OLEH :
FRENSI ARYNANTI TANGKI’
K011201202
KELAS A
MATA KULIAH : EPIDEMIOLOGI KESEHATAN REPRODUKSI
DEPARTEMEN EPIDEMIOLOGI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
A. LATAR BELAKANG
Menjaga kesehatan organ reproduksi merupakan hal yang penting karena terkait
dengan bagaimana kita menjamin keberlangsungan hidup manusia dari generasi ke
generasi sehingga generasi berikutnya bisa lebih berkualitas dibanding dengan generasi
pada saat ini. Kesehatan reproduksi telah dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan. UU tersebut menyatakan bahwa kesehatan reproduksi
merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-
mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan
proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Kesehatan reproduksi secara umum
tidak hanya terkait dengan aspek fisik saja, tapi menyangkut aspek psikologis, mental,
dan sosial. Saat kita membahas kesehatan reproduksi, tidak hanya dari sisi laki-laki atau
perempuan saja, tapi dari keduanya juga penting. Dengan memahami kesehatan
reproduksi dengan baik, kita bisa menghindari penyakit yang bisa ditimbulkan, seperti
infeksi menular seksual dan bisa mencegah terjadinya infertilitas. Namun jika kita tidak
memahami dan mempraktikkan dengan baik, kita akan terbawa ke pergaulan bebas,
seks pra-nikah, dan melakukan tindakan ekstrem misalnya melakukan aborsi yang
justru bisa membahayakan kesehatan. Remaja juga perlu mengetahui informasi dan
pengetahuan organ reproduksi untuk mencegah hal yang tidak diinginkan misalnya
kehamilan yang tidak dihendaki, infeksi menular seksual dan sebagainya.
Kesehatan reproduksi remaja merupakan kondisi kesehatan yang menyangkut
masalah kesehatan organ reproduksi, yang kesiapannya dimulai sejak usia remaja
ditandai oleh haid pertama kali pada remaja perempuan atau mimpi basah bagi remaja
laki-laki. Kesehatan reproduksi remaja meliputi fungsi, proses, dan sistem reproduksi
remaja. Sehat yang dimaksudkan tidak hanya semata-mata bebas dari penyakit atau dari
cacat saja, tetapi juga sehat baik fisik, mental maupun sosial. Usia remaja adalah masa
transisi yang ditandai dengan berbagai perubahan emosi, psikis, dan fisik dengan ciri
khas yang unik. Penting bagi remaja untuk mendapatkan informasi yang tepat tentang
kesehatan reproduksi dan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan
reproduksi.
Ukuran atau indikator kesehatan reproduksi sangat berguna dan dapat
digunakan untuk mengetahui kualitas kesehatan di suatu wilayah. Adapun beberapa
indikator kesehatan reproduksi itu sendiri adalah total fertility rate, maternal mortality
rate, antenatal care, cakupan persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan,
pelaksanaan PONEK, neonatal mortality rate, BBLR, anemia pada ibu hamil, dan
persalinan yang di bawa ke fasilitas pelayanan kesehatan.
C. PEMBAHASAN
1. Total Fertility Rate
Provinsi Jambi : 2,3
Provinsi Bali : 2,1
Total Fertility Rate atau Angka Kesuburan adalah jumlah anak rata-rata yang
akan dilahirkan oleh seorang perempuan selama masa reproduksinya. TFR berguna
sebagai indikator untuk membandingkan keberhasilan antar wilayah dalam
melaksanakan pembangunan sosial ekonomi, menunjukkan tingkat keberhasilan
program KB, membantu para perencana program pembangunan untuk
meningkatkan rata-rata usia kawin, meningkatkan program pelayanan kesehatan
yang berkaitan dengan pelayanan ibu hamil dan perawatan anak, serta
mengembangkan program penurunan tingkat kelahiran. Diketahuinya TFR untuk
suatu daerah akan membantu para perencana program pembangunan untuk
meningkatkan rata-rata usia kawin, meningkatkan program pelayanan kesehatan
yang berkaitan dengan pelayanan ibu hamil dan perawatan anak, serta untuk
mengembangkan program penurunan tingkat kelahiran.
Berdasarkan data diatas, menandakan bahwa di Provinsi Jambi wanita (usia 15-
49 tahun) secara rata-rata mempunyai 2-3 anak selama masa usia suburnya dan di
Provinsi Bali yaitu 2,1. Dalam hal ini, TFR sebesar 2,1 merupakan angka standar
capaian ideal bagi seluruh negara yang disebut juga dengan istilah penduduk
tumbuh seimbang. TFR yang berada di bawah angka 2,1 maka penduduk cenderung
akan mengalami penurunan jumlah, namun jika TFR lebih dari 2,1 maka akan
terjadi pertumbuhan penduduk. Adapun di Provinsi Jambi penyebab utama TFR
masih tinggi adalah karena rendahnya usia kawin pertama yaitu 19 tahun dan
minimnya pemahaman masyarakat, terutama kelas bawah tentang program KB.
Oleh karena itu, Provinsi Jambi harus menurunkan angka TFR-nya melalui program
Keluarga Berencana atau KB sehingga dapat mencapai standar yang ideal.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan pemabahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa masih
terdapat beberapa indikator kesehatan reproduksi di Provinsi Jambi maupun di Provinsi
Bali yang belum mencapai target seperti Total Fertility Rate (TFR) di Provinsi Jambi,
Neonatal Mortality Rate di kedua Provinsi, kejadian BBLR di Provinsi Bali, anemia
pada ibu hamil di kedua Provinsi, dan persalinan di fasyankes di Provinsi Jambi. Oleh
karena itu, diperlukan kolaborasi antar semua pihak yang terkait untuk membantu
menurunkan kasus-kasus kesehatan reproduksi yang masih tinggi untuk Indonesia yang
sehat dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA