Anda di halaman 1dari 69

I.

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Habitat air tawardapatdibagimenjadiduajenis, yaituperairanmengalir (lotik)

danperairanmenggenang

(lentik).Perairanmengalirbergerakterusmeneruskearahtertentu,

sedangkanperairanmenggenangperairan yang

massaairnyamemilikiwaktusinggahsementara.

Contohperairanmengaliryaitusungai, contohperairan yang

menggenangmeliputidanau, rawadantelaga (Ewusie, 1990).

Mempelajarisuatusistemperairan, perludiawalidenganmengidentifikasikomponen-

komponenpenyusunperairantersebutdanhubunganekologisantarakomponen-

komponenpenyusunnya.

Plankton merupakansalahsatukomponenperairan, yang

hampirselaluhadir di setiapbadan

air.Kelompokinibiasadibedakanantarafitoplanktondan

zooplankton.Fitoplanktonberperansebagaiprodusen primer, sedangkan

zooplankton berperanpentingdalammemindahkanenergidariprodusen primer

yaitufitoplankton (alga), ketingkatkonsumen yang

lebihtinggisepertiseranggaakuatik, larva ikan, danikan-ikankecil.Sungai–

sungaikecil di pegununganmemperlihatkankomunitasfitoplanktondan zooplankton

yang khas.

Fitoplanktonmerupakanorganisme yang berukuranrenik, sekitar 1μm-

200μm.Fitoplanktonmemilikigerakan yang
2

sangatlemahdenganbergerakmengikutiaraharusdandapatmelakukanfotosintesiskar

enamemilikiklorofil.Fitoplanktonsebagianbesarterdiridari alga (ganggang)

berseltunggal yangberukuranrenik, akantetapi, beberapajenisdiantaranyaadajuga

yang berbentukkoloni (Mudjiman, 2004). Algae tidaksajahidupsebagai plankton,

akantetapijugasebagai benthos (dasarperairan), periphyton (menempelpadabenda-

benda lain), neuston (hiduppadapermukaan air), symbion (hidupbersama-

samamakhlukhidup lain).

Kondisisuatuperairan,

baikfisikakimiamaupunbiotiksangatmempengaruhikeberadaan,

kelimpahandankeanekaragamanjenis plankton (fitoplankton) dalamsuatubadan

air.Beberapajenisfitoplanktonhanyadapathidupdanberkembangbiakdenganbaikdala

mlokasi yang mempunyaikualitasperairanbagus,

walaupunbeberapajenismasihdapathidupdanberkembangdenganbaikdalamperairan

yang mempunyaikualitasburuk (Handayanidan Imran, 2008).

Aceh Barat sebagai salah satu kawasan pengembangan pertanian di

Provinsi Aceh sangat didukung oleh beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS)

dengan potensi debit yang besar, curah hujan yang tinggi serta potensi areal

pengembangan pertanian yang luas. Sungai Meureubo yang mengalir membelah

Kota Meulaboh, ibukota Kabupaten Aceh Barat, pada bagian hilirnya selain

memberikan suplay debit untuk aktivitas makhluk hidup, juga menyimpan potensi

ancaman banjir yang terjadi setiap tahun (Zulfikar,2007).

Menurut Zulfikar (2007), sungai Meureubo merupakan salah satu

sungai terluas yang ada di kabupaten Aceh Barat. Sungai ini mempunyai luas

Daerah Aliran Sungai (DAS)  1.885 km2 dan memiliki panjang sungai utama
3

148 km. Sungai Meureubo memiliki topografi pada bagian hulu Daerah Aliran

Sungai (DAS) yang curam dan pada bagian hilir sungai yang relatif datar

merupakan daerah rendah dan rawan terhadap banjir. Masyarakatmemanfaatkan

air sungaiuntukaktivitaspertanian, peternakan, perikanan, pariwisata, ritual

budaya, sekaligusdigunakanuntukmencuci, mandidankakus (MCK). Kegiatan-

kegiatantersebutbilatidakdikeloladenganbaikakanberdampaknegatifterhadapekosis

temperairan di sungai Meureubodikemudianhari, di

antaranyaadalahmenurunnyajumlah biota air yang hidup. Selain itu,

kondisikualitasperairan baik fisika, kimia dan biologi juga

dapatmempengaruhikeberadaandan keanekaragaman jenis-

jenisfitoplanktonsalahsatunyaadalahkekeruhan, karenadalamperairan yang

keruhakanmempengaruhipenetrasisinarmatahari.

Keadaansepertiiniakanberpengaruhterhadapkeberadaanfitoplankton

yang membutuhkansinarmatahariuntukkelangsungan proses fotosintesis.

Berkurangnyafitoplankton di suatuperairanakanmempengaruhiorganisme lain

mulaijenis-jenishewanpemakanfitoplanktonsampaipadatingkat tropik berikutnya.

Untuk itu perluadanyapenelitianmengenai jenis-jenis fitoplankton di

sungai Meureubo, yang

bertujuanuntukmendapatkangambarantentangkondisiekosistemsungaitersebut,

dalamhalini sungai MeureuboKecamatanMeureuboKabupaten Aceh Barat.

1.2 RumusanMasalah

Masyarakat banyak memanfaatkan air sungaiuntukaktivitas pengerukan

pasir dasar sungai sebagai bahan bangunan,pertanian, peternakan, perikanan,


4

pariwisata, ritual budaya, sekaligusdigunakanuntukmencuci, mandidankakus

(MCK). Kegiatan-

kegiatantersebutbilatidakdikeloladenganbaikakanberdampaknegatif

terhadapekosistemperairan di sungai Meureubodikemudianhari, di

antaranyaadalahmenurunnyajumlah biota air yang hidup. Selain itu,

Kondisikualitasperairan baik fisika, kimia dan biologi juga

dapatmempengaruhikeberadaan dan keanekaragaman jenis-

jenisfitoplanktonsalahsatunyaadalahkekeruhan, karenadalamperairan yang

keruhakanmempengaruhipenetrasisinarmatahari.

Keadaansepertiiniakanberpengaruhterhadapkeberadaanfitoplankton yang

membutuhkansinarmatahariuntukkelangsungan proses fotosintesis.

Berkurangnyafitoplankton di suatuperairanakanmempengaruhiorganisme lain

mulaijenis-jenishewanpemakanfitoplanktonsampaipadatingkat tropik berikutnya.

Dari permasalahan diatas maka ada beberapa hal yang perlu

diketahuisebagaiberikut :

1. Apasajajenis-jenisfitoplanktonyang terdapat di sungai Meureubo?

2. Bagaimana kelimpahan fitoplankton, indekskeanekaragaman jenis,

keseragaman jenis, dan dominasi spesies fitoplanktondi sungai Meureubo?

3. Bagaimana keterkaitan antarakeberadaanfitoplankton dengan parameter fisika

dan kimia kualitas air di sungai Meureubo?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui jenis-jenis fitoplankton di sungai Meureubo.


5

2. Untuk mengetahui kelimpahan fitoplankton, indeks keanekaragaman jenis

fitoplankton, keseragaman jenis, dan dominasi spesies fitoplankton di

sungai Meureubo.

3. Untuk mengetahui keterkaitan fitoplankton dengan parameter fisika dan

kimiadi sungai Meureubo.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Untuk menambah informasi ilmiah tentang kelimpahan fitoplankton,

keanekaragaman, jenis-jenis fitoplankton dan hal-hal yang dapat

mempengaruhi keberadaan fitoplankton di sungai Meureubo khususnya

untuk masyarakat, pemerintah, mahasiswa serta pelajar-pelajar yang masih

dibangku pendidikan.

2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan adanya pemanfaatan dan

pengelolaan sungai Meureubo secara optimal.


6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fitoplankton

Nama fitoplankton diambil dari istilah Yunani : ‟Phyton‟ : tanaman dan

plankton yang berarti “pengembara” atau “penghanyut”. Fitoplankton merupakan

organisme yang berukuran renik, sekitar 1μm–200μm.Fitoplankton memiliki

gerakan yang sangat lemah dengan bergerak mengikuti arah arus dan dapat

melakukan fotosintesis karena memiliki klorofil. Fitoplankton sebagian besar

terdiri dari alga (ganggang) bersel tunggal yang berukuran renik, akan tetapi,

beberapa jenis diantaranya ada juga yang berbentuk koloni (Mudjiman, 2004).

Algae tidak saja hidup sebagai plankton, akan tetapi juga sebagai benthos (dasar

perairan), periphyton (menempel pada benda-benda lain), neuston (hidup pada

permukaan air), symbion (hidup bersama-sama makhluk hidup lain) ( Mudjiman,

2004).

Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopik yang melayang-layang dalam

air dan mempunyai klorofil sehingga mampu berfotosintesa, (Nybakken,

1992).Salah satu sifat khas fitoplankton adalah dapat berkembang secara berlipat

ganda dalam jangka waktu yang relatif singkat, tumbuh dengan kerapatan tinggi,

melimpah, dan terhampar luas (Fachrul, 2007). Fitoplankton disebut juga plankton
7

nabati, adalah tumbuhan yang hidupnya mengapung atau melayang dengan

ukurannya sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat oleh mata telanjang.

Umumnya fitoplankton berukuran 2 –200 µm. Fitoplankton merupakan organisme

pertama yang terganggu karena adanya beban masukan yang diterima oleh

perairan. Ini disebabkan karena fitoplankton adalah organisme pertama yang

memanfaatkan langsung beban masukan tersebut. Oleh karena itu perubahan yang

terjadi dalam perairan sebagai akibat dari adanya beban masukan yang ada akan

menyebabkan perubahan pada komposisi komunitas fitoplankton. Maka dari itu

keberadaan fitoplankton dapat dijadikan sebagai indikator kondisi kualitas

perairan, selain itu fitoplankton dapat digunakan sebagai indikator perairan karena

sifat hidupnya yang relatif menetap, jangka hidup yang relatif panjang dan

mempunyai toleransi spesifik pada lingkungan (Effendi, 2003).

Semua fitoplankton mempunyai warna, dan sebagian besar warna hijau,

karena adanya semacam klorofil (a sampai d). Fitoplankton atau bisa juga disebut

alga merupakan flora yang pertama, tetapi sudah mempunyai macam-macam

pigmen yang lengkap dan banyak nama-nama golongan alga yang diberi nama

latin atas dasar warnanya (Sachlan, 1982).

Menurut Nybakken (1992) bahwa fitoplankton dapat digolongkan

berdasarkan ukuran :

a. Megaplankton yaitu fitoplankton yang berukuran 2.0 mm

b. Makroplankton yaitu fitoplankton yang berukuran 0,2-2,0 mm

c. Mikroplankton yaitu fitoplankton yang berukuran 20μm-0,2mm

d. Nanoplankton yaitu fitoplankton yang berukuran 2 μm–20 μm

e. Ultraplankton yaitu fitoplankton yang berukuran kurang dari 2 μm


8

Fitoplankton memegang peranan yang sangat penting dalam ekosistem

perairan karena memiliki klorofil untuk melakukan fotosintesis. Proses

fotosintesis pada air yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen) merupakan

sumber nutrisi utama bagi organisme air lainnya yang berperan sebagai

konsumen, dimulai dari zooplankton dan diikuti organisme lainnya yang

membentuk rantai makanan (Barus, 2002). Fitoplankton yang mendominasi

perairan tawar umumnya terdiri dari Diatomeae, ganggang hijau (Chlorophyceae)

dan ganggang biru (Cyanophyceae). Menurut Nontji (1993), fitoplankton yang

dapat ditangkap dengan planktonet standar (no. 25) adalah fitoplankton yang

memiliki ukuran ≥ 20μm.

2.2 Ekologi Fitoplankton

Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan timbal

balik antar organisme hidup dengan lingkungannya.Salah satu kajian dari ekologi

adalah ekosistem tempat organisme itu hidup.Ekosistem (satuan fungsi dasar

dalam ekologi) adalah suatu sistem yang didalamnya terkandung komunitas hayati

dan saling mempengaruhi antara komponen biotik dan abiotik. Berdasarkan

salinitasnya ekosistem perairan dibedakan menjadi tiga yaitu ekosistem perairan

tawar, ekosistem perairan payau, dan ekosistem perairan laut (Odum, 1998).

Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk

hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan

merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan (Sudaryanto, 2006).

Struktur komunitas fitoplankton memperoleh energi melalui proses yang

dinamakan fotosintesis sehingga mereka harus berada pada bagian permukaan air
9

(disebut sebagai zona euphotic) lautan, danau atau kumpulan air yang lain.

Melalui fotosintesis, fitoplankton menghasilkan banyak oksigen yang memenuhi

atmosfer bumi.Kemampuan mereka untuk mensintesis sendiri bahan organiknya

menjadikan mereka sebagai dasar dari sebagian besar rantai makanan di ekosistem

lautan dan di ekosistem air tawar (Richtel, 2007). Proses fotosintesis ini

merupakan proses pertama yang berhubungan dengan produktivitas primer dari

ekosistem. CO2 yang akan di gunakan untuk fotosintesis di hasilkan dari proses

respirasi yang di lakukan oleh populasi hewan dan tanaman di perairan tersebut,

termasuk alga (Sachlan, 1982).

Kelimpahan jenis fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa

parameter lingkungan dan karakteristik fisiologisnya.Perubahan terhadap kualitas

perairan erat hubungannya dengan potensi perairan ditinjau dari komposisi

fitoplankton. Salah satu ciri khas organisme fitoplankton yaitu merupakan dasar

dari mata rantai pakan di perairan (Effendi, 2003).Oleh karena itu, kehadirannya

di suatu perairan dapat menggambarkan karakteristik suatu perairan apakah

berada dalam keadaan subur atau tidak.Fitoplankton juga merupakan penyumbang

oksigen terbesar di dalam perairan baik air tawar maupun laut.Dengan adanya

fitoplankton yang dapat hidup karena zat-zat tertentu yang dapat memberikan

gambaran mengenai keadaan perairan yang sesungguhnya.

2.3 Jenis – Jenis Fitoplankton

Jenis-jenis fitoplankton didalam perairan menurut Sachlan (1982),

berdasarkan warnanya alga dibedakan menjadi bebarapa divisi yaitu : Alga hijau

(Chlorophyceae), Alga biru hijau (Chyanophyceae), Alga kuning (Chrysophyta),


10

Dinophyceae (dinoflagellata), Euglenophyta, Alga coklat (Phaeophyceae), dan

Alga merah (Rhodophyceae).

1) Alga hijau (Chloropyceae)

Seperti namanya, kelompok alga ini berwarna hijau. Pigmen dari

kloroplas, yakni bentuk sel yang mengandung pigmen untuk fotosintesis,

mencakup 2 jenis klorofil, yakni klorofil-a dan klorofil-b, dan berbagai karatinoid.

Kelas alga ini mempunyai bentuk yang sangat beragam, tetapi bentuk umum yang

sering dijumpai adalah bentuk filamen (seperti benang) dengan septa (sekat) atau

tanpa sekat, dan berbagai bentuk lembaran (Kasjian dan Sri, 2001).

Alga atau ganggang termasuk jenis tanaman yang sederhana atau tingkat

menengah karena tidak mempunyai akar, batang, daun dan bunga yang khususnya

dinamakan Thallus (Aslan, 1991). Ciri umum yang dimiliki oleh alga adalah :

biasanya hidup diair laut, air tawar dan ditempat-tempat yang lembab serta

melekat pada substrat yang kokoh seperti batu karang, tiang pancang dan kerikil

serta kulit kerang (Connaughey dan Zottoli, 1983).

Spesies dari kelas Chlorophyceae ini sebagian besar nonmotil, tetapi

beberapa sel reproduktif dapat berflagel. Mempunyai bahan makanan berupa

minyak dan pati. Berkembang biak dengan membelah, pembentukan zoospora

aseksual berflagella, atau secara seksual dengan isogami dan heterogami (Pandey,

1995).

Algae hijau yang hidup di perairan air tawar, contohnya Volvox dan

Pondorina. Pada umumnya alagae hijau mempunyai struktur tubuh yang

bervariasi, ada yang berbentuk motil, benang (filamentous), bentuk rambut,

tabung (sophonaceus), bentuk chova, bentuk palmella dan ada yang berbentuk
11

bola. Contoh dari species ini adalah Ulvasp, Caulerpasp dan Halicystis

sp(Connaughey dan Zottoli, 1983).

Karakteristik Chlorophyceae sangat serupa dengan yang dimiliki oleh

tumbuhan tinggi. Karakteristik yang serupa tersebut yaitu menyimpan

karbohidratnya dalam bentuk kanji sebagai cadangan makanan utamanya, susunan

dinding selnya (selulosa), pigmen fotosintesisnya (klorofil a dan b dan

sebagainya), serta ultra strukturnya (Loveless, 1989).

2) Alga hijau biru (Cyanophyceae)

Cyanophyceae atau alga hijau biru merupakan fitoplankton yang bersifat

prokariotik. Bentuk sel Cyanophyceae umumnya berupa sel tunggal atau filamen.

Dalam bentuk koloni atau filamen alga ini mampu melakukan proses fiksasi

nitrogen sehingga dapat menyebabkan ledakan populasi blooming baik di perairan

tawar maupun perairan laut (Sachlan, 1982).

Menurut Sumich (1992), Cyanophyceae umumnya ditemukan melimpah di

daerah intertidal dan estuari tetapi dapat dijumpai pula diperairan tropis dan

subtropis. Salah satu Cyanophyceae yang sering ditemukan diperairan yang

mengandung zat hara yang rendah adalah dari jenis Tricodesmium. Pada kelas

Cyanophyceae adaptasi pengapungannya yaitu dengan memanfaatkan bentuk sel-

selnya untuk membentuk rantai seperti pada Tricodesmium.

Reproduksi Cyanophyceae dengan pembelahan diri (cell division). Pada

proses ini terjadi pemisahan sel keturunan yang kemudian tumbuh dan

berkembang membentuk koloni dan filament (Bold and Wyne, 1985). Bentuk

koloni dan filament Cyanophyceae dihasilkan oleh fragmentasi sel induk yang

kemudian memisah dan menjadi individu baru. Potongan fragment dari trichome
12

disebut hormogonia dan dihasilkan dari proses pemisahan pada dinding sel

trichome atau sel yang mati dan menjadi separition disc (Sharma, 1992).

3) Alga coklat (Phaeophyceae)

Phaeophyceae, biasa disebut alga coklat yang seluruhnya hidup dilaut

dengan siklus hidup menunjukan variasi tipe pergantian generasi (metagenesis).

Warna coklat kekuningan yang disebabkan oleh adanya pigmen karotenoid, yaitu

fukosantin yang sangat dominan sehingga menutupi klorofilnya. Cadangan

makanan berupa zat hidrat arang laminarin yang larut dalam getah sel. Reproduksi

aseksual dengan cara menghasilkan zoospora berflagel, sedangkan reproduksi

seksual dilakukan dengan cara peleburan gamet. Semua Phaeophyceae bersel

banyak dan berupa benang-benangan atau memiliki bagian seperti thallus yang

rumit yaitu tangkainya dan pegangan dasar yang kerap kali seperti akar

tampaknya (Nybakken, 1982). Salah satu contoh dari kelas Phaeophyceae adalah

Sargassumsp. yang apabila terlepas dari substrat akan dapat hidup mengapung

karena mempunyai gelembung-gelembung udara sebagai pelampung (Nontji,

1993).

Cara perkembangbiakan aseksual pada bentuk sederhana umumnya

menghasilkan zoospora atau fragmentasi. Reproduksi seksual terdapat pada

kebanyakan alga coklat, tipe sejarah hidupnya haplodiplontik. Sporofit

memproduksi gametofit melalui zoospora yang merupakan hasil akhir dari

meiosis (Dawes, 1981).

4) Dhynophyceae

Alga jenis ini lebih populer dengan sebutan Dinoflagellata. Dinoflagellata

merupakan produser primer kedua setelah diatom. Kelas Dynopheceae berukuran


13

kecil, uniseluler, memiliki dua cambuk yang dapat digunakan untuk bergerak,

dinding tipis atau berkotak-kotak dan memiliki warna kuning-hijau dan kemerah-

merahan (Sachlan, 1982).

Menurut Boney (1989), struktur Dinoflagellata dapat dibagi menjadi dua

yaitu bagian atas (apical) yang dinamakan epitheca (episome/epicone) dan bagian

bawah (antapical) yang disebut hipotheca (hyposome/hypoceme) diantaranya

terdapat satu bagian sabuk yang disebut girdle (cingulum). Selain girdle terdapat

suatu lekukan yang berawal pada girdle dan mengarah ke antapical, yaitu sulcus.

Bagian yang memperlihatkan sulcus disebut dorsal. Girdle dan sulcus masing-

masing memiki satu flagel, yaitu flagel transversum (dalam girdle) dan flagel

longitudinal. Fungsi flagel transversum adalah untuk berenang sedangkan flagel

longitudinal digunakan untuk kemudi. Oleh karena itu gerak dari Dinoflagellata

merupakan gerak memutar atau berguling-guling. Kedua flagel bermuara pada

lubang pertemuan antara sulcus dan girdle (Boney, 1989).

Reproduksi pada Dinoflagellata umumnya adalah dengan pembelahan sel.

Laju pembelahan ini akan sangat tinggi bila lingkungannya optimal, meskipun

terdapat variasi antar jenis dan antar waktu (Nontji, 2008). Lebih lanjut dijelaskan

oleh Sachlan (1982), bahwa cara pengembangbiakannya melalui proses

pembelahan. Dalam sel antara kotak-kotak selanjutnya memisahkan diri dan

masing-masing bagian membuat dinding sel baru.

5) Alga merah (Rhodophycea)

Alga merah mempunyai habitat yang kosmopolitan tetapi paling banyak

ditemukan didaerah tropis. Alga merah berada di bagian yang paling tinggi dari

zone antar pasang hingga kedalaman yang lebih daripada alga-alga yang lain
14

dikebanyakan tempat. Rhodophyceae kurang lebih memiliki 400 genus dan 2500

spesies. Kelompok ini hampir semuanya hidup di laut dan hanya kira-kira 12

genus dan kurang dari 100 spesies yang hidup di air tawar (Connaughey dan

Zottoli, 1983).Sejumlah alga merah mempunyai arti ekonomi yang penting baik

sebagai makanan langsung bagi manusia maupun sebagai sumber ekstrak

phycocolloid Sebagian besar anggotanya hidup di laut, hanya tiga jenis yang ada

di air tawar, yang umumnya ditemukan di sungai mengalir, meskipun sebagian

kecil yang uniselluler terdapat di tanah. Bentuk yang terdapat di laut mempunyai

habitat yang bervariasi mulai dari intertidal sampai laut yang dalam (Dawes,

1981).

Rhodophyta dibagi menjadi satu kelas yaitu rhodophyceae. Rhodophyta

dibagi menjadi dua subkelas yaitu florideae dan bangioideae. Florideae

mempunyai sel yang berhubungan satu sama lain yang dihubungkan oleh benang-

benang sitoplasma, sedang bangioideae tidak demikian. Bangioideae mempunyai

tubuh berbentuk filamen atau lembaran, sel yang banyak, terdiri dari satu bangsa

(bangiales) dan marga poryphyra (Pandey, 1995).

2.4 Hubungan Kualitas Air dengan Keberadaan Fitoplankton

Sifat-sifat fisika dan kimia yang berhubungan dengan keberadaan

fitoplankton yang terdapat di perairan antara lainadalah :

2.4. 1 Parameter Fisika

a) Suhu

Suhu merupakan faktor pembatas utama karena organisme akuatik

seringkali mempunyai toleransi yang sangat sempit. Perubahan suhu


15

menyebabkan pola sirkulasi yang khas yang amat mempengaruhi kehidupan

akuatik (Odum, 1997).Secara teoritis, sumber utama untuk kehidupan fitoplankton

adalah cahaya dari atas dan zat hara yang disuplai dari bawah. Perubahan suhu

pada suatu badan air berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi

perairan tersebut. Lebih lanjut Effendi( 2003)mengemukakan bahwa kenaikan

suhu air akan menimbulkan beberapa akibat yaitu :

a. Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun.

b. Kecepatan reaksi kimia meningkat.

c. Kehidupan hewan air lainnya terganggu.

Perubahan suhu jika sampai pada batas suhu yang mematikan atau

terlampaui, hewan air lainnya akan mati. Tumbuhan air lainnya (Alga) akan

tumbuh dengan baik pada suhu 30°C - 35°C serta fitoplankton pada suhu 20°C -

30°C. Suhu alami air danau adalah suhu normal dimana organisme dapat hidup

sesuai dengan oksigen yang dibutuhkan.Secara langsung maupun tidak langsung,

suhu berperan dalam ekologi dan distribusi fitoplankton, (Subarijanti, 1994). Suhu

mempunyai efek langsung dan tidak langsung terhadap fitoplankton. Efek

langsung yaitu toleransi organisme terhadap keadaan suhu, sedangkan efek tidak

langsung yaitu melalui lingkungan misalnya dengan kenaikan suhu air sampai

batas tertentu akan menurunkan kelarutan oksigen dan kematian pada organisme,

(Sudaryanti, 1989). Pada umumnya suhu optimal pada perkembangan fitoplankton

adalah antara 29ºC – 30ºC tetapi fitoplankton berkembang dengan baik pada suhu

25ºC atau lebih (Effendi, 2003).

b) Kecerahan
16

Transparansi air berhubungan dengan kedalaman air, dimana hubungannya

adalah pada daya tembus atau intensitas penetrasi cahaya matahari.Semakin dalam

suatu perairan, maka akan semakin kecil daya tembus cahayanya. Penetrasi

cahaya ini berhubungan juga dengan fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan

air lainnya (Cholik, 1991).

Kecerahan adalah ukuran transparansi perairan yang di amati secara visual

dengan alat bantu yang di sebut “Secchi Disk”. Keadaan cuaca, kekeruhan air dan

waktu pengamatan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran.Kecerahan

dapat di gunakan untuk menduga kepadatan fitoplankton bila kekeruhan perairan

terutama di sebabkan oleh fitoplankton.Pengukuran kecerahan sebaiknya di

lakukan pada saat cuaca cerah antara pukul 09.00-15.00 Wib dan matahari tidak

tertutup awan. Di danau hanya 0,056% dari total energi radiasi yang jatuh

dipermukaan bumi yang dimanfaatkan oleh fitoplankton setiap tahun dan di

perairan sangat produktif hanya dapat menggunakan energi ini sekitar 3%,

(Mahmudi, 2005).

c) Arus

Menurut Hutabarat dan Evans (1985), arus merupakan pergerakan massa

air yang disebabkan oleh adanya perbedaaan densitas atau angin. Arus dapat

dibagai menjadi arus permukaan dan arus upwelling. Arus dapat disebabkan oleh

angin, juga dipengaruhi oleh faktor topografi dasar laut, pulau-pulau yang ada

disekitarnya, gaya coriolis dan perbedaan densitas air laut.Arus merupakan

gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau

karena perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh gerakan

gelombang panjang termasuk pasang surut (Nontji, 2005).


17

d) Kekeruhan

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan

banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan bahan-bahan yang terdapat

dalam perairan. Kekeruhan air dapat disebabkan oleh lumpur, partikel tanah,

serpihan tanaman, dan fitoplankton. Kekeruhan yang tinggi mengakibatkan

pertumbuhan organisme yang menyesuaikan diri pada air yang jernih menjadi

terhambat dan dapat pula menyebabkan kematian karena mengganggu proses

respirasi (Hutagalung et al, 1997).

2.4. 2 Parameter Kimia

a) Derajat Keasaman ( pH )

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion

hydrogen dalam perairan.Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar

tingkat keasaman atau kebasahan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7

adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7

dikatakan kondisi perairan bersifat basa(Effendi, 2003). Adanya karbonat,

bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasahan air, sementara adanya

asam-asam mineral bebas dan aszam karbonat menaikkan keasaman suatu

perairan.Menurut Effendi (2003), mengklasifikasikan nilai pH berdasarkan

pengaruhnya terhadap biota perairan seperti yang dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 1. Klasifikasi nilai pH berdasarkan pengaruhnya terhadap biota perairan :


No Nilai pH Pengaruh Umum
1 6,0 – 6,5 Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun

2 5,5 – 6,0 Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos


semakin tampak.

3 5,0 – 5,5 Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton,


dan bentos semakin besar.
18

4 4,5 – 5,0 Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton,


perifiton, dan bentos semakin besar.

Kisaran pH optimal untuk fitoplankton perairan air tawar biasanya antara

7-9 (Effendi, 2003).Sedangkan kisaran optimum untuk fitoplankton perairan air

laut antara 7,5-8,5(Effendi, 2003). Effendi juga menjelaskan bahwa pada

umumnya pH air nilainya relatif stabil, namun perubahan nilainya sangat

berpengaruh terhadap proses kimia maupun biologis dari jasad hidup yang berada

dalam perairan tersebut. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia.

Pada pH <4,5 sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi

terhadap pH rendah.

b) Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air.Oksigen

terlarut dalam air pada umumnya berasal dari difusi oksigen udara melalui

permukaan air pada siang hari. Oksigen merupakan faktor penting bagi kehidupan

makro dan mikroorganisme perairan karena diperlukan untuk proses pernafasan.

Oksigen terlarut dalam suatu perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur

metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber utama

oksigen terlarut berasal dari atmosfir dan proses fotosintesis dan dari tumbuhan air

lainnya. Jumlah oksigen terlarut di suatu ekosistem danau dipengaruhi oleh faktor

temperatur. Kelarutan Oksigen dalam air akan meningkat apabila temperatur air

menurun dan begitu juga sebaliknya (Effendi, 2003).

Sumber oksigen terlarut di perairan dapat berasal dari difusi oksigen yang

terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan

fitoplankton.Penurunan DO dapat disebabkan oleh pencemaran air yang ≤kecil

nilai DO maka pencemaran makin tinggi. Kadar oksigen terlarut di perairan alami
19

biasanya kurang dari 10 mg/liter (Effendi, 2003). Lebih lanjut menurut Odum

(1971), Pengelompokan kualitas air berdasarkan kandungan oksigen terlarut

sebagai berikut :

Tabel 2. Tingkat kualitas air berdasarkan kandungan Oksigen terlarut


Kandungan Oksigen Terlarut (mg/l) Status Kualitas Air
< 6,5 Tidak tercemar
4,5 – 6,5 Tercemar ringan
2,0 – 4,4 Tercemar sedang
< 2,0 Tercemar berat

c) Nitrat

Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan

nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Kadar nitrat di perairan yang

tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar amonium. Kadar nitrat

nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter. Kadar

nitrat yang melebihi 0,2 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi

perairan (Effendi, 2003). Menurut Raymont (1981), kadar nitrat dalam air

permukaan pada lintang-lintang menengah dan di wilayah tropik pada umumnya

rendah. Untuk lebih lanjut, Menurut Wasfi (2002) dalam Malaha (2004)

klasifikasi tingkat kesuburan berdasarkan kandungan nitrat sebagai berikut :

Tabel 3. Klasifikasi tingkat kesuburan berdasarkan kandungan Nitrat

Kandungan Nitrat (mg/l) Tingkat kesuburan

0,0 – 1,0 Oligotrof (rendah)


1,0 – 5,0 Mesotrof (sedang)
5,0 – 50,0 Eutrotrof (tinggi)

d) Fosfat
20

Fosfat merupakan faktor penting untuk pertumbuhan fitoplankton dan

organisme lainnya. Fosfat sangat diperlukan sebagai transfer energi dari luar ke

dalam sel organisme, karena itu fosfat dibutuhkan dalam jumlah yang kecil

(sedikit). Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh

tumbuhan (Dugan, 1972 dalam Effendi, 2003). Menurut Barnes dan Hughes

(1982), konsentrasi fosfat jauh lebih kecil daripada konsentrasi ammonia dan

nitrat. Fosfor dan nitrogen biasanya berada dengan perbandingan 1 : 15. Kenaikan

jumlah sel diatom diiringi dengan penurunan kadar fosfat (Raymont, 1981).

Anggoro (1983) menambahkan bahwa berdasarkan kandungan fosfat terlarut

dalam air maka kesuburan perairan dapat digolongkan sebagai berikut :

Tabel 4. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan fosfat

Kandungan fosfat (mg/l) Tingkat kesuburan

0,000 – 0,020 Rendah


0,021 – 0,050 Cukup
0,051 – 0,100 Baik
0,101 – 0,200 Sangat Baik
21

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember2014 – Januari 2015

bertempat di sungai Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat dan

Identifikasi Fitoplankton dilakukan di Laboratorium Dasar, Universitas Teuku

Umar.

Lokasi
Penelitian

KET :
Stasiun 1 :
Pasi pinang
Stasiun 2 :
Ranto
panyang
Stasiun 3 :
Mesjid tuha

Gambar1 : Peta Sungai Meureubo Kabupaten Aceh Barat (Bappeda Aceh Barat)
22

3.2 Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi pengambilan sampel ditentukan dengan metodeSimpleRandom

Sampling yaitu di ambil secara acak pada 3 stasiun pengamatan. Pada masing-

masing stasiun dilakukan 3 (tiga) kali ulangan. Pengambilan sampel di lakukan

secara vertikal.

a. Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel

Stasiun pengambilan sampel ditentukan berdasarkan kondisi dan keadaan

di sungai yang dilakukan penelitian. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah

berdasarkan aktivitas-aktivitas yang dapat berpengaruh terhadap ekosistem

sungai. Penentuan stasiun pengamatan ditetapkan sebanyak 3 stasiun dengan

masing-masing stasiun memiliki 3 kali pengulangan. Adapun stasiun pengambilan

sampel tersebut dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Stasiun Pengambilan Sampel


No. Stasiun Alasan Penentuan Stasiun Keterangan
1. Pasi Pinang Tingkat pembuangan sampah Stasiun 1, 2, dan 3
domestik dan limbah pengambilan sampel
pengoperasian boat/kapal yang dilakukan pada hari
dijadikan sebagai tempat yang sama, dan
docking boat di daerah tersebut pengambilan sampel
tinggi. dilakukan masing-
2. Ranto Panyang Adanya aktivitas pengerukan masing 1 kali pada
pasir yang dijadikan bahan setiap bulan yang
dasar bangunan, dan adanya berbeda yaitu pada
aktivitas pembuangan limbah bulan Desember 2014
rumah tangga. dan Januari 2015.
3. Mesjid Tuha Adanya aktivitas pembuatan
jembatan, aktivitas pabrik padi
yang dimiliki warga yang
kemudian limbahnya dibuang
ke sungai, selain itu juga
terdapat aktivitas pembuangan
sampah domestik.
23

3.3 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada table 6

di bawah ini :

Tabel 6. Alat yang digunakan dalam penelitian


No. Alat Fungsi
1. Thermometer Untuk mengukur suhu
2. DO Meter Untuk mengukur oksigen terlarut
3. Spektrofotometer Untuk mengukur kadar nitrat dan fosfat

4. pH Meter/Kertas pH Untuk mengukur derajat keasaman

5. Secchi Disk Untuk mengukur kecerahan

6. Stopwatch Untuk menentukan jarak tempuh arus dalam


hitungan detik
7. Botol aqua dan tali plastik Untuk mengukur kecepatan arus

7. Plankton net Untuk menangkap/menyaring sampel


fitoplankton
8. Botol sampel Untuk menyimpan sampel fitoplankton

9. Sampan/Perahu Untuk transportasi

10. Pipet tetes Untuk mengambil sampel fitoplankton

11. Cool box Untuk menampung botol-bol sampel

12. Kaca Preparat Sebagai tempat sampel fitoplankton yang di


amati
13. Mikroskop Untuk melihat jenis fitoplankton

14. Alat tulis Untuk mencatat hasil penelitian

15. Buku Identifikasi plankton Untuk mengidentifikasi jenis fitoplankton


yang ditemukan
24

16. Kamera Untuk dokumentasi

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 7

dibawah ini :

Tabel 7. Bahan yang digunakan dalam penelitian


No. Bahan Fungsi
1. Sampel Air Untuk diteliti
2. Formalin 4% Untuk mengawetkan fitoplankton
3. Aqua Untuk membersihkan kaca preparat dan pipet tetes
4. Kertas Label Untuk penanda lokasi pengambilan sampel
5. Tissue Untuk membersihkan kaca preparat dan pipet tetes

3.4 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey.

Metode survey berupa pengukuran parameter fisika dan kimia perairan serta

pengambilan sampel fitoplankton di perairan. Selain itu, identifikasi sampel

fitoplankton dan pengukuran oksigen terlarut, nitrat serta fosfat di lakukan di

laboratorium.

3.5 Prosedur Penelitian

1. Langkah – Langkah Pengambilan Sampel Fitoplankton

Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan pada stasiun 1, 2 dan 3 pada

hari yang sama dan pengambilan sampel dilakukan masing- masing 1 kali pada

bulan yang berbeda yaitu pada bulan Desember 2014 dan Januari 2015.
25

Pengambilan sampel yang dilakukan stasiun 1mulai pukul 08.15 Wib sampai

dengan pukul 08.30 Wib, Stasiun 2 mulai pukul 08.45 Wib sampai dengan pukul

09.00 Wib dan stasiun 3 mulai pukul 09.15 Wib sampai dengan 09.30 Wib. Cara

pengambilan sampel fitoplankton dilakukan dengan menyaring air dengan

menggunakan jenis plankton net no. 25 sebanyak 10 Liter. Kemudian sampel air

yang tersaring dimasukkan ke dalam botol sampel/botol filmvolume 20 ml dan

diawetkan dengan menggunakan larutan formalin sebanyak 4%atau sebanyak 0,8

mldari volume air yang tersaring untuk masing-masing sampel artinya 19,2ml air

yang tersaring diawetkan dengan 0,8 ml formalin. Selanjutnya ditempel kertas

label pada botol sampel yang berisi tanggal, jam, dan stasiun.

2. Pengamatan Fitoplankton di Laboratorium

Identifikasi plankton dilakukan dilaboratorium sampai tingkat genus,

botolyang berisi sampel plankton di kocoksecara perlahan dengan

caramembalikkanbotol sampai 3 sampai 4 kali sampaihomogen. Diambil larutan

sampel denganmenggunakan pipet, kemudian diteteskanke dalam kaca

preparatkapasitas 2 tetes atau 2/21 ml untuk diamati di bawahmikroskop dengan

perbesaran 40 x 10.Pengamatan dilakukan sebanyak 3 kaliulangan dengan 1 kali

lapang pandang dan berpedoman pada buku identifikasi Freshwater Algae

(Bellinger,2010) dan Algae Identification (Serediak, 2011).

3. Pengukuran Parameter Kualitas Air

Pengukuran parameter kualitas air sebagian dilakukan dilapangan (In

Situ), dan sebagian dilakukan di laboratorium. Parameter kualitas air yang di ukur

meliputi sifat fisika dan sifat kimia. Adapun sifat fisika dan sifat kimia yang di

ukur dapat dilihat pada tabel 8 di bawah ini :


26

Tabel 8. Pengukuran Parameter Kualitas Air


No Parameter Satuan Alat Pengukuran
Fisika
o
1 Suhu C Termometer In situ
2 Kecerahan Cm Secchi disk In situ
3 Kecepatan Arus Cm/dtk Stopwatch In situ
Kimia
1 pH Unit Kertas pH In situ
2 Oksigen terlarut Mg/L Do Meter In situ
3 Nitrat Mg/L Spektrofotometer Laboratorium
4 Fosfat Mg/L Spektrofotometer Laboratorium
3.6 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dengan mengidentifikasi jenis fitoplankton

menggunakan buku identifikasi plankton yang sudah standar. Selain itu, analisis

data juga dilakukan menggunakan Analisis kuantitatif indeksbiologi fitoplankton

meliputi perhitungan keanekaragaman, keseragaman, kesamaan jenis antar stasiun

dan dominansi spesies dihitung dari Shannon-Wiener (Odum,1971; Basmi,

2000)dalam Pirzan dan Masak (2008). Dalam hal ini juga dilakukan Analisis

regresi linear berganda yang digunakan untuk mengukur pengaruh beberapa

parameter kualitas air dengan kelimpahan fitoplankton(Sudjana, 1992).

3.6.1 Indeks Biologi

a) Kelimpahan Fitoplankton

Kelimpahan fitoplankton dapat dihitung dengan menggunakan metode

lapang pandang (APHA,1989) sebagai berikut :

Oi Vr 1 n
N= + + +
Op Vo Vs p

Dimana : N = Kelimpahan fitoplankton (ind.I-1);

Oi = Luas gelas penutup (mm2);

Op = Luas satu lapang pandang (mm2);

Vo = Volume satu tetes air sampel (ml);


27

Vr = Volume air yang tersaring dalam bucket (ml);

Vs = Volume air yang tersaring oleh plankton net (l);

n = Jumlah fitoplankton yang dilihat dalam lapang

pandang;

p= Jumlah lapang pandang.

b) Keanekaragaman Jenis

Indeks keanekaragaman jenis merupakan penggambaran secara

matematik untuk mempermudah menganalisis informasi tentang jenis dan jumlah

organisme. Untuk menentukan indeks keanekaragaman digunakan indeks

Shannon Winner (Odum, 1996) dengan rumus :


𝑛

𝐻 =− 𝑃𝑖𝐿𝑛𝑃𝑖
𝑖=0

dimana :

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener;

Pi = ni/N (proporsi jenis fitoplankton ke-i);

ni = Jumlah individu fitoplankton ke-I;

N = Jumlah total individu fitoplankton

Nilai indeks keanekaragaman dapat diklasifikasikan atas tiga (3) kategori

yaitu sebagai berikut :

H’< 1 = Keanekaragaman dan penyebaran jumlah individu setiap jenis

fitoplankton rendah, kestabilan komunitas fitoplankton rendah


28

1 < H’ < 3 = Keanekaragaman dan penyebaran jumlah individu setiap jenis

fitoplankton sedang, kestabilan komunitas fitoplankton sedang

H’ > 3 = Keanekaragaman dan penyebaran jumlah individu setiap jenis

fitoplankton tinggi, kestabilan komunitas fitoplankton tinggi.

c) Keseragaman Jenis

Penyebaran jumlah individu pada masing-masing organisme dapat ditentukan

dengan membandingkan nilai indeks keanekaragaman dengan nilai maksimumnya.

Untuk meningkatkan kesamaan spesies digunakan indeks keseragaman (Odum,

1996), dengan rumus sebagai berikut :

𝐻′
𝐸=
H′maks
dimana :

E = Indeks Keseragaman jenis;

H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener;

H’maks = Nilai keanekaragaman maksimum = Ln S;

S = Jumlah spesies.

Dengan kriteria sebagai berikut :

0<E≤0,5 = Komunitas tertekan;

0,5,<E≤0,75 = Komunitas labil;

0,75<E≤1 = Komunitas stabil.

d) Dominasi Spesies

Dominansi spesies dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut (Odum, 1996) :


29

𝐶= (𝑛𝑖/𝑁)²
𝑖=0

dimana :

C = Indeks dominansi Simpson,

ni = Jumlah individu fitoplankton jenis ke-i,

N = Jumlah total individu fitoplankton

Dengan kriteria sebagai berikut :

0 < C ≤ 0,5 = Komunitas kecil

0,5 < C ≤ 0,75= Komunitas sedang

0,75 < C ≤ 1 = Komunitas tinggi

3.6.2 Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengukur pengaruh

lebih dari satu variabel bebas terhadap variabel terikat. Hubungan beberapa

parameter kualitas air dengan kelimpahan fitoplankton dapat dianalisis secara

statistik dengan menggunakan regresi linear berganda (Sudjana, 1992).

Dalam Sunyoto (2010), rumus analisis regresi linear berganda dapat dilihat

dengan persamaan:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +


b4X4 + ...... + bnXn
dimana :
Y = Variabel terikat (kelimpahan fitoplankton (sel/l))
a = Nilai Konstanta
b1,2,3,....,n = Koefesien regresi
30

X1,2,3,....,n = Variabel bebas (suhu, kecerahan, kecepatan arus, pH, DO,


nitrat, fosfat)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sungai Meureubo merupakan salah satu sungai terluas yang ada di

kabupaten Aceh Barat. Sungai ini mempunyai luas Daerah Aliran Sungai (DAS) 

1.885 km2 dan memiliki panjang sungai utama 148 km. Sungai Meureubo

memiliki topografi pada bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang curam

dan pada bagian hilir sungai yang relatif datar merupakan daerah rendah dan

rawan terhadap banjir.

Desa Meureubo merupakan ibu kota kecamatan Meureubo, adapun

gambaran umum desa Meureubo memiliki batas-batas wilayah sebelah utara

berbatasan dengan kecamatan Pante Ceureumen, sebelah selatan berbatasan

dengan samudera Indonesia, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Nagan


31

Raya. Luas desa Meureubo 2,17 km2 dimana luas lahannya mencapai 217 Ha yang

terdiri dari 20 Ha sawah, 89 Ha bukan sawah serta 108 ton pertanian. Desa

Meureubo merupakan desa yang definitif dan memiliki 4 dusun yang dipimpin

oleh seorang geuchik. Jarak desa Meureubo menuju ibu kota kabupaten mencapai

3 km. Jumlah penduduk desa Meureubo pada tahun 2010 mencapai 2.045 jiwa

sedangkan pada tahun 2011 mencapai 2.092 jiwa sehingga terjadi pertambahan

penduduk mencapai 2,30%, pada tahun 2011 kegiatan perikanan memiliki

produksi ikan yang berasal dari kolam/air tawar mencapai 28,08% sedangkan

pada perairan umum mencapai 21,36% (BPS Aceh Barat,2012).

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Jenis Fitoplankton yang ditemukan

Berdasarkan hasil penelitian pada pengamatan ke-1 yang dilakukan pada

bulan Desember 2014 di perairan sungai Meureubo Kabupaten Aceh Barat bahwa

jenis fitoplankton terdiri dari 7 kelas yaitu kelas Bacillariophyceae (5 genera),

kelas Cyanophyceae (4 genera), kelas Chlorophyceae (3 genera), kelas

Zygnematophyceae (1 genera), Conjugaphyceae (1 genera), kelas

Fragilariophyceae (1 genera) dan kelas Trebouxiophyceae (1 genera). Seperti

yang tertera pada tabel 9 dibawah ini :

Tabel 9. Jenis fitoplankton di perairan sungai Meureubo pada pengamatan ke-1


bulan Desember 2014
Stasiun Stasiun Stasiun
1 2 3
No. Kelas Genus/Spesies Jumlah Jumlah Jumlah
(sel / (sel / (sel /
tetes) tetes) tetes)
1. Bacillariophyceae Skeletonema costatum 2 1 -
Asterionella sp 3 - -
32

Aulacoseira granulata - 2 -
var. Angustissima
Synedra ulna 3 - -
Diatom sp 10 11 7
Jumlah Kelas Bacillariophyceae 18 14 7
2. Cyanophyceae Gloeocapsa sp 1 1 -
Spirulina sp - 1 -
Phormidium - 1 2
inundatum
Gloetrichia - - 1
Jumlah kelas Cyanophyceae 1 17 3
3. Chlorophyceae Stigeoclonium 3 2 -
Tetmemorus 1 - -
brebissonii
Tribonema 1 - -
Jumlah kelas Chlorophyceae 6 2 -
4. Zygnematophyceae Zygnema 1 - -
Jumlah kelas Zygnematophyceae 1 - -
5. Conjugatophyceae Mougeotio sp 2 - 1
Jumlah kelas Conjugatophyceae 2 - 1
6. Fragilariophyceae Meridion 1 - -
Jumlah kelas Fragilariophyceae 1 - -
7. Trebouxiophyceae Microthamnion 1 - -
Jumlah kelas Trebouxiophyceae 1 - -
Total 28 20 11
Sumber : data primer

Pada pengamatan ke-2 yang dilakukan pada bulan Januari 2015 di sungai

Meureubo Kabupaten Aceh Barat jenis fitoplankton yang ditemukan terdiri dari 4

kelas yaitu kelas Bacillariophyceae (5 genera), kelas Cyanophyceae (3genera),

kelas Chlorophyceae (1 genera), dan kelas Conjugaphyceae (1 genera). Seperti

yang terlihat tabel 10 dibawah ini :

Tabel 10. Jenis fitoplankton di perairan sungai Meureubo pada pengamatan ke-2
bulan Januari 2015
Stasiun Stasiun Stasiun
No. Kelas Genus/Spesies
1 2 3
33

Jumlah Jumlah Jumlah


(sel / (sel / (sel /
tetes) tetes) tetes)
1. Bacillariophyceae Skeletonema costatum 1 -
Asterionella sp 2 1
Aulacoseira granulata - 1 -
var. Angustissima
Synedra Ulna 1 - -
Diatom sp 13 8 7
Jumlah kelas Bacillariophyceae 17 9 8
2. Cyanophyceae Gloeocapsa sp 1 - -
Spirulina sp - 1 -
Phormidium - 4 3
inundatum
Jumlah kelas Cyanophyceae 1 5 3
3. Chlorophyceae Stigeoclonium 1 1 -
Jumlah kelas Chlorophyceae 1 1 -
4. Conjugatophyceae Mougeotio sp 1 - -
Jumlah kelas Conjugatophyceae 1 - -
Total 20 16 11
Sumber : data primer
4.2.2 Indeks Biologi Fitoplankton
a. Kelimpahan Fitoplankton

Adapun kelimpahan fitoplankton pada setiap bulan pengamatan dapat

dilihat pada tabel 11 dibawah ini :

Tabel11.Jumlah jenis dan kelimpahan fitoplankton padasetiap bulanpengamatan


Desember 2014 Januari 2015
Stasiun
Jumlah jenis Kelimpahan(sel/l) Jumlah jenis Kelimpahan(sel/l)
36.527 36.520
1 11 7
36.520 30.516
2 8 6
36.511 36.511
3 5 3
Total 109.558 103.547

Pada bulan Desember 2014, kelimpahan fitoplankton pada stasiun 1

sebanyak 36.527 sel/l, stasiun 2 sebanyak 36.520 sel/l dan stasiun 3 sebanyak
34

36.511 sel/l. Sedangkan pada bulan Januari 2015, kelimpahan fitoplankton pada

stasiun 1 sebanyak 36.520 sel/l, stasiun 2 sebanyak 36.516 sel/l dan stasiun 3

sebanyak 36.511 sel/l.

Berdasarkan kelasnya, kelimpahan fitoplankton yang mendominasi

padasetiap bulan penelitian yaitu kelas Bacillariophyceae. Seperti yang terlihat

pada grafik di bawah ini :

BULAN DESEMBER 2014


Kelimpahan fitoplankton

20
18
16
14
(sel/tetes)

12
10
8
6
4
2 STASIUN 1
0
STASIUN 2
STASIUN 3

Kelas

BULAN JANUARI 2015


18
Kelimpahan fitoplankton

16
14
12
10
(sel/tetes)

8
6
4 STASIUN 1
2
0 STASIUN 2
STASIUN 3

kelas

Gambar 2. Grafik kelimpahan fitoplankton berdasarkan kelasnya pada setiap


bulan penelitian di perairan sungai Meureubo.
35

b. Keanekaragaman Jenis

1. Pengamatan ke-1 bulan Desember 2014

Nilai indeks keanekaragaman jenis fitoplankton pada bulan Desember

2014 adalah stasiun 1 dengan nilai H’ (2,06), stasiun 2 dengan nilai H’ (1,54) dan

stasiun 3 dengan nilai H’ (1,16).

2. Pengamatan ke-2 bulan Januari 2015

Nilai indeks keanekaragaman jenis fitoplankton pada bulan Januari 2015

adalah stasiun 1 dengan nilai H’ (1,26), stasiun 2 dengan nilai H’ (1,39) dan

stasiun 3 dengan nilai H’ (0,86).

2.5
Indeks Keanekaragaman

2
1.5
Stasiun 1
1
Stasiun 2
0.5
Stasiun 3
0
Dec-14 Jan-15
Bulan

Gambar 3. Grafik nilai indeks keaneakaragaman jenis fitoplankton pada setiap


bulan penelitian di perairan sungai Meureubo.
c. Keseragaman Jenis

1. Pengamatan ke-1 bulan Desember 2014

Nilai indeks keseragaman jenis fitoplankton pada bulan Desember 2014

adalah stasiun 1 dengan nilai E’ (0,83), stasiun 2 dengan nilai E’ (0,74) dan

stasiun 3 dengan nilai E’ (0,84).

2. Pengamatan ke-2 bulan Januari 2015


36

Nilai indeks keseragaman jenis fitoplankton pada bulan Januari 2015

adalah stasiun 1 dengan nilai E’ (0,65), stasiun 2 dengan nilai E’ (0,78) dan

stasiun 3 dengan nilai E’ (0,78).

1.00
Indeks Keseragaman

0.80
0.60
Stasiun 1
0.40
Stasiun 2
0.20
Stasiun 3
0.00
Dec-14 Jan-15
Bulan

Gambar 4. Grafik nilai indeks keseragaman jenis fitoplankton (E) pada setiap
bulan penelitian di perairan sungai Meureubo.

d. Dominasi Spesies

1. Pengamatan ke-1 bulan Desember 2014

Nilai indeks dominasi spesies fitoplankton pada bulan Desember 2014

adalah stasiun 1 dengan nilai indeks dominasi spesies (C) berkisar antara 0,0013-

0,1276, stasiun 2 dengan nilai indeks dominasi spesies (C) berkisar antara 0,0025-

0,3025 dan stasiun 3 dengan nilai indeks dominasi spesies (C) berkisar antara

0,0083-0,4050 (Seperti yang tertera pada lampiran 5). Berdasarkan nilai indeks

dominasi spesies (C) maka dapat diperoleh persentase nilai dominasi spesies

seperti diagram di bawah ini :

Persentase Dominasi Spesies Fitoplankton


Stasiun 1
0,728% 0,728%
2,856% Skeletonema costatum
6,440%
Zygnema
Tetmemorus
6,440% Tribonema
0,728% Asterionella sp
Aulacoiseira granulata
6,440% Synedra ulna
Gloeocapsa sp
2,856% Spirulina sp
Phormidium
0,728% Gloetrichia
71,456% Stigeoclonium
0,728% Mougeotia sp
Microthamnion
Meridion
Diatom sp
37

Persentase Dominasi Spesies Fitoplankton


Stasiun 2
0,746% 0%
0,476% Skeletonema costatu
0,746%0% 2,985% 0,476% 0% Zygnema
0%
0%
0%0,746% 0% Tetmemorus
Tribonema
0% Asterionella sp
2,985% Aulacoseira granulata
Synedra ulna
Gloeocapsa sp
Spirulina sp
Phormidium
Gloetrichia
90,299% Stigeoclonium
Mougeotia sp
Microthamnion
Meridion
Diatom sp

Persentase Dominasi Spesies Fitoplankton


Stasiun 3
Skeletonema costatum
0%0% 1,895%
0%
00%
% Zygnema
0%
0%
1,895% 0%0%1,895%
0%0%
1,895% Tetmemorus
Tribonema
Asterionella sp
Aulacoseira granulata
Synedra ulna
Gloeocapsa sp
Spirulina sp
Phormidium
92,462% Gloetrichia
Stigeoclonium
Mougeotia sp
Microthamnion
Meridion
Diatom sp

Gambar 5. Diagram Persentase Nilai Dominasi Spesies Fitoplankton di sungai


Meureubo pada bulan Desember 2014.

2. Pengamatan ke-2 bulan Januari 2015


38

Nilai indeks dominasi spesies fitoplankton pada bulan Januari 2015 adalah

stasiun 1 dengan nilai indeks dominasi spesies (C) berkisar antara 0,0025-0,4225,

stasiun 2 dengan nilai indeks dominasi spesies (C) berkisar antara 0,0039-

0,2500dan stasiun 3 dengan nilai indeks dominasi spesies (C) berkisar antara

0,0083-0,4050 (Seperti yang tertera pada lampiran 6).

Persentase Dominasi Spesies Fitoplankton


Stasiun 1
0,562%
0,562% Skeletonema costatum
2,247% Zygnema
0,562% Tetmemorus
Tribonema
0,562% 0,562% Asterionella sp
Aulacoiseira granulata
Synedra ulna
Gloeocapsa sp
Spirulina sp
Phormidium
Gloetrichia
94,944% Stigeoclonium
Mougeotia sp
Microthamnion
Meridion
Diatom sp

Persentase Dominasi Spesies Fitoplankton


Stasiun 2
Skeletonema costatum
1,189% 1,189% Zygnema
Tetmemorus
1,189% Tribonema
Asterionella sp
19,048% Aulacoseira granulata
Synedra ulna
1,189% Gloeocapsa sp
Spirulina sp
Phormidium
76,190% Gloetrichia
Stigeoclonium
Mougeotia sp
Microthamnion
Meridion
Diatom sp

Persentase Dominasi Spesies Fitoplankton


Statiun 3
Skeletonema costatum
1,702% Zygnema
Tetmemorus
Tribonema sp
Asterionella sp
15,258% Aulacoseira granulata
Synedra ulna
Gleocapsa sp
Spirulina sp
Phormidium
83,059% Gloetrichia
Stigeoclonium
Mougetia sp
Microthamnion
Meridion
39

Gambar 6. Diagram Persentase Nilai Dominasi Spesies Fitoplankton di sungai


Meureubo pada bulan Januari 2015.
4.2.3 Parameter Fisika-Kimia Perairan

Hasil pengukuran parameter kualitas air dapat dilihat pada tabel dibawah

ini :

Tabel 12 . Nilai parameter fisika-kimia perairan selama penelitian di perairan


sungai Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Parameter Fisika-Kimia
Waktu Oksigen
Stasiun Nitrat Fosfat Suhu Kecerahan Kecepatan
Pengamatan Terlarut pH
(mg/L) (mg/L) (oC) (cm) Arus (m/s)
(mg/L)
Bulan 1 0,027 0,020 8,21 7 26 77 0,232
Desember 2 0,027 0,020 9,24 7 26 76 0,231
2014 3 0,027 0,013 7,91 7 26 80 0,204
1 0,027 0,020 8,21 7 26 78 0,201
Bulan Januari
2 0,027 0,020 9,24 7 26 80 0,174
2015
3 0,027 0,013 7,91 7 26 78 0,202
Sumber : data primer

Pada tabel 12 diatas terlihat bahwa pada bulan Desember 2014 sampai

bulan Januari 2015 pada stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3 kadar nitrat yang

diperoleh relatif sama yaitu sebesar 0,027 mg/L, pada bulan Desember 2014

sampai Januari 2015 kadar fosfat pada stasiun 1 dan stasiun 2 juga relatif sama

yaitu sebesar 0,020 mg/L, sedangkan pada bulan Desember 2014 sampai Januari

2014 kadar fosfat pada stasiun 3 sebesar 0,013 mg/L.

Untuk kadar oksigen terlarut pada bulan Desember 2014 sampai Januari

2015 pada stasiun 1 sebesar 8,21 mg/L, stasiun 2 sebesar 9,24 mg/L dan stasiun 3

sebesar 7,91 mg/L. Pada bulan Desember 2014 sampai bulan Januari 2015 untuk
40

stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3 nilai suhu sebesar 26 ºC dan nilai pH 7.

Berdasarkan nilai kecerahan pada bulan Desember 2014 yang tertera pada tabel 12

stasiun 1 menunjukkan nilai sebesar 77 cm, stasiun 2 sebesar 76 cm, dan stasiun 3

sebesar 80 cm. Sedangkan pada bulan Januari 2015 nilai kecerahan pada stasiun 1

sebesar 78 cm, stasiun 2 sebesar 80 cm dan stasiun 3 sebesar 78 cm. Selanjutnya

untuk nilai kecepatan arus pada bulan Desember 2014 pada stasiun 1

menunjukkan nilai sebesar 0,232 m/s, stasiun 2 sebesar 0,231 m/s, dan stasiun 3

sebesar 0,204 m/s. Sedangkan pada bulan Januari 2015 nilai kecepatan arus pada

stasiun 1 sebesar 0,201 m/s, stasiun 2 sebesar 0,174 m/s dan stasiun 3 sebesar

0,202 m/s. Dari masing-masing stasiun dan bulan pengamatan tidak ada

perubahan yang jauh berbeda terhadap paramaeter kualitas air.

Berdasarkan Permenkes No. 416/Men.Kes/Per/IX/1990 Tentang Baku

Mutu Air Bersih dan PP No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air

dan Pengendalian Pencemaran Air dimana pada lokasi penelitian sungai

Meureubo, nilai pH masih berada dalam baku mutu. Berdasrkan hasil analisa air,

yang tertera pada tabel 12, air sungai Meureubo dapat diklasifikasikan ke dalam

Mutu Air Kelas III. Menurut PP No. 82 Tahun 2001, Mutu Air Kelas III yaitu air

yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidaya ikan air tawar,

peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau peruntukkan lainnya yang

menpersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4. 3 Pembahasan
4.3.1 Klasifikasi dan Morfologi Fitoplankton yang ditemukan

1. Kelas Bacillariophyceae
41

a) Skeletonema costatum

Skeletonema costatum merupakan salah satu jenis fitoplankton dari

kelompok diatom. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), Klasifikasi

skeletonema costatum sebagai berikut :

Filum : Bacillariophyta

Kelas : Bacillariophyceae

Ordo : Bacillariales

Subordo : Coscinodiscinae

Genus : Skeletonema

Spesies : Skeletonema costatum

Gambar 7. Skeletonema costatum

Ciri-ciri Skeletonema costatum sebagai berikut :

 Bersel tunggal (Uniselular),

 berukuran 4-6 mikron,

 dapat berfotosintesis

 dapat membentuk urutan rantai yang terdiri dari beberapa sel,

 Sel berbentuk seperti kotak dengan sitoplasma yang memenuhi sela,

 tidak memiliki alat gerak,


42

 dinding sel yang unik karena terdiri dari dua bagian yang bertindih (flustula)

yang terbuat dari silikat (Si), bagian katub atas disebut epiteka dan katup

bawah disebut hipoteka. Pada bagian epiteka terdiri dari komponen epivaf

dan episingulum dan pada bagian hipoteka terdiri dari komponen hipovaf dan

hiposingulum.

b) Synedra Ulna

Klasifikasi Synedra ulna sebagai berikut :

Filum : Heterokontophyta

Kelas: : Diatomyphyceae

Ordo : Bacillariales

Famili : Bacillariaceae

Genus : Synedra

Spesies : Synedra ulna

Gambar 8. Synedra ulna

Ciri – ciri Synedra ulna sebagai berikut :

 Termasuk golongan diatom,

 Berwarna biru kehijauan,

 Berbentuk memanjang seperti jarum,


43

 Terdapat secara tunggal atau koloni,

 Jika berkoloni akan berkumpul pada satu titik digumpalan lendir yang

dikeluarkan dari pori-pori,

 Spesies tertentu memiliki tanduk pendek atau duri menonjol tepat diatas katup

pori-pori,

 Salah satu spesies ini ada yang dapat meluncur dengan lendir,

 Memiliki klorofil,

 Dapat berfotosintesis.

c) Asterionella sp

Klasifikasi Asterionella sp sebagai berikut :

Filum : Ochrophyta

Kelas : Bacillariophyceae

Ordo : Pennales

Famili : Asterionellaceae

Genus : Asterionella

Spesies : Asterionella sp

Gambar 9. Asterionella sp

Ciri-ciri Asterionella sp sebagai berikut :

 Merupakan kelas diatom

 dapat berfotosintesis
44

 berbentuk lingkaran menyerupai bintang

d) Aulacoseira granulata var. Angustissima

Menurut Simonsen, (1979), klasifikasi Aulacoseira granulatavar.

Angustissima sebagai berikut :

Filum : Khakista

Kelas : Bacillariophyceae

Ordo : Aulacoseirales

Family : Asterionellaceae

Genus : Aulacoseira

Spesies : Aulacoseira granulata var. Angustissima

Gambar 10. Aulacoseira granulata var. Angustissima

Ciri – ciri Aulacoseira granulata var. Angustissima sebagai berikut :

 memiliki kombinasi katup panjang dan sempit dengan diameter 2,5-4 m dan

rasio diameter mantel tinggi atau katup yang lebih besar dari 3,2.

e) Diatom
Salah satu genus dari Chrysophyta adalah Diatom. Diatom, termasuk

kelas Bacillariophyceae, bersifat uniselular, dan ada yang merupakan koloni

dengan bentuk yang bermacam-macam. Selnya bilateral atau radier simetris.

Dinding sel terdiri atas lapisan dalam berupa pektin yang lunak, dan lapisan luar

berupa panser berisi zat kersik. Sel diatom mempunyai inti dan kromatofora yang
45

berwarna kuning coklat. Kromatofora mengandung beberapa macam zat warna,

antara lain: klorofil-a, karotin, santofil dan karotenoid menyerupai fikosantin;

tetapi ada juga golongan yang tidak berwarna.

KlasifikasiDiatom sebagai berikut :

Filum : Chrysophyta

Kelas : Bacillariophyceae

Ordo : Pennales

Famili : Fragilariaceae

Genus : Diatomae

Spesies : Diatom sp

Gambar 11. Diatom sp


2. Kelas Chlorophyceae

a) Stigeoclonium

Menurut Serediak (2011), klasifikasi Stigeocloniumsebagai berikut :

Phylum : Chlorophyta

Class : Chlorophyceae

Ordo : Chaetophorales

Family : Chaetophoraceae
46

Genus : Stigeoclonium

Spesies : Stigeoclonium

Gambar 12. Stigeoclonium

Ciri – ciri dari Stigeoclonium sebagai berikut :

 Merupakan filamen bercabang yang bentuknya terbagi menjadi bagian yang

rebah (prostrate) dan bagian yang tegak,

 Pigmen, khlorofil a dan b, santofil, dan karoten, khlorofil terdapat dalam

jumlah yang banyak sehingga ganggang ini berwarna hijau rumput,

 Dapat berfotosintesis,

 Hasil fotosintesis berupa amilum dan tersimpan dalam khloroplas.

b) Tetmemorus

Klasifikasi Tetmemorus brebissonii sebagai berikut :

Filum : Chlorophyta

Kelas : Chlorophyceae

Ordo : Zygnematales

Famili : Desmidiaceae

Genus : Tetmemorus

Spesies : Tetmemorus brebissonii


47

Gambar 13. Tetmemorus brebissonii

Ciri – ciri Tetmemorusbrebissonii sebagai berikut :

 Sel terdapat cerutan sedikit atau cerutan yang ketara,

 Apek sel mempunyai celah/rekahan atau lekuk dan insisi apikal sempit,

 Sel silinder atau fusiform, tirus atau runcing di kedua-dua hujung/berbentuk

gelendong, 4-9 kali lebih panjang dari lebar, pencerutan di tengah sel jelas

kelihatan, insisi biasanya selalu dalam dan sempit,

 apek membulat di bagian ujung dan lebar,

 pandangan vertikal elip atau bulat, dinding sel berpunkta atau skrobikulat;

paksi kloroplas sama ada tunggal, pirenoid di tengah atau jalur axial.

 Dapat berfotosintesis

c) Tribonema

Klasifikasi Tribonema sp sebagai berikut :

Filum : Clorophyta

Kelas : Clorophyceae

Ordo : Heterotrichales

Famili : Tribonemataceae

Genus : Tribonema

Spesies : Tribonemasp
48

Gambar 14. Tribonema sp

Ciri-ciriTribonema sp sebagai berikut :

 Merupakan filamen tidak bercabang,

 Berbentuk silinder,

 Memiliki khloroplas,

 Dapat berfotosintesis.

3. Kelas Cyanophyceae

a) Gloeocapsa

Gloeocapsa merupakan alga bersel satu, dikelilingi selaput gelatin yang di

dalamnya mungkin terdapat beberapa generasi sel membentuk organisasi koloni

untuk sementara. Selnya berbentuk ovoid-ellipsoidal (bundar telur–ellips).

Sejumlah spesies Gloeocapsa ada yang hidup pada butiran basah, sedangkan yang

lainnya aquatik.

Menurut Serediak (2011), klasifikasi Gloeocapsa sebagai berikut :

Filum : Cyanophyta

Kelas : Cyanophyceae

Ordo : Chroococcales

Famili : Chroococcaceae

Genus : Gloeocapsa
49

Spesies : Gloeocapsa sp

Gambar 15. Gloeocapsasp

Ciri-ciri Gloeocapsa sebagai berikut :

 Bersel satu (Uniseluler),

 Biasanya sel-sel yang muda tetap bersatu karena ada selubung yang

mengikatnya,

 Perkembangbiakan berlangsung secara vegetatif, dengan membelah diri,

 Setelah pembelahan, sel-sel tetap bergandengan sehingga membentuk koloni.

b) Spirulina sp

Merupakan alga hijau hijau biru foto-autotrof dapat ditemukan pada

perairan tawar maupun asin. Mikroalga ini telah lama digunakan sebagai sumber

bahan makanan di Meksiko dan Afrika dan merupakan salah satu sumber

makanan alami paling potensial baik untuk hewan dan manusia. Kandungan

proteinnya yang tinggi mencapai 60-70% (basis kering) serta kandungan asam-

asam amino Spirulina sesuai dengan rekomendasi badan pangan dunia FAO (Choi

et al, 2003). Spirulina merupakan salah satu sumber pangan berpotensi, sebagai

contoh 1 are (0,4646 hektar) Spirulina dapat menghasilkan protein 20 kali lebih

baik dari 1 are kedelai atau jagung dan 200 kali lebih baik dari pada daging sapi

(Kozlenko dan Henson, 1998). Spirulina termasuk cyanobacteria atau yang lebih

dikenal dengan alga hijau biru, ada di bumi sejak 3500 juta tahun lalu.
50

Menurut Serediak (2011), klasifikasi Spirulina sp sebagai berikut:

Phylum : Cyanophyta

Class : Cyanophyceae

Order : Oscillatoriales

Family : Oscillatoriaceae

Genus : Spirulina

Spesies : Spirulina sp

Gambar 16. Spirulina sp

Ciri-ciri dari Spirulina sp sebagai berikut :

 Berukuran 3,5-10 mikron

 memiliki filamen berbentuk spiral dengan diameter 20-100 mikron

 Spirulina memiliki pigmen fikosianin yang merupakan antioksidan dan

antiinflamatori (Romay et al 1998 diacu dalam Desmorieux 2006).

c) Phormidium inundatum

Klasifikasi Phormidiuminundatumsebagai berikut :

Filum : Cyanophyta

Class : Cyanophyceae

Order : Oscillatoriales

Family : Phormidiaceae
51

Genus : Phormidium

Spesies : Phormidium inundatum

Gambar 17. Phormidium inundatum

Ciri – ciri Phormidium inundatum sebagai berikut :

 Trikom tidak bercabang, berbentuk silinder, dilingkungi dalam sarung

bergelatin dan berair, kadang-kadang disaluti oleh kalsium karbonat (Tiffany &

Britton, 1971).

d) Gloetrichia

Menurut Serediak (2011), klasifikasi Gloetrichia sebagai berikut :

Filum : Cyanophyta

Kelas : Cyanophyceae

Ordo : Nostocales

Family : Rivulariaceae

Genus : Gloeotrichia

Spesies : Gloetrichia

Gambar 18. Gloetrichia


52

Ciri-ciri Gloetrichia sebagai berikut :

 Tidak menghasilkan spora,

 Seluruhnya filamen,

 Sebagian tidak memiliki heterocyst,

 Reproduksi secara akineta.

4. Kelas Conjugatophyceae

a) Mougeotia

Klasifikasi Mougeotiasp sebagai berikut :

Filum : Charophyta

Kelas : Conjugatophyceae

Ordo : Zygnematales

Famili : Zygnemataceae

Genus : Mougeotia

Spesies : Mougeotia sp

Gambar 19. Mougeotia sp

Ciri – ciri Mougeotia sp sebagai berikut :


53

 Filamen ringkas atau jarang dengan cabang bersel 1 atau 2 dengan sel

berbentuk silinder, rizoid; kromatofor 1 atau 2 plat aksial dengan beberapa

pirenoid dalam sebaris atau bertabur tak tetap (Smith, 1950).

5. Kelas Trebouxiophyceae

a) Microthamnion

Klasifikasi Microthamnion sebagai berikut :

Filum : Chlorophyta

Kelas : Trebouxiophyceae

Ordo : Microthamniales

Famili : Microthamniaceae

Genus : Microthamnion

Spesies : Microthamnion kuetzingianum

Gambar 20. Microthamnion kuetzingianum

Ciri-ciriMicrothamnion sebagai berikut :

 Merupakan filamen bercabang,

 Dapat berfotosintesis,

 Memiliki klorofil.

6. Kelas Fragilariophyceae

a) Meridion
54

KlasifikasiMeridion sebagai berikut :

Filum : Ochrophyta

Kelas : Fragilariophyceae

Ordo : Fragilariales

Family : Fragilariaceae

Genus : Meridion

Spesies : Meridionsp

Gambar 21. Meridion sp

Ciri-ciriMeridionsp sebagai berikut :

 Sel berbentuk kipas dan zig-zag,

 Membentuk koloni.

7. Kelas Zygnematophyceae

a) Zygnema

Klasifikasi Zygnema sebagai berikut :

Filum : Charophyta

Kelas : Zygnematophyceae

Ordo : Zygnematales

Famili : Zygnemataceae

Genus : Zygnema
55

Species : Zygnema paucalis

Gambar 22. Zygnema paucalis

Ciri-ciri Zygnema sebagai berikut :

 Filamen yang tidak bercabang, sel pendek atau silinder dengan ujung dinding

yang rata,

 Thallus berwarna hijau (mengandung kloroplas),

 Kloroplas berbentuk seperti bintang,

 Bentuk seperti benang yang bersekat yang mampu menghasilkan zygospora

sebagai hasil dari Plasmogami atau konjugasi (cara perkembangbiakan),

 Tidak memiliki organ pembiakan,

 Nukleusnya terletak ditengah sel dan jumlahnya satu,

 Zygospora yang terjadi bersifat diploid (n).

4.3.2 Kelimpahan fitoplankton

Kelimpahan fitoplankton yang ditemukan selama penelitian bervariasi.

Selama 2 periode pengamatan, kelimpahan fitoplankton yang didapatkan berkisar

antara 30.516 sel/l – 36.527 sel/l, dengan kisaran nilai masing-masing periode

adalah periode I pada bulan Desember 2014 sebanyak 36.511 sel/l – 36.527 sel/l,

dan periode II pada bulan Januari 2015 sebanyak 36.511 sel/l – 36.520 sel/l
56

(seperti yang tertera pada tabel11). Masing – masing stasiun pada bulan Desember

2014, kelimpahan fitoplankton stasiun 1 sebanyak 36.527 sel/l, stasiun 2

sebanyak 36.520 sel/l dan stasiun 3 sebanyak 36.511 sel/l. Sedangkan pada bulan

Januari 2015, kelimpahan fitoplankton stasiun 1 sebanyak 36.520 sel/l, stasiun 2

sebanyak 36.516 sel/l dan stasiun 3 sebanyak 36.511 sel/l.

Berdasarkan kelasnya kelimpahan fitoplankton selama penelitian di

dominasi oleh kelas Bacillariophyceae (Seperti yang tertera pada gambar grafik

2). Melimpahnya spesies dari anggota kelas Bacillariophyceae ini juga disebabkan

karena adanya pengaruh dari keadaan pH perairan yang bersifat netral bahkan

basa. Weizel (1979) menjelaskan bahwa nilai pH sangat menentukan dominansi

fitoplankton di perairan. Pada umumnya kelas Diatom atau Bacillariophyceae

memiliki kisaran pH yang netral atau bahkan basa yang akan mendukung

kelimpahan jenisnya. Genus yang paling banyak ditemukan dibandingkan dengan

yang lain yaitu Diatom, dengan spesifikasi spesiesnya adalah Diatomspyang

berasal dari kelasBacillariophyceae. Adanya aktivitas metabolisme yang

dilakukan oleh kelompok plankton yang dibantu oleh sumber cahaya matahari,

dapat menghasilkan senyawa yang bersifat nutrisi untuk menunjang kehidupan

plankton. Menurut Yazwar (2008), tingginya nilai kelimpahan suatu genus di

perairan disebabkan karena genus tersebut dapat beradaptasi dengan baik dengan

faktor fisika-kimia lingkungan yang memilikikandungan zat-zat organik yang

cukup tinggi.Intensitas cahaya yang sangat berperan dalam proses fotosintesis

diduga relatif tidak berpengaruh, karena setiap stasiun mempunyai nilai kecerahan

yang hampir sama. Demikian pula, suhu,Do, nitrat, fosfat, kecepatan arus dan pH

perairan mempunyai nilai yang tidak jauh berbeda sehingga diduga tidak
57

memberikan pengaruh yang nyata terhadap fitoplankton. Hal ini sesuai dengan

pendapat dari Kimmel dan Groeger (1984) serta Thornton et al. (1990) bahwa

ketersediaan unsur hara dan cahaya yang cukup dapat digunakan oleh fitoplankton

untuk perkembangannya.

Adanya perbedaan kelimpahan fitoplankton di setiap tempat, maka

Landner (1976) membagi perairan berdasarkan kelimpahan fitoplankton yaitu :

 Perairan Oligotrofik merupakan perairan yang tingkat kesuburan rendah

dengan kelimpahan fitoplankton berkisar antara 0 – 2.000 ind/ml

 Perairan Mesotrofik merupakan perairan yang tingkat kesuburan sedang

dengan kelimpahan fitoplankton berkisar antara 2000 – 15.000 ind/ml

 Perairan Eutrofik merupakan perairan yang tingkat kesuburan tinggi dengan

kelimpahan fitoplankton berkisar antara >15.000 ind/ml.

Berdasarkan pengklasifikasian tersebut maka perairan sungai Meureubo

Kabupaten Aceh Barat yang mempunyai kelimpahan rata – rata yang berkisar

antara 275- 700 ind/ml merupakan perairan oligotrofik yaitu perairan yang dapat

dikatakan perairan yang mempunyai tingkat kesuburan yang rendah.

4.3.3 Keanekaragaman jenis

Kestabilan komunitas suatu perairan dapat digambarkan dari nilai indeks

keanekaragaman (H’). Dari hasil penelitian yang dilakukan selama 2 periode

pengamatan, nilai indeks keanekaragaman (H’) pada bulan Desember 2014 yaitu

antara 1,16 – 2,06 dan pada bulan Januari 2015 antara 1,39 – 0,86 (seperti yang

tertera pada lampiran 2 dan gambar grafik 3).

Berdasarkan kisaran tersebut maka keanekaragaman yang ada di perairan

sungai Meureubo Kabupaten Aceh Barat secara umum untuk seluruh pengamatan
58

setiap bulannya tergolong dalam klasifikasi perairan yang memiliki

keanekaragaman dan penyebaran individu setiap jenis fitoplankton sedang, hal

tersebut disebabkan karena perairan sungai Meureubo mengalami gangguan

(tekanan) yang struktur komunitas fitoplankton yang ada sedang artinya perairan

sungai Meureubo belum terlalu banyak aktifitas yang berdampak buruk terhadap

ekosistem sungai Meureubo. Hal ini sesuai dengan pendapat Shanon Wiener

dalam(Odum, 1996) bahwa kategori nilai indeks keanekaragaman (H’), jika H’ =

1,0 – 3,0 artinya keanekaragaman dan penyebaran jumlah individu setiap jenis

fitoplankton sedang, kestabilan komunitas fitoplankton sedang, Selain itu, Wilhm

dan Doris (1996) menyatakan bahwa jika H = 1 s/d 3 maka perairannya tercemar

ringan.

4.3.4 Keseragaman Jenis

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Desember 2014 diperoleh

nilai keseragaman jenis (E) yaitu antara 0,74 – 0,84 dan pada bulan Januari 2015

antara 0,65 – 0,78 (Seperti yang tertera pada lampiran dan gambar grafik 4).

Berdasarkan kisaran nilai indeks keseragaman tersebut, nilai indeks keseragaman

jenis yang ada di sungai Meureubo tergolong besar. Oleh karena itu semakin besar

nilai indeks keseragaman suatu organisme perairan (mendekati 1), maka

kelimpahan masing-masing jenis relatif merata antar stasiun. Hal ini terikat pula

dengan pemanfaatan unsur hara antar stasiun dan pengamatan relatif sama.

Berdasarkan kriteria lingkungan kondisi komunitas fitoplankton yang ada di

perairan ini berada dalam kondisi labil hingga stabil, namun lebih cenderung pada

kondisi labil. Hal ini dapat dilihat dari berubah-ubahnya jenis fitoplankton yang
59

ditemukan selama penelitian berlangsung (Samsidar, Kasim Ma’ruf, dan

Salwiyah (2013).

4.3.5 Dominasi Spesies

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Desember 2014

diperoleh nilai indeks dominasi spesies (C) adalah stasiun 1 dengan nilai indeks

dominasi spesies (C) berkisar antara 0,0013-0,1276, stasiun 2 dengan nilai indeks

dominasi spesies (C) berkisar antara 0,0025-0,3025 dan stasiun 3 dengan nilai

indeks dominasi spesies (C) berkisar antara 0,0083-0,4050. Sedangkan pada bulan

Januari 2015 diperoleh nilai indeks dominasi spesies (C) adalah stasiun 1 dengan

nilai indeks dominasi spesies (C) berkisar antara 0,0025-0,4225, stasiun 2 dengan

nilai indeks dominasi spesies (C) berkisar antara 0,0039-0,2500dan stasiun 3

dengan nilai indeks dominasi spesies (C) berkisar antara 0,0083-0,4050. Dari nilai

indeks dominasi tersebut menunjukkan bahwa kriteria komunitas kecil. Menurut

Krebs (1978), nilai indeks yang mendekati 1 menunjukkan adanya dominasi yang

tinggi dan sebaliknya nilai indeks yang mendekati 0 menunjukkan dominasi yang

rendah atau tidak ada jenis yang mendominasi.

Dari hasil indeks dominasi spesies maka diperoleh persentase nilai

dominasi spesies fitoplankton pada bulan Desember 2014 bahwa pada setiap

stasiun penelitian spesies yang mendominasi adalah Diatom sp dengan hasil

persentase stasiun 1 (71,456%), stasiun 2 (90,299%), dan stasiun 3 (92,462%)

sisanya diperoleh oleh spesies lainnya (seperti yang tertera pada grafik 5).

Sedangkan pada bulan Januari 2015 spesies yang mendominasi juga spesies

Diatom sp dengan hasil persentase stasiun 1 (94,944%), stasiun 2 (76,190%) dan

stasiun 3 (83,059%) sisanya diperoleh oleh spesies lainnya (seperti yang tertera
60

pada grafik 6). Hal ini disebabkan karena Diatom sp memiliki toleransi luas

terhadap faktor lingkungan seperti pH, suhu dan kadar O2 (Bold & Wyne 1985).

4.3.6 Parameter Kualitas Air

a.) Suhu

Hasil pengukuran suhu selama penelitian, tidak memperlihatkan adanya

perbedaan suhu yang besar pada masing-masing stasiun dan pada setiap bulan

pengamatan. Hasil pengukuran suhu yang dilakukan selama penelitian di sungai

Meureubo yaitu 26 ºC. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003), bahwa

kisaran suhu yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah


º
20-30 C. Rendahnya suhu perairan pada selama penelitian disebabkan

pengukuran suhu dilakukan pada pukul 08.30 s/d 09.45 Wib, selain itu juga

disebabkan karena intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam perairan tidak

terlalu tinggi.

b.) Kecerahan

Dari hasil pengukuran terhadap tingkat kecerahan di perairan sungai

Meureubo tidak begitu jauh berbeda antar stasiun penelitian. Pada bulan

Desember 2014 kecerahan tertinggi yaitu 80 cm dan kecerahan terendah yaitu 76

cm. Sedangkan pada bulan Januari 2015 Kecerahan tertinggi yaitu 80 cm dan

kecerahan terendah 78 cm. Kondisi perairan pada saat pengamatan tingkat

kekeruhan tinggi. Menurut Michael (1994) kekeruhan air disebabkan

olehbeberapa komponen seperti lumpur, partikeltanah, potongan tanaman atau

fitoplankton.Penembusan sinar berkurang dalam airyang keruh dan dapat

mempengaruhikedalaman tempat tumbuh-tumbuhanperairan dan dengan demikian


61

kekeruhandapat membatasi pertumbuhan organismeyang menyesuaikan pada

keadaan air yangjernih.

c.) Kecepatan Arus

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Desember 2014 kecepatan

arus berkisar antara 0,204 – 0,232 m/s. Pada stasiun 1 kecepatan arus berkisar

0,232 m/s, stasiun 2 berkisar 0,231 m/s dan stasiun 3 berkisar 0,204 m/s.

Sedangkan pada bulan Januari 2015 kecepatan arus berkisar antara 0,174 m/s –

0,202 m/s. Pada stasiun 1 kecepatan arus berkisar 0,201 m/s, stasiun 2 berkisar

0,174 m/s dan stasiun 3 berkisar 0,202 m/s. Berdasarkan Mason (1981) dalam

Wijaya(2009) yang mengklasifikasikan sungai berdasarkan kecepatan arusnya,

bahwa sungai Meureubo tergolong dalam arus sangatlambat-sedang. Cepat atau

lambatnya arus perairan sungai Meureubo dipengaruhi oleh beragam faktor seperti

frekuensi curah hujan yang terjadi. Menurut Barus (2002), arus air mempunyai

peranan yang sangat penting baik pada perairan lotik maupun lentik. Hal ini

berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang

terdapat di dalam air. Pada perairan lotik arus mempunyai peranan penting,

umumnya kecepatan arus diperairan ini relatif tinggi bisa mencapai 6 m/detik,

tetapi pada umumnya kecepatan arus berkisar 3 m/detik. Berdasarkan pernyataan

tersebut maka sungai Meureubo di kategorikan sebagai perairan lotik (mengalir).

d.) pH

Berdasarkan hasil pengamatan pH di perairan sungai Meureubo mempunyai

kisaran nilai pH yang cukup stabil yaitu 7. Menurut Effendi (2003), sebagian

besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar

7 – 8,5. Menurut Effendi (2003), alga akan memanfaatkan karbondioksida hingga


62

batas pH yang tidak memungkinkan lagi bagi alga untuk tidak menggunakan

karbondioksida (sekitar 10 – 11), karena pada pH ini karbondioksida bebas tidak

dapat ditemukan. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan,

misalnya proses nitrifikasi akan berakhir bila pH rendah. Dengan demikian nilai

pH pada kisaran 7 menunjukkan bahwa perairan sungai Meureubo sangat

mendukung untuk kehidupan biota perairan. Meskipun nilai pH menunjukkan

kesuburan perairan tinggi, dari parameter kimia yang lain menunjukkan bahwa

kesuburan perairan sungai Meureubo tergolong rendah.

e.) Oksigen Terlarut

Hasil pengamatan nilai rata-rata kadar oksigen terlarut berkisar 7,91 – 9,24

mg/l. Kadar oksigen terlarut tertinggi terdapat pada Stasiun II, hal ini diduga

disebabkan oleh proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton. Tingginya

kelimpahan fitoplankton di stasiun ini memberikan kontribusi terhadap tingginya

kadar oksigen terlarut yang merupakan hasil dari proses fotosintesis. Jika

dibandingkan dengan KEP NO.51/MENLH/2004, oksigen terlarut yang

diperkenankan adalah > 5. Dari data oksigen terlarut di perairan ini menunjukkan

bahwa oksigen terlarut pada masing- masing stasiun termasuk kategori tinggi.

f.) Nitrat

Dari hasil pengamatan nilai rata-rata kadar nitrat di perairan sungai

Meureubo adalah 0,027 mg/l. Pada setiap bulan pengamatan mulai dari stasiun 1,

stasiun 2 dan stasiun 3 bulan Desember 2014 – Januari 2015 tidak ada perubahan

terhadap kadar nitrat. Berdasarkan Wardoyo (1978), kadar optimum bagi


63

pertumbuhan plankton adalah 0,9 – 3,5 mg/l dan kandungan yang ≤ 0,114 mg/l

dan ≥ 4,5 mg/l menjadi faktor pembatas. Dalam hal ini, kadar nitrat di perairan

sungai Meureubo hanya di kategorikan sebagai faktor pembatas, sehingga

kelimpahan fitoplankton dapat menurun dan perkembangan fitoplankton menjadi

terganggu.

g.) Fosfat

Dari hasil pengamatan nilai rata-rata kadar fosfat di perairan sungai

Meureubo pada bulan Desember 2014 berkisar 0,013-0,020 mg/l dan pada bulan

Januari berkisar 0,013-0,020 mg/l. Kadar fosfat rata-rata sama pada setiap stasiun,

hanya saja pada stasiun 3 memiliki kadar fosfat terendah yaitu 0,013 mg/l. Kadar

fosfat pada perairan alami berkisar antara 0,005-0,02 mg/l, sedangkan air tanah

sekitar 0,02 mg/l (UNESCO/WHO, UNEP, 1992 dalam Effendi, 2003).

Berdasarkan kadar fosfat optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0,9 -1,8

mg/l dan faktor pembatas apabila nilainya di bawah 0,02 mg/l (Mackentum, 1975

dalam Haryani, 1989). Dalam hal ini, kadar fosfat di perairan sungai Meureubo

hanya dikategorikan sebagai faktor pembatas.

4.6.7 Hubungan kelimpahan fitoplankton dengan parameter kualitas air

Menurut Riduwan (2013), seperti yang tertera pada tabel 13 dapat dilihat

bahwa besarnya pengaruh antara variabel kadar nitrat(X1) terhadap kelimpahan

fitoplankton(Y) yang dihitung dengan koefesien kolerasi menunjukkan nilai yang

constant artinya tidak ada kenaikan nilai dari variabel kadar nitrat (X1) sehingga

tidak ada statistik yang muncul, dalam hal ini dapat dilihat juga pada tingkat

signifikan koefesiensi kolerasi satu sisi (1-tailed) dari output menghasilkan angka

0,000. Karena probabilitas jauh dibawah 0,01 atau 0,05 maka pengaruh antara
64

kadar nitrat dengan kelimpahan fitoplankton signifikan. Ranoemihardjo dan

Martosoedarmo (1988) menjelaskan bahwa Nitrogen merupakan bagian esensial

dari seluruh kehidupan karena berfungsi sebagai pembentuk protein dalam

jaringan sehingga aktifitas utama seperti fotosintesis dan respirasi tidak dapat

berlangsung tanpa tersedianya nitrogen yang cukup. Senyawa-senyawa nitrogen,

baik di tanah maupun di airjumlahnya selalu terbatas, sedangkan tumbuhan

(termasuk fitoplankton)membutuhkan senyawa tersebut dalam jumlah yang cukup

besar. Fiksasi nitrogenoleh mikroba merupakan suatu proses penting yang

menjamin keperluan senyawanitrogen selalu tersedia untuk keperluan makhluk

hidup. Daya manfaat senyawa Nuntuk fitoplankton adalah senyawa N dalam

bentuk NO3-N (nitrat) (Basmi, 1988). Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di

perairan alami dan merupakannutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan

algae. Fitoplankton menggunakan nitrat untuk perkembangannya. Menurut

Raymont (1981), kadar nitrat dalam airpermukaan pada lintang-lintang menengah

dan di wilayah tropik pada umumnyarendah. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel

yang menunjukkan kadar nitrat di sungai Meureubo tergolong rendah yaitu

sebesar 0,027 mg/L yang dikategorikan hanya sebagai faktor pembatas sehingga

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton.

Dari tabel 13 juga dapat dilihat bahwa besarnya pengaruh antara variabel

kadar fosfat (X2) terhadap kelimpahan fitoplankton(Y) yang dihitung dengan

koefesien kolerasi adalah -0,314. Hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh yang

kuat antara kadar fosfat (X2) terhadap kelimpahan fitoplankton(Y). Sedangkan

tingkat signifikan koefesiensi kolerasi satu sisi (1-tailed) dari output menghasilkan

angka 0,272. Karena probabilitas jauh dibawah 0,01 atau 0,05 maka pengaruh
65

antara kadar fosfat dengan kelimpahan fitoplankton tidak signifikan. Hal ini sesuai

dengan pendapat Nybakken (1992), bahwa fosfat merupakan faktor pembatas bagi

produktifitas perairan. Perairan yang memiliki kandungan fosfat yang tinggi

melebihi kebutuhan normal organisme nabati yang ada di perairan tersebut akan

menyebabkan eutrofikasi. Karena kadar fosfat di sungai Meureubo tergolong

rendah dan hanya di kategorikan sebagai faktor pembatas dengan rata-rata nilai

kadar fosfat sebesar 0,013-0,020 mg/L sehingga kelimpahan fitoplankton tidak

begitu berpengaruh terhadap kadar fosfat.

Berdasarkan tabel 13 dapat dilihat bahwa besarnya pengaruh antara

variabel kadar DO (X3) terhadap kelimpahan fitoplankton(Y) yang dihitung

dengan koefesien kolerasi adalah -0,617. Hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh

yang kuat antara kadar DO (X3) terhadap kelimpahan fitoplankton(Y). Sedangkan

tingkat signifikan koefesiensi kolerasi satu sisi (1-tailed) dari output menghasilkan

angka 0,096. Karena probabilitas jauh dibawah 0,01 atau 0,05 maka pengaruh

antara kadar DO dengan kelimpahan fitoplankton tidak signifikan.

Berdasarkan tabel 13 dapat dilihat bahwa besarnya pengaruh antara

variabel nilai pH(X4) terhadap kelimpahan fitoplankton(Y) yang dihitung dengan

koefesien kolerasi menunjukkan nilai yang constant artinya tidak ada kenaikan

nilai dari variabel nilai pH(X4) sehingga tidak ada statistik yang muncul, dalam

hal ini dapat dilihat juga pada tingkat signifikan koefesiensi kolerasi satu sisi (1-

tailed) dari output menghasilkan angka 0,000. Karena probabilitas jauh dibawah

0,01 atau 0,05 maka pengaruh antara nilai pH dengan kelimpahan fitoplankton

signifikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Raymont (1963), bahwa pH dapat

mempengaruhi plankton dalam proses perubahan dalam reaksi fisiologis dari


66

beberapa jaringan maupun pada reaksi enzim. Selain itu, nilai pH juga sangat

mempengaruhi proses biokimiawi perairan, seperti nitrifikasi (Effendi, 2003).

Berdasarkan tabel 13 dapat dilihat bahwa besarnya pengaruh antara

variabel suhu (X5) terhadap kelimpahan fitoplankton(Y) yang dihitung dengan

koefesien kolerasi juga menunjukkan nilai yang constant artinya tidak ada

kenaikan nilai dari variabel suhu (X5) sehingga tidak ada statistik yang muncul,

dalam hal ini dapat dilihat juga pada tingkat signifikan koefesiensi kolerasi satu

sisi (1-tailed) dari output menghasilkan angka 0,000. Karena probabilitas jauh

dibawah 0,01 atau 0,05 maka pengaruh antara suhu dengan kelimpahan

fitoplankton signifikan. Seperti yang dikemukakan Krebs (1985) bahwa suhu

mempengaruhi daur hidup organisme dan merupakan faktor pembatas penyebaran

suatu jenis dalam hal ini mempertahnkan kelangsungan hidup, reproduksi,

perkembangan dan kompetisi.

Berdasarkan tabel 13 dapat dilihat bahwa besarnya pengaruh antara

variabel tingkat kecerahan (X6) terhadap kelimpahan fitoplankton(Y) yang

dihitung dengan koefesien kolerasi adalah -0,562. Hal ini menunjukkan tidak ada

pengaruh yang kuat antara tingkat kecerahan (X6) terhadap kelimpahan

fitoplankton(Y). Sedangkan tingkat signifikan koefesiensi kolerasi satu sisi (1-

tailed) dari output menghasilkan angka 0,123. Karena probabilitas jauh dibawah

0,01 atau 0,05 maka pengaruh antara tingkat kecerahan dengan kelimpahan

fitoplankton tidak signifikan. Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat

kecerahan saat pengamatan sehingga tingkat kekeruhan tinggi. Menurut Michael

(1994), kekeruhan air disebabkan olehbeberapa komponen seperti lumpur,

partikeltanah, potongan tanaman atau fitoplankton.


67

Dari tabel 13 juga dapat dilihat bahwa besarnya pengaruh antara variabel

kecepatan arus (X7) terhadap kelimpahan fitoplankton(Y) yang dihitung dengan

koefesien kolerasi adalah -0753. Hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh yang

kuat antara kecepatan arus (X7) terhadap kelimpahan fitoplankton(Y). Sedangkan

tingkat signifikan koefesiensi kolerasi satu sisi (1-tailed) dari output menghasilkan

angka 0,042. Karena probabilitas jauh dibawah 0,01 atau 0,05 maka pengaruh

antara kecepatan arus dengan kelimpahan fitoplankton tidak signifikan.

Odum(1997) menjelaskan bahwa arus merupakan faktor utama yang membatasi

penyebaran biota dalam perairan. Arus mempunyai arti penting dalam

menentukan pergerakan dan distribusi plankton dalam suatu perairan. Dalam hal

ini kecepatan arus di sungai Meureubo tidak berpengaruh terhadap kelimpahan

fitoplankton.

Berdasarkan hasil uji analisis regresi linear berganda menunjukkan

bahwa pada tabel 15 terdapat R square adalah 0,896 (adalah pengkuadratan dari

koefisien kolerasi 0,946 atau 0,9462). R square dapat disebut koefesien

determinasi yang dalam hal ini berarti 89,6% kontribusi variabel nitrat, fosfat,

oksigen terlarut, pH, suhu, kecerahan dan kecepatan arus terhadap kelimpahan

fitoplankton sedangkan sisanya 10,4% dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain.

Selanjutnya diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

Ŷ = 91.684,717 + . X1(Nitrat)- 0,314 X2(Fosfat) - 0,617 X3(Oksigen terlarut) + . X4(pH) +

.X5(suhu) - 0,562 X6(kecerahan) + 0,753 X7(kecepatan arus)

Dari persamaan regresi tersebut memperlihatkan bahwa parameter kualitas

air yang memiliki hubungan searah (berbanding lurus) adalah nitrat, pH, suhu,

dan kecepatan arus. Sedangkan parameter kualitas air yang memiliki hubungan
68

berbanding terbalik yaitu; fosfat, oksigen terlarut dan kecerahan. Berdasarkan hal

tersebut maka dari tabel anova ternyata didapat F hitung adalah 2,146 dengan

tingkat signifikan 0,486 karena probabilitas (0,486) jauh lebih besar dari 0,05 atau

0,01 maka pengaruh antara parameter kualitas air (kecepatan arus, kadar DO,

kadar fosfat, dan kecerahan) terhadap kelimpahan fitoplankton tidak signifikan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Desember

2014–Januari 2015 dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Jenis-jenis fitoplankton yang di temukan di perairan sungai Meureubo

sebanyak 16 spesies dan 7 kelas yang terdiri dari spesies Skeletonema

costatum, Aulacoseira granulata var. Angustissima, Synedra ulna, Diatom sp,

Asterionella sp (kelas Bacillariophyceae),Gloeocapsasp, Spirulina sp,

Phormidium inundatum, Gloetrichia (kelas Cyanophyceae), Stigeoclonium,

Tetmemorus brebissonii, Tribonema(kelas Chlorophyceae),

Zygnema(kelasZygnematophyceae),Mougeotio sp(kelas Conjugaphyceae),


69

Meridion(kelas Fragilariophyceae) danMicrothamnion(kelas

Trebouxiophyceae).

2. Kelimpahan fitoplankton di perairan sungai Meureubo berkisar 30.516 sel/l –

36.527 sel/l, yang di dominasi oleh kelas Bacillariophyceae yaitu jenisDiatom

sp. Nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi diperoleh pada bulan

Desember 2014 yaitu antara 1,16 – 2,06 dan terendah pada bulan Januari

2015 antara 1,39 – 0,86. Nilai indeks keseragaman (E) tertinggi diperoleh

pada bulan Desember 2014 yaitu antara 0,74 – 0,84 dan terendah pada bulan

Januari 2015 antara 0,65 – 0,78. Dan nilai indeks dominasi (C) tertinggi

diperoleh pada bulan Januari 2015 antara 0,0025 – 0,4225 dan terendah pada

bulan Desember 2014 yaitu antara 0,0013–0,4050.

3. Berdasarkan hasil uji analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa

pengaruh parameter kualitas air (fosfat, oksigen terlarut (DO), kecerahan dan

kecepatan arus) terhadap kelimpahan fitoplankton tidak signifikan.

5.2 Saran

1. Diharapkan alat dan keperluan penelitian lengkap disediakan di Laboratorium

Fakultassehingga memudahkan mahasiswa dalam melakukan penelitian dan

data yang didapatkan lebih akurat.

2. Diharapkan perlunya penanganan dan upaya manajemen bagi masyarakat

sekitar tentang pemanfaatan dan pelestarian perairan sungai bagi kehidupan

manusia agar tidak membuang sampah dan limbah langsung ke sungai

Meureubo.

Anda mungkin juga menyukai