Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

DENGUE FEVER

Disusun Oleh:
Rizal Fauzi
1102015200

Pembimbing:
dr. Tommy Yuner Sirait, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 2 SEPTEMBER 2019 – 9 NOVEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSTAS YARSI
RSUD KABUPATEN BEKASI
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur senantiasa kami ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis sehingga Laporan Kasus yang berjudul “Dengue Fever” ini dapat
diselesaikan.
Penulisan dan penyusunan referat ini bertujuan untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD Kabupaten
Bekasi. Selain itu, tujuan lainnya adalah sebagai salah satu sumber pengetahuan
bagi pembaca, terutama pengetahuan mengenai Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
semoga dapat memberikan manfaat.
Penyelesain referat ini tidak terlepas dari bantuan dokter pembimbing, staf
pengajar, serta orang-orang sekitar yang terkait. Oleh karena itu, kami ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Tommy Yuner Sirait, Sp.A selaku dokter pembimbing bagian
kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Kabupaten Bekasi
2. Para perawat dan Pegawai di Bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD
Kabupaten Bekasi
3. Teman-teman sejawat dokter muda di RSUD Kabupaten Bekasi
Dalam menyelesaikan penulisan Laporan Kasus ini, penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang tidak luput dari kesalahan
dan kekurangan baik dari segi materi maupun dari bahasa yang disajikan. Untuk
itu penulis mohon maaf atas segala kekhilafan, serta dengan tangan terbuka
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Cibitung, 21 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB II STATUS PASIEN .................................................................................... 2
I. Identitas Pasien............................................................................................. 2
II. Anamnesis ................................................................................................ 2
III. Pemeriksaan Fisik..................................................................................... 5
IV. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 7
V. Resume ..................................................................................................... 8
VI. Daftar Masalah ......................................................................................... 8
VII. Diagnosis Banding ................................................................................... 8
VIII. Diagnosis Kerja ........................................................................................ 9
IX. Penatalaksanaan ........................................................................................ 9
X. Edukasi ..................................................................................................... 9
XI. Prognosis .................................................................................................. 9
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 10
3.1 Definisi ....................................................................................................... 10
3.2 Epidemiologi ............................................................................................... 10
3.3 Etiologi ........................................................................................................ 11
3.4 Klasifikasi ................................................................................................... 12
3. 5 Patogenesis ................................................................................................. 12
3.6 Manifestasi Klinis ....................................................................................... 15
3.7 Diagnosis ..................................................................................................... 19
3. 8 Tatalaksana................................................................................................. 22
3.9 Komplikasi .................................................................................................. 28
BAB IV KESIMPULAN ..................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 32

ii
DAFTAR TABEL

1. Tabel 1. Perbedaan Demam dengue dan Demam berdarah dengue……………………….17

iii
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1. Clinical spectrum of virus dengue infection …………………………..12


2. Gambar 2. Patogenesis Terjadinya Syok pada DHF……………………………………...14
3. Gambar 3. Derajat demam berdarah dengue menurut WHO-SEARO 2011………18
4. Gambar 4. Kategori syok pada demam berdarah dengue………………………….18
5. Gambar 5. Serology and virology of dengue virus infection………………………20
6. Gambar 6. Warning Sign untuk mendeteksi dini syok…………………………………….21
7. Gambar 7. Alur skrining tersangka infeksi dengue………………………………………..21
8. Gambar 8. Terapi infeksi dengue………………………………………………………….22
9. Gambar 9. Terapi menurut WHO 2011……………………………………………………23
10. Gambar 10. Edukasi Pasien………………………………………………………27

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan


masyarakat di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengue (DBD). Demam
berdarah dengue muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga
mengakibatkan kepanikan di masyarakat karena berisiko meyebabkan kematian
serta penyebarannya sangat cepat. Angka kejadian demam berdarah terus
meningkat dari 21.092 (tahun 2015) menjadi 25.336 orang (tahun 2016). 1
Penyakit DBD telah menjadi penyakit yang mematikan sejak tahun 2013.
Penyakit ini telah tersebar di 436 kabupaten/kota pada 33 provinsi di Indonesia.
Jumlah kematian akibat DBD tahun 2015 sebanyak 1.071 orang dengan total
penderita yang dilaporkan sebanyak 129.650 orang. Nilai Incidens Rate (IR) di
Indonesia tahun 2015 sebesar 50,75% dan Case Fatality Rate (CFR) 0,83%.
Jumlah kasus tercatat tahun 2014 sebanyak 100.347 orang dengan IR sebesar
39,80% dan CFR sebesar 0,90%. 2
Kelembaban yang tinggi dengan suhu berkisar antara 28-320C membantu
nyamuk Aedes bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Pola penyakit di
Indonesia sangat berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Tingginya
angka kejadian DBD juga dapat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk.
Peningkatan jumlah kasus DBD dapat terjadi bila kepadatan penduduk meningkat.
Semakin banyak manusia maka peluang tergigit oleh nyamuk Aedes aegypti juga
akan lebih tinggi.3
Dengue fever (DF) dan dengue haemorrhagic fever/DHF adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue.Virus dengue termasuk dalam famili
Flaviviridae yang memiliki 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Dari keempat serotipe tersebut yang paling banyak ditemukan di
Indonesia adalah DEN-3. DHF tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik
Barat,dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di
seluruh wilayah tanah air. 4

1
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Talita Zahra
Tanggal lahir : 22 Agustus 2014
Usia : 5 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Gg. Waled Mas RT 04
Tanggal Periksa : 18 September 2019
Berat Badan : 17 kg
Tinggi Badan : 102 cm

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis
dengan ibu pasien pada tanggal 18 September 2019 di ruang Instalasi
Gawat Darurat RSUD Kabupaten Bekasi pukul 17.00 WIB.
A. Keluhan Utama
Demam 5 hari SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan
demam sejak 5 hari SMRS (Jumat, 13/09/2019). Demam timbul mendadak
dan dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan disertai badan dan
kaki terasa pegal, pusing, nyeri perut, dan tenggorokan terasa sakit.
Keluhan gusi berdarah, mimisan, muncul bintik merah disangkal. BAB
dan BAK dalam batas normal. Ibu pasien mengatakan dua minggu
sebelum demam anak nya mengalami batuk pilek.
Ibu pasien berinisiatif mengantar anak nya berobat ke klinik dan
diberikan obat penurun panas dan antibiotik, 2 hari kemudian panas
mereda. Pada tanggal 18/09/2019 ibu pasien mengantar anak nya ke IGD
RSUD Kabupaten Bekasi karena demam kembali muncul dan perut terasa
sakit.

2
Pada hari ke enam demam ibu pasien mengatakan muncul bintik
merah pada kulit pasien. Ibu pasien mengatakan bahwa pernah ada
tetangga pasien yang pernah mengalami keluhan demam serupa.
.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung bawaan : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat trauma : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung bawaan : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

E. Riwayat kehamilan
Ibu pasien rajin melakukan pemeriksaan kehamilannya di Rumah
Sakit pada masa kehamilan. Selama kehamilan ibu tidak mengalami
keluhan.

F. Riwayat Persalinan
Pasien lahir dengan Sectio Caesarea di Rumah Sakit, usia
kehamilan 39 minggu, Bayi langsung menangis kuat segera setelah lahir
dan tidak ada kebiruan.

3
G. Riwayat Imunisasi
Pasien mendapatkan imunisasi di puskesmas, dan datang imunisasi
sesuai jadwal. Selain imunisasi dasar pasien belum pernah mendapatkan
imunisasi lain.
Kesan : Anak telah mendapat imunisasi dasar sesuai dengan usia anak.

H. Riwayat Pertumbuhan & Perkembangan


a. Pertumbuhan
Pasien lahir dengan berat badan lahir 2900 gram. Berat badan
pasien selalu bertambah setiap bulannya. Saat ini, pasien berusia 5 tahun
dengan berat badan 17 kg dan tinggi badan 102 cm.

b. Perkembangan

Motorik kasar Motorik halus


Tengkurap (3 bulan) melihat (1 bulan)
Duduk (5 bulan) coret-coret (1 tahun)
Berdiri (10 bulan) menulis huruf (4 tahun)
jalan (12 bulan)
lari (1,5 tahun)

Bicara Sosial
Berceloteh (2-3 bulan) tepuk tangan (6 bulan)
Berbicara 1-2 kata (14 bulan) pakai sendal sendiri (3 tahun)
Bicara (2 tahun)

I. Riwayat Nutrisi
ASI : Diberikan sejak lahir hingga usia 2 tahun
Makanan : Mulai usia 1 tahun nasi dengan lauk pauk, sayur,
telur, daging, dihancurkan halus menjadi bubur
diberikan 3 x sehari

4
Kesan : Diberikan ASI eksklusif. Kualitas makanan kurang
lengkap, kualitas minum baik.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda Vital

Tekanan darah : 100/80


Nadi : 107 x / menit
Respirasi : 28 x/ menit
Suhu : 37.9 oC
SPO2 : 93 %
B. Status Gizi

Secara Antopometri
Berat Badan : 17 kg
Tinggi Badan : 102 cm
BB / TB (menurut CDC) : Gizi normal

5
C. Status Lokalis
1. Kulit : Turgor elastis, ptechie (+)
2. Kepala : Normocephal, rambut hitam distribusi merata,
tidak mudah dicabut, ubun-ubun besar tidak tegang
dan menonjol, wajah seperti orang tua (-)
3. Mata : Pupil bulat, isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
4. Hidung : Bentuk normal, napas cuping hidung (-), sekret (-)
5. Telinga : Bentuk normal, sekret (-/-)
6. Mulut : Lidah tampak kotor dengan plak putih, Bibir sianosis
(-), mukosa mulut basah, stomatitis (-), faring
hiperemis (-), tonsil hiperemis (-)
7. Leher : Tidak ada pembesaran KGB
8. Thorax
a. Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dada simetris
kanan-kiri, retraksi sela iga (-)
Palpasi : Fremitus taktil simetris hemitoraks kanan-kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara napas vesikuler di kedua hemitoraks, rhonki
(-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan ICS 4 linea sternalis dextra,
Batas jantung kiri ICS 5 linea midclavicularis sinistra 1 jari medial,
pinggang jantung ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II Reguler murni, Gallop (-),
Murmur (-)
9. Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, sikatrik (-)
Auskultasi : Bising usus (+)

6
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), teraba pembesaraan hepar 2
cm dibawah arcus costae
Perkusi : Timpani pada lapang abdomen
10.Ekstremitas :

Superior Inferior
(dextra/sinistra) (dextra/sinistra)

Akral dingin -/- -/-

Akral sianosis -/- -/-

CRT <2”/<2” <2”/<2”

Tonus Normotonus Normotonus

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 18 / 09 /2019


Hb 13.2 g/dL
Hematokrit 39 %
Trombosit (L) 128 103/uL
Leukosit 7.5 103/uL
Na 138 mmol/L
Kalium 3.7 mmol/L
Clorida 108 mmol/L

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 19/09/2019


Hb 13.1 g/dL
Hematokrit 37 %
Trombosit (LL) 96 103/uL
Leukosit (L) 4.0 103/uL

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 20/09/2019


Hb 11.6 g/dL

7
Hematokrit 33 %
Trombosit (LL) 85 103/uL
Leukosit (L) 4.8 103/uL

V. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi diantar oleh
ibunya nya pada tanggal 18 September 2019 dengan keluhan demam sejak
5 hari sebelum masuk rumah sakit (SRMS). Demam timbul mendadak dan
dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan disertai badan dan kaki
terasa pegal, pusing, nyeri perut, dan tenggorokan terasa sakit. Keluhan
gusi berdarah, mimisan, muncul bintik merah disangkal. BAB dan BAK
dalam batas normal. Pada hari ke enam demam muncul bintik merah pada
kulit.
Dari pemeriksaan fisik tampak sakit sedang dengan kesan gizi
normal. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 100/80 mmHg,
laju nadi 107 x / menit, laju nafas 28 x / menit, saturasi oksigen 93%, pada
pemeriksaan fisik terdapat bintik merah pada kulit, terdapat hepatomegali
2 cm dibawah arcus costae.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Trombosit 128.000/uL
(trombositopenia), Leukosit 4.000/uL (leukopenia), Glukosa sewaktu 69
mg/dL (hipoglikemia).

VI. DAFTAR MASALAH

Anak usia 5 tahun dengan masalah :


Trombositopenia
Leukopenia
Hipoglikemi
VII. DIAGNOSIS BANDING
Dengue Fever
Dengue Hemorrhagic Fever
Demam Tifoid

8
VIII. DIAGNOSIS KERJA

Dengue Fever

IX. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa
 IVFD Ringer asetat 92 ml / jam
 Paracetamol 3 x 500 mg

X. EDUKASI
- Menjelaskan kepada orang tua pasien tentang kondisi pasien dan
penyakit yang dideritanya
- Mengingatkan orang tua untuk senantiasa menjaga status hidrasi
anak

XI. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

9
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Definisi
DF/DHF adalah penyakit dengan host alami yaitu manusia dan agennya
adalah virus dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk terutama nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopticus yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia.
Penyakit ini ditandai dengan demam tinggi mendadak disertai manifestasi berupa
perdarahan, pembesaran hati, serta mungkin menimbulkan renjatan dan kematian.
11

Infeksi dengue merupakan salah satu penyakit infeksi virus yang menjadi
masalah utama kesehatan pada lebih dari 100 negara tropis dan subtropik yang
penularannya melalui perantara nyamuk. Infeksi virus dengue dapat bersifat
asimtomatis atau berkembang menjadi undifferentiated fever, dengue fever (DF),
dengue hemorrhagic fever (DHF), atau dengue shock syndrome (DSS).

3.2 Epidemiologi
Di Indonesia DHF telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
berbahaya dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat serta
menimbulkan wabah. Pada tahun 1953 DHF pertama kali ditemukan di Manila
Filipina dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Pada tahun 1968 penyakit
ini pertama kali dilaporkan di Indonesia tepatnya di Surabaya dengan total
penderita 58 orang dengan jumlah kematian 24 orang. Konfirmasi virologis baru
didapat pada tahun 1972. Sejak saat itu DHF terus menyebar ke seluruh provinsi
di Indonesia kecuali TimorTimur. Puncak incidence rate tejadi pada tahun 1980
yaitu 13,45% per 100.000 penduduk. Meningkatnya mobilitas penduduk dan
hubungan transportasi berkaitan erat dengan kondisi tersebut.10
Dengue fever dan dengue hemorrhagic fever disebabkan oleh virus dengue
yang ditularkan oleh nyamuk aedes. Di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes,
yaitu:
- Aedes aegypti

- Aedes albopticus

10
Aedes aegypti adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup
dan berkembang biak di dalam lingkungan rumah atau bangunan, yaitu di tempat
penampungan air jernih atau genangan air hujan. Nyamuk ini dikenal sebagai
tiger mosquito atau black and white mosquito yang sepintas tampak berlurik,
berbintik-bintik putih keperakan di atas dasar warna hitam. Biasanya menggigit
pada siang hari sampai sore hari dengan jarak terbang 100 meter. Hanya nyamuk
betina yang menghisap darah. Aedes albopticus tempat habitatnya di luar
lingkungan rumah atau bangunan yaitu di kebun yang rimbun dengan pepohonan.
Perbedaan Aedes albopticus dengan Aedes aegypti terletak pada garis thorax
hanya berupa dua garis lurus di tengah thorax.4

3.3 Etiologi
Penyebab DF/DHF adalah virus dengue, yang merupakan anggota genus
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus dengue, yaitu dengue-
1 (DEN-1), dengue-2 (DEN-2), dengue-3 (DEN-3), dan dengue-4 (DEN-4), yang
semuanya dapat menyebabkan dengue fever atau dengue hemorrhagic fever.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak. Tempat berkembangnya vektor nyamuk adalah air, terutama pada
penampungan seperti ember, ban bekas, bak mandi, dan sebagainya. Biasanya
nyamuk aedes menggigit pada siang hari.4
Virus dengue termasuk dalam arbovirus yang dikelompokkan ke dalam
genus Flavivirus di dalam famili Flaviviridae. Awalnya dimasukkan ke dalam
famili togavirus sebagai “arbovirus grup B”, tetapi karena perbedaan dalam
pengaturan genom viral sehingga dimasukkan ke dalam famili tersendiri. Bentuk
dari virus ini yaitu sferis berdiameter 4060 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal. Terdiri dari tiga polipeptida struktural, dua terglikosilasi. Selubung virus
ini mengandung dua glikoprotein. Replikasi terjadi di sitoplasma dan perakitan di
dalam retikulum endoplasma. Semua virus terkait secara serologi.
Flavivirus sebagian dapat ditularkan diantara vertebrata oleh nyamuk dan
sengkenit, sementara lainnya ditularkan diantara tikus dan kelelawar tanpa vektor
serangga. Sejumlah besar virus ini tersebat di seluruh dunia. Semua Flavivirus
terkait secara antigenic.

11
3.4 Klasifikasi
Klafisikasi dari infeksi virus dengue :

Gambar 1. Clinical spectrum of virus dengue infection


Sumber : Anggraeni Melisa, 2015 5
3. 5 Patogenesis
Mekanisme sebenarnya tentang patogenesis, patofisiologi, hemodinamika,

dan perubahan biokimia pada DF atau DHF hingga kini belum diketahui secara

pasti. Terdapat teori patogenesis dan patofisiologi DHF dan DSS yang masih

kontroversial yaitu The Secondary Heterologous Infection Hypothesis dan

antibody dependent enhancement (ADE). Dalam hipotesis infeksi sekunder

disebutkan bila seseorang terinfeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue

maka akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue

tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi bila terjadi infeksi sekunder oleh

serotipe virus dengue lainnya akan terjadi infeksi yang berat. Hal ini dikarenakan

antibody heterologous yang terbentuk pada infeksi primer akan membentuk

kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak

12
dapat dinetralisasi dan cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan

bersifat oponisasi internalisasi dan akan teraktivasi dan memprodusi IL-1, IL-6,

tumor necrosis factor-alpha (TNF-A), dan platelet activating factor (PAF).

Anak dibawah usia 2 tahun bila lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue

dan telah terjadi infeksi dari ibu ke anak tersebut maka dalam tubuh anak tersebut

terjadi non neutralizing antibodies akibat adanya infeksi yang persisten.

Akibatnya akan terjadi proses enhancing yang akan memacu makrofag mudah

terinfeksi dan teraktivasi dan mengeluarkan interleukin-1 (IL-1), IL-6, dan tumor

necrosis factoralpha (TNF-A) juga platelet activating factor (PAF), akibatnya

terjadi peningkatan infeksi virus dengue. TNF alpha menyebabkan kebocoran

dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang

disebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.

Teori lain mengenai imunopatogenesis DHF dan DSS yaitu antibody

dependent enhancement (ADE). Pada teori ini disebutkan bila terdapat antibodi

spesifik terhadap jenis virus tertentu akan dapat mencegah penyakit yang

disebabkan oleh virus tersebut, tetapi apabila antibodinya tidak dapat

menetralisasi virus akan menimbulkan penyakit yang berat.

13
Secondary heterologous dengue infection

Replikasi Anamnestic antibody


virus respose
- antibodi
Kompleks virus

Aktivasi komplemen

Anafilatoksin (c3a, c5a)

Permeabilitas kapiler meningkat

Pembesaran plasma

Hipovolemi

Syok
Asidosis Anoksia

Meninggal
Gambar 2. Patogenesis Terjadinya Syok pada DHF

Sumber: Syafira Ulfa Adlia, 2017 4

Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume

plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, dan diathesis hemoragik adalah

fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit. Pada kasus berat

renjatan terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan

menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita

dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30% dan

berlangsung 24-48 jam. Apabila tidak ditanggulangi secara adekuat dapat

menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, dan kematian.

14
Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DHF.

Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X, dan

fibrinogen. Fibrinogen degradation products (FDP) meningkat pada kasus DHF

berat dan terjadi penurunan aktivitas antitrombin III yang tidak sebanyak

fibrinogen, dan faktor VIII. Menurunya faktor koagulasi akan menambah beratnya

perdarahan. Disseminated intravascular coagulation (DIC) secara potensial dapat

terjadi pada DHF tanpa syok. Peran DIC tidak menonjol dibandingkan dengan

perubahan plasma pada masa dini DHF, tetapi apabila penyakitnya memburuk

sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok akan memperberat DIC perannya

akan mencolok. Syok dan DIC akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan

memasuki syok irreversible disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ

vital yang biasanya diakhiri kematian. Perdarahan kulit biasanya disebabkan oleh

faktor kapiler, gangguan fungsi trombosit, dan trombositopenia. Perdarahan masif

ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih kompleks seperti trombositopenia,

gangguan faktor pembekuan, dan kemungkinan besar oleh faktor DIC. Pada kasus

dengan kekurangan antitrombin III, respons pemberian heparin akan berkurang.

3.6 Manifestasi Klinis


a. Demam
Dengue fever dan dengue hemorrhagic fever didahului dengan demam
tinggi mendadak, terus-menerus selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas dan
hampir tidak ada perbaikan dengan menggunakan antipiretik (hanya turun sedikit,
lalu kembali naik). Peningkatan suhu yang mencapai 400C dan dijumpai kejang
demam. Seringkali demam ini didahului dengan gejala-gejala seperti sakit kepala,
lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada otot tulang, dan persendian.
Akhir fase ini merupakan fase kritis pada DHF, yaitu fase yang dapat berubah
menjadi kesembuhan ataupun sebaliknya menjadi syok. Bila tidak terjadi syok,

15
maka panas umumnya akan segera turun dan penderita sembuh sendiri (self
limiting).
b. Manifestasi Perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien penyakit DHF ialah vaskulopati,
trombositopeni, dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular
yang menyeluruh. Vaskulopati dan trombositopeni menyebabkan perdarahan pada
fase awal demam, sedangkan pada fase syok perdarahan disebabkam oleh
trombositopenia, diikuti oleh koagulopati, terutama sebagai akibat koagulasi
intravascular diseminata (KID) dan peningkatan fibrinolysis. Vaskulopati secara
klinis bermanifestasi sebagai petekie, uji bendung positif, perembesan plasma,
dan elektrolit serta protein ke dalam rongga ekstravaskuler. Pelepasan zat
anafilatoksin C3a dan C5a menjadi penyebab utama dari vaskulopati.
Pada fase awal penyakit (hari ke-1 sampai ke-4) penurunan produksi
trombosit merupakan penyebab trombositopenia. Sumsum tulang tampak
hiposeluler ringan dan megakariosit meningkat dalam bentuk fase maturase. Virus
tampaknya secara langsung menyerang myeloid dan megakariosit. Sedangkan
pada hari ke-5 sampai hari ke-8 trombositopenia terjadi dan disebabkan oleh
penghancuran trombosit dalam sirkulasi. Terjadinya kompleks imun yang melekat
pada permukaan trombosit mempermudah penghancuran trombosit oleh sistem
retikuloendotelial dalam hati dan limpa, sehingga menyebabkan trombositopenia.
Penghancuran trombosit ini dapat pula disebabkan oleh kerusakan endotel,
antibodi trombosit spesifik, atau koagulasi intravaskular diseminata.

c. Keluhan Klinis
Keluhan klinis berupa sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi,
anoreksia, mual dan muntah, serta batuk-batuk. Sakit kepala dapat menyeluruh
atau berpusat pada daerah supraorbital dan retroorbita. Nyeri di bagian otot
terutama dirasakan bila tendon dan otot-otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin
juga ditemukan pembengkakan, injeksi konjungtiva, lakrimasi dam fotofobia serta
rasa pegal di sekitar mata.

16
d. Kegagalan Sirkulasi
Syok ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tak teraba,
takanan nadi menurun sampai 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun
menjadi 110/90 mmHg atau hipotensi, disertai kulit yang teraba lembab dan
dingin, terutama pada ujung jari tangan, kaki dan hidung, penderita menjadi
lemah, gelisah sampai menurunnya kesadaran dan timbul sianosis disekitar mulut.
Syok merupakan tanda kegawatan yang harus mendapat perhatian serius, oleh
karena bila tidak diatasi sebaik-baiknya dan secepatnya dapat menyebabkan
kematian. Pasien dapat dengan cepat masuk dalam fase kritis yaitu syok berat,
pada saat itu teknan darah dan nadi tidak dapat terukur lagi. Syok dapat terjadi
dalam waktu yang sangat singkat, pasien dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam
atau sembuh cepat setelah mendapat penggantian cairan yang memadai.4
Demam Dengue Demam Berdarah Dengue
- Tidak terdapat perembesan plasma - Terdapat perembesan plasma
- Tidak disertai syok - Dapat disertai syok hipovolemik
- Perdarahan ringan - Demam tinggi, timbul mendadak, kontinu,
- Setelah suhu mereda, klinis dan nafsu kadang bifasik
makan - Berlangsung antara 2-7 hari.
membaik - Muka kemerahan (facial flushing) ,
- Prognosis lebih baik anoreksi, myalgia dan arthralgia
- Nyeri epigastrik, muntah, nyeria bdomen
difus,
- Kadang disertai sakit tenggorok
- Faring dan konjungtiva yang kemerahan
- Dapat disertai kejang demam.

Tabel 1. Perbedaan Demam dengue dan Demam berdarah dengue

17
Gambar 3. Derajat demam berdarah dengue menurut WHO-SEARO 2011

Gambar 4. Kategori syok pada demam berdarah dengue


Sumber : Anggraeni Melisa, 2015 5

18
3.7 Diagnosis

Untuk mendiagnosis demam berdarah dengue dapat dengan menilai klinis dan
laboratorium.

Gejala klinis berikut harus ada, yaitu:

1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus


menerus selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:

- uji bendung positif


- petekie, ekimosis, purpura
- perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- hematemesis dan atau melena

3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan
tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan
dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik) dan pasien
tampak gelisah.

Laboratorium

1. Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)


2. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,
dengan manifestasi sebagai berikut:
a. Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar
b. Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan
c. Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.
3. Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau
hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan Diagnosis Kerja
DBD.6

19
Diagnosis infeksi virus dengue sampai saat ini masih merupakan masalah
terutama pada masa awal infeksi (initial stage). Diagnosis laboratorik jangkitan/
tularan virus dengue dapat dilakukan melalui pengasingan (isolasi) virus,
penemuan (deteksi) antigen atau uji serologis. Uji serologis didasarkan atas
timbulnya antibodi di penderita setelah jangkitan/tularan. Pada masa awal infeksi,
antibody IgG maupun IgM antidengue kadang masih belum timbul, sedangkan
gejala klinik maupun penurunan trombosit juga masih belum jelas. Penentuan
antigen NS1 dengue diharapkan dapat menemukan lebih dini adanya
jangkitan/tularan virus dengue ini. Lengkung baku (Kurva standar) yang
menggambarkan kadar antigen NS1 dengue (absorbans <1,5) tampak segaris
(linier) dengan kepekatan (konsentrasi) virus (<100 ng/ml).8

Gambar 5. Serology and virology of dengue virus infection


Sumber : Anggraeni Melisa, 2015

20
Gambar 6. Warning Sign untuk mendeteksi dini syok

Gambar 7. Alur skrining tersangka infeksi dengue 5

21
3. 8 Tatalaksana
Terapi infeksi dengue hanyalah pengelolaan cairan yang adekuat menurut
WHO :

Gambar 8. Terapi infeksi dengue hanyalah pengelolaan cairan yang

22
adekuat. menurut WHO. Handbook for Clinical Management of Dengue.

Gambar 9. Terapi menurut WHO. 2011. Conprehensive Guidelines for


Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorraghic Fever.

Inti dari penatalaksanaan DBD adalah terapi cairan yang baik. Terapi supportif ini
sesuai dengan patogenesis DBD yang disebabkan kebocoran plasma. Bila terapi
cairan yang diberikan tidak adekuat, pasien anak akan rentan mengalami syok
ataupun expanded dengue syndrome.
A. Terapi Cairan Demam Berdarah Dengue Pada Pasien Anak
Pasien anak bukanlah pasien dewasa yang berukuran kecil. Ada banyak aspek
yang harus diperhatikan ketika merawat pasien anak. Pasien anak memiliki sistem
organ yang sedang tumbuh, tidak sematang pasien dewasa. Terapi cairan yang
terlalu agresif atau tidak adekuat akan berbahaya bagi pasien anak. Terapi cairan
yang proporsional diharapkan akan memberikan outcome klinis yang baik.
Indikasi pemberian terapi cairan pada pasien DBD adalah:
1. Trombositopenia < 100.000/mm3
2. Peningkatan Hematokrit > 10-20%

23
3. Pasien tidak dapat makan-minum melalui jalur oral
4. Tanda-tanda syok yang jelas
Jenis cairan yang dapat dipilih adalah cairan kristaloid atau koloid. Jumlah cairan
yang diberikan bergantung fase penyakit dan berat badan pasien. Pada pasien
DBD yang memasuki fase kritis, jumlah cairan yang harus diberikan adalah
jumlah cairan rumatan ditambah deficit 5-8%. Jumlah tersebut setara dengan
jumlah cairan yang dibutuhkan pada kondisi dehidrasi sedang.
Pada pasien dengan berat badan lebih dari 40 kg, total cairan intravena
yang diberikan setara dengan 2 kali jumlah cairan rumatan. Pada pasien obesitas,
perhitungan cairan intravena
berdasar atas berat badan ideal.

B. Pedoman Tetesan Infus pada Demam Berdarah Dengue Anak


Pada kasus DBD non syok, pasien dengan berat badan 15-40 kg diawali dengan
tetesan 5 mL/kgBB/jam. Sedangkan pada anak dengan berat badan lebih dari 40
kg, mulai dengan 3-4 mL/kgBB/jam. Pada kasus DBD derajat 3, mulai dengan
tetesan 10 mL/kgBB/jam. Pada anak dengan DBD derajat 4, cairan selama 10-15
menit sampai tekanan darah dan nadi dapat diukur. Kemudian setelah nadi dan
tensi dapat terukur, turunkan pemberian cairan hingga 10 mL/kgBB/jam.
Setelah masa kritis terlampaui, pasien akan masuk dalam fase penyembuhan.
Waspadai kemungkinan bahaya overload cairan. Pada pasien seperti ini, cairan
intravena harus diberikan minimal agar tidak terjadi kebocoran ke dalam rongga
pleura dan abdominal yang dapat menyebabkan distres nafas dalam perjalanan
penyakitnya. Indikator klinis yang perlu diperhatikan dalam penentuan jumlah
cairan yang diberikan meliputi:
1. Kondisi klinis: penampilan umum, pengisian kapiler, nafsu makan
2. Tanda vital: tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi nafas
3. Kadar hematokrit
4. Produksi urin

24
C. Monitoring Syok
Setelah syok teratasi, pantau pasien 1-2 jam. Ulangi pemeriksaan hematokrit bila
nadi dan tensi tidak stabil (tekanan nadi cepat dan lemah) dalam 2 jam pertama.
Pemeriksaan tersebut penting untuk memutuskan apakah perlu digunakan cairan
koloid sebagai cairan pengganti. Apabila hematokrit terbukti naik dan tanda vital
tetap tidak stabil, ganti cairan kristaloid dengan cairan koloid dengan tetesan 10
mL/kgBB/jam. Pada kondisi seperti ini, mulai persiapkan darah untuk transfusi.
Pada pasien DBD derajat 4, apabila kadar hematokrit sejak awal rendah, pikirkan
kemungkinan perdarahan internal. Pantau hematokrit lebih sering. Berikan
transfusi darah segera.

Monitoring dan lakukan koreksi jika ada gangguan metabolit dan atau elektrolit
contohnya:
hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia dan asidosis. Setelah 6 jam pemberian
cairan koloid namun hematokrit terus turun dan tanda vital tetap tidak stabil,
pertimbangkan untuk pemberian transfusi darah segera. Indikasi dilakukan
transfusi darah pada pasien DBD derajat 4 adalah bila dapat dibuktikan
kehilangan darah yang bermakna secara klinis dan pasien mengalami perdarahan
yang tersembunyi. Apabila pasien mengalami kehilangan darah bermakna (>10%
volume darah total), berikan transfusi darah sesuai kebutuhan. Total volume darah
adalah 80 ml/kgBB. Dianjurkan menggunakan Packed Red Cell (PRC), namun
jika tidak tersedia maka transfusi darah segar dapat menjadi pilihan. Pada pasien
dengan perdarahan tersembunyi, jumlah transfusi yang dianjurkan adalah 10
mL/kgBB/kali (darah segar) atau 5 mL/kgBB/kali (PRC).

Cairan Koloid Pilihan


Dekstran-40 (10% dekstran dalam normal salin) adalah cairan dengan osmolaritas
3 kali plasma darah, sehingga diharapkan dapat mengikat air lebih baik. Tetesan
dekstran-40 harus 10 mL/kgBB/jam sehingga dapat mempertahankan osmolaritas
maksimum ketika diberikan kepada pasien anak. Dosis maksimumnya adalah 30
mL/kgBB/jam. Pemberian yang melebihi dosis maksimum dapat menyebabkan

25
gagal ginjal akut iatrogenik. Lama pemberian yang dianjurkan tidak lebih dari 24-
48 jam.7

Tatalaksana DBD dapat pula terbagi atas :

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok

Anak dirawat di rumah sakit

1. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air
sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma,
demam, muntah/diare.
2. Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a. Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
b. Kebutuhan cairan parenteral
i. Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
ii. Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
iii. Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
c. Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap
6 jam
d. Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.
Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24–48 jam
sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian
cairan.
4. Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata
laksana syok terkompensasi (compensated shock).

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok

26
1. Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit
secarra nasal.
2. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
3. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.
5. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
6. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit. 6

27
Gambar 10. Nasihat kepada orang tua sebelum pasien dipulangkan 5

3.9 Komplikasi
a. Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang


berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD
yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia,
hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya
ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka
kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah
otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang
menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar
darah otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan
dengan kegagalan hati akut.
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis,
maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak

28
mengandung HC03- dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan
laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) :
glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan
dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat
perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila
terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg
selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah
cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.
Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk
mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa.
Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya
antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam
hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi
yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa
penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.
b. Kelainan ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai
akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai
sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal
ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi
dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis
diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum
teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat
terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai
akute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan
kadar ureum dan kreatinin.

29
c. Edema paru

Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat


pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit
ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak
akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih
terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila
hanya melihat penurunan hemoglobin dan
hematocrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami
distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang
dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada.
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin
beratnya bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock
syndrome. Komplikasi paling serius walaupun jarang terjadi adalah
sebagai berikut:
a. Dehidrasi

b. Pendarahan

c. Jumlah platelet yang rendah

d. Hipotensi

e. Bradikardi

f. Kerusakan hati9

30
BAB IV
KESIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus dengue hemorrhagic fever grade II pada


seorang anak perempuan berusia 5 tahun, berdasarkan anamnesa didapatkan
keluhan demam 5 hari SMRS, demam timbul mendadak dan dirasakan terus
menerus sepanjang hari. Keluhan disertai badan dan kaki terasa pegal, pusing,
nyeri perut, dan tenggorokan terasa sakit. Keluhan gusi berdarah, mimisan,
muncul bintik merah disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal. Pada hari ke
enam demam muncul bintik merah pada kulit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
Dari pemeriksaan fisik tampak sakit sedang dengan kesan gizi malnutrisi ringan.
Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 100/80 mmHg, laju nadi 107 x
/ menit, laju nafas 28 x / menit, saturasi oksigen 93%, pada pemeriksaan fisik
terdapat bintik merah pada kulit, terdapat hepatomegali 2 cm dibawah arcus
costae.Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Trombosit 128.000/uL
(trombositopenia), Glukosa sewaktu 69 mg/dL (hipoglikemia). Pasien akan
mendapat terapi medikamentosa sesuai dengan protap DHF non syok yaitu 5
ml/KgBB/jam dengan cairan Ringer Asetat dan diberikan paracetamol sebagai
penurun panas.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Dinkesprov Jawa Timur. (2017). Profil kesehatan Provinsi Jawa Timur


tahun 2016. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Kota Surabaya.
2. Kemenkes RI. 2016. Profil kesehatan Indonesia tahun 2015. Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta.
3. Pongsilurang, C. M., Sapulete, M. R., & Kaunang, W. P. J. 2015. Pemetaan
kasus demam berdarah dengue di Kota Manado. Jurnal Kedokteran
Komunitas dan Tropik, 3(2), 66–72.
4. Syafira Ulfa Adlia, 2017. Perbedaan gejala klinis dan derajat penyakit
infeksi dengue pada anak dan dewasa di rumah sakit umum daerah a. Dadi
tjokrodipo bandar lampung. Fakultas Kedokteran Universitas Bandar
Lampung.
5. Anggraeni Melisa, 2015. Klasifikasi Baru Infeksi Virus Dengue. Siloam
Hospital Lippo Cikarang.
6. ICHRC, 2016. Demam berdarah dengue : diagnosis dan tatalaksana.
Hospital care for children.
7. IDAI, 2016. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Virus Dengue
Pasien Anak (4): Terapi Cairan Demam Berdarah Dengue Pasien Anak.
8. Nugraha Jusak, 2018. Peran antigen NS1 dengue terhadap penghitungan
trombosit dan penampakan manifestasi klinis penjangkitan/penularan
infeksi virus dengue. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory Vol 6 No.3.
9. RA Chandra,2014. Komplikasi demam dengue. Bab II Tinjauan Pustaka.
10. Sukohar, A. 2014. Demam berdarah dengue (DBD). Medula Unila. 2(2): 1-
15
11. Wibisono, E. 2014. Kapita Selekta Kedokteran (IV). Jakarta Pusat: Media
Aesculapius.Surakarta. Universitas Sebelas Maret.

32

Anda mungkin juga menyukai