,diakses
ses dari
nggal 24
Sejarah
gakkan STATUS SAKSI MAHKOTA
Militer.
Dalam
DALAM PROSES
No. 1, PERADILAN PIDANA
Unggul,
Oleh :
Undang-
ksi dan Drs. Nandan Iskandar
rihttp:// Siti Utari, SH.,MH.
Estiyarso, SH.
Hening Hadi Condro, SH.
SatriyoWibowo, SH.,LLM.
Imas Sholihah, SH.
DI SUSUN OLEH :
1. Hendi Suhendi, SH
2. Muhammad
KEJAKSAAN Iqbal,
AGUNG REPUBLIK SH., MH
INDONESIA
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
3. Nisya, SH, MH.
JAKARTA 2012
KEJAKSAAN AGUNG
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
JAKARTA 2017
i
Penguatan Terhadap Efektifitas Tugas dan Wewenang
Tim Pengawal, Pengaman Pemerintah dan Pembangunan
(TP4) Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi
DI SUSUN OLEH :
Hendi Suhendi, SH
Muhammad Iqbal, SH., MH
Nisya, SH, MH.
Meryana Andriani R., SH.
anggota IKAPI
ii
ABSTRAK
iii
ABSTRACT
iv
KATA PENGANTAR
v
Akhirnya semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pimpinan
Kejaksaan dalam menentukan arah kebijakan khususnya menyangkut
peran tim pengawalan dan pengamanan pemerintahan dan pembangunan.
Tidak lupa pula kami sampaikan permohonan maaf apabila banyak
kekurangan dan kendala dalam pelaksanaan penelitian ini.
vi
DAFTAR ISI
vii
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu penyebab terjadi kerugian keuangan negara
adalah akibat dari perbuatan korupsi yang saat ini sudah menjadi
permasalahan klasik di Indonesia bahkan terjadi secara massal
dan sistematik karena korupsi telah mengakar sedemikian rupa
sehingga sulit untuk diberantas. Keadaan ini semakin terlihat dari
banyak terjadinya praktek tindak pidana korupsi yang berlangsung
di berbagai sektor, tidak hanya di lembaga negara bahkan sudah
merambah pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), lembaga
jasa keuangan dan perbankan serta sektor lainya dalam kehidupan
sehari hari dimasyarakat.1 Meskipun tindakan pemberantasan
tindak pidana represif tidak henti hentinya telah dilakukan oleh
lembaga penegak hukum, baik oleh Kejaksaan, Kepolisian,
maupun KPK.
Berbagai kebijakan pemberantasan korupsi dalam rangka
penyelamatan kekayaan negara yang telah dijalankan pemerintah
Indonesia saat ini lebih cenderung kearah represif. Kondisi ini
merupakan paradigma yang berkembang di masyarakat, pendekatan
tersebut dinilai sebagai upaya yang efektif untuk menimbulkan
efek jera.2 Namun kenyataan menunjukan bahwa korupsi sulit
sekali untuk diberantas, apalagi dalam waktu yang singkat. Hal ini
disebabkan telah mengakarnya praktek korupsi di masyarakat dan
dalam penyelenggaran pemerintahan.3 Berbagai upaya yang sudah
dilakukan pemerintah Indonesia tidak serta merta menyebabkan
1
Bambang Setyo Wahyudi, “Strategi Pemberdayaan Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara
dalam Penyelamatan Kekayaan Negara” dalam Bambang Setyo Wahyudi, Noor Rochmad, Erryl
Prima Putra Agoes, dan Yusuf Jaksa Pengacara Negara: Mengawal Percepatan Proyek Strategis
Nasional, Cetakan Pertama, (Palembang: CV. Sapta. E. Saudara, 2016), hlm. 1.
2
Ibid, hlm. 2.
3
Romli Atmasasmita, Korupsi, Good Governance, dan Komisi Anti Korupsi, (Jakarta: Badan
Pembinaan Hukum Nasional dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2002), hlm. 25.
1
penurunan angka terjadinya tindak pidana korupsi serta semakin
bersihnya tata kepemerintahan dan tata kemasyarakatan dari tindak
pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme.4
Berdasarkan data Corruption Perception Index (CPI) 2016
yang diterbitkan oleh Transparansi Internasional, mengurutkan
negara-negara di dunia berdasarkan persepsi (anggapan) publik
terhadap korupsi di jabatan publik dan politik, memberikan skor
CPI 37.5 Sedangkan nilai rata-rata CPI global tahun 2016 adalah
43. Ini berarti tingkat korupsi di Indonesia masih sangat tinggi
karena berdasarkan skor CPI Indonesia yang masih dibawah rata-
rata. Dengan skor CPI tersebut Indonesia menempatkan peringkat
90 dari 176 negara di dunia terhadap pemberantasan korupsi.
Pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme merupakan
tantangan utama Nawacita Presiden Joko Widodo dalam bidang
penegakan hukum. Komitmen tersebut tertuang dalam Point 4
Nawa Cita yang menyatakan bahwa menolak negara menjadi
lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum
yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.6 Didalam
pemberantasan korupsi Pemerintah Indonesia juga telah menyusun
Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan korupsi (Stranas
PPK) sebagai arah dan acuan dari berbagai upaya PPK yang lebih
komperhensif bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholder)
yang memiliki visi jangka panjang dan menengah.
Implementasi dari visi dan misi PPK untuk jangka panjang
dan menengah tersebut dituangkan dalam Instruksi Presiden
4
Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi (edisi ringkas), (Jakarta: Transparency
Internasional Indonesia, 2003), hlm. 3.
5
Skor CPI berada pada rentang 0-100. 0 berarti negara dipersepsikan sangat korup, sedangkan
skor 100 berarti dipersepsikan sangat bersih. Transparency International Indonesia, “Corruption
Perception Index: Terus Perkuat Integritas Sektor Publik, Dorong Integritas Bisnis Sektor Swasta”,
(Rabu, 25 Januari 2017) <http://www.ti.or.id/index.php/publication/2017/01/25/corruption-
perceptions-index-2016>.
6
Nawacita merupakan program yang diusung oleh pasangan Presiden Jokowi – Jusuf Kalla
yang terdiri dari sembilan program prioritas dengan mengusung visi “Terwujudnya Indonesia
yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Kementerian
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Nawa Cita (28 Juli 2015) <https://www.setneg.go.id/index.
php?option=com_content &task=view& id >.
2
Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi yang memerintahkan semua Lembaga/Instansi Pemerintah
untuk secara sistematis melakukan langkah pencegahan dan
pemberantasan korupsi menurut bidang, tugas dan kewenangan
masing-masing. Instruksi presiden ini dikeluarkan atas dasar
bahwa dalam kurun waktu 4 sampai 5 tahun ini ternyata tidak
ada satu daerahpun (provinsi, kota, kabupaten) yang 100% bisa
menyerap anggaran tahun 2015.7 Persentase penyerapannya secara
umum hanyalah dalam kisaran 62%-89%, itupun 50% nya untuk
pengeluaran rutin gaji pegawai. Melalui Instruksi Presiden tersebut,
Kepala Bapenas diinstruksikan untuk melakukan pemantauan dan
evaluasi pelaksanaan aksi PPK Kementerian/Lembaga secara
berkala. Bentuk komitmen dan kesungguhan pencegahan dan
pemberantasan korupsi di Indonesia, telah dilakukan oleh Presiden
melalui Instruksi untuk melakukan koordinasi antar berbagai pihak
dalam pelaksanaan Aksi PPK.8
Pelaksanaan aksi PPK tersebut ditujukan juga kepada
Presiden RI Jokowi pada acara HBA Kejaksaan Tahun 2015.
Dalam pidatonya, Presiden menginstruksikan agar Kejaksaan
dapat meningkatkan kerja sama dengan KPK dan Polri dalam
pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan melibatkan PPATK,
Kantor Pajak, BPKP, dan Inspektorat. Dengan kerjasama tersebut,
diharapkan Kejaksaan ke depannya dapat menjadi lembaga yang
terpercaya dan mampu mendukung program pemerintah di bidang
penegakan hukum dan pengawal keberhasilan program-program
prioritas pembangunan nasional.
Maksud dari Instruksi Presiden kepada jajaran Kejaksaan
adalah untuk meningkatkan kinerja dalam bidang penegakan
hukum, karena Kejaksaan sebagai lembaga yang memiliki peranan
yang sangat penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi
dewasa ini secara gencar melakukan tindakan preventif dan
refresif terhadap upaya penyelamatan kerugian keuangan negara
7
Erryl Prima Putera Agoes, “Sejarah Kewenangan Kejaksaan Dalam Bidang Datun Serta
Kontribusi Dalam Pembangunan Nasional”, Op.cit. hlm. 91.
8
Ibid.
3
serta penegakan hukum yang tepat dan efektif dalam mendukung
program-program pembangunan nasional.9
Sebagai pengejewantahan dari program Nawacita dan Instruksi
Presiden tersebut, Kejaksaan merespon apa yang disampaikan
Presiden dengan membentuk TP4. Dasar pembentukan TP4 di
lembaga Kejaksaan Jaksa Agung menerbitkan Surat Keputusan
Jaksa Agung Nomor: KEP-152/A/JA/10/2015 Tanggal 1 Oktober
2015 Tentang Pembentukan Tim Pengawal dan Pengamanan
Pemerintahan dan Pembangunan Pusat maupun Daerah Kejaksaan
Republik Indonesia. Atas dasar hal tersebut, dibuat juga Instruksi
Jaksa Agung Nomor: INS-001/A/JA/10/2015 Tanggal 5 Oktober
2015 Tentang Pembentukan dan Pelaksanaan Tugas TP4P/D (Pusat
dan Daerah) Kejaksaan RI, kepada jajarannya JAM Intelijen,
JAM Pidsus, JAM Datun, Kabandiklat, Kajati dan Kajari seluruh
Indonesia untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan dan
pemerintahan dan pembangunan nasional di Pusat dan Daerah.
Adapun tugas dan fungsi TP4 yang dibentuk lembaga
Kejaksaan adalah:10
1. Mengawal, mengamankan dan mendukung keberhasilan
jalannya pemerintahan dan pembangunan melalui upaya-upaya
pencegahan/preventif dan persuasif di tingkat pusat. dengan
cara-cara:
• Memberikan penerangan hukum di lingkungan instansi
pemerintah, BUMN, BUMD dan Pihak Lain;
• Melakukan diskusi-diskusi dan pembahasan bersama
9
Termuat dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan RI yang menegaskan bahwa Kejaksaan juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam
proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan
pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila,
serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta
berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara melindungi
kepentingan masyarakat.
10
Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Pusat (TP4P), Peran Serta
Dalam Rangka Mendukung Keberhasilan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan
Nasional, <Kejaksaan Republik Indonesia>.
4
instansi pemerintah, BUMN dan BUMD;
2. Memberikan pendampingan hukum dalam setiap tahapan
program pembangunan dari awal sampai akhir di tingkat
pusat;
3. Melakukan koordinasi di tingkat pusat dengan Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah untuk mencegah terjadinya
penyimpangan yang berpotensi menghambat, menggagalkan
dan menimbulkan kerugian bagi keuangan negara;
4. Melaksanakan Gakkum di tingkat pusat secara refresif
ketika menemukan adanya perbuatan melawan hukum yang
dimungkinan dapat merugikan keuangan negara.
Faktor Internal
a. Dasar Hukum Pembentukan TP4
Sebagaimana dijelaskan diatas, pembentukan TP4 ini
berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015, hal yang
menjadi permasalahan adalah sifat dari Instruksi Presiden
tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk peraturan
perundang-undangan yang biasa.11 Instruksi Presiden ini disebut
“policy” atau “beleids” atau bukan berbentuk peraturan yang
murni.12
11
Jimly Asshiddiqie, Perihal Perundang-undangan (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 20.
12
Ibid. hlm. 391.
5
Instruksi Presiden dapat diberikan secara lisan maupun
tulisan. Menurut Michael Allen dan Brian Thompson, Instruksi
Presiden dalam prakteknya dapat dibuat dalam bentuk surat
atau terkadang bisa juga disampaikan secara langsung ketika
rapat atau menyampaikan pidato yang isinya pun dapat berupa
Peraturan yang bersifat prosedural, petunjuk penafsiran
atau perintah.13 Oleh karena itu Instruksi Presiden tidak
dapat berlaku selamanya sebagaimana peraturan perundang-
undangan lainnya yang bersifat abstrak, umum dan terus
menerus, semisal Peraturan Presiden.14
6
001/A/JA/10/2015 menjadi sangat penting dalam menyiapkan
SDM TP4 yang memahami berbagai ketentuan diatas, agar
kegiatan pengawalan dan pengamanan kegiatan pembangunan
dapat berlangsung efektif dan optimal.
Faktor Eksternal
Kemungkinan terjadinya penolakan oleh institusi tertentu
untuk mendapatkan pengawasan dan pengamanan barang dan jasa
oleh TP4.
Kemungkinan tetap terjadinya penyelewengan yang dilakukan
oleh institusi tertentu meskipun telah mendapat pengawalan dan
pengamanan barang dan jasa oleh TP4 sehingga institusi tersebut
diperiksa oleh Kejaksaan ataupun KPK.
Berdasarkan uraian diatas, maka Pusat Penelitian dan Pengembangan
menganggap penting untuk dilakukan penelitian mengenai
“Penguatan Terhadap Efektifitas Tugas dan Wewenang Tim
Pengawal, Pengaman Pemerintah Dan Pembangunan (TP4)
Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi”.
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas, pokok permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
• Bagaimana efektifitas TP4 dalam menjalankan tugas
dan kewenangannya baik secara preventif, persuasif dan
pendampingan hukum?
• Kendala-kendala apa saja yang ditemukan di lapangan terkait
tugas dan wewenang TP4 dalam melakukan pendampingan
hukum terhadap penyelenggara pemerintah guna mencegah
terjadinya tindak pidana korupsi?
• Hal-hal apa saja yang dapat dilakukan agar tugas dan wewenang
TP4 dapat dikuatkan baik secara administratif maupun secara
ketentuan hukum?
7
C. Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian, ruang lingkup penelitian ini
menitikberatkan pada efektifitas tugas dan wewenang TP4 agar
keberadaannya dapat dikuatkan baik secara administratif maupun
secara ketentuan hukum berdasarkan aturan perundang-undangan.
Selain itu, penelitian ini juga memfokuskan kendala-kendala
apa saja yang ditemukan di lapangan terkait dengan tugas dan
wewenang TP4 dalam melakukan pendampingan hukum terhadap
penyelenggara pemerintah guna mencegah terjadinya tindak
pidana korupsi.
2. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini, diharapkan dapat menjadi
bahan pertimbangan dan masukkan bagi Pimpinan Kejaksaan
untuk dapat dijadikan dasar dalam menguatkan tugas dan
8
wewenang TP4 baik di pusat maupun daerah sebagai upaya
pencegahan tindak pidana korupsi.
E. Target Penelitian
Mendapatkan data tentang efektifitas tugas dan wewenang
TP4 agar keberadaannya dapat dikuatkan baik secara administratif
maupun secara ketentuan hukum;
Mendapatkan data tentang kendala-kendala apa saja yang
ditemukan di lapangan terkait tugas dan wewenang TP4 dalam
melakukan pendampingan hukum terhadap penyelenggara
pemerintah guna mencegah terjadinya tindak pidana korupsi;
Mendapatkan masukan mengenai hal-hal yang dapat dilakukan
agar tugas dan wewenang TP4 dapat dikuatkan baik secara
administratif maupun secara ketentuan hukum.
F. Kegunaan Penelitian
Segi Teoritis
Penelitian ini dilaksanakan dengan maksud agar hasil penelitian
ini dapat memberikan kontribusi secara teoritis mengenai
keberadaan TP4 sebagai tim pengawal, pengaman pemerintahan
dan pembangunan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang di
pusat maupun di daerah dalam rangka mencegah terjadinya tindak
pidana korupsi.
Segi Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi:
a. Pimpinan Kejaksaan dalam menguatkan keberadaan TP4 sebagai
tim pengawal, pengaman pemerintahan dan pembangunan
di daerah dalam pelaksanaan tugas dan wewenang di pusat
maupun di daerah serta dapat mencegah terjadinya tindak
pidana korupsi;
9
b. Pimpinan Kejaksaan dalam membangun koordinasi dengan
pemerintah provinsi dalam upaya mempercepat program
pembangunan nasional baik di pusat maupun di daerah.
G. Kerangka Pemikiran
Kerangka Teori
Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)
Efektivitas dalam kegiatan organisasi dapat dirumuskan
sebagai tingkat perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh
mana sasaran telah dicapai. Organisasi dapat dikatakan efektif bila
organisasi tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah
ditetapkan.15 Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat
pencapaian tujuan operatif dan operasional. Dengan demikian
pada dasarnya efektivitas adalah tingkatan pencapaian tujuan atau
sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Ini dapat diartikan
apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai
dengan yang direncanakan.
Dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan
pemerintahan, badan atau pejabat pemerintahan dalam menggunakan
wewenang harus mengacu pada asas-asas umum tata pemerintahan
yang baik (good governance) yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor: 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
Serta untuk mewujudkan pemerintahan yang baik khususnya
pejabat pemerintahan undang-undang tentang administrasi
negara ini menjadi suatu landasan hukum yang dibutuhkan guna
mendasari keputusan atau tindakan pejabat pemerintahan untuk
memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintah.
Governance merupakan serangkaian proses interaksi sosial
politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai
bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan
15
I Nyoman Sumaryadi, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, (Jakarta: Citra
Utama, 2005), hlm. 205.
10
intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut.16
Governance merupakan mekanisme-mekanisme, proses-proses
dan institusi-institusi melalui warga Negara mengartikulasi
kepentingan-kepentingan mereka, melakukan mediasi perbedaan-
perbedaan mereka serta menggunakan hak dan kewajiban legal
mereka.17 Governance merupakan proses lembaga-lembaga
pelayanan, mengelola sumber daya publik dan menjamin realita
hak azasi manusia.18 Dalam konteks ini good governance memiliki
hakikat yang sesuai yaitu bebas dari penyalahgunaan wewenang
dan korupsi serta dengan pengakuan hak yang berlandaskan pada
pemerintahan hukum.
Dalam kepustakaan Hukum Administrasi di Indonesia,
menguraikan asas-asas umum pemerintahan yang baik ke dalam
13 asas yaitu:19
Asas Kepastian hukum (principle of legal security);
Asas Keseimbangan (Principle of proportionality);
Asas Kesamaan(dalam pengambilan keputusan) (Principle of
equality);
Asas bertindak cermat (Principle of carefullness);
Asas motivasi untuk setiap keputusan (Principle of
motivation);
Asas jangan mencampuradukkan kewenangan (Principle of
non missue of competence);
Asas permainan yang layak (Principle of fair play);
Asas Keadilan atau Kewajaran (Principle of meeting raised
expectation);
Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal
16
Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, Good Corporate Governance: Perkembangan
Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia dalam Perspektif Hukum, (Yogyakarta: Total Media
Yogyakarta, 2007), hlm. 224.
17
Ibid.
18
Ibid.
19
Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan
Administrasi Negara, (Bandung: Alumni, 1981), hlm. 28.
11
(Principle of undoing the consequences of an annuled
decision);
Asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi (Principle of
protecting the personal way of life);
Asas kebijaksanaan;
Asas Penyelenggaraan kepentingan umum (Principle of public
service).
Pencegahan
Dalam usaha untuk menanggulangi kejahatan, dapat dilakukan
dengan 2 (dua) cara yaitu tindakan preventif (mencegah sebelum
terjadinya kejahatan) dan tindakan represif (usaha sesudah
terjadinya kejahatan). Berikut ini diuraikan pula masing-masing
usaha tersebut :
1. Tindakan Pencegahan
Dalam konteks kejahatan, tindakan pencegahan adalah
tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau menjaga
kemungkinan akan terjadinya kejahatan.20 Terkait dengan
tindakan pencegahan terdapat pendapat bahwa mencegah
kejahatan lebih baik daripada mendidik penjahat menjadi baik
kembali, sebab bukan saja diperhitungkan segi biaya, tapi usaha
ini lebih mudah dan akan mendapat hasil yang memuaskan
atau mencapai tujuan.21
Selanjutnya Bonger berpendapat cara menanggulangi
kejahatan yang terpenting adalah: 22
1). Pencegahan kejahatan dalam arti luas, meliputi reformasi
dan pencegahan dalam arti sempit;
2). Pencegahan kejahatan dalam arti sempit meliputi :
20
A. Qirom Samsudin M, Sumaryo E., Kejahatan Anak Suatu Tinjauan Dari Segi Psikologis
dan Hukum, (Yogyakarta: Liberti, 1985), hlm. 46
21
Ibid.
22
Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (Jakarta: PT. Pembangunan Ghalia Indonesia,
1981), hlm. 15
12
a. Moralistik yaitu menyebarluaskan sarana-sarana yang
dapat memperteguhkan moral seseorang agar dapat
terhindar dari nafsu berbuat jahat.
b. Abalionistik yaitu berusaha mencegah tumbuhnya
keinginan kejahatan dan meniadakan faktor-faktor
yang terkenal sebagai penyebab timbulnya kejahatan,
Misalnya memperbaiki ekonomi (pengangguran,
kelaparan, mempertinggi peradapan, dan lain-lain);
3). Berusaha melakukan pengawasan dan pengontrolan
terhadap kejahatan dengan berusaha menciptakan :
a. Sistem organisasi yang baik,
b. Sistem peradilan yang objektif
c. Hukum (perundang-undangan) yang baik.
4). Mencegah kejahatan dengan pengawasan dan patrol yang
teratur;
5). Pencegahan kenakalan anak-anak sebagai sarana pokok
dalam usaha pencegahan kejahatan pada umumnya.
2. Tindakan Represif
Tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan
oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya tindakan
pidana.23 Tindakan respresif lebih dititikberatkan terhadap
orang yang melakukan tindak pidana, yaitu antara lain
dengan memberikan hukum (pidana) yang setimpal atas
perbuatannya.
Tindakan ini sebenarnya dapat juga dipandang sebagai
pencegahan untuk masa yang akan datang. Tindakan ini meliputi
cara aparat penegak hukum dalam melakukan penyidikan,
penyidikan lanjutan, penuntutan pidana, pemeriksaan di
pengadilan, eksekusi dan seterusnya sampai pembinaan
narapidana.
23
Soejono, D, Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), (Bandung: Alumni, 1976),
hlm. 42
13
Penangulangan kejahatan secara represif ini dilakukan
juga dengan tekhnik rehabilitas, menurut Cressey terdapat dua
konsepsi mengenai cara atau tekhnik rehabilitasi, yaitu: 24
Menciptakan sistem program yang bertujuan untuk
menghukum penjahat, sistem ini bersifat memperbaiki antara
lain hukuman bersyarat dan hukuman kurungan.
Lebih ditekankan pada usaha agar penjahat dapat berubah
menjadi orang biasa, selama menjalankan hukuman dicarikan
pekerjaan bagi terhukum dan konsultasi psikologis, diberikan
kursus keterampilan agar kelak menyesuaikan diri dengan
masyarakat.
Tindakan represif juga disebutkan sebagai pencegahan
khusus, yaitu suatu usaha untuk menekankan jumlah kejahatan
dengan memberikan hukuman (pidana) terhadap pelaku
kejahatan dan berusaha pula melakukan perbuatan dengan
jalan memperbaiki si pelaku yang berbuat kejahatan. Jadi
lembaga permasyarakatan bukan hanya tempat untuk mendidik
narapidana untuk tidak lagi menjadi jahat atau melakukan
kejahatan yang pernah dilakukan.
Kemudian upaya penanggulangan kejahatan yang sebaik-
baiknya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(1) Sistem dan operasi yang baik.
(2) Peradilan yang efektif.
(3) Hukum dan perundang-undangan yang berwibawa.
(4) Koodinasi antar penegak hukum dan aparatur pemerintah
yang serasi.
(5) Partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kejahatan.
(6) Pengawasan dan kesiagaan terhadap kemungkinan
timbulnya kejahatan.
(7) Pembinaan organisasi kemasyarakatan.
24
Simanjuntak B dan Chairil Ali, Cakrawala Baru Kriminologi, (Bandung: Trasito,
1980), hlm. 399.
14
Tindak Pidana Korupsi
Istilah “korupsi” dipergunakan sebagai suatu acuan singkat
untuk serangkaian tindakan terlarang atau melawan hukum
yang luas.25 istilah korupsi mengacu pada berbagai aktifitas atau
tindakan secara tersembunyi dan illegal untuk mendapatkan
keuntungan demi kepentingan pribadi atau golongan. Dalam
perkembangannya terdapat penekanan bahwa korupsi adalah
tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) atau
kedudukan publik untuk kepentingan pribadi.26
Istilah korupsi berasal dari perkataan Latin coruptio atau
corruptus.27 Yang berarti kerusakan atau kebobrokan. Disamping
itu di berbagai negara, dipakai juga untuk menunjukan keadaan
dan perbuatan yang busuk. Korupsi juga banyak dikaitkan dengan
ketidakjujuran seseorang di bidang keuangan. Arti harfiah dari kata
itu ialah tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata
atau ucapan yang menghina atau memfitnah dan lain sebagainya.
Kemudian arti kata korupsi yang telah diterima dalam
perbendaharaan kata bahasa Indonesia itu, dapat disimpulkan
bahwa korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan
uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Tindak pidana
korupsi merupakan masalah yang sangat serius, karena tindak
pidana korupsi dapat membahayakan stabilitas dan keamanan
negara dalam masyarakatnya, membahayakan pembangunan sosial
dan ekonomi masyarakat, politik, bahkan dapat pula merusak nilai-
nilai demokrasi serta moralitas bangsa karena dapat berdampak
membudayannya tindak pidana korupsi tersebut. Hal tersebut
sebagaimana tercantum dalam Preambul Ke-4 United Nation
Convention Against Corruption 2003 yang berbunyi sebagai
berikut yaitu:28
25
Soedjono D, Op.cit, hlm. 45.
26
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang Dan Jasa Dan Berbagai Permaslahannya,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 80.
27
Ibid.
8
Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi di
Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama, 2008), hlm. 3.
15
“meyakini bahwa korupsi tidak lagi merupakan masalah lokal,
melainkan suatu fenomena transnasional yang mempengaruhi
seluruh masyarakat dan ekonomi yang mendorong kerja sama
Internasional unruk mencegah dan mengontrollnya esensial.
Kegiatan pemberantasan korupsi akan selalu tetap menjadi bahan
yang aktual untuk disajikan sebagai persoalan jenis kejahatan
yang rumit penanggulangannya, karena korupsi mengandung
aspek yang majemuk dalam kaitannya dengan politik, ekonomi,
dan sosial budaya”.
Perbuatan korupsi membentuk aneka ragam pola perilaku
dalam suatu siklus pertumbuhan negara, perkembangan sistem
sosial dan keserasian struktur pemerintahan. Bentuk perbuatan
korupsi yang beraneka ragam dan berbagai faktor penyebab
timbulnya korupsi itu dalam pertumbuhannya makin meluas,
sehingga batasan dari ciri perbuatan korupsi dan ciri perbuatan
yang tidak korupsi tetapi berciri sangat merugikan negara atau
masyarakat menjadi sukar dibedakan, serta mengakibatkan
ketidakpastian cara memformulasikan kelompok kejahatannya,
korupsi dewasa ini selain menggerogoti keuangan (kekayaan
negara), juga sekaligus dapat merusak sendi-sendi kepribadian
bangsa. Tidak mengherankan kalau korupsi dimasa kini dapat
menghancurkan negara, menjatuhkan pemerintah atau minimal
menghambat pembangunan untuk kesejahteraan rakyat.
2. Kerangka Konsepsional
Konsepsi dalam penelitian ini adalah pembatasan dan
pengertian untuk memudahkan dalam memahami topik
penelitian sekaligus sebagai pedoman operasional dalam
proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan konstruksi data.
Adapun beberapa istilah yang perlu dijelaskan adalah:
a. Pengertian Penguatan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah proses, cara, perbuatan atau
menguatkan.
16
b. Pengertian efektivitas menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah dari kata efektif yaitu ada efeknya,
dapat membawa hasil, berhasil guna, menjadikannya
efektif.
c. Pengertian tugas dan wewenang
Pengertian tugas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan
untuk dilakukan, pekerjaan yang menjadi tanggung jawab
seseorang.
Pengertian wewenang menurut pakar yaitu hak yang
dimiliki seseorang atau badan hukum yang dimana dengan
hak tersebut seseorang atau badan hukum dapat memerintah
atau menyuruh untuk berbuat sesuatu.
d. Pengertian TP4 adalah Tim Pengawal dan Pengaman
Pemerintahan dan Pembangunan yang dibentuk dengan
tujuan salah satunya adalah Mengawal, mengamankan,
dan mendukung keberhasilan jalannya pemerintahan dan
pembangunan melalui upaya-upaya pencegahan atau
preventif dan persuasif.
e. Pengertian Upaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah usaha, ikhtiar untuk mencapai suatu maksud,
memecahkan persoalan, mencari jalan keluar.
f. Pengertian Pencegahan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah proses, cara, perbuatan mencegah,
penolakan.
g. Pengertian Tindak Pidana Korupsi menurut United Nations
Convention Against Corruption (UNCAC) adalah ancaman
terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi
transparansi, integritas dan akuntabilitas, serta keamanan
dan strabilitas bangsa Indonesia. Oleh karena itu, maka
korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat sistematik
dan merugikan langkah-langkah pencegahan tingkat
17
nasional maupun tingkat internasional. Dalam pelaksanaan
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
yang efisien dan efektif diperlukan dukungan manajemen
tata pemerintahan yang baik dan kerja sama internasional,
termasuk di dalamnya pengembalian aset-aset yang berasal
dari tindak pidana korupsi tersebut.
H. Metodologi
Sifat dan Tipe Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tipe penelitian yuridis
normatif dan yuridis empiris. Yuridis normatif berarti penelitian
dilakukan terhadap ketentuan perundang-undangan mengenai
topik yang diteliti. Sementara yuridis empiris berarti penelitian
dilakukan terhadap pelaksanaan dan implikasinya di lapangan
ketika peraturan perundang-undangan tersebut diterapkan.
Jenis data, sumber data, dan teknik pengumpulan data
Jenis data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) jenis,
yaitu data primer dan data sekunder.
Sumber data
Data primer diperoleh dari penelitian lapangan (field research),
sedangkan data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan
(library research), terhadap :
18
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah; Instruksi Presiden RI
No 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi tahun 2015; Nawacita Presiden RI Tahun 2014 – 2019;
Peraturan Jaksa Agung RI Nomor Per-006/A/JA/03/2014 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI. KEP-152/A/JA/10/2015
tanggal 1 Oktober 2015 tentang Pembentukan Tim Pengawal dan
Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Kejaksaan Republik
Indonesia Instruksi Jaksa Agung Nomor: INS-001/A/JA/10/2015
tanggal 5 Oktober tentang Pembentukan dan Pelaksanaan Tugas
TP4 (pusat dan daerah) Kejaksaan RI; Keputusan Jaksa Agung RI
Nomor: KEP- 016/JA/3/1995 Tentang Pelaksanaan Penelitian dan
Pengembangan Di Lingkungan Kejaksaan Agung RI. dan peraturan
perundang-undangan lain yang terkait dengan topik penelitian.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari buku-
buku, literatur dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan
judul/ topik penelitian.
Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan atas bahan hukum primer yang terdiri dari kamus,
enslikopedia dan kamus lainnya.
19
Lokasi dan Responden Penelitian
Lokasi Penelitian
Lokasi yang akan dijadikan sampel penelitian meliputi 5 wilayah
hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati), Ke-lima Kejati tersebut,
adalah sebagai berikut:
Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat;
Kejaksaan Tinggi Jambi;
Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur;
Kejaksaan Tinggi Banten;
Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat.
Responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 396 Responden, dengan
rincian sebagai berikut:
a. Kejaksaan
Kejaksaan Tinggi (Kajati / Wakajati, Asintel, Aspidsus,
Koordinator pada Kejaksaan Tinggi dan Jaksa pada Bidang
Pidsus, Datun, dan Intelijen)
Kejaksaan Negeri (Kajari, Kasi Intel, Kasi Datun, Kasi
Pidsus, Jaksa Fungsional pada TP4D)
b. Provinsi
Bappeda;
Bawasda;
Dinas Pekerjaan Umum;
Biro Hukum;
Biro Keuangan; dan
BUMN/BUMD.
20
Dengan rincian sebagai berikut :
21
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
d). Kejaksaan Negeri Batu Sangkar
- Kajari = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
e. Kejaksaan Negeri Bukit Tinggi
- Kajari = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
22
Wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi Jambi
a). Kejaksaan Tinggi Jambi
- Kajati/ Wakajati = 1 orang
- Asintel = 1 orang
- Asdatun = 1 orang
- Aspidsus = 1 orang
- Koordinator pada Kejati = 1 orang
- Jaksa Bidang Pidsus = 1 orang
- Jaksa Bidang Datun = 1 orang
- Jaksa Bidang Intelijen = 1 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
b). Kejaksaan Negeri Jambi
- Kajari = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
c). Kejaksaan Negeri Sengeti
- Kajari = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
23
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
d). Kejaksaan Negeri Muara Bungo
- Kajari = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
e. Kejaksaan Negeri Sarolangun
- Kajari = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
24
- Asdatun = 1 orang
- Aspidsus = 1 orang
- Koordinator pada Kejati = 1 orang
- Jaksa Bidang Pidsus = 1 orang
- Jaksa Bidang Datun = 1 orang
- Jaksa Bidang Intelijen = 1 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
b). Kejaksaan Negeri Samarinda
- Kajari = 1 orang
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
c). Kejaksaan Negeri Tenggarong
- Kajari = 1 orang
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
25
BUMN/BUMD = 2 orang
d). Kejaksaan Negeri Balikpapan
- Kajari = 1 orang
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
- BUMN/BUMD 2 orang
e. Kejaksaan Negeri Bontang
- Kajari = 1 orang
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
26
- Jaksa Bidang Datun = 1 orang
- Jaksa Bidang Intelijen = 1 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
b). Kejaksaan Negeri Mataram
- Kajari = 1 orang
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
c). Kejaksaan Negeri Selong
- Kajari = 1 orang
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
d). Kejaksaan Negeri Praya
- Kajari = 1 orang
27
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
28
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
c). Kejaksaan Negeri Cilegon
- Kajari = 1 orang
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
d). Kejaksaan Negeri Tigaraksa
- Kajari = 1 orang
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
e. Kejaksaan Negeri Tangerang
- Kajari = 1 orang
- Kasi Intelijen = 1 orang
- Kasi Pidsus = 1 orang
- Kasi Datun = 1 orang
29
- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orang
Bappeda = 2 orang
Bawasda = 2 orang
Dinas Pekerjaan Umum = 2 orang
Biro Hukum = 2 orang
Biro Keuangan = 2 orang
BUMN/BUMD = 2 orang
Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan maupun
hasil wawancara di lapangan akan diolah dan dianalisis dengan
menggunakan metode kualitatif.
Tahap-tahap Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu kurang lebih 9
(sembilan) bulan, terhitung dari bulan Pebruari 2017 sampai
dengan bulan Oktober 2017 dengan tahapan sebagai berikut :
Tahap Persiapan : 2 bulan
0) Penyiapan tor (term of reference) 1 minggu
1) Penyusunan personalia 1 minggu
2) Studi kepustakaan 2 minggu
3) Pembuatan research design 2 minggu
4) Pembuatan instrumen penelitian 1 minggu
5) Presentasi research design 1 hari
6) Presentasi instrumen penelitian 1 hari
7) Perbaikan research design dan instrumen
penelitian 1 minggu
30
Tahap Penulisan Laporan 2 bulan
0) Pengolahan data 1,5 bulan
1) Analisa data 2 minggu
31
32
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
33
negara.
Langkah awal dan mendasar untuk menghadapi dan
memberantas segala bentuk korupsi adalah dengan memperkuat
landasan hukum yang salah satunya adalah Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 yang dirubah dan ditambah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang diharapkan dapat mendukung pembentukan
pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme,
dan diperlukan pula kesamaan visi, misi dan persepsi aparatur
penegak hukum dalam penanggulangannya. Kesamaan visi, misi
dan persepsi tersebut harus sejalan dengan tuntutan hati nurani
rakyat yang menghendaki terwujudnya penyelengara negara yang
mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif, efisien,
bebas dari korupsi.
Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan
oleh pemerintah sampai saat ini masih terus bergulir, walaupun
berbagai strategi telah dilakukan, tetapi perbuatan korupsi masih
tetap saja merebak di berbagai sektor kehidupan. Beberapa kalangan
berpendapat bahwa terpuruknya perekonomian Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir ini, salah satu penyebabnya adalah korupsi
yang telah merasuk ke seluruh lini kehidupan yang diibaratkan
seperti jamur di musim penghujan, tidak saja di birokrasi atau
pemerintahan tetapi juga sudah merambah ke korporasi termasuk
BUMN.
Pengertian Korupsi.
Korupsi dalam bahasa Latin disebut Corruptio – corruptus,
dalam Bahasa Indonesia disebut corruptie, dalam Bahasa Inggris
disebut corruption, dan dalam Bahasa Sansekerta yang tertuang
dalam Naskah Kuno Negara Kertagama arti harfiah corrupt
34
menunjukkan kepada perbuatan yang rusak, busuk, bejad, tidak
jujur yang disangkut pautkan dengan keuangan.29
Korupsi di dalam Black’s Law Dictionary adalah “suatu
perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu
keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak
dari pihak-pihak lain, secara salah menggunakan jabatannya atau
karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya
sendiri atau untuk orang lain, bersamaan dengan kewajibannya
dan hak-hak dari pihak lain”.30
Dalam pengertian lain, korupsi dapat pula dilihat sebagai
perilaku tidak mematuhi prinsip, artinya dalam pengambilan
keputusan di bidang ekonomi, baik dilakukan oleh perorangan di
sektor swasta maupun pejabat publik, menyimpang dari aturan
yang berlaku.31 Hakekat korupsi berdasarkan hasil penelitian World
Bank adalah ”An Abuse Of Public Power For Private Gains”32,
penyalahgunaan kewenangan / kekuasaan untuk kepentingan
pribadi.
Pengertian korupsi secara yuridis, baik arti maupun jenisnya
telah dirumuskan, di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang sebelumnya, yaitu
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971. Dalam pengertian yuridis,
pengertian korupsi tidak hanya terbatas kepada perbuatan yang
memenuhi rumusan delik dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negaara, tetapi meliputi juga perbuatan-perbuatan
yang memenuhi rumusan delik, yang merugikan masyarakat atau
orang perseorangan.
Oleh karena itu, rumusannya dapat dikelompokkan sebagai
29
John Emerich Edward Dalberg Alton dalam Ilham Gunawan, Postur Korupsi di Indonesia
Tinjauan Yuridis, Sosiologis, Budaya dan Politik, (Bandung: Angkasa, 1990), hlm. 8.
30
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni Bandung, Cetakan Keempat, 1996, hlm. 115.
31
Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, Edisi VI, West Publishing, St. Paul
Minesota, 1990.
32
Vito Tanzi, Corruption, Governmental Activities, and Markets, IMF Working Paper, Agustus
1994.
35
berikut :
a. Kelompok delik yang dapat merugikan keuangan Negara atau
perekonomian Negara, (sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat
(1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi).
b. Kelompok delik penyuapan, baik aktif (yang menyuap) maupun
pasif (yang disuap) serta gratifikasi. (sebagaimana diatur dalam
Pasal 5 ayat(1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat(1) dan ayat (2), Pasal
11, Pasal 12 huruf a, b, c, dan d, serta Pasal 12B ayat (1) dan
ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Piddana Korupsi).
c. Kelompok delik penggelapan. (sebagaimana diatur dalam Pasal
8, Pasal 10 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi).
d. Kelompok delik pemerasan dalam jabatan (knevelarij,
extortion). (sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e dan
huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi).
e. Kelompok delik pemalsuan. (sebagaimana diatur dalam Pasal
9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak Pidana
Korupsi).
f. Kelompok delik yang berkaitan dengan pemborongan,
leveransir dan rekanan. (sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 12 huruf g dan huruf i Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Dari 6 (enam) kelompok delik di atas, hanya 1 (satu) kelompok
saja yang memuat unsur merugikan negara diatur di dalam 2 pasal
36
yaitu pasal 2 dan 3, sedangkan 5 kelompok lainnya yang terdiri dari
28 pasal terkait dengan perilaku menyimpang dari penyelenggara
negara atau pegawai negeri dan pihak swasta.
37
pemerintahan dan pada semua kegiatan;
2. Pemberian sanksi yang seberat-beratnya bagi pelaku korupsi,
kolusi dan nepotisme sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui
koordinasi dan sinergi pengawasan internal, eksternal dan
pengawasan masyarakat;
4. Peningkatan budaya kerja aparatur yang bermoral, profesional,
produktif dan bertanggung jawab;
5. Peningkatan pemberdayaan penyelenggara negara, dunia usaha
dan masyarakat dalam pemberantasan KKN.
38
• Peningkatan transparansi, partisipasi dan mutu pelayanan
melalui peningkatan akses dan sebaran informasi.
• Sedangkan sasaran khusus yang ingin dicapai adalah :
• Berkurangnya secara nyata praktek korupsi di birokrasi dan
dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas;
• Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan
pemerintahan yang bersih, efisien, transparan, profesional dan
akuntabel;
• Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat
diskrikinatif terhadap warga negara, kelompok atau golongan
masyarakat;
• Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan
kebijakan publik;
• Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah
fan tidak bertentangan peraturan dan perundangan diatasnya.
39
bukan pajak. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan
seluruh penerimaan Pemerintah Pusat terkait dengan kewajiban
pemerintah untuk menyediakan layanan tertentu kepada masyarakat
dan penerimaan yang tidak terkait dengan penyelenggaraan fungsi
pemerintah (tupoksi kementerian/lembaga).
Pemerintah sebagai penyedia jasa layanan bagi masyarakat,
baik bersifat layanan dasar (public goods) maupun layanan semi
dasar (semi public goods) yang menjadi kebutuhan masyarakat.
Layanan kategori dasar dibiayai melalui sistem perpajakan,
sedangkan layanan semi dasar dibiayai melalui pungutan yang
hakekatnya merupakan partisipasi masyarakat dalam membiayai
layanan tertentu dimaksud (cost sharing principle).
Mekanisme lebih lanjut dari pelayanan di atas ditetapkan
melalui alokasi benlanja setiap tahun yang sebelumnya harus
dimintakan persetujuan lebih dulu dari legislatif (DPR), apabila
telah mendapat persetujuan maka statusnya menjadi produk
legislatif yang lazim disebut undang-undang tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan di daerah
dikukuhkan dalam suatu Peraturan Daerah tentang Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Jika kita mengamati lebih jauh dari setiap kasus yang mencuat
ke permukaan melalui media massa, dimana pada akhir-akhir ini
kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia seringkali
terkait dengan pengadaan barang dan jada yang dananya berasal dari
APBN, APBD atau Badan Hukum Milik Negara. Para pelakunya
merupakan orang-orang yang memiliki kekuasaan atau yang
memiliki kewenangan. Atas kenyataan ini, pada umumnya korupsi
karena adanya penggunaan kekuasaan dan wewenang publik yang
menyimpang untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Perbuatan korupsi yang terjadi di Badan Hukum Milik
Negara, baik sebelum atau pada saat setelah pelaksanaannya
seringkali tidak terdeteksi dan sulit pengungkapannya, sehingga
diperlukan suatu keahlian dan kejelian aparat penegak hukum
40
dalam membongkar kasus-kasus korupsi yang terjadi pada Badan
Hukum Milik Negara.
Pada umumnya sektor-sektor rawan yang sering menimbulkan
penyimpangan dan merugikan keuangan negara yang dilakukan
di lingkungan Badan Hukum Milik Negara, antara lain terkait
dengan:
1. Pengadaaan jasa.
2. Penyaluran dana Bantuan Operasional.
3. Perbaikan sarana dan prasarana.
4. Harga/nilai kontrak terlalu tinggi (mark up dalam pengadaan
barang dan jasa).
5. Penetapan pemenag lelang tidak sesuai ketentuan yang
berindikasi suap atau ditetapkan oleh pengurus atau pengawas
pada bagian pengadaan barang dan jasa Badan Hukum Milik
Negara.
6. Pembayaran fiktif.
7. Pemalsuan surat/dokumen sebagai sarana penyimpangan
penggunaan anggaran Badan Hukum Milik Negara.
8. Manipulasi penggunaan barang/dana.
9. Manipulasi biaya pembebasan tanah.
10. Realisasi pekerjaan tidak sesuai kontrak yang merugikan
Badan Hukum Milik Negara.
11. Penggelapan uang
12. Manipulasi gaji pegawai.
13. Pungutan tidak sah.
14. Penyalahgunaan biaya perjalanan dinas.
15. Penyalahgunaan wewenang.
41
Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan
Jasa Pemerintah serta memperhatikan juga Anggaran Dasar dan
Anggran Rumah Tangga suatu Perusahaan negara / Badan Hukum
Milik Negara / Daerah, yaitu :
• Perencanaan Pengadaan;
• Pembentukan Panitia Lelang;
• Prakualifikasi Perusahaan;
• Penyusunan Dokumen Lelang;
• Pengumuman Lelang;
• Pengambilan Dokumen Lelang;
• Penentuan Harga Perkirakan Sendiri;
• Penjelasan Lelang;
• Penyerahan Penawaran Harga dan Pembukaan Penawaran;
• Evaluasi Penawaran;
• Pengumuman Calon Pemenang;
• Sanggahan Peserta Lelang;
• Penunjukan Pemenang Lelang;
• Penandatanganan Kontrak Perjanjian;
• Penyerahan Barang/Jasa kepada User.
Salah satu contoh di dalam pengadaan barang dan jasa
yang dananya berasal dari APBN, APBD ialah kemahalan harga
pengadaan buku, blanko ijazah/SKHUN dan pengembangan
SIM. Berdasarkan Keppres No. 80 Tahun 2003 jo. Perpres No. 85
Tahun 2006 Lampiran I Bab I huruf e angka 1 dalam menentukan
penyusunan harga perhitungan sendiri (HPS) harus dilakukan
dengan cermat, menggunakan data dasar dan mempertimbangkan:
• Analisis harga satuan pekerjaan yang bersangkutan;
• Perkiraan perhitungan biaya oleh konsultan/engineer’s
estimate (EE);
• Harga pasar setempat pada waktu penyusunan HPS;
• Harga kontrak/surat perintah kerja (SPK) untuk barang/
42
pekerjaan sejenis setempat yang pernah dilaksanakan;
• Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi
oleh Badan Pusat Statistik (BPS), badan/instansi lainnya dan
media cetak yang datanya dapat dipertanggungjawabkan;
• Daftar harga standar/tarif biaya yang dikeluarkan oleh
pabrikan/agen tunggal atau lembaga independen;
• Daftar harga standar/tarif biaya yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang;
• Informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
43
Terbatas dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang
Badan Usaha Milik Negara. Jadi kerugian negara disini adalah
berkurangnya Kekayaan Negara/Kekayaan Daerah yang dikelola
sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga atau
saham, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara/perusahaan daerah yang disebabkan oleh perbuatan yang
melanggar norma atau aturan yang telah ditetapkan berdasarkan
ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseoan Terbatas dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara.
Pengertian kerugian negara berdasarkan perspektif hukum
pidana adalah sustu perbuatan yang menyimpang terhadap
penggunaan dan pengelolaan keuangan negara sehingga dapat
dikualifikasikan sebagai perbuatan merugikan negara atau
dapat merugikan negara sebagai tindak pidana korupsi, dengan
pemenuhan unsur-unsur : pertama, perbuatan tersebut merupakan
perbuatan melawan hukum, baik dalam pengertian formil maupun
materil atau penyalahgunaan wewenang, kesempatan atau sarana
yang ada padanya, dan kedua, para pihak ada yang diperkaya dan
diuntungkan, baik si pelaku sendiri, orang lain atau korporasi (Pasal
2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001).
Jika mengacu pada pengertian kerugian negara berdasarkan
perspektif hukum administrasi negara maka pengertiannya disini
adalah pengertian kerugian negara yang memaknai pengertian
keuanan negara, sehingga berbeda dengan kerugian negara yang
terdapat dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, yang merupakan pengertian yang spesifik dan merupakan
lex specialias derogat legi generalis sistematis, yaitu meskipun
sama-sama bersifat khusus, tetapi yang mendominasi adalah
lingkup kepentingannya dalam hal ini adalah pidana. Tegasnya
penerapannya harus melihat kepada lingkup permasalahannya,
44
jika menyangkut masalah pidana maka yang diberlakukan adalah
hukum pidana, sehingga mengesampingkan hukum perdata dan
hukum administrasi negara. Sebagai contoh dalam praktek selama
ini dalam hal penerapan pengertian Pegawai Negeri, walaupun
diatur di dalam Undang-Undang Kepegawaian Nomor 8 Tahun
1974 jo. UU No. 43 Tahun 1999, tetapi yang digunakan dalam
tindak pidana korupsi adalah pengertian pegawai negeri di dalam
Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang jo. No.20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
bahkan pengertian sesama hukum pidana termuat dalam KUHP
juga diabaikan.
Mengenai unsur ”merugikan keuangan negara” aparat
penegak hukum bekerjasama dengan instansi terkait yaittu BPK
atau BPKP untuk menghitung kerugian negara. Kewenangan BPK
atau BPKP dalam melakukan audit adalah dalam zona accounting,
sehingga tidak perlu jauh sampai mencari adanya perbuatan
melawan hukum atau tidak, karena itu merupakan kewenangan
Penyidik dan Penuntut Umum. Pengertian merugikan negara di
lingkungan Departemen dapat diartikan, bahwa anggaran yang
telah ditetapkan tidak dipergunakan sesuai dengan peruntukannya
atau terjadi penyimpangan.
Selain menyangkut pengertian keuangan negara, dalam praktek
sering menjadi polemik adalah pengertian untusr melawan hukum,
tetapi denan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 003/
PUU-IV/2006 tanggal 25 Juli 2006 yang meniadakan berlakunya
penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999,
sehingga perbuatan melawan hukum dalam arti materiil yaitu
perbuatan yang dianggap tercela, tidak sesuai dengan rasa keadilan
atau norma-norma kehidupan sosial masyarakat, dinyatakan tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, karena pengertian
melawan hukum secara materiil dipandang bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, maka seharusnya polemik tentang pengertian
melawan hukum tersebut berakhir.
45
Pengertian ”melawan hukum” sering dirancukan dengan
pengertian ”menyalahgunakan wewenang” padahal dua hal itu
jelas berbeda, meskipun hakekatnya penyalahgunaan wewenang
tersebut adalah juga melawan hukum. Melawan hukum adalah
perbuatan yang bertentangan dengan perraturan perundang-
undangan yang bisa dilakukan oleh setiap orang. Sedangkan
menyalahgunakan wewenang adalah juga perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, hanya bisa
dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kewenangan dan
kapasitas tertentu yang terkait dengan jabatannya terkait dengan
prosedural. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau
sarana yang ada terkait dengan posisinya selaku penyelenggara
negara atau pegawai negeri di institusi itu secara salah, dapat disebut
sebagai ”misbruik van gesag atau van bevoeg”, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan dan kewenangan tersebut digunakan tidak
sesuai dengan tugas jabatannya.
Unsur ”memperkaya diri atau orang lain atau suatu
korporasi” (vide Pasal 2 ayat (1) UU no. 31 Tahun 1999 jo. UU
No. 20 Tahun 2001) dan unsur ”dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi ” (vide Pasal 3 UU
No. 31 Tahun 1999 jo.UU No. 20 Tahun 2001), merupakan unsur
yang besifat alternatif sehingga tiak perlu pelaku tindak pidana
korupsi harus menikmati sendiri uang hasil tindak pidana korupsi,
cukup si pelaku memperkaya orang lain atau menguntungkan
orang lain. Secara teoritis, unsur ”memperkaya diri” diartikan
bertambah kekayaannya atau pelaku berpola hidup mewah tanpa
hak di dalam menikmati hasil korupsinya dalam kehidupan
sehari-harinya, tetapi dalam praktek setiap tindakan dari subyek
hukum yang menimbulkan keugian negara, baik itu karena tanda
tangan, pemindahan buku, mengambil, menyerahkan, menyimpan
diluar prosedur yang berlaku, maka perbuatan tersebut dapat
dipandang sebagai perbuatan memperkaya diri. Sedangkan unsur
”menguntungkan diri atau orang lain atau suatu korporasi”, artinya
46
pelaku memperoleh fasilitas atau kemudahan sebagai akibat dari
perbuatan menyalahgunakan wewenang atau prosedur.
Kemudian dalam pembuktian unsur ”dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara”, sering terjadi
perbedaan persepsi adalah menyangkut penafsiran kata ”dapat ”
yang oleh sebagian kalangan dipandang sebagai potensi, karena
mengacu kepada ”cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur
perbuatan yang dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat”
(penjelasan pasal 2 ayat(1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), jika menilik
syaratnya penempatan kata dapat tersebut, sebenarnya oleh
pembuat undang-undang dimaksudkan hanya untuk menempatkan
kedua delik tersebut, dari delik formil materiil menjadi delik formil
dengan meninjau filosofi dari delik pencurian (Pasal 362 KUHP)
dan penggelapan (Pasal 372 KUHP). Dalam pengertian perbuatan
tersebut telah selesai (voltoid) kalau barang atau uang tersebut
telah berpindah dari tempatnya atau tujuannya semula yang
dilakukan secara melawan hukum. Terhadap delik-delik tertentu
dari undang-undang korupsi memang sejalan dengan pemahaman
tersebut, seperti penyuapan, pemerasan atau penggelapan dalam
jabatan, tetapi terhadap delik yang mengandung unsur merugikan
negara kata ”dapat” tidak sekedar potensi yang abstrak, tetapi harus
konkrit dan itu lambat atau cepat harus riil terjadi. Oleh karena
itu, jika kata dapat merugikan keuangan negara tersebut berupa
potensi, maka sifatnya hanya asumsi dan hal itu bertentangan
dengan azas legalitas yang salah satunya mensyaratkan adanya
kepastian hukum.
Selanjutnya terkait dengan pengertian penyuapan, penyuapan
terdiri dari 2 jenis. Pertama adalah penyuap aktif, yaitu pihak
yang memberikan atau menjanjikan sesuatu, baik berupa uang
atau barang. Penyuapan ini terkait erat dengan sikap batin subjek
hukum berupa niat (oogmerk) yang bertujuan untuk menggerakkan
seorang pejabat penyelenggara negara atau pegawai negeri agar
ia dalam jabatannya berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
47
bertentangan dengan kewajibannya. Dari pemberian hadiah atau
janji tersebut, berarti subjek hukum mengetahui tujuan yang
terselubung yang diinginkannya, yang didorong oleh kepentingan
pribadi, agar penyelenggara negara atau pegawai negeri yang
akan diberi hadiah atau janji berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatan yang bertentangan dengan kewajibannya. Meskipun
pejabat yang bersangkutan menolak pemberian atau janji terserbut,
perbuatan subjek hukum sudah memenuhi rumusan delik dan dapat
dijerat oleh delik penyuiapan aktif, mengingat perbuatannya sudah
selesai (voltoid).
Kemudian kedua adalah penyuapan pasif, pihak yang menerima
pemberian atau janji baik berupa uang maupun barang. Apabila
pegawai negeri tersebut menerima pemberian atau janji dalam pasl
ini, berarti pegawai negeri/penyelenggara negara dimaksud akan
menanggung beban moril untuk memenuhi permintaan pihak yang
memberi atau yang menjanjikan tersebut.33
Selain penyuapan aktif dan pasif tersebut yang lazim juga
terjadi terkait dengan praktek korupsi adalah penggelapan dan
pemerasan. Larangan yang terkait dengan tindak pidana korupsi
jenis ini adalah perbuatan menggelapkan uang atau surat berharga
yang menjadi tanggungjawab jabatannya atau membiarkan uang
atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan orang lain.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan pemerasan terkait
dengan tindak pidana korupsi adalah pemerasan dalam jabatan
(knevelarij) dan salah satu unsurnya adalah memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran
dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri (Pasal 12 huruf e dan f Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001). Bentuk
pemaksaan disini lebih ditujukan secara psikis sebagai akibat
yang ditimbulkan dari kewenangan yang melekat pada diri pejabat
yang bersangkutan. Kehendak untuk memaksakan kepentingan
33
World Bank, World Development Report – The State in Changing World, Washington, DC,
World Bank, 1997.
48
pribadinya harus dirasakan oleh orang yang menjadi obyeknya.34
Contohnya terkait dengan Badan Hukum Milik Negara, misalnya
dalam hal pengadaan jasa, berbagai dalih dipergunakan, meskipun
prosedur sudah terpenuhi, tetapi masih saja ada kendala, sehingga
ada pameo kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah, dan
pameo ini nampaknya lazim diberlakukan oleh kalangan pegawai
negeri atau penyelenggara negara di dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara turut serta dalam
pengadaan yang diurusnya adalah korupsi, ini sesuai dengan Pasal
12 huruf i Undang-Undang 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 ”Pegawai negeri atau penyelenggara negara
baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta
dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat
dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya”.
Disamping itu, perlu juga mendapat perhatian adalah masalah
gratifikasi. Gratifikasi ini dengan berlakunya Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 secara tegas dilarang. Pengertiannya dalam
arti luas meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount),
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan sosialisasi, pengobatan cuma-cuma
atau fasilitas lainnya. Hal tersebut perlu dipahami secara
benar karena akan berkaitan dengan masalah pengumpulan alat
bukti dan pembuktiannya di depan persidangan. Pengertian alat
bukti petunjuk tidak saja dapat diperoleh dari keterangan saksi,
keterangan terdakwa dan surat-surat sebagaimana dirumuskan
dalam KUHP, tetapi juga dapat diperoleh melalui alat bukti lain
menurut pasal 26 a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang
berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan
secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu, atau
melalui dokumen berupa rekaman data atau informasi yang dapat
34
Marwan Effendy, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana, Sumber
Ilmu Jaya, cet.I, Tahun 2005, hlm. 126.
49
dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan
atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas
atau benda lain maupun yang terekam secara elektronik berupa
tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka
atau perforasi yang memiliki makna. Rumusan yang demikian ini,
tidak saja memperluas cakupan pengertian tindak pidana korupsi,
tetapi juga memudahkan di dalam pembuktiannya.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi menerapkan sistem pidana minimal dalam
upaya untuk dapat menimbulkan efek jera dan daya tangkal
sejalan dengan tujuan undang-undang ini, utnuk mengantisipasi
kebutuhan hukum masyarakat dalam mencegah dan memberantas
secara efektif segala bentuk tindak pidana korupsi.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999,
disebutkan pengembalian kerugian keuangan negara tidak
menghapuskan pidana, maksudnya meskipun hasil korupsi telah
dikembalikan kepada negara, tidak menghapus sifat melawan
hukum, perbuatan dan pelaku akan tetap diajukan ke pengadilan
dan dijatuhi pidana, hanya mungkin hukumannya diperingan.
Ketentuan ini sebenarnya tidak sejalan dengan adagium
ultimum remedium, mengingat hakekat pengadaan barang dan jasa
adalah domein perikatan, maka jika terjadi Wanprestasi atau pihak
terkait tidak dapat memenuhi prestasi kerja yang telah diperjanjikan,
langkah yang harus ditempuh adalah membuka ruang restorasi.
Pihak yang bersangkutan diminta lebih dulu memenuhi ketentuan
yang telah disepakati dalam perjanjian pemborongan, jika yang
bersangkutan tetap ingkar, maka barulah diterapkan instrumen
pidana (retroactive justice).
Terhadap maraknya korupsi di berbagai lini kehidupan,
maka menurut Jereny Popo upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan meningkatkan integritas nasional.35 Memperkenalkan
35
P.A.F. Lamintang, at al, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, cet. Ke-III, 1990,
hlm. 231-234.
50
sistem integritas nasional di semua lapisan masyarakat sangat
penting bagi proses reformsi dan hendaknya dilakukan secara
berkesinambungan. Pendekatan ini penting artinya agar tujuan
pembangunan dapat dicapai. Lebih lanjut Jeremy Pope berpendapat
bahwa dalam mengejar tujuan itu, hendaknya memperhatikan
antara lain :
- Pelayanan publik yang efisien dan efektif, serta menyumbang
pada pembangunan berkelanjutan;
- Pemerintahan yang berjalan berdasarkan hukum, yang
melindungi warga masyarakat dari kekuasaan sewenang-
wenang (termasuk dari pelanggaran hak asasi manusia); dan
- Strategi pembangunan yang menghsilkan manfaat bagi negara
secara keseluruhan, termasuk rakyatnya yang paling miskin
dan tidak berdaya, bukan hanya bagi para elit.
51
mengatur tentang pengelolaan keuangan negara.
Khusus untuk lingkungan Badan Hukum Milik Negara, asas-
asas umum tersebut tidak hanya sekedar menjadi kerangka acuan
dan pembatas di dalam pengelolaan keuangan negara, tetapi lebih
jauh lagi adalah dalam upaya untuk mewujudkan good governance
dan clean goverment.37
Dari uraian diatas, untuk pencegahan terjeratnya pelaku dalam
proyek pembangunan yang dikategorikan sebagai perbuatan korupsi
perlu diperhatikan hal-hal yang telah diuraikan di pembahasan
terdahulu yaitu pengadaan barang dan jasa di lingkungan Badan
Hukum Milik Negara ada baiknya memperhatikan 15 langkah
prosedural yang ditetapkan oleh Keppres No. 80 Tahun 2003
jo. Perpres No. 85 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah serta memperhatikan juga
Anggaran Dasar dan Anggran Rumah Tangga suatu Perusahaan
negara / Badan Hukum Milik Negara / Daerah, dan Terkait
dengan pengadaan barang dan jasa tersebut, dalam praktek
salah satu unsur penting yang harus dapat dibuktikan agar dapat
dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi adalah adanya ”unsur
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.
Unsur kerugian negara sering menjadi polemik karena memiliki
pengertian yang dapat dilihat dari beberapa perspektif hukum,
yaitu berdasarkan perspektif hukum administrasi negarra, hukum
perdata dan hukum pidana.
37
Marwan Effendy, Penerapan Perluasan Ajaran Melawan Hukum dalam Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi (KajianPutusan No.135/Pid/B/2004/PN.Cn. dan Putusan Sela No.343/
Pid.B/2004/PN.Bgr), Dictum,Jakarta,2005,hal.17. lihat juga Kurt Lewin dalam Bachsan Mustafa,
Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia,PT.Citra Aditya Bakti,Bandung,2001,hal.29 dan Karl
Mannheim dalam Bachsan Mustafa, loc cit.
52
B. Peran Jaksa Di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara
Dalam Rangka Menyelamatkan/Memulihkan Keuangan
Negara
Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan
yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan serta
kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang. Jaksa adalah
pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap serta wewenang
lain berdasarkan undang-undang. Dengan bertumpu pada
pengertian tersebut maka profesi jaksa sering diidentikan dengan
perkara pidana. Hal ini bisa jadi disebabkan “melekatnya” fungsi
penuntutan oleh jaksa, yang mana fungsi tersebut berada dalam
ranah hukum pidana.
Akan tetapi, jaksa sebagai salah satu unsur aparatur
pemerintahan dalam bidang penegakan hukum yang mengemban
tugas sebagai penuntut umum, sebagai eksekutor putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, sebagai pengawas
terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat, sebagai penyidik
tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang dan melengkapi
berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik, juga dibebani
tugas-tugas lain dalam perkara perdata maupun perkara tata usaha
negara, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, dalam Pasal
30 mengenai tugas dan wewenang Kejaksaan :
Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :
• melakukan penuntutan;
• melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
53
• melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas
bersyarat;
• melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang;
• melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan
ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan
dengan penyidik.
54
Fungsi keperdataan sebenarnya bukan hal baru karena fungsi
tersebut telah dimiliki lembaga Kejaksaan sejak Indonesia berada
dibawah pemerintahan Hindia Belanda berdasarkan Konninklijk
Besluit yang dimuat dalam Staatblat Nomor S.1912/522 tentang
Vertegenwoordiging van den landen in Rechten (wakil negara dalam
hukum).38 Lembaga Kejaksaan RI yang pada masa penjajahan
Hindia Belanda dikenal dengan nama Openbaar Ministerie (O.M.),
dimana ketentuan perihal O.M. diatur berdasarkan Pasal 55 R.O.,
Het Herziene Inladsh Reglement (H.I.R), dan Reglement op de
Stafvordering (Sv) dan berbagai peraturan perundang-undangan
lainnya, mempunyai tugas-tugas sebagai berikut :39
• Menjalankan ketentuan Undang-Undang;
• Melakukan penyidikan dan penyidikan lanjutan;
• Melakukan penuntutan tindak-tindak pidana pelanggaran dan
kejahatan;
• Melaksanakan putusan-putusan Pengadilan Pidana.
55
secara terus menerus berkelakuan buruk, yang tidak mampu
untuk mengurus dirinya sendiri atau membahayakan orang
lain (Pasal 134,135,137 dan 137a R.O).
• O.M. berwenang untuk meminta kepada hakim agar sesuatu
badan hukum dibubarkan karena melakukan penyimpangan
dari anggaran dasarnya yang sah (Pasal 1 butir 6 R.O.);
• Demi kepentingan umum O.M. berwenang untuk mengajukan
permintaan kepada hakim supaya seseorang atau badan
hukum dinyatakan pailit (Pasal 1 ayat (2) Undang-undang
Failisemen);
• O.M. didengar pendapatnya dalam hal seseorang akan merubah
atau menambah nama depannya (Pasal 13 dan 14 Burgerlijk
Wetboek atau B.W.);
• O.M. wajib menuntut pembatalan kepada hakim atas sesuatu
perkawinan sebagaimana termaksud dalam Pasal 27 hingga 34
B.W.;
• O.M. dapat menuntut kepada hakim agar seseorang bapak
atau ibu dibebaskan dari kekuasaannya sebagai orang tua atau
ouderlijkemacht (Pasal 319 B.W.);
• O.M. berwenang untuk melakukan penuntutan kepada
pengadilan supaya seseorang dipecat sebagai wali dari anak
yang belum dewasa (Pasal 381 B.W.);
• O.M. dapat memerintahkan Balai Harta Peninggalan untuk
mengurus harta benda seseorang (Pasal 463 dan 468 B.W.);
• O.M. berwenang untuk mengajukan usul bagi pengangkatan
pengurus warisan bilamana pengurus yang telah diangkat
meninggal dunia, dan sebagainya (Pasal 983,985 dll. B.W.);
• O.M. berwenang mengajukan kasasi demi kepentingan hukum
dalam perkara perdata (Pasal 170 butir 1 R.O.).
56
kewenangan tersebut masih berlaku berdasarkan ketentuan Pasal
II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 1945.
Selanjutnya setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, pertama kali
dalam sejarah sejak kemerdekaan republik Indonesia kewenangan
lembaga Kejaksaan di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara
diatur dengan tegas demikian juga setelah Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan
diganti dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia, kewenangan Kejaksaan dibidang
Perdata dan Tata Usaha Negara tetap diatur dengan tegas dan
jelas. Kewenangan tersebut makin jelas jika melihat Penjelasan
Umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia yang berbunyi :
“Dibidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan mempunyai
kewenangan untuk dan atas nama negara atau pemerintah sebagai
penggugat atau tergugat yang dalam pelaksanaannya tidak
hanya memberikan pertimbangan atau membela kepentingan
negara atau pemerintah, tetapi juga membela dan melindungi
kepentingan rakyat.”
Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia, Presiden menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 38
Tahun 2010 tanggal 15 Juni 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kejaksaan Republik Indonesia yang menetapkan Jaksa
Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM DATUN)
sebagai institusi dalam lingkungan organisasi Kejaksaan Agung
dan juga sebagai salah satu pembantu Jaksa Agung.
Cikal bakal dari JAM DATUN, khususnya dibidang perdata
sebenarnya telah ada berdasarkan Keputusan Presiden Nomor
86 Tahun 1982, di mana kegiatan dibidang ini dilaksanakan oleh
57
Direktorat Perdata dan Bantuan Hukum yang merupakan salah
satu direktorat dalam lingkungan JAM PIDUM dan pelaksanaan
tugas wewenangnya berdasarkan S.1922 Nomor 522 dan berbagai
peraturan perundangan undangan yang tersebar. Selain itu di dalam
Undang-Undang Kejaksaan lama yaitu Undang-Undang Nomor
15 Tahun 1961 Pasal 2 ayat (4) dinyatakan bahwa Kejaksaan RI
mempunyai tugas khusus lain yang diberikan oleh suatu peraturan
negara yang kemudian dimuat lagi dalam Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan republik Indoensia, yaitu pada
Pasal 27 ayat (2), merupakan upaya dari kekuasaan legislatif dalam
rangka memantapkan kedudukan dan peranan Kejaksaan RI agar
lebih mampu dan berwibawa melaksanakan tugas dan wewenangnya
dalam negara hukum yang berdasarkan Pancasila.40
Negara hukum dalam menyelenggarakan kesejahteraan
masyarakat, akan banyak menemukan keterlibatan dan kepentingan
hukum dari negara dan pemerintah di bidang perdata dan tata usaha
negara, baik dalam kedudukan sebagai tergugat maupun penggugat
atau sebagai pihak yang mempunyai kepentingan hukum diluar
pengadilan yang dapat diwakilkan kepada Kejaksaan RI. Inilah
pandangan antisipatif dari kekuasaan legislatif yang terkandung
di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991
tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Dalam perkembangannya
kewenangan Kejaksaan RI untuk dan atas nama negara atau
pemerintah sebagai penggugat atau tergugat dalam bidang perdata,
dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertimbangan
atau membela kepentingan negara atau pemerintah saja tetapi juga
membela dan melindungi kepentingan rakyat.41
Dengan demikian tugas dan kewenangan kejaksaan dibidang
Perdata dan Tata Usaha Negara (DATUN), jaksa dapat bertindak
baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
negara atau pemerintah dalam hal ini instansi pemerintah pusat/
daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha
40
Evy Lusia Ekawati, Peranan Jaksa Pengacara Negara dalam Penanganan Perkara Perdata,
Genta Press, Yogyakarta, 2013, hlm.53.
41
Ibid, hlm. 56.
58
Milik Daerah (BUMD) dan untuk dapat mewakili kepentingan
umum berdasarkan amanat dari peraturan Perundang-undangan.
Seorang jaksa yang mewakili negara atau pemerintah dan
kepentingan umum dalam perkara DATUN biasa disebut Jaksa
Pengacara Negara (JPN).
59
2. Tugas-tugas Jaksa Pengacara Negara.
Tugas Jaksa Pengacara Negara (JPN) diatur dalam
Peraturan Jaksa Agung RI Nomor No.018/A/J.A/07/2014
tanggal 07 Juli 2014 tentang Standar Operating Prosedur
(SOP) pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.
Menurut peraturan tersebut, tugas Jaksa Pengacara Negara
(JPN) meliputi bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayan
hukum, penegakan hukum, dan tindakan hukum lain, dengan
penjelasan sebagai berikut :
a. Penegakan Hukum (Gakum).
Penegakan Hukum adalah tindakan hukum yang dilakukan
Kejaksaan RI di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara
sebagaimana ditetapkan oleh Peraturan perundang-
undangan dalam rangka menyelamatkan kekayaan atas
keuangan negara serta melindungi hak-hak keperdataan
masyarakat masyarakat, antara lain: pembatalan
perkawinan, pembubaran Perseroan Terbatas (PT) dan
pernyataan pailit.
60
usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna
menunjang terselenggaranya otonomi daerah.
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Badan
Usaha yang modalnya seluruh atau sebagian besar
berasal dari Negara / Pemerintah Republik Indonesia /
Pemerintah Daerah seperti PT. Angkasa Pura, PT.PLN,
dan PT. Bank BRI.
- Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah Badan
Usaha yang modalnya seluruh atau sebagian berasal
dari Pemerintah daerah di Indonesia, yang termasuk
dalam BUMD adalah bank-bank milik Pemerintah
Daerah seperti PT. Bank Pembangunan Daerah Nusa
Tenggara Barat (PT. Bank NTB).
61
Pemberian pertimbangan hukum harus dilakukan secara
optimal, obyektif dan berlandaskan hukum. Pemberian
pertimbangan hukum dapat dilakukan melalui forum rapat
muspida atau pada forum lainnya yang membicarakan
/ membahas permasalahan yang mengandung aspek
hukum antara lain dalam proses pembuatan peraturan
perundang-undangan pusat dan daerah, pembebasan
tanah, penggusuran, perizinan, pencabutan izin pembuatan
kontrak/perjanjian dan lain-lain. Tujuannya adalah agar
jangan sampai kontrak/perjanjian tersebut mengandung
ketentuan atau klausul yang merugikan pihak instansi
pemerintah/BUMN/ BUMD. Pertimbangan hukum ini
dapat diberikan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) dalam
bentuk pendapat hukum (Legal Opinion/LO) dan/atau
pendampingan (Legal Assistance) di bidang Perdata dan
Tata Usaha Negara atas dasar permintaan dari lembaga
negara, instansi pemerintah di pusat/daerah, BUMN/
BUMD, yang pelaksanaannya berdasarkan Surat Perintah
JAM DATUN, Kepala Kejaksaan Tinggi (KAJATI), Kepala
Kejaksaan Negeri (KAJARI).
62
e. Tindakan Hukum Lain.
Tindakan Hukum lain ialah tindakan hukum oleh
Jaksa Pengacara Negara (JPN) di bidang perdata dan Tata
Usaha Negara dalam rangka menyelamatkan kekayaan
negara atau dalam rangka memulihkan dan melindungi
kepentingan masyarakat maupun kewibawaan pemerintah.
Tindakan hukum lain adalah merupakan langkah
antisipatif dalam menghadapi permasalahan atau kasus
yang tidak terselesaikan dengan menggunakan bantuan
hukum, penegakan hukum, pelayanan hukum, maupun
pertimbangan hukum, baik di bidang Perdata maupun Tata
Usaha Negara.
3. Perkara Perdata.
Manusia sebagai mahkluk bermasyarakat mempunyai
kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia
tersebut hanya dapat dipenuhi bila terjalin hubungan timbal
balik antara satu sama lain. Hubungan timbal balik tersebut
melahirkan hak dan kewajiban yang wajib dipenuhi oleh
masing-masing pihak. Hubungan yang menimbulkan hak dan
kewajiban tersebut diatur dalam peraturan hukum disebut
hubungan hukum. Karena hubungan hukum yang terjadi antara
pribadi yang satu dengan pribadi yang lain, maka hubungan itu
disebut hubungan hukum perdata.
Hukum Perdata mengatur hak dan kewajiban orang-
orang yang mengadakan hubungan hukum. Setiap orang wajib
menaati atau mematuhi peraturan hukum yang ditetapkan.
Akan tetapi, dalam hubungan hukum yang terjadi, mungkin
timbul suatu keadaan bahwa pihak yang satu tidak memenuhi
kewajibannya terhadap pihak yang lain, sehingga merugikan
pihak lainnya. Mungkin juga terjadi perbuatan yang dapat
merugikan pihak lainnya.
63
Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang satu
dengan yang lain apabila terjadi sengketa yang tidak dapat
diselesaikan oleh para pihak yang sedang berperkara umumnya
diselesaikan melalui pengadilan guna mendapatkan keadilan
yang seadil-adilnya.
Yang dimaksud dengan perkara perdata adalah suatu
perkara perdata yang terjadi antara pihak yang satu dengan
pihak lainnya dalam hubungan keperdataan. Konsep
perkara dalam hukum perdata meliputi dua keadaan, yaitu
ada perselisihan dan tidak ada perselisihan. Ada perselisihan
artinya ada suatu keadaan yang menjadi pokok perselisihan,
ada yang dipertengkarkan dan ada yang disengketakan oleh
kedua belah pihak dan memerlukan campur tangan pihak
pengadilan untuk menyelesaikan perselisihannya. Sedangkan
tidak ada perselisihan artinya tidak ada sesuatu hal yang
disengketa, melainkan meminta penetapan pengadilan perihal
yang dimintakan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa setiap perkara
perdata yang diajukan ke persidangan pengadilan tidak hanya
perkara yang berhubungan dengan sengketa saja, tetapi dalam
praktiknya juga terdapat permohonan penetapan hak yang tidak
mengandung sengketa. Untuk mengajukan tuntutan terhadap
hak yang telah dilanggar oleh pihak lain ke pengadilan,
harus ada kepentingan dari pihak yang mengajukan untuk
diselesaikan oleh hakim pengadilan sesuai dengan hukum yang
berlaku, baik yang mengandung sengketa maupun yang tidak
mengandung sengketa atau yang berupa permohonan.
Tuntutan hak yang mengandung sengketa disebut gugatan
dan sudah tentu didalamnya terdapat pelanggaran hak yang
dilakukan oleh salah satu pihak sehingga merugikan pihak
lainnya. Sedangkan tuntutan yang tidak mengandung sengketa
disebut dengan permohonan, yang mana permohonan hak
umumnya untuk mendapatkan keabsahan tentang haknya agar
64
dikemudian hari apabila timbul permasalahan dapat dijadikan
alat bukti yang sah.
65
a. Menjamin tegaknya hukum.
Sebagaimana tujuan hukum pada umumnya, tujuan hukum
perdata dan hukum tata usaha negara adalah mewujudkan
keadilan (filosofis), memelihara ketertiban dan kepastian
hukum (yuridis) serta melindungi kepentingan umum
(sosiologis), sehingga hukum perlu ditegakkan agar tujuan
hukum itu dapat terwujud dan terpelihara. Dalam hubungan
ini JAMDATUN turut bertanggungjawab dalam penegakan
hukum dibidang perdata dan tata usaha negara, sebagai
wakil atau berbuat untuk dan atas nama negara, pemerintah
serta kepentingan umum.
66
dari suatu perbuatan hukum suatu badan hukum atau
perseorangan. Kepentingan umum itu perlu dilindungi atau
dipulihkan dari kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan
melawan hukum, dimana JAM DATUN diharapkan untuk
turut serta berperanan.
67
(2) Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang
telah ditetapkan baik dalam hubungan dengan (unit)
organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran
yang dimaksudkan.
68
b. Pendampingan Hukum;
c. Melakukan Koordinasi dengan APIP dan/atau instansi
terkait;
d. Melakukan Monitoring dan Evaluasi; dan
e. Melakukan penegakan hukum represif.
69
Hukum dan Penyuluhan Hukum yang akan disampaikan
kepada lingkungan Pemerintah Pusat/ Kementerian/
Lembaga/Pemerintah Daerah/ BUMN/ BUMD.
Upaya Persuasif disini adalah melalui komunikasi persuasif
yaitu adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau
mempengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang
sehingga bertindak sesuai yang diharapkan.47 Dengan
adanya komunikasi persuasif antara tim TP4 dengan para
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD
dapat mempengaruhi sikap yang lebih professional dalam
melaksanakan kegiatan proyek dengan penuh kehati-hatian,
sesuatu hal yang dimulai dengan komunikasi yang baik dapat
membuka jalan untuk melakukan hal-hal yang lebih positif.
2. Pendampingan Hukum
Suatu kegiatan proyek konstruksi bukan merupakan
kegiatan yang instant atau kegiatan yang langsung dapat
dilaksanakan, namun kegiatan yang harus melalui proses yang
panjang, biasanya dimulai dari ide suatu gagasan yang muncul
dari suatu kebutuhan misalkan seperti proyek strategi nasional
suatu proyek konstruksi yang dibangun untuk memenuhi
kebutuhan kepentingan umum, seperti proyek pembangunan
jalan, jembatan, atau fasilitas umum lainnya. Dan kemudian
dituangkan ke dalam rancangan awal (preliminary design),
kemudian membuat detail rancangan suatu proyek (design
development and detail design) lalu melakukan persiapan
administrasi untuk melaksanakan pembangunan dengan
memilih calon pelaksananya, yang biasa kegiatan proyek
tersebut dilakukan pelelangan. Kemudian melakukan
pembangunan di sutu lokasi sampai pada tahap pemeliharaan
dan mempersiapkan penggunaan bangunan tersebut.
Setiap tahapan-tahapan inilah yang dapat dilakukan
47
http://wulrich.com/downloads/ulrich_2002c.pdf, diakses pada tanggal 24 agustus pada pukul
11.15
70
Pendampingan hukum oleh tim TP4 berkaitan dengan
proyek pembangunan Pentingnya mengikuti jalannya proyek
pembangunan mulai dari awal tahapan sampai akhir dapat
memudahkan tim TP4 dalam mengevaluasi suatu kegiatan
proyek bila terdapat hal-hal yang mencurigakan di tengah
proses pembangunan tersebut. Pendampingan hukum yang
dilakukan tim TP4 kepada setiap Kementerian/Lembaga
BUMN, BUMD, dapat meminimalisir rasa keragu-raguan para
Kementerian/Lembaga tersebut dalam melaksanakan program
pembangunan strategi nasional.
Kegiatan yang dilakukan tim TP4 Dalam setiap tahapan
program pembangunan dari awal
sampai akhir dapat diberikan
Pendampingan Hukum berupa:
a. Pembahasan hukum dari sisi penerapan regulasi, peraturan
perundang-undangan, mekanisme dan prosedur dengan
pejabat pengelola anggaran atas permasalahan yang
dihadapi dalam hal penyerapan anggaran;
b. Pendapat Hukum dalam tahapan perencanaan, pelelangan,
pelaksanaan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan dan
Pengadaan Barang/Jasa atas inisiatif TP4 maupun atas
permintaan instansi dan pihak yang memerlukan.
Pendampingan hukum tersebut guna mencegah terjadinya
penyelewengan anggaran atau ketidaksesuaian SOP dalam
setiap tahap pelaksanaannya. Apabila dari awal tahapan di
dampingi oleh tim TP4 maka pelaksanaan proyek sampai akhir
dapat berjalan maksimal.
71
tidak saling bertentangan atau simpang siur.48 Koordinasi
jika dilihat dari sudut normatifnya, maka koordinasi diartikan
sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyerasikan,
menyelaraskan, menyeimbangkan, suatu kegiatan-kegiatan
yang spesifik, contoh dalam hal TP4 yaitu kegiatan dalam
proyek pembangunan nasional, yang nantinya semua akan
terarah pada pencapaian sutu tujuan tertentu dan pada
batas waktu yang telah ditetapkan dalam suatu kegiatan
proyek. Tujuan koordinasi yang dilakukan tim TP4 dengan
Kementerian/Lembaga BUMN, BUMD untuk menciptakan
suatu sinkronisasi, penyerasian, kebersamaan dalam melakukan
kegiatan tersebut. TP4 secara Proaktif menjalin Koordinasi
antar instansi, dalam koordinasi yang baik akan membentuk
komunikasi yang baik antar tim TP4 dengan lingkungan
Pemerintah Pusat/Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/
BUMN/ BUMD, khususnya dalam hal:
a. Pekerjaan pembangunan pada lingkungan Pemerintah
Pusat Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/ BUMN/
BUMD termasuk dalam daftar proyek strategis nasional;
atau
b. Pekerjaan pembangunan pada pemerintah daerah dan
BUMD yang berskala prioritas.
TP4 dalam melakukan koordinasi dengan APIP dan/atau
instansi terkait, secara saling responsif dalam melaporkan
tahapan suatu kegiatan proyek. Dari suatu koordinasi yang
responsif diharapkan mencegah terjadinya penyimpangan yang
berpotensi menghambat, menggagalkan dan menimbulkan
kerugian bagi keuangan Negara.
72
berlangsung mencakup aspek-aspek antara lain:49
a. Penulusuran pelaksanaan kegiatan dan keluarannya (fokus
pada input, proses dan output)
b. Pelaporan tentang kemajuan
c. Indentifikasi masalah-masalah pengelolaan dan
pelaksanaan
73
• Meningkatkan kemungkinan dalam membuat perubahan
pembangunan yang positif.
74
sampai tahap evaluasi, telah selesai kemudian ditemukan
adanya dugaan penyimpangan dalam proses pembangunan
tersebut, maka dapat dilakukan Penegakan hukum represif.
Menurut Soerjono Soekanto, secara konsepsional inti dan
arti penegakkan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan
hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah
yang mantap dan pengejawantahan sikap tindakan sebagai
rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan,
memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan
hidup.51 Menurut Lawrence M Friedman yang dikutip oleh
satjipto rahardjo, untuk menganalisis masalah penegakan
hukum, perlu diperhatikan tiga komponen sistem hukum, yakni
struktur, substansi dan kultur.52
Komponen struktur adalah bagian yang bergerak dalam
suatu mekanisme, misalnya pengadilan. Komponen substansi
merupakan hasil aktual yang diterbitkan oleh sistem hukum dan
meliputi kaidah-kaidah hukum yang tidak tertulis, sedangkan
komponen kulutr adalah nilai nilai dan sikap yang mengikat
sistem hukum itu secara bersama dan menghasilkan suatu
bentuk penyelenggaraan hukum dalam budaya masyarakat
secara keseluruhan.
Komponen kultur memegang peranan sangat penting dalam
penegakan hukum. Adakalanya, tingkat penegakan hukum pada
suatu masyarakat sangat tinggi, karena didukung oleh kultur
masyarakat, misalnya melalui partisipasi masyarakat yang
sangat tinggi dalam melakukan usaha pencegahan kejahatan,
yakni melaporkan dan membuat pengaduan atas terjadinya
kejahatan dilingkungannya dan bekerjasama dengan aparat
penegak hukum dalam usaha penanggulangan kejahatan,
meskipun komponen struktur dan substansinya tidak begitu
baik dan bahkan masyarakat tidak menginginkan prosedur
formal itu diterapkan sebagaimana mestinya. Sebaliknya,
51
Ibid, hlm 9
52
Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo.
Jakarta, 1983 hlm. 134
75
adakalanya suatu komponen struktur dan substansi yang sangat
baik atau dapat dikatakan modern, dalam kenyataannya untuk
menghasilkan output penegakan hukum yang tinggi, karena
kultur masyarakat tidak mendukung prosedur formal yang telah
ditetapkan. Penegakan hukum akan selalu berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya. Penegakan hukum dapat dibagi melalui
beberapa bagian menurut pandangan beberapa para ahli.
Menurut Sudarto didalam penegakan hukum terdapat tiga
kerangka konsep yang dapat dibagi, yaitu :53
a. Konsep penegakan hukum preventif (pencegahan).
Penegakan hukum bidangnya luas sekali, tidak hanya
bersangkut paut dengan tindakan-tindakan apabila sudah
ada atau ada persangkaan telah terjadi kejahatan, akan tetapi
juga menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan.
b. Konsep penegakan hukum tindakan represif.
Tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan
oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan
atau tindak pidana.
c. Konsep penegakan hukum tindakan kuratif
Tindakan kuratif pada hakekatnya juga merupakan usaha
preventif dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu dalam
usaha penanggulangan kejahatan.
76
sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum
acara pidana, yang antara lain mencakup aturan aturan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan
pemeriksaan pendahuluan. Disamping itu mungkin terjadi
hukum pidana substantif itu sendiri memberi batasan
batasan, misalnya dibutuhkan pengaduan terlebih dahulu,
sebagai syarat penuntutan pada delik delik aduan (klacht
delicten). Ruang lingkup yang dibatasi ini disebut sebagai
area of no enforcement.
Full enforcement. Ruang lingkup pada model ini
mengharapkan para penegak hukum diharapkan
menegakkan hukum secara maksimal. Tetapi oleh Joseph
Goldstein, harapan ini dianggap tidak realistis, sebab adanya
keterbatasan-keterbatasan dalam bentuk waktu, personil,
alat investigasi, dana dan sebagainya, yang kesemuanya
mengakibatkan discretions.
Actual enforcement. Penegakan hukum model ini
dilaksanakan secara aktual disesuaikan dengan ketentauan
dan kondisi yang ada dan berlaku pada saat itu Tujuan
penegakan hukum seringkali dirumuskan sebagai penegakan
keadilan, keamanan dan ketertiban masyarakat,
77
Negara.
Ciri-ciri umum dari hukum represif menurut Phillipe
Nonette dan Phillip Seiznick adalah56:
1. Institusi-institusi hukum langsung terbuka bagi kekuasaan
politik, hukum diidentifikasikan dengan Negara
2. Perspektif resmi mendominasi segalanya. Penguasa
cenderung untuk mengidentifikasinya kepentingannya
dengan kepentingan masyarakat.
3. Kesempatan bagi rakyat untuk mendapatkan keadilan
dimana mereka dapat memperoleh perlindungan dan
jawaban atas keluhan-keluhannya
4. Badan-badan pengawas khusus menjadi pusat kekuasaan
dalam hal pengawasan.
5. Suatu rezim hukum melembagakan keadilan dengan
mengkonsolidasi dan mengesahkan pola subordinasi
sosial.
6. Hukum dan otoritas resmi dipergunakan untuk menegakkan
keadilan.
78
perundang-undangan yang berlaku.
Terkadang yang mungkin dapat menjadi permasalahan
jika proses pembangunan yang telah di dampingi dari
awal perencanaan sampai evaluasi, masih ditemukannya
penyimpangan yang terjadi, untuk menghindari hal tersebut tim
TP4 selaku aparat penegak hukum yang mengawasi dan terjun
langsung kelapangan untuk memantau proyek, diharapkan
tim TP4 tersebut bekerja professional, memahami dan
mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan data
proyek ini secara seksama, sehingga para pelaksana pekerjaan
proyek tidak dapat melakukan penyimpangan. disinilah arti
pentingnya tindakan represif yang harus dilakukan agar oknum
tersebut sadar hukum dan mengakibatkan efek jera.
79
80
BAB III
PENYAJIAN DATA
81
Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat
1. Instansi Kejaksaan
Pendapat responden Jaksa terhadap gambaran umum
TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat
adalah sebagai berikut :
a. Tentang Terbentuknya TP4D
Tabel 1
Terbentuknya TP4D
No Terbentuk TP4D Jmlh Prosentase
1 Sudah terbentuk 24 100%
2 Belum terbentuk 0 0%
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 0 0%
Jumlah 24 100%
N = 100%
Secara umum pendapat 24 (duapuluh empat)orang /
responden (100%)Jaksa berpendapat bahwa:
1. TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera
Barat telah dibentuk dan dasar pembentukannya
berdasarkan surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi
Sumatera Barat Nomor : KEP-126/N.3/Dek.3/10/2015
Tanggal 29 Oktober 2015
2. Selanjutnya pelaksanaan yang dilakukan oleh Kejaksaan
Tinggi Sumatera Barat dalam melakukan pengawalan
terhadap beberapa Kanwil pada Kementerian,
diantaranya yaitu :
a. Sprint : 01/TP4D/SET/01/2017 Tanggal 10 Januari
2017 dengan Kanwil Kemenag;
b. Sprint : 02/TP4D/SET/02/2017 Tanggal 28 Pebruari
2017 dengan Upaya Pelayanan Teknik (UPT) Haji;
82
c. Sprint : 03/TP4D/SET/02/2017 Tanggal 28 Pebruari
2017 dengan Balai Wilayah Sungai Sumantera Barat
V pada Kementrian Pekerjaan Umum dan PR.
83
Secara umum pendapat 11 (sebelas) orang / responden
(46%) Jaksa terhadap respon Instansi lain terhadap
keberadaan TP4D adalah :
1. Dengan dibentuknya Tim TP4D ini sangat
mendukungsehingga mereka tidak merasa khawatir
untuk melaksanakan kegiatan/proyek pembangunan;
2. Respon Instansi terhadap pembentukan Tim TP4D
yaitu beberapa Instansi antusias, namun ada beberapa
Instansi yang baru meminta dilakukan pendampingan
karena telah mendapatkan permasalahan terlebih
dahulu seperti BPBD yang meminta pendampingan
karena banyak LSM yang melaporkan pada tahap
perencanaan;
3. Dengan dibentuknya TP4D Kejaksaan sangat membantu
Instansi lain terhadap stabilitas pembangunan di Kota
Padang;
4. Dengan dibentuknya TP4D Kejaksaan sangat
membantu, karena dalam hal pendampingan hukum
dapat menentukan arah kebijakan pembangunan;
5. Dengan dibentuknya TP4D Kejaksaan sangat
positif terbukti dengan meningkatnya permintaan
pendampingan hukum;
84
c. Keberadaan SDM TP4D Kejaksaan
Tabel 3
SDM TP4D Kejaksaan
85
. Upaya untuk meningkatkan kemampuan SDM TP4D
Tabel 4
Upaya Meningkatkan SDM TP4D
86
e. Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan (batasan
nilai proyek)
Tabel 5
Proyek yang Mendapat Pengawalan
87
4. Proyek yang bernilai besar dan strategis sehingga dapat
memprioritaskan yang langsung berkaitan dengan
pertumbuhan dan pembangunan daerah khususnya di
wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.
5. Proyek yang berkaitan dengan kepentingan publik
dan dananya dari APBD, batasan nilai proyek tersebut
adalah 200 juta;
Sementara 1 (satu) orang (4%) Jaksa menyatakan mestinya
tidak terdapat batasan nilai proyek, alasannya adalah
Proyek-proyek yang perlu mendapatkan pengawalan
adalah :
a. Proyek infrastruktur strategis;
b. Proyek dibidang kehutanan;
c. Proyek dibidang pendidikan;
d. Proyek lainnya yang vital dan berdampak luas kepada
masyarakat.
Sehingga tidak perlu ada batasan nilai proyek.
Selanjutnya 10 (sepuluh) orang/ responden (42%) tidak
menjawab.
88
Secara umum 24orang / responden (100%) Jaksa
berpendapat bahwa :
1. TP4D dapat berperat aktif dalam setiap tahapan dari
mulai perencanaan hingga sampai tahap pemanfaatan;
2. Datun dapat berperan aktif sebagai Jaksa Pengacara
Negara guna mencegah adanya indikasi/kecurangan
yang dapat menimbulkan adanya gugatan proyek
tersebut;
3. Setiap tahapan harus dibuat legal opinion (LO), dimana
dari segi pengadministrasiannya masuk dalam register
Datun;
1 Terdapat kegiatan 20 83 %
2 Tidak ada kegiatan 0 0%
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 4 17 %
Jumlah 24 100 %
N = 100%
Secara umum 20 orang / responden (83%) Jaksa berpendapat
bahwa :
1. Peran TP4DKejaksaan memberikan pendapat kepada
Dinas yang didampingi, dengan berdiskusi dan
memberikan solusi serta aturan hukum;
2. Mengadakan penyuluhan dan pengawasan serta
koordinasi dengan Instansi terkait selain itu
menandatangani kerjasama (MoU) antara Kejaksaan
dengan Pemerintah Provinsi;
89
3. Peran TP4D Kejaksaan melakukan beberapa tahapan,
yaitu :
a. Tahap preventif yaitu berupa pemberian penerangan
hukum yang berkaitan dengan pembangunan
pemerintah.
b. Tahap pendampingan hukum berupa memberikan
pendapat hukum dan pengawasan pembangunan
pemerintah.\Melakukan kegiatan sosialisasi
atau penyuluhan hukum dan Instansi-Instansi
pemerintah, BUMN/BUMD.
c. Peran TP4D pada tahap pendampingan hukum
terbatas pada penerapan regulasi peraturan
perundang-undangan dan memberikan pendapat
hukum di setiap tahapan, dari tahapan perencanaan
sampai tahap pemanfaatan.
4. Sejauh ini peran TP4D dalam melaksanakan
pendampingan hukum dengan adanya MoU antara
Kejaksaan dengan PLN guna pengembalian keuangan
negara;
Sementara 4 (empat) orang / responden (17%) Jaksa tidak
menjawab.
h. Kendala
Tabel 8 : Kendala TP4D
No Kendala TP4D Kejaksaan Jmlh Prosentase
1 Terdapat kendala 18 75 %
2 Tida ada kendala 0 0%
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 6 25 %
Jumlah 24 100 %
N= 1,00 (100%)
90
Secara umum 18 (delapan belas) orang / responden (75%)
Jaksa berpendapat bahwa :
1. Tidak didukung dengan Anggaran dalam DIPA sehingga
terbatas tugas dan fungsi TP4D di wilayah hukum
Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat;
2. Kendala pelaksanaan TP4P/D adalah pada saat
penentuan jadwal kegiatan pendampingan, terjadi
karena ketika jadwal sudah ditentukan oleh SKPD tapi
pada saat bersamaan personil TP4P/D ada kegiatan lain
dan kendala setelah pelaksanaan TP4P/D adalah dalam
penyusunan laporan secara lengkap dan komprehensif;
3. Dalam Pelaksanaannya, keanggotaan Tim belum
mengerti tentang Tupoksi TP4D;
4. Kurangnya koordinasi Instansi terkait untuk melaporkan
kegiatan pembangunan proyek daerah tersebut;
5. Kendala pada saat pelaksanaan :
- Keterbatasan personil sehingga ada beberapa proyek
yang tidak kontinyu di monitoring;
- Keterbatasan biaya;
- Terpecahnya fokus personil dengan tugas dan
tanggung jawab lain (Multi tugas).
- Kekhawatiran jika hasil pelaksanaan tugas tidak
sinkron dengan hasil audit BPK, dan APIP;
- Memverifikasi laporan pelaksanaan proyek
pembangunan.
- Keberatan dari Instansi lain karena mereka merasa
diawasi terlalu ketat.
Sementara 6 (enam) orang / responden (25%) Jaksa tidak
menjawab.
91
i. Penolakan tugas TP4D
Tabel 9 : Penolakan TP4D
No Penolakan TP4D Jmlh Prosentase
1 Terdapat penolakan 0 0%
2 Tida ada penolakan 24 100 %
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 6 0%
Jumlah 24 100 %
92
Secara umum 24 (duapuluh empat) orang / responden
(100%) sikap Jaksa, yaitu :
1. Jika ada penolakan, TP4D Kejaksaanbersikap proaktif
yakni menjalankan fungsi Intelijen untuk memantau
kegiatan tersebut apabila ada penyimpangan maka akan
ditindaklanjuti;
2. Menjelaskan dengan mengadakan sosialisasi tupoksi
TP4D Kejaksaan.
3. TP4D Kejaksaan tidak bisa memaksakannya kepada
Instansi yang menolak untuk didampingi tersebut.
93
apakah ada kesengajaan atau kesalahan Administrasi,
apabila ada kesengajaan maka direkomendasikan untuk
dilakukan penyelidikan.
3. Segera ditindak, yaitu melaksanakan penegakan hukum
refresif ketika ditemukan bukti permulaan yang cukup
setelah dilakukan koordinasi dengan APIP tentang telah
terjadinya perbuatan melawan hukum;
4. Tim TP4D akan melakukan teguran/peringatan namun
apabila hal tersebut masih berlanjut proses hukum tetap
berlanjut.
Sementara 2 (dua) orang / responden (8%) Jaksa tidak
menjawab.
94
berkoordinasi dengan Tim TP4D dalam melaksanakan
kegiatan pembangunan;
Sementara Jaksa yang berpendapat lain 5 (lima) orang
(21%) berpendapat bahwa :
a. Tidak, karena akan selalu bertanggungan dengan
kepentingan lain dan tugasd an wewenang TP4 juga
tumpang tindih dengan lembaga yang telah ada di
bidang lain di internal Kejaksaan sendiri seperti pada
bidang Datun.
b. Anggaran yang tidak optimal terserap karena banyak
ketakutan aparat pemerintah dalam menyerap anggaran,
karena masih banyaknya praktik korupsi padahal jika
tidak ada niat buruk dalam pelaksanaan pembangunan
maka pembangunan akan berjalan lancar dan anggaran
pembangunan akan terserap.
95
Landasan hukum pembentukan TP4D sudah ada
namun yang belum jelas itu adalah aturan pelaksanaan
tupoksi TP4D yang jelas tahap per tahapnya sehingga
TP4 punya pedoman dalam melaksanakan tupoksi yang
pada saat ini terlihat tumpang tindih dengan tupoksi
Datun (Pertimbangan hukum).
96
TP4D karena dipastikan TP4D akan memiliki mobilitas
yang tinggi dalam menjalankan tupoksinya dan
menghindarkan Tim TP4D untuk meminta akomodasi
pada pihak tertentu.
Sementara Jaksa yang berpendapat lain 10 (sepuluh) orang/
responden (42%) tidak menjawab.
Tabel 15
Respon PEMDA Terhadap TP4D
97
Utara dengan Dana sebesar Rp. 1.200.000.000,-
(Satu milyar dua ratus juta rupiah).
b. Kegiatan Rehabilitasi dan Ruang Jalan Pamusian –
Kalo Kalo Kecamatan Lintau Buo Utara dengan Dana
sebesar Rp. 4.400.000.000,- (Empat milyar rupiah).
c. Kegiatan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Sungai
Chekdam/Penahan Sedimen Batang Muaro Samulik
di Nagari Padang Laweh Kecamatan Batipuh
Selatan dengan Dana Rp. 4.404.840.000,-
3. Setelah adanya pembentukan Tim TP4D dari Kejaksaan
kami sudah ada meminta pendampingan TP4D berupa
Pendampingan terhadap kegiatan fisik pembangunan
di RSUD Prof.DR.MA.Hnafiah SM Batusangkar
diantaranya sebagai berikut:
a. Pembangunan Ruang Operasi (OK) dengan
Anggaran Rp. 4.924.540.000,- yang berusmber
dari Dana DAK Bidang Kesehatan Tahun Anggaran
2016.
b. Perencanaan dan Pengawasan kegiatan
pembangunan Ruang Operasi (OK) dengan anggaran
Rp. 382.961.600,- bersumber dari BLUD.
c. Rehab Selasar dengan anggaran Rp. 819.500.000,-
bersumber dari BLUD.
4. Pembuatan IPAL/Limbah rumah sakit dengan anggaran
Rp. 1.000.000.000,- bersumber dari BLUD.
5. Kejaksaan selaku pengacara negara selelu bersedia
memberikan pendampingan dalam hal Pemerintah
Daerah memiliki permasalahan terkait hukum.
4. TP4P/D sangat membantu dalam pendampingan
kegiatan yang dilakukan OPD sehingga dapat
meminimalisir terhadap penyimpangan yang terjadi;
5. Sebelum pembentukan TP4D belum ada kegiatan
98
pendampingan hukum dari Kejaksaan dan pembentukan
TP4D memberi manfaat dan dampak yang besar bagi
aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas agar
taat hukum.
6. Pembentukan TP4D Kejaksaan sangat bagus sekali
karena bertujuan guna mendukung keberhasilan jalannya
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah
melalaui pengawalan dan pengamanan pada setiap
tahapan program pembangunan.
7. Sangat diperlukan, khususnya yang berkaitan dengan
PLN untuk membantu dalam pembangunan jaringan
listrik termasuk di dalamnya pembebasan lahan atau
pemangkasan pohon yang dilalui jaringan tenaga listrik
dalam rangka mewujudkan nawacita Presiden RI
8. TP4D sangat diperlukan karena merupakan wadah bagi
pemerintah daerah untuk meminta pengawalan dari
Kejaksaan dalam melaksanakan program pemerintah
daerah. Terutama dalam hal kekhawatiran pendapat
hukum.
99
1. Menurut pendapat kami proyek/kegiatan yang perlu
mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah berupa
proyek pembangunan fisik yang bersifat strategis dan
berhubungan langsung dengan masyarakat.
2. Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu
mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah seluruh
kegiatan/proyek yang akan dilaksanakan oleh Rumah
Sakit.
3. Menurut pendapat kami proyek/pembangunan
yang perlu mendapat pendampingan dari TP4P/D
adalah proyek/pembangunan yang bersifat fisik dan
menyangkut kepentingan publik/masyarakat serta
kegiatan yang sangat strategis.
4. Seluruh kegiatan pemerintah perlu mendapatkan
pendampinga, apalagi untuk pengadaan barang/jasa
pemerintah.
5. Sebenarnya semua kegiatan pemerintah daerah yang
mengelola uang negara perlu adanya pendampingan
hukum, tapi lebih baik diutamakan kegiatan besar yang
menggunakan anggaran dan rawan terhadap terjadinya
penyimpangan.
6. Menurut pendapat kami, memang perlu dilakukan
pendamingan mulai dari perencanaan, pengadaan,
pengawasan dan serah terima pekerjaan dan diutamakan
untuk pelaksanaan tender.
Proyek pembangunan :
- Pengadaan barang dan jasa.
- Pembangunan fisik maupun non fisik.
- Pengamanan anggaran dana APBN/D.
7. Proyek/pembangunan yang perlu mendapatkan
pendampingan TP4D sebaiknya diprioritaskan pada
kegiatan pembangunan yang bersifat strategis/utama,
100
tanpa mengeyampingkan kegiatan pembangunan
lainnya yang jumlahnya cukup banyak.
Khususnya di PLN sebagai berikut:
- Pembangunan transmisi.
- Pembangunan jaringan tenaga listrik.
- Pembangunan gardu induk.
- Pembebasan lahan dan pemangkasan pohon yang
dilalui jaringan listrik.
8. Proyek yang berskala besar dan strategis atau proyek
yang menjadi perhatian publik.
Kegiatan yang bernilai tinggi serta mempunyai resiko
tinggi dalam penyelenggaraannya.
Sementara 26 (duapuluh enam) orang / responden
(39%) SKPD menyatakan tidak menjawab.
Tabel 17
Perlunya Keberadaan TP4D Dituangkan dalam MOU
101
1. Keberadaan TP4P/D perlu dituangkan dalam MoU
antara PEMDA, BUMN, BUMD dengan Kejaksaan di
daerah.
2. Seharusnya dituangkan dalam MoU karena sangat
dibutuhkan, sebab agar memperjelas tugas dan tanggung
jawab masing-masing termasuk hak, kewajiban dan
sanksi.
3. Keberadaan TP4P/D dalam bentuk nota kerjasama
atau MoU antara pemerintah daerah dengan Kejaksaan
sehingga bisa direncanakan dan dikendalikan dengan
baik.
4. Agar pengamanan anggaran daerah yang tepat guna dan
sesuai peruntukan, pemanfaatan MoU tim pengawalan
supaya bisa disepakati.
5. Keberadaan TP4D akan lebih bagus lagi jika dituangkan
dalam MoU dengan Pemda, BUMN, BUMD karena akan
memperkuat jalinan kerjasama dalam penyelenggaraan
pembangunan daerah.
6. Sementara 31 (tigapuluh satu) orang / responden (47%)
PEMDA (SKPD) tidak menjawab.
102
Respon PEMDA (SKPD)30 (tiga puluh) orang / responden
(35%) terhadap upaya mengoptimalkan TP4D, yaitu :
1. Dengan keberadaan TP4D akan dapat mencegah tindak
pidana korupsi karena dari awal kegiatan sampai akhir
kegiatan dilakukan pengawasan yang ketat oleh Tim
TP4D.
2. Dengan keberadaan TP4P/D akan dapat mencegah
tindak pidana korupsi karena semua permasalahan
dalam pelaksanaan kegiatan dari awal kita telah dapat
mengantisipasinya dengan adanya pendampingan oleh
TP4P/D.
3. Dengan adanya TP4P/D dirasakan dan diharapkan
penyimpangan-penyimpangan penggunaan dana
daerah akan lebih terkontrol dan tentunya akan bisa
mengurangi tindak pidana korupsi dalam kegiatan
pemerintah.
3. Menurut pendapat kami keberadaan TP4D kiranya
dapat mencegah tindak pidana korupsi.
Tindakan korupsi bisa dicegah dengan :
- Kesadaran diri/personal.
- Akan bisa terlaksana untuk pencegahan korupsi
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
5. Keberadaan TP4D yang berjalan dengan optimal akan
dapat mencegah tindak pidana korupsi, karena dengan
adanya pengawalan dari TP4D akan dapat memperjelas
aturan-aturan dalam setiap proses pembangunan
daerah.
6. Dengan adanya TP4P/D akan dapat mencegah tindak
pidana korupsi, karena BUMN akan mendapat
pendampingan hukum dari Kejaksaan.
7. Dapat mengurangi tindak pidana korupsi, kemungkinan
dapat terjadinya kolusi antara TP4D dengan Pemda.
103
Sementara 1 (satu) orang / responden (2%) PEMDA
(SKPD) menyatakan tidak perlu ditingkatkan TP4D
Kejaksaan.
Kemudian 35 (tigapuluh lima) orang / responden (53%)
PEMDA (SKPD) tidak menjawab.
1. Instansi Kejaksaan
Secara umum pendapat responden Jaksa terhadap
Penguatan Terhadap Efektifitas Tugas dan Wewenang Tim
Pengawal, Pengaman Pemerintah dan Pembangunan (TP4)
Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi di Wilayah
Hukum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur dapat digambarkan
sebagai berikut :
a. Terbentuk / Belum Terbentuknya TP4D
Tabel 1
Terbentuknya TP4D
104
berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kejaksaan
Tinggi Kalimantan Timur Nomor : KEP-019/Q.4/
Dek.3/01/2016 Tanggal 26 Januari 2016 tentang
Atas Perubahan Surat Keputusan Kepala Kejaksaan
Tinggi Kalimantan Timur Nomor : KEP-001/Q.4/
Dek.3/10/2015 tentang Pembentukan Tim Pengawal dan
Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Kejaksaan
Tinggi Kalimantan Timur.
2. Pelaksanaan TP4D Kejaksaan Negeri atas tindak
lanjut dari surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi
Kalimantan Timur dalam melakukan pendampingan
terhadap SKPD, yaitu:
• Kejaksaan Negeri Samarinda dikeluarkan Surat
Keputusan Nomor : KEP-017/Q.4.11/DPs.1/12/2015
Tanggal 4 Desember 2015;
• Kejaksaan Negeri Tenggarong dikeluarkan Surat
Keputusan Nomor : KEP-20/Q.4.12/10/2015 Tanggal
23 Oktober 2015;
• Kejaksaan Negeri Bontang dikeluarkan Surat
Keputusan Nomor : KEP-01/Q.4.18/Dek.3/03/ 2016
dan diperbaharui dengan Surat Keputusan Nomor :
KEP-02/Q.4.18/Dek.3/10/2016
• Kejaksaan Negeri Balikpapan di keluarkan Surat
Keputusan Nomor : KEP-05/Q.4.10/Dek.3/01/2016
Tanggal 18 Januari 2016;
105
b. Tanggapan Instansi Lain Terhadap Keberadaan TP4D
106
tugasnya, dimana ketika timbul keraguan dalam
mengambil keputusan atas suatu peraturan dapat
meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada TP4D;
Sementara 3 (tiga) orang / responden (0,11) tidak menjawab
terhadap keberadaan TP4D Kejaksaan, serta 1 (satu) orang/
responden (0,04) menyatakan Instansi di daerah kurang
berminat terhadap TP4D Kejaksaan.
107
Sementara 4 (empat) orang / responden (14%) menyatakan
tidak menjawab terkait SDM di TP4P/D.
108
Secara umum pendapat 17 orang / responden (61%) Jaksa
berpendapat bahwa :
1. Seluruh proyek pembangunan terutama proyek strategis
nasional.
2. proyek-proyek yang manfaatnya dirasakan langsung
oleh masyarakat guna meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat.
Sementara 9 (sembilan) orang (32%) Jaksa menyatakan
tidak terdapat batasan nilai proyek, alasannya adalah
1. Proyek-proyek yang perlu mendapatkan pengawalan
adalah :
2. Proyek pembangunan Infrastruktur;
3. Proyek pengadaaan barang jasa;
Sehingga tidak perlu ada batasan nilai proyek.
109
2. LO dibuat sesuai dengan permintaan tetapi idealnya
pada semua tahapan;
110
Sementara 3 (tiga) orang / responden (11%) Jaksa
menyatakan tidak menjawab.
h. Kendala
111
i. Dalam pelaksanaan tugas TP4D
112
1. Ketidaktahuan Instansi tersebut terhadap fungsi tugas
dan wewenang TP4D;
2. Perlu pendekatan secara persuasif tentang pentingnya
dilakukan tugas pengawalan dan pengamanan terhadap
proyek pembangunan yang dilaksanakan apabila sudah
dilakukan tetapi tetap menolak tidak bisa dipaksakan;
113
l. Keberadaan TP4D akan efektif dalam mengawal
pelaksanaan pembangunan terkait dengan tidak
optimalnya penyerapan Anggaran
114
Secara umum 26 (dua puluh enam) orang / responden (0,93)
Jaksa berpendapat bahwa :
Landasan Hukum (legal standing) pembentukan
TP4P/D; Perlu untuk lebih jelas pijakan dalam
melaksanakan tugas pengawalan dan pengamanan
agar apabila ada pihak yang menggugat TP4P/Ddapat
dipertanggungjawabkan secara hukum
115
2. Instansi Luar Kejaksaan
a. Penguatan TP4D Kejaksaan
Tabel 15
Respon PEMDA Terhadap TP4D
116
b. Koordinasi TP4D Dengan SKPD
Tabel 16
Koordinasi TP4D Dengan SKPD
117
c. Keberadaan TP4D perlu dituangkan dalam MOU.
Tabel 17
Perlunya Keberadaan TP4D Dituangkan dalam MOU
118
d. Upaya mengoptimalkan TP4D.
Tabel 18
Optimalisasi TP4D
119
KEJAKSAAN TINGGI BANTEN
1. Instansi Kejaksaan
Pendapat responden Jaksa terhadap gambaran umum
TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Banten adalah
sebagai berikut :
120
c. Sprint : 07/TP4D-KN.TGR/0.6.15/02/2017 Tanggal
25 Februari 2017 dengan Dinas Kesehatan;
• Pelaksanaan TP4D Kejaksaan Negeri atas tindak lanjut
dari surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi Banten
dalam melakukan pendampingan terhadap SKPD,
yaitu:
• Kejaksaan Negeri Serang dikeluarkan Surat Keputusan
Nomor : KEP-08/01/6.10/Dek.3/10/2015 Tanggal 21
Oktober 2015;
• Kejaksaan Negeri Cilegon dikeluarkan Surat Keputusan
Nomor : SK-17/N.3.16/10/2015 Tanggal 21 Oktober
2015;
• Kejaksaan Negeri Tigaraksa dikeluarkan Surat Perintah
Nomor : KEP-12/06.15/Dek/10/2015 Tanggal 20
Oktober 2015
• Kejaksaan Negeri Tangerang di keluarkan Surat
Perintah Nomor : SK-17/06.11/C.5/09/2016 Tanggal 07
September 2016;
121
terhadap keberadaan TP4D adalah :
• Dengan dibentuknya Tim TP4D ini para Instansi lain
sangat mendukung dengan mengikutsertakan tim
TP4D dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan, sehingga mereka tidak merasa khawatir
untuk melaksanakan kegiatan/proyek pembangunan;
• Respon Instansi sangat antusias terhadap pembentukan
Tim TP4D dapat dilihat dari meningkatnya permintaan
pengawalan dan pengamanan kepada tim TP4D di
wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Banten.
• Respon instansi lain sangat mendukung dan sangat
berharap dengan adanya tim tp4d ini dapat memberikan
jalan keluar atau solusi atas permasalahan hukum yang
terkadang menjadi kendala dalam pekerjaan proyek
strategis nasional.
• Dengan dibentuknya TP4D disambut positif oleh instansi
lain, sehingga pekerjaan mereka dalam pelaksanaan
pembangunan proyek strategi nasional merasa aman
tanpa gangguan dari pihak LSM, dll sehingga diharapkan
pekerjaan dapat terserap optimal dan selesai tepat pada
waktunya.
122
Sebanyak 15 (lima belas) orang/ responden Jaksa (41,7 %)
berpendapat sudah memadai secara kuantitas, alasannya :
• Secara Kuantitas sudah memadai, namun kiranya jika
dianggap perlu untuk ditambahkan personil SDM khusus
TP4D agar kegiatan pengawalan dan pengamanan
TP4D, dapat maksimal dilakukan.
• Keberadaan SDM TP4D secara kualitas sudah baik,
baik ketua tim sampai anggota tim dapat menjalankan
tupoksi nya dalam kegiatan proyek pembangunan.
• Keterkaitan hubungan TP4D dengan TP4P pusat di
daerah berjalan sinergis, dalam hal pelaporan kegiatan
TP4D di Kejaksaan Tinggi maupun di Kejaksaan
Negeri wilayah hukum Banten, segala bentuk pelaporan
kegiatan sebelum dan sesudah pelaksanaan kegiatan,
dilaporkan kepada Kajati, maupun Kajari.
• Dalam hal prosedur surat permintaan dari instansi
lain , untuk di Kejati surat di tujukan kepada TP4D
Cq Kajati, kemudian Kajati yang meneruskan surat
tersebut untuk di distribusikan ke Datun atau ke TP4D,
begitupun di Kejari-Kejari wilayah Hukum Banten
surat di tujukan kepada TP4D Cq Kajari, kemudian
Kajari yang meneruskan surat tersebut untuk segera di
distribusikan.
• Kemudian sebanyak 21 (dua puluh satu) orang/
responden (58,3 %) berpendapat belum memadai secara
kuantitas dan kualitas, alasannya:
• Belum memadai secara kuantitas, dikarenakan personil
Jaksa yang masuk ke dalam Tim TP4D masih kurang,
yang menjadi kendala seringkali tupoksi jaksa lainnya
terganggu sehingga banyak pekerjaan yang tidak dapat
dipenuhi semua karena sulitnya mengatur waktu yang
sangat padat. disarankan perlu ada penambahan personil
Jaksa yang khusus dalam keanggotaan TP4D.
123
• Belum memadai secara kualitas, seorang anggota tim
TP4D sebagai tim pengaman proyek pemerintah tentu
sangat diharapkan lebih menguasai tentang peraturan
pelaksanaan dalam suatu proyek dan peraturan-peraturan
lain yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek strategis
nasional.
Tabel 4
Upaya Meningkatkan SDM TP4D
124
c. Perlunya Personil Jaksa khusus Tim TP4D dibekali
pelatihan-pelatihan sehingga Tim yang dikirim ke
lapangan sudah siap secara kualitas dan mumpuni
dalam melaksanakan tugasnya.
125
dalam hal ini agar tupoksi Datun dalam nilai proyek
dapat terpisah dari nilai proyek khusus yang dilakukan
pengawalan oleh TP4D, dikarenakan tugas dan fungsi
TP4P/D berupa pendampingan hukum dan pemberian
pendapat hukum juga merupakan tugas dan fungsi
bidang Datun, sehingga jika ada batasan nilai proyek
kinerja TP4P/D dengan bidang Datun bisa berjalan
seiring sejalan menghindari pelaksanaan kedepannya
terjadi tumpang tindih wewenang.
• Kemudian 22 (dua puluh dua) orang/responden (61,1%)
berpendapat tidak ada batasan nilai proyek, alasan :
• Batasan suatu nilai proyek dapat menghambat, serta
tidak efisien dan tidak efektif.
• Tidak perlu batasan nilai proyek, kegiatan TP4D saat
ini tidak ada kendala khususnya batasan nilai proyek,
semua kegiatan berjalan baik.
Sementara 2 (dua) orang (5,6%) Jaksa tidak menjawab.
Tabel 6
Peran aktif TP4D
126
Secara umum 36 orang / responden (100%) Jaksa
berpendapat bahwa :
• TP4D dapat berperat aktif dalam setiap tahapan kegiatan
dari mulai dari perencanaan hingga sampai tahap
pemanfaatan, hal ini guna mencegah penyimpangan.
• Proses pendampingan TP4D dilakukan koordinasi dari
tahap awal perencanaan hingga akhir, sehingga jika
terjadi suatu permasalahan dapat langsung diketahui
tim TP4D.
• Setiap tahapan dibuat legal opinion (LO), dalam segi
pengadministrasiannya masuk dalam register TP4D
tersendiri;
• Tugas dan Wewenang TP4D dan Datun dapat bersinergi
dengan baik, dengan selalu melakukan koordinasi jika
ada permintaan pendampingan dari instansi lain.
Tabel 7
Kegiatan TP4D
No TP4D Kejaksaan dalam Kegiatannya Jmlh Prosentase
1 Terdapat Kegiatan 36 100 %
2 Tidak ada Kegiatan 0 0%
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 0 0%
Jumlah 36 100 %
N = 100%
127
maupun BUMN/BUMD;
• Mengadakan penyuluhan dan pengawasan serta
koordinasi dengan Instansi terkait.
• Peran TP4D melakukan beberapa tahapan, yaitu :
a. Tahap preventif melalui pemberian penerangan
hukum yang berkaitan dengan pembangunan
pemerintah.
b. Tahap pendampingan hukum dengan memberikan
pendapat hukum dan pengawasan pembangunan
pemerintah serta melakukan kegiatan sosialisasi
atau penyuluhan hukum dengan Instansi-Instansi
pemerintah, BUMN/BUMD.
c. Peran TP4D pada tahap pendampingan hukum
terbatas pada penerapan regulasi peraturan
perundang-undangan dan memberikan pendapat
hukum di setiap tahapan, dari tahapan perencanaan
sampai tahap pemanfaatan.
c. Kendala
Tabel 8 : Kendala TP4D
No Kendala TP4D Kejaksaan Jmlh Prosentase
1 Terdapat Kendala 36 100 %
2 Tidak ada Kendala 0 0%
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 0 0%
Jumlah 36 100 %
N= 1,00 (100%)
128
tugas dan fungsi TP4D di wilayah hukum Kejaksaan
Tinggi Banten;
2. Kendala lainnya dalam pelaksanaan TP4P/D adalah
pada saat penentuan jadwal kegiatan pendampingan,
terjadi karena ketika jadwal sudah ditentukan oleh
SKPD tapi pada saat bersamaan personil TP4P/D ada
kegiatan lain.
3. Dalam Pelaksanaannya, keanggotaan Tim TP4D masih
banyak yang belum memahami tentang Tupoksi TP4D
maupun memahami peraturan-peraturan yang terkait
proyek strategis nasional.
4. Terpecahnya fokus tupoksi personil dengan tugas dan
tanggung jawab yang lainnya.
5. Adanya kekhawatiran jika hasil pelaksanaan tugas
tidak sinkron dengan hasil audit BPK, dan APIP.
6. Keberatan dari Instansi lain karena mereka merasa
diawasi terlalu ketat.
129
yang ada hanya keragu-raguan SKPD untuk meminta
pendampingan karena tidak tersedianya anggaran
khusus tim TP4D dalam tahap kegiatan, jika tim TP4D
diikutserakan atau diminta bantuannya untuk melakukan
pendampingan dari tahap perencanaan sampai evaluasi.
Dengan respon yang baik, para SKPD lebih percaya
diri dalam melakukan suatu kegiatan proyek strategis
nasional.
130
f. Setelah pendampingan ternyata ada indikasi tindak
pidana korupsi
Tabel 11
Ada Indikasi Korupsi Setelah Pendampingan
131
terjadinya perbuatan melawan hukum;
Tabel 12
Tidak Optimalnya Penyerapan Anggaran
132
masukkan dan solusi sesuai aturan hukum sehingga
kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan aman.
• Terkait bila tidak optimalnya anggaran yang terserap,
dapat dilakukan kajian secara kasuistis terhadap
permasalahannya, sehingga dapat dicari solusinya
sesuai dengan ketentuan hukum.
133
lembaga sendiri di struktur organisasi kejaksaan
sehingga dapat maksimal melakukan Tupoksi nya.
134
2. Instansi Luar Kejaksaan
a. Penguatan TP4D Kejaksaan
Tabel 15
Respon PEMDA Terhadap TP4D
135
berikut:
a. Pengadaan dan Pemasangan Area Traffic Control
System (ATCS) pada dinas perhubungan
b. Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Runway 3
Bandara Udara Internasional Soekarno Hatta.
c. Pembangunan Tandon Nusa Loka pada Dinas
Pekerjaan Umum
5. Sebelum pembentukan TP4D sudah ada kegiatan
pendampingan hukum dari Kejaksaan dan dibentuknya
TP4D memberi manfaat dan dampak yang besar bagi
aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas agar
taat hukum.
6. Pembentukan TP4D Kejaksaan sangat tepat karena
bertujuan guna mendukung keberhasilan jalannya
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah
melalaui pengawalan dan pengamanan pada setiap
tahapan program pembangunan.
7. TP4D sangat diperlukan karena dapat menjadi wadah
bagi pemerintah daerah untuk meminta pengawalan dari
Kejaksaan dalam melaksanakan program pemerintah
daerah. Terutama dalam proses pembuatan pendapat
hukum untuk menghindari kekhawatiran melakukan
kegiatan pembangunan proyek strategis nasional.
Kemudian 30 (tiga puluh) orang / responden (46,2%)
SKPD belum mengetahui terhadap keberadaan dari TP4D
Kejaksaan, alasan:
• Belum ada undangan sosialisasi terkait pembentukkan
TP4D.
• Baru mengetahui mengenai TP4D dari media massa,
untuk undangan sosialisasi belum pernah ada undangan
sosialisasi.
136
b. Koordinasi TP4D Dengan SKPD
Tabel 16
Koordinasi TP4D Dengan SKPD
No Koordinasi TP4D Dengan SKPD Jmlh Prosentase
1 Perlu ada koordinasi dengan SKPD 36 100 %
2 Tidak Perlu ada koordinasi dengan SKPD 0 0%
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 0 0%
Jumlah 36 100 %
N=100%
137
dengan nilai besar dan rawan terhadap terjadinya
penyimpangan.
6. Dilakukan pendampingan mulai dari perencanaan,
pengadaan, pengawasan dan serah terima pekerjaan
dan diutamakan untuk pelaksanaan tender.
7. Proyek pembangunan seperti: Pengadaan barang dan
jasa,Pembangunan fisik maupun non fisik, pengamanan
anggaran dana APBN/D.
8. Proyek yang berskala besar dan strategis atau proyek
yang menjadi perhatian publik, dan kegiatan yang
bernilai tinggi serta mempunyai resiko tinggi dalam
penyelenggaraannya.
138
• MoU sangat dibutuhkan, agar memperjelas tugas
dan tanggung jawab masing-masing pihak termasuk
didalamnya hak, kewajiban dan sanksi.
• Keberadaan TP4D akan lebih bermanfaat jika
dituangkan dalam MoU dengan Pemda, BUMN, BUMD
sehingga tercipta jalinan kerjasama yang kuat dalam
penyelenggaraan pembangunan daerah.
• Keberadaan TP4P/D dalam bentuk nota kerjasama
atau MoU antara pemerintah daerah dengan Kejaksaan
sehingga bisa direncanakan dan dikendalikan dengan
baik, sehingga pengamanan anggaran daerah yang tepat
guna dan sesuai peruntukan.
Sementara Respon PEMDA (SKPD) 2 (dua) orang
/ responden (3%) terhadap keberadaan TP4D perlu
dituangkan dalam MoU, alasannya:
1. tanpa MoU sudah cukup efektif.
2. Cukup hanya dengan SK Tim TP4D saja tanpa harus
melalui MoU.
139
Respon PEMDA (SKPD) 36 (enam puluh enam) orang /
responden (100%) terhadap upaya mengoptimalkan TP4D,
yaitu :
1. Dengan keberadaan TP4D agar dapat optimal dalam
pelaksanaannya perlu dipertegas terkait:
• Anggaran kegiatan
• Batasan nilai proyek/pembangunan
• Administrasi
• Teknis Pelaksanaan
• Perlindungan Hukum
2. TP4D dapat berjalan optimal dengan memberikan
melalui sosialisasi wawasan mengenai kesadaran
hukum bagi perangkat daerah dalam melaksanakan
pembangunan.
3. Dengan adanya TP4P/D dirasakan dan diharapkan
penyimpangan-penyimpangan penggunaan dana
daerah akan lebih terkontrol dan tentunya akan bisa
mengurangi tindak pidana korupsi dalam kegiatan
pemerintah.
4. Agar selalu melakukan koordinasi dengan PEMDA agar
dapat info terbaru dikarenakan kemungkinan timbulnya
suatu masalah di dalam suatu pekerjaan, info tersebut
dapat mengoptimalkan pengawalan dan pengamanan
Tim TP4D.
5. Dapat dilakukan penyuluhan hukum secara rutin
yang dilakukan tim TP4D sehingga khazanah kami
bertambah dan lebih giat lagi dalam melakukan kegiatan
pembangunan sesuai aturan.
6. Diperjelas lagi mengenai SOP antara tim TP4D dengan
para instansi terkait kegiatan pembangunan, serta di
perkuat dengan regulasi yang jelas, agar SDM TP4P/D
dapat ditingkatkan kualitasnya agar mumpuni dan
cakap dalam melaksanakan tugasnya, mengingat SDM
140
TP4D/P ini yang akan memberikan penyuluhan hukum
melalui sosialisasi, dan melakukan pendampingan
hukum pengawalan serta pengamanan, diharapkan
wawasannya lebih banyak terkait peraturan proyek
pembangunan strategi nasional.
7.
I. Instansi Kejaksaan
Pendapat responden Jaksa terhadap gambaran umum
TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara
Barat adalah sebagai berikut :
a. Tentang Terbentuknya TP4D
Tabel 1
Terbentuknya TP4D
No Terbentuk TP4D Jmlh Prosentase
1 Sudah terbentuk 24 24 %
2 Belum terbentuk 0 0%
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 0 0%
Jumlah 24 100 %
N = 100%
141
Nusa Tenggara Barat, kemudian diterbitkan Surat
Perintah Pelantikan TP4D.
• Selanjutnya pelaksanaan yang dilakukan oleh
Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat dalam
melakukan pengawalan terhadap beberapa Kanwil pada
Kementerian, diantaranya yaitu :
• Sprint : 01/TP4D.NTB/Set/02/2017 Tanggal 02 Pebruari
2017 dengan Dinas Pertanian & Perkebunan Prov.
NTB;
• Sprint : 02/TP4D.NTB/Set/02/2017 Tanggal 13 Pebruari
2017 dengan Pengembangan Kawasan Permukiman
Prov. NTB;
• Sprint : 08/TP4D.NTB/Set/02/2017 Tanggal 22 Pebruari
2017 dengan Penataan Bangunan & Lingkungan Prov.
NTB;
• Sprint : 09/TP4D.NTB/Set/02/2017 Tanggal 23 Pebruari
2017 dengan Dinas Perumahan & Permukiman Prov.
NTB;
• Sprint : 14/TP4D.NTB/Set/03/2017 Tanggal 07 Maret
2017 dengan Pengembangan SPAM Prov. NTB;
• Sprint : 18/TP4D.NTB/Set/04/2017 Tanggal 20 April
2017 dengan Pengembangan Sistem Penyehatan
Lingkungan NTB;
• Sprint : 23/TP4D.NTB/Set/05/2017 Tanggal 05 Mei
2017 dengan IAIN Mataram;
• Sprint : 29/TP4D.NTB/Set/05/2017 Tanggal 22 Mei
2017 dengan PT. PLN (Persero) UIP NTB.
• Pelaksanaan TP4D Kejaksaan Negeri atas tindak lanjut
dari surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa
Tenggara Barat dalam melakukan pendampingan,
yaitu:
• Kejaksaan Negeri Lombok Timur dikeluarkan Surat
142
Keputusan Nomor : KEP-27/P.2.12/Dek.3/09/2016
Tanggal 20 September 2016;
• Kejaksaan Negeri Mataram dikeluarkan Surat Keputusan
Nomor : KEP-25/P.2.10/Cp.2/11/2015 Tanggal 20
Nopember 2015;
• Kejaksaan Negeri Lombok Barat dikeluarkan Surat
Perintah Nomor : KEP-18/N.3.17/P.2.11/Dek.3/11/2015
Tanggal 23 Nopember 2015 dan diganti Kep-04/P.2.11/
TP4D.Loteng/01/2017 tanggal 09 Januari 2017.
Tabel 2
Respon Instansi Lain Terhadap TP4D
143
TP4D Kejari.
• Dengan adanya TP4D tidak ada lagi keluhan atau
ketakutan orang yang menjabat sebagai PPK maupun
jabatan atau peran lain dalam pelaksanaan barang dan
jasa pemerintah.
• Keberadaan TP4D Secara aspek hukum dapat
memberikan masukan atau saran untuk menghindari
perbuatan melawan hukum kepada instansi lain.
Tabel 3
SDM TP4D Kejaksaan
No SDM TP4D Kejaksaan Jmlh Prosentase
1 Memadai 24 100 %
2 Belum Memadai 0 0%
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 0 0%
Jumlah 24 100 %
N = 100%
144
pengetahuan terhadap Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah.
- SDM yang tersedia secara jumlah sudah tersedia karena
merupakan kebijakan pusat dalam hal rekrutmen dan
penempatan pegawai.
- Dalam praktek antara TP4D (Kejari) dengan TP4P
dilakukan secara berjenjang
melalui TP4D di Kejati.
Tabel 4
Upaya Meningkatkan SDM TP4D
145
- Melatih Tim TP4D untuk memiliki skill membuat legal
opinion, dimana Legal Opinion masuk dalam salah satu
tupoksi Datun yaitu pertimbangan hukum, sehingga
TP4D dapat bersinergi dengan tugas dan wewenang
Datun.
Tabel 5
Proyek yang Mendapat Pengawalan
146
Efektifitas TP4D Kejaksaan
f. Berperan Aktif TP4D
Tabel 6
Peran aktif TP4D
No Berperan Aktif TP4D Jmlh Prosentase
1 Aktif 24 100 %
2 Pasif 0 0%
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 0 0%
Jumlah 24 100 %
N = 100%
147
g. Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan tugas
dan wewenang TP4D
148
mendukung kemampuan mempertanggungjawabkan
tugas dan kewajiban TP4D secara maksimal.
- Seyognya Tim TP4D mengikuti setiap perkembangan/
tahapan kegiatan lapangan maupun administrasi
sebagaimana time schedule yang telah disusun seperti
serah terima lapangan, tahap opname, addendum,
Provisional Hand Over (PHO), dan Final Hand Over
(FHO). Dengan demikian, terhadap adanya kendala atau
probelmatika atau potensi gangguan di lapangan TP4D
sudah mampu membuat prediksi sejak dini disamping
adanya laporan secara periodik.
- Pada tahap preventif, dapat dilakukan dnegan
mengevaluasi anggaran (RAB/HPS) untuk pelaksanaan
kegiatan dari aspek anggaran.
h. Kendala
Tabel 8 : Kendala TP4D
No Kendala TP4D Kejaksaan Jmlh Prosentase
1 Tedapat kendala 24 100 %
2 Tidak ada kendala 0 0%
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 0 0%
Jumlah 24 100 %
N= 100%
149
dengan rencana/ tidak sesuai/ ada kekurangan volume
dan spesifikasi pekerjaan.
• Tidak didukung dengan Anggaran dalam DIPA sehingga
terbatas tugas dan fungsi TP4D di wilayah hukum
Kejaksaan Tinggi NTB.
• Kurangnya fasilitas/ sarana transprotasi.
• Adanya Pihak Kontraktor yang Wanprestasi.
• Kurang sempurnanya SOP TP4D, mengakibatkan
pelaksanaan kegiatan TP4D kurang koordinasi dengan
baik, sehingga antara output yang dikeluarkan oleh
kegiatan TP4 belum ada panduan/ petunjuk.
• Sosialisasi terkait program kegiatan yang terkadang
tidak sejalan dengan keinginan masyarakat.
• Kendala pelaksanaan TP4P/D adalah pada saat
penentuan jadwal kegiatan pendampingan, terjadi
karena ketika jadwal sudah ditentukan oleh SKPD tapi
pada saat bersamaan personil TP4P/D ada kegiatan lain
dan kendala setelah pelaksanaan TP4P/D adalah dalam
penyusunan laporan secara lengkap dan komprehensif.
150
• SKPD di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Nusa
Tenggara Barat tidak menolak untuk didampingi
TP4D Kejaksaan, yang ada hanya keragu-raguan untuk
meminta pendampingan karena tidak tersedianya
anggaran kegiatan. Disisi lain, SKPD tidak mempunyai
anggaran.
• TP4D Kejaksaan bertugas berdasarkan peraturan
Instansi terkait yang sedang/ akan melaksanakan proyek
pembangunan.
• Selama TP4D berjalan di daerah Kejaksaan Negeri Nusa
Tenggara Barat masih belum ada penolakan dari Instansi
tertentu. Karena Intasnsi lain merasa terbantu dengan
kehadiran TP4D dalam penyelenggaraan pembangunan
di daerah.
151
• Menjelaskan dengan mengadakan sosialisasi tupoksi
TP4D Kejaksaan.
• TP4D Kejaksaan tidak bisa memaksakannya kepada
Instansi yang menolak untuk dilakukan pendampingan.
• TP4D bekerja melaksanakan pengawalan dan
pengamanan berdasarkan permintaan, dengan adanya
permintaan kemungkinan kecil tidak terjadi penolakan.
Tabel 11
Ada Indikasi Korupsi Setelah Pendampingan
152
• Jika terjadi ada indikasi tindak pidana korupsi, maka
TP4D harus melaporkan penyimpangan tersebut ke
pidsus untuk tindak lanjut penanganan.
• Tetap dibuat telaahan, sekiranya ada indikasi TPK
apakah ada kesengajaan atau kesalahan Administrasi,
apabila ada kesengajaan maka direkomendasikan untuk
dilakukan penyelidikan.
Tabel 12
Tidak Optimalnya Penyerapan Anggaran
153
karena karena Instansi Pemerintah/BUMN tidak berani
melaksanakan pembangunan karena takut terhjerat
masalah hukum, sehingga disinilah peran dan fungsi
TP4D dalam melakukan pengawalan dan pendampingan
sehingga ketakutan tersebut dapat dihilangkan dan
pembangunan dapat terlaksana sehingga anggaran
terserap maksimal.
• Sangat efektif, keberhasilan suatu pembangunan
kuncinya adalah tidak menyepelehkan semua tahapan
pekerjaan, utamanya pada tahap awal perencanaan dimana
kajiannya harus sesuai dengan program pembangunan
nasional/ daerah dengan juga mempertimbangkan
pemanfaatannya.
• Sementara Jaksa yang berpendapat lain 3 (dua) orang
(13%) berpendapat bahwa :
• Kurang paham mengenai aturan dan ketakutan adanya
kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan.
• Keberadaan TP4D belum sepenuhnya efektf karena
dalam penyusunan anggaran kegiatan/ pekerjaan masih
terdapat pekerjaan yang tidak/ belum diperlukan.
• Hendaknya TP4D khususnya dilibatkan oleh Kementrian
dalam pembangunan anggaran kegiatan.
154
Penguatan Terhadap TP4D Kejaksaan
155
n. Keberadaan TP4D dalam mencegah tindak pidana
korupsi
Tabel 14
TP4D Dalam Mencegah TPK
156
2. Instansi Luar Kejaksaan
157
dari pemerintah.
• Pembetukan TP4P/D Kejaksaan merupakan kebijakan
yang sangat strategis, karena Kejaksaan sebagai
lembaga yang memiliki peranan yang sangat penting
dalam pemberantasan tipikor, dengan tindakan prepentif
dan represip terhadap upaya penyelamatan terhadap
kerugian Negara serta pengekan hukum.
• Pembentukan TP4D Kejaksaan membawa harapan besar
akan rasa aman dalam pelaksanaan kegiatan, dimana
belum pernah ada pendampingan hukum jika terkena
kasus.
• Dengan adanya TP4D sangat membantu satker dalam
mengindentifikasi daftar permasalahan yang ada,
terutama dalam hal penanganan permasalahan dibidang
hukum.
• Sebelum adanya TP4D belum ada pendampingan
hukum oleh kejaksaan. Dengan adanya TP4D semoga
memberikan keyakinan kepada pelaksana OPD untuk
tidak terseret dalam kasus/tindak pidana.
• Pembentukan TP4D sangat membantu dinas terutama
dalam mengambil keputusan terhadap permasalahan
kegiatan dinas sebagai upaya pencegahan.
• Jika dapat berjalan sesuai dengan fungsinya, tim tersebut
sangat diperlukan untuk memberikan garansi bahwa
suatu kegiatan tidak bermasalah dimata hukum.
• Sangat bermanfaat, untuk percepatan pelaksanaan
pembangunan dan penyerapan realisasi fisik untuk
pengadaan yang berskala besar/tender (melalui ULP).
• Sangat membantu tugas pemerintahan desa terutama
terhindar dari penyalahgunaan wewenang kades dan
perangkat sesuai peraturan perundang-udangan yang
berlaku.
• Menurut pendapat saya, pembentukan TP4P/D sangat
158
baik sekali dan bermanfaat bagi kami. Hal ini karena
kadang-kadang pengetahuan kami tentang masalah
hukum sangat terbatas, sehingga pendampingan dari
TP4P/D sangat memberi “pencerahan” terhadap
kegiatan yang dilaksanakan.
• Keberadaan TP4D di Kejaksaan Negeri Mataram
sangatlah dibutuhkan oleh pemerintah daerah didalam
menjawab keraguan-keraguan pemerintah daerah dalam
pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pemerintah
daerah. tindak lanjut keberadaan TP4D sangatlah
kami harapkan didalam memberikan pendampingan,
pendapat hukum dan pertimbangan hukum berbagai
permasalahan yang dihadapi Pemda.
• Saya sangat salut telah terbentuk nya TP4D, sehingga
kita bersyukur. Dengan adanya TP4D ini sekarang sangat
jelas pencegahan melalui preventif dan persuasive.
• Dengan dibentuknya TP4D oleh Kejaksaan Negeri Praya
maka kami aparat pemerintah lebih konsen bekerja
karena mendapatkan pengawasan dan pendampingan
dalam melaksanakan semua kegiatan.
Sementara 8 (delapan) orang / responden (16%) PEMDA
(SKPD) tidak menjawab dikarenakan masih kurang
sosialisasi terhadap keberadaan Tim TP4D kepada jajaran
pelaksana, karena ketika di Provinsi hanya sebatas level
eselon II (pimpinan) belum sampai kepada bawahannya.
159
b. Koordinasi TP4D Dengan SKPD
Tabel 16
Koordinasi TP4D Dengan SKPD
No Koordinasi TP4D dengan SKPD Jmlh Prosentase
1 Perlu ada koordinasi dengan SKPD 36 100 %
2 Tidak Perlu adanya koordinasi dengan SKPD 0 0%
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 0 0%
Jumlah 36 100 %
N=100%
160
dibawah kurang lebih Rp. 200.000.000,- ataupun di atas
Rp. 200.000.000,-.
• Seluruh proyek hendaknya mendapatkan pendampingan
dari aspek hukum sebab yang benar menurut analisis
Pokja dll belum tentu benar dari sisi hukum.
• Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu
mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah bila
perlu semua jenis proyek.
• Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu
mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah proyek
fisik dan barang tapi sebaiknya di atas 2,5 M.
• Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu
mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah
pembangunan fisik/infrastruktur, kesehatan, pendidikan,
pengadaan barang dan jasa, dan dana bansos.
• Yang harus mendapat pendampingan yaitu bersifat
strategis nasional dan berdampak langsung terhadap
masyarakat.
• Proyek/pembangunan fisik, termasuk pemeliharaan
atau rehab, pengadaan barang /jasa (peralatan kantor),
pengadaan alat-alat kesehatan, pengadaan obat-obatan di
rumah sakit, Pengadaan tanah (yang bernilai milyaran).
• Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu
mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah
pembangunan infastruktur, pendidikan, kesehatan,
pengadaan barang dan jasa
• Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu
mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah proyek
kontruksi yang nilainya besar, pengadaan barang dan
jasa yang nilainya besar, belanja hibah dan bansos
• Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu
mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah
pembangunan proyek-proyek yang anggarannya
menegah s/d besar.
161
• Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu
mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah kalau
bias semua proyek/pembangunan perlu dilakukan
pendampingan oleh TP4P/D agar pejabat tidak ragu
dalam eksekusi anggaran dalam pelaksana pembangunan
untuk kesejahteraan, utamanya proyek/infastruktur
yang nilainya besar yang berpotensi terjadinya
penyimpangan.
• Semua bentuk proyek/pembangunan fisik dari
perencanaan, pelaksanaan proyek maupun pengawasan/
supervisi.
• Pada bidang-bidang hajat hidup orang banyak lebih
diutama, terutama pada pelayanan publik (itu terutama),
tetapi pada setiap pembangunan dari tahapan pada
pelaksanaanya mestinya ada pendampingan dan
pengawasan/pengawalan, pengadaan barang dan jasa
• Proyek yang dananya cukup besar dan syarat-syarat
pelaksanaannya ruwet, pekerjaan-pekerjaan yang
sangat mendesak untuk dilaksanakan untuk kebutuhan
masyarakat.
• Proyek/pembangunan yang sangat perlu pendampingan
TP4P/D adalah pembangunan fisik sesuai UU No.6
Tahun 2014 terutama yang sumber dananya dari dana
desa (DD).
• Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu
mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah Dana
desa (APBD), kerjasama dengan pihak ketiga, kegiatan-
kegiatan berskala besar.
• Proyek tender yang dilakukan melalui ULP Kabupaten
Lombok Tengah.
• Kami usulkan agar semua jenis proyek/pembangunan
dapat didampingi oleh TP4P/D.
• Semua pembangunan yang nilai proyeknya besar, demi
162
menjaga kualitas bangunan dan tidak mengabaikan
tanggungjawab baik oleh pelaksana maupun pemenang
tender.
• Proyek-proyek fisik yang bernilai besar, bansos dan
hibah.
• Semua proyek yang ada di Lombok Tengah mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan bisa
kerjasama dengan pihak-pihak terkait.
• Pengelolaan dana desa yang dikelola oleh desa perlu
sekali dilakukan pendampingan dikarenakan SDM yang
belum mencukupi.
• Semua program pemerintah terutama pekerjaan yang
bersentuhan langsung dengan masyarakat terutama
pekerjaan fisik yang di pihak ketigaan.
• Pembangunan dan peningkatan jalan dan jembatan
kabupaten TA. 2017 dan pembebasan lahan dalam kota
praya dari praya-biao.
• Pendampingan perlu dilaksanakan terhadap seluruh
proyek pembangunan dari mulai proses perencanaan
pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawaban.
163
Secara umum 31 (tiga puluh enam) orang / responden
(86,1%) SKPD terhadap keberadaan TP4D perlu dituangkan
dalam MoU, yaitu :
1. Harus dibuat MoU keberadaan TP4P/D antara Pemda,
BUMN, BUMD, dengan Kejaksaan agar jelas apa yang
harus dilakukan oleh masing-masing pihak
2. Keberadaan TP4D harus dituangkan dalam MoU, ini
sebagai bentuk implementasi kemitraan antara Pemda
dengan semua didalam pelaksanaan pembangunan
disemua sekitar.
3. Sebaiknya keberadaan TP4D dituangkan dalam MoU,
dimana termuat didalamnya klausul-klausul yang
mengikat para pihak.
4. Seharusnya demikian adanya, sehingga proses
konvesional dan pengawasan dapat berjalan optimal
sehingga dapat memberikan garansi bahwa kegiatan
tersebut tidak bermasalah.
5. Ya, sebaiknya dituangkan dalam MoU keberadaan TP4D
dengan Pemda, BUMN, BUMD, dengan Kejaksaan,
karena personil Tim berganti/mutasi, sehingga pejabat
yang baru belum mendapatkan masukkan sebanyak
yang menggantikan lamanya.
6. Untuk adanya ikatan yang pasti dan memiliki kekuatan
hukum yang kuat dan saling mengikat untuk kedepan
haruslah dituangkan dalam satu perjanjian kerjasama
bukan hanya MoU saja.
7. MoU merupakan dasar pertama dalam merealisasikan
kegiatan dengan MoU kedua belah pihak dapat
melaksanakan kegiatan tersebut.
8. Ya, TP4D keberadaan nya harus tertuang dalam MoU
antara Pemda dengan Kejaksaan selain penetapan SK.
TIM. TP4D dan perlu ditambahkan juga adanya Standar
Operasional Prosedur (SOP)
164
Sementara 3 (tiga) orang / responden (8,3%) PEMDA
(SKPD) menyatakan tidak perlu dituangkan dalam MoU
dan 2 (dua) orang / responden PEMDA (SKPD) menjawab
dengan alasan lain bahwa :
1. Saya rasa cukup menarik apabila diperkuat dengan
MoU tapi mungkin alangkah baiknya di kaji terlebih
dahulu, norma-norma yang akan diberlakukan apabila
MoU ini dibuat. Dengan kata lain, dengan dibuatnya
MoU ini apakah tidak mengakibatkan abuse of power.
2. Untuk adanya ikatan yang pasti dan memiliki kekuatan
hukum yang kuat dan saling mengikat. Untuk kedepan
haruslah dituangkan dalam satu perjanjian kerjasama
bukan hanya MoU saja.
3. Jika memang diperlukan bisa saja, namun saat ini juga
sudah ada MoU antara Kejaksaan bidang Datun dengan
Pemda untuk melakukan pendampingan hukum atau
hanya sebatas konsultasi hukum.
Tabel 18
Optimalisasi TP4D
165
yaitu :
1. Perlu dilakukan sosialisasi kepada seluruh aparat
pemda tentang tupoksi TP4D
2. Harus ada pembagian tugas yang jelas antara instansi
pengawas yang telah ada (APIP, BPKP) dengan TP4D
3. Perlu adanya kesamaan pemahaman dalam pelaksanaan
tugas TP4/D dengan APIP
4. TP4/D harus lebih mengutamakan pada aspek
pencegahan dengan berkoordinasi kepada pemda
2. Agar TP4P/D bersinergi dengan pemerintah pusat
dan pemerintah daerah dalam mengawal serta
mengamankan pelaksanaan pembangunan sehingga
dapat meningkatkan proses percepatan pembangunan
dan penyerapan anggaran.
3. Lembaga TP4P/D merupakan lembaga baru yang belum
dikenal oleh masyarakat terutama pelaku pembangunan
untuk itu diperlukan sosialisasi yang lebih inten.
4. Tim P4D bekerja lebih optimal, meningkatkan
koordinasi dan singkronisasi dengan satker, maupun ULP
khususnya pokja dalam pelaksanaan pembangunan.
5. Perkuatan institusi yang didukung oleh Peraturan
Perundangan yang jelas serta dukungan administrasi
yang cukup.
Diperlukan koordinasi dan konsultasi secara kontiniti
Diperlukan pengawasan yang ketat yang diawali dengan
proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan
evaluasi
6. Masih sedikitnya OPD yang meminta pengawalan
dari Tim TP4D menunjukkan perlunya ditingkatkan
sosialisasi tentang keberadaan TP4D.
7. Sosialisasi yang intens kepada Pemda, BUMN, BUMD
166
agar maksud dan tujuan dari pendampingan TP4P lebih
diketahui secara luas.
8. Perlu SDM ditingkatkan secara kualitas dan kuantitas
sehingga TP4D dapat memberikan solusi yang terbaik
tanpa keragu-raguan baik secara hukum maupun teknis
proyek.
9. Perlu dibuat SOP atau juknis sehingga pendampingan
yang dilakukan terstandarisasi dan diketahui oleh yang
didampingin.
10. Meningkatkan peran dan fungsi Tim dengan
meningkatkan kualitas dan kuantitas anggota sehingga
dapat berkompetensi optimal.
Sebaiknya TP4D ini melibatkan semua unsur
(Kejaksaan, Kepolisian, Pemda, dan Instansi terkait)
1. Memperbanyak sosialisasi kepada SKPD dan
BUMD perihal konsep penganggaran/pengadaan
yang sesuai koridor hokum
2. Melakukan pendampingan kepada SKPD dan
BUMD secara pro aktif.
3. Kejaksaan perlu memperdalam pengetahuan
dibidang pengadaan
4. Meningkatkan koordinasi dengan APH dan institusi
lainnya misalnya kepolisian dalam pengawasan
pembangunan daerah.
11. TP4D harus dapat memberikan pendampingan secara
maksimal, mulai dari perencanaan kegiatan sampai
dengan pelaksanaan kegiatan, harus ada kerjasama
antara Pemda dengan TP4D.
12. 1. Personil dari Team TP4P/D agar dibuatlah surat
keputusan
2. Perlu penganggaran / diusulkan dalam DPA pada
167
masing-masing kegiatan
3. Perlu diadakan koordinasi yang lebih intensif.
Tabel 1
Terbentuknya TP4D
No Terbentuk TP4D Jmlh Prosentase
1 Sudah terbentuk 32 100 %
2 Belum terbentuk 0 0%
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 0 0%
Jumlah 32 100 %
168
menyatakan bahwa TP4D sudah terbentuk, dengan Surat
Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi Nomor:
KEP-85/N.5/Dek.1/10/2015 tanggal 16 Oktober 2015
tentang Pembentukan Tim Pengawal dan Pengamanan
Pemerintah dan Pembangunan Kejaksaan Tinggi
Jambi.
• Seluruh responden yang berjumlah 6 (enam) orang
menyatakan bahwa TP4D sudah terbentuk, bahkan di
Kejaksaan Negeri Sarolangun telah diterbitkan Surat
Peritah Nomor:PRIN-721/N.5.16/Dsp.1/10/2015
tanggal 26 Oktober 2015.
• Seluruh responden yang berjumlah 6 (enam) orang
menyatakan bahwa TP4D sudah terbentuk, bahkan di
Kejaksaan Negeri Muara Jambi telah diterbitkan Surat
Peritah Nomor:PRIN-04/TP4D/N.5.18/03/2017.
169
banyak yang mencari tahu tentang TP4D, dengan adanya
TP4D sangat membantu dalam kegiatan pembangunan.
• Sejumlah 1 (satu) responden menyatakan bahwa di
Kota Jambi telah dilakukan sosialisai peran TP4D dari
Kejati Jambi, bahkan oleh JAMINTEL secara langsung.
Respon dari instansi lain sangat positif, tetapi Wali Kota
tidak mendukung secara penuh sehingga TP4D masih
minim kegiatan.
• Sejumlah 9 (sembilan) responden Jaksa menyatakan
bahwa respon dari instansi lain menyambut secara positif
dan baik karena dengan adanya TP4D membuat instansi
tersebut tidak takut untuk bekerja dan menghilangkan
keraguan dalam pelaksanaan kegiatan.
• Sejumlah 4 (empat) responden Jaksa menyatakan
bahwa respon dari instansi lain positif dan memberikan
apresiasi yang sangat tinggi.
• Sejumlah 1 (satu) responden Jaksa menyatakan bahwa
respon dari instansi lain positif dan memberikan
apresiasi dengan cara ikut serta sebagai pengguna
program TP4D
Tabel 3
SDM TP4D Kejaksaan
No SDM TP4D Kejaksaan Jmlh Prosentase
1 Memadai 21 65,6 %
2 Tidak Memadai 11 34,4 %
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 0 0%
Jumlah 32 100 %
170
• Sebanyak 4 (empat) responden Jaksa menyatakan SDM
TP4D Kejaksaan secara kuantitas sudah cukup tetapi
secara kualitas perlu ditingkatkan;
• Sebanyak 11 (sebelas) responden Jaksa menyatakan
bahwa SDM kejaksaan secara kuantitas dan kualitas
memang belum memadai sehingga disarankan minimal
untuk kualitas SDM di TP4D perlu dikuatkan dengan
cara diikutsertakan dalam diklat-diklat terutama
terhadap peraturan-peraturan khusus.
• Sebanyak 2 (dua) responden Jaksa menyatakan bahwa
SDM masih kurang memadai karena belum diadakan
sosialisasi mengenai TP4D baik dari bidang administrasi
maupun pelaporan.
• Sebanyak 15 (lima belas) responden Jaksa menyatakan
SDM TP4D Kejaksaan secara kuantitas dan kualitas
sudah cukup memadai namun tetap diperlukan
pelatihan/diklat khusus mengenai TP4D sedangkan
mengenai keterkaitan antara TP4P/D telah dilakukan
melalui pelaporan yang sudah dilaksanakan baik laporan
bulanan maupun laporan kegiatan.
Tabel 4
Upaya Meningkatkan SDM TP4D
171
Sebanyak 26 (dua puluh enam) responden Jaksa menyatakan
bahwa untuk melaksanakan tugasnya TP4D perlu adanya
peningkatan SDM melalui diklat yang berkaitan dengan
pelaksanaan proyek/pengadaan pemerintah, perlu dukungan
personil keuangan dalam jabatan tersendiri. Agar Tim TP4D
diikutsertakan dalam workshop, seminar dan acara-acara
di Pemda, BUMN maupun BUMD. Perlunya penyamaan
persepsi terkait TP4D melalui diklat-diklat.
Tabel 5
Proyek yang Mendapat Pengawalan
172
Efektifitas TP4D Kejaksaan
f. Berperan Aktif TP4D
Tabel 6
Peran aktif TP4D
No Berperan aktif TP4D Jmlh Prosentase
1 Aktif 32 100 %
2 Pasif 0 0%
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 0 0%
Jumlah 32 100 %
173
dan dalam hal pendampingan selalu mempelajari secara
detail terhadap kegiatan apa yang dilaksanakan, memberi
masukan dan pendapat pada semua pelaksana pekerjaan
yang dilakukan. Melakukan ekspose untuk mengetahui
kendala dan hambatan mengenai pengadaan. Diberikan
pengarahan mengenai titik-titik kerawanan terhadap
terjadinya penyimpangan, TP4D dapat memberikan saran
atau masukan mengenai kegiatan yang harus dilakukan
mengenai tahapan-tahapan pelaksanaan lelang, pengadaan
dan mengenai pelaksanaan pekerjaan. Lakukan sosialisasi
secara berkesinambungan dan melibatkan pihak BPK,
BPKP dan ahli teknis.
h. Kendala
Tabel 8 : Kendala TP4D
No Kendala TP4D Kejaksaan Jmlh Prosentase
1 Terdapat kendala 32 100 %
2 Tidak ada kendala 0 0%
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 0 0%
Jumlah 32 100 %
174
bahwa Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas
untuk melakukan cek laporan yang lokasinya terlalu jauh
atau terpencil dan pelaporan untuk TP4D belum jelas perlu
dilakukan pelaporan yang baku dan adanya keterbatasan
jumlah personil dibandingkan dengan permintaan
pengawalan yang jumlahnya tidak seimbang.
Sejumlah 3 (tiga) responden Jaksa yang menyatakan
kurangnya pemahaman oleh instansi yang ada.
Sejumlah 1 (satu) responden Jaksa menyatakan bahwa
kendala yang terjadi adalah mengenai transparansi OPD/
SKPD
Sejumlah 2 (dua) responden Jaksa menyatakan bahwa
kendala yang timbul pada saat pelaksanaan karena
kurangnya kualitas SDM di TP4D dalam memahami secara
dinas dan teknis pekerjaan dan setelah pelaksanaan terdapat
APH yang ingin mencari-cari kesalahan proyek yang telah
didampingi TP4D.
Sejumlah 10 (sepuluh) responden Jaksa menyatakan
bahwa anggaran yang tersedia belum memadai, sarana
dan prasarana juga belum memadai mengingat kondisi
lapangan yang jauh serta adanya penanganan dari pihak
lain seperti Polisi/KPK dalam hal menindaklanjuti laporan
masyarakat.
175
Sebanyak 31 (tiga puluh satu) responden Jaksa menyatakan
bahwa tidak ada penolakan terhadap pelaksanaan dan tugas
TP4D karena dengan adanya TP4D sangat membantu
dalam proses percepatan pembangunan. Hanya mereka ada
yang merasa masih belum paham eksistensi TP4D, jadi
perlu sosialisasi.
Sebanyak 1 (satu) orang responden Jaksa yang menyatakan
pernah ada instansi yang menolak, dengan alasan TP4D
kan untuk proyek yang strategis.
176
k. Setelah pendampingan ternyata ada indikasi tindak
pidana korupsi
Tabel 11
Ada Indikasi Korupsi Setelah Pendampingan
177
• Sejumlah 1 (satu) responden Jaksa menyatakan bahwa
sedapat mungkin harus dihindari adanya indikasi Tindak
Pidana Korupsi, Tim TP4D harus selalu melakukan
pendekatan secara persuasif agar kegiatan yang
didampingi tersebut berhasil.
• Sejumlah 3 (tiga) responden Jaksa yang menyatakan
bahwa jika terjadi indikasi TPK maka pendampingan
tidak dilanjutkan selanjutnya menyerahkan pada Lit
Pidsus.
• Sejumlah 4 (empat) responden Jaksa menyatakan bahwa
tetap harus ditindaklanjuti setelah melalui tahapan-
tahapan tertentu.
• Sejumlah 2 (dua) responden menyatakan bahwa jika
terjadi indikasi TPK maka tetap dapat diproses secara
hukum.
178
karena ketidaksiapan pemerintah dalam melaksanakan
anggaran. Untuk itu TP4D perlu memberi pengarahan
kepada SKPD atau pengguna anggaran dalam pengadaan
barang dan jasa agar jangan takut sepanjang tidak ada
kesalahan atau sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
Sebanyak 4 (empat) responden Jaksa menyatakan bahwa
dengan keberadaan TP4D diharapkan seluruh pekerjaan
dan kegiatan yang sudah diprogramkan/dianggarkan dapat
terserap.
Sejumlah 2 (dua) responden Jaksa menyatakan bahwa para
KPA atau pelaksana anggaran masih belum paham dengan
eksistensi TP4P/TP4D sehingga khawatir dengan adanya
TP4P/D
Sejumlah 2 (dua) responden Jaksa menyatakan bahwa
keberadaan TP4P/D dapat mendorong pembangunan di
daerah lebih cepat dan dapat menghilangkan ketakutan dari
perangkat daerah dalam melaksanakan pekerjaan.
Sejumlah 2 (dua) responden Jaksa menyatakan bahwa
keberadaan TP4D belum efektif.
179
• Sejumlah 31 (tiga puluh satu) responden Jaksa
menyatakan bahwa perlu adanya landasan hukum
dalam pembentukan TP4D dengan alasan bahwa dengan
landasan hukum keberadaannya secara yuridis formal
menjadi kuat, misalnya Undang-undang, Perja dan lain
sebagainya.
• Sejumlah 1 (satu) responden Jaksa menyatakan
bahwa tidak perlu adanya landasan hukum terhadap
pembentukan TP4D.
180
dana tersendiri yang dimasukkan dalam anggaran DIPA
Kejaksaan.
Tabel 15
Respon PEMDA Terhadap TP4D
181
2. Koordinasi TP4D Dengan SKPD
Tabel 16 : Koordinasi TP4D Dengan SKPD
No Koordinasi TP4D dengan SKPD Jmlh Prosentase
1 Perlu Koordinasi TP4D dengan SKPD 35 97.7 %
2 Tdk Perlu adanya Koordinasi TP4D dgn SKPD 0 0%
3 Alasan lain 0 0%
4 Tidak menjawab 1 2,3 %
Jumlah 36 100 %
182
• Sebanyak 15 (lima belas) responden menyatakan bahwa
kegiatan yang perlu mendapatkan pendampingan adalah
proyek-proyek strategis nasonal dan proyek yang
membutuhkan anggaran besar serta pekerjaan yang
menjadi sorotan publik.
• Sebanyak 1 (satu) responden yang menyatakan perlu
pendampingan terhadap proyek yang memakai sistem
tender.
• Sebanyak 1 (satu) responden menyatakan bahwa
disamping kegiatan yang bersifat kontraktual perlu juga
pendampingan terhadap tupoksi SKPD.
• Sebanyak 11 (sebelas) responden menyatakan
pendampingan sebaiknya dilakukan terhadap proyek-
proyek yang bersifat konstruksi/bangunan.
• Sebanyak 5 (lima) responden menyatakan bahwa
pendampingan dilakukan terhadap seluruh proyek yang
bersumber dari keuangan negara.
• Sebanyak 2 (dua) responden menyatakan bahwa
pendampingan dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan
yang beresiko tinggi.
• Sebanyak 1 (satu) responden tidak menyatakan
pendapatnya.
Tabel 17
Perlunya Keberadaan TP4D Dituangkan dalam MOU
183
Sebanyak 35 (tiga puluh lima) responden dari instansi luar
menyatakan bahwa perlu dituangkan dalam MoU sehingga
ada kesepakatan bersama.
- Harus ada MoU dengan pimpinan daerah sebagai bentuk
penyatuan pemahaman dengan peranserta pimpinan
daerah, dengan adanya MoU kedua belah pihak akan
dapat berkoordinasi dan berkomunikasi mengenai
masalah yang sedang dihadapi.
- Agar mempunyai kekuatan hukum yang lebih baik.
- MoU diperlukan untuk legalitas dan koordinasi yang
baik dengan antara Pemda dengan Kejaksaan
- Ada bukti outentiknya dalam melakukan kerjasama
antara instansi terkait dengan Tim TP4P/D
Sebanyak 1 (satu) responden menyatakan bahwa landasan
pembentukan TP4P/D Tidak hanya dituangkan dalam MoU
tetapi harus dituangkan dalam perundang-undangan
Tabel 18
Optimalisasi TP4D
184
- Lebih sesuai dengan peraturan perundang-undangan
- Merasa lebih terlindungi dan dapat bekerja lebih baik.
- Dengan adanya pendampingan oleh TP4P/D lebih baik
Karena akan terjadi percepatan pembangunan lebih
efektif dan tidak ada lagi keragu-raguan.
- Akan berdampak baik sepanjang semua pihak
mempunyai komitmen untu mencegah terjadinya tindak
pidana korupsi.
- Secara teknis adanya TP4P/D akan membantu
terbentuknya system pemerintahan yang bebas dari
KKN.
1. INTERN KEJAKSAAN
Tentang Terbentuknya TP4D
Tabel 1
Terbentuknya TP4D
Terbentuk / Belum Responden Jaksa
No Jmlh Prosentase
Terbentuk TP4D Sumbar Kaltim Banten NTB Jambi
1 Sudah terbentuk 24 28 36 24 32 144 96%
2 Belum terbentuk 0 0 0 0 0 0 0%
3 Alasan lain 0 0 0 0 0 0 0%
4 Tidak menjawab 3 3 0 0 0 6 4%
Jumlah 27 31 36 24 32 150 100%
185
Tanggapan Instansi Lain Terhadap Keberadaan TP4D
Tabel 2 : Respon Instansi Lain Terhadap TP4D
Respon Instansi lain Responden Jaksa
No Jmlh Prosentase
Terhdp Keberadaan TP4D Sumbar Kaltim Banten NTB Jambi
1 Mendukung 11 24 36 24 32 127 85%
2 Tidak mendukung 0 1 0 0 1 0,6%
3 Alasan lain 3 0 0 0 - 3 2%
4 Tidak menjawab 10 9 0 0 19 12,4%
Jumlah 24 34 36 24 32 150 100%
186
Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan (batasan
nilai proyek)
Tabel 5 : Proyek yang Mendapat Pengawalan
Proyek yang perlu mdptkan Responden Jaksa
No Jmlh Prosentase
pengawalan (batasan nilai proyek) Sumbar Kaltim Banten NTB Jambi
1 Trdpt batasan nilai proyek 13 17 12 0 3 45 30%
2 Tdk tdpt batasan nilai proyek 1 9 22 24 29 85 57%
3 Alasan lain 0 0 0 0 - 0 0%
4 Tidak menjawab 10 2 2 6 - 20 13%
Jumlah 24 28 36 30 32 150 100%
187
Kendala
188
Setelah pendampingan ternyata ada indikasi tindak pidana
korupsi
Tabel 11
Ada Indikasi Korupsi Setelah Pendampingan
Indikasi TiPiKor Setelah ada Responden Jaksa
No Pendampingan oleh TP4D Jmlh Prosentase
Sumbar Kaltim Banten NTB Jambi
1 Terdapat pendampingan 0 26 36 24 86 58%
hukum
2 Tidak ada pendampingan 22 0 0 0 4 26 18%
hukum sebelumnya
3 Alasan lain 0 0 0 0 28 28 19%
4 Tidak menjawab 2 2 0 6 10 5%
Jumlah 24 28 36 30 32 150 100%
Tabel 12
Tidak Optimalnya Penyerapan Anggaran
Efektifitas TP4D dlm mengawal Responden Jaksa
No pelaksanaan pembangunan Jmlh Prosentase
Sumbar Kaltim Banten NTB Jambi
terkait tdk optimalnya anggaran
1 Upaya yang dilakukan 19 24 36 21 30 130 79%
2 Tidak ada upaya 0 1 0 3 2 6 0%
3 Alasan lain 5 0 0 0 5 21%
4 Tidak menjawab 0 3 0 0 3 0%
Jumlah 24 28 36 24 32 144 100%
189
Penguatan Terhadap TP4D Kejaksaan
Perlu adanya landasan hukum (legal standing)
pembentukan TP4D
Tabel 13
Landasan Hukum TP4D
Perlu adanya landasan Responden Jaksa
No hukum (Legal Standing) Jmlh Prosentase
Sumbar Kaltim Banten NTB Jambi
pembentukan TP4D
1 Perlu 24 26 36 24 31 141 94%
2 Tidak perlu 0 0 0 0 1 1 0,6%
3 Alasan lain 0 0 0 0 0 0%
4 Tidak menjawab 0 2 0 6 8 5,4%
Jumlah 24 28 36 30 32 150 100%
190
2. Instansi Luar Kejaksaan
Tabel 16
Koordinasi TP4D Dengan SKPD
Jawaban Satuan Kerja Perangkat Daerah
Keberadaan TP4D
(SKPD) (BAPPEDA, BAWASDA, Dinas PU,
No dalam Mengawal Jmlh Prosentase
Biro Hukum, Biro keuangan dan BUMD)
Proyek Pembangunan
Sumbar Kaltim Banten NTB Jambi
1 Perlu ada koordinasi 40 40 66 46 35 227 82%
dengan SKPD
2 Tidak perlu adanya 0 0 0 0 0 0%
koordinasi dgn SKPD
3 Alasan Lain 0 0 0 0 0 0%
4 Tidak menjawab 26 9 0 12 1 48 18%
Jumlah 66 49 66 58 36 275 100%
191
Keberadaan TP4D perlu dituangkan dalam MOU.
Tabel 17
Perlunya Keberadaan TP4D Dituangkan dalam MOU
Jawaban Satuan Kerja Perangkat Daerah
Respon PEMDA perlunya
(SKPD) (BAPPEDA, BAWASDA, Dinas PU,
No keberadaan TP4D Jmlh Prosentase
Biro Hukum, Biro keuangan dan BUMD)
dituangkan dlm MOU
Sumbar Kaltim Banten NTB Jambi
1 Perlu dituangkan 35 43 64 41 47 230 83,63%
dalam MoU
2 Tdk perlu dituangkan 0 5 2 3 10 3,63%
dalam MoU
3 Alasan Lain 0 0 0 2 1 3 1,09%
4 Tidak menjawab 31 1 0 0 32 11,65%
Jumlah 66 49 66 46 48 275 100%
Tabel 18
Optimalisasi TP4D
Jawaban Satuan Kerja Perangkat Daerah
Respon PEMDA terhadap
(SKPD) (BAPPEDA, BAWASDA, Dinas PU,
No upaya mengoptimalkan Biro Hukum, Biro keuangan dan BUMD) Jmlh Prosentase
TP4D
Sumbar Kaltim Banten NTB Jambi
1 Perlu ditingkatkan 30 48 66 45 47 236 85,81%
peran TP4D
2 Tdk perlu ditingkat- 1 0 0 1 2 0,72%
kan TP4D
3 Alasan Lain 0 0 0 1 1 0,36%
4 Tidak menjawab 35 1 0 0 36 13,08%
Jumlah 66 49 66 46 48 275 100%
192
BAB IV
ANALISA DATA
193
Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna menunjang terselenggaranya
otonomi daerah; Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Badan
Usaha yang modalnya seluruh atau sebagian besar berasal dari Negara
/ Pemerintah Republik Indonesia / Pemerintah Daerah seperti PT.
Angkasa Pura, PT.PLN, dan PT. Bank BRI; Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) adalah Badan Usaha yang modalnya seluruh atau sebagian
berasal dari Pemerintah daerah di Indonesia, yang termasuk dalam
BUMD adalah bank-bank milik Pemerintah Daerah seperti PT. Bank
Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Barat (PT. Bank NTB).
Adapun Pertimbangan Hukum adalah pemberian pertimbangan
Hukum kepada instansi Pemerintah atau Lembaga Negara, BUMN atau
Pejabat Tata Usaha Negara di bidang perdata dan tata usaha negara.
Diminta atau tidak diminta melalui kerjasama dan koordinasi selaku
pimpinan di daerah ( muspida ).
Untuk memperkuat posisi kejaksaan dalam turut serta melaksanakan
proses pembangunan, Pemerintah dalam hal kebijakan Presiden Joko
Widodo memerintahkan untuk mengawal proses pembangunan di
pusat dan daerah yaitu untuk melakukan pengawalan dan pengamanan
pemerintahan dan pembangunan.
Melalui Peraturan Jaksa Agung nomor : PER-014/A/JA/11/2016
tentang Mekanisme Kerja Teknis dan Administrasi Tim Pengawal dan
Pengaman Pemerintahan dan pembangunan (TP4), sebagai tim yang
dibentuk dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi yang perlu
di dukung dan dilaksanakan secara terencana, komprehensif serta
memberi manfaat.
Dalam hal ini kebijakan yang dilakukan oleh tim TP4 yang
dalam kebijakan tersebut dibuat tim TP4 untuk melakukan kegiatan
pengawalan,pengaman dalam proyek strategi nasional untuk tujuan
tertentu yaitu untuk dapat mencegah timbulnya tindak pidana korupsi
sebagai bentuk upaya preventif.
Pembentukan tim TP4 ini berdasarkan Instruksi Presiden Nomor
7 Tahun 2015 yaitu untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan nasional di pusat maupun daerah,
194
dalam melaksanakan tugas dan fungsi memiliki pedoman mekanisme
pelaksanaan, beberapa diantaranya diatur di dalam Peraturan Jaksa
Agung nomor : PER-014/A/JA/11/2016 tentang Mekanisme Kerja
Teknis dan Administrasi Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan
dan pembangunan (TP4), sebagai tim yang dibentuk dalam mencegah
terjadinya tindak pidana korupsi yang perlu di dukung dan dilaksanakan
secara terencana, komprehensif serta memberi manfaat.
Tugas Pengawalan dan Pengamanan pemerintahan dan
pembangunan meliputi:
a. Pencegahan/preventif dan persuasif;
b. Pendampingan Hukum;
c. Melakukan Koordinasi dengan APIP dan/atau instansi
terkait;
d. Melakukan Monitoring dan Evaluasi; dan
e. Melakukan penegakan hukum represif.
195
memilih calon pelaksananya, yang biasa kegiatan proyek tersebut
dilakukan pelelangan. Kemudian melakukan pembangunan di
sutu lokasi sampai pada tahap pemeliharaan dan mempersiapkan
penggunaan bangunan tersebut.
Setiap tahapan-tahapan inilah yang dapat dilakukan
Pendampingan hukum oleh tim TP4 berkaitan dengan proyek
pembangunan Pentingnya mengikuti jalannya proyek pembangunan
mulai dari awal tahapan sampai akhir dapat memudahkan tim
TP4 dalam mengevaluasi suatu kegiatan proyek bila terdapat hal-
hal yang mencurigakan di tengah proses pembangunan tersebut.
Pendampingan hukum yang dilakukan tim TP4 kepada setiap
Kementerian/Lembaga BUMN, BUMD, dapat meminimalisir
rasa keragu-raguan para Kementerian/Lembaga tersebut dalam
melaksanakan program pembangunan strategi nasional.
Kegiatan yang dilakukan tim TP4 Dalam setiap tahapan
program pembangunan dari awal
sampai akhir dapat diberikan
Pendampingan Hukum berupa:
a. Pembahasan hukum dari sisi penerapan regulasi, peraturan
perundang-undangan, mekanisme dan prosedur dengan pejabat
pengelola anggaran atas permasalahan yang dihadapi dalam
hal penyerapan anggaran;
b. Pendapat Hukum dalam tahapan perencanaan, pelelangan,
pelaksanaan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan dan
Pengadaan Barang/Jasa atas inisiatif TP4 maupun atas
permintaan instansi dan pihak yang memerlukan.
Pendampingan hukum tersebut guna mencegah terjadinya
penyelewengan anggaran atau ketidaksesuaian SOP dalam setiap
tahap pelaksanaannya. Apabila dari awal tahapan di dampingi oleh
tim TP4 maka pelaksanaan proyek sampai akhir dapat berjalan
maksimal.
Suatu kegiatan proyek konstruksi bukan merupakan kegiatan
yang instant atau kegiatan yang langsung dapat dilaksanakan,
196
namun kegiatan yang harus melalui proses yang panjang, biasanya
dimulai dari ide suatu gagasan yang muncul dari suatu kebutuhan
misalkan seperti proyek strategi nasional suatu proyek konstruksi
yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan kepentingan umum,
seperti proyek pembangunan jalan, jembatan, atau fasilitas umum
lainnya. Dan kemudian dituangkan ke dalam rancangan awal
(preliminary design), kemudian membuat detail rancangan suatu
proyek (design development and detail design) lalu melakukan
persiapan administrasi untuk melaksanakan pembangunan dengan
memilih calon pelaksananya, yang biasa kegiatan proyek tersebut
dilakukan pelelangan. Kemudian melakukan pembangunan di
sutu lokasi sampai pada tahap pemeliharaan dan mempersiapkan
penggunaan bangunan tersebut.
Setiap tahapan-tahapan inilah yang dapat dilakukan
Pendampingan hukum oleh tim TP4 berkaitan dengan proyek
pembangunan Pentingnya mengikuti jalannya proyek pembangunan
mulai dari awal tahapan sampai akhir dapat memudahkan tim
TP4 dalam mengevaluasi suatu kegiatan proyek bila terdapat hal-
hal yang mencurigakan di tengah proses pembangunan tersebut.
Pendampingan hukum yang dilakukan tim TP4 kepada setiap
Kementerian/Lembaga BUMN, BUMD, dapat meminimalisir
rasa keragu-raguan para Kementerian/Lembaga tersebut dalam
melaksanakan program pembangunan strategi nasional.
Kegiatan yang dilakukan tim TP4 Dalam setiap tahapan
program pembangunan dari awal
sampai akhir dapat diberikan
Pendampingan Hukum berupa:
Pembahasan hukum dari sisi
penerapan regulasi, peraturan perundang-undangan, mekanisme
dan prosedur dengan pejabat pengelola anggaran atas permasalahan
yang dihadapi dalam hal penyerapan anggaran;
Pendapat
Hukum dalam tahapan perencanaan, pelelangan, pelaksanaan,
pengawasan, pelaksanaan pekerjaan dan Pengadaan Barang/Jasa
atas inisiatif TP4 maupun atas permintaan instansi dan pihak yang
memerlukan.
197
Pendampingan hukum tersebut guna mencegah terjadinya
penyelewengan anggaran atau ketidaksesuaian SOP dalam setiap
tahap pelaksanaannya. Apabila dari awal tahapan di dampingi oleh
tim TP4 maka pelaksanaan proyek sampai akhir dapat berjalan
maksimal.
Koordinasi, yang dimaksud dari arti koordinasi menurut
KBBI adalah mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga
peraturan dan tindakan yang akan dilaksanakan tidak saling
bertentangan atau simpang siur.57 Koordinasi jika dilihat dari sudut
normatifnya, maka koordinasi diartikan sebagai kewenangan untuk
menggerakkan, menyerasikan, menyelaraskan, menyeimbangkan,
suatu kegiatan-kegiatan yang spesifik, contoh dalam hal TP4 yaitu
kegiatan dalam proyek pembangunan nasional, yang nantinya
semua akan terarah pada pencapaian sutu tujuan tertentu dan pada
batas waktu yang telah ditetapkan dalam suatu kegiatan proyek.
Tujuan koordinasi yang dilakukan tim TP4 dengan Kementerian/
Lembaga BUMN, BUMD untuk menciptakan suatu sinkronisasi,
penyerasian, kebersamaan dalam melakukan kegiatan tersebut.
TP4 secara Proaktif menjalin Koordinasi antar instansi, dalam
koordinasi yang baik akan membentuk komunikasi yang baik
antar tim TP4 dengan lingkungan Pemerintah Pusat/Kementerian/
Lembaga/ Pemerintah Daerah/BUMN/ BUMD, khususnya dalam
hal: Pekerjaan pembangunan pada lingkungan Pemerintah Pusat
Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah/ BUMN/ BUMD
termasuk dalam daftar proyek strategis nasional; atau Pekerjaan
pembangunan pada pemerintah daerah dan BUMD yang berskala
prioritas.
TP4 dalam melakukan koordinasi dengan APIP dan/atau
instansi terkait, secara saling responsif dalam melaporkan tahapan
suatu kegiatan proyek. Dari suatu koordinasi yang responsif
diharapkan mencegah terjadinya penyimpangan yang berpotensi
menghambat, menggagalkan dan menimbulkan kerugian bagi
keuangan Negara.
57
Ibid, hlm 24
198
Monitoring tidak lepas dengan proses setelah monitoring
yaitu evaluasi, mengenai definisi dari evaluasi merupakan proses
menentukan nilai atau pentingnya suatu kegiatan, kebijakan, atau
program. sesuatu yang obyektif dan sistematik terhadap sebuah
intervensi yang direncanakan, sedang berlangsung ataupun yang
telah diselesaikan.58 Monitoring dan evaluasi ini merupakan dua
bentuk analisis dari kemajuan suatu keiatan proyek, monitoring
memantau terus menerus implementasi dari pelaksanaan suatu
proyek, evaluasi dari sisi lain mengestimasi nilai dari suatu
proyek.
Pentingnya Monitoring dan Evaluasi dalam suatu tahap proses
pembangunan proyek yaitu:
Me-Review Perkembangan atau progress ;
• Identifikasi masalah dalam perencanaan dan/atau
implementasi
• Membuat penyesuaian yang dapat membuat “perbedaan”
• Membantu mengidentifikasi masalah dan penyebabnya
• Memberikan berbagai kemungkinan solusi dalam
menyelesaikan masalah.
• Memunculkan pertanyaan mengenai asumsi dan strategi
• Mencerminkan tujuan yang akan dicapai dan bagaimana
mencapainya.
• Memberikan informasi dan pengetahuan mendalam
• Meningkatkan kemungkinan dalam membuat perubahan
pembangunan yang positif.
199
diharapkan. Keterlambatan suatu kegiatan dalam proyek akan
mempengaruhi kegiatan lain yang menyertainya, sehingga perlu
adanya monitoring agar dapat diketahui sejauh apakah pengaruh
keterlambatan tersebut terhadap kegiatan-kegiatan lain dalam
proyek dan terhadap keseluruhan proyek.
Kebijakan yang dilakukan pada tim TP4 mengenai hasil
pekerjaan proyek dan evaluasi tim TP4, yaitu bersama-sama
dengan pemohon pemohon disini adalah Kementerian/Lembaga/
Pemerintah Daerah/BUMN/ BUMD di lingkungan Pusat dan Daerah
yang memohonkan ke tim TP4 untuk melakukan Monitoring dan
Evaluasi pelaksanaan pekerjaan pembangunan.
Monitoring dan Evaluasi dilaksanakan secara berkala sesuai
dengan tahapan pelaksanaan pekerjaan dan program pembangunan.
Hasil dari Monitoring dan Evaluasi disusun dalam suatu bentuk
kertas kerja dan kemudian diserahkan oleh Ketua TP4 kepada
pemohon pada setiap akhir pekerjaan serta dilaporkan kepada
pimpinan. Pada proses monitoring ini tim TP4 dapat mengulang
kembali catatan-catatan pekerjaan sebelumnya bilamana ada
ketidakcocokan data atau adanya pergantian kualitas barang yang
tidak sesuai dengan SOP yang telah disepakati.
200
kabupaten/kota berdasarkan keputusan kepala kejaksaan negeri,
sedangkan 4% responden tidak mengetahui atau tidak menjawab
tentang pembentukan TP4D. Hal ini bisa terlihat pada tabel IV. 1
di bawah ini :
Tabel IV. 1 : Terbentuknya TP4D
No Terbentuknya TP4D Sumbar Kaltim Banten NTB Jambi Jumlah Prosentase
1 Sdh Terbentuk 24 28 36 24 32 144 96 %
2 Blm Terbentuk - - - - - - -
3 Alasan Lain - - - - - - -
4 Tdk Menjawab 3 3 - - - 6 4%
JUMLAH 27 31 36 24 32 150 100 %
201
bisa member kontrol sekaligus ikut serta terlibat langsung maupun
tidak langsung dalam proses pembangunan. Kejaksaan bisa juga
sebagai mediator, menjembatani keinginan masyarakat dalam
proses pembangunan tersebut.
Keberadaan TP4D mendapat dukungan dan respon dari instansi
pemerintah daerah maupun BUMN/BUMD, 85% responden
mendukung keberadaan TP4D, sedangkan 15 % lainnya tidak
memberikan respon.
Dukungan dalam teorinya adalah sebagai sumber informasi
yang diberikan oleh instansi pemerintah untuk menghadapi setiap
permasalahan. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi dukungan
itu antara lain berupa dukungan informasi, dukungan empati,
dukungan instrument berupa bantuan fasilitas yang diberikan dan
dukungan appraisal atau penilaian seperti dukungan penguaatan.
Berikut ini tabel IV. 2 menggambarkan tentang dukungan
dari instansi pemerintah daerah terhadap keberadaan TP4D yang
disampaikan responden kejaksaan.
202
yang berkaitan dengan kepentingan publik; proyek infrastruktur
strategis; proyek bidang kehutanan; projasa; proyek pengadaan
barang dan proyek bidang pendidikan dan proyek yang mempunyai
dampak luas kepada mayarakat.
Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 58 tahun 2017 tentang
perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 2016 tentang
Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, diputuskan
sebanyak 245 proyek strategis nasional (PSN) ditambah 2 program,
yakni program kelistrikan dan program industry pesawat terbang.
Untuk melaksanakan proyek tersebut dengan estimasi total
pembiayaan sebesar Rp.4.197 trilyun dengan sumber pendanaan
dari APBN sebesar 525 trilyun; BUMN/BUMD sebesar 1.258
trilyun dan swasta sebesar 2.414 trilyun.
Tujuan pembangunan proyek strategis inii dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui prngembangan
infrastruktur di Indonesia, pemerintah berupaya melakukan upaya-
upaya percepatan proyek-proyek yang dianggap strategis dan
memeiliki urgensi tinggi untuk dapat direalisasikan dalam kurun
waktu yang singkat. Guna mengawasi dan mencegah kemungkinan
timbulnya kebocoran maka Kejaksaan dengan TP4D diikut sertakan
dalam mengawal dan mengamankan proyek-proyek tersebut, sejak
mulai tahap perencanaan sampai tahap pemanfaatan.
Bagi TP4D Kejaksaan tugas pengawalan dan pengamanan
proyek pembangunan dianggap sebagai tugas baru yang
memerlukan pengetahuan dan kemampuan menguasai seluk beluk
proyek, menurut data yang diperoleh sekitar 83 % responden
SDM TP4D belum memadai, umumnya tidak mengetahui tugas
dan wewenang TP4D, selain jumlah jaksa yang ada di daerah
masih belum memadai (kurang personil). Sedangkan untuk tugas-
tugas TP4D ini masih ada miskomunikasi antara tugas datun dan
intel sehubungan tupoksi TP4D menjadi kewenangan bidang
intel, yang selama ini pendampingan dan konsultasi hukum sudah
dilaksanakan bidang datun.
203
Efektifitas keberadaan TP4D akan menunjukan sampai
seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang sudah ditentukan baik
kualitas, kuantitas maupun waktu yang sudah ditentukan, dimana
makin besar prosentase target yang dicapai maka makin tinggi
tingkat efektifitasnya.
Keberadaan TP4D dalam mengawal pelaksanaan pembangunan
terkait dengan tidak optimalnya penyerapan anggaran pemerintah
daerah dilakukan beberapa upaya antara lain ikut sertanya tim
ini dari mulai tahap perencanaan. Menurut data di lapangan 87
% responden jaksa melakukan berbagai upaya agar penyerapan
anggaran SKPD dalam mengawal proyek pembangunan.
Hal ini disampaikan responden dari instansi luar (pemda/
BUMN/D) sebagaimana tersebut dalam tabel di bawah ini.
Tabel IV. 3
Tidak optimalnya Penyerapan Angaran
204
kegiatan yang spesifik, contoh dalam hal TP4 yaitu kegiatan dalam
proyek pembangunan nasional, yang nantinya semua akan terarah
pada pencapaian sutu tujuan tertentu dan pada batas waktu yang
telah ditetapkan dalam suatu kegiatan proyek. Tujuan koordinasi
yang dilakukan tim TP4 dengan Kementerian/Lembaga BUMN,
BUMD untuk menciptakan suatu sinkronisasi, penyerasian,
kebersamaan dalam melakukan kegiatan tersebut. TP4 secara
Proaktif menjalin Koordinasi antar instansi, dalam koordinasi yang
baik akan membentuk komunikasi yang baik antar tim TP4 dengan
lingkungan Pemerintah Pusat/Kementerian/Lembaga/ Pemerintah
Daerah/BUMN/ BUMD
Hal ini disampaikan ressponden dari instansi luar (pemda/
BUMN/D ) sebagaimana tersebut dalam tabel di bawah ini.
Tabel IV. 4
Koordinasi TP4D dengan SKPD
Koordinasi TP4D
No Sumbar Kaltim Banten NTB Jambi Jumlah Prosentase
dengan SKPD
1 Perlu Ada 40 40 66 46 35 227 82 %
2 Tidak perlu - - - - - - -
3 Alasan Lain 26 - - - - - -
4 Tdk Menjawab 0 9 - 12 1 48 18 %
JUMLAH 66 49 66 58 36 275 100 %
205
kejaksaan sendiri maupun dengan inastansi luar agar pihak yang
satu dengan yang lainnya mengetahui perkembangan informasi.
Setiap tahapan kegiatan sebaiknya dilakukan pendampingan
hukum oleh tim TP4 berkaitan dengan proyek pembangunan
Pentingnya mengikuti jalannya proyek pembangunan mulai
dari awal tahapan sampai akhir dapat memudahkan tim TP4
dalam mengevaluasi suatu kegiatan proyek bila terdapat hal-
hal yang mencurigakan di tengah proses pembangunan tersebut.
Pendampingan hukum yang dilakukan tim TP4 kepada setiap
Kementerian/Lembaga BUMN, BUMD, dapat meminimalisir
rasa keragu-raguan para Kementerian/Lembaga tersebut dalam
melaksanakan program pembangunan strategi nasional.
Kegiatan yang dilakukan tim TP4 Dalam setiap tahapan
program pembangunan dari awal sampai akhir dapat diberikan
Pendampingan Hukum berupa:
Pembahasan hukum dari sisi
penerapan regulasi, peraturan perundang-undangan, mekanisme
dan prosedur dengan pejabat pengelola anggaran atas permasalahan
yang dihadapi dalam hal penyerapan anggaran; Pendapat
Hukum dalam tahapan perencanaan, pelelangan, pelaksanaan,
pengawasan, pelaksanaan pekerjaan dan Pengadaan Barang/Jasa
atas inisiatif TP4 maupun atas permintaan instansi dan pihak yang
memerlukan.
Pendampingan hukum tersebut guna mencegah terjadinya
penyelewengan anggaran atau ketidaksesuaian SOP dalam setiap
tahap pelaksanaannya. Apabila dari awal tahapan di dampingi oleh
tim TP4 maka pelaksanaan proyek sampai akhir dapat berjalan
maksimal.
Keberadaan SDM TP4D merupakan salah satu factor
yang sangat penting, sebagaimana disampaikan di atas tugas
pengawalan dan pendampingan pemerintahan dan pembangunan
bagi sebagian jaksa adalah sebagai tugas bDM merupakan kunci
yang menentukan perkembangan dan kepercayaan steakholder
terhadap kinerja kejaksaan ( TP4D ).
206
Keberadaan TP4D menurut 54 % responden jaksa yang
berhasil diwawancarai bahwa SDM dalam TP4D belum memadai,
sedangkan 46 % menganggap sudah memadai. Beberapa factor
yang memberikan gambaran belaum memadainya TP4D karena
: TP4D dianggap sebagai tugas baru; personiil di daerah masih
kurang; pada umumnya belum mengetahui tugas dan wewenang
TP4D. Tugas mendapingan dan bantuan hukum, pelayanan hukum
dan penegakan hukum lainnya selama ini menjadi tugas bidang
datum sedsangkan TP4D berada di bawaah koordinasi bidang
intelijen.
Belum memadainya SDM TP4D terkadang membuat ragu
institusi karena itu perlu ada pengembangan kemampuan agar
memiliki kualitas dan ketrampilan, kemampuan kerja maupun
loyalitas kerja dalam organisasi. Dari 150 responden yang
diwawancarai 94 % responden menganggap perlu ada upaya untuk
meningkatkan kemampuan SDM TP4D. Upaya yang dilakukan
untuk meningkan SDM TP4D antara lain : diiukutdertakan melalui
pendidikan khusus, menyelenggarakan FGD, mempelajari berbagai
peraturan perundang-undangan yang menyangkut aspek proyek
dan pembangunan SDM pada dasarnya melalui pendidikan namun
demikian pengembangan ketrampilan mempunyai arti strategis
dalam pengembangan dan pembinaan SDM dan penyesuaian
system dan prosedur organisasi.
Kurang memadainya SDM ini dapat kita lihat dalam tabel
IV. 5 di bawah ini.
207
Dukungan dari intansi pemerintah daerah/pusat tentang
keberadaan TP4D adalah memegang peran yang sangat krusial
bagi keberhasilan tugas dan fungsi TP4D di daerah maupun pusat.
Manajemen SDM dianggap sebagai bagian yang sangat penting
karena dalam setiap kegiatannya orang-orang itