Anda di halaman 1dari 32

1.

Standar pelayanan kehamilan (ANC)


Antenatal care adalah sebuah istilah kesehatan yang mengacu pada program pelayanan kesehatan
ibu hamil, sehingga bisa ditangani oleh tenaga medis secara lebih profesional.
10 T:
1). Timbang badan dan ukur tinggi badan
2). Ukur tekanan darah
3). Nilai status gizi (ukur lila)
4). Ukur tinggi fundus uteri
5). Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin
6). Skrining status imunisasi TT (dan pemberian imunisasi TT)
7). Pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan)
8). Test lab sederhana (golongan darah, Hb, glukoprotein urine) dan berdasarkan indikasi
(HBsAg, sifilis, HIV, Malaria, TBC)
9). Tatalaksana kasus
10). Temu wicara (konseling) termasuk P4K serta KB PP

2. Ante Natal Care Terpadu.


Pelayanan antenatal terpadu merupakan pelayanan antenatal komprehensif dan berkualitas
yang diberikan kepada semua ibu hamil secara terpadu dengan program lain yang memerlukan
intervensi selama kehamilannya. Adapun tujuannya antara lain :
 Menyediakan layanan antenatal terpadu, komprehensif dan berkualitas, termasuk
konseling kesehatan dan gizi ibu hamil, konseling KB dan pemberian ASI.
 Menghilangkan "missed opportunity" pada ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan
antenatal terpadu, komprehensif dan berkualitas.
 Mendeteksi secara dini kelainan / penyakit / gangguan yang diderita ibu hamil.
 Melakukan intervensi terhadap kelainan / penyakit / gangguan pada ibu hamil sedini
mungkin.
 Melakukan rujukan kasus ke fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan sistem rujukan
yang ada. Di dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan memberikan
layanan ter-standart dengan 10

3. Standar pelayanan ibu nifas


Pengertian :
1). Nifas adalah periode mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan.
2). Pelayanan nifas sesuai standar adalah pelayanan kepada ibu nifas sedikitnya 3 kali, pada
6 jam pasca persalinan s.d 3 hari, pada Minggu ke II, dan pada Minggu ke VI termasuk
pemberian Vitamin A 2 kali serta persiapan dan/atau pemasangan KB Pasca Persalinan.
3). Jumlah seluruh Ibu Nifas dihitung melalui estimasi dengan rumus: 1,05 x Crude Birth
Rate (CBR) x Jumlah Penduduk. Angka CBR dan jumlah penduduk Kab/Kota didapat
dari data BPS masing-masing kabupaten/Kota/Provinsi pada kurun waktu tertentu. 1,05
adalah konstanta untuk menghitung Ibu Nifas.
4). Dalam pelaksanaan pelayanan nifas yang dilakukan juga pelayanan neonatus sesuai
standar sedikitnya 3 kali, pada 6-24 jam setelah lahir, pada 3-7 hari dan pada 28 hari
setelah lahir yang dilakukan di fasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah.
5). Pelayanan kesehatan neonatal adalah pelayanan kesehatan neonatal dasar (ASI ekslusif,
pencegahan infeksi berupa, pusat, pemberian vitamin K1 injeksi bila tidak diberikan pada
saat lahir, pemberian perawatan hepatitis B1 (bila tidak diberikan pada saat lahir),
manajemen terpadu bayi muda
6). Neonatus adalah bayi berumur 0-28 hari.
7). Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam menyelenggarakan
pelayanan nifas yang professional.

4. Standar pelayanan ibu menyusui


1). Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara
ibu.
2). Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan
kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau
mengganti dengan makanan atau minuman lain.
3). Bayi adalah anak dari baru lahir sampai berusia 12 (dua belas) bulan.
4). Menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan sampai
dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangannya;
5). Memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya;
dan
6). Meningkatkan peran dan dukungan Keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan
Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif
7). Keluarga adalah suami, anak, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dan ke bawah
sampai dengan derajat ketiga.
8). Susu Formula Bayi adalah susu yang secara khusus diformulasikan sebagai pengganti ASI
untuk Bayi sampai berusia 6 (enam) bulan.

5a. Pelaksanaan kelas ibu hamil


Beberapa tahapan yang dilakukan untuk melaksanakan kelas ibu hamil :

1. Pelatihan bagi pelatih


Pelatihan bagi pelatih dipersiapkan untuk melatih bagi para fasilitator di tempat
pelaksanaan kelas ibu, baik di tingkat kabupaten, Kecamatan sampai ke desa. Peserta TOT
adalah bidan atau petugas kesehatan yang sudah mengikuti sosialisasi tentang Buku KIA dan
mengikuti pelatihan fasilitator. Kegiatan Pelatihan bagi pelatih (TOT) bertujuan untuk mencetak
para fasilitator dan selanjutnya fasilitator akan mampu melaksanakan serta mengembangkan
pelaksanaan kelas ibu hamil. Pelatihan bagi pelatih dilakukan secara berjenjang dari tingkat
provinsi ke tingkat Kabupaten/Kota.

2. Pelatihan bagi fasilitator


Pelatihan fasilitator dipersiapkan untuk melaksanakan kelas ibu hamil. Fasilitator kelas
ibu hamil adalah bidan atau petugas kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan fasilitator kelas
ibu hamil atau on the job training. Bagi bidan atau petugas kesehatan ini, boleh melaksanakan
pengembangan kelas ibu hamil di wilayah kerjanya.
Untuk mencapai hasil yang optimal dalam memfasilitasi kelas ibu hamil, fasilitator
hendaknya menguasai materi yang akan disajikan baik materi medis maupun non medis.
Beberapa materi non medis berikut akan membantu Kemampuan fasilitator dalam pelaksanaan
kelas ibu hamil diantaranya :
a. Komunikasi interaktif
b. Presentasi yang baik
c. Menciptakan suasana yang kondusif
Penjelasan materi, lihat pegangan fasilitator.

3. Sosialisasi kelas ibu hamil pada Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Stakeholder
Sosialisasi kelas ibu hamil pada tokoh agama, tokoh masyarakat dan stakeholder sebelum
kelas ibu hamil dilaksanakan sangat penting. Melalui kegiatan sosialisasi ini diharapkan semua
unsur masyarakat dapat memberikan respon dan dukungan sehingga kelas ibu hamil dapat
dikembangkan dan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

4. Persiapan pelaksanaan kelas ibu hamil


Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum pelaksanaan kelas ibu hamil :
1). Melakukan identifikasi/mendaftar semua ibu hamil yang ada di wilayah kerja. Ini
dimaksudkan untuk mengetahui berapa jumlah ibu hamil dan umur kehamilannya sehingga
dapat menentukan jumlah peserta setiap kelas ibu hamil dan berapa kelas yang akan
dikembangkan dalam kurunwaktu tertentu misalnya, selama satu tahun.
2). Mempersiapkan tempat dan sarana pelaksanaan kelas ibu hamil, misalnya tempat di
Puskesmas atau Polindes, Kantor Desa/Balai Pertemuan, Posyandu atau di rumah salah
seorang warga masyarakat. Sarana belajar menggunakan, tikar/karpet, bantal dan lain-lain
jika tersedia.
3). Mempersiapkan materi, alat bantu penyuluhan dan jadwal pelaksanaan kelas ibu hamil serta
mempelajari materi yang akan disampaikan.
4). Persiapan peserta kelas ibu hamil, mengundang ibu hamil umur kehamilan antara 5 sampai 7
bulan.
5). Pelaksanaan kelas ibu hamil
Pelaksanaan pertemuan kelas ibu hamil dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara
bidan/petugas kesehatan dengan peserta/ibu hamil, dengan tahapan pelaksanaan. (Terlampir
Jadwal pelaksanaan kelas ibu hamil)
6). Monitoring, evaluasi dan pelaporan
Untuk memantau perkembangan dan dampak pelaksanaan kelas ibu hamil perlu dilakukan
monitoring dan evaluasi secara berkala dan berkesinambungan. Seluruh pelaksanaan
kegiatan kelas ibu hamil dibuatkan pelaporan dan didokumentasikan. (Terlampir Form
Evaluasi dan Form Pelaporan)

5b. Pelaksanaan PMT ibu hamil KEK


 PMT P (Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan) adalah makanan tambahan yang
diberikan kepada bayi/balita gizi buruk, gizi kurang, dan ibu hamil KEK/Anemia yang
penatalaksanaannya dilakukan di tingkat Puskesmas
 Ibu hamil yang menjadi PMT adalah sasaran ibu hamil yang berisiko Kurang Energi
Kronis (KEK) dengan pita LILA 23,5 cm dan'atau dengan anemia (kadar hemoglobin <Il
gridl) Schagai pedoman petugas dalam ibu hami KEK dan atau
Talap Persiapan :
1). Petagas melaksanakan sosialisasi PMT P kepada tenaga Puskesmas dan kader Posyandu
2). Petagas gizi bersama dengan Kepala Puskesmas, Kepala TU, bendahara, bidan dan
layanan terkait melakukan koordinasi pelaksanaan PMT untuk menentukan waktu, jenis
PMT Penulihan, dan teknis pelaksanaan PMT Pemulihan
3). Petugas menentukan sasaran data dengan melihat data LILA dan Hb ibu hamil (LILA <
23,5 cm dan'atau Hb <11 gridl) berdasarkan buku register ibu hamil atau kohort ibu hamil
4). Petugas merencanakan menu PMT
5). Petugas melakukan pembelian bahan PMT

Tahap Pelaksanaan :
1). PMT diberikan dalam waktu 90 hari, dan didistribusikan kepada sasaran dalam 6 tahap
yang dilakukan setiap 15 hari sekali
2). Ibu hamil sasaran yang hadir pada hari pertama distribusi PMT, diberi perlakukan
sebagai berikut :
 Ibu hamil berat badan, tinggi badan, LILA (ibu hamil) dan cek hemoglobin (Hb)
di laboratorium
 Ibu hamil mengambil PMT di ruangan yang telah disediakan

6. Standar Pelayanan Kesehatan Anak


Anak adalah seseorang yang sampai berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan
 Bayi baru lahir umur 0-28 hari
 Bayi umur 0-11 bulan
 Anak Balita umur 12- 59 bulan
 Anak Prasekolah umur 60-72 bulan
 Anak usia sekolah umur 6-12 tahun
 Remaja umur 10-18 tahun

Upaya kesehatan anak dilakukan sejak janin dalam kandungan sampai berusia 18 tahun. Upaya
kesehatan anak melalui pelayanan :
a). Kesehatan janin dalam kandungan
b). Kesehatan bayi baru lahir
c). Kesehatan bayi, anak balita, dan prasekolah
d). Peningkatan kesehatan anak

Pelayanan Kesehatan Bayi, anak balita, dan prasekolah dilakukan melalui:


a). Pemberian ASI ekslusif hingga usia 6 bulan
b). Pemberian ASI hingga 2 tahun
c). Pemberian makanan pendaming ASI (mp asi) mulai usia 6 bulan
d). Pemberian imunisasi dasar lengkap bagi bayi
e). Pemberian imunisasi DPT/BH/HIB/ pada anak usia 18 bulan dan imunisasi campakpada
anak usia 29 bulan
f). Pemberian VIT K

7. Pelayanan Kesehatan Balita


Pelayanan kesehatan sesuai standar adalah pelayanan kesehatan yang diberikan pada anak
berusia 0-59 bulan dan dilakukan oleh :
 Dokter
 Bidan
 Perawat
 Dokter spesialis anak
 Tenaga gizi
Memiliki surat tanda register (STR) dan diberikan difasilitasi kesehatan pemerintah maupun
swasta

Pelayanan Kesehatan meliputi:


1). Penimbangan minimal 2 kali setahun, pengukuran TB
2). Pemberian kapsul vitamin A 2xsetahun
3). Pemberian imunisasi dasar lengkap

8. Kegiatan stimulasi, deteksi, intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK)


SDIDTK merupakan kegiatan konprehensif untuk memantau aspek tumbuh kembang anak.
Kegiatan SDIDTK terdiri dari :
1). Stimulasi dini untuk merangsang otak balita agar perkembangan kemampuan gerak,
bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian pada balita berlangsung optimal sesuai
dengan umur anak.
2). Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah kegiatan pemeriksaan untuk mendeteksi atau
menemukan adanya penyimpangan tumbuh kembang balita. Apabila ditemukan
penyimpangan lebih dini, maka intervensi akan lebih mudah di lakukan
3). Intervensi dini adalah tindakan koreksi dengan memanfaatkan elastisitas otak anak agar
tumbuh kembangnya kembali penyimpangannya tidak semakin berat. normal atau
4). Rujukan dini, bila balita perlu membaca, maka rujukan juga dilakukan sedini mungkin
sesuai dengan indikasi.

Pemeriksaan SDIDTK dilaksanakan pada :


1. Balita usia 0 bulan -24 bulan setiap 3 bulan sekali
2. Balita usia 24 bulan - 72 bulan setiap 6 bulan sekali

Pemeriksaan SDIDTK meliputi:


1. Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan meliputi:
 Pengukuran Berat Badan
 Pengukuran Panjang Badan/Tinggi Badan
 Pengukuran lingkar kepala
2. Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan meliputi:
 Pemeriksaan mengunakan Kuisoner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) untuk gerak
kasar, gerak halus, bicara-bahasa, kemandirian dan sosialisasi
 Tes daya dengar (TDL)
 Tes daya lihat (TDD)
3. Deteksi Dini Penyimpangan Perilaku Emosional dan Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (GPPH).

9. Kelas Ibu Hamil


Kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan umur kehamilan antara 4 minggu sampai 36 minggu
(menjelang persalinan) dengan jumlah peserta maksimal 10 orang. Tujuannya untuk
meningkatkan pengetahuan, merubah sikap, dan prilaku agar memahami tentang kehamilan.
Perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan
nifas, KB pasca persalinan, perawatan bayi baru lahir, mitos/kepercayaan/adat istiadat, penyakit
menular, dan akte kelahiran.

