B. Prinsip Penilaian
1. Sahih, berarti penilaian didasarakan pada data yang mencerminkan
kemempuan yang diukur.
2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan criteria yang
jelas,tidak dipengaruhi subjektifitas penilaian.
3. Adil , penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik
karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang
agama,suku,budaya,adat istiadat,status social,ekonomi dan gender.
4. Terpadu,berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu
komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, criteria penilaian,dan dasar
pengmbilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang
berkepentingan.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan,berarti penilaian oleh pendidik
mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai
teknik penilaian yang sesuai,untuk memantau perkembangan
kemampuan peserta didik.
7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan
bertahap, dengan mengikuti langkah-langkah baku.
8. Beracuan criteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran
pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
9. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari
segi teknik,prosedur maupun lainnya.
C. Teknik dan Instrumen Penilaian
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik
penilain berupa tes,observasi, penugasan perseorangan atau
kelompok,dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi
dan tingkat perkembangan peserta didik.
2. Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerjs.
3. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran
berlangsung dan atau diluar kegiatan pembelajaran.
4. Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat
berbentuk tugas rumah dan atau proyek.
5. Instrument penilaian belajar yang digunakan pendidik memenuhi
persyaratan :
a. Substansi,adalah merpresentasikan kompetensi ysng dinilai,
b. Konstruksi, adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan
bentuk instrument yang digunakan
c. Bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta
komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik
6. Instrument penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam
bentuk ujian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan
substansi,konstruksi,dan bahasa serta memiliki bukti validitas empiric.
7. Instrument penilaian yang digunakan oleh pemerintah dalam bentuk
UN memenuhi persyaratan substansi,konstruksi,bahasa,dan memiliki
bukti validitas empiric serta menghasilkan skor yang dapat
diperbandingkan antar sekolah,antar daerah dan antar tahun.
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PENILAIAN KELAS
Penilaian Hasil Belajar (Achievement Evaluation) melalui Pendidikan Kelas
A. Pengertian
Penilaian kelas adalah proses pengumpulan dan penggunaan
informasi oleh guru melalui sejumlah bukti untuk membuat keputusan
tenatang pencapaian hasil belajar/kompetensi siswa.
Penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk mengetahui tingkat
penguasaan kompetensi yang ditetapkan. Penilaian kelas bersifat internal
bagaian dari pemebelajaran dan sebagai bahan untuk peningkatan mutu
hasil belajar.
B. Ciri Penilaian Kelas:
1. Belajar Tuntas (Mastery Learning):
Peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya
sebelum mampu menyelesaikan perkerjaan dengan prosedurnya yang
benar dan hasil yang baik.
Jika peserta didik dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya
(lambat,sedang dan tinggi) untuk tiap mata pelajaran dan diajarkan
sesuai dengan karakteristik mereka,maka sebagian besar dari mereka
akan mnecapai ketuntasan.
Guru harus mempertimbangkan antara waktu yang diperlukan
berdasarkan karakteristik peserta didik dan waktu yang tersedia dibawah
pengawasan guru. Peserta didik yang lambat laun perlu waktu lebih lama
dalam materi yang sama untuk mencapai ketuntasan belajar.
2. Otentik:
Penilaian yang sebenarnya (otentik) adalah menggambarkan
perkembangan belajar peserta didik apa adanya.Memandang penilaian
dan pembelajarnya secara terpadu,dlaam arti penilaian berdasarkan
proses pembelajaran (soal sesuai dengan materi pelajaran yang
diajarkan).Mencerminkan dunia nyata bukan dunia sekolah.
Menggunakan berbagai cara dan criteria. Penilaian secara holistic yaitu
mencapai kompetensi pengetahuan,sikap,keterampilan yang utuh dan
menyeluruh.
3. Berkesinmabungan
Memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil yang terus menenrus
dalam bentuk Ulangan Harian,Ulangan Tengah Semester,Ulangan Akhir
Semester dan Ulangan Kenaikan Kelas.
Ulangan harian ,selesai beberapa indicator atau satu Kompetensi
Dasar
Ulangan Tengah Semester ,selesai beberapa Kompetensi Dasar
Ulangan Akhir Semester ,selesai semua Kompetensi Dasar
Semester tersebut.
Ulangan Kenaikan Kelas , selesai semua Kompetensi Dasar
semester ganjil dan genap dengan penekanan pada semester
genap.
4. Berdasarkan acuan criteria/patokan:
Prestasi/kemampuan peserta didik tidak dibandingkan dengan prestasi
kelompoknya tapi dengan membandingkan prestasi/kemampuan yang
dimilikinya dengan patokan yang ditetapkan.
5. Menggunakan alat penilaian yang bervariasi yaitu tes dan non tes:
Tes : Tes lisan dan tes tertulis untuk menilai pencapaian tujuan ranah
kogniti(pengetahuan/knowledge,pemahaman/comprehension,penererapa
n/application,
Menguraikan/analysis,menyimpulkan/synopsis dan penilaian/evaluation).
Tes perbuatan/prkatek/kinerja/unjuk kerja: penilaian produk,penilaian
proyrk,penilaian portofolio untuk menilai pencapaian tujuan ranah
psikomotor(keterampilan).
Non tes : Pengamatan (Observasi),Wawancara(Interview), Angket untuk
menilai pencapaian tujuan ranah afektif (nilai,sikap,perilaku,konsep diri).
C. Teknik/Cara Penilaian Kelas
1. Unjuk kerja (Performance):
Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan
mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Atau
penilaian terhadap aktifitas yang ditampilkan oleh peserta didik. Cara
penilaian ini lebih mencerminkan kemampuan yang sebenarnya daripada
menggunakan tes tertulis.
Teknik penilaian ini cocok untuk: penyajian lisan (keterampilan
berbicara,berpidato,baca puisi,berdiskusi) menari,memainkan alat
music,olahraga,menggunakan peralatan laboratorium,mengoperasikan
suatu alat.
Teknik penilaia untuk kerja mengguankan:
a. Skala Rentang (Rating Scale)
Penilaian untuk kerja dengan skala rentang,mengguankan pilihan
kategori nilai
lebih dari dua. Seperti contoh dibawah ini:
Contoh :
Instrumen Penilaian Dengan Skala Rentang
Petunjuk :
Beri lingkaran pada angka yang sesuai untuk setiap kemampuan
yang teramati pada waktu anak berpodato
1. Bila tidak pernah
2. Bila jarang
3. Bila kadang-kadang
4. Bila siswa selalu melakukan
Nama : Rina
1. Ekspresi baik
A. Berdiri tegak melihat pada penonton
1 2 3 4
B. Mengubah ekpresi wajah sesuai dengan pernyataan
1 2 3 4
C. Mata melihat ke penonton
1 2 3 4
2. Ekspresi suara
A. Berbicara dengan kata-kata yang jelas
1 2 3 4
B. Nada suaranya berubah-ubah sesuai pernyataan
1 2 3 4
C. Berbicara cukup keras
1 2 3 4
Cara menilai :
Nilai maksima l= 24 : 24 x 100 = 100
Misalnya : Skor 1.A=3 B =2 C=4 2. A=1 B=4 C=3
Jadi nilai Rina= 17 : 24 x 100 = 70,83
b. Daftar Cek (Checklist) Ya-Tidak
Dalam teknik penilaian menggunakan daftar cek,peserta didik
mendapat nilai jika criteria penguasaan kemampauan tertentu
dapat diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, tidak dapat
nilai. Seperti contoh berikut ini:
Contoh:
Instrument Penilaian Dengan Daftar Cek
Nama : Rina
1. Ekspresi baik
…. A. berdiri tegak melihat penonton
….B. merubah ekspresi wajah sesuai dengan pernyataan
….C. mata melihat kepada penonton
2. Ekspresi suara
….A. berbicara dengan kata-kata yang jelas
….B. nada suaranya berubah-ubah sesuai pernyataan
….C. berbicara cukup keras
2. Penguasan/Proyek (Project) :
Penilaian proyek adalah penilaian terhadap suatu tugas
penyelidikan/penelitian yang harus dislesaikan dalam waktu tertentu,berupa
laporan tertulis/makalah/karya ilmiah,dengan tahapan:
perencanaan,pengumpulan data,pengolahan data,penyajian data.
Contoh: tentang kegiatan proyek; penelitian sederhana tentang air dirumah
dan penelitian tentang perkembangan harga sembako.
Penilaian proyek untuk mengetahui pengetahuan,pemahaman dalam bidang
tertentu dan mengaplikasikannya dalam penyelidikan serta untuk mengetahui
kemampuan peserta didik dalam mengkomunikasikan hasil penelitianya
secara jelas.
Teknik penilaian proyek dapat menggunakan daftar cek atau skala rentang.
Seperti contoh berikut ini:
Contoh : Format Penilaian Tugas proyek
Kriteria dan Skor
Aspek
3 2 1
Skor Nilai
Tahap Uraian
1,2,3
Keterangan:
1=Kurang 2=Cukup 3=Baik
Nilai Maksimal= 6:6x100=100
Misalnya : Skor puisi sikap=2, hasil kerja=3. Jadi Nilai Ani= 5:6x100=83,33
6. Penilaian Sikap
Penilaian sikap adalah penilaian terhadap sikap dan perilaku peserta didik selama
berada disekolah didalam maupun diluar kelas.
Sikap adalah tindakan seseorang merespon suatu obyek,atau ekspresi dari nilai-
nilai/pandangan hidup yang dimiliki seseorang. Sikap terdiri dari 3 komponen yaitu
afektif,kognitif dan konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh
seseorang atau penilaian seseorang terhadap suatu obyek. Komponen kognitif
adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang mengenai suatu obyek. Komponen
konatif adalah berprilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu dengan kehadiran
suatu obyek sikap.
Obyek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran adalah:
a. Sikap terhadap mata pelajaran
Peserta didik yang mempunyai sikap positif terhadap materi pelajaran akan tumbuh
dan berkembang minat belajar,lebih mudah diberikan motivasi,lebih mudah
menyerap materi pelajaran.
b. Sikap terhadap guru
Peserta didik yang mempunyai sikap positif terhadap guru akan mudah menyerap
materi pelajaran karena tidak mengabaikan hal-hal yang diajarkan oleh guru.
c. Sikap terhadap proses pembelajaran
Peserta didik yang mempunyai sikap positif terhadap pembelajaran akan mudah
dimotivasi untuk belajar sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal.
d. Sikap berkaitan dengan nilai-nilai atau norma tertentu berhubungan dengan
suatu materi pelajaran.
Misalnya, peserta didik memiliki sikap positif terhadap program perlindungan satwa
liar. Peserta didik memiliki sikap negative terhadap kegiatan ekspor kayu
gelondongan ke luar negeri.
Teknik penilaian sikap yaitu:
a. Observasi perilaku
adalah pengamatan yang dilakukan oleh guru untuk meniai sikap dan perilaku
peserta didik dengan menggunakan buku catatan harian yang mencatat kejadian-
kejadian yang berkaitan dengan peserta didik disekolah. Catatan tersebut
bermanfaat dalam pnilaian perkembangan peserta didik secara keseluruhan.
Contoh : Format Buku Catatan Harian
NO Hari/Tanggal Nama Peserta Didik Kejadian Positif/Negatif
b. Pertanyaan langsung
Guru bertanya langsung kepada peserta didik,misalnya tentang tanggapannya
terhadap tata tertib baru disekolah. Guru menilai jawaban peserta didik untuk
mengetahui sikapnya terhadap tata tertib sekolah tersebut. Dengan mengetahui
sikap peserta didik terhadap suatu hal disekolah,guru dapat membina mereka.
c. Laporan pribadi
Peserta didik membuat tulisan yang berisi tentang pandangan/tanggapan tentang
suatu hal. Misalnya: peserta didik diminta menulis pandangannya tentang tauran
antar pelajar. Guru menilai sikap peserta didik melalui hasil tulisan peserta didik
tersebut.
Contoh : Format Penilaian sikap dalam praktek IPA
Perilaku
Bekerja Bekerja
NO Nama Inisiatif Perhatian Nilai
sama Sistematis
1,2,3,4 1,2,3,4
1,2,3,4 1,2,3,4
1 Rizky
2 Fadhilah
3 Vina
4 ….
Keterangan:
1=tidak pernah 2=kadang-kadang 3=sering 4=selalu
Nilai maksimal=16:16x100=100
Misalnya : Skor bekerja sama Rizky =2,inisiatif=3,perhatian=4,bekerja sistematis=1
Jadi Nilai Rizky = 10:16x100=62,50
7. Penilaian diri
Penilaian diri adalah penilaian terhdap diri sendiri,tentang pencapaian hasil belajar
yang dilakukan secara jujur untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan tentang
penguasaan materi pelajaran sehingga menyadarkan dirinya untuk belajar lebih giat
lagi.
Contoh : Format Penilaian Diri
Nama : Adi
Partisipasi dalam diskusi Kelompok
KRITERIA PENETAPAN
KETUNTASAN KKM
INDIKATO KKM KKM
SK KD Daya INDIKATO
R Kompleksit Intak KD SK
Dukun R
as e
g
1… 1.1…
1.1.1…. 75 90 70 78,33
. .
1.1.2…. 55 80 70 68,33
1.1.3…. 78 85 70 77,66 74,77
1.2… 1.2.1….
70 5 70 71,66
.
1.2.2 60 65 65 63.33 67,49 71.13
2… 2.1… 2.1.1….
70 80 70 73,33
. .
2.2.1…. 80 70 75 75 74,16
2.2… 2.2.1….
70 65 70 68,33
.
2.2.2…. 80 75 75 76,66 72,49 73,32
KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) MATA PELAJARAN : 72,22 = 72
Mengetahui,
Jakarta,…………..2011
Kepala SMPN…Jakarta
NIP.
NIP.
Kompetensi No.Urut
Indikator Bentuk
Dasar dan
No. Materi
Indikator Soal
Soal Soal
Pencapaian
1 2 3 4 5 6
A. ASPEK AFEKTIF
1. Pengertian Ranah Afektif
Dalam proses belajar mengajar, terdapat empat unsur utama yaitu tujuan,
materi, metode dan alat serta evaluasi. Tujuan pada hakikatnya merupakan
rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai siswa setelah menempuh
pengalaman belajar. Materi merupakan seperangkat pengetahuan ilmiah yang
disampaikan dalam proses belajar mengajar agar sampai pada tujuan yang
ditetapkan, sedangkan metode dan alat merupakan cara yang digunakan dalam
mencapai tujuan. Adapun untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan itu
tercapai atau tidak maka diperlukan evaluasi. Dari evaluasi itu akan diketaui hasil
belajar atau kemampuan yang dimiliki siswa setelah proses belajar.
Dari kedua pengertian nilai tersebut, dalam hubungannya dengan proses belajar
mengajar, siswa mampu menghayati sebuah fenomena sehingga ia dapat
membedakan benar dan salah, baik dan buruk dan mana yang lebih penting dalam
hidup.
4) Apresiasi
Apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap suatu benda baik abstrak
maupun kongkret yang memiliki nilai luhur dan umumnya dikaitkan dengan karya
seni. Menurut Chaplin yang dikutip oleh Muhibbin Syah, apresiasi berarti “suatu
pertimbangan (judgment) mengenai arti penting atau nilai sesuatu”. Dalam proses
belajar mengajar, apresiasi dapat dilihat dari perilaku siswa menghargai guru dan
teman, menghargai waktu belajar dan tahu hal-hal yang lebih penting dalam hidup.
5) Penyesuaian (adjustment)
Penyesuaian merupakan aspek afektif yang mengontrol perilaku siswa sesuai
dengan prinsip-prinsip yang tertanam dalam dirinya. Jadi adjustment dapat diartikan
sebagai penguasaan; yaitu kemampuan membuat rencana dan mengatur respon-
respon sedemikian rupa sehingga dapat menguasai/menanggapi segala macam
konflik atau masalah. Sebagai contoh, siswa melakukan latihan diri dalam
memecahkan masalah berdasarkan konsep bahan yang telah diperolehnya atau
menggunakannya dalam praktek kehidupannya
B. ASPEK KOGNITIF
Taksonomi Bloom adalah penggolongan atau klasifikasi tujuan pendidikan,
ada yang menyebutnya sebagai perilaku intelektual (intellectual behavior), yang
secara garis besar dibagi menjadi 3 ranah atau kawasan, yaitu: (1) Ranah Kognitif
(berkaitan dengan kognisi atau penalaran atau cipta), (2) Ranah Afektif (berkaitan
dengan afeksi atau rasa), (3) Ranah Psikomotor (berkaitan dengan gerak jasmani
atau karya).
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).
Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk
dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir,
termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi,
menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif ini
terdapat enam aspek atau jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah
sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang
dimaksud adalah:
1.Pengetahuan (Knowledge)
Merupakan kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, prosedur
atau istilah yang telah dipelajari (recall data or information). Tingkatan ini merupakan
tingkatan yang paling rendah namun menjadi prasyarat bagi tingkatan selanjutnya.
Kemampuan yang dimiliki hanya kemampuan menangkap informasi kemudian
menyatakan kembali informasi tersebut tanpa memahaminya. Contoh kata kerja
yang digunakan yaitu: mendefinisikan, menguraikan, menyebut satu per satu,
mengidentifikasi, memberikan nama, mendaftar, mencocokkan, membaca,
mencatat, mereproduksi, memilih, menetapkan, serta menggambarkan.
2.Pemahaman (Comprehension)
Merupakan kemampuan untuk memahami arti, interpolasi, interpretasi instruksi
(pengarahan) dan masalah. Munaf (2001: 69) mengemukakan bahwa “pemahaman
merupakan salah satu jenjang kemampuan dalam proses berpikir di mana siswa
dituntut untuk memahami yang berarti mengetahui sesuatu hal dan melihatnya dari
berbagai segi”. Pada tingkatan ini, selain hafal, siswa juga harus memahami makna
yang terkandung, misalnya dapat menjelaskan suatu gejala, dapat
menginterpretasikan grafik, bagan atau diagram serta dapat menjelaskan konsep
atau prinsip dengan kata-kata sendiri. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu:
menyajikan, menggolongkan, mengutip, mengubah, menguraikan, mendiskusikan,
memperkirakan, menjelaskan, menyamaratakan, memberi contoh-contoh,
menginterpretasikan, menjelaskan, mengemukakan kembali (dengan kata-kata
sendiri), meringkas, meniru, serta memahami.
3.Penerapan (Application)
Merupakan kemampuan untuk menggunakan konsep dalam situasi baru atau
pada situasi konkret. Tingkatan ini merupakan jenjang yang lebih tinggi dari
pemahaman. Kemampuan yang diperoleh meliputi kemampuan untuk menerapkan
prinsip, konsep, teori, hukum maupun metode yang dipelajarinya dalam situasi baru.
Kata kerja yang digunakan yaitu: mempraktikkan, mengurus, mengartikulasikan,
menilai, memetakan, mengumpulkan, menghitung, membangun, menyokong,
mengontrol, menentukan, berkembang, menemukan, menetapkan, menyampaikan,
melaksanakan, memasukkan, menginformasikan, menginstruksikan, menerapkan,
mengambil bagian, meramalkan, mempersiapkan, memelihara, menghasilkan,
memproyeksikan, menyediakan, menghubungkan, melaporkan, mempertunjukkan,
memecahkan, mengajar, memindahkan, menggunakan, serta memanfaatkan.
4.Analisis (Analysis)
Merupakan kemampuan untuk memilah materi atau konsep ke dalam bagian-
bagian sehingga struktur susunannya dapat dipahami. Dengan analisis diharapkan
seorang siswa dapat memilah integritas menjadi bagian-bagian yang lebih rinci atau
lebih terurai dan memahami hubungan-hubungan bagian-bagian tersebut satu sama
lain. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menganalisa, membandingkan, dan
mengklasifikasikan.
5.Sintesis (Synthesis)
Merupakan kemampuan untuk mengintegrasikan baian-bagian yang terpisah
menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Munaf (2001: 73) menyatakan bahwa
kemampaun sintesis merupakan kemampuan menggabungkan bagian-bagian
(unsur-unsur) sehingga terjelma pola yang berkaitan secara logis atau mengambil
kesimpulan-kesimpulan dari peristiwa-peristiwa yang ada hubungannya satu sama
lainnya. Kemampuan ini misalnya dalam merencanakan eksperimen, menyusun
karangan, menggabungkan objek-objek yang memiliki sifat sama ke dalam suatu
klasifikasi. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu, menghasilkan, merumuskan,
dan mengorganisasikan.
6.Evaluasi (Evaluation)
Merupakan kemampuan untuk membuat pertimbangan (penilaian) terhadap
suatu situasi, nilai-nilai atau ide-ide. Kemampuan ini merupakan kemampuan
tertinggi dari kemampuan lainya. Evalusi adalah kemampuan memberikan
keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara
kerja, materi dan kriteria tertentu. Untuk dapat membuat suatu penilaian, seseorang
harus memahami, dapat menerapkan, menganalisis dan mensintesis terlebih
dahulu. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu: menilai, membandingkan,
menyimpulkan, mengkritik, mempertahankan pendapat, membedakan, menafsirkan,
mendukung, memberikan alasan, serta memutuskan.
BAB V
INSTRUMEN PENGUKURAN HASIL BELAJAR
a) Penilaian Sikap
a) . Observasi
Teks laporan hasil observasi adalah teks yang memuat penjabaran
umum atau melaporkan sesuatu berupa hasil dari pengamatan (observasi).
Teks laporan observasi disebut juga sebagai teks klasifikasi. Disebut teks
klasifikasi karena berisi klasifikasi tentang jenis-jenis sesuatu berdasarkan
kriteria tertentu. Teks laporan hasil observasi memiliki sifat faktual atau
berdasarkan fakta yang ada.
Teks laporan hasil observasi merupakan sebuah teks yang akan
memaparkan hasil observasi secara sistematik dan objektif berdasarkan
kenyataan atau fakta yang ada.Teks laporan hasil observasi
mendeskripsikan tentang bentuk, ciri, dan sifat umum suatu objek. Objek yng
dideskripsikan dapat berupa manusia, benda, hewan, tumbuhan, atau
berbagai peristiwa yang terjadi di dunia ini.
Teks laporan hasil obeservasi dan teks deskripsi hampir mempunyai
kesamaan. Persamaannya adalah sama-sama menyampaikan suatu
informasi berdasarkan fakta yang ada. Kedua teks tersebut memiliki
perbedaan pada sifatnya.
Perbedaan sifat tersebut adalah jika teks laporan hasil wawancara
sifatnya universal yang di dalamnya ada klasifikasi dan fakta deskripsi,
sedangkan teks deskripsi bersifat unik dan individual yang di dalamnya ada
deskripsi spesifik.
Adapun sifat-sifat teks laporan hasil observasi adalah sebagai berikut.
Bersifat informatif.
Bersifat komunikatif.
Bersifat objektif
Tujuan Teks Laporan Hasil Observasi
Dibawah ini merupakan beberapa tujuan dibuatnya teks laporan hasil observasi
adalah, sebagai berikut.
Struktur utama teks laporan hasil observasi dibedakan menjadi 2 struktur, yakni :
Selain itu, ada juga struktur lain dari teks laporan observasi. Struktur lain dari teks
laporan observasi adalah sebagai berikut.
Berikut ini merupakan ciri-ciri bahasa yang digunakan dalam teks laporan hasil
observasi.
Menggunakan frasa nomina yang diikuti penjenis dan pendeskripsi.
Menggunakan verba relasional. Contohnya : ialah, merupakan, adalah, yaitu,
digolongkan, termasuk, meliputi, terdiri atas, disebut, dan lain sebagainya.
Menggunakan verba aktif alam guna menjelaskan perilaku.Contohnya :
bertelur, membuat, hidup, makan, tidur, dan lain-lain.
Menggunakan kata penghubung yang menyatakan tambahan (dan, serta),
perbedaan (berbeda dengan), persamaan (sebagaimana, seperti halnya),
pertentangan (tetapi, sedangkan, namun), dan pilihan (atau).
Menggunakan paragraf dengan kalimat utama guna menyusun informasi
utama, diikuti rincian aspek yang akan dilaporkan dalam beberapa paragraf.
Menggunakan kata keilmuwan atau teknis. Contohnya : herbivora,
degeneratif, osteoporosis, mutualisme, parasitisme, pembuluh vena,
leukimia, syndrom, phobia, dan lain sebagainya.
Pelaksanaan Masalah
Satu kesulitan yang sering dihadapi guru ketika membuat penilaian diri
adalah membantu siswa mengembangkan pemahaman mereka tentang proses
belajar dan peduli terhadap kemajuan pemahaman mereka. Tanggapan pertama
siswa dalam mengevaluasi pekerjaan mereka biasanya simpel dan umum: “saya
menyukai ini”, atau “saya rasa saya mengerjakan ini dengan baik”
Sehubungan dengan penilaian diri siswa dalam kelas agar dapat memberi manfaat
bagi guru maupun siswa, dapat diidentifikasi 4 strategi yang dapat digunakan yaitu:
2. Questioning skills
Strategi ini merupakan bagian dari proses untuk mendorong siswa terpikir
pada semua tingkatan berpikir, mulai dari pengetahuan dasar sampai evaluasi dan
penilaian secara analisis.
3. Grafhic organizers
Strategi ini merupakan salah satu teknik untuk membantu siswa menjadi
mahir dan cakap dalam merefleksikan pekerjaan mereka.
Menurut Paul Black dan Dylan Wiliam (1998), ada hal-hal yang harus
dilakukan guru untuk memberikan kesempatan kepada siswa dalam melakukan
penilaian diri. mereka menganjurkan kepada guru untuk melakukan hal berikut:
Petunjuk:
Pilihlah warna yang sesuai dengan keadaan dan pengalaman anda, dengan
ketentuan warna sebagai berikut:
Komentar siswa……………………
(……………)
NIP
Contoh kartu laporan hasil penilaian diri siswa profil kelas
Permendiknas No. 22 tahun 2006 menyatakan bahwa Standar Isi (SI) Untuk
satuan Pendidikan Dasar dan Menengah mencakup lingkup materi minimal dan
tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Di dalam SI dijelaskan bahwa kegiatan
pembelajaran dalam KTSP meliputi tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur. Tatap muka adalah pertemuan formal antara pendidik dan
peserta didik dalam pembelajaran di kelas. Penugasan terstruktur dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran berupa pendalaman materi
pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai
standar kompetensi. Waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh
pendidik, sedangkan waktu penyelesaian kegiatan mandiri tidak terstruktur diatur
sendiri oleh peserta didik. Sejalan dengan ketentuan tersebut, penilaian dalam KTSP
harus dirancang untuk dapat mengukur dan memberikan informasi mengenai
pencapaian kompetensi peserta didik yang diperoleh melalui kegiatan tatap muka,
penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Berbagai macam
teknik penilaian dapat dilakukan secara komplementer (saling melengkapi) sesuai
dengan kompetensi yang dinilai.
2. Aspek Penilaian
Penilaian dilakukan secara menyeluruh yaitu mencakup semua aspek
kompetensi yang meliputi kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Kemampuan kognitif adalah kemampuan berpikir yang menurut taksonomi Bloom
secara hierarkis terdiri atas pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi. Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan
berdasarkan hapalan saja. Pada tingkat pemahaman, peserta didik dituntut untuk
menyatakan jawaban atas pertanyaan dengan kata-katanya sendiri. Misalnya,
menjelaskan suatu prinsip atau konsep. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut
untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam suatu situasi yang baru. Pada tingkat
analisis, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa
bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat, dan menemukan
hubungan sebab akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut merangkum
suatu cerita, komposisi, hipotesis, atau teorinya sendiri, dan mensintesiskan
pengetahuan. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi, seperti
bukti sejarah, editorial, teori-teori, dan termasuk di dalamnya melakukan judgement
(pertimbangan) terhadap hasil analisis untuk membuat keputusan.Kemampuan
psikomotor melibatkan gerak adaptif (adaptive movement) atau gerak terlatih dan
keterampilan komunikasi berkesinambungan (nondiscursivecommunication) –
(Harrow, 1972). Gerak adaptif terdiri atas keterampilan adaptif sederhana (simple
adaptive skill), keterampilan adaptif gabungan (compound adaptive skill), dan
keterampilan adaptif komplek (complex adaptive skill). Keterampilan komunikasi
berkesinambungan mencakup gerak ekspresif (expressive movement) dan gerak
interpretatif (interpretative movement). Keterampilan adaptif sederhana dapat
dilatihkan dalam berbagai mata pelajaran, seperti bentuk keterampilan
menggunakan peralatan laboratorium IPA. Keterampilan adaptif gabungan,
keterampilan adaptif komplek, dan keterampilan komunikasi berkesinambungan baik
gerak ekspresif maupun gerak interpretatif dapat dilatihkan dalam mata pelajaran
Seni Budaya dan Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Kondisi afektif
peserta didik berhubungan dengan sikap, minat, dan/atau nilai-nilai. Kondisi ini tidak
dapat dideteksi dengan tes, tetapi dapat diperoleh melalui angket, inventori, atau
pengamatan yang sistematik dan berkelanjutan. Sistematik berarti pengamatan
mengikuti suatu prosedur tertentu, sedangkan berkelanjutan memiliki arti
pengukuran dan penilaian yang dilakukan secara terus menerus. Dalam laporan
hasil belajar peserta didik, terdapat komponen pengetahuan yang umumnya
merupakan representasi aspek kognitif, komponen praktik yang melibatkan aspek
psikomotorik, dan komponen sikap yang berkaitandengan kondisi afektif peserta
didik terhadap mata pelajaran tertentu.
d) Jurnal
b. tes simulasi
Dalam memilih teknik penilaian untuk kelompok mata pelajaran jasmani pendidik
perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
a) Tes tertulis
Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk
memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang
seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat (Indrakusuma,
1993:21). Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa, didalamnya terdapat
pengertian-pengertian:
a) Tes itu adalah hanya merupakan alat dan bukan merupakan tujuan.
Sedangkan tujuannya adalah terletak pada apakah maksud kita
memberikan tes itu.
b) Alat itu telah disusun secara sistematis dan objektif, menurut syarat-
syarat tertentu. Meskipun dalam kenyataannya tidak ada tes yang
seratus persen sistematis dan objektif. Sebab tes itu juga buatan
manusia.
c) Dengan adanya tes yang telah disusun secara sistematis dan objektif
itu, maka hasil yang diperoleh dari tes atau alat itu boleh dikatakan
akan tepat. Artinya benar-benar akan memberikan gambaran yang
sesuai dengan keadaannya
d) Bahwa dengan dipergunakannya tes sebagai alat untuk memperoleh
data-data itu, dapat dilaksanakan secara tepat tidak memakan waktu
yang lama. Untuk memperoleh suatu data tidak perlu berhari-hari,
bahkan cukup beberapa jam saja.
e) Sedang keterangan-keterangan apa yang diinginkan, ini bergantung
pada maksud serta alat yang kita berikan. Misalnya, jika kita
menginginkan keterangan tentang kecakapan anak dalam hal berhiting
maka kita pergunakan tes berhitung, bukan tes bahasa, dan
sebagainya.
Jadi, tes tulis adalah tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik
dengan memberikan jawaban tertulis.
Dalam hal ini kita bedakan atas dua bentuk tes tulis yaitu sebagai berikut:
1. Tes Subjektif
Yang pada umumnya berbentuk tes esai (uraian) tes bentuk esai adalah
sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat
pembahasan atau uraian kata-kata. Ciri-ciri pertanyaanya didahului dengan
kata-kata seperti, uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan,
simpulkan, dan sebagainya (Arikunto, 2005:162).
Soal-soal bentuk esai biasanya jumlahnya tidak banyak, hanya sekedar 5-10
buah soal dalam waktu kira-kira 90-120 menit. Soal-soal bentuk esai ini
menuntut kemampuan siswa untuk dapat mengorganisir, menginterprestasi,
menghubungkan pengertian-pengertian yang telah dimiliki. Dengan singkat
dapat dikatakan bahwa tes esai menuntut untuk dapat mengingat-ingat dan
mengenal kembali dan terutama harus mempunyai daya kreativitas yang
tinggi.
a) Persiapan untuk menyusun jauh lebih sulit dari pada tes esai karena soalnya
banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelamahan yang lain.
b) Soal-soal cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan
kembali saja dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi.
c) Banyak kesempatan untuk main untung-untungan.
d) Kerjasama antarsiswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.
1) Kesulitan menyusun tes objektif dapat diatasi dengan jalan banyak berlatih
terus menerus hingga betul-betul mahir.
2) Menggunakan tabel spesifikasi untuk mengatasi kelemahan nomor satu dan
dua.
3) Menggunakan norma/standar penilaian yang memperhitungkan faktor
tebakan (guessing) yang bersifat spekulatif itu.
2. Tes obyektif
1) Tes benar-salah (true-false)
Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan (statement). Statement tersebut
ada yang benar dan ada yang salah. Orang yang ditanya bertugas untuk
menandai masing-masing pernyataan itu dengan melingkari huruf B jika
pernyataan itu betul menurut pendapatnya dan melingkari huruf S jika
pernyataannya salah.
2) Tes pilihan ganda (multiple choice test)
Multiple choice test terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang
suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus
memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan.
Atau Multiple choice test terdiri atas bagian keterangan (stem) dan bagian
kemungkinan jawaban atau alternatif (option). Kemungkinan jawaban (option)
terdiri atas satu jawaban benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh.
3) Menjodohkan (matching test)
Matching test dapat kita ganti dengan istilah mempertandingkan,
mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test terdiri atas
satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan
mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri jawaban. Tugas murid ialah
mencari dan menempatkan jawaban-jawaban sehingga sesuai atau cocok
dengan pertanyaannya
4) Tes isian (completion test)
Completion test biasa kita sebut dengan istilah tes isian, tes
menyempurnakan, atau tes melengkapi. Completion test terdiri atas kalimat-
kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang
dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini adalah merupakan pengertian
yang kita minta dari murid.
Pelaksanaan tes tertulis
Nurkanca, dkk (1986:58) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan suatu tes
tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian. Adapun hal-hal
tersebut antara lain:
1) Ruangan tempat tes di laksanakan hendaknya diusahakan setenang
mungkin.
2) Murid-murid harus diperingatkan bahwa mereka tidak boleh bekerja sebelum
ada tenda untuk mulai. Hal ini untuk mengatur agar semua murid mulai
bekerja pada saat yang sama.
3) Selama murid-murid bekerja para pengawas tes dapat berjalan-jalan, dengan
catatan tidak mengganggu suasana, untuk mengawasi apakah murid-murid
bekerja secara wajar atau tidak. Murid-murid yang melanggar tata tertib tes
dapat dikeluarkan dari ruang tes.
4) Apabila waktu yang ditentukan telah habis maka semua pengikut tes
diperintahkan untuk berhenti bekerja dan segera meninggalkan ruangan tes
secara tertib. Para pengawas tes segera mengumpulkan lembaran-lembaran
tes dan lembaran-lembaran jawaban peserta tes.
5) Setelah lat-alat terkumpulkan maka pengawas tes supaya mengisi catatan-
catatan tentang kejadian penting yang terjadi selama tes berlangsung.
b) Tes Lisan
Tes lisan adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya
jawab secara langsung antara pendidik dan peserta didik.
c) Penugasan
Pengertian Metode Penugasan atau metode pemberian tugas adalah cara dalam
proses belajar mengajar dengan jalan memberi tugas kepada siswa. Tugas-
tugas itu dapat berupa mengikhtisarkan karangan, (dari surat kabar, majalah
atau buku bacaan) membuat kliping, mengumpulkan gambar, perangko, dan dapat
pula menyusun karangan. Metode pemberian tugas, dianjurkan antara lain
untuk mendukung metode ceramah, inkuiri, VCT. Penggunaan metode ini
memerlukan pemberian tugas dengan baik, baik ruang lingkup maupun
bahannya. Pelaksanaannya dapat diberikan secara individual maupun kelompok.
Dalam proses pembelajaran, siswa hendaknya didorong untuk melakukan
kegiatan yang dapat menumbuhkan proses kegiatan kreatif. Oleh karena itu
metode pemberian tugas dapat dipergunakan untuk mendukung metode
pembelajaran yang lain
Metode pemberian tugas yang digunakan secara tepat dan terencana dapat
bermanfaat untuk:
1. Hasil pelajaran lebih tahan lama dan membekas dalam ingatan siswa.
2. Siswa belajar dan mengembangkan inisiatif dan sikap mandiri.
3. Memberikan kebiasaan untuk disiplin dan giat belajar.
4. Dapat mempraktekkan hasil-hasil teori dalam kehidupan yang nyata.
5. Dapat memperdalam pengetahuan siswa dalam spesialisasi tertentu.
Oleh karena itu, metode penugasan tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan.
Maka guru perlu memperhatikan saran-saran pelaksanaan, sebagai berikut:
a) Tes Praktik
Untuk mengamati penilaian kerja peserta didik dapat menggunakan alat atau
instrumen lembar pengamatan atau observasi dengan:
1. Daftar Cek (Check List)
Penilaian kompetensi keterampilan dapat dilakukan dengan menggunakan
daftar cek (baik atau tidak baik, bisa atau tidak bisa). Dengan menggunakan
daftar cek, peserta didik mendapat nilai baik atau mampu apabila ditampilkan
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh guru. Begitu sebaliknya.
Kelemahan cara ini adalah penilaian hanya mempunyai dua pilihan mutlak,
misalnya benar-salah, mampu-tidak mampu, terampil-tidak terampil. Dengan
demikian, skor yang diperoleh peserta didik bersifat rigit atau kaku dan tidak
terdapat nilai tengah. Namun daftar cek lebih praktis digunakan mengamati
subjek dalam jumlah besar dan hasilnya kontras.
2. Skala Penilaian (Rating Scale)
Penilaian kompetensi keterampilan yang menggunakan skala penilaian
memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan
kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinu di mana pilihan
kategori nilai lebih dari dua. Skala penilaian terentang dari tidak sempurna
sampai sangat sempurna. Misalnya: 1 = kurang kompeten, 2 = cukup
kompeten, 3 = kompeten, dan 4 = sangat kompeten.[6]
Berikut ini adalah beberapa langkah yang harus dilakukan dalam merencanakan
tes praktik.
1. Menentukan kompetensi yang penting untuk dinilai melalui tes praktik.
2. Menyusun indikator hasil belajar berdasarkan kompetensi yang akan dinilai.
3. Menguraikan kriteria yang menunjukkan capaian indikator hasil pencapaian
kompetensi
4. Menyusun kriteria ke dalam rubrik penilaian.
5. Menyusun tugas sesuai dengan rubrik penilaian.
6. Mengujicobakan tugas jika terkait dengan kegiatan praktikum atau
penggunaan alat.
7. Memperbaiki berdasarkan hasil uji coba, jika dilakukan uji coba.
8. Menyusun kriteria/batas kelulusan/batas standar minimal capaian
kompetensi peserta didik.
Berikut ini adalah beberapa langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan
tes praktik.
1. Menyampaikan rubrik sebelum pelaksanaan penilaian kepada peserta didik.
2. Memberikan pemahaman yang sama kepada peserta didik tentang kriteria
penilaian.
3. Menyampaikan tugas kepada peserta didik.
4. Memeriksa kesediaan alat dan bahan yang digunakan untuk tes praktik.
5. Melaksanakan penilaian selama rentang waktu yang direncanakan.
6. Membandingkan kinerja peserta didik dengan rubrik penilaian.
7. Melakukan penilaian dilakukan secara individual.
8. Mencatat hasil penilaian.
9. Mendokumentasikan hasil penilaian.
Pelaporan hasil penilaian sebagai umpan balik terhadap penilaian melalui tes
praktik harus memperhatikan beberapa hal berikut ini.
1. Keputusan diambil berdasarkan tingkat capaian kompetensi peserta didik.
2. Pelaporan diberikan dalam bentuk angka dan atau kategori kemampuan
dengan dilengkapi oleh deskripsi yang bermakna.
3. Pelaporan bersifat tertulis.
4. Pelaporan disampaikan kepada peserta didik dan orangtua peserta didik.
5. Pelaporan bersifat komunikatif, dapat dipahami oleh peserta didik dan
orangtua peserta didik.
6. Pelaporan mencantumkan pertimbangan atau keputusan terhadap capaian
kinerja peserta didik.
Tugas dan rubrik merupakan instrumen dalam tes praktik. Berikut ini akan
diuraikan standar tugas dan rubrik.
a. Acuan Kualitas Tugas
1. Tugas-tugas untuk tes praktik harus memenuhi beberapa acuan kualitas
berikut.
2. Tugas mengarahkan peserta didik untuk menunjukkan capaian hasil belajar.
3. Tugas dapat dikerjakan oleh peserta didik.
4. Mencantumkan waktu/kurun waktu pengerjaan tugas.
5. Sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik,
6. Sesuai dengan konten/cakupan kurikulum
7. Tugas bersifat adil (tidak bias gender dan latar belakang sosial ekonomi)
b) Proyek
A. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based
Learning)
Proyek adalah tugas yang kompleks, berdasarkan tema yang menan tang,
yang melibatkan siswa dalam mendesain, memecahkan masalah, mengambil
keputusan, atau kegiatan investigasi; memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bekerja dalam periode waktu yang telah dijadwalkan dalam menghasilkan produk
(Thomas, Mergendoller, and Michaelson, 1999).
Proyek terurai menjadi beberapa jenis. Stoller (2006) mengemukakan tiga
jenis proyek berdasarkan sifat dan urutan kegiatannya, yaitu: (1) proyek terstruktur,
ditentukan dan diatur oleh guru dalam hal topik, bahan, metodologi, dan presentasi;
(2) proyek tidak terstruktur didefinisikan terutama oleh siswa sendiri; (3) proyek
semi-terstruktur yang didefinisikan dan diatur sebagian oleh guru dan sebagian oleh
siswa.
Memperluas pengertian di atas Stoller (2006), mendefinisikan Pembelajaran
Berbasis Proyek sebagai pembelajaran yang menggunakan Proyek sebagai media
dalam proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Penekanan pembela -jaran terletak pada aktivitas-aktivitas siswa
untuk menghasilkan produk dengan menerapkan keterampilan meneliti,
menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran
berdasarkan pengalaman nyata. Produk yang dimaksud adalah hasil Proyek berupa
barang atau jasa dalam bentuk desain, skema, karya tulis, karya seni, karya
teknologi/prakarya, dan lain-lain. Melalui penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek,
siswa akan berlatih merencanakan, melaksanakan kegiatan sesuai rencana dan
menampilkan atau melaporkan hasil kegiatan. Bentuk aktivitas proyek terdiri dari (1)
Proyek produksi yang meli batkan penciptaan seperti buletin, video, program radio,
poster, laporan tertulis, esai, foto, surat-surat, buku panduan, brosur, menu
banquet, jadwal perjalanan, dan sebagainya; (2) Proyek kinerja seperti pementasan,
presentasi lisan, pertunjukan teater, pameran makanan atau fashion show ; (3)
Proyek organisasi seperti pembentukan klub, kelompok disku-si, atau program-mitra
percakapan. Lebih lanjut, menurut Fried-Booth (2002) ada dua jenis proyek yaitu (1)
Proyek skala kecil atau sederhana yang hanya menghabiskan dua atau tiga
pertemuan. Proyek ini hanya dilakukan di dalam kelas; (2) Proyek skala penuh yang
membutuhkan kegiatan yang rumit di luar kelas untuk menyelesaikannya dengan
rentang waktu lebih panjang.
Pengertian metode atau Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project
Based Learning = PBL) adalah metode pembelajaran yang menggunakan
proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi,
penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai
bentuk hasil belajar.
Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based
Learning=PBL) yang adalah model atau metode belajar yang menggunakan
masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara
nyata. Pembelajaran Berbasis Proyekdirancang untuk digunakan pada
permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan
insvestigasi dan memahaminya.
Peran guru dan peserta didik dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek
sebagai berikut.
1) Peran Guru
Merencanakan dan mendesain pembelajaran.
Membuat strategi pembelajaran.
Membayangkan interaksi yang akan terjadi antara guru dan siswa.
Mencari keunikan siswa.
Menilai siswa dengan cara transparan dan berbagai macam penilaian.
Membuat portofolio pekerjaan siswa.
Meteri perakitan PC di SMK dapat diterapkan dengan Model Pembelajaran
Berbasis Proyek (Project Based Learning / PBL)
2) Penilaian Produk
a) Pengertian Penilaian Produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas
suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik
membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil
karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik,
plastik, dan logam. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap
tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
1. Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan
merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain
produk.
2. Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta
didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
3. Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang
dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
c) Portopolio
Pengertian Penilaian Portofolio
Penilaian Portofolio merupakan kegiatan penilaian yang dilakukan dengan
menggunakan bukti-bukti hasil belajar (evidence) yang relevan dengan kompetensi
keahlian yang dipelajari. Evidence tersebut dapat berupa karya peserta didik (hasil
pekerjaan) dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, atau bentuk informasi
lain yang terkait dengan kompetensi keahlian tertentu.
Portofolio adalah kumpulan hasil karya seorang peserta didik, sebagai hasil
pelaksanaan tugas kinerja yang ditentukan oleh guru atau oleh peserta didik
bersama guru, sebagai bagian dari usaha mencapai tujuan belajar, atau mencapai
kompetensi yang ditentukan dalam kurikulum. Jadi, tidak setiap kumpulan karya
seorang peserta didik disebut portofolio. Portofolio digunakan sebagai instrumen
penilaian atau salah satu komponen dari instrumen penilaian, untuk menilai
kompetensi peserta didik, atau menilai hasil belajar peserta didik.
Sebagai instrumen penilaian, portofotio; difokuskan pada (dokumen tentang kerja
siswa yang produktif, yaitu ‘bukti’ tentang apa yang dapat dilakukan oleh siswa,
bukan apa yang tidak dapat dikerjakan (dijawab atau dipecahkan) oleh siswa. Bagi
guru, portofolio menyajikan wawasan tentang banyak segi perkembangan siswa
dalam belajarnya: cara berpikirnya, pemahamannya atas pelajaran yang
bersangkutan, kemampuannya mengungkapkan gagasan-gagasannya, sikapnya
terhadap mata pelajaran yang bersangkutan, dan sebagainya.
Penilaian Portofolio bukan sekedar kumpulan hasil kerja siswa, melainkan
kumpulan hasil siswa dari kerja yang sengaja diperbuat siswa untuk menunjukkan
bukti tentang kompetensi, pemahaman, dan capaian siswa dalam mata pelajaran
tertentu. Portofolio juga merupakan kumpulan informasi yang perlu diketahui oleh
guru sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah perbaikan
pembelajaran, atau peningkatan,belajar siswa.
Jenis dokumen portofolio
a. Portofolio peserta didik untuk penilaian merupakan kumpulan produksi siswa,
yang berisi berbagai jenis karya seorang siswa, misalnya:
b. Hasil proyek, penyelidikan, atau praktik siswa, yang disajikan secara tertulis
atau dengan penjelasan tertulis. T
c. Gambar atau laporan hasil pengamatan siswa, dalam rangka melaksanakan
tugas untuk mata pelajaran yang bersangkutan
d. Analisis situasi yang berkaitan atau relevan dengan mata pelajaran yang
bersangkutan
e. Deskripsi dan diagram pemecahan suatu masalah, pada mata pelajaran
yang bersangkutan
f. Laporan hasil penyelidikan tentang. hubungan antara konsep-konsep dalam
mata pelajaran atau antar mata pelajaran
g. Penyelesaian soal-soal terbuka
h. Hasil tugas pekerjaan rumah yang khas, misalnya dengan cara yang berbeda
dengan cara yang diajarkan di sekolah atau dengan cara yang berbeda dari
cara pilihan ternan-teman sekelasnya.
i. Laporan kerja kelompok
j. Hasil kerja siswa yang diperoleh dengan menggunakan alat rekam video, alat
rekam audio, dan computer
k. .Fotokopi surat piagam atau tanda penghargaan yang pernah diterima oleh
siswa yang bersangkutan. .
l. Hasil karya dalam mata pelajaran yang bersangkutan, yang tidak ditugaskan
oleh guru (atas pilihan siswa sendiri tetapi relevan dengan mata pelajaran
yang bersangkutan)
m. Cerita tentang kesenangan atau ketidaksenangan siswa terhadap mata
pelajaran yang bersangkutan
n. Cerita tentang usaha siswa sendiri dalam mengatasi hambatan psikologis,
atau usaha peningkatan diri, dalam mempelajari mata pelajaran yang
bersangkutan
Penilaian Portofolio dapat dirangkum pada lembar penilaian portofolio seperti contoh
berikut :
BAB VI
PERENCANAAN TES HASIL BELAJAR
Ada 3 macam tes yang biasa digunakan, yaitu: (1) esei, (2) objektif, dan (3)
problem matematik. Anggapan yang muncul terkait bahwa suatu tipe tes lebih baik
daripada tipe tes lainnya dalam mengukur ranah kognitif tertentu adalah sutau
kesalahpahaman. Soal esei yang baik akan dapat mengukur ranah kognitif yang
manapun seperti yang dapat diukur oleh soal obyektif yang baik, demikian juga
sebaliknya. Pemilihan tipe tes yang akan digunakan lebih banyak ditentukan oleh
kemampuan dan waktu yang tersedia pada penyusun tes daripada kemampuan
peserta tes atau aspek yang ingin diukur.
Tes objektif adalah butir soal yang telah mengandung kemungkinan jawaban
yang harus dipilih atau dikerjakan oleh peserta tes. Peserta hanya tinggal memilih
jawaban dari kemungkinan jawaban yang telah disediakan sehingga pemeriksaan
dan penskoran jawaban dapat dilakukan secara objektif oleh pemeriksa.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan, baik oleh secara langsung oleh manusia maupun
dengan memanfaatkan teknologi terbaru, yaitu mesin scanner. Secara umum, soal
tes objektif dibedakan menjadi:
Pada tes objektif terdapat tiga bentuk tes yaitu :
1. Benar Salah (True False),
Bentuk tes benar salah ( true false ) merupakan butir soal yang terdiri dari
pernyataan yang disertai alternatif jawaban, yaitu menyatakan apakah jawaban itu
benar/salah, setuju/tidak setujuu, baik/tidak baik, atau alternatif jawaban lain yang
bersifat mutual eksklusif/ meniadakan.
2. Menjodohkan (Matching),
Tipe pertanyaan ini biasanya terdiri dari dua kolom. Setiap pertanyaan pada kolom
pertama harus dijodohkan dengan urutan pada kolom kedua. Oleh karena itu, cara
mengerjakannya didahului dengan petunjuk sebagai berikut : “ pasangkanlah
pernyataan yang ada pada lajur kiri dengan yang ada pada lajur kanan, dengan cara
menempatkan ( mengisikan ) huruf yang terdapat dimuka pernyataan lajur kiri pada
titik-titik yang disediakan dilajur kanan.”
3. Pilihan Ganda (Multiple Choice)
Pada pilihan ganda ini menyediakan kemungkinan jawaban ( option ) yang harus
dipilih lebih dari dua alternative, biasanya empat alternative. Tugas siswa adalah
harus memilih satu alternative yang menurutnya merupakan satu jawaban yang
benar.
Pertimbangan lain dalam penetuan jumlah soal adalah waktu yang tersedia, biaya
yang ada, kompleksitas yang dituntut dalam tes, serta waktu ujian diadakan.
Tes yang terbaik adalah tes yang mampu membedakan antara kelompok yang
baik dan kelompok yang kurang belajar. Salah satunya diindikasikan dengan tingkat
kesukaran di titik sekitar 0,50. Selain itu, tingkat kesukaran soal ditentukan oleh
tujuan tes (untuk seleksi, diagnostik,formatif, sumatif). Perlu diperhatikan bahwa soal
yang memiliki tingkat kesukaran rendah hendaknya diletakkan di awal tes,
sedangkan soal dengan tingkat kesukaran tinggi pada akhir tes. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan notivasi agar peserta tes lebih terdorong untuk mengerjakan
seluruh butir soal. Perlu diingat bahwa tes yang terlalu sukar atau terlalu mudah
tidak akan memberi informasi yang berarti .
Kisi – kisi tes sangat diperlukan dalam membuat perencanaan tes, karena Kisi-
kisi tes merupakan deskripsi kompetensi dan materi yang akan diujikan. Tujuan
penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang lingkup dan sebagai petunjuk
dalam menulis soal. Kisi-kisi menggambarkan proporsi banyaknya butir soal untuk
setiap pokok/sub pokok bahasan dan setiap tingkat kemampuan pada ranah kognitif
Langkah-langkah pengisian format kisi-kisi tes objektif yaitu :
1. Tentukan lamanya waktu pelaksanaan ujian yang direncanakan, misalnya 90
menit
2. Hitung banyaknya butir soal pilihan ganda yang dapat diselesaikan dalam
waktu 90 menit
3. Tentukan pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang harus diliput dalam
tes tersebut
4. Tentukan proporsi banyaknya butir soal setiap pokok bahasan. Proporsi ini
tergantung pada tingkat kepentingan pokok bahasan satu terhadap yang lain
5. Proporsi dinyatakan dalam persen (%) dan dicantumkan.
6. Tentukan prosentase/proporsi jenjang kemampuan berpikir dalam perangkat
tes tersebut .
7. Dengan menggunakan data pada butir dua, empat, dan lima, penyebaran
butir soal pada setiap kolom dapat dilaksanaka
BAB VIII
ANALISA KUALITAS INSTRUMEN
Salah satu cara untuk memperbaiki proses pembelajaran yang paling efektif
ialah dengan jalan mengevaluasi tes hasil belajar yang di peroleh dari proses
pembelajaranitu sendiri. Dengan kata lain, hasil tes itu kita olah sedemikian rupa
sehingga dari hasil pengolahan itu dapat di ketahui komponenkomponen manakah
dari proses pembelajaranitu yang masih lemah.
1) Pengolahan tes hasil belajar dalam rangka memperbaiki proses
pembelajarandapat di lakukan dengan membuat analisis soal (item analysis).
Pengertian Analisis Item Tes Analisis soal adalah suatu kegiatan yang berkaitan
dengan proses mengumpulkan, meringkas, dan menggunakan informasi tentang
jawaban siswa terhadap butir soal tes tersebut Nana Sudjana menyebutkan
bahwa analisis item tes adalah pengkajian pertanyaan-pertanyaan tes agar
diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai. Menurut
Saifuddin Azwar, analisis item tes adalah pengujian seluruh item tes yang
didasarkan pada item empirik (data yang diperoleh dari hasil pengenaan tes
yang sesungguhnya), agar diperoleh bukti mengenai kualitas item-item tes.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa analisis
item tes adalah proses pengkajian butir-butir tes hasil belajar yang didasarkan
pada jawaban siswa terhadap tes tersebut, sehingga dapat diketahui kualitas
dari suatu tes sebagai alat pengukur hasil belajar siswa.
2) Unsur-unsur Analisis Item Tes
Suatu instrumen hendaknya dianalisis sebelum digunakan. Ada dua model
analisis yang dapat dilakukan, yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif adalah analisis yang dilakukan oleh sejawat dalam rumpun
keahlian yang sama. Tujuannya adalah untuk menilai materi, kontruksi dan
apakah bahasa yang digunakan sudah memenuhi pedoman dan sudah bisa
dipahami oleh siswa Analisis kuantitatif dilakukan dengan cara mengujicobakan
instrument yang telah dianalisis secara kualitatif kepada sejumlah siswa yang
memiliki karakteristik sama dengan siswa yang akan diuji dengan instrument
tersebut.
Analisis soal secara kuantitatif menekankan pada analisis karakteristik internal
tes melalui data yang diperoleh secara empiris. Karakteristik internal secara
kuantitatif dimaksudkan meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda, tingkat
kesukaran serta efektifitas fungsi pengecoh (distraktor).
a) Validitas Tes
Validitas tes perlu ditentukan untuk mengetahui kualitas tes dalam kaitannya
dengan mengukur hal yang seharusnya diukur. Kata “valid” diartikan dengan
“tepat”,benar,shahih,abash”. Jadi kata validitas dapat diartikan dengan
ketepatan, kebenaran, keshahihan atau keabsahan. Apabila kata valid itu
dikaitkan dengan fungsi tes sebagai alat pengukur, maka sebuah tes dikatakan
valid apabila tes tersebut dengan secara tepat, secara benar, secara shahih,
atau secara absah dapat mengukur.
Menurut Mudjijo, suatu tes disebut valid apabila tes tersebut dapat mengukur
apa yang hendak dan seharusnya diukur. Selanjutnya menurut Nana Sudjana,
validitas adalah ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga
betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu tes dapat
dikatakan valid yaitu apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak dan
seharusnya diukur. Sedangkan yang dimaksud dengan validitas item tes adalah
ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir item (yang merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas), dalam mengukur apa
yang seharusnya diukur lewat butir item tersebut.
Validitas merupakan syarat yang terpenting dalam suatu alat evaluasi. Untuk
menentukan apakah suatu tes hasil belajar telah memiliki validitas atau daya
ketepatan mengukur, dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari segi tes itu sendiri
sebagai totalitas (validitas tes dan dari segi itemnya, sebagai bagian tak
terpisahkan dari tes tersebut (validitas item tes).
A. Validitas tes
Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari
hasil pengalaman. Hal yang pertama akan diperoleh validitas logis
(logicalvalidity) dan hal yang kedua diperoleh validitas empiris
(empiricalvalidity).
Dua hal inilah yang dijadikan dasar pengelompokan validitas tes adalah
sebagai berikut:
1) Validitas logis.
Validitas logis mengandung arti logis/ penalaran, maka validitas logis
untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah
instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil
penalaran dan sudah dirancang secara baik, sesuai dengan teori dan
ketentuan yang berlaku.Ada dua macam validitas logis yang dapat
dicapai oleh sebuah instrumen, yaitu validitas isi dan validitas
konstruksi,
2) Validitas Empiris.
Dimaksud dengan validitas empiris adalah memiliki pengertian
pengalaman, sehingga sebuah instrument dikatakan memiliki validitas
empiris apabila sudah diuji dari pengalaman. Dengan demikian validitas
empiris tidak dapat diperoleh hanya dengan jalan menyusun instrument
berdasarkan ketentuan seperti halnya validitas logis, tetapi harus
dibuktikan dengan hasil analisis yang dilakukan terhadap data hasil
pengamatan dilapangan, terbukti bahwa tes hasil belajar itu dengan
secara tepat telah dapat mengukur hasil belajar yang seharusnya
diukur
Ada dua cara untuk mengetahui apakah tes hasil belajar itu sudah
memiliki validitas empiris ataukah belum, yakni dari segi daya
ketepatan meramalanya (predictive validity) dan daya ketepatan
bandinganya atau “ada sekarang” (councurrent validity).
B. Validitas item
Validitas item dari suatu tes adalah ketapatan mengukur yang dimiliki
oleh sebutir item (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai
suatu totalitas), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir
item tersebut. Sebenarnya setiap butir item yang ada dalam tes hasil
belajar itu adalah merupakan bagian tak terpisahkan dari tes hasil belajar
tersebut sebagai suatu validitas dalam mengukur atau mengungkap hasil
belajar yang telah dicapai oleh masing-masing individu peserta didik
setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu
tertentu.
a) Teknik Pengujian Validitas Item
Sebutir item dapat dikatakan telah memiliki validitas yang
tinggi atau dapat dinyatakan valid, jika skor-skor pada butir soal
yang bersangkutan memiliki kesesuaian atau kesejajaran arah
dengan skor totalnya,atau dengan bahan ststistik: “Ada korelasi
positif yang signifikan antara skor item dengan skor totalanya”.
Skor total di sini berkedudukan sebagai variabel terikat
(dependent variable), sedangkanskor item berkedudukan sebagai
variabel bebasnya (independent variable).
Dengan demikian, maka untuk sampai pada kesimpulan
bahwa butir-butir yang ingin diketahui validitasnya yaitu valid atau
tidak kita dapat menggunakan teknik korelasi sebagai teknik
analisisnya. Sebutir soal dapat dinyatakan valid, apabila skor butir
yang bersangkutan terbukti mempunyai korelasi yang positif yang
signifikan dengan skor totalnya. Seperti diketahui, pada tes objektif
maka hanya ada dua kemungkinan jawaban, yaitu betul dan salah
yang dimiliki oleh masing-masing butir soal merupakan data kontinu.
Sebuah item memiliki validitas yang tinggi, jika skor pada item
mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran ini dapat
diartikan dengan korelasi sehingga untuk mengetahui validitas item
digunakan rumus korelasi.
Menurut teori yang ada, apabila variabel I berupa data diskret
murni atau data dikotomik (skor butir item), sedangkan variabel II
berupa data kontinu (skor total butir item), maka teknik korelasi
yang tepat untuk digunakan dalam mencari korelasi antara variabel I
dengan variabel II adalah Teknik Korelasi Point Biserial, dimana
indeks korelasinya diberi lambing.
GAMBAR 2 BAGAN TENTANG VALIDITAS TES DAN VALIDITAS ITEM
Content Validity =
Validitas isi =
Logical Validity =
Validitas Kurikuler
Validitas Logika =
Validitas Rasional =
Validitas Ideal =
Validitas Das Sollen Construct Validity =
Validitas kontruksi =
Tes
Predictive Validity =
Validitas Ramalan
Validitas Empirical Validity =
Validitas Empirik =
Validitas Lapangan =
Validitas Das Sein
Concurrent Validity =
Validitas Bandingan =
Validitas
Validitas Pengalaman =
Item
Validitas Sama Saat =
Valid itas Ada Sekarang
TABEL 1
METODE UNTUK MENENTUKAN RELIABILITAS
B. Objektivitas
Objektivitas suatu tes dapat ditentukan oleh tingkat atau kualitas
kesamaan skor – skor yang diperoleh dengan tes tersebut meskipun hasil tes itu
dinilai oleh beberapa orang penilai.
Objektivitas adalah kualitas yang menunjukkan identitas atau kesamaan
dari skor – skor atau diagnosis – diagnosis yang diperoleh dari data yang sama
dan dari penskor –penskor kompeten yang sama. Kualitas suatu objektivitas
dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu :
a. Objektivitas tinggi, yaitu jika hasil tes itu menunjukkan tingkat kesamaan
yang tinggi.
b. Objektivitas sedang, yaitu sama seperti tes yang sudah di standarisasi,
tetapi pandangan subjektif skor masih mungkin muncul dalam penilaian dan
interpretasinya.
c. Objektivitas fleksibel, yaitu seperti beberapa tes yang digunakan oleh
Lembaga Bimbingan dan Penyuluhan untuk keperluan counseling
D. Kepraktisan
Kepraktisan adalah suatu kualitas yang menunjukkan kemungkinan
dapat dijalankannya suatu kegunaan umum dari suatu teknik penilaian, dengan
mendasarkannya pada biaya, waktu yang diperlukan untuk menyusun,
kemudahan penyusunan, mudahnya penskoran, dan mudahnya
penginterprestasian hasil – hasilnya.
Kepraktisan suatu tes penting juga diperhatikan. Suatu tes dikatakan
mempunyai kepraktisan yang baik jika kemungkinan untuk menggunakan tes itu
besar. Adapun kriteria untuk mengukur praktis tidaknya suatu tes dapat dilihat
dari :
𝐵
I=
𝑁
I = Indeks kesulitan untuk setiap butir
B = Banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal
N = Banyaknya siswa memberikan jawaban pada soal yang
dimaksudkan
Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh
makin sulit soal tersebut. Sebaliknya makin besar indeks yang diperoleh makin
mudah soal tersebut. Kriteria indeks Kesulitan soal itu adalah sebagai berikut :
Kriteria Indeks
0 – 0,30 soal kategori sukar
0,31 - 0,70 soal kategori sedang
0,71 - 1,00 soal kategori mudah
F. Daya Pembeda
Daya pembeda soal yaitu kemampuan sesuatu soal untuk
membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda
disebut indek diskriminasi (D), dan nilainya berkisar antara 0,00 sampai 1,00.
Pada daya pembeda ini berlaku tanda negatif yang digunakan jika sesuatu soal
“terbalik” menunjukkan kualitas testee yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak
bodoh disebut pandai.
SR – ST
SR = Jumlah siswa yang menjawab salah kelompok rendah
ST = Jumlah siswa yang menjawab salah kelompok tinggi
Rumus Keterangan
D Daya pembeda
J jumlah peserta tes
JA banyak peserta kelompok atas
JB banyak peserta kelompok bawah
BA banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu
dengan benar
BB banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan
benar
PA proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar ( ingat P
sebagai indeks kesukaran )
PB Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Soal yang tidak baik adalah soal yang ketika digunakan muncul tiga
kemungkinan berikut:
Siswa yang pandai dan yang tidak pandai sama – sama menguasai
dan sama – sama bisa menjawab dwngan benar;
Siswa yang pandai dan yang tidak pandai sama – sama tidak dapat
menjawab dengan benar;
Siswa yang pandai tidak dapat menjawab dengan benar, sebaliknya
siswa yang tidak pandai justru dapat menjawab denan benar.
Langkah – langkah analisis :
Menjumlah skor total yang dicapai oleh masing – masing siswa
(testee) dan skor total setiap butir soal dengan sekaligus membagi testee
menjadi dua kelompok adas dan kelompok bawah.
Membagi para testee menjadi dua kelompok, yaitu kelompok atas
(kelompok testee yang memperoleh skor tinggi) dan kelompok bawah
(kelompok testee yang memperoleh skor rendah) dan selanjutnya
membubuhkan kode pada testee, yang masuk kelompok atas dengan kode A
dan testeekolompok bawah dengan kode B. care pembagian kelompok ini
ada dua cara:
Menghitung indek daya beda butir soal dengan rumus diatas.
Memberikan interpretasi terhadap hasil perhitungan. Cara member
interpretasi adalah dengan cara mengkonsultasikan hasil perhitungan indeks
tingkat daya pembeda tersebut dengan suatu patokan atau criterianya
INDEKS KETERANGAN
Penilaian sikap adalah kegiatan untuk mengetahui perilaku peserta didik pada
saat pembelajaran dan di luar pembelajaran, yang dilakukan untuk pembinaan
perilaku sesuai budipekerti dalam rangka pembentukan karakter peserta didik.
Upaya untuk meningkatkan dan menumbuhkan sikap yang diharapkan sesuai
dengan KI-1 dan KI-2 guru harus memberikan pembiasaan dan pembinaan secara
terus menerus baik dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Untuk
mengetahui perkembangannya guru harus melakukan penilaian.
Pada penilaian sikap diasumsikan bahwa setiap peserta didik memiliki perilaku yang
baik. Jika tidak dijumpai perilaku yang sangat baik atau kurang baik, maka nilai sikap
peserta didik tersebut adalah baik dan sesuai dengan indikator yang diharapkan.
Perilaku sangat baik atau kurang baik yang dijumpai selama proses pembelajaran
dimasukkan ke dalam jurnal atau catatan guru.
Penilaian sikap bertujuan untuk mengetahui perilaku spiritual dan sosial
peserta didik dalam kehidupan sehari-hari di dalam dan di luar kelas sebagai hasil
pendidikan. Penilaian sikap memiliki karakteristik yang berbeda dengan penilaian
pengetahuan dan keterampilan, sehingga teknik penilaian yang digunakan juga
berbeda. Penilaian sikap dapat dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran
misalnya, saat berdiskusi dalam kelompok dapat dinilai sikap santun, saat bekerja
kelompok dapat dinilai sikap tanggungjawab, saat presentasi dapat dinilai sikap
percaya diri. Selain itu, penilaian sikap dapat juga dilakukan di luar kegiatan
pembelajaran, misalnya sikap disiplin dapat dinilai dengan mengamati kehadiran
peserta didik, sikap jujur, santun dan peduli, dapat diamati pada saat peserta didik
bermain bersama teman.
Penilaian sikap dilakukan oleh guru kelas (termasuk guru muatan pelajaran)
menggunakan teknik observasi yang ditulis dalam bentuk jurnal. Penilaian diri dan
penilaian antarteman dilakukan oleh peserta didik sesuai kebutuhan guru sebagai
alat konfirmasi.
1. Perencanaan Penilaian Sikap
Perencanaan penilaian sikap dilakukan berdasarkan KI-1 dan KI-2. Guru
merencanakan dan menetapkan sikap yang akan dinilai dalam pembelajaran
sesuai dengan kegiatan pembelajaran. Pada penilaian sikap di luar
pembelajaran guru dapat mengamati sikap lain yang muncul secara natural.
Langkah-langkah perencanaan penilaian sikap adalah sebagai berikut:
1. Menentukan sikap yang akan dikembangkan di sekolah mengacu pada KI-1
dan KI-2.
2. Menentukan indikator sesuai dengan kompetensi sikap yang akan
dikembangkan.
Sebagai contoh, sikap pada KI-1 beserta indikator-indikatornya yang
dapat dikembangkan oleh sekolah sebagai berikut.
a. Ketaatan beribadah.
perilaku patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya,
mau mengajak teman seagamanya untuk melakukan ibadah
bersama,
mengikuti kegiatan keagamaan yang diselenggarakan
sekolah,
melaksanakan ibadah sesuai ajaran agama, misalnya: sholat,
puasa.
merayakan hari besar agama,
melaksanakan ibadah tepat waktu.
b. Berperilaku syukur.
perilaku menerima perbedaan karakteristik sebagai anugerah
Tuhan,
selalu menerima penugasan dengan sikap terbuka,
bersyukur atas pemberian orang lain,
mengakui kebesaran Tuhan dalam menciptakan alam
semesta,
menjaga kelestarian alam, tidak merusak tanaman,
tidak mengeluh,
selalu merasa gembira dalam segala hal,
tidak berkecil hati dengan keadaannya,
suka memberi atau menolong sesama,
selalu berterima kasih bila menerima pertolongan,
c. Berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan.
perilaku yang menunjukkan selalu berdoa sebelum atau
sesudah melakukan tugas atau pekerjaan,
berdoa sebelum makan,
berdoa ketika pelajaran selesai,
mengajak teman berdoa saat memulai kegiatan,
mengingatkan teman untuk selalu berdoa,
d. Toleransi dalam beribadah.
tindakan yang menghargai perbedaan dalam beribadah,
menghormati teman yang berbeda agama,
berteman tanpa membedakan agama,
tidak mengganggu teman yang sedang beribadah,
menghormati hari besar keagamaan lain,
tidak menjelekkan ajaran agama lain.
Sebagai contoh, sikap pada KI-2 beserta indikator-indikatornya yang dapat
dikembangkan oleh sekolah sebagai berikut.
a. Jujur.
tidak mau berbohong atau tidak mencontek,
mengerjakan sendiri tugas yang diberikan guru, tanpa
menjiplak tugas orang lain,
mengerjakan soal penilaian tanpa mencontek,
mengatakan dengan sesungguhnya apa yang terjadi atau
yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari,
mau mengakui kesalahan atau kekeliruan,
mengembalikan barang yang dipinjam atau ditemukan,
mengemukakan pendapat sesuai dengan apa yang
diyakininya, walaupun berbeda dengan pendapat teman,
mengemukakan ketidaknyamanan belajar yang dirasakannya
di sekolah,
membuat laporan kegiatan kelas secara terbuka (transparan),
b. Disiplin.
mengikuti peraturan yang ada di sekolah,
tertib dalam melakspeserta didikan tugas,
hadir di sekolah tepat waktu,
masuk kelas tepat waktu,
memakai pakaian seragam lengkap dan rapi,
tertib mentaati peraturan sekolah,
melaksanakan piket kebersihan kelas,
mengumpulkan tugas/pekerjaan rumah tepat waktu,
mengerjakan tugas/pekerjaan rumah dengan baik,
membagi waktu belajar dan bermain dengan baik,
mengambil dan mengembalikan peralatan belajar pada
tempatnya,
tidak pernah terlambat masuk kelas.
c. Tanggung jawab.
menyelesaikan tugas yang diberikan ,
mengakui kesalahan,
melaksanakan tugas yang menjadi kewajibannya di kelas
seperti piket kebersihan,
melaksanakan peraturan sekolah dengan baik,
mengerjakan tugas/pekerjaan rumah sekolah dengan baik,
mengumpulkan tugas/pekerjaan rumah tepat waktu,
mengakui kesalahan, tidak melemparkan kesalahan kepada
teman,
berpartisipasi dalam kegiatan sosial di sekolah,
menunjukkan prakarsa untuk mengatasi masalah dalam
kelompok di kelas/sekolah,
membuat laporan setelah selesai melakukan kegiatan.
d. Santun.
menghormati orang lain dan menghormati cara bicara yang
tepat,
menghormati guru, pegawai sekolah, penjaga kebun, dan
orang yang lebih tua,
berbicara atau bertutur kata halus tidak kasar,
berpakaian rapi dan pantas,
dapat mengendalikan emosi dalam menghadapi masalah,
tidak marah-marah
mengucapkan salam ketika bertemu guru, teman, dan orang-
orang di sekolah,
menunjukkan wajah ramah, bersahabat, dan tidak cemberut,
mengucapkan terima kasih apabila menerima bantuan dalam
bentuk jasa atau barang dari orang lain.
e. Peduli.
ingin tahu dan ingin membantu teman yang kesulitan dalam
pembelajaran, perhatian kepada orang lain,
berpartisipasi dalam kegiatan sosial di sekolah, misal:
mengumpulkan sumbangan untuk membantu yang sakit atau
kemalangan,
meminjamkan alat kepada teman yang tidak
membawa/memiliki,
menolong teman yang mengalami kesulitan,
menjaga keasrian, keindahan, dan kebersihan lingkungan
sekolah,
melerai teman yang berselisih (bertengkar),
menjenguk teman atau guru yang sakit,
menunjukkan perhatian terhadap kebersihan kelas dan
lingkungan sekolah.
f. Percaya diri.
berani tampil di depan kelas,
berani mengemukakan pendapat,
berani mencoba hal baru,
mengemukakan pendapat terhadap suatu topik atau masalah,
mengajukan diri menjadi ketua kelas atau pengurus kelas
lainnya,
mengajukan diri untuk mengerjakan tugas atau soal di papan
tulis,
mencoba hal-hal baru yang bermanfaat,
mengungkapkan kritikan membangun terhadap karya orang
lain,
memberikan argumen yang kuat untuk mempertahankan
pendapat.
3. Merancang kegiatan pembelajaran yang dapat memunculkan sikap yang
telah ditentukan.
Karena KI-1 dan KI-2 bukan merupakan hasil pembelajaran langsung, maka
perlu merancang pembelajaran sesuai dengan tema dan sub tema serta KD
dari KI-3 dan KI-4. Dalam pembelajaran, memungkinkan munculnya sikap
yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran. Hal ini dimaksudkan bahwa
penilaian sikap merupakan pembinaan perilaku sesuai budipekerti dalam
rangka pembentukan karakter siswa.
Setelah menentukan langkah-langkah perencanaan, guru menyiapkan
format pengamatan yang akan digunakan berupa lembar observasi atau
jurnal. Indikator yang telah dirumuskan digunakan sebagai acuan guru
dalam membuat lembar observasi atau jurnal.
a. Observasi
Instrumen yang digunakan adalah format observasi yang berupa
matriks yang harus diisi oleh guru berdasarkan hasil pengamatan dari
perilaku peserta didik dalam satu semester.
Contoh Lembar Observasi :
CATATAN :
Pelaksanaan pengamatan diisi kegiatan saat pembelajaran dan di
luar pembelajaran. Hasil observasi dirangkum dalam format jurnal
perkembangan sikap.
Contoh Format Jurnal Perkembangan Sikap :
b. Penilaian diri
Penilaian diri merupakan bentuk penilaian dengan cara meminta
peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya
dalam konteks pencapaian kompetensi. Penilaian persepsi diri
digunakan untuk mencocokkan persepsi diri peserta didik dengan
kenyataan yang ada.
Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri. Penilaian diri
akan diperlukan hanya sebatas konfirmasi jika diperlukan guru.
Petunjuk: Berilah tanda centang (√) pada kolom “Ya” atau “Tidak” sesuai
dengankeadaan yang sebenarnya
c. Penilaian Antarteman
Petunjuk: Berilah tanda centang (√) pada kolom “Ya” atau “Tidak” sesuai dengan
keadaan kalian yang sebenarnya.
Contoh Format Penilaian Antarteman dengan Skala Likert
Nama teman yang dinilai : ………………………………….
Nama penilai : ………………………………….
Kelas : ………………………………….
Semester : ………………………………….
Petunjuk: Berilah tanda centang (√) pada kolom “Ya” atau “Tidak” sesuai dengan
keadaan kalian yang sebenarnya.
Keterangan :
1. Sangat Setuju (SS) 3. Kurang setuju (KS)
2. Setuju (S) 4.Tidak setuju (TS)
Nama : Arora
Kelas/sem : Kelas I/Sem 1.
Waktu Penilaian : 23 Agustus 2015
Petunjuk: Berilah tanda centang (√) pada kolom “Ya” atau “Tidak” sesuai
dengan keadaan kalian yang sebenarnya.
Contoh Pengisian InstrumenPenilaian Antarteman.
Petunjuk: Berilah tanda centang (√) pada kolom “Ya” atau “Tidak” sesuai
dengan keadaan kalian yang sebenarnya.
Hasil pengamatan dan catatan guru tentang aspek sikap peserta didik dibahas oleh
seluruh guru minimal dua kali dalam satu semester. Pembahasan tersebut untuk
menindaklanjuti hasil penilaian sikap peserta didik. Pada dasarnya setiap peserta
didik diasumsikan berperilaku baik, namun hasil penilaian lebih ditekankan pada
peningkatan dan ada pula yang mengalami penurunan terhadap sikap peserta didik.
Sebagai tindak lanjut bagi peserta didik yang mengalami peningkatan, perlu
diberikan suatu penghargaan baik secara verbal maupun non-verbal, sedangkan
untuk peserta didik yang mengalami penurunan sikap maka perlu diberikan program
pembinaan atau motivasi.
Berdasarkan rekap sikap pada tabel di atas, maka diskripsi Rapor penilaian sikap
sebagai berikut :
B. PELAKSANAAN PENILAIAN KOMPETENSI PENGETAHUAN
2. Bintang laut b,
dan timun laut habitat
hidup di air
laut
3. Pohon dan c.
serangga, relung
akteri dan
organisme
lain
berinteraksi
dengan
organisme
lain dan
lingkunganny
a
4. Jerapah d.
makan pucuk popula
tanaman si
pada pohon
yang tinggi
5. Sekelompok e.
kambing ekosist
hidup di em
padang
rumput
f.
bioma
Pelaksanaan Penilaian
Penilaian kompetenti pengetahuan dapat dilaksanakan sebagai penilaian
proses, penilaian tengah semester dan penilaian akhir semester. Penilaian
proses dilakukan melalui ulangan harian dengan teknik tes tulis, tes lisan dan
penugasan yang diberikan selama proses pembelajaran berlangsung.
Cakupan ulangan harian diberikan oleh pendidik untuk seluruh indikator dari
satu kompetensi dasar. Ulangan tengah semester merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta
didik setelah melaksanakan 8 – 9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan
ulangan tengah semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan
seluruh KD pada periode tersebut.
Teknik Penilaian
Waktu
Cakupan Penilaian yang Bentuk Instrumen
Pelaksanaan
Memungkinkan
Penilaian Seluruh indikator dari satu Tes tulis, Pilihan ganda, isian,
Proses kompetensi dasar (KD) Tes lisan, jawaban singkat,
Penugasan benar-salah,
menjodohkan, dan
uraian.
Daftar pertanyaan.
Pekerjaan rumah
dan/atau tugas yang
dikerjakan secara
individu atau kelompok
sesuai dengan
karakteristik tugas
Ulangan Akhir Seluruh indikator yang Tes tulis Pilihan ganda, isian,
Semester merepresentasikan semua jawaban singkat,
KD pada semester benar-salah,
tersebut menjodohkan, dan
uraian.
Kriteria tugas
mengarahkan siswa untuk menunjukkan capaian hasil belajar;
dapat dikerjakan oleh siswa;
mencantumkan waktu/kurun waktu pengerjaan tugas;
sesuai dengan taraf perkembangan siswa;
sesuai dengan konten/cakupan kurikulum; dan
bersifat adil (tidak bias gender dan sosial ekonomi).
Kriteria Lembar Pengamatan
Langkah-langkah praktik yang diharapkan dilakukan siswa untuk
menunjukkan praktik suatu kompetensi harus jelas.
Aspek yang dinilai dalam praktik tersebut lengkap dan tepat.
Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan dalam
menyelesaikan praktik harus nampak.
Kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak sehingga semua
dapat diamati.
Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan
pengamatan.
Kriteria Rubrik
Memuat seperangkat indikator untuk menilai kompetensi tertentu;
Memiliki indikator yang diurutkan berdasarkan urutan langkah kerja
pada instrumen atau sistematika pada hasil kerja siswa;
Dapat mengukur kemampuan yang diukur (valid);
Dapat digunakan untuk menilai kemampuan siswa;
Dapat memetakan kemampuan siswa; dan
Disertai dengan penskoran yang jelas.
Berikut ini contoh instrument penilaian praktik :
2) Perencanaan Penilaian Produk
a. Langkah-langkah merencanakan penilaian produk :
Menentukan kompetensi yang sesuai untuk dinilai dengan penilaian
produk dalam hal ini adalah KD dari KI 4
Menyusun indikator proses dan hasil belajar sesuai kompetensi
Merencanakan apakah tugas produk yang dihasilkan bersifat individu
atau kelompok
Merencanakan teknik-teknik dalam penilaian individual untuk tugas
yang dikerjakan secara kelompok
Menyusun instrumen dan rubrik penilaian
Menyusun kriteria/batas kelulusan/batas standar minimal capaian
kompetensi siswa
b. Penyusunan Kisi-kisi
c. Penyusunan Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penilaian produk harus memenuhi
kriteria-kriteria tertentu.
Kriteria Tugas
Mengarah pada pencapaian indikator hasil belajar
Dapat dikerjakan oleh siswa;
Dapat dikerjakan selama proses pembelajaran atau
merupakan; bagian dari pembelajaran mandiri
Sesuai dengan taraf perkembangan siswa
Memuat materi yang sesuai dengan cakupan kurikulum
Bersifat adil (tidak bias gender dan latar belakang sosial
ekonomi); dan
Mencantumkan rentang waktu pengerjaan tugas
Kriteria Lembar Penilaian Produk
Kemampuan pengelolaan, yaitu kemampuan siswa dalam
memilih tema, mencari informasi dan menyelesaikan produk
Relevansi, yaitu kesesuaian dengan mata pelajaran dan tema,
dengan mempertimbangkan aspek pengetahuan dan
keterampilan dalam pembelajaran
Keaslian, yaitu produk yang dihasilkan siswa harus merupakan
hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru
berupa petunjuk dan dukungan terhadap penyelesaian produk
yang dihasilkan siswa
Kelengkapan dan ketepatan aspek yang dinilai dalam produk,
yaitu kesesuaian tema, kreasi dan inovasi, kualitas produk, dan
tampilan
Kriteria Rubrik
Dapat mengukur target kemampuan yang akan diukur (valid);
Sesuai dengan indikator;
Memiliki indikator yang menunjukkan kemampuan yang dapat
diamati
Memiliki indikator yang menunjukkan kemampuan yang dapat
diukur;
Dapat memetakan kemampuan siswa; dan
Rubrik menilai aspek-aspek penting pada produk yang
dihasilkan.
Penilaian produk dilakukan terhadap produk yang dihasilkan peserta didik
berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Berikut adalah contoh instrumen penilaian
produk (Mata Pelajaran Prakarya dengan Aspek Pengolahan)
Penilaian dalam satu semester yang dilakukan sebagaimana disajikan pada Gambar
3.2 di atas dapat menghasilkan skor seperti dituangkan dalam Tabel 3.6.
Catatan:
1. Penilaian KD 4.2 dilakukan 2 (dua) kali dengan teknik yang sama, yaitu
praktik. Oleh karena itu skor akhir KD 4.2 adalah skor optimum.
2. KD 4.3 dan KD 4.4 dinilai bersama-sama melalui penilaian proyek. Nilai yang
diperoleh untuk kedua KD yang secara bersama-sama dinilai dengan proyek
tersebut adalah sama (dalam contoh di atas 87).
1. Selain dinilai dengan proyek, KD 4.4 dinilai dengan produk. Dengan demikian
KD 4.4 dinilai 2 (dua) kali, yaitu dengan produk dan proyek. Oleh karenanya
skor akhir KD 4.4 adalah rata-rata dari skor yang diperoleh melalui kedua
teknik yang berbeda tersebut.
2. Nilai akhir semester adalah rata-rata skor akhir keseluruhan KD keterampilan
yang dibulatkan ke bilangan bulat terdekat.
3. Portofolio (yang dalam contoh ini dikumpulkan dari penilaian dengan teknik
produk dan proyek digunakan sebagai sebagian data perumusan deskripsi
pencapaian keterampilan
Selain nilai dalam bentuk angka dan predikat, dalam rapor dituliskan deskripsi
capaian keterampilan untuk setiap mata pelajaran. Berikut adalah rambu-rambu
rumusan deskripsi capaian keterampilan.
Pengertian Penilaian
Penilaian merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dalam sistem pendidikan
saat ini. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh
siswa. Tentu saja untuk itu diperlukan sistem penilaian yang baik dan tidak biasa.
Sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan gambaran tentang kualitas
pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu membantu guru
merencanakan strategi pembelajaran. Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang baik
akan mampu memberikan motivasi untuk selalu meningkatkan kemampuannya.
Dalam sistem evaluasi hasil belajar, penilaian merupakan langkah lanjutan setelah
dilakukan pengukuran. informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya
dideskripsikan dan ditafsirkan. Karenanya, menurut Djemari Mardapi (1999: 8)
penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran.
Menurut Cangelosi (1995: 21) penilaian adalah keputusan tentang nilai. Oleh karena
itu, langkah selanjutnya setelah melaksanakan pengukuran adalah penilaian.
Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab soal-soal yang terdapat pada tes. Hasil
jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam bentuk nilai.
Menurut Djemari Mardapi (2004: 18) ada dua acuan yang dapat dipergunakan dalam
melakukan penilaian yaitu acuan norma dan acuan kriteria. Dalam melakukan
penilaian dibidang pendidikan, kedua acuan ini dapat dipergunakan. Acuan norma
berasumsi bahwa kemampuan seseorang berbeda serta dapat digambarkan
menurut kurva distribusi normal. Sedangkan acuan kriteria berasumsi bahwa apapun
bisa dipelajari semua orang namun waktunya bisa berbeda.
Penggunaan acuan norma dilakukan untuk menyeleksi dan mengetahui dimana
posisi seseorang terhadap kelompoknya. Misalnya jika seseorang mengikuti tes
tertentu, maka hasil tes akan memberikan gambaran dimana posisinya jika
dibandingkan dengan orang lain yang mengikuti tes tersebut. Adapun acuan kriteria
dipergunakan untuk menentukan kelulusan seseorang dengan membandingkan
hasil yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Acuan ini
biasanya digunakan untuk menentukan kelulusan seseorang. Seseorang yang
dikatakan telah lulus berarti bisa melakukan apa yang terdapat dalam kriteria yang
telah ditetapkan dan sebaliknya. Acuan kriteria, ini biasanya dipergunakan untuk
ujian-ujian praktek.
Dengan adanya acuan norma atau kriteria, hasil yang sama yang didapat dari
pengukuran ataupun penilaian akan dapat diinterpretasikan berbeda sesuai dengan
acuan yang digunakan. Misalnya, kecepatan kendaraan 40 km/jam akan memiliki
interpretasi yang berbeda apabila kendaraan tersebut adalah sepeda dan mobil.
Agar dapat memperoleh hasil yang efektif penilaian hasil belajar perlu direncanakan
secara sistematis sehingga jelas abilitas yang hendak diukur, materi, alat dan
interpretasi penilainnya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
perencanaan evaluasi hasil belajar yaitu,
1. pengambilan sampel dan pemilihan butir soal,
2. tipe tes yang akan digunakan,
3. aspek yang akan diuji,
4. format butir soal,
5. jumlah butir soal,
6. distribusi tingkat kesukaran butir soal.
Kemudian dalam menentukan bentuk soal mana yang akan digunakan, perlu
mempertimbngkan hal-hal berikut
1. karakteristik mata pelajaran yang akan diujikan,
2. tujuan khusus pembelajaran yang harus dicapai siswa,
3. tipe informasi yang dibutuhkan dari tujuan evaluasi,
4. usia dan tingkat perkembangan mental siswa yang akan mengikuti tes, dan
5. besarnya kelompok siswa yang akan mengikuti tes .
Kualitas tes khususnya yang berkaitan dengan validtas dan reliabilitas tes, banyak
ditentukan oleh prosedur yang ditempuh dalam pengembangannya. Mulai dari
penentuan tujuan penilaian, pengambilan sampel bahan tes, penentuan abilitas yang
hendak diukur, penentuan bentuk dan format tes, penggunaan bahasa dan kalimat
yang digunakan dalam penulisan butir soal, teknik pengolahan dan analisis hasil
penilaian. Karakteristik tujuan dan materi pelajaran juga menentukan bentuk dan
format tes yang harus dikembangkan. Mengukur kemampuan aspek pengetahuan
berbeda caranya dengan mengukur kemampuan aspek keterampilan dan sikap,
demikian pula mengukur kemampuan siswa dalam pelajaran bahasa berbeda
dengan mengukur kemampuan siswa dalam pelajaran ilmu pasti. Adapun langkah-
langkah umum pengembangan alat penilaian adalah sebagai berikut :
a) Mengidentifikasi kompetensi, pokok bahasan dan sub pokok bahasan serta
tujuan pengajaran
Pada tahap ini guru menginventarisir kompetensi apa yang diharapkan
dimiliki oleh siswa, pokok-pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang telah
diberikan kepada siswa serta tujuan khusus maupun tujuan umum dalam
setiap bidang studi/mata pelajaran dalam satuan waktu tertentu sesuai
dengan peruntukan test. Misalnya, satu catur wulan, satu tahun atau satu
satuan jenjang pendidikan seperti EBTA.
b) Menentukan sample aspek kemampuan yang akan diukur
Dari sekian banyak pokok bahasan/sub pokok dan tujuan pengjaran, diambil
sebagian unuk dikembnagkan ke dalam alat penelitian (test) sesuaui dengan
jumlah soal yang dibutuhkan dan waktu yang tersedia untuk test tersebut.
Penentuan sample tersebut harus dilakukan dengan cermat sehingga dapat
mewakili atau mencerminkan ruang lingkup kemampuan siswa yang
sebenarnya.
c) Membuat tabel spesifikasi atau kisi-kisi test
Pada intinya kisi-kisi test ini merupakan gambaran mengenai ruang lingkup
dan isi dari apa yang akan ditestkan, serta memberikan perincian mengenai
penyebaran soal-soal dalam setiap jenjang/aspek kemampuan ke dalam
bentuk soal yang akan dikembangkan (pilihan ganda, menjodohkan, benar
salah atau uraian).
Kisi-kisi ini disusun berdasarkan hasil penyampelan ruang lingkup materi test yang
telah ditetapkan pada langkah kedua ( poin b ). Format kisi-kisi beragam bentuknya,
namun pada intinya menyangkut unsur-unsur; identitas sekolah dan bidang studi,
tujuan umum, pokok/sub pokok bahasan yang akan ditestkan, bentuk soal yang
akan dikembangkan, dan jumlah soal atau panjang test.
Format kisi-kisi ini biasanya berbentuk matrik.
a. Penulisan soal
Mengacu pada kisi-kisi yang telah dibuat, langkah selanjutnya adalah
menulis soal pada setiap pokok bahasan dan setiap unsur
kemampuan sesuai dengan yang telah dientukan dalam kisi-kisi.
Setiap pertanyaan yang harus dijawab dan setiap suruhan yang
harus dilakukan oleh setiap peserta test dirumuskan sedemikian rupa
sehingga jelas apa yang ditanyakan dan jawaban apa yang dituntut
dari peserta test.
Untuk memperoleh rumusan soal yang baik, setelah soal itu ditulis
hendaknya diadakan review dan revisi sampai merasa yakin bahwa
rumusan soal tersebut sudah tepat menurut kaidah-kaidah penulisan
soal. Bila semua soal telah dirumuskan maka kegiatan selanjutnya
menyusun atau mengorganisir soal-soal tersebut menjadi sebuah
test. Penetuan nomor soal sebaiknya diacak agar skor yang diperoleh
dari test tersebut dapat dipercaya. Langkah-langkah dalam penulisan
soal ini meliputi; merumuskan definisi konsep materi yang akan
diteskan, merumuskan definisi oprasional dari konsep yang telah
ditetapkan, menentukan indikator-indikator dan menulis butir soal.
b. Pelaksanaan/penyajian test
Setelah penulisan soal selesai dan telah disusun penomorannya serta
telah diperbanyak sesuai dengan jumlah peserta test, kemudian test
tersebut disajikan kepada peserta test. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaan test antara lain : waktu yang harus
disediakan untuk mengerjakan test, petunjuk cara mengerjakan soal,
pengaturan posisi tempat duduk siswa, dan menjaga ketertiban dan
ketenagaan suasana kelas, sehimga peserta test dapat mengerjakan
soal-soal tersbut dengan penuh konsentrasi.
c. Pemeriksaan hasil test
Hasil jawaban peserta test hendaknya diperiksa dengan cermat dan
diberi skor sesuai dengan petunjuk/pedoman penskoran yang telah
ditetapkan. Teknik penskoran dalam setiap bentuk soal biasanya
berbeda-beda. Oleh karena itu pedoman penskoran harus ditentukan
terlebih dahulu. Buatlah kunci jawaban atau rambu-rambu jawaban
yang diinginkan beserta pembobotan skornya, sediakan waktu dan
tenaga yang cukup leluasa sehingga tidak terburu-buru terutama
dalam pemeriksaan hasil test soal bentuk uraian.
d. Pengolahan dan penafsiran hasil test
Skor yang diperoleh dari test dapat diolah dalam berbagai tekhnik
pengolahan tergantung informasi yang dibutuhkan. Seperti rata-rata
skor, standar deviasi, variansi, kecenderungan sentral, menentukan
batas lulus, mentransper skor ke dalam nilai baku (skala 10, skala 4,
dan lain-lain). Ada dua pendekatan penafsiran hasil test yaitu
berdasarkan acuan patokan (PAP) dan pendekatan berdasarkan
acuan norma (PAN). Acuan patokan untuk mendeskripsikan tingkat
penguasaan siswa terhadap materi yang ditestkan., sedangkan acuan
norma untuk melihat kedudukan diantara siswa/peserta test.
Pendekatan yang mana yang akan dipilih tergantung kepada tujuan
dari pelaksanaan test.
e. Penggunaan hasil test
Penggunaan hasil test ini sangat erat kaitannya dengan tujuan test
tersebut, apakah untuk tujuan formatif, sumatif, diagnostik, atau
penempatan. Hasil penilaian in sangat berguna terutama sebagai
bahan perbaikan program pengajaran, melihat tingkat ketercapaian
kurikulum, memotivasi belajar siswa, bahan laporan kepada orang tua
siswa dan sebagai bahan laporan kepada atasan untuk kepentingan
supervisi dan monotoring program serta sebagai bahan penyusunan
progran berikutnya sebagai tindak lanjut.
f. Teknik dan Alat Penilaian
Secara umum alat penilaian dapat dikelompokan kedalam dua
kelompok , alat penilaian bentuk tes dan alat penilaian bukan tes.
1) Bentuk Tes
Dari segi pelaksanaannya, tes dibagi kedalam tiga kategori; tes tulisan,
tes lisan dan tes tindakan. Dari segi bentuk soal dapat diklasifikasikan ke
dalam lima bentuk soal, yaitu (a) soal pilihan ganda, (b) soal benar
salah, (c) soal menjodohkan, (d) uraian /jawaban singkat, dan (e) soal
bentuk uraian bebas ( free essay). Dilihat dari segi cara atau pola
jawaban yang diberikan, soal dapat dibedakan ada soal yang telah
disediakan jawabannya, peserta tes tinggal memilih jawaban tersebut
(pilihan ganda, benar salah, menjodohkan) dan ada soal yang tidak
disediakan jawabannya (uraian). Kemudian dilihat dari segi cara
pemberian skornya, dibedakan ke dalam soal yang bersifat objektif dan
soal yang bersifat subjektif. Agar informasi tentang karakteristik tingkah
laku individu yang dinilai akurat atau mencerminkan mendekati keadaan
yang sebenarnya, sehingga informasi itu dapat digunakan sebagai dasar
untuk membuat keputusan penting dalam pendidikan dan pengajaran,
maka tes yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis sebagai
alat ukur yang baik. Karakteristik tes yang baik menurut Hopkins dan
Antes adalah tes tersebut memiliki keseimbangan, spesifik dan objektif.
Keseimbangan dan kehususan (spesifikasi) berkaitan langsung dengan
validitas, objektivitas berkaitan langsung dengan reliabilitas dan
berkaitan tidak langsung dengan validitas, yaitu melalui keterkaitan
antara validitas dan reliabilitas. Untuk memperoleh prangkat tes yang
seimbang (proporsional) , dapat dilakukan dengan cara membuat tabel
spesifikasi (kisi-kisi) mengenai topik-topik yang akan dimasukan ke dalam
perangkat tes. Untuk memperoleh butir-butir soal yang spesifik dapat
dilakukan melalui identifikasi kompetensi dan tujuan-tujuan khusus
pembelajaran, selanjutnya dijadikan dasar perumusan butir soal. Dengan
cara-cara di atas, dapat diharapkan butir-butir soal yang dirumuskan
dapat menjadi sampel yang representatif dalam perangkat tes itu.
Ebel mengemukakan lebih terinci lagi, ada 10 kriteria perangkat tes yang
baik; (1) relevansi, yaitu kesesuaian antara tes yang dikembangkan
dengan kurikulum yang telah ditentukan, (2) keseimbangan antara tujuan
pembelajaran khusus dengan jumlah butir soal yang mewakilinya, (3)
efisien baik dalam pelaksanaan tes, pemberian skor dan
pengadministrasiannya, (4) objektif dalam pemberian skor dan penafsiran
hasilnya, (5) spesifikasi, yaitu tes hanya mengukur hal-hal khusus yang
telah diajarkan, (6) tingkat kesukaran butir soal berada disekitar indeks
0,50 (7) memiliki kemampuan untuk membedakan antara kelompok siswa
yang pandai dengan kelompok siswa yang assor, (8) memiliki tingkat
reliabilitas yang cukup tinggi, (9) kejujuran dan keadilan dalam
pelaksanaan evaluasinya, (10) memiliki kecepatan (speed) yang wajar
dalam penyelesaian tesnya.
2) Bentuk Non Tes
a. Wawancara dan Quistioner
Sebagai alat penilaian, wawancara dan quistioner sangat efektif untuk
menilai hasil belajar siswa yang berkaitan dengan pendapat,
keyakikan, aspirasi, 17harapan, prestasi, keinginan dan lain-lain.
Sebagai alat penilaian, wawancara memiliki kelebihan yaitu dapat
berkomunikasi langsung dengan siswa, sehingga siswa dapat
mengungkapkan jawaban dengan lebih bebas dan mendalam.
Disamping itu, melalui wawancara dapat dibina hubungan yang lebih
baik. Ada dua macam wawancara, pertama wawancara yang
berstruktur dan yang kedua wawancara tidak berstruktur/bebas.
Seperti halnya wawancara, quistioner juga memiliki kelebihan yaitu
bersifat praktis, hemat waktu dan tenaga. Namun demikian,
questioner memiliki kelemahan yang mendasar, yaitu seringkali
jawaban yang diberikan tidak objektif, siswa memberi jawaban yang
pura-pura. Wawancara juga ada dua macam, yang berstruktur dan
tidak berstruktur. Yang berstruktu setiap pertanyaan sudah
disediakan jawabannya, siswa tinggal memilih/mencocokannya.
Sedangkan yang tidak berstruktur siswa diberi kesempatan untuk
mengungkapkan jawabannya sendiri.
b. Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat atau perhatian,
yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden
yang hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria
yang digunakan. Ada dua jenis sekala yang sering digunakan untuk
menilai proses dan hasil belajar siswa, yaitu sekala sikap dan sekala
penilaian.
Skala sikap
Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan seseorang berprilaku. Sikap
juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap stimulus yang datang pada
dirinya. Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap
objek tertentu. Hasilnya berupa katagori sikap, yakni mendukung, menolak
atau netral.
Ada tiga komponen sikap yakni kognisi (berkenaan dengan pengetahuan
tentang objek), afeksi (berkaitan dengan perasaan terhadap objek), dan
konasi (berkaitan dengan kecenderungan berprilaku terhadap objek itu).
Ada beberapa bentuk skala yang biasa digunakan untuk menilai derajat sifat
nilai sikap seseorang terhadap suatu objek , antara lain :
1) Menggunakan bilangan , untuk menunjukan tingkat-tingkat dari sifat
(objek ) yang dinilai. Misalnya, 1, 2, 3, 4 dan seterusnya.
2) Menggunakan frekuensi terjadinya/timbulnya sikap itu. Misalnya; selalu,
seringkali, kadang-kadang, pernah, dan tidak pernah.
3) Menggunakan istilah-istilah yang bersifat kualitatif. Misalnya; bagus
sekali, baik, sedang, dan kurang. Atau istilah-istilah; sangat setuju, stuju,
tidak punya pendapat, tidak stuju, dan sangat tidak setuju.
4) Menggunakan istilah-istilah yang menunjukan status/ kedudukan.
Misalnya; paling rendah, di bawah rata-rata, di atas rata-rata, dan paling
tinggi.
5) Menggunakan kode bilangan atau huruf. Misalnya; selalu diberi kode 5,
kadang-kadang 4, jarang, 3, jarang sekali 2, dan tidak pernah diberi kode
bilangan 1.
Skala penilaian,
Skala penilaian mengukur penampilan atau prilaku siswa melalui pernyataan
prilaku pada sutu titik kontinum atau suatu katagori yang bermakna nilai. Titik
atau kategori itu diberi rentangan nilai dari yang tertinggi sampai yang
terendah. Rentangan ini bisa berupa hurup abjad (A, B, C, D) atau angka
(1,2,3 4). Hal yang harus diperhatikan adalah kriteria sekala nilai, yakni
penjelasan oprasional untuk setiap alternatif jawaban. Skala penilaian lebih
tepat digunakan untuk mengukur suatu proses, misalnya proses belajar pada
siswa, atau hasil belajar yang berbentuk prilaku (performance), seperti
hubungan sosial diantara siswa atau cara-cara memecahkan masalah
c. Observasi
Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur
tingkah laku individu atau terjadinya suatu proses kegiatan yang
dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam
situsi buatan. Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan
proses belajar seperti:tingkah laku siswa pada waktu belajar,
berdiskusi, mengerjakan tugas dan lain-lain.
Ada tiga jenis observasi yaitu observasi langsung, observasi dengan
menggunakan alat (tidak langsung) dan observasi partisipasi. Ketiga
jenis observasi itu digunakan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan
dari kegiatan observasi tersebut. Adapun langkah-langkah yang
ditempuh dalam mengembangkan penilaian dengan menggunakan
teknik observasi adalah sebagai berikut:
1) Tentukan aspek kegiatan yang akan diobservasi. Aspek kegiatan ini
mungkin berkaitan dengan kegiatan siswa secara individu, kegiatan siswa
secara kelompok, interaksi guru dengan siswa, interaksi antara siswa
dengan siswa dan lain sebagainya.
2) Menentukan pedoman observasi yang akan digunakan. Tentukan bentuk
pedoman observasi yang akan digunakan, apakah bentuk bebas (tidak
perlu ada jawaban, tetapi mencatat apa yang nampak) atau pedoman
yang berstruktur (memakai alternatif jawaban). Bila dipakai bentuk yang
berstruktur, tetapkan pilihan jawaban serta indikator-indikator setiap
jawaban sebagai pedoman dalam pelaksanaanya nanti.
3) Melaksanakan observasi, yaitu mencatat tingkah laku yang terjadi pada
saat kegiatan berlangsung. Cara dan teknik pencatatannya sesuai
dengan format atau bentuk pedoman observasi yang digunakan.
4) Mengolah hasil observasi.
d. Studi kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari individu secara intensif yang
dipandang memiliki kasus tertentu. Misalnya mempelajari anak yang
sangat bandel/nakal, sangat rajin, sangat piter, atau sangat lamban
dalam belajar. Kasus-kasus tersebut dipelajari secara mendalam,
yaitu mengungkap segala variabel yang diduga menjadi penyebab
timbulnya prilaku atau keadaan khusus tadi dalam kurun waktu
tertentu. Tekanan utama dalam studi kasus adalah mencari tahu
mengapa individu melakukan sesuatu dan apa pengaruhnya terhadap
lingkungan. Kelebihan studi kasus sebagai alat penilaian adalah
subjek dpelajari secara mendalam dan menyeluruh, sehingga
karakter individu tersebut dapat diketahui dengan selengkap-
lengkapnya. Namun demikian, studi kasus sifatnya sangat subjektif,
artinya informasi yang diperoleh hanya berlaku untuk individu itu saja,
tidak dapat digeneralisir untuk individu lain sekalipun memiliki kasus
yang hampir sama.
e. Sosiometri
Banyak ditemukan di lingkungan sekolah siswa yang kurang mampu
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya. Ia nampak murung,
mengasingkan diri, mudah tersinggung, atau bahkan oper acting. Hal
ini bisa dilihat ketika siswa sedang bermain atau sedang mengerjakan
tugas-tugas kelompok. Gejala-gejala tersebut menunjukan adanya
kekurang mampuan siswa dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Kondisi ini perlu diketahui oleh guru dan dicarikan
upaya untuk memperbaikinya, karena kondisi seperti itu dapat
mengganggu proses belajarnya. Salah satu cara untuk mengetahui
kemampuan siswa dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya
adalah dengan teknik sosiometri. Dengan teknik ini dapat diketahui
posisi siswa dalam hubungan sosialnya dengan siwa lainnya.
Misalnya ada siswa yang terisolasi dari kelompoknya, siswa yang
paling disukai oleh teman-temannya, siswa yang memiliki hubungan
mata rantai, dan sebagainya. Sosio metri dapat dilakukan dengan
cara menyuruh siswa di kelas untuk memmilih satu atau dua teman
yang paling disukainya. Usahakan tidak terjadi kompromi untuk saling
memilih diantara siswa. Atau dapat pula siswa disuruh memilih siswa
yang kuarang disukainya. Dengan cara di atas, dapat diketahui siswa-
siswa mana yang menghadapi kesulitan dalam penyesuaian diri
dengan lingkungannya, kemudian diberi bantuan.
f. Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan
Pendekatan penilaian yang membandingkan hasil pengukuran
seseorang dengan hasil pengukuran yang diperoleh orang – orang
lain dalam kelompoknya, dinamakan Penilaian Acuan Norma (Norm–
Refeereced Evaluation). Dan pendekatan penilaian yang menbanding
hasil pengukuran seseorang dengan patokan “batas lulus” yang telah
ditetapkan, dinamakan Penilaian Acuan Patokan (Criterian–refenced
Evaluation).
a) Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah nilai sekelompok peserta didik
(siswa) dalam suatu proses pembelajaran didasarkan pada tingkat
penguasaan di kelompok itu. Artinya pemberian nilai mengacu pada
perolehan nilai di kelompok itu. Penilaian Acuan Norma (PAN)
dilakukan dengan cara membandingkan nilai seorang siswa dengan
nilai kelompoknya. Jadi dalam hal ini prestasi seluruh siswa dalam
kelas/kelompok dipakai sebagai dasar penilaian. Dalam penggunaan
penilaian acuan norma, prestasi belajar seorang sisiwa dibandingkan
dengan siswa lain dalam kelompoknya. (Suharsini
Arikunto,2010,237).
Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa Penilaian Acuan Norma
adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma
kelmpok; nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan
nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu.
Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat
“relative”. Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi
dan atau kebutuhan pada waktu tersebut. Nilai hasil dari Penilaian
Acuan Norma tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan
penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi
hanya menunjuk kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam
komunitasnya (kelompoknya).
b) Penilaian Acuan Patokan (PAP)
PAP pada dasarnya berarti penilain yang membandingkan hasil
belajar mahasiswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pengertian ini menunjukkan bahwa sebelum usaha
penilaian dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang
akan dipakai untuk membandingkan angka-angka hasil pengukuran
agar hasil itu mempunyai arti tertentu. Dengan demikian patokan ini
tidak dicari-cari di tempat lain dan pula tidak dicari di dalam
sekelompok hasil pengukuran sebagaimana dilakukan pada PAN.
Patokan yang telah disepakati terlebih dahulu itu biasanya disebut
“Tingkat Penguasaan Minimum”. Mahasiswa yang dapat mencapai
atau bahkan melampaui batas ini dinilai “lulus” dan belum
mencapainya nilai “tidak lulus” mereka yang lulus ini diperkenankan
menempuh pelajar yang lebih tinggi, sedangkan yang belum lulus
diminta memantapkan lagi kegiatan belajarnya sehingga mencapai
“batas lulus” itu. Patokan yang dipakai untuk kelompok mahasiswa
yang mana sama ini pengertian yang sama. Dengan patokan yang
sama ini pengertian yang sama untuk hasil pengukuran yang
diperoleh dari waktu ke waktu oleh kelompok yang sama ataupun
berbeda-beda dapat dipertahankan. Yang menjadi hambatan dalam
penggunaan PAP adalah sukarnya menetapkan patokan yang benar-
benar tuntas.
BAB X
LAPORAN HASIL BELAJAR
Agar peran serta masyarakat dalam dunia pendidikan semakin meningkat bentuk
laporan, kemajuan peserta didik jharus disajikan secara sederhana mudah dibaca
dan mudah dipahami, komunikatif serta menampilkan profil atau tingkat kemajuan
peserta didik dengan demikian, orang tua atau pihak yang berkepentingan dapat
denag udah mengiodentifikasi kempetensi-kompetensi yang jauh belum dimiliki
peserta didik, serta kompetensi yang harus ditingkatkan. Dengan begitu orang tua
dapat lebuh mengetahui masalah dan jenis bantuan yang diperlukan untuk
membantu anaknya. Peserta didik sendiri dapat mengetahui keunggulan dan
kelemahan dirinya sehingga ia dapat mengetahui pada aspek mana dia harus
belajar lebih banyak.
Pada umumnya orang tua siswa menginginkan isi laporan dengan hal-hal berikut :
a) Belajar peserta didik di sekolah, secara akademik, fisik, sosial dan
emosional.
b) Partisipasi peserta didik dalam kegiatan di sekolahnya dalam ukuran waktu
belajar tertentu.
c) Kemampuan yanag telah diperoleh peserta didik dalam ukuran waktu
tertentu.
d) Hasil belajar peserta didik.
e) Peningkatan kemampuan peserta didik dalam ukuran waktu tertentu.
f) Peran atau tindakan orang tua dalam membantu dan mengembangkan
peserta didik lebih lanjut (Soleh,2005:251)
Isi laporan harus memuat informasi-informasi yang berkaitan dengan hal tersebut.
Menurut Abdurrohman Sholeh dalam bukunya yang berejudul Pendidikan Agama
dan pembangunaan watak bangsa berpendapat, bahwa laporan hasil belajar akan
bermanfaat sebagai berikut :
1. Diagnosi Hasil belajar
Penilaian hasil belajr dilaksanakan terus menerus dan berkesinambungan.
Oleh karena itu, harus ada rekaman tingklat kemajuan tingkat peserta didik
untuk mengikuti perkembangan belajarnya. Mengingat bahwa ciri kurikulum
adalah berbasis kompetensi, maka tiap kompetensi dasar sebagai
kemampuan minimal harus dijaga oleh semua peserta didik sebagian besar
peserta didik akan dengan mudah mencapai kemampuan dasar tersebut
dengan waktu yang telah ditetapkan. Kemungkinan sebagian kecil peserta
didik akan ada yang mampu mencapai kemampuan dasar tersebut lebih
cepat diabndingkan denagn peserta didik normal, dan ada pula yang
membutuhkan waktu lebih lama dari pada peserta didik yang lain untuk itu,
pengamatan secara intensif terhadap hasil belajar sangat diperlukan.
2. Prediksi masa Depan Peserta didik
Hasil penilaian hasil belajar peserta didik perlu dianalisis oleh setiap guru
mata pelajaran untuk mengetahui pada aspek-aspek yang mana peserta
didik menonjol dengan melihat indikator keunggulannya. Kemajuan hasil
belajar peserta didik dari guru mata pelajaran dikirim ke guru bimbingan dan
penyuluhan untuk dianalisis lebih lanjut dan nantinya dapat dijadikan dasar
untuk pengembangan peserta didik dalam memilih lanjutan atau jenjang
profesi atau karir di masa depan.
3. Seleksi dan Sertifikasi
Pada akhir tahun pelajaran, semua catatan hasil kemajuan belajar peserta
didik dapat dirangkum dan dikuantifikasikan untuk dijadikan dasar penentuan
promosi atau kenaikan kelas dan sertifikasi bagi peserta didik menamatkan
pendidikannya.
Penentuan promosi atau kenaikan kelas didasarkan pada kriteria kenaikan
kelas. Komponen kriteria kenaikan kelas berdasarkan aspek ketercapaian
kompetensi mata pelajaran ayng ditetapkan dalam kurikulum. Peserta didik
yang dinyatakan naik kelas adalah peserta didik yang kompeten pada
tingkatan kelas berikutnya.
Sesuai dengan prinsip mutu pendidikan, kriteria peserta didik yang
dinyatakan naik kelas perlu menguasai 70% kompetensi-kompetensi mata
pelajaran tersebut. Perincian kriteria kenaikan kelas atau kelulusan, sesuai
dengan prinsip manajemen berbasis sekolah, dapat disusun bersama antara
dinas pendidikan, sekolah dan diwan pendidikan kabupaten atau kota.
Dengan ini diharapkan hasilnya dapat ditanggung jawabkan secara ilmiah
kepada semua pihakyangberkepentingan.
PETUNJUK
3. TTL : ………………………………………………………………………..
4. Jenis : ………………………………………………………………………..
Kelamin
5. Agama : ………………………………………………………………………..
6. Pendidikan : ………………………………………………………………………..
sebelumnya
7. Alamat : ………………………………………………………………………..
Peserta Didik
8. Nama Orang :
Tua
a. Ayah : ………………………………………………………………………..
b. Ibu : ………………………………………………………………………..
9. Pekerjaan :
Orang Tua
a. Ayah : ………………………………………………………………………..
b. Ibu : ………………………………………………………………………..
10. Alamat Orang :
Tua
Jalan : ………………………………………………………………………..
Kelurahan/Desa : ………………………………………………………………………..
Kecamatan : ………………………………………………………………………..
Kabupaten/Kota : ………………………………………………………………………..
Provinsi : ………………………………………………………………………..
11. Wali Peserta :
Didik
a. Nama : .......................................................................................
b. Pekerjaan : .......................................................................................
c. Alamat : .......................................................................................
Pas Foto
ukuran
3 X 4 CM
Kepala Sekolah,
................................................
NIP. ........................................
A. Sikap
Pada kolom deskripsi diisi oleh guru dalam kalimat positif tentang:
1. Apa yang menonjol terkait dengan kemampuan pada aspek sikap anak dalam
tiap muatan pelajaran yang ada pada komptensi inti 1 dan 2 (KI-1 dan KI-2).
2. Usaha pengembangan kemampuan pada aspek sikap anak dalam tiap muatan
pelajaran untuk mencapai kompetensi inti 1 dan 2 (KI-1 dan KI-2) pada kelas
yang diikutinya.
Pada aspek sikap, deskripsi menggambarkan prestasi siswa pada muatan mata
pelajaran pada kelas dan semester tertentu dari aspek sikap.
Berikutnya dari deskripsi yang dituangkan guru juga menggambarkan kompetensi-
kompetensi yang masih perlu ditingkatkan dan perlu mendapat perhatian guru dan
orang tua, agar seorang siswa dapat mencapai kompetensi secara optimal.
Deskripsi tersebut merupakan ringkasan dan intisari dari penilaian yang
sudah dilakukan oleh guru dengan berbagai alat penilaian termasuk penilaian
autentik setelah siswa mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran
proyek (project based learning), penemuan (discovery learning), dan
pemecahan masalah (problem based learning). Disamping itu juga
memanfaatkan portofolio dan hasil observasi dan wawancara.
Contoh pengisian aspek: Sikap
Aspek Deskripsi
Menerima, menjalankan · diisi oleh guru dalam kalimat positif
ajaran agama yang tentang apa yang menonjol terkait
dianutnya dengan kempuan anak dalam tiap
muatan mata pelajaran, dan usaha-
usaha apa yang perlu dikembangkan
untuk mencapai kompetensi yang
ditetapkan pada kelas yang diikutinya
B. Pengetahuan
Pada kolom deskripsi diisi oleh guru dalam kalimat positif tentang:
1) Apa yang menonjol terkait dengan kemampuan pada aspek pengetahuan anak
dalam tiap muatan pelajaran yang ada pada komptensi inti 3 (KI 3).
2) Usaha pengembangan kemampuan pada aspek pengetahuan anak dalam tiap
muatan pelajaran untuk mencapai kompetensi inti 3 (KI 3) pada kelas yang
diikutinya.
E. Perkembangan Fisik/Kesehatan
1. Perkembangan Fisik/Kesehatan
2. Kondisi Kesehatan
3. Catatan Prestasi
Diisi dengan jenis Diisi dengan prestasi yang dicapai siswa dalam
prestasi akademik yang kejuaraan dan perlombaan dengan
relevan, baik di tingkat mencantumkan tingkat, waktu, dan tempat.
kelas, sekolah, Dapat juga dicantumkan kelebihan atau hal-hal
kabupaten/Kota lain yang menonjol.
maupun yang lebih
tinggi.
BAB XI
PENGGUNAAN HASIL EVALUASI BELAJAR UNTUK BERBAGAI
TUJUAN DAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Pengertian , Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Penilaian merupakan langkah penting dalam manajemen program
bimbingan. Tanpa penilaian, kita tidak mungkin dapat mengetahui dan
mengidentifikasi keberhasilan pelaksanaan program bimbingan yang telah
direncanakan. Penilaian program bimbingan merupakan usaha untuk menilai
sejauh mana pelaksanaan program itu mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain bahwa keberhasilan program dalam
pencapaian tujuan merupakan suatu kondisi yang hendak dilihat lewat
kegiatan penilaian.
Sehubungan dengan penilaian ini, Shertzer dan Stone (1966)
mengemukakan pendapatnya: “Evaluation consist of making systematic
judgements of the relative effectiveness with which goals are attained in
relation to special standards“.
Evaluasi ini dapat pula diartikan sebagai proses pengumpulan informasi
(data) untuk mengetahui efektivitas (keterlaksanaan dan ketercapaian)
kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dalam upaya mengambil
keputusan. Pengertian lain dari evaluasi ini adalah suatu usaha
mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan dan
menyeluruh tentang proses dan hasil dari perkembangan sikap dan perilaku,
atau tugas-tugas perkembangan para siswa melalui program kegiatan yang
telah dilaksanakan.
Penilaian kegiatan bimbingan di sekolah adalah segala upaya, tindakan atau
proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan
dengan pelaksanaan program bimbingan di sekolah dengan mengacu pada
kriteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan
yang dilaksanakan.
Kriteria atau patokan yang dipakai untuk menilai keberhasilan pelaksanaan
program layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah mengacu pada
terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan siswa dan pihak-
pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung berperan
membantu siswa memperoleh perubahan perilaku dan pribadi ke arah yang
lebih baik.
Dalam keseluruhan kegiatan layanan bimbingan dan konseling, penilaian
diperlukan untuk memperoleh umpan balik terhadap keefektivan layanan
bimbingan yang telah dilaksanakan. Dengan informasi ini dapat diketahui
sampai sejauh mana derajat keberhasilan kegiatan layanan bimbingan.
Berdasarkan informasi ini dapat ditetapkan langkah-langkah tindak lanjut
untuk memperbaiki dan mengembangkan program selanjutnya.
Kegiatan evaluasi bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan kegiatan dan
ketercapaian tujuan dari program yang telah ditetapkan.
Adapun fungsi evaluasi program bimbingan dan konseling di sekolah adalah:
Memberikan umpan balik (feed back) kepada guru pembimbing konselor)
untuk memperbaiki atau mengembangkan program bimbingan dan
konseling.
Memberikan informasi kepada pihak pimpinan sekolah, guru mata pelajaran,
dan orang tua siswa tentang perkembangan sikap dan perilaku, atau tingkat
ketercapaian tugas-tugas perkembangan siswa, agar secara bersinergi atau
berkolaborasi meningkatkan kualitas implementasi program BK di sekolah.
B. Aspek-aspek yang Dievaluasi
Ada dua macam aspek kegiatan penilaian program kegiatan bimbingan,
yaitu penilain proses dan penilaian hasil. Penilaian proses dimaksudkan
untuk mengetahui sampai sejauh mana keefektivan layanan bimbingan
dilihat dari prosesnya, sedangkan penilaian hasil dimaksudkan untuk
memperoleh informasi keefektivan layanan bimbingan dilihat dari hasilnya.
Aspek yang dinilai baik proses maupun hasil antara lain:
1. Kesesuaian antara program dengan pelaksanaan;
2. Keterlaksanaan program;
3. Hambatan-hambatan yang dijumpai;
4. Dampak layanan bimbingan terhadap kegiatan belajar mengajar;
5. Respon siswa, personil sekolah, orang tua, dan masyarakat terhadap
layanan bimbingan;
Perubahan kemajuan siswa dilihat dari pencapaian tujuan layanan
bimbingan, pencapaian tugas-tugas perkembangan, dan hasil belajar; dan
keberhasilan siswa setelah menamatkan sekolah baik pada studi lanjutan
ataupun pada kehidupannya di masyarakat.
Apabila dilihat dari sifat evaluasi, evaluasi bimbingan dan konseling lebih bersifat
“penilaian dalam proses” yang dapat dilakukan dengan cara berikut ini.
Mengamati partisipasi dan aktivitas siswa dalam kegiatan layanan bimbingan.
Mengungkapkan pemahaman siswa atas bahan-bahan yang disajikan atau
pemahaman/pendalaman siswa atas masalah yang dialaminya.
Mengungkapkan kegunaan layanan bagi siswa dan perolehan siswa sebagai hasil
dari partisipasi/aktivitasnya dalam kegiatan layanan bimbingan.
Mengungkapkan minat siswa tentang perlunya layanan bimbingan lebih lanjut.
Mengamati perkembangan siswa dari waktu ke waktu (butir ini terutama dilakukan
dalam kegiatan layanan bimbingan yang berkesinambungan).
Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan kegiatan
layanan. Berbeda dengan hasil evaluasi pengajaran yang pada umumnya berbentuk
angka atau skor, maka hasil evaluasi bimbingan dan konseling berupa deskripsi
tentang aspek-aspek yang dievaluasi (seperti partisipasi/aktivitas dan pemahaman
siswa; kegunaan layanan menurut siswa; perolehan siswa dari layanan; dan minat
siswa terhadap layanan lebih lanjut; perkembangan siswa dari waktu ke waktu;
perolehan guru pembimbing; komitmen pihak-pihak terkait; serta kelancaran dan
suasana penyelenggaraan kegiatan). Deskripsi tersebut mencerminkan sejauh mana
proses penyelenggaraan layanan/pendukung memberikan sesuatu yang berharga
bagi kemajuan dan perkembangan dan/atau memberikan bahan atau kemudahan
untuk kegiatan layanan terhadap siswa.
C. Langkah-langkah Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi program ditempuh langkah-langkah berikut.
a) Merumuskan masalah atau beberapa pertanyaan. Karena tujuan
evaluasi adalah untuk memperoleh data yang diperlukan untuk
mengambil keputusan, maka konselor perlu mempersiapkan
pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan hal-hal yang akan
dievaluasi. Pertanyaan-pertanyaan itu pada dasarnya terkait dengan
dua aspek pokok yang dievaluasi yaitu :
1. tingkat keterlaksanaan program (aspek proses), dan
2. tingkat ketercapaian tujuan program (aspek hasil).
b) Mengembangkan atau menyusun instrumen pengumpul data. Untuk
memperoleh data yang diperlukan, yaitu mengenai tingkat
keterlaksanaan dan ketercapaian program, maka konselor perlu
menyusun instrumen yang relevan dengan kedua aspek tersebut.
Instrumen itu diantaranya inventori, angket, pedoman wawancara,
pedoman observasi, dan studi dokumentasi.
c) Mengumpulkan dan menganalisis data. Setelah data diperoleh maka
data itu dianalisis, yaitu menelaah tentang program apa saja yang
telah dan belum dilaksanakan, serta tujuan mana saja yang telah dan
belum tercapai.
d) Melakukan tindak lanjut (Follow Up).
Berdasarkan temuan yang diperoleh, maka dapat dilakukan kegiatan
tindak lanjut. Kegiatan ini dapat meliputi dua kegiatan, yaitu :
1. memperbaiki hal-hal yang dipandang lemah, kurang tepat, atau
kurang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai, dan
2. mengembangkan program, dengan cara merubah atau menambah
beberapa hal yang dipandang dapat meningkatkan kualitas atau
efektivitas program.
A. Fungsi Intruksional
Ada beberapa definisi yang disampaikan oleh beberapa tokoh seperti Robert
F. Magner (1962) yang mendefinisikan tujuan instruksional sebagai tujuan
perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa sesuai
kompetensi. Juga ada Eduard L. Dejnozka dan David E. Kavel (1981) yang
mendefinisikan tujuan instruksional adalah suatu pernyataan spefisik yang
dinyatakan dalam bentuk perilaku yang diwujudkan dalam bentuk tulisan
yang menggambarkan hasil belajar yang diharapkan serta Fred Percival dan
Henry Ellington (1984) yang mendefinisikan tujuan instruksional adalah suatu
pernyataan yang jelas menunjukkan penampilan / keterampilan yang
diharapkan sebagai hasil dari proses belajar
Dalam pembaruan sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia sekarang ini, setiap
guru dituntut untuk menyadari tujuan dari kegiatannya mengajar dengan titik tolak
kebutuhan siswa. Oleh karena itu, dalam merancang sistem belajar yang akan
dilakukannya, langkah- pertama yang ia lakukan adalah membuat tujuan
instruksional. Dengan tujuan instruksional:
Dan lain-lain lagi yang berujud kata kerja perbuatan/operasional (action verb)
yang diamati dan diukur.
Kata-kata Operasional
a. Cognitive domain; levels and corresponding action verbs
1) Pengetahuan (knowledge)
– Mendefinisikan, mendeskrifsikan, mengidentifikasi, mendaftarkan,
menjodohkan, menyebutkan, menyatakan (states), mereproduksi.
2) Pemahaman (comprehension)
– Mempertahanan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan,
memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh,
menuliskan kembali,memperkirakan.
3) Aplikasi
– Mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemuan, memanipulasikan,
memodifikasi, mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan, menghasilkan
menghubungkan, menunjukan, memecahkan, menggunakan.
4) Analisis
– Memerinci, menyusun diagaram, membedakan, mengidentifikasikan,
mengilustrasikan, menyimpulkan, menunjukan, menghubungkan, memilih,
memisahkan, membagi (subdivides).
5) Sintesis
– Mengategorikan, mengkombinasikan, mengarang, menciptakan, memubat
desain, menjelaskan, memodifikasi, mengorganisasikan, menyusun, membuat
rencana, mengatur kembali, mengrekonstruksikan, menghubungkan,
mereorganisasikan, merevisi, menuliskan kembali, menuliskan, memceritakan.
6) Evaluasi
– Menilai, membandingkan, menyimpulkan, mempertentangkan, mengkritik,
mendeskripsikan, membedakan, menerangkan, memutuskan, menafsirkan,
menghubungkan, membantu (supports).
b. Affective domain; learning levels and corresponding action verbs
1) Reesiving
– Menanyakan, memilih, mendeskrifsikan, mengikuti, memberikan,
mengidentifikasikan, menyebutkan, menunjukan, memilih, menjawab.
2) Responding
– Menjawab, membantu, mendiskusikan, menghormat, berbuat, melakukan,
membaca, memberikan, menghafal, melaporkan, memilih, menceritakan,
menulis.
3) Valuing
– Melengkapi, menggambarkan, membedakan, menerangkan, mengikuti,
membentuk, mengundang, menggabung, mengusulkan, membaca, melaporkan,
memilih, bekerja, mengambil bagian (share), mempelajari.
4) Organization
– Mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan, melengkapi,
mempertahankan, menerangkan, menggeneralisasikan, mengidentifikasikan,
mengintegrasikan, memodifikasi, mengorganisir, menyiapkan, menghubungkan,
mengsintesiskan.
5) Characterization by value or value complex
– Membedakan, menerapkan, mengusulkan, memperagakan, mempengaruhi,
mendengarkan, memodifikasikan, mempertunjukan, menanyakan, merevasi,
melayani, memecahkan, menggunakan.
c. Psychomotor domain
Kata-kata operasional untuk aspek psikomotor harus menunjukan pada
aktualisasi kata-kata yang dapat diamati meliputi:
1. Muscular or motor sills
– Mempertotonkan gerak, menunjukan hasil (pekerjaan tangan), melompat,
menggerakan, menampilkan.
2. Manipulation of materials or objects
– Mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan,
membentuk.
3. Neuromuscular coordination
– Mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan,
memasang, memotong, menarik, menggunakan.
Kata-kata yang telah disajikan di atas merupakan kata-kata kerja yang dipakai
dalam merumuskan tujuan instruksional khusus bagi siswa-siswa yang belajar,
sehingga rumusan seutuhnya menjadi pernyataan-pernyataan antara lain,
sebagai berikut.
– Siswa dapat menjumlahkan bilangan-bilangan yang terdiri dari puluhan dan
satuan.
– Siswa dapat menunjukan letak gunung-gunung yang ada di Jawa Tengah.
– Siswa dapat menceritakan kembali isi bacaan tentang kisah keluarga.
b) Kondisi demonstrasi (condition of demonstration or tes)
Kondisi demonstrasi adalah komponen TIK yang menyatakan suatu kondisi atau
situasi yang dikenakan kepada siswa pada saat ia mendemonstrasikan tingkah
laku akhir, misalnya:
– Dengan penulisan yang betul
– Urut dari yang paling tinggi
– Dengan bahasanya sendiri
Dengan demikian rangkaian kata-kata dalam rumusan TIK menjadi:
– Siswa dapat menjumlahkan bilangan yang terdiri dari puluhan dan satuan
dengan penulisan yang betul.
– Siswa dapat menunjukan letak gunung-gunung yang ada di Jawa Tengah, urut
dari yang paling tinggi.
– Siswa dapat menceritakan kembali isi bacaan tentang kisah keluarga dengan
bahasanya sendiri.
Kata-kata bercetak miring itulah yang menunjukan standar keberhasilan.
c) Standar keberhasilan (standard of performance)
Standar keberhasilan adalah komponen TIK yang menunjukan seerapa jauh
tingkat keberhasilan yang dituntut oleh penilai bagi tingkah laku pelajar pada
situasi akhir.
Tingkatan keberhasilan dapat dinyatakan dalam jumlah maupun presentase,
misalnya:
– Dengan 75% betul,
– Seurang-kurangnya 5 dari 10,
– Tanpa kesalahan
Dengan tambahan tingkatan keerhasilan ini maka bunyi rumusan TIK menjadi:
– Siswa dapat menjumlahkan bilangan yang terdiri dari puluhan dan satuan
tanpa kesalahan.
– Siswa dapat menunjukan kembali kota-kota yang ada di Jawa Barat urut dari
yang paling barat, dengan hanya 25% kesalahan.
Yang umum dikerjakan sampai saat ini hanya sampai tingkah laku akhir saja.
Pada pedoman pelaksanaan kurikulum dijelaskan bahwa, dalam kegiatan belajar
mengajarguru diharuskan memperhatikan pula- keterampilan siswa dalam hal
memperoleh hasil, yakni memperoleh keterampilan tentang prosesnya.
Pendekatan ini disebut dengan istilah Pendekatan Keterampilan Proses (PKP).
Keterampilan-keterampilan yang dimaksud meliputi keterampilan dalam hal:
1. Mengamati,
2. Menginterprestasikan (menafsirkan) hasil pengamatan,
3. Meramalkan,
4. Menerapkan konsep,
5. Merencanakan penelitian,
6. Melaksanakan penelitian,
7. Mengkomunikasikan hasil penemuan
Sesuai dengan tuntutan tersebut maka guru dalam merumuskan Tujuan
Instruksional Khusus harus mengundang apa yang dilakukan siswa dalam
kegiatan belajar mengajar (keterampilan yang mana), bagaimana menunjukan
kemampuan atau hasilnya (tingkah laku) dan perolehannya. Untuk
mempermudah tugas ini, dalam buku GBPP kurikulum 1984. Tujuan
instruksional umum yang termuat sudah dirumuskan dalam satu rumusan yang
menjelaskan:
1. Materi yang dipelajari,
2. Perilaku mengutarakan hasil,
3. Proses mencapaiannya
B. Fungsi Informative
Fungsi Informatif Memberikan nilai siswa kepada orang tuanya mempunyai
arti bahwa orang tua siswa menjadi tahu akan kemajuan dan prestasi
putranya di sekolah. Catatan ini akan sangat berguna terutama bagi orang
tua yang ikut serta menyadari tujuan sekolah dan perkembangan putranya.
Dengan catatan nilai untuk orang tua maka orang tua menjadi sadar akan
keadaan putranya untuk kemudian lebih baik memberikan bantuan berupa
perhatian, dorongan atau bimbingan, serta hubungan antara orang tua
dengan sekolah menjadi baik.
C. Fungsi Bimbingan
Pemberian nilai kepada siswa akan mempunyai arti besar bagi pekerjaan
bimbingan. Dengan perincian gambaran nilai siswa, petugas bimbingan akan
segera tahu bagian -bagian mana dari usaha siswa di sekolah yang masih
memerlukan bantuan. Catatan lengkap yang juga mencakup tingkat dalam
kepribadian siswa serta sifat-sifat yang berhubungan dengan rasa sosial
akan sangat membantu siswa dalam pengarahannya sebagai pribadi
seutuhnya.
Fungsi Bimbingan dan Konseling yaitu :
D. Fungsi Administratif
Yang dimaksud fungsi administratif dalam penilaian antara lain mencakup: a.
menentukan kenaikan dan kelulusan siswa b. memindahkan
ataumenempatkan siswa c. memberikan beasiswa d. memberikan
rekomendasi untuk melanjutkan belajar e. memberi gambaran tentang
prestasi siswa/lulusan kepada para calon pemakai tenaga.