Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS KEBIJAKAN

JAMPERSAL BERDASARKAN
PERMENKES
NO.2562/MENKES/PER/XII/2011
LATAR BELAKANG

Untuk menilai derajat kesehatan suatu bangsa, WHO dan berbagai


lembaga Internasional lainnya menetapkan beberapa alat ukur atau
indikator, seperti morbiditas penyakit, mortalitas kelompok rawan seperti 
bayi, balita dan ibu saat melahirkan. Alat ukur yang paling banyak dipakai
oleh negara-negara di dunia adalah usia harapan hidup (life expectancy),
Angka Kematian Ibu (AKI), dan Angka Kematian Bayi (AKB). Angka-
angka ini pula yang menjadi bagian penting dalam membentuk indeks
pembangunan manusia atau Human Develoment Index (HDI), yang
menggambarkan tingkat kemajuan suatu bangsa.

Tingginya Angka kematian ibu (AKI) dan Angka kematian Bayi (AKB) di
Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, menjadi perhatian
bagi Pemerintah. Pertumbuhan penduduk merupakan hal penting dalam
suatu negara sebab tingkat kematian (mortalitas) merupakan salah satu
indikator utama dari penentuan derajat kesehatan masyarakat di suatu
negara. Kesehatan sendiri merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang
harus dipenuhi. Sehingga pemenuhan atas kesehatan masyarakat
merupakan salah satu tanggung jawab negara.

Untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB yang masih tinggi tersebut,
pemerintah memiliki kewajiban untuk menerapkan suatu kebijakan publik,
yakni dengan pemberian Jaminan Persalinan yang merupakan perluasan
kepesertaan dari Jaminan kesehatan masyarakat (JAMKESMAS) dan tidak
hanya mencakup pada masyarakat miskin saja. Manfaat yang diterima oleh
penerima manfaat Jaminan Persalinan ini terbatas pada pelayanan
kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB pasca persalinan.
Jaminan Persalinan tersebut mulai efektif diberlakukan setelah
dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
2562/MENKES/PER/XII/2011.

Pada dasarnya JAMPERSAL ditujukan untuk meningkatkan akses


masyarakat terhadap persalinan yang sehat, dengan cara memberikan
kemudahan pembiayaan kepada seluruh ibu hamil yang belum memiliki
jaminan persalinan. Jaminan Persalinan ini diberikan kepada semua ibu
hamil agar dapat mengakses pemeriksaan persalinan, pertolongan
persalinan, pemeriksaan nifas dan pelayanan KB oleh tenaga kesehatan di
fasilitas kesehatan sehingga pada gilirannya dapat menekan angka
kematian ibu dan bayi.

Sebagai kebijakan publik yang relatif masih baru diberlakukan pada tahun
2011 yang lalu, pelaksanaan JAMPERSAL diduga masih kurang berjalan
dengan efektif sesuai dengan target yang hendak dicapai. Walaupun
kebijakan Jampersal itu diluncurkan  dengan tujuan yang sangat jelas,
yaitu  untuk menurunkan angka kematian ibu  (AKI), dan Angka kematian
bayi (AKB), akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya, dimana  AKI yang
pada tahun 2007 adalah 228/100.000 kelahiran hidup, ternyata dari data
SDKI pada tahun 2012 menunjukan AKI naik secara progresif  menjadi
359/100.000 kelahiran hidup. Pada kenyataan yang ada, AKI tidak turun
sesuai target yang telah ditetapkan, bahkan pada survey-survey tahun 2012
justru AKI makin tinggi, sehingga banyak pertanyaan yang muncul
berkaitan tidak sesuainya  harapan dengan fakta di lapangan, sehingga
perlu dilakukan kajian atau analisis evaluasi kebijakan publik, khusus
tentang “Kebijakan Jampersal” dalam rangka penurunan angka kematian
ibu dan bayi di Indonesia.

TUJUAN ANALISIS
Analisis tentang kebijakan Jaminan Persalinan (Jampersal) ini bertujuan
untuk:

1. Mengevaluasi implementasi Jampersal di tingkat Pelayanan Kesehatan Ibu


Hamil, yang meliputi antenatal care, pertolongan persalinan, perawatan
nifas dan perawatan neonatus.
2. Mengevaluasi dukungan pemerintah daerah kabupaten-kota
dan stakeholders lainnya terhadap program Jaminan Persalinan.
3. Menganalisis hambatan-hambatan atau kendala dalam pelaksanaan
program Jaminan Persalinan.

GAMBARAN UMUM KEBIJAKAN JAMPERSAL

1. Tujuan

Pengaturan Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan bertujuan untuk


memberikan acuan bagi pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pihak terkait yang
menyelenggarakan Jaminan Persalinan dalam rangka:

1. Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan,


dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
2. Meningkatnya cakupan pelayanan bayi baru lahir, Keluarga Berencana
pasca persalinan dan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan
bayi baru lahir, KB pasca persalinan oleh tenaga kesehatan yang
kompeten.
3. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan,
dan akuntabel.

2. Sasaran

Sesuai dengan tujuan Jaminan Persalinan yakni untuk menurunkan AKI


dan AKB, maka sasaran Jaminan Persalinan dikaitkan dengan pencapaian
tujuan tersebut. Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah:

1. Ibu hamil
2. Ibu bersalin
3. Ibu nifas ( sampai 42 hari pasca melahirkan)
4. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari)

Sasaran yang dimaksud tersebut adalah kelompok sasaran yang berhak


mendapat pelayanan yang berkaitan langsung dengan kehamilan dan
persalinan baik normal maupun dengan komplikasi atau resiko tinggi untuk
mencegah AKI dan AKB dari suatu proses persalinan. Agar pemahaman
menjadi lebih jelas, batas waktu sampai dengan 28 hari pada bayi dan
sampai dengan 42 hari pada ibu nifas adalah batas waktu pelayanan post-
natal care (PNC) dan tidak dimaksudkan sebagai batas waktu pemberian
pelayanan yang tidak terkait langsung dengan proses persalinan dan atau
pencegahan kematian ibu dan bayi karena suatu proses persalinan.

3. Ruang Lingkup Pelayanan Jaminan Persalinan

– Pelayanan Persalinan Tingkat Pertama

Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas


Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar /PONED (untuk kasus-
kasus tertentu), serta jaringannya termasuk Pos Bersalin Desa /Polindes
dan Pos Kesehatan Desa /Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta (bidan,
dokter, klinik, rumah bersalin) yang memiliki Perjanjian Kerja Sama
(PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan Jaminan
persalinan di tingkat pertama meliputi:

 Pelayanan antenatal care /ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan


frekuensi 4 kali
 Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir
 Pertolongan persalinan normal
 Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam
yang merupakan kompetensi Puskesmas PONED.
 Pelayanan Nifas (post-natal care /PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai
standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali
 Pelayanan KB pasca persalinan serta komplikasinya.
 Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan
janin/bayinya

– Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan

Pelayanan tingkat lanjutan untuk rawat jalan diberikan di poliklinik


spesialis Rumah Sakit, sedangkan rawat inap diberikan di fasilitas
perawatan kelas III di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang memiliki
Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.
Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi:

 Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti)


 Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu
dilakukan di pelayanan tingkat pertama.
 Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat
persalinan.
 Pemeriksaan paska persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti).
 Penatalaksanaan KB pasca salin dengan metode kontrasepsi jangka
panjang (MKJP) atau kontrasepsi mantap (Kontap) serta penanganan
komplikasi.

– Pelayanan Persiapan Rujukan

Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan


terjadinya kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di
fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke
fasilitas kesehatan tingkat lanjut dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:

 Kasus tidak dapat ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan karena


keterbatasan SDM, peralatan dan obat-obatan
 Dengan merujuk dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna
yang lebih baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan
 Pasien dalam keadaan aman selama proses rujukan
Untuk memastikan bahwa pasien yang dirujuk dalam kondisi aman sampai
dengan penanganannya di tingkat lanjutan, maka selama pelayanan
persiapan dan proses merujuk harus memperhatikan syarat-syarat sebagai
berikut:

 Stabilisasi keadaan umum:

–     Tekanan darah stabil/ terkendali

–     Nadi teraba

–     Pernafasan teratur dan Jalan nafas longgar

–     Terpasang infus

–     Tidak terdapat kejang/kejang sudah terkendali

 Perdarahan terkendali:
 Tidak terdapat perdarahan aktif, atau
 Perdarahan terkendali
 Terpasang infus dengan aliran lancar 20-30 tetes per menit
 Tersedia kelengkapan ambulansi pasien:
 Petugas kesehatan yang mampu mengawasi dan antisipasi kedaruratan
 Cairan infus yang cukup selama proses rujukan (1 kolf untuk 4- 6 jam)
atau sesuai kondisi pasien
 Obat dan Bahan Habis Pakai (BHP) emergensi yang cukup untuk proses
rujukan.

KAJIAN KRITIS

1. Analisis Kebijakan Jaminan Persalinan Berdasarkan Pendekatan


Segitiga Kebijakan

– Content / Isi Kebijakan


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
2562/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Petunjuk Teknis Jaminan
Persalinan, Jampersal merupakan produk kebijakan publik yang diciptakan
oleh pemerintah sebagai bentuk dari tanggung jawab pemerintah dalam hal
peningkatan kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan untuk mencapai
target MDGs (Millennium Development Goals). Oleh karena itu,
Jampersal dimaksudkan untuk memberikan pembiayaan persalinan serta
penjarangan kehamilan dan pembatasan kehamilan menjadi bagian penting
yang tidak terpisahkan dari Jampersal sehingga pengaturan mengenai
Keluarga Berencana yang selanjutnya disingkat KB dapat berjalan. Lewat
program tersebut diharapkan hambatan biaya bagi ibu untuk mengakses
fasilitas dan tenaga kesehatan terpecahkan sehingga angka kematian ibu
dan anak menurun.

– Pelaku Kebijakan

Pembuat Kebijakan Jampersal adalah Menteri Kesehatan dengan payung


hukum Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 2562/Menkes/
Per/XII/2011, yang isinya berupa petunjuk teknis bagi pelaksana kebijakan
Jampersal di lapangan. Pemerintah kabupaten-kota mempunyai
kewenangan mengurus masalah kesehatan di daerahnya, termasuk hal-hal
yang secara teknis tercantum dalam PMK No 2562/Menkes/ Per/ XII/2011.

– Konteks

Dampak kebijakan desentralisasi di sektor kesehatan belum banyak


diperhitungkan. Di berbagai daerah anggaran untuk Jampersal masih
rendah.

– Proses

Kebijakan Pemerintah dimulai dari Undang- Undang Dasar 1945


kemudian menjadi Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Nomor 40 Tahun 2004 dan Pemerintah mengeluarkan Permenkes Nomor
2562/Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan
yang tujuannya untuk menurunkan AKI dan AKB dan khususnya bagi ibu
yang melahirkan dengan dilatarbelakangi oleh keterbatasan biaya,
sehingga melalui kebijakan ini setiap ibu melahirkan diberi bantuan sosial
melalui progam Jaminan Persalinan.

Untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan


oleh bidan atau dokter dalam rangka menurunkan AKI dan AKB untuk
angka kematian ibu ditargetkan turun menjadi 120/100.000 kelahiran
hidup, maka pemerintah membuat Permenkes Nomor 515/ MENKES/ SK/
III/2011 tentang penerimaan dana penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Masyarakat dan Jaminan Persalinan di pelayanan dasar tiap
Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2011. Adapun dalam memberikan
jaminan pembiayaan untuk pelayanan persalinan (Jampersal), maka
pemerintah menetapkan program ini dengan Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor Permenkes Nomor 2562/ Menkes/ Per/XII/2011 tentang
Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.

2. Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan Program Jaminan


Persalinan

Dalam implementasinya, kebijakan Jampersal tidak memberikan efek atau


dampak yang berarti terhadap kesehatan ibu. Hal ini dikarenakan kebijakan
Jampersal ternyata tidak didukung secara utuh dan substansial oleh Pemda
kab-kota dan unit-unit kerja di bawahnya. Permasalahan-permasalahan
yang muncul dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan adalah
sebagai berikut:

– Standar pelayanan medis kurang spesifik

Selama ini rumah sakit pemerintah yang ditunjuk menjadi pelaksana


Jampersal banyak yang kebingungan dalam memberikan layanan
kesehatan kepada para penerima Jampersal karena tidak adanya standar
pelayanan medis yang harus diberikan. Pelayanan kesehatan yang
diberikan menjadi berbeda antar rumah sakit. Tidak jarang terjadi
kebimbangan pada tenaga kesehatan ketika mereka harus melayani pasien
Jampersal. Mereka jelas tidak mungkin memberikan pelayanan dengan
kelas eksekutif misalnya, sementara pasien hanya menggunakan biaya dari
Jampersal. Mereka juga tidak mungkin memberikan pelayanan minimalis
sementara pasien dalam kondisi yang sangat membutuhkan perawatan
lebih. Kondisi ini menyebabkan tenaga kesehatan menjadi ragu mengambil
tindakan. Padahal seharusnya tindakan segeralah yang diterima.

– Ketidakseimbangan antara jumlah pasien dengan fasilitas yang


tersedia

Fasilitas kesehatan merupakan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan


jaminan persalinan. Fasilitas kesehatan terdiri dari sarana prasarana,
peralatan medis, ruangan, dan tempat tidur yang terdapat di tempat
persalinan, seperti di bidan praktik mandiri. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa fasilitas di bidan praktik mandiri sudah ditingkatkan dan dipenuhi
setiap tahunnya. Namun, dengan berjalannya Jampersal, banyak pasien
yang memerlukan perawatan medis sehingga membuat tidak terpenuhinya
fasilitas medis. Pihak bidan praktik mandiri telah mengusahakan untuk
meningkatkan fasilitas menjadi lebih baik agar pasien dapat tertampung
keseluruhan. Saat ini pasien yang mendapat jaminan persalinan seperti
pasien bersalin, nifas yang memerlukan fasilitas lebih tidak dapat
tertampung, karena jumlah yang sangat besar.

– Tenaga kesehatan

Pelayanan Jaminan Persalinan yang baik dan maksimal sangat dipengaruhi


oleh banyak faktor seperti tenaga kesehatan. Menurut hasil penelitian,
pelayanan jampersal sudah dilakukan sesuai dengan Permenkes Nomor
2562/Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.
Namun, masih ada kendala dalam memberikan pelayanan jampersal berupa
dana, pelayanan kebidanan, jumlah bidan, obat, dan tempat. Dalam
kenyataannya, masih terdapat pelayanan kebidanan yang tidak sesuai
dengan tindakan misalnya pada diagnosa kebidanan. Selain itu, masih
terdapat tenaga kesehatan yang kurang aktif berpartisipasi dalam
melaksanakan program Jampersal dan masih melakukan pelanggaran
terhadap perjanjian kerjasama maupun kesepakatan di luar perjanjian
kerjasama tersebut dengan Dinas Kesehatan. Sehingga menyulitkan
masyarakat yang ingin mendapatkan fasilitas dari program Jampersal
karena banyak tenaga kesehatan yang tidak mengikuti program tersebut
secara sukarela dan konsekuen.

– Obat-obatan

Obat-obatan merupakan faktor penting dalam pelayanan jaminan


persalinan. Pasien yang menerima pelayanan kesehatan, termasuk jaminan
persalinan, berhak untuk mendapatkan obat-obatan. Pemberian obat-obatan
kepada peserta Jampersal masih mengalami kendala, terlebih lagi peserta
Jampersal yang berasal dari tempat yang jauh dari perkotaan. Jumlah stok
obat yang sangat terbatas dari Puskesmas sangat berpengaruh terhadap
pelaksanaan jaminan persalinan. Pasien dengan jumlah yang banyak tetapi
obat yang tersedia sangat dibatasi. Selain itu, dana yang disubsidikan untuk
penyediaan obat-obatan ini juga masih terbatas.

– Masalah pendanaan

Seluruh kebutuhan pendanaan ditanggung oleh pemerintah, dalam hal ini


adalah Kementrian Kesehatan yang bertanggung jawab. Rumah sakit dan
layanan kesehatan di bawahnya yang ditunjuk pun dipilih yang milik
pemerintah agar lebih mudah dalam pengoordinasiannya. Pendanaan
Jaminan Persalinan merupakan bagian integral dari pendanaan Jamkesmas,
sehingga pengelolaannya pada Tim Pengelola/Dinas Kesehatan Kota/Kab
tidak dilakukan secara terpisah baik untuk pelayanan tingkat
pertama/pelayanan dasar maupun untuk pelayanan tingkat
lanjutan/rujukan. Namun pada kenyataannya, organisasi milik pemerintah
sekalipun seperti rumah sakit, PONEK, PONED, atau puskesmas, tidak
bersedia menjalankan program bila dana tak kunjung diberikan.
– Kesimpangsiuran informasi mengenai Jampersal yang ada di
masyarakat

Hal tersebut diakibatkan karena penyebaran informasi mengenai program


ini yang tidak merata. Masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa
mengurus Jampersal itu susah dan berbelit-belit. Serta adanya anggapan
bahwa Jampersal sama dengan Jamkesmas yang diperuntukan hanya untuk
masyarakat yang kurang mampu. Sehingga menimbulkan asumsi terhadap
pelayanan yang akan diterima mengenai pembedaan pelayanan yang akan
didapatkan oleh peserta pengguna program Jampersal ini. Mereka
menganggap bahwa penanganan pelayanan persalinan akan kurang optimal
jika menggunakan Jampersal. Sehingga banyak masyarakat memilih untuk
tidak menggunakan program Jampersal.

– Dukungan secara nyata dari pemerintah masih rendah

Hal ini ditunjukan dengan belum adanya turunan kebijakan yang dibuat
oleh Pemerintah Kota untuk memperkuat implementasi Jampersal di
lapangan, misalnya dengan menetapkan peraturan walikota untuk
menyelaraskan besaran tarif dengan peraturan daerah, membuat petunjuk
teknis turunan, serta membuat kesepakatan dengan para pihak terkait
dalam penyelenggaraan Program Jampersal. Karena saat ini pelaksanaan
Jampersal khususnya pada fasilitas kesehatan tingkat pertama swasta yang
melalui bidan praktik mandiri, hanya berdasar pada perjanjian kerjasama
dengan Dinas Kesehatan Kota yang pada perjanjian tersebut tidak memiliki
ketegasan dalam hal pemberian sanksi apabila ada bidan yang melanggar
kesepakatan tersebut. Sehingga Pelaksanaan program Jaminan Persalinan
(Jampersal) membutuhkan komitmen pemerintah daerah. Baik dalam hal
mengupayakan kelancaran pembayaran klaim agar tepat waktu,
penyediaan fasilitas dan tenaga persalinan, maupun sosialisasi ke
masyarakat.

3. Solusi dalam Mengatasi Hambatan Terhadap Pelaksanaan Jampersal


  Harus dibuat pedoman yang jelas dalam implementasi Jampersal, bila
perlu yang berkekuatan hukum sehingga baik pemerintah sebagai
penyelenggara, rumah sakit dan layanan kesehatan lain di bawahnya
sebagai pelaksana, maupun masyarakat penerima, tidak ada yang merasa
dirugikan atau dibohongi. Pemerintah tidak bisa membiarkan sebuah
kebijakan yang telah digulirkan berjalan begitu saja tanpa
pertanggungjawaban yang jelas.
 Seharusnya terlebih dahulu pemerintah meninjau kondisi layanan
kesehatan yang ditunjuk sebagai pelaksana Jampersal, memperbaiki
fasilitas dan sumberdaya yang dibutuhkan, sebelum menggulirkan sebuah
kebijakan agar kebijakan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat yang
memang berhak untuk menikmatinya sehingga tujuan akhir kebijakan
dalam memecahkan sebuah masalah terealisasikan.
 Perlu kiranya diadakan sebuah organisasi khusus untuk memanajemen
implementasi program Jampersal di lapangan. Stok pendanaan yang cukup,
fasilitas kesehatan yang memadai, sumber daya manusia medis yang
terampil dan terdidik, semuanya perlu ditataulang kembali. Penggelontoran
dana dari pihak penyandang dana harus transparan, tepat waktu, tepat
jumlah, dan tepat penggunaan. Tidak sedikit jumlah dana yang
digelontorkan berubah jumlahnya di perjalanan, mengalami pemotongan
oleh berbagai kepentingan. Hal itu menandakan perlu adanya sebuah
sistem monitoring dan evaluasi yang terintegrasi yang mengawasi
perjalanan dan penggunaan dana alokasi program.
 Untuk mengatasi minimnya informasi mengenai jampersal, pemerintah
daerah dapat melakukan sosialisasi program. Dalam menyosialisasikan
Jampersal agar dapat diakses maksimal oleh ibu, misalnya, pemerintah
daerah dapat menggerakkan kader posyandu dan petugas puskesmas. Dan
bagi tenaga kesehatan yang melayani Jampersal sudah seharusnya
memberikan penjelasan selengkap – lengkapnya kepada pasien dan
mengajak pasien sejak masa awal pemeriksaan kehamilan untuk mengikuti
Jampersal, jadi bukan sekedar menawari atau pasif dengan artian baru
memberikan penjelasan mengenai Jampersal ketika pasien bertanya.
 Dinas Kesehatan mengedukasi dan memberikan arahan kepada para tenaga
kesehatan terkait pelaksanaan Jampersal, meningkatkan pengawasan dan
pembinaan kepada tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan Jampersal
sehingga pelaksanaan Jampersal dapat terlaksana berdasarkan perjanjian
kerjasama dan petunjuk teknis Jampersal. Serta melakukan verifikasi
langsung ke peserta pengguna program Jampersal dengan cepat, efektif
dan efisien.

KESIMPULAN

Jampersal menjadi komponen kebijakan yang dibuat oleh pemerintah


melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
2562/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Petunjuk Teknis Jaminan
Persalinan, untuk mengurangi hambatan finansial bagi masyarakat berupa
memberi jaminan pembiayaan pelayanan persalinan kepada ibu hamil.
Jampersal diharapkan mampu meningkatkan akses ibu hamil dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan saat melakukan persalinan sehingga
tidak terjadi keterlambatan dalam mendapatkan pelayanan persalinan.

Jaminan Persalinan ini diberikan kepada semua ibu hamil agar dapat
mengakses pemeriksaan persalinan, pertolongan persalinan, pemeriksaan
nifas dan pelayanan KB oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan
sehingga pada gilirannya dapat menekan angka kematian ibu dan bayi.
Pelayanan Jaminan Persalinan dibagi menjadi tiga tahap, yakni pelayanan
persalinan tingkat pertama, pelayanan persalinan tingkat lanjutan, dan
pelayanan persiapan rujukan.

Dalam pelaksanaannya, program Jaminan Persalinan menemui hambatan-


hambatan yang dapat mempengaruhi keefektifan berjalannya program,
sehingga target yang hendak dicapai tidak sesuai dengan kenyataan yang
ada di lapangan. Hambatan-hambatan tersebut antara lain standar
pelayanan medis yang kurang spesifik, ketidakseimbangan antara jumlah
pasien dengan fasilitas yang tersedia, tenaga kesehatan, obat-obatan,
masalah pendanaan, kesimpangsiuran informasi mengenai Jampersal yang
ada di masyarakat, dan dukungan secara nyata dari pemerintah yang masih
rendah.

Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, solusi yang dapat


dilakukan Pemerintah adalah dengan membuat pedoman yang jelas dalam
implementasi Jampersal, meninjau kondisi layanan kesehatan yang
ditunjuk sebagai pelaksana Jampersal, memperbaiki fasilitas dan
sumberdaya yang dibutuhkan, membentuk sebuah organisasi khusus untuk
memanajemen implementasi program Jampersal di lapangan, menyediakan
stok pendanaan yang cukup, memberikan edukasi dan arahan kepada para
tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan Jampersal, dan melakukan
sosialisasi program Jampersal kepada masyarakat untuk mengatasi
minimnya informasi.

Anda mungkin juga menyukai