REHABILITASI MEDIK
Oleh :
Winda Oktavia Wicahyani
G 0003200
Pembimbing :
SURAKARTA
2009
1
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. W
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Agama : Islam
Pekerjaan : pekerja perhutanan
Alamat : Slarong 2/3, Ngemplak, Kartosuro, Surakarta
Status Perkawinan : Kawin
Tanggal Masuk : 13 November 2009
Tanggal Periksa : 17 November 2009
No CM : 89 93 28
B. Keluhan Utama
Sesak nafas
2
tuberkulosis, dan diobati rutin selama 6 bulan, setelah itu pasien dinyatakan
sembuh.
Tahun 2006 pasien mengalami keluhan serupa yaitu batuk >2 minggu
berdahak dahak warna kuning kehijauan, berat badan menurun (+), nafsu
makan turun (+), keringat dingin pada malam hari (+), dan disartai dengan
sesak nafas (+). Kemudian pasien mondok lagi di RSDM diberi pengobatan
6 bulan dan dinyatakan sembuh.
3
Pasien makan 3 kali sehari, sebanyak ½ porsi, dengan nasi, lauk pauk (tahu,
tempe, telur,ikan) dan sayur. Pasien jarang makan buah dan minum susu.
Pasien minum air putih sebanyak 5-7 gelas perhari.
B. Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x / menit, isi cukup, irama teratur, simetris
Respirasi : 30x / menit
Suhu : 36,7º C per aksiler
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-)
D. Kepala
Bentuk kepala mesochepal, kedudukan kepala simetris
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+),
pupil isokor (3mm/3mm)
F. Hidung
Nafas cuping hidung (+), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
4
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (+), lidah kotor (-)
I. Leher
Simetris, JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak membesar
J. Thorax
a. Retraksi (+) intercostalis, bentuk barrel chest,
simetris
b. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi Jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-)
c. Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri, SIC melebar
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri, SIC melebar
Perkusi : Sonor/Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan RBK (+/+), wheezing (-/-), ekspirasi
memanjang (+)
K. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
5
L. Ektremitas
Oedem Akral dingin
- - - -
- - - -
M. Status Psikiatri
Deskripsi Umum
1. Penampilan : Pria, tampak sesuai umur, perawatan diri
cukup
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif
4. Pembicaraan : Normal
5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata
cukup
Afek dan Mood
Afek : Appropiate
Mood : Eutimik
Gangguan Persepsi
Halusinasi : (-)
Ilusi : (-)
Proses Pikir
Bentuk : realistik
Isi : waham (-)
Arus : koheren
Sensorium dan Kognitif
Daya konsentrasi : baik
Orientasi : Orang : baik
Waktu : baik
Tempat : baik
Daya Ingat : Jangka panjang : baik
6
Jangka pendek : baik
Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik
Insight : Baik
N. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Nervus Cranialis : dalam batas normal
Fungsi Sensorik
- Rasa Eksteroseptik : suhu, nyeri, dan raba dalam batas normal
- Rasa Propioseptik : getar, posisi, dan tekan dalam batas normal
- Rasa Kortikal : stereognosis, barognosis dalam batas normal
Fungsi Motorik dan Reflek
Kekuatan Tonus R.Fisiologis R.patologis
5 5 N N +2 +2 - -
5 5 N N +2 +2 - -
O. Range of Motion
NECK
ROM Pasif ROM Aktif
Fleksi 0 - 70º 0 - 70º
Ekstensi 0 - 40º 0 - 40º
Lateral bending kanan 0 - 60º 0 - 60º
Lateral bending kiri 0 - 60º 0 - 60º
Rotasi kanan 0 - 90º 0 - 90º
Rotasi kiri 0 - 90º 0 - 90º
7
Pronasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Supinasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Ekstensi 0-70º 0-70º 0-70º 0-70º
Wrist
Ulnar Deviasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Radius deviasi 0-20º 0-20º 0-20º 0-20º
Finger MCP I Fleksi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º
MCP II-IV fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
DIP II-V fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
PIP II-V fleksi 0-100º 0-100º 0-100º 0-100º
MCP I Ekstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Ekstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Trunk Right Lateral Bending 0-35º 0-35º 0-35º 0-35º
Left Lateral Bending 0-35º 0-35º 0-35º 0-35º
TRUNK
Fleksor M. Rectus Abdominis 5
Thoracic group 5
Ektensor
Lumbal group 5
Rotator M. Obliquus Eksternus Abdominis 5
Pelvic Elevation M. Quadratus Lumbaris 5
8
Ektremitas Superior Dekstra Sinistra
M. Deltoideus anterior 5 5
Fleksor
M. Bisepss anterior 5 5
M. Deltoideu 5 5
Ekstensor
M. Teres Mayor 5 5
M. Deltoideus 5 5
Abduktor
M. Biseps 5 5
Shoulder
M. Latissimus dorsi 5 5
Adduktor
M. Pectoralis mayor 5 5
M. Latissimus dorsi 5 5
Internal Rotasi
M. Pectoralis mayor 5 5
Eksternal M. Teres mayor 5 5
Rotasi M. Infra supinatus 5 5
M. Biseps 5 5
Fleksor
M. Brachilais 5 5
Elbow Eksternsor M. Triseps 5 5
Supinator M. Supinatus 5 5
Pronator M. Pronator teres 5 5
Fleksor M. Fleksor carpi radialis 5 5
Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5
Wrist
Abduktor M. Ekstensor carpi radialis 5 5
Adduktor M. Ekstensor carpi ulnaris 5 5
Fleksor M. Fleksor digitorum 5 5
Finger
Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5
9
WBC : 6.9 103 /UL
PLT : 417 103 /UL
GDS : 98 mg/dL
Natrium : 136 mmol/L
Kalium : 4,0 mmol/L
Chlorida : 106 mmol/L
AGD tgl 13 November 2009
pH : 7, 28
pCO2 : 72 mmHg
pO2 : 82 mmHg
BE : 4,2 mmol/L
HCO3 : 33,8 mmol/L
SO2 : 92 %
Kesimpulan : asidosis respiratorik tidak sempurna, gagal nafas tipe II
B. Rontgen thorak PA
C. Elektrokardigrafi
Sinus ritme HR 107X/ menit, T inverted di lead II, III, AVF, P pulmonal di
lead II, deviasi axis ke kanan, S persisten di V6
Kesimpulan : CPC compensata
10
IV. ASSESMENT
Bekas TB
Gagal nafas tipe II akut
CPC kompensata
V. DAFTAR MASALAH
Masalah Medis :
Bekas TB
Gagal nafas tipe II akut
CPC kompensata
VI. PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa
1.O2, 2-3 L / menit
2. Infus RL 20 tpm
3. drip 2/3 amp aminofilin dalam RL
4. Injeksi ceftriaxon 1 gram/12 jam
5. OBH syr 3 x CI
11
6. ambroxol 3 x 30 mg
7. Nebu Berotec : Atrofen : NaCl 0,9% = 16 : 16 tetes : 1cc per 6 jam
Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi :
chest physical therapy:
- breathing control
- deep breathing
- latihan batuk
- chest expansion exercise
- postural drainage
2. Speech Terapi : (-)
3. Okupasi Terapi : latihan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
4. Sosiomedik : memberi edukasi kepada pasien dan keluarga
mengenai penyakit pasien
5. Ortesa-protesa : (-)
6. Psikologi : (-)
VIII. PLANNING
Planning Diagnostik : spirometri bila stabil
Planning Terapi : tidak ada
Planning Edukasi :
- Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi
- Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan
- Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi
Planning Monitoring : Evaluasi hasil terapi.
12
Evaluasi AGD
IX. GOAL
A. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat lama perawatan
B. Minimalisasi impairment, disabilitas, dan handicap pada pasien
C. Mencegah terjadinya komplikasi yang lebih buruk yang dapat
memperburuk keadaan penderita (seperti gagal nafas, infeksi
berulang, gagal jantung kanan)
D. Mengatasi masalah psikologis yang timbul akibat penyakit yang
diderita pasien
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia et bonam
Ad sanam : dubia et malam
Ad fungsionam : dubia et malam
13
TINJAUAN PUSTAKA
TUBERKULOSIS
Insidensi Tuberkulosis (TB) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade
terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya
banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial
ekonomi menengah ke bawah. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi
penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi,
angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama.
Di Indonesia TB merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan
dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India
dan China dalam jumlah penderita TB di dunia. Jumlah penderita TB paru dari tahun
ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita
baru TB paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TB paru yang
menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TB di
Indonesia. Mengingat besarnya masalah TB serta luasnya masalah semoga tulisan ini
dapat bermanfaat.
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberkulosis. TB terutama menyerang paru-paru sebagai tempat
infeksi primer. Selain itu, TB dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan
selaput otak. TB menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat.
Pada sedikit kasus, TB juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan yang terakhir ini,
bakteri yang berperan adalah Mycobacterium bovis.
Etiologi
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembek. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman selama beberapa tahun.
14
Kuman dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orang yang berada
disekitarnya, terutama yang kontak erat.
TB merupakan penyakit yang sangat infeksius. Seorang penderita TB dapat
menularkan penyakit kepada 10 orang di sekitarnya. Menurut perkiraan WHO, 1/3
penduduk dunia saat ini telah terinfeksi M. tuberkulosis. Kabar baiknya adalah orang
yang terinfeksi M. tuberkulosis tidak selalu menderita penyakit TB. Dalam hal ini,
imunitas tubuh sangat berperan untuk membatasi infeksi sehingga tidak
bermanifestasi menjadi penyakit TB.
Manifestasi Klinis
Penderita TB akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk
berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak
napas, nyeri dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan
produktivitas penderita bahkan kematian.
Gejala Umum :
· Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih
Gejala lain yang sering dijumpai :
· Dahak bercampur darah
· Batuk darah
· Sesak nafas dan rasa nyeri dada
· Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang
enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan,
demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TB.
Oleh sebab itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai
seorang “suspek tuberkulosis” atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak penderita
TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfibris),
badan kurus atau berat badan menurun.
15
Tempat kelainan lesi TB yang perlu dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila
dicurigai infiltrat yang agak luas, maka akan didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronkhi
basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara
nafasnya menjadi vesikular melemah.
Pemeriksaan penunjang
- Tuberculin skin testing
Dilakukan dengan menginjeksikan secara intracutaneous 0.1ml Tween-stabilized
liquid PPD pada bagian punggung atau dorsal dari lengan bawah. Dalam wkatu 48 –
72 jama, area yang menonjol (indurasi), bukan eritema, diukur. Ukuran tes Mantoux
ini sebesar 5mm diinterpretasikan positif pada kasus-kasus :
1. Individu yang memiliki atau dicurigai terinfeksi HIV
2. Memiliki kontak yang erat dengan penderita TB yang infeksius
3. Individu dengan rontgen dada yang abnormal yang mengindikasikan gambaran
proses penyembuhan TB yang lama, yang sebelumnya tidak mendpatkan
terapo OAT yang adekuat
4. Individu yang menggunakan Narkoba dan status HIV-ny tidak diketahui
Sedangkan ukuran 10mm uji tuberculin, dianggap positif biasanya pada kasus-kasus
seperti :
1. Individu dengan kondisi kesehatan tertentu, kecuali penderita HIV
2. Individu yang menggunakan Narkoba (jika status HIV-ny negative)
3. Tidak mendapatkan pelayanan kesehatan, populasi denganpendapatan yang
rendah, termasuk kelompok ras dan etnik yang beresiko tinggi
4. Penderita yang lama mondokdirumah sakit
5. Anak kecil yang berusi kurang dari 4 tahun
Uji ini sekarang sudah tidak dianjurkan dipakai,karena uji ini haya menunjukkan ada
tidaknya antibodi anti TB pada seseorang, sedangkan menurut penelitian, 80%
penduduk indosia sudah pernah terpapar intigen TB, walaupun tidak bermanifestasi,
sehingga akan banyak memberikan false positif.
- Pemeriksaan radiologis
1. Adanya infeksi primer digambarkan dengan nodul terkalsifikasi pada bagian
perifer paru dengan kalsifikasi dari limfe nodus hilus
16
2. Sedangkan proses reaktifasi TB akan memberikan gambaran :
a) Nekrosis
b) Cavitasi (terutama tampak pada foto posisi apical lordotik)
c) Fibrosis dan retraksi region hilus
d) Bronchopneumonia
e) Infiltrate interstitial
f) Pola milier
g) Gambaran diatas juga merupakan gambaran dari TB primer lanjut
3. TB pleurisy, memberikan gambaran efusi pleura yang biasanya terjadi secara
massif
4. Aktivitas dari kuman TB tidak bisa hanya ditegakkan hanya dengan 1 kali
pemeriksaan rontgen dada, tapi harus dilakukan serial rontgen dada. Tidak
hanya melihat apakah penyakit tersebut dalam proses progesi atau regresi.
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, tidak sensitif, tidak juga spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif) akan
didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke
kiri. Jumlah limfosit masih dibwah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Jika
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal, dan jumlah limfosit masih
tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Bisa juga didapatkan
anemia ringan dengan gambaran normokron dan normositer, gama globulin
meningkat dan kadar natrium darah menurun.
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya kuman
BA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA positif adalah bila
sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.
Klasifikasi penyakit dan tipe penderita
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita TB memerlukan “definisi
kasus” yang memberikan batasan baku dari setiap klasifikasi dan tipe penderita.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi kasus-yaitu
1. Organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru
17
2. Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung : BTA positif atau BTA
negative
3. Riwayat pengobatan sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati
4. Tingkat keparahan penyakit : penyakit ringan atau berat
a. KLASIFIKASI
A. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru)
Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Tuberkulosis Paru BTA positif
2. Tuberkulosis Paru BTA negative
B. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
selain jaringan paru,, misalnya pleura (selaput paru), selaput otak, selaput
jantung, kelejar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing,
alat kelamin dan lain-lain.
Berdasarkan tingkat keparahannya, TB Ekstra Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Tuberkulosis Ekstra Paru Ringan
Misal : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral, tulang (kecuali
tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal
2. Tuberkulosis Ekstra Paru Berat
Misal : meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudatif
dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat
kelamin.
b. TIPE PENDERITA
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita, yaitu :
1. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
2. Kambuh (relaps)
18
Adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapatkan terapi TB dan
etlah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
3. Pindahan (transfer in)
Adalah penderita TB yang sedang mendapatkan pengobatan disuatu
kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita
tersebut harus membawa surat rujukan/pindahan (FORM TB 09)
4. Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out)
Adalah penderita TB yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif setelah putus berobat 2 bulan atau lebih.
5. Gagal
- Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih.
- Adalah penderita BTA negative, rontgen positif yang menjadi BTA positif
pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
6. Lain-lain
Semua penderita lain yang tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas.
Termasuk dalam kelompok ini adalah kasus kronik (adalah penderita yang
masih BTA positif setelah menyelesaikan pengobatan ulang dengan kategori
2)
Pengobatan tuberkulosis
a) Isoniasid ( H )
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sanat efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang
berkembang,Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kk BB,sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
b) Rifampisin ( R )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi –dormant ( persister )
yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk
mengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
c) Pirasinamid ( Z )
19
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB ,sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg
BB.
d) Streptomisin ( S )
Bersifat bakterisid . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang
sama penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari sedangkan unuk
berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
e) Etambulol ( E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg
BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30
mg/kg/BB.
Prinsip Pengobatan
Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk
kuman persister) dapat dibunuh.Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan
sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang
digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TB akan
berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). uNtuk menjamin kepatuhan
penderita menelan obot , pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung
(DOT=Direcly Observed Treatment) oleh seorang pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.
a. Tahap Intensif
Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua
OATterutama rifampisin . Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan
secara tepat biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalamkurun
waktu 2 minggu sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif
( konversi ) pada akhir pengobatan intensif.
b. Tahap Lanjutan
20
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum
dalam jangka waktu yang lebih lama. Pengawasan ketat dalam tahap intensif
sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persister ( dormant ) sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
GAGAL NAFAS
Gagal nafas adalah gangguan pertukaran gas antara udara dengan sirkulasi
yang terjadi di pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan gerakan gas masuk
keluar paru. Gangguan pertukaran gas menyebabkan hipoksemia primer, oleh karena
kapasitas difusi CO2 jauh lebih besar dari O2 dan karena daerah yang mengalami
hipoventilasi dapat dikompensasi dengan meningkatkan ventilasi bagian paru yang
normal. Hiperkapnia adalah proses gerakan gas keluar masuk paru yang tidak
adekuat (hipoventilasi global atau general) dan biasanya terjadi bersama dengan
hipoksemia.
Hipoksemia:
Beberapa mekanisme yang menyebabkan hipoksemia dapat bekerja secara sendiri
atau bersama-sama :
1. Tekanan partial O2 yang dihirup (PIO2) menurun. Terjadi pada tempat yang
tinggi (high altitude) sebagai respons menurunnya tekanan barometer,
inhalasi gas toksik atau dekat api kebakaran yang mengkonsumsi O2.
2. Hipoventilasi. Hipoventilasi akan menyebabkan PAO2 dan PaO2 menurun.
Bila pertukaran gas intrapulmonal tidak terganggu, penurunan PaO2 sesuai
dengan menurunnya PAO2.
3. Gangguan Difusi. Akibat pemisahan fisik gas dan darah (pada penyakit paru
interstisial) atau menurunnya waktu transit eritrosit sewaktu melalui kapiler.
4. Ketidakseimbangan (mismatch) ventilasi/perfusi (V/Q) regional. Keadaan ini
selalu menyebabkan keadaan hipoksemia yang berarti dalam klinik. Unit paru
yang ventilasinya jelek ketimbang perfusinya menyebabkan desaturasi, yang
efeknya sebagian tergantung kadar O2 darah vena. Kadar O2 vena yang
menurun menyebabkan keadaan hipoksemia menjadi lebih jelek. Penyebab
terbanyak adalah keadaan yang menyebabkan ventilasi paru menurun atau
21
obstruksi saluran nafas, atelektasis, konsolidasi, udema kardiogenik atau
nonkardiogenik). Pemberian O2 dapat memperbaiki keadaan hipoksemia
apabila penyebabnya adalah gangguan ketidakseimbangan V/Q, hipoventilasi
atau gangguan difusi oleh karena PAO2 meningkat, walaupun pada daerah
yang ventilasinya jelek. Apabila penderita mendapat O2 100%, hanya daerah
yang samasekali tidak mendapat ventilasi (shunt) yang menyebabkan
hipoksemia.
5. Shunt. Pada shunt terjadi darah vena sistemik langsung masuk kedalam
sirkulasi arterial. Shunt dapat terjadi intrakardiak yaitu pada penyakit jantung
congenital sianotik right-to-left atau di dalam paru darah melalui jalur
vaskuler abnormal (arterivena fistula). Penyebab paling sering adalah
penyakit paru yang menghasilkan ketidakseimbangan V/Q, dengan ventilasi
regionalnya hampir atau samasekali tidak ada.
6. Pencampuran (admixture) darah vena desaturasi dengan darah arterial
(SVO2). Keadaan ini akan menurunkan PAO2 pada penderita dengan penyakit
paru dan menyebabkan gangguan di pertukaran gas intrapulmonal. Campuran
saturasi O2 vena langsung dipengaruhi oleh setiap imbalans antara konsumsi
O2 dan penyampaian O2. Keadaan anemia yang tidak dapat dikonsumsi oleh
peningkatan output jantung atau output jantung yang insufisien untuk
kebutuhan metabolisme, dapat menyebabkan penurunan SVO2 dan PaO2.
Hiperkapnia.
Beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan hiperkapnia adalah:
a. Drive respiratori yang insufisien, defek ventilatori pump, beban kerja yang
sedemikian besar sehingga terjadi kecapaian pada otot pernafasan dan
penyakit intrinsik paru dengan ketidakseimbangan V/Q yang berat. Keadaan
hiperkapnia hampir selalu merupakan indikasi adanya insufisiensi atau gagal
nafas.
PaCO2 = k X VCO2 / VA
Meningkatnya VCO2 dapat disebabkan oleh febris, kejang, agitasi atau faktor
lainnya. Keadaan ini biasanya terkompensasi dengan meningkatnya VA
secara cepat. Hiperkapnia terjadi hanya apabila VA meningkatnya sedikit.
b. Hipoventilasi.
22
Hipoventilasi merupakan penyebab hiperkapnia yang paling sering. Selain
meningkatnya PaCO2 juga terdapat asidosis respirasi yasng sebanding dengan
kemampuan bufer jaringan dan ginjal. Menurunnya VA, pertama dapat
disebabkan oleh karena menurunnya faktor minute ventilation (VE) yang
sering disebut sebagai hipoventilasi global atau kedua, karena meningkatnya
dead space (VD). Penyebab hipoventilasi global adalah overdosis obat yang
menekan pusat pernafasan.
c. Dead space (VD).
Terjadi apabila daerah paru mengalami ventilasi dengan baik, tetapi
perfusinya kurang, atau pada daerah yang perfusinya baik tetapi mendapat
ventilasi dengan gas yang mengandung banyak CO2 Dead space kurang
mampu untuk eliminasi CO2. Dead space yang meningkat akan menyebabkan
hiperkapnia.
23
Gejala Klinis Gagal Nafas.
Gejala klinis dari gagal nafas adalah nonspesifik dan mungkin minimal,
walaupun terjadi hipoksemia, hiperkarbia dan asidemia yang berat. Tanda utama dari
kecapaian pernafasan adalah penggunaan otot bantu nafas, takipnea, takikardia,
menurunnya tidal volume, pola nafas ireguler atau terengah-engah (gasping) dan
gerakan abdomen yang paradoksal.
Hipoksemia akut dapat menyebabkan berbagai masalah termasuk aritmia
jantung dan koma. Terdapat gangguan kesadaran berupa konfusi. PaO2 rendah yang
kronis dapat ditoleransi oleh penderita yang mempunyai cadangan kerja jantung yang
adekuat. Hipoksia alveolar (PAO2 60 mmHg) dapat menyebabkan vaso konstriksi
arteriolar paru dan meningkatnya resistensi vaskuler paru dalam beberapa minggu
sampai berbulan-bulan, menyebabkan hipertensi pulmonal, hipertrofi jantung kanan
(kor pulmonale) dan pada akhirnya gagal jantung kanan.
Hiperkapnia dapat menyebabkan asidemia. Menurunnya pH otak yang akut
meningkatkan drive ventilasi. Dengan berjalannya waktu, kapasitas bufer di otak
meningkat, dan akhirnya terjadi penumpulan terhadap rangsangan turunnya pH di
otak dengan akibatnya drive tersebut akan menurun. Efek hiperkapnia akut kurang
dapat ditoleransi daripada yang kronis, yaitu berupa gangguan sensorium dan
gangguan personalia yang ringan, nyeri kepala, sampai konfusi dan narkosis.
Hiperkapnia juga menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak dan peningkatan
tekanan intrakranial. Asidemia yang terjadi bila hebat (pH 7,3) menyebabkan
vasokonstriksi arteriolar paru, dilatasi vaskuler sistemik, kontraktilitas miokard
menurun, hiperkalemia, hipotensi dan kepekaan jantung meningkat sehingga dapat
terjadi aritmia yang mengancam nyawa.
24
kecepatan pernafasan (30/menit), penggunaan otot bantu nafas, gerakan abdomen
paradoksal. Penghitungan fraksi dead space dan produksi CO2 dapat membantu
penanganan gagal nafas.
25
COR PULMONALE CHRONICUM
Cor Pulmonale Chronicum (CPC) adalah perubahan struktur dan fungsi dari
ventrikel kanan jantung sebagai akibat dari gangguan paru kronis. Perubahan yang
terjadi berupa hipertrofi ventrikel kanan atau dilatasi atau keduanya sebagai akibat
dari adanya hipertensi pulmoner.
Dilatasi adalah peregangan dari ventrikel, sebagai hasil cepat dari
peningkatan tekanan pada tempat yang elastis. Hipertrofi ventrikel adalah respon
adaptif dari peningkatan tekanan dalam jangka waktu lama. Setiap sel otot
berkembang membesar dan mengalami perubahan morfologis yang khas agar dapat
mencukupi peningkatan kekuatan kontraksi yang diperlukan untuk menggerakkan
darah melawan tahanan yang lebih besar.
Untuk dapat diklasifikasikan sebagai CPC penyebab utama harus berasal dari
system pernafasan. Dua penyebab utama terjadinya perubahan vaskuler adalah
adanya kerusakan jaringan (misalnya penyakit, jejas hipoksia, bahan kimia dan lain-
lain), dan vasokonstriksi paru hipoksia kronis. RVH yang disebabkan karena kelainan
sistemik tidak bisa diklasifikasikan sebagai CPC.
Dilatasi ventrikel kanan atau hipertrofi dalam CPC adalah efek kompensasi
langsung dari vasokonstriksi pulmoner kronis dan hipertensi arteri pulmoner yang
menyebabkan peningkatan kerja dan beban ventrikel kanan. Saat ventrikel kanan
tidak dapat mengkompensasi dilatasi dan hipertrofi yang terjadi, maka terjadilah
gagal jantung kanan.
26
Vasokonstriksi pulmonal pada saat terjadinya hipoksia pada arteri kecil dan
arteriol merupakan mekanisme pertahanan diri yang muncul secara akut
untuk mempertahankan perfusi-ventilasi local. Vasokonstriksi pulmoner local
muncul pada daerah yang mengalami hipoksia dan menyebabkan penghentian
aliran darah ke area hipoksik dan mengarahkannya ke daerah yang
mempunyai ventilasi yang adekuat, sehingga meningkatkan fungsi perfusi-
ventilasi dari paru secara keseluruhan. Meskipun berguna namun pada
vasokonstriksi kronis dapat menyebabkan penyempitan arteri pulmoner.
Hipoksia kronis menginduksi “muskularisasi” dari arteri pulmoner, dengan
otot polos berproliferasi secara longitudinal diantara tunika intima dari arteri
pulmoner kecil. Sehingga menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler
pulmoner dan menyebabkan terjadinya hipertensi pulmoner.
b. Perubahan anatomis dari vaskularisasi
Oklusi atau penyempitan arteri pulmoner yang berukuran sedang sampai
besar adalah dasar dari terjadinya peningkatan resistensi vaskuler pulmoner
pada beberapa gangguan misalnya penekanan mediastinum atau hilus oleh
tumor metastatik atau fibrosis, arteritis nonspesifik, tumor paru primer,
penyakit tromboemboli kronis dari pembuluh utama, dan infeksi (tuberkulosis
atau histoplasmosis)
c. Peningkatan viskositas darah
d. Idiopatik atau hipertensi pulmonal primer
27
Etiologi
a. Penyakit parenkim paru
- PPOK
- Kistik fibrosis
- Kehilangan jaringan paru akibat trauma atau pembedahan
- Pneumoconiasis stadium akhir
- Sarcoidosis
b. Gangguan vaskuler paru
- Hipertensi pulmonal primer
- Anemia sel sabit
- Skistosomiasis
- Oklusi vena pulmoner
- Tromboemboli pulmoner kronis
c. Kelainan dinding dada dan neuromuskuler
- kifoskoliosis
- Muscular dystrophy
- Myasthenia gravis
- Poliomyelitis
- Gullain-Barre syndrome
d. Gangguan control ventilasi
- Sindrom sleep apnea
- Hipoventilasi primer sentral
28
abnormalitas dinding dada, misalnya barrelchest. Terdapat ronkhi dan wheezing pada
paru.
Gambaran EKG :
- Hipertrofi ventrikel kanan (HV kanan)
- Abnormalitas atrium kanan
- “Slow progession of R” pada lead prekordial (terutama pada PPOK)
- Kadang aritmia ventrikuler / supraventrikuler
Foto thoraks :
- Kelainan pada paru, pleura, atau dinding dada
- Pembesaran ventrikel kanan
- Pelebaran vena cava superior
- Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus
Pemeriksaan laboratorium :
a. Analisa gas darah
- Hipoksia
- Hiperkapnea
- Asidosis respiratorik
b. Polisitemia
c. Faal paru
- Kelainan restriktif
- Obstruktif berat
Terapi
Terapi penyakit paru
a. Bronkodilator
b. Mukolitik & ekspektoran
c. Anti Biotik (AB) bila ada infeksi
d. O2 dosis rendah (1-2 L/menit)
e. Koreksi asidosis
Terapi gagal jantung
a. Diuretik
- Efektif bila CPC yang disebabkan PPOK
- Bila >> metabolik alkalosis
b. Digitalis
- Hati-hati mudah intoksikasi
- Terutama pada gagal jantung kongestif
c. Vasodilator pulmonal
d. Phlebotomi
29
30