10. Kelas Ibu Balita


Kelas dimana para ibu yang mempunyai anak berusia antara 0 sampai 5 tahun secara bersama-
sama berdiskusi, tukar pendapat, tukar pengalaman akan pemenuhan pelayanan kesehatan, gizi,
dan stimulasi pertumbuhan dan perkembangannya dibimbing oleh fasilitator dalam hal ini
digunakan buku KIA.
11. Audit Kematian Perinatal
Serangkaian kegiatan penelusuran sebab kematian janin pada usia kehamilan 28 minggu atau
lebih ditambah dengan kematian bayi usia satu minggu. Bertujuan untuk menekan kenaikan
angka kematian bayi.

12. Posyandu Balita

a. Pengertian
Posyandu (pos pelayanan terpadu) adalah kegiatan yang dilakukan oleh dari dan untuk
masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada
umumnya serta Kesehatan ibu dan anak pada khususnya.

b. Tujuan
1. Menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR
3. Mempercepat penerimaan norma keluarga kecil sehat dan sejahtera
4. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan
dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang kemampuan hidup sehat
5. Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha
meningkatkan cakupan penduduk dan geografis
6. Peningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi
untuk swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat

c. Kegiatan Posyandu
Beberapa kegiatan di posyandu diantaranya terdiri dari lima kegiatan Posyandu antara
lain :

1. Kesehatan Ibu dan Anak


a. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui, serta bayi, anak
balita dan anak prasekolah
b. Memberikan nasehat tentang makanan guna mencegah gizi buruk karena
kekurangan protein dan kalori, serta bila ada pemberian makanan tambahan
vitamin dan mineral
c. Pemberian nasehat tentang perkembangan anak dan cara stimilasiny
d. Penyuluhan Kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program
KIA.

2. Keluarga Berencana
a. Pelayanan keluarga berencana kepada pasangan usia subur dengan perhatian
khusus kepada mereka yang dalam keadaan bahaya karena melahirkan anak
berkali-kali dan golongan ibu berisiko tinggi
b. Cara-cara pengunaan pil, kondom dan sebagainya.

3. Imunisasi
Imunisasi tetanus toksoid 2 kali pada ibu hamil dan BCG, DPT 3x, polio 3x, dan
campak 1x pada bayi.

4. Peningkatan Gizi
a. Memberikan Pendidikan gizi kepada masyarakat
b. Memberikan makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori cukup
kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun dan kepada ibu yang menyusui
c. Memberikan kapsul vitamin A kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun

5. Penanggunalangan diare

d. Sasaran Posyandu

1. Bayi berusia kurang dari 1 tahun


2. Anak balita usia 1 sampai dengan 5 tahun
3. Ibu hamil
4. Ibu menyusui
5. Ibu nifas
6. Wanita usia subur

e. Syarat Terbentuknya Posyandu

1. Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti :


a. Pos penimbangan balita
b. Pos immunisasi
c. Pos keluarga berencana desa
d. Pos Kesehatan
e. Pos lainnya yang dibentuk baru

2. Alasan pendirian posyandu


Posyandu didirikan karena mempunyai beberapa alas an sebagai berikut :
a. Posyandu dapat memberikan pelayanan Kesehatan khususnya dalam upaya
pencegahan penyakit dan PPPK sekaligus dengan pelayanan KB
b. Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat, sehingga
menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang Kesehatan dan
keluarga berencana.

3. Penyelenggaraan Posyandu
a. Pelakasanaan kegiatan, adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader
Kesehatan setempat dibawah bimbingan Puskesmas
b. Pengelola posyandu, adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari
kader PPK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di
wilayah tersebut.

13. PMT Penyuluhan dan PMT Pemulihan

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) adalah kegiatan pemberian makanan kepada balita
dalam bentuk kudapan yang aman dan bermutu beserta kegiatan pendukung lainnya dengan
memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan. Serta mengandung nilai gizi yang sesuai
dengan kebutuhan sasaran.

PMT ada dua macam yaitu Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan dan Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) penyuluhan. Memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi yang dibutuhkan oleh balita.

PMT pemulihan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita sekaligus sebagai
pembelajaran bagi ibu dari balita sasaran. PMT pemulihan diberikan dalam bentuk makanan atau
baahan makanan local. Hanya dikonsumsi oleh balita gizi buruk dan sebagai tambahan makanan
sehari-hari bukan sebagai makanan pengganti makanan utama.

Makanan tambahan pemulihan diutamkan berbasis bahan makanan local. Jika bahan lokal
terbatas dapat digunakan makanan pabrikan yang tersedia di wilayah setempat dengan
memperhatikan kemasan, label dan masa kadaluarsa untuk keamanan pangan. Diutamakan
berupa sumber protein hewani dan nabati serta sumber vitamin dan mineral terutama berasal dari
sayur dan buah. PMT pemulihan ini diberikan sekali dalam satu hari selama 90 hari berturut-
turut atau 3 bulan.

Makanan tambahan pemulihan dapat berupa pabrikan dan lokal. PMT pemulihan pabrikan
merupakan yaitu makanan pendamping ASI dalam bentuk biscuit yang mengandung 10 vitamin
dan 7 mineral. Biskuit hanya untuk anak usia 12-24 bulan, dengan nilai gizi: energi total 180
kkal, lemak 6 gram, protein 3 gr. Jumlah persajinya mengandung 29 gr karbohidrat total, 2 gr
serat pangan, 8 gr gula dan 120 mg natrium.
Sedangkan PMT pemulihan berbasis bahan makanan lokal ada dua jenis yaitu berupa
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) untuk bayi dan anak usia 6 bulan-23 bulan) dan
makanan tambahan untuk pemulihan anak balita 24-59 bulan berupa makanan keluarga.

PMT penyuluhan adalah makanan tambahan yang diberikan kepada balita yang disediakan
oleh kader posyandu. Tujuan PMT Penyuluhan adalah sebagai sasaran penyuluhan kepada orang
tua balita tentang makanan kudapan (snack) yang baik diberikan untuk balita, sebagai sarana
untuk membantu mencukupi kebutan gizi balita, dan sebagai sarana untuk menggerakkan peran
serta masyarakat dalam mendukung kesinambungan penyelenggaran posyandu.

14. Rawat Anak Balita Gizi Buruk (TFC)

Pengertian TFC (Therapeutic Feeding Centre) atau PPG (Pusat Pemulihan Gizi) adalah pusat
pemulihan gizi buruk dengan perawatan serta pemberian makanan anak serta intensif dan
adekuat sesuai usia dan kondisinya, dengan melibatkan peran serta orang tua (ibu) agar dapat
mandiri ketika kembali ke rumah.

TFC merupakan tempat pemberian makanan tambahan disertai dengan terapi diet dan medis
pada anak yang menderita gizi buruk (sangat kurus) yang bertujuan menurunkan angka kematian
balita. Perawatan di TFC dilakukan meliputi 3 aspek, yaitu aspek : medis, nutrisi, dan
keperawatan.

A. Tujuan TFC

1. Umum
Meningkatkan status gizi dalam rangka perbaikan gizi masyarakat

2. Khusus

a. Meningkatkan penangan gizi buruk


b. Menurunkan angka kematian akibat gizi buruk
c. Melaksanakan tata laksana gizi buruk
d. Mendekatkan pelayanan pada masyarakat
e. Memperbaiki dan meningkatkan status gizi

B. Penyelenggaran TFC

a. Sasaran

1. Balita kurus dan balita sangat kurus dilakukan penapisan dari pemantauan
pertumbuhan balita di semua Posyandu
2. Balita yang hasil penimbangannya pada Kartu Menuju Sehat (KMS) berada di
bawah garis merah (BMG) atau selama 2 kali berturut-turut berat badannya tidak
naik, yang dikenal dengan istilah “21”
3. Balita BGM dan 2 T dilakukan penapisan dengan menilai berat badan dibanding
Panjang badan atau tinggi badannya. Jika balita tersebut termasuk kategori balita
kurus maupun balita sangat kurus, maka balita tersebut perlu mendapat
penanganan (intervensi) di TFC

15. Upaya Penangulangan GAKY

1. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), merupakan sebuah strategi pemberdayaan


masyarakat dan komponen terkait agar mempunyai visi dan misi yang sama untuk
menanggulangi GAKY melalui kegiatan pemasyarakatan informasi, advokasi,
pendidikan/penyuluhan tentang ancaman GAKY bagi kualitas sumber daya manusia.
Juga terkait pentingnya mengkonsumsi garam beryodium, law enforcement dan social
enforcement, hak memperoleh kapsul beryodium bagi daerah endemic dan
penganekaragaman konsumsi pangan

2. Surveillans, merupakan kegiatan pemantauan yang dilakukan secara berkesinambungan


terhadap beberapa indicator untuk dapat melakukan deteksi dini adanya masalah yang
mungkin timbul agar dapat dilakukan tindakan/intervensi sehingga keadaan lebih buruk
dapat dicegah. Kegunaan surveillans yaitu mengetahui luas dan beratnya masalah pada
situasi terakhir, mengetahui daerah yang harus mendapat prioritas, memperkirakan
kebutuhan sumber daya yang diperlukan untuk intervensi, mengetahui sasaran yang
paling tepat dan mengevaluasi keberhasilan program.

3. Iodisasi garam, merupakan kegiatan fortifikasi garam dengan Kalium Iodat (KOI3).
Tujuan kegiatan ini agar semua garam yodium yang dikonsumsi masyarakat mengandung
yodium minimal 30 ppm. Target program ini 90% masyarakat mengkonsumsi garam
beryodium yang cukup (30 ppm)

Sedangkan strategi jangka pendek sebagai upaya penanggulangan GAKY yaitu dengan
melakukan kegiatan distribusi kapsul minyak beryodium. Program yang sudah mulai
dilaksanakan sejak tahun 1992 ini dilakukan untuk mempercepat perbaikan status yodium
masyarakat bagi daerah endemic sedang dan berat pada kelompok rawan. Kapsul minyak
beryodium 200 mg diberikan pada Wanita Usia Subur (WUS) sebanyak 2 kapsul/tahun,
sedangkan untuk ibu hamil dan ibu menyusui dan anak SD 1-6 sebanyak 1 kapsul/tahun.

16. Pelaksanaan PMT-AS


PMT-AS merupakan program Nasional yang dilaksanakan mulai Tahun 2000/2001
diserahkan kepada Daerah yang pendanaannya melalui APBD untuk di Kota Denpasar Tahun
2017 ditunjuk 2 lokasi selaku penyelenggara PMT-AS yaitu SDN No.2 Peguyangan, Desa
peguyangan Kangin Kec Denpasar Utara daa SD N N0 12 Dauh Puri Kauh, Desa Dauh Puri
Kauh Kecamatan Denpasar Barat. Sebagai sasaran utama adalah siswa usia sekolah dasar yang
berasa di daerah miskin perkotaan.

Adapun tujuannya adalah meningkatkan ketahanan fisik siswa/siswi, disamping


meningkatkan/menanamkan sikap dan perilaku mencintai makanan Indonesia serta
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyediaan makanan yang berupa kudapan dari
bahan pangan lokal. Oleh karena itu pelaksanaan PMT-AS berasas pada Pemberdayaan
Masyarakat penting untuk diterapkan.
Pemberian Makanan Tambahan paling sedikit diberikan 3 kali dalam seminggu atau 108 kali
dalam 1 tahun dan diberikan pada saat siwa/siswi istirahat pertama.

17. Indicator Pemantauan Program KIA

Indicator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS KIA meliputi indicator yang
dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA,

Sasaran yang digunakan dalam PWS KIA berdasarkan kurun waktu 1 tahun dengan prinsip
konsep wilayah (misalnya : untuk provinsi memakasi sasaran provinsi, untuk kabupaten
memakai sasaran kabupaten).

1. Akses pelayanan antenatal (cakupan K1)

Adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga
Kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator akses ini
digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program
dalam menggerakkan masyarakat. Rumus yang dipakai untuk perhitungannya adalah

Jumlah ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga

Kesehatan disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu

Jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah dalam 1 tahun x 100


%
Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh melalui proyeksi, dihitung berdasarkan
perkiraam jumlah ibu hamil dengan menggunakan rumus :

1,10 x angka kelahiran kasar (CBR) x jumlah penduduk


Angka kelahiran kasar (CBR) yang digunakan adalah angka terakhir CBR kabupaten/kota yang
diperoleh dari kantor perwakilan Badan Pusat Statistik (BPS) di kabupaten/kota. Bila angka CBR
kabupaten/kota tidak ada maka dapat digunakan angka terakhir CBR propinsi. CBR propinsi
dapat diperoleh juga dari buku Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2007-
2011 (Pusat Data Kesehatan Depkes RI, tahun 2007).

1. Cakupan pelayanan ibu hamil (cakupan K4)

Adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar,
paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1 kali pada trimester ke-1 kali pada trimester
ke-2 dan 2 kali pada trimester ke-3 disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Dengan indicator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi
standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat
perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di samping menggambarkan kemampuan manajemen
ataupun kelangsungan program KIA. Rumus yang dipergunakan adalah :

jumlah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal


4 kali sesuai standar oleh tenaga Kesehatan disuatu wilayah kerja
Pada kurun waktu tertentu
x 100
jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah dalam 1 tahun

2. Cakupan persalinan oleh tenaga Kesehatan (Pn)

Adalah cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga Kesehatan yang
memiliki kompetensi kebidanan, di suatu wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu.

Dengan indicator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga
Kesehatan dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan
persalinan sesuai standar. Rumus yang digunakan sebagai berikut :

jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan


kompeten disuatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu
x 100
jumlah sasaran ibu bersalin disuatu wilayah dalam 1 tahun
Jumlah sasaran ibu bersalin dalam 1 tahun dihitung dengan menggunakan rumus :

1,05 x angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk

3. Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (KF3)

Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca bersalin
sesuai standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 6 jam -3 hari, 8 –14 hari dan 36 -42
hari setelah bersalin di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan nifas secara lengkap (memenuhi standar
pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan jangkauan dan kualitas
pelayanan kesehatan ibu nifas, di samping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun
kelangsungan program KIA.Rumus yangdigunakan adalah sebagai berikut :

jumlah ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali pelayanan


nifas sesuai standar oleh tenang kesehatan disuatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
x 100
jumlah sasaran ibu nifas disuatu wilayah dalam 1 tahun

Jumlah sasaran ibu nifas sama dengan jumlah sasaran ibu bersalin.

4. Cakupan pelayanan neonatus pertama (KN 1)

Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 -48 jam setelah
lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui
akses/jangkauan pelayanan keschatan neonatal. Rumus yang dipergunakan adalah sebagai
berikut :

jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan


sesuai standar pada 6 – 48 jam setelah lahir disuatu
wilayar kerja pada kurun wakru tertentu
x 100
jumlah sasaran bayi disuatu wilayah dalam 1 tahun
Jumlah sasaran bayi bisa didapatkan dari perhitungan berdasarkan perkiraan jumlah perkiraan
(angka proyeksi) bayi pada suatu wilayah tertentu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah sasaran bayi = Crude Birth Rate x jumlah penduduk

5. Cakupan pelayanan neonatal lengkap (KN Lengkap)

Adalah cakupan neonatus yang mendapat pelayanan sesuai standar sedikitnya tiga kali yaitu
satu kali pada 6-48 jam, sekali pada hari ke-3 hari ke-7 dan pada hari ke-8-28 setelah kelahiran di
suatu wilayah kerja dalam jangka waktu tertentu. periode waktu. Indikator ini dapat menentukan
efektivitas dan kualitas pelayanan kesehatan neonatus. Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
jumlah neonatus yang telah mendapat 3 kali
pelayanan kunjungan neonatus standar di suatu
wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu target
x 100
jumlah bayi di suatu wilayah dalam 1 tahun

6. Deteksi faktor risiko dan Komplikasi oleh masyarakat

Adalah cakupan ibu hamil dengan faktor risiko atau komplikasi yang ditemukan oleh kader atau
dukun bayi atau masyarakat dan dirujuk ke tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada waktu
tertentu. Masyarakat di sini, bisa keluarga atau ibu hamil, bersalin, nifas itu sendiri.

Indikator ini menggambarkan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam mendukung upaya
peningkatan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas. Rumus yang digunakan :

jumlah ibu hamil berisiko yang ditemukan


oleh kader atau dukun bayi atau masyarakat
di suatu wilayah kerja pada waktu tertentu
x 100
jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah dalam 1 tahun

7. Cakupan Penanganan Komplikasi Obstetri (PK)

Adalah cakupan ibu dengan komplikasi kebidanan di suatu wilayah kerja untuk jangka waktu
tertentu yang ditangani secara definitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada
tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Penanganan definitif adalah penanganan/pemberian
tindakan terakhir untuk menyelesaikan permasalahan setiap kasus komplikasi kebidanan.
Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam menyelenggarakan
pelayanan kesehatan secara professional kepada ibu hamil bersalin dan nifas dengan
komplikasi.Rumus yang dipergunakan :

jumlah komplikasi kebidanan yang mendapat


penanganan definitif disuati wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu
x 100
jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah dalam 1 tahun

8. Neonatus dengan komplikasi yang ditangani

Adalah cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani secara definitif oleh tenaga
kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu. Penanganan definitif adalah pemberian tindakan akhir pada setiap kasus
komplikasi neonatus yang pelaporannya dihitung 1 kali pada masa neonatal. Kasus komplikasi
yang ditangani adalah seluruh kasus yang ditangani tanpa melihat hasilnya hidup atau mati.

Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan dalam menangani kasus-
kasus kegawatdaruratan neonatal, yang kemudian ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya,
atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Rumus yang dipergunakan adalah
sebagai berikut :

jumlah neonatus dengan komplikasi yang


mendapat penanganan definitif disuatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
x 100
15% x jumlah sasaran bayi disuatu wilayah dalam 1 tahun

9. Cakupan kunjunganbayi (29 hari-11bulan)

Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4 kali yaitu 1 kali pada
umur 29 hari --2 bulan, 1 kali pada umur 3-5 bulan, dan satu kali pada umur 6-8 bulan dan 1 kali
pada umur 9-11 bulan sesuai standardi suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas, continuum of care dan kualitas pelayanan
kesehatan bayi. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
jumlah bayi yang telah mendapat 4 kali
pelayanan kesehatan menurut standar suatu
wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu
x 100
jumlah bayi di suatu wilayah dalam 1 tahun

10. Cakupan pelayanan untuk balita (12-59 bulan)

Adalah cakupan balita (12-59 bulan) yang mendapatkan pelayanan sesuai standar, antara lain
pemantauan tumbuh kembang minimal 8 kali dalam setahun, pemantauan perkembangan
minimal 2 kali dalam setahun, pemberian vitamin A 2 kali setahun. Rumus yang digunakan
adalah :

jumlah balita yang mendapat pelayanan


sesuai standar wilayah kerja dalam jangka
waktu tertentu target
x 100
jumlah ibu hamil di suatu daerah dalam 1 tahun

11. Cakupan pelayanan kesehatan untuk orang sakit balita yang dilayani MTBS

Adalah cakupan balita (usia 12 -59 bulan) yang berobat di Puskesmas dan mendapatkan standar
pelayanan kesehatan (MTBS) di suatu wilayah kerja dalam jangka waktu tertentu. Rumus yang
digunakan adalah :

jumlah balita sakit yang mendapat pelayanan menurut manajemen MTBS


di puskesmas di wilayah kerja pada waktu tertentu
x 100
jumlah balita sakit yang berobat ke puskesmas di suatu wilayah di 1 tahun

Jumlah balita sakit didapat dari kunjungan balita sakit yang datang ke puskesmas (registrasi
rawat jalan di Puskesmas). Jumlah balita sakit yang mendapat pelayanan standar diperoleh dari
format pencatatan dan pelaporan MTBS

12. Cakupan peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate)

Adalah cakupan dari peserta KB yang baru dan lama yang masih aktif menggunakan alat dan
obat kontrasepsi (alokon) dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator ini menunjukkan jumlah peserta KB baru dan lama
yang masih aktif memakai alokon terus-menerus hingga saat ini untuk menunda, menjarangkan
kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan. Rumus yang dipergunakan:

jumlah peserta KB aktif disuatu wilayah kerja


pada kurun waktu tertentu
x 100
jumlah seluruh PUS disuatu wilayah dalam 1 tahun

Indikator Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)

PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota
keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.
1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
2. Memberi bayi ASI Eksklusif.
3. Menimbang balita setiap bulan.
4. Menggunakan air bersih.
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
6. Menggunakan jamban sehat.
7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu.
8. Makan buah dan sayur setiap hari.
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari.
10. Tidak merokok di dalam rumah.

Indikator Standar Pelayanan Minimal


1. Pelayanan kesehatan ibu hamil
2. Pelayanan kesehatan ibu bersalin
3. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
4. Pelayanan kesehatan balita
5. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar
6. Pelayanan kesehatan pada usia produktif

7. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut


8. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi
9. Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus
10. Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat
11. Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis
12. Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh
manusia (Human Immunodeficiency Virus) yang bersifat peningkatan/promotif dan pencegahan/
preventif.
Jenis-jenis tempat sampah
Hijau: Tempat sampah yang bewarna hijau diisi dengan sampah organik. Sampah organik
mencakup sampah-sampah alami yang mudah terurai di alam seperti sisa makanan, ranting
pohon dan dedaunan. Selain itu, sampah organik juga bisa digunakan untuk bahan pembuatan
pupuk kompos.
Kuning: Tempat sampah warna kuning diisi dengan sampah anorganik. Contohnya, plastik,
kaleng, styrofoam, dan lainnya. Sampah anorganik adalah sampah atau benda yang diciptakan
oleh mesin dan baru dapat terurai di tanah selama ratusan tahun. Sebelum terurai, sampah
anorganik dapat menimbulkan kerusakan lingkungan.
Merah: Tempat sampah yang berwarna merah diisi dengan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Contohnya adalah pecahan kaca, bahan kimia, komponen elektronik.
Biru: Tempat sampah warna biru khusus untuk kertas guna mempermudah proses daur ulang.
Abu-abu: Tempat sampah warna kuning diisi dengan residu seperti popok bekas, pembalut
wanita, permenkaret,danlainnya.

Penderita DBD yangditangani

1. Pengertian

a) Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang ditandaidengan:

• Panas mendadak berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari tanpa sebab yangjelas uji
• Tanda-tanda perdarahan (sekurang-kurangnya Torniquetpositif)
• Disertai/tanpa pembesaran hati(hepatomegali)
• Trombositopenia (Trombosit≤ 100.000/μl)
• Peningkatan hematokrit >20%

b) Penderita DBD yang ditangani sesuai standar/SOP adalah:

• Penderita DBD yang didiagnosis dan diobati/dirawat sesuaistandar.


• Ditindaklanjuti dengan penanggulangan fokus(PF). terdiri dari (PF) fokus

o Penanggulangan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan Penanggulangan Seperlunya


berdasarkan hasil PE tersebut.
o Penyelidikan epidemilogi (PE) adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau tersangka DBD
lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular

DBD disekitar tempat tinggal penderita termasuk tempat- tempat umum dalam
radius sekurang- kurangnya 100m.

o Penanggulangan seperlunya yaitu: (lihatrujukan)


o Diagnosis penderita DBD sesuai standar adalah: (lihatrujukan)

o Pengobatan/perawatan penderita DBD sesuai standar adalah: (lihat rujukan)

c) Penderita DBD adalah:

Penderita penyakit yang memenuhi sekurang-kurangnya 2 kriteria klinis dan 2 kriteria


laboratorium di bawahini:

Kriteria klinis:

• Panas mendadak 2-7 hari tanpa sebab yangjelas

• Tanda-tanda perdarahan (sekurang-kurangnya uji Torniquetpositif)

• Pembesaranhati

• Syok

Kriteria laboratorium:

• Trombositopenia (Trombosit s100.000/01)

• Hematokrit naik>20%

Atau:

Penderita yang menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan HI test atau hasil
positif pada pemeriksaan antibodi dengue Rapid Diagnostic Test (RDT)/ ELISA

d) Pelayanan penderita DBD ditingkat Puskesmas, adalah kegiatan yang meliputi:

• Anamnesis

• Pemeriksaan fisik meliputi observasi tanda-tanda vital, observasi kulit dan konjungtiva,
penekanan ulu hati untuk mengetahui nyeri ulu hati akibat adanya perdarahan lambung,
perabaan hati.

• UjiTorniquet

1) Pemeriksaan laboratorium atau rujukan pemeriksaan laboratorium (sekurang-


kurangnya pemeriksaan trombosit danhematokrit)

2) Memberi pengobatansimptomatis

3) Merujuk penderita ke rumahsakit


4) Melakukan pencatatan dan pelaporan (formulir S0) dan disampaikan ke
DinkesKab/Kota.

e) Pelayanan penderita DBD di Rumah Sakit adalah kegiatan yang meliputi:

• Anamnesis

• Pemeriksaan fisik meliputi observasi tanda-tanda vital, observasi kulit dan konjungtiva,
penekanan ulu hati untuk mengetahui nyeri uluhati akibat adanya perdarahan lambung,
perabaanhati.

• UjiTorniquet

• Pemeriksaan laboratorium (sekurang-kurangnya pemeriksaan trombosit danhematokrit)

• Memberiperawatan • Melakukan pencatatan dan pelaporan (formulir KDRS) dan


disampaikan ke Dinkes Kab/Kota dengan tembusan kePuskesmas

2. DefinisiOperasional

Persentase penderita DBD yang ditangani sesuai standar di satu wilayah dalam waktu 1
(satu) tahun dibandingkan dengan jumlah penderita DBD yang ditemukan/dilaporkan dalam
kurun waktu satu tahun yang sama.

Trias UKS dan Pelaksanaan UKS

U
UKS
S

Trias UKS adalah tiga program pokok dalam pembinaan dan pengembangan UKS, yaitu
melalui pendidikan keschatan, pelayanan keschatan, dan pembinaan lingkungan sehat.
Sedangkan dalam wujudkan Trias UKS perlu melakukan 7K (kesehatan, kebersihan, keindahan,
kenyamanan, ketertiban, keamanan, dan kerindangan).

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah upaya membina dan mengembangkan kebiasaan
hidup sehat yang dilakukan secara terpadu melalui program pendidikan dan pelayanan kesehatan
di sekolah, perguruan agama serta usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka pembinaan dan
pemeliharaan kesehatan di lingkungan sekolah. Usaha Keschatan Sekolah merupakan bagian dari
usaha kesehatan pokok yang menjadi beban tugas puskesmas yang ditujukan kepada sekolah-
sekolah dengan anak beserta lingkungan hidupnya, dalam rangka mencapai keadaan kesehatan
anak sebaik-baiknya dan sekaligus meningkatkan prestasi belajar anak sekolah setinggi-
tingginya.

P4K (Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi)

1. Pengertian P4K

Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) adalah suatu


kegiatan yang difasilitasi oleh bidan di desa dalam rangka peningkatan peran aktif suami,
keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi
komplikasi bagi ibu hamil, termasuk perencanaan penggunaan kontrasepsi pasca persalinan
dengan menggunakan stiker sebagai media notifikasi sasaran dalam rangka meningkatkan
cakupan dan mutu pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahir.

2. Tujuan P4K

Menurut Departeman Kesehatan Republik Indonesia (2009), tujuan P4K digolongkan


menjadi 2 yaitu:

Tujuan umum

Meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan keschatan bagi ibu hamil dan bayi baru lahir
melalui peningkatan peran aktif keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang
aman dan persiapan menghadapi komplikasi dan tanda bahaya kebidanan bagi ibu sehingga
bersalin dengan aman dan melahirkan bayi yang sehat.

Tujuan khusus

Tujuan khusus program P4K yaitu :

1) Dipahami setiap persalinan beresiko oleh masyarakat luas.

2) Memfokuskan pola motivasi kepada keluarga saat ANC dan adanya rencana persalinan
yang disepakati antara ibu hamil, suami, keluarga dengan bidan.

3) Terdatanya sasaran dan terpasangnya stiker P4K.

4) Adanya kesiapan menghadapi komplikasi yang disepakati ibu hamil, suami, dan
keluarga dengan bidan.

5) Adanya dukungan secara luas dari tokoh-tokoh masyarakat baik formal maupun non
formal, kader, dan dukun bayi.
6) Memantau kemitraan antara bidan, dukun bayi, dan kader.

7) Adanya rencana alat kontrasepsi setelah melahirkan yang disepakati antara ibu hamil,
suami, dan keluarga, dengan bidan atau tenaga kesehatan.

3. Manfaat P4K

Manfaat P4K menurut Departemen Kesehatan RI (2009) diantaranya :

a. Percepat fungsi desa siaga.

b. Meningkatkan cakupan pelayanan Antenatal Care (ANC) sesuai standar.

c. Meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga keschatan terampil.

d. Meningkatkan kemitraan bidan dan dukun.

e. Tertanganinya kejadian komplikasi secara dini.

f. Meningkatnya peserta KB pasca salin.

g. Terpantaunya kesakitan dan kematian ibu dan bayi.

h. Menurunnya kejadian kesakitan dan kematian ibu serta bayi.

4. Sasaran P4K

Program P4K memiliki sasaran yaitu penanggungjawab dan pengelola program KIA
provinsi dan kabupaten atau kota, bidan koordinator, kepala Puskesmas, dokter, perawat, bidan,
kader, forum peduli KIA seperti forum P4K serta pokja posyandu. Indikator keberhasilan P4K
ada 7 yaitu :

a. Persentase desa melaksanakan P4K dengan stiker.

b. Persentase ibu hamil mendapat stiker.

c. Persentase ibu hamil berstiker mendapat pelayanan ANC sesuai standar.

d. Persentase ibu hamil berstiker bersalin di tenaga kesehatan.

e. Persentase ibu hamil, bersalin dan nifas berstiker yang mengalami komplikasi
tertangani.

f. Persentase menggunakan KB pasca salin.

g Persentase ibu bersalin di tenaga kesehatan mendapatkan pelayanan nifas.


POSBINDU

Posbindu merupakan salah satu Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang berorientasi
kepada upaya promotif dan preventif dalam pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM)
dengan melibatkan masyarakat, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan serta
penilaian. Masyarakat dilibatkan sebagai agen perubah sekaligus sumber daya yang
menggerakkan Posbindu sebagai Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), yang
diselenggarakan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat.

Dalam penyelenggaraan dan operasional Posbindu dibutuhkan beberapa langkah kegiatan


agar pelaksanaan Posbindu dapat berjalan optimal. Langkah- langkah tersebut dapat disesuaikan
dengan kondisi dan kemampuan masing- masing penyelenggara tanpa mengurangi tahapan pada
pelaksanaan. Kegiatan tersebut sebagai berikut:

A. Kesiapan pelaksanaan Posbindu

1. Sasaran Adalah seluruh warga negara yang berusia 15 tahun yang ada di wilayah Posbindu.

2. Waktu

a. Frekuensi Pelaksanaan Posbindu dilaksanakan paling kurang satu kali per bulan,

b. Waktu pelaksanaan disepakati bersama masyarakat setempat.

c. Waktu pelaksanaan kegiatan dapat diinformasikan beberapa hari sebelumnya.

3. Pengelola Posbindu

a. Masyarakat.

b. Lembaga kemasyarakatan.

c. Organisasi kemasyarakatan.

d. Institusi pemerintah/ swasta.

4.Pelaksana Posbindu Kader yang memiliki kriteria :

a. Bisa baca dan menulis.

b. Mau dan mampu.

c. Terlatih bersertifikat paling kurang mendapat surat keterangan sudah dilatih dari
Puskesmas pembinanya.

5. Sarana dan Prasarana


a. Posbindu disarankan diselenggarakan pada tempat yang mudah di jangkau dan
memiliki lingkungan yang bersih.

b. Sarana Pendukung Kegiatan/Posbindu Kit: Kelengkapan paling kurang tersedia :

1) alat pengukuran tekanan darah (tensimeter).

2) alat pegukuran gula darah/ glukometer.

3) alat pengukur berat badan/ timbangan.

4) alat pengukur tinggi badan.

5) alat ukur lingkar perut/ pita meteran.

6) buku pemantauan peserta / buku monitoring.

7) buku pencatatan/ register.

6. Bagi Posbindu yang memiliki kemampuan dapat menambah sarana berupa :

a. alat pengukuran kolesterol.

b. alat pengukuran tajam penglihatan.

c. pengukuran tajam pendengaran.

7. Bahan habis pakai :

a. sarung tangan.

b. striptes gula darah sewaktu.

c. kapas alkohol.

d. jarum khusus / lancet untuk pengukuran gula darah atau kolesterol.

e. kotak limbah benda tajam/safety box.

Permenkes No. 34 tahun 2016 tentang Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit

Menimbang :
a bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit masih belum memenuhi kebutuhan hukum di masyarakat
sehingga perlu dilakukan perubahan;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan


Peraturan Kesehatan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

Menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri


Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.

Pasal 1: Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 1223) diubah sebagai berikut:

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1) Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan


kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.

2) Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang digunakan sebagai pedoman bagi
tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.

3) Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.

4) Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam
bentuk kertas maupun elektronik untuk menyediakan dan memberikan obat bagi pasien sesuai
peraturan yang berlaku.

5) Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika

6) Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau sistem sistem fisiologis atau keadaan patologi dalam penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

7) alat kesehatan adalah instrument, aparatus, dan/atau implan yang tidak mengandung obat
yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan menyembuhkan penyakit,
merawat orang sakit, kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki
fungsi.

8) Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan sekali
pakai (single use) yang daftar peraturan peraturan perundang-undangan. 9) Instalasi Farmasi
adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit.

10) Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dantelah mengucapkan
sumpah jabatan apoteker.

11) Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi,
dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

12) Direktur Jenderal adalah direktur jenderal pada Kementerian Kesehatan yang bertanggung
jawab di bidang kefarmasian dan alat kesehatan.

13) Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya disingkat Kepala BPOM
adalah Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang memiliki tugas untuk melaksanakan
tugas di bidang pengawasan obat dan makanan.

14) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Permenkes No. 43 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
Menetapkan : Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan.

Pasal 1: Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan, yang selanjutnya disingkat SPM
Bidang Kesehatan merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam penyediaan
pelayanan kesehatan yang berhak memperoleh setiap warga secara minimal.

Pasal 2:

1) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyelenggarakan pelayanan dasar kesehatan sesuai


SPM Bidang Kesehatan.

2) SPM Bidang Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

sebuah. Setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar,

b. Setiap ibu bersalin mendapatkan pelayanan persalinan sesuai standar,

c. Setiap bayi baru lahir mendapatkan pelayanankesehatan sesuai standar


d. Setiap balita mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar,

e. setiap anak pada usia pendidikan dasar mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar,

f. Setiap warga negara Indonesia usia 15 s.d. 59 tahun mendapatkan layar kesehatan sesuai
standar,

g. Setiap warga negara Indonesia usia 60 tahun ke atas skrining kesehatan sesuai standar

h. Setiap penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar,

i. Setiap penderita Diabetes Melitus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar,

j.Setiap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar,

k. Setiap orang dengan TB mendapatkan pelayanan TB sesuai standar, dan 1) Setiap orang
berisikoterinfeksi HIV (ibu hamil, pasien TB, pasien IMS, waria/transgender, pengguna napza,
dan warga binaan lembaga pemasyarakatan) mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai standar

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Petunjuk Pelaksanaan SPM Bidang Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 3:

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku :

a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan


Minimal bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota

b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/Menkes/Kep/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis


Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota; dan

c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 317/Menkes/SK/V/2009 tentang Petunjuk Teknis


Perencanaan Pembiayaan SPM Bidang Kesehatan dicabut dandinyatakan tidak berlaku.

Pasal 4: Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, SPM Bidang Kesehatan yang telah
digunakan sebagai dasar penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten/Kota
Tahun 2016 akan berlaku sampai dengan berakhirnya RKPD tersebut.

Pasal 5: Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Permenkes No. 44 tahun 2016 tentang Pedoman Masyarakat Puskesmas merupakan Jawaban
bagi Puskesmas dalam Sistem Manajemen Puskesmas yang terpadu dan Berkeseimbangan.
Belaku sejak 1 September 2016 tentang:

Menetapan : Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas

Pasal 1: Pedoman manajemen Puskesmas harus menjadi acuan bagi:

a. Puskesmas dalam:
1) menyusun rencana 5 (lima) tahun yang kemudian dirinci kedalam rencana tahunan

2) menggerakan pelaksanaan upaya kesehatan secara efesien dan efektif,

3) melaksanakan, pengendalian dan penilaian kinerja Puskesmas,

4) mengelola sumber daya secara efisien dan efektif, dan

5) menerapkan pola kepemimpinan yang tepat dalam menggerakkan, memotivasi, dan


membangun budaya kerja yang baik serta bertanggung jawab untuk meningkatkan mutu dan
kinerjanya.

b. Dinas kesehatan kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan dan bimbingan teknis


manajemen Puskesmas.

Pasal 2:

Ruang lingkup Pedoman Manajemen Puskesmas meliputi:

a. sebuah perencanaan
b. penggerakkan dan pelaksanaan;
c. pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja; dan

d. dukungan dinas kesehatan kabupaten/kota dalam manajemen Puskesmas

Pasal 3: Ketentuan lebih lanjut mengenai Pedoman Manajemen Puskesmas sebagaimana


tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Pasal 4:

1) Pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai
tugas dan fungsi masing-masing
2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan kinerja Puskesmas yang berkualitas secara optimal.

Pasal 5: Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan

12 Indikator Keluarga Sehat:

Adapun pengertian atau definisi operasional dari masing-masing indikator tersebut di atas
adalah sebagai berikut:

1. Keluarga mengikuti program KB adalah jika keluarga merupakan pasangan usia pinggiran
kota, suami atau isteri atau keduanya, terdaftar secara resmi sebagai peserta akseptor KB dan
atau menggunakan alat kontrasepsi.

2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan adalah jika di keluarga terdapat ibu pasca
bersalin (usia bayi 0-11 bulan) dan persalinan ibu tersebut, dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, bidan praktek swasta)

3. Bayi mendapat teknik dasar lengkap adalah jika di keluarga terdapat bayi (unia 12-23 bulan),
bayi tersebut telah berhasil menguasai HBO, BCG, DPT-HB1, DPT-HB2, DPT-HB3, Poliol,
Polio2, Polio3, Polio4, campak

4. Bayi mendapat ASI eksklusif adalah jika di keluarga terdapat bayi usia 7-23 bulan dan bayi
tersebut selama 6 bulan (usia 0-6 bulan) hanya diberi ASI saja (ASI eksklusif)

5 Balita mendapatkan pematauan pertumbuhan adalah jika di keluargaterdapat balita (usia 2-59
Bulan 29 hari) dan bulan yang laluditimbang berat badan di Posyandu atau fasilitas kesehatan
lainnyadan dicatat pada KMS/buku KIA

7. penderita paru mendapatkan pengobatan sesuai standar adalah jika di keluarga terdapat
anggota 215 tahun yang menderita batuk dan keluarga sudah 2 minggu-turut sembuh atau
didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis (TB) paru dan penderita tersebut berobat
sesuai dengan petunjuk dokter/petugas kesehatan

7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur adalah jika dalam keluarga terdapat
anggota keluarga pada 215 tahun yang didiagnosis sebagai penderita tekanan darah tinggi
(hipertensi) dan berobat secara teratur sesuai dengan petunjuk atau petugas kesehatan.

8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan adalah jika di
keluarga terdapat anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa dan penderita tersebut tidak
ditelantarkan dan atau dipasung serta mempercepat penyembuhannya.
9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok adalah jika adaseorang pun dari anggota keluarga
tersebut yang sering atau kadang-kadang merokok atau produk lain dari tembakau. Termasuk di
sini adalah jika anggota keluarga tidak pernah atau sudah berhenti dari kebiasaan merokok atau
produk lain dari tembakau

10. Keluarga sudah menjadi anggota JKN adalah jika seluruh anggota keluarga memiliki kartu
keanggotaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan/atau kartu kepesertaan
asuransi kesehatan lainnya. 11. Keluarga memiliki akses sarana air bersih adalah jika keluarga
memiliki akses dan penggunaan air leding PDAM atau sumurpompa, atau sumur gali, atau mata
air terlindung untuk keperluan sehari-hari.

12 Keluarga memiliki akses atau menggunakan jamban sehatadalah jika keluarga tersebut
memiliki akses dan menggunakan sarana untuk buang air besar berupa kloset leher angsa atau
kloset plengsengan.
DAFTAR PUSTAKA

1. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97


TAHUN 2014
2. MLA Pawestri, Isnaini Indah. HUBUNGAN USIA IBU HAMIL DENGAN
KUNJUNGAN ANTENATAL CARE K4 DI PUSKESMAS PANGGANG II
GUNUNGKIDUL. Diss. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, 2020.
3. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4
TAHUN 2019 TENTANG STANDAR TEKNIS PEMENUHAN MUTU PELAYANAN
DASAR PADA STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN
4. NI PUTU, EKA GERDA YANTHI, I. K. I Komang Lindayani, and I. G. A. I Gusti Ayu
Surati. ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU''S''UMUR 28 TAHUN MULTIGRAVIDA
DARI UMUR KEHAMILAN 30 MINGGU 2 HARI SAMPAI 42 HARI MASA NIFAS.
Diss. POLTEKKES KEMENKES DENPASAR, 2020.

Anda mungkin juga menyukai