DENGUE FEVER
Disusun Oleh:
Rizal Fauzi
1102015200
Pembimbing:
dr. Tommy Yuner Sirait, Sp.A
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur senantiasa kami ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis sehingga Laporan Kasus yang berjudul “Dengue Fever” ini dapat
diselesaikan.
Penulisan dan penyusunan referat ini bertujuan untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD Kabupaten
Bekasi. Selain itu, tujuan lainnya adalah sebagai salah satu sumber pengetahuan
bagi pembaca, terutama pengetahuan mengenai Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
semoga dapat memberikan manfaat.
Penyelesain referat ini tidak terlepas dari bantuan dokter pembimbing, staf
pengajar, serta orang-orang sekitar yang terkait. Oleh karena itu, kami ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Tommy Yuner Sirait, Sp.A selaku dokter pembimbing bagian
kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Kabupaten Bekasi
2. Para perawat dan Pegawai di Bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD
Kabupaten Bekasi
3. Teman-teman sejawat dokter muda di RSUD Kabupaten Bekasi
Dalam menyelesaikan penulisan Laporan Kasus ini, penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang tidak luput dari kesalahan
dan kekurangan baik dari segi materi maupun dari bahasa yang disajikan. Untuk
itu penulis mohon maaf atas segala kekhilafan, serta dengan tangan terbuka
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Cibitung, 21 September 2019
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB II STATUS PASIEN .................................................................................... 2
I. Identitas Pasien............................................................................................. 2
II. Anamnesis ................................................................................................ 2
III. Pemeriksaan Fisik..................................................................................... 5
IV. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 7
V. Resume ..................................................................................................... 8
VI. Daftar Masalah ......................................................................................... 8
VII. Diagnosis Banding ................................................................................... 8
VIII. Diagnosis Kerja ........................................................................................ 9
IX. Penatalaksanaan ........................................................................................ 9
X. Edukasi ..................................................................................................... 9
XI. Prognosis .................................................................................................. 9
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 10
3.1 Definisi ....................................................................................................... 10
3.2 Epidemiologi ............................................................................................... 10
3.3 Etiologi ........................................................................................................ 11
3.4 Klasifikasi ................................................................................................... 12
3. 5 Patogenesis ................................................................................................. 12
3.6 Manifestasi Klinis ....................................................................................... 15
3.7 Diagnosis ..................................................................................................... 19
3. 8 Tatalaksana................................................................................................. 22
3.9 Komplikasi .................................................................................................. 28
BAB IV KESIMPULAN ..................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 32
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Talita Zahra
Tanggal lahir : 22 Agustus 2014
Usia : 5 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Gg. Waled Mas RT 04
Tanggal Periksa : 18 September 2019
Berat Badan : 17 kg
Tinggi Badan : 102 cm
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis
dengan ibu pasien pada tanggal 18 September 2019 di ruang Instalasi
Gawat Darurat RSUD Kabupaten Bekasi pukul 17.00 WIB.
A. Keluhan Utama
Demam 5 hari SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan
demam sejak 5 hari SMRS (Jumat, 13/09/2019). Demam timbul mendadak
dan dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan disertai badan dan
kaki terasa pegal, pusing, nyeri perut, dan tenggorokan terasa sakit.
Keluhan gusi berdarah, mimisan, muncul bintik merah disangkal. BAB
dan BAK dalam batas normal. Ibu pasien mengatakan dua minggu
sebelum demam anak nya mengalami batuk pilek.
Ibu pasien berinisiatif mengantar anak nya berobat ke klinik dan
diberikan obat penurun panas dan antibiotik, 2 hari kemudian panas
mereda. Pada tanggal 18/09/2019 ibu pasien mengantar anak nya ke IGD
RSUD Kabupaten Bekasi karena demam kembali muncul dan perut terasa
sakit.
2
Pada hari ke enam demam ibu pasien mengatakan muncul bintik
merah pada kulit pasien. Ibu pasien mengatakan bahwa pernah ada
tetangga pasien yang pernah mengalami keluhan demam serupa.
.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung bawaan : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
E. Riwayat kehamilan
Ibu pasien rajin melakukan pemeriksaan kehamilannya di Rumah
Sakit pada masa kehamilan. Selama kehamilan ibu tidak mengalami
keluhan.
