosis
HIV
f. Pemanfaatan reagen test HIV

Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan;

Layanan Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan merupakan tatalaksana klinis


dan perawatan serta dukungan lainnya yang ditujukan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian terkait HIV AIDS serta meningkatkan kualitas hidup
orang yang terinfeksi HIV. Layanan Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan
adalah tatalaksana pada orang terinfeksi HIV yang meliputi:

A.1. Perawatan dan Pengobatan

Upaya dan Layanan Perawatan dan Pengobatan terkait HIV AIDS meliputi antara
lain:
1. Terapi Antiretroviral (ARV) dan layanan pemeriksaan jumlah CD4 dan
Jumlah virus (Viral Load) dan Early Infant Diagnosis (EID)
a. Terapi ARV merupakan bagian dari pengobatan HIV AIDS untuk
mengurangi risiko penularan HIV, menurunkan angka kesakitan dan
angka kematian, dan meningkatkan kualitas hidup pasien HIV. Obat
ARV bekerja dengan cara menurunkan jumlah virus (viral load) dalam
darah sampai tingkat tidak terdeteksi;
b. Terapi ARV diberikan pada orang terinfeksi HIV pada keadaan yang
ditentukan oleh tenaga kesehatan;
c. Terapi ARV terdiri dari kombinasi minimal 3 obat yang diminum
sepanjang hidup;
d. Layanan terapi ARV dapat dilakukan di fasilitas layanan kesehatan tingkat
primer, sekunder dan tersier oleh tenaga kesehatan yang terampil,
terlatih, atau memiliki kompetensi;
e. Pemeriksaan jumlah CD4 dilakukan untuk menilai tingkat daya tahan
seseorang;
f. Pemeriksaan Jumlah Virus (Viral Load) merupakan pemeriksaan untuk
mengetahui jumlah virus HIV dalam tubuh seseorang;
g. Pemeriksaan Early Infant Diagnosis (EID) adalah pemeriksaan untuk
mengetahui secara dini dan langsung adanya virus HIV pada bayi yang
lahir dari perempuan yang terinfeksi HIV.

2. Diagnosis dan tatalaksana infeksi oportunistik, keganasan dan penyakit


penyerta lainnya :
a. layanan diagnosis dan tatalaksana infeksi oportunistik, keganasan, dan
penyakit penyerta lainnya bertujuan untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas orang terinfeksi HIV;
b. Layanan diagnosis infeksi oportunistik adalah untuk menentukan stadium
klinis HIV dan penyakit terkait AIDS (AIDS-defining conditions), serta
menentukan tatalaksana klinis medis yang diperlukan;
c. layanan diagnosis dan tatalaksana infeksi oportunistik ditujukan untuk
mengatasi infeksi virus, jamur, bakteri, dan parasit sesuai dengan standar
klinis
d. Layanan diagnosis keganasan dan penyakit penyerta lain adalah untuk
menentukan keadaan yang tidak langsung terkait AIDS (non-AIDS
conditions) dan menentukan tatalaksana klinis medis yang diperlukan;
3. Pemberian Pengobatan pencegahan dengan obat kotrimoksazol
a. merupakan bagian dari layanan tatalaksana HIV yang komprehensif;
b. dianjurkan diberikan sebagai pengobatan pencegahan terhadap
pneumonia pneumocystis, toksoplasmosis dan infeksi bakteri, dan
manfaat untuk profilaksis malaria;
4. Pemberian Pengobatan pencegahan dengan obat INH;
Diberikan pada orang terinfeksi HIV yang tidak terinfeksi Tuberkulosis.
5. Penapisan dan tatalaksana koinfeksi HIV-Tuberkulosis (TB-HIV):
a. Pembentukan tim kolaborasi TB-HIV;
b. Penyusunan rencana kerja tim kolaborasi TB-HIV;
c. Integrasi layanan TB dan HIV;
1) Layanan surveilans HIV pada kasus TB
2) Layanan Penapisan gejala dan tanda TB pada orang terinfeksi HIV
3) Layanan pencegahan dan pengendalian infeksi TB pada orang
terinfeksi HIV;
4) Layanan Penawaran dan pemeriksaan Tes HIV pada pasien TB
5) Layanan pemberian informasi dan alat pencegahan HIV bagi pasien
TB
6) Layanan tatalaksana HIV pada orang terinfeksi HIV-TB
7) Layanan Tatalaksana pengobatan TB pada orang dengan koinfeksi
HIV-TB
6. Penapisan dan terapi infeksi koinfeksi HIV-Hepatitis B dan HIV-Hepatitis C: Commented [YW1]: perlu konfirmasi dengan subdit
Hepatitis dan HIV
a. Layanan penapisan Hepatitis B (dengan pemeriksaan HBsAg) pada orang
terinfeksi HIV
b. Layanan penapisan Hepatitis C (dengan pemeriksaan anti-HCV) pada
orang terinfeksi HIV
7. Penapisan dan terapi Infeksi Menular Seksual (IMS) Sifilis dan non-Sifilis:
a. Layanan penapisan Sifilis dan non-sifilis pada orang terinfeksi HIV;
b. Layanan pemeriksaan HIV pada orang terinfeksi IMS Sifilis dan non-
sifilis;
8. Imunisasi pada anak dan orang dewasa terinfeksi HIV:
Bahwa anak dan orang dewasa yang terinfeksi HIV tetap berhak
mendapatkan imunisasi dengan pertimbangan dari tenaga medis;
9. Pencegahan dan penanganan komorbiditas lain dan penatalaksanaan
penyakit kronik pada orang terinfeksi HIV:
Penyediaan layanan kesehatan penyakit kronis dan degeneratif, layanan
kesehatan mental bagi populasi kunci dan orang terinfeksi HIV serta layanan
konseling dan tatalaksana NAPZA;
10. Perawatan dan Terapi Paliatif.

A.2. Dukungan
1. Dukungan gizi;
Dukungan gizi yang diperlukan disini adalah untuk keadaan gizi buruk
dan bayi yang terlahir dari perempuan terinfeksi HIV dan tidak
mendapatkan ASI.
2. Dukungan pendampingan kasus;
Pendamping dilakukan oleh tenaga kesehatan atau tenaga non-
kesehatan yang terampil, atau terlatih, atau memiliki kompetensi;
3. Dukungan Konseling.
Konseling terkait HIV merupakan bagian dari layanan dukungan HIV
yang disesuaikan dengan kebutuhannya, misal konseling adiksi,
konseling kesehatan mental, konseling kepatuhan, dan lain-lain, yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan atau tenaga konselor yang sesuai.

Rehabilitasi dan Mitigasi Dampak;

Rehabilitasi adalah segala layanan yang ditujukan untuk memulihkan seseorang


dari ganggunan fisik, mental dan sosial agar dapat mempunyai kemampuan
fungsional dan kualitas hidup yang maksimal, yang meliputi antara lain:
1. Rehabilitasi Medik;
2. Rehabilitasi Sosial;
3. Perawatan berbasis rumah dan atau komunitas;
4. Mitigasi Dampak

Anda mungkin juga menyukai