Anda di halaman 1dari 14

Kesehatan Keluarga

ANC (5)
Latar belakang :

Menurut WHO (2019) Angka Kematian Ibu (maternal mortality rate) merupakan
jumlah kematian ibu akibat dari proses kehamilan, persalinan, dan pasca
persalinan yang dijadikan indikator derajat kesehatan perempuan. Angka
Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu target global Sustainable Development
Goals (SDGs) dalam menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 70 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030.

Menurut Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka Kematian
Ibu (AKI) di Indonesia meningkat dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2002-2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007-2012.
Angka Kematian Ibu (AKI) mengalami penurunan pada tahun 2012-2015 menjadi
305 per 100.000 kelahiran hidup dan jumlah kematian ibu di Indonesia pada
tahun 2019 yaitu sebanyak 4.221 kasus (Kemenkes RI, 2019).

Adapun beberapa upaya yang dicanangkan pemerintah untuk mempercepat


penurunan AKI untuk menjamin agar setiap ibu mempunyai pelayanan kesehatan
ibu yang berkualitas, seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan,
perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika
terjadi komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, dan
pelayanan keluarga berencana. Sebagian besar upaya tersebut bisa didapatkan
jika ibu memperoleh pelayanan antenatal yang berkualitas atau antenatal care
yang terpadu. Pelayanan Antenatal care (ANC) bisa menjadi faktor utama dalam
menentukan hasil akhir dari suatu persalinan, deteksi dini faktor risiko dan juga
dapat menentukan pengobatan awal ibu hamil disertai komplikasi selama hamil
serta mempersiapkan persalinan yang aman dan memberikan edukasi kepada ibu
hamil (Kemenkes, 2018).

Gambaran pelaksanaan :
-Keluhan utama : Pasien Ingin Kontrol kehamilan
-Ibu datang ke puskesmas untuk kontrol rutin kehamilan
anak pertamanya. Keluhan saat ini tidak ada. Mual dan
muntah tidak ada. Riwayat demam tidak ada. Riwayat
batuk dan sesak tidak ada.

-Riwayat Obstetri :

HPHT : 03/09/2021
TP : 10/06/2022
-Usia Kehamilan : 38 minggu
-Gerakan janin : ada
-Keluhan saat hamil muda : mual muntah
ANC : 3 kali di puskesmas dan 1 kali di Sp.OG
-Imunisasi TT : 1 kali
-Riwayat haid :
Menarche: Usia 14 tahun
Lamanya: 7 hari
Dismenorhoe: Tidak ada
Siklus: 28 hari
Banyaknya: 3-5x ganti pembalut/hari
riwayat kehamilan:
1. 2022/ kehamilan saat ini
-Riwayat Ginekologi : (-)
-Riwayat KB : tidak ada
-Riwayat penyakit lainnya : -
PEMERIKSAAN FISIS
1.Kesadaran : Composmentis
2.Tanda-tanda vital
Tekanan darah: 100/80 mmHg
Frek. Nadi : 86x/menit
Frek. Nafas : 20x/menit
Suhu : Afebris

PENATALAKSANAAN
ANC Rutin
Tablet Tambah darah Ferrous fumarate 60 mg tablet
1x1
Asam folat 0.4 mg tablet 1x1
Konseling Informasi Edukasi Ibu Hamil
•Edukasi tanda bahaya kehamilan pada pasien dan
segera ke pusat pelayanan kesehatan
•Edukasi utuk konsumsi makanan yang mengandung gizi
seimbang, mengonsumsi rutin tablet tambah darah)
•Edukasi untuk melakukan perencanaan persalinan di
pusat pelayanan Kesehatan (edukasi tanda persalinan,
transpotasi ke pusat pelayanan Kesehatan, suami harus
siap siaga, calon pendonor darah jika dibutuhkan)
•Edukasi untuk merencanakan jenis kontrasepsi apa
yang akan di gunakan setelah persalinan.
•Edukasi untuk melakukan IMD dan pemberian ASI
ekslusif setalah persalinan.

Standar Asuhan Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan /


ANC
1.Timbang Berat Badan dan UkurTinggi Badan (T1)
2.Ukur Tekanan darah (T2)
3.Nilai status Gizi (Ukur lingkar lengan atas /LiLA) (T3)
4.Ukur Tinggi Fundus Uteri (T4)
5.Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin
(T5)
6.Pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama
kehamilan (T6)
7.Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid, Skrining Status
Imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus
Toksoid (T7)
8.Periksa laboratorium rutin dan khusus (T8)
9.Tatalaksana/penanganan Kasus (T9)
10.Temu wicara/konseling (T10)
KB Suntik (2)
Latar belakang :
Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program yang penting
dalam meningkatkan kesejahteraan perempuan, baik secara individu maupun
sebagai bagian dari keluarga dan komunitasnya. Salah satu tujuan dari program
KB adalah meningkatkan status kesehatan ibu dan kualitas reproduksi di
Indonesia. Secara spesifik, program KB bermanfaat untuk menurunkan risiko
terjangkitnya kanker rahim dan kanker serviks pada perempuan, menurunkan
angka kematian maternal serta peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM),
menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, meningkatkan Kesehatan ibu hamil
dan anak, mencegah penularan penyakit berbahaya, menjamin tumbuh kembang
bayi dan anak, meningkatkan kesejahteraan keluarga, turut menjamin pendidikan
anak, serta meningkatkan kualitas sebuah keluarga.
Berdasarkan Survey Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015, AKI di Indonesia
berada pada angka 305 per 100.000 kelahiran hidup. Upaya untuk menurunkan
AKI perlu dilakukan dengan melihat target Sustainable Development Goals (SDGs)
dalam The 2030 Agenda For Sustainable Development yaitu 70 per 100.000
kelahiran hidup.
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa pembangunan keluarga adalah
upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat
dan Keluarga Berencana adalah upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak dan
usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan
bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas. UU ini
mendukukng program KB sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan keluarga
sehat dan berkualitas. Pengaturan kehamilan dalam program KB dilakukan
dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Adapun metode kontrasepsi yang digunakan di Indonesia terdiri atas Metode
Operasi Wanita (MOW), Metode Operasi Pria (MOP), Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR)/IUD, Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/ Implan, Suntikan KB, Pil
KB, Kondom, dan Metode Amonore Laktasi (MAL).
Oleh karena itu, untuk mendukung program KB dibutuhkan kemudahan akses
bagi peserta dan calon peserta untuk mendapatkan layanan KB, baik itu di
Puskesmas, Dokter Keluarga, Klinik, maupun di Rumah Sakit. Kementrian
Kesehatan, BKKBN, serta Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mendukung
penyediaan dan kemudahan dalam mengakses KB.
Pengguna kontrasepsi di dunia menurut World Health Organization (WHO) lebih
dari 100 juta wanita menggunakan kontrasepsi yang memiliki efektifitas, dengan
pengguna kontrasepsi hormonal lebih dari 75% dan 25% menggunakan non
hormonal.
Kontrasepsi suntik merupakan salah satu jenis kontrasepsi hormonal, yang berisi
hormon progesteron atau kombinasi hormon estrogen dan progesterone.
Kontrasepsi suntik terdiri atas 2 macam yaitu Depo Medroksi Progesteron Aseatat
(DMPA) dan Depo Noreisteron (Depo Noristerat). DMPA diberikan setiap 3 bulan
sekali dengan dosis progestron 150 mg. Depo Noristerat diberikan dalam dosis
200 mg sekali setiap 8 minggu untuk 6 bulan pertama. Baik DMPA maupun NET-
EN sangat efektif dengan angka kegagalan < 1 per 100 wanita pertahun (DMPA)
dan 2 per 100 wanita pertahun (NET-EN). Kontrasepsi DMPA merupakan
kontrasepsi yang lebih banyak penggunanya karena sangat efektif dengan angka
kegagalan kurang dari 1 per 100 wanita pertahun, pemakaiannya sederhana,
praktis bagi akseptor karena injeksi hanya 4 kali setahun dan reversible

Gambaran pelaksanaan :

-Melakukan konseling tentang kontrasepsi KB suntik

-Melakukan informed consent

-petugas mempersiapkan Alat dan Bahan

-mencuci tangan

-melakukan pemeriksaan fisis pada pasien (pengukuran


Tanda-Tanda Vital, pengukuran Berat Badan,
pemeriksaan pada payudara)

-melakukan penyuntikan secara Intramuskular pada


daerah gluteus
-mencuci tangan

-melakukan pengisian kartu peserta KB dan


memberitahu pasien kunjungan ulang 3 bulan lagi
petugas mencatat hasil dalam rekam medis.
-Dilakukan penyuntikan KB hormonal berupa Depo-
Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) 150 mg secara
Intramuscular.

IUD (1)
Latar belakang :
Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program yang penting
dalam meningkatkan kesejahteraan perempuan, baik secara individu maupun
sebagai bagian dari keluarga dan komunitasnya. Salah satu tujuan dari program KB
adalah meningkatkan status kesehatan ibu dan kualitas reproduksi di Indonesia.
Secara spesifik, program KB bermanfaat untuk menurunkan risiko terjangkitnya
kanker rahim dan kanker serviks pada perempuan, menurunkan angka kematian
maternal serta peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM), menghindari
kehamilan yang tidak diinginkan, meningkatkan Kesehatan ibu hamil dan anak,
mencegah penularan penyakit berbahaya, menjamin tumbuh kembang bayi dan
anak, meningkatkan kesejahteraan keluarga, turut menjamin pendidikan anak, serta
meningkatkan kualitas sebuah keluarga.
Berdasarkan Survey Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015, AKI di Indonesia
berada pada angka 305 per 100.000 kelahiran hidup. Upaya untuk menurunkan AKI
perlu dilakukan dengan melihat target Sustainable Development Goals (SDGs)
dalam The 2030 Agenda For Sustainable Development yaitu 70 per 100.000
kelahiran hidup.
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa pembangunan keluarga adalah upaya
mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat dan
Keluarga Berencana adalah upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak dan usia
ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan
sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas. UU ini mendukukng
program KB sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan keluarga sehat dan
berkualitas. Pengaturan kehamilan dalam program KB dilakukan dengan
menggunakan alat kontrasepsi.
Adapun metode kontrasepsi yang digunakan di Indonesia terdiri atas Metode
Operasi Wanita (MOW), Metode Operasi Pria (MOP), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR)/IUD, Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/ Implan, Suntikan KB, Pil KB,
Kondom, dan Metode Amonore Laktasi (MAL).
Oleh karena itu, untuk mendukung program KB dibutuhkan kemudahan akses bagi
peserta dan calon peserta untuk mendapatkan layanan KB, baik itu di Puskesmas,
Dokter Keluarga, Klinik, maupun di Rumah Sakit. Kementrian Kesehatan, BKKBN,
serta Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mendukung penyediaan dan
kemudahan dalam mengakses KB.
Pengguna kontrasepsi di dunia menurut World Health Organization (WHO) lebih
dari 100 juta wanita menggunakan kontrasepsi yang memiliki efektifitas, dengan
pengguna kontrasepsi hormonal lebih dari 75% dan 25% menggunakan non
hormonal.

Gambaran pelaksanaan :

Tindakan pra pemasangan :

1 Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri anda

2 Jelaskan apa yang akan dilakukan dan persilahkan


klien untuk mengajukan pertanyaan

3 Masukkan lengan IUD Copper T 380A didalam


kemasan sterilnya:

• Buka sebagian plastic penutupnya dan lipat


kebelakang

• Masukkan pendorong kedalam tabung inserter


• Letakkan kemasan dalam tempat yang datar

• Selipkan kertas pengukur dibawah lengan IUD

• Pegang kedua ujung IUD dan dorong tabung inserter


sampai kepangkal lengan sehingga lengan akan melipat
• Setelah lengan melipat sampai menyentuh tabung
inserter, tarik tabung inserter dari bawah lipatan lengan
• Angkat sedikit tabung inserter, dorong dan putar
untuk memasukkan lengan IUD yang sudah terlipat
tersebut kedalam tabung inserter

Tindakan pemasangan IUD :


4 Pakai kembali sarung tangan yang baru
5 Pakai spekulum vagina untuk melihat serviks
6 Usap vgina dan serviks dengan larutan antiseptik 2
sampai 3 kali
7 Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati.
8 Masukkan sonde uterus dengan teknik “tidak
menyentuh” (no touch technique) yaitu secara hati-hati
memasukkan sonde ke dalam rongga uterus dengan
sekali masuk tanpa menyentuh dinding vagina ataupun
bibir spekulum
9 Tentukan posisi dan kedalaman rongga uterus
10 Ukur kedalaman kavum uteri pada tabung inserter
yang masih berada di dalam kemasan sterilnya dengan
menggeser leher biru pada tabung inserter, kemudian
buka seluruh plastik penutup kemasan
11 Keluarkan inserter dari tempat kemasannya tanpa
menyentuh permukaan yang tidak steril, hati-hati
jangan sampai pendorongnya terdorong
12 Pegang tabung AKDR dengan leher biru dalam posisi
horizontal (sejajar lengan IUD) kemudian masukkan
tabung inserter secara hati-hati ke dalam uterus sampai
leher biru tersebut menyentuh serviks atau sampai
terasa adanya tahanan
13 Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong
dengan satu tangan
14 Lepaskan lengan IUD dengan menggunakan teknik
withdrawal yaitu menarik keluar
tabung inserter sampai pangkal pendorong dengan
tetap menahan pendorong
15 Keluarkan pendorong dan tabung inserter didorong
kembali ke serviks sampai leher
biru menyentuh serviks atau terasa adanya tahanan
16 Keluarkan sebagian dari tabung inserter dan gunting
benang IUD kurang lebih 3-4 cm
17 Keluarkan seluruh tabung inserter
18 Lepaskan tenakulum dengan hati-hati
19 Periksa serviks dan bila ada perdarahan dari tempat
bekas jepitan tenakulum, tekan dengan kasa selama 30-
60 detik
20 Keluarkan speculum dengan hati-hati

Tindakan pasca pemasangan :


21 Rendam seluruh peralatan yang sudah dipakai dalam
larutan klorin selama 10 menit
untuk dekontaminasi
22 Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi
(kasa, sarung tangan sekali pakai) ke
tempat yang sudah disediakan
23 Untuk sarung tangan pakai ulang, celupkan kedua
tanganyang masih memakaisarung
tangan ke dalam larutan klorin, kemudian lepaskan
dengan cara membaliknya dan
rendam dalam larutan klorin tersebut
24 Cuci tangan dengan air dan sabun
25 Buat rekam medik dan lengkapi kartu IUD untuk klien

IMD (2)
Latar belakang :
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses alami bayi untuk menyusu, yaitu
dengan memberi kesempatan pada bayi untuk mencari dan mengisap ASI sendiri
dalam satu jam pertama pada awal kehidupannya.
Menurut WHO/UNICEF, Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan salah satu dari
Evidence for the ten steps to successful breastfeeding yang harus diketahui oleh
setiap tenaga Kesehatan. Manfaat IMD bagi bayi adalah membantu stabilisasi
pemapasan, mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan
inkubator, menjaga kolonisasi kuman yang aman untuk bayi dan mencegah
infeksi nosokomial. Kadar bilirubin bayi juga lebih cepat normal karena
pengeluaran mekonium lebih cepat sehingga dapat menurunkkan insiden ikterus
bayi baru lahir. Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi lebih tenang
sehingga didapat pola tidur yang lebih baik. Dengan demikian, berat badan bayi
cepat meningkat dan lebih cepat ke luar dari rumah sakit. Bagi ibu, IMD dapat
mengoptimalkan pengeluaran hormon oksitosin, prolaktin, dan secara psikologis
dapat menguatkan ikatan batin antara ibu dan bayi.
Sebuah studi yang dipublikasikan di Pediatrics tahun 2016 menunjukkan bahwa
IMD ini dapat mengurangi kematian bayi baru lahir akibat dari infeksi, diare,
hipotermia dan masalah pernapasan. Hal ini dikarenakan bayi mendapat ASI yang
pertama kali keluar dari payudara ibu, yaitu kolostrum, dimana kolosrum ini
sangat bermanfaat untuk membentuk imunitas pada bayi. Kolostrum penuh
dengan zat antibody (pertahanan untuk melawan zat asing yang masuk ke dalam
tubuh bayi) dan immunoglobulin ( zat untuk melawan infeksi penyakit). Selain itu
kolostrum dapat berfungsi sebagai pencahar yang ideal untuk membersihkan zat
yang tidak terpakai dari usus bayi baru lahir serta mempersiapkan saluran
pencernaan makanan bagi bayi (Wiji et al., 2017).
Menurut data RISKESDAS tahun 2020, Bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI
Esklusif merupakan indikator yang tercantum pada Renstra Kementerian
Kesehatan periode 2020-2024, bahkan pada Renstra periode sebelumnya (2015-
2019) indikator ini sudah menjadi indikator kinerja kegiatan (IKK) Direktorat Gizi
Masyarakat, karena sangat terkait dengan program prioritas pemerintah, yaitu
percepatan penurunan stunting. Pada tahun 2020, dari jumlah bayi usia kurang
dari 6 bulan yang di recall, dari 3.196.303 sasaran bayi kurang dari 6 bulan
terdapat 2.113.564 bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif
atau sekitar 66,1%. Capaian indikator persentase bayi usia kurang dari 6 bulan
yang mendapatkan ASI Eksklusif sudah memenuhi target tahun 2020, yaitu
sebesar 40%. Berdasarkan distribusi provinsi, sebanyak 32 provinsi telah
mencapai target yang diharapkan termasuk di wilayah Kalimantan selatan.
Namun nyatanya, di Indonesia, hanya 1 dari 2 bayi berusia di bawah 6 bulan yang
mendapatkan ASI eksklusif, dan hanya sedikit lebih dari 5 persen anak yang
masih mendapatkan ASI pada usia 23 bulan. Artinya, hampir setengah dari
seluruh anak Indonesia tidak menerima gizi yang mereka butuhkan selama dua
tahun pertama kehidupan. Lebih dari 40 persen bayi diperkenalkan terlalu dini
kepada makanan pendamping ASI, yaitu sebelum mereka mencapai usia 6 bulan,
dan makanan yang diberikan sering kali tidak memenuhi kebutuhan gizi bayi
(WHO,2020).
Oleh karena itu, pentingnya tenaga kesehatan memberikan informasi terkait
seberapa pentingnya IMD, memfasilitasi serta memberikan dukungan kepada ibu
yang baru saja melahirkan untuk melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

Gambaran pelaksanaan :
- Menjelaskan kepada ibu seberapa penting
dilakukannya IMD
- Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk
melakukan kontak kulit ibu-bayi (di dada ibu minimal 1
jam).

- Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan


mulai menyusu.

- Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi


menyusu dini dalam waktu 60-90 menit. Menyusu
pertama biasanya berlangsung pada menit ke-45-60,
dan berlangsung selama 10-20 menit. Bayi cukup
menyusu dari satu payudara.

- Lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya


(menimbang, pemberian vitamin K1, salep mata) dan
kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.

- Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk


menjaga kehangatannya.
- Tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Bayi
harus selalu dalam jangkauan ibu 24 jam dalam sehari
sehingga bayi bisa menyusu sesering keinginannya.
KB PIL (2)
Latar belakang :
Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program yang penting
dalam meningkatkan kesejahteraan perempuan, baik secara individu maupun
sebagai bagian dari keluarga dan komunitasnya. Salah satu tujuan dari program KB
adalah meningkatkan status kesehatan ibu dan kualitas reproduksi di Indonesia.
Secara spesifik, program KB bermanfaat untuk menurunkan risiko terjangkitnya
kanker rahim dan kanker serviks pada perempuan, menurunkan angka kematian
maternal serta peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM), menghindari
kehamilan yang tidak diinginkan, meningkatkan Kesehatan ibu hamil dan anak,
mencegah penularan penyakit berbahaya, menjamin tumbuh kembang bayi dan
anak, meningkatkan kesejahteraan keluarga, turut menjamin pendidikan anak, serta
meningkatkan kualitas sebuah keluarga.
Berdasarkan Survey Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015, AKI di Indonesia
berada pada angka 305 per 100.000 kelahiran hidup. Upaya untuk menurunkan AKI
perlu dilakukan dengan melihat target Sustainable Development Goals (SDGs)
dalam The 2030 Agenda For Sustainable Development yaitu 70 per 100.000
kelahiran hidup.
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa pembangunan keluarga adalah upaya
mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat dan
Keluarga Berencana adalah upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak dan usia
ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan
sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas. UU ini mendukukng
program KB sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan keluarga sehat dan
berkualitas. Pengaturan kehamilan dalam program KB dilakukan dengan
menggunakan alat kontrasepsi.
Adapun metode kontrasepsi yang digunakan di Indonesia terdiri atas Metode
Operasi Wanita (MOW), Metode Operasi Pria (MOP), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR)/IUD, Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/ Implan, Suntikan KB, Pil KB,
Kondom, dan Metode Amonore Laktasi (MAL).
Oleh karena itu, untuk mendukung program KB dibutuhkan kemudahan akses bagi
peserta dan calon peserta untuk mendapatkan layanan KB, baik itu di Puskesmas,
Dokter Keluarga, Klinik, maupun di Rumah Sakit. Kementrian Kesehatan, BKKBN,
serta Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mendukung penyediaan dan
kemudahan dalam mengakses KB.
Pengguna kontrasepsi di dunia menurut World Health Organization (WHO) lebih
dari 100 juta wanita menggunakan kontrasepsi yang memiliki efektifitas, dengan
pengguna kontrasepsi hormonal lebih dari 75% dan 25% menggunakan non
hormonal.

Gambaran pelaksanaan :
- Melakukan edukasi mengenai kontrasepsi

- Melakukan Informed choice kepada pasien dan


membantu pasien memilih metode kontrasepsi yang
cocok digunakan sesuai kondisi pasien

- Memberikan edukasi kepada pasien mengenai KB pil

- Pasien harus rutin meminum pil setiap hari, sesuai


dengan jam yang telah ditentukan

- Apabila pasien lupa minum pil, sesegera mungkin


diminum saat diingat

Jika sudah lebih dari 3 jam dan melakukan coitus dalam


5 hari terakhir, disarankan untuk menggunakan KB
Darurat

- Memberikan pil kepada pasien dan memberitahukan


untuk kembali 28 hari ke depan.

- Menanyakan kepada pasien juga, apabila terdapat


gejala lain yang dialami dalam jangka mengkonsumsi KB
pil.

Anda mungkin juga menyukai