F. Riwayat Persalinan
Pasien lahir dengan Sectio Caesarea di Rumah Sakit, usia
kehamilan 39 minggu, Bayi langsung menangis kuat segera setelah lahir
dan tidak ada kebiruan.
3
G. Riwayat Imunisasi
Pasien mendapatkan imunisasi di puskesmas, dan datang imunisasi
sesuai jadwal. Selain imunisasi dasar pasien belum pernah mendapatkan
imunisasi lain.
Kesan : Anak telah mendapat imunisasi dasar sesuai dengan usia anak.
b. Perkembangan
Bicara Sosial
Berceloteh (2-3 bulan) tepuk tangan (6 bulan)
Berbicara 1-2 kata (14 bulan) pakai sendal sendiri (3 tahun)
Bicara (2 tahun)
I. Riwayat Nutrisi
ASI : Diberikan sejak lahir hingga usia 2 tahun
Makanan : Mulai usia 1 tahun nasi dengan lauk pauk, sayur,
telur, daging, dihancurkan halus menjadi bubur
diberikan 3 x sehari
4
Kesan : Diberikan ASI eksklusif. Kualitas makanan kurang
lengkap, kualitas minum baik.
Secara Antopometri
Berat Badan : 17 kg
Tinggi Badan : 102 cm
BB / TB (menurut CDC) : Gizi normal
5
C. Status Lokalis
1. Kulit : Turgor elastis, ptechie (+)
2. Kepala : Normocephal, rambut hitam distribusi merata,
tidak mudah dicabut, ubun-ubun besar tidak tegang
dan menonjol, wajah seperti orang tua (-)
3. Mata : Pupil bulat, isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
4. Hidung : Bentuk normal, napas cuping hidung (-), sekret (-)
5. Telinga : Bentuk normal, sekret (-/-)
6. Mulut : Lidah tampak kotor dengan plak putih, Bibir sianosis
(-), mukosa mulut basah, stomatitis (-), faring
hiperemis (-), tonsil hiperemis (-)
7. Leher : Tidak ada pembesaran KGB
8. Thorax
a. Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dada simetris
kanan-kiri, retraksi sela iga (-)
Palpasi : Fremitus taktil simetris hemitoraks kanan-kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara napas vesikuler di kedua hemitoraks, rhonki
(-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan ICS 4 linea sternalis dextra,
Batas jantung kiri ICS 5 linea midclavicularis sinistra 1 jari medial,
pinggang jantung ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II Reguler murni, Gallop (-),
Murmur (-)
9. Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, sikatrik (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
6
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), teraba pembesaraan hepar 2
cm dibawah arcus costae
Perkusi : Timpani pada lapang abdomen
10.Ekstremitas :
Superior Inferior
(dextra/sinistra) (dextra/sinistra)
7
Hematokrit 33 %
Trombosit (LL) 85 103/uL
Leukosit (L) 4.8 103/uL
V. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi diantar oleh
ibunya nya pada tanggal 18 September 2019 dengan keluhan demam sejak
5 hari sebelum masuk rumah sakit (SRMS). Demam timbul mendadak dan
dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan disertai badan dan kaki
terasa pegal, pusing, nyeri perut, dan tenggorokan terasa sakit. Keluhan
gusi berdarah, mimisan, muncul bintik merah disangkal. BAB dan BAK
dalam batas normal. Pada hari ke enam demam muncul bintik merah pada
kulit.
Dari pemeriksaan fisik tampak sakit sedang dengan kesan gizi
normal. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 100/80 mmHg,
laju nadi 107 x / menit, laju nafas 28 x / menit, saturasi oksigen 93%, pada
pemeriksaan fisik terdapat bintik merah pada kulit, terdapat hepatomegali
2 cm dibawah arcus costae.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Trombosit 128.000/uL
(trombositopenia), Leukosit 4.000/uL (leukopenia), Glukosa sewaktu 69
mg/dL (hipoglikemia).
8
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Dengue Fever
IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
IVFD Ringer asetat 92 ml / jam
Paracetamol 3 x 500 mg
X. EDUKASI
- Menjelaskan kepada orang tua pasien tentang kondisi pasien dan
penyakit yang dideritanya
- Mengingatkan orang tua untuk senantiasa menjaga status hidrasi
anak
XI. PROGNOSIS
9
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
DF/DHF adalah penyakit dengan host alami yaitu manusia dan agennya
adalah virus dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk terutama nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopticus yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia.
Penyakit ini ditandai dengan demam tinggi mendadak disertai manifestasi berupa
perdarahan, pembesaran hati, serta mungkin menimbulkan renjatan dan kematian.
11
Infeksi dengue merupakan salah satu penyakit infeksi virus yang menjadi
masalah utama kesehatan pada lebih dari 100 negara tropis dan subtropik yang
penularannya melalui perantara nyamuk. Infeksi virus dengue dapat bersifat
asimtomatis atau berkembang menjadi undifferentiated fever, dengue fever (DF),
dengue hemorrhagic fever (DHF), atau dengue shock syndrome (DSS).
3.2 Epidemiologi
Di Indonesia DHF telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
berbahaya dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat serta
menimbulkan wabah. Pada tahun 1953 DHF pertama kali ditemukan di Manila
Filipina dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Pada tahun 1968 penyakit
ini pertama kali dilaporkan di Indonesia tepatnya di Surabaya dengan total
penderita 58 orang dengan jumlah kematian 24 orang. Konfirmasi virologis baru
didapat pada tahun 1972. Sejak saat itu DHF terus menyebar ke seluruh provinsi
di Indonesia kecuali TimorTimur. Puncak incidence rate tejadi pada tahun 1980
yaitu 13,45% per 100.000 penduduk. Meningkatnya mobilitas penduduk dan
hubungan transportasi berkaitan erat dengan kondisi tersebut.10
Dengue fever dan dengue hemorrhagic fever disebabkan oleh virus dengue
yang ditularkan oleh nyamuk aedes. Di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes,
yaitu:
- Aedes aegypti
- Aedes albopticus
10
Aedes aegypti adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup
dan berkembang biak di dalam lingkungan rumah atau bangunan, yaitu di tempat
penampungan air jernih atau genangan air hujan. Nyamuk ini dikenal sebagai
tiger mosquito atau black and white mosquito yang sepintas tampak berlurik,
berbintik-bintik putih keperakan di atas dasar warna hitam. Biasanya menggigit
pada siang hari sampai sore hari dengan jarak terbang 100 meter. Hanya nyamuk
betina yang menghisap darah. Aedes albopticus tempat habitatnya di luar
lingkungan rumah atau bangunan yaitu di kebun yang rimbun dengan pepohonan.
Perbedaan Aedes albopticus dengan Aedes aegypti terletak pada garis thorax
hanya berupa dua garis lurus di tengah thorax.4
3.3 Etiologi
Penyebab DF/DHF adalah virus dengue, yang merupakan anggota genus
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus dengue, yaitu dengue-
1 (DEN-1), dengue-2 (DEN-2), dengue-3 (DEN-3), dan dengue-4 (DEN-4), yang
semuanya dapat menyebabkan dengue fever atau dengue hemorrhagic fever.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak. Tempat berkembangnya vektor nyamuk adalah air, terutama pada
penampungan seperti ember, ban bekas, bak mandi, dan sebagainya. Biasanya
nyamuk aedes menggigit pada siang hari.4
Virus dengue termasuk dalam arbovirus yang dikelompokkan ke dalam
genus Flavivirus di dalam famili Flaviviridae. Awalnya dimasukkan ke dalam
famili togavirus sebagai “arbovirus grup B”, tetapi karena perbedaan dalam
pengaturan genom viral sehingga dimasukkan ke dalam famili tersendiri. Bentuk
dari virus ini yaitu sferis berdiameter 4060 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal. Terdiri dari tiga polipeptida struktural, dua terglikosilasi. Selubung virus
ini mengandung dua glikoprotein. Replikasi terjadi di sitoplasma dan perakitan di
dalam retikulum endoplasma. Semua virus terkait secara serologi.
Flavivirus sebagian dapat ditularkan diantara vertebrata oleh nyamuk dan
sengkenit, sementara lainnya ditularkan diantara tikus dan kelelawar tanpa vektor
serangga. Sejumlah besar virus ini tersebat di seluruh dunia. Semua Flavivirus
terkait secara antigenic.
11
3.4 Klasifikasi
Klafisikasi dari infeksi virus dengue :
dan perubahan biokimia pada DF atau DHF hingga kini belum diketahui secara
pasti. Terdapat teori patogenesis dan patofisiologi DHF dan DSS yang masih
disebutkan bila seseorang terinfeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue
maka akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue
tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi bila terjadi infeksi sekunder oleh
serotipe virus dengue lainnya akan terjadi infeksi yang berat. Hal ini dikarenakan
kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak
12
dapat dinetralisasi dan cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan
bersifat oponisasi internalisasi dan akan teraktivasi dan memprodusi IL-1, IL-6,
Anak dibawah usia 2 tahun bila lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue
dan telah terjadi infeksi dari ibu ke anak tersebut maka dalam tubuh anak tersebut
Akibatnya akan terjadi proses enhancing yang akan memacu makrofag mudah
terinfeksi dan teraktivasi dan mengeluarkan interleukin-1 (IL-1), IL-6, dan tumor
dependent enhancement (ADE). Pada teori ini disebutkan bila terdapat antibodi
spesifik terhadap jenis virus tertentu akan dapat mencegah penyakit yang
13
Secondary heterologous dengue infection
Aktivasi komplemen
Pembesaran plasma
Hipovolemi
Syok
Asidosis Anoksia
Meninggal
Gambar 2. Patogenesis Terjadinya Syok pada DHF
fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit. Pada kasus berat
dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30% dan
14
Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DHF.
Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X, dan
berat dan terjadi penurunan aktivitas antitrombin III yang tidak sebanyak
fibrinogen, dan faktor VIII. Menurunya faktor koagulasi akan menambah beratnya
terjadi pada DHF tanpa syok. Peran DIC tidak menonjol dibandingkan dengan
perubahan plasma pada masa dini DHF, tetapi apabila penyakitnya memburuk
sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok akan memperberat DIC perannya
akan mencolok. Syok dan DIC akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan
vital yang biasanya diakhiri kematian. Perdarahan kulit biasanya disebabkan oleh
gangguan faktor pembekuan, dan kemungkinan besar oleh faktor DIC. Pada kasus
15
maka panas umumnya akan segera turun dan penderita sembuh sendiri (self
limiting).
b. Manifestasi Perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien penyakit DHF ialah vaskulopati,
trombositopeni, dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular
yang menyeluruh. Vaskulopati dan trombositopeni menyebabkan perdarahan pada
fase awal demam, sedangkan pada fase syok perdarahan disebabkam oleh
trombositopenia, diikuti oleh koagulopati, terutama sebagai akibat koagulasi
intravascular diseminata (KID) dan peningkatan fibrinolysis. Vaskulopati secara
klinis bermanifestasi sebagai petekie, uji bendung positif, perembesan plasma,
dan elektrolit serta protein ke dalam rongga ekstravaskuler. Pelepasan zat
anafilatoksin C3a dan C5a menjadi penyebab utama dari vaskulopati.
Pada fase awal penyakit (hari ke-1 sampai ke-4) penurunan produksi
trombosit merupakan penyebab trombositopenia. Sumsum tulang tampak
hiposeluler ringan dan megakariosit meningkat dalam bentuk fase maturase. Virus
tampaknya secara langsung menyerang myeloid dan megakariosit. Sedangkan
pada hari ke-5 sampai hari ke-8 trombositopenia terjadi dan disebabkan oleh
penghancuran trombosit dalam sirkulasi. Terjadinya kompleks imun yang melekat
pada permukaan trombosit mempermudah penghancuran trombosit oleh sistem
retikuloendotelial dalam hati dan limpa, sehingga menyebabkan trombositopenia.
Penghancuran trombosit ini dapat pula disebabkan oleh kerusakan endotel,
antibodi trombosit spesifik, atau koagulasi intravaskular diseminata.
c. Keluhan Klinis
Keluhan klinis berupa sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi,
anoreksia, mual dan muntah, serta batuk-batuk. Sakit kepala dapat menyeluruh
atau berpusat pada daerah supraorbital dan retroorbita. Nyeri di bagian otot
terutama dirasakan bila tendon dan otot-otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin
juga ditemukan pembengkakan, injeksi konjungtiva, lakrimasi dam fotofobia serta
rasa pegal di sekitar mata.
16
d. Kegagalan Sirkulasi
Syok ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tak teraba,
takanan nadi menurun sampai 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun
menjadi 110/90 mmHg atau hipotensi, disertai kulit yang teraba lembab dan
dingin, terutama pada ujung jari tangan, kaki dan hidung, penderita menjadi
lemah, gelisah sampai menurunnya kesadaran dan timbul sianosis disekitar mulut.
Syok merupakan tanda kegawatan yang harus mendapat perhatian serius, oleh
karena bila tidak diatasi sebaik-baiknya dan secepatnya dapat menyebabkan
kematian. Pasien dapat dengan cepat masuk dalam fase kritis yaitu syok berat,
pada saat itu teknan darah dan nadi tidak dapat terukur lagi. Syok dapat terjadi
dalam waktu yang sangat singkat, pasien dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam
atau sembuh cepat setelah mendapat penggantian cairan yang memadai.4
Demam Dengue Demam Berdarah Dengue
- Tidak terdapat perembesan plasma - Terdapat perembesan plasma
- Tidak disertai syok - Dapat disertai syok hipovolemik
- Perdarahan ringan - Demam tinggi, timbul mendadak, kontinu,
- Setelah suhu mereda, klinis dan nafsu kadang bifasik
makan - Berlangsung antara 2-7 hari.
membaik - Muka kemerahan (facial flushing) ,
- Prognosis lebih baik anoreksi, myalgia dan arthralgia
- Nyeri epigastrik, muntah, nyeria bdomen
difus,
- Kadang disertai sakit tenggorok
- Faring dan konjungtiva yang kemerahan
- Dapat disertai kejang demam.
17
Gambar 3. Derajat demam berdarah dengue menurut WHO-SEARO 2011
18
3.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosis demam berdarah dengue dapat dengan menilai klinis dan
laboratorium.
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan
tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan
dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik) dan pasien
tampak gelisah.
Laboratorium
19
Diagnosis infeksi virus dengue sampai saat ini masih merupakan masalah
terutama pada masa awal infeksi (initial stage). Diagnosis laboratorik jangkitan/
tularan virus dengue dapat dilakukan melalui pengasingan (isolasi) virus,
penemuan (deteksi) antigen atau uji serologis. Uji serologis didasarkan atas
timbulnya antibodi di penderita setelah jangkitan/tularan. Pada masa awal infeksi,
antibody IgG maupun IgM antidengue kadang masih belum timbul, sedangkan
gejala klinik maupun penurunan trombosit juga masih belum jelas. Penentuan
antigen NS1 dengue diharapkan dapat menemukan lebih dini adanya
jangkitan/tularan virus dengue ini. Lengkung baku (Kurva standar) yang
menggambarkan kadar antigen NS1 dengue (absorbans <1,5) tampak segaris
(linier) dengan kepekatan (konsentrasi) virus (<100 ng/ml).8
20
Gambar 6. Warning Sign untuk mendeteksi dini syok
21
3. 8 Tatalaksana
Terapi infeksi dengue hanyalah pengelolaan cairan yang adekuat menurut
WHO :
22
adekuat. menurut WHO. Handbook for Clinical Management of Dengue.
Inti dari penatalaksanaan DBD adalah terapi cairan yang baik. Terapi supportif ini
sesuai dengan patogenesis DBD yang disebabkan kebocoran plasma. Bila terapi
cairan yang diberikan tidak adekuat, pasien anak akan rentan mengalami syok
ataupun expanded dengue syndrome.
A. Terapi Cairan Demam Berdarah Dengue Pada Pasien Anak
Pasien anak bukanlah pasien dewasa yang berukuran kecil. Ada banyak aspek
yang harus diperhatikan ketika merawat pasien anak. Pasien anak memiliki sistem
organ yang sedang tumbuh, tidak sematang pasien dewasa. Terapi cairan yang
terlalu agresif atau tidak adekuat akan berbahaya bagi pasien anak. Terapi cairan
yang proporsional diharapkan akan memberikan outcome klinis yang baik.
Indikasi pemberian terapi cairan pada pasien DBD adalah:
1. Trombositopenia < 100.000/mm3
2. Peningkatan Hematokrit > 10-20%
23
3. Pasien tidak dapat makan-minum melalui jalur oral
4. Tanda-tanda syok yang jelas
Jenis cairan yang dapat dipilih adalah cairan kristaloid atau koloid. Jumlah cairan
yang diberikan bergantung fase penyakit dan berat badan pasien. Pada pasien
DBD yang memasuki fase kritis, jumlah cairan yang harus diberikan adalah
jumlah cairan rumatan ditambah deficit 5-8%. Jumlah tersebut setara dengan
jumlah cairan yang dibutuhkan pada kondisi dehidrasi sedang.
Pada pasien dengan berat badan lebih dari 40 kg, total cairan intravena
yang diberikan setara dengan 2 kali jumlah cairan rumatan. Pada pasien obesitas,
perhitungan cairan intravena
berdasar atas berat badan ideal.
24
C. Monitoring Syok
Setelah syok teratasi, pantau pasien 1-2 jam. Ulangi pemeriksaan hematokrit bila
nadi dan tensi tidak stabil (tekanan nadi cepat dan lemah) dalam 2 jam pertama.
Pemeriksaan tersebut penting untuk memutuskan apakah perlu digunakan cairan
koloid sebagai cairan pengganti. Apabila hematokrit terbukti naik dan tanda vital
tetap tidak stabil, ganti cairan kristaloid dengan cairan koloid dengan tetesan 10
mL/kgBB/jam. Pada kondisi seperti ini, mulai persiapkan darah untuk transfusi.
Pada pasien DBD derajat 4, apabila kadar hematokrit sejak awal rendah, pikirkan
kemungkinan perdarahan internal. Pantau hematokrit lebih sering. Berikan
transfusi darah segera.
Monitoring dan lakukan koreksi jika ada gangguan metabolit dan atau elektrolit
contohnya:
hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia dan asidosis. Setelah 6 jam pemberian
cairan koloid namun hematokrit terus turun dan tanda vital tetap tidak stabil,
pertimbangkan untuk pemberian transfusi darah segera. Indikasi dilakukan
transfusi darah pada pasien DBD derajat 4 adalah bila dapat dibuktikan
kehilangan darah yang bermakna secara klinis dan pasien mengalami perdarahan
yang tersembunyi. Apabila pasien mengalami kehilangan darah bermakna (>10%
volume darah total), berikan transfusi darah sesuai kebutuhan. Total volume darah
adalah 80 ml/kgBB. Dianjurkan menggunakan Packed Red Cell (PRC), namun
jika tidak tersedia maka transfusi darah segar dapat menjadi pilihan. Pada pasien
dengan perdarahan tersembunyi, jumlah transfusi yang dianjurkan adalah 10
mL/kgBB/kali (darah segar) atau 5 mL/kgBB/kali (PRC).
25
gagal ginjal akut iatrogenik. Lama pemberian yang dianjurkan tidak lebih dari 24-
48 jam.7
1. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air
sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma,
demam, muntah/diare.
2. Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a. Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
b. Kebutuhan cairan parenteral
i. Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
ii. Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
iii. Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
c. Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap
6 jam
d. Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.
Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24–48 jam
sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian
cairan.
4. Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata
laksana syok terkompensasi (compensated shock).
26
1. Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit
secarra nasal.
2. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
3. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.
5. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
6. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit. 6
27
Gambar 10. Nasihat kepada orang tua sebelum pasien dipulangkan 5
3.9 Komplikasi
a. Ensefalopati Dengue
28
mengandung HC03- dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan
laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) :
glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan
dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat
perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila
terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg
selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah
cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.
Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk
mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa.
Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya
antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam
hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi
yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa
penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.
b. Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai
akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai
sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal
ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi
dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis
diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum
teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat
terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai
akute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan
kadar ureum dan kreatinin.
29
c. Edema paru
b. Pendarahan
d. Hipotensi
e. Bradikardi
f. Kerusakan hati9
30
BAB IV
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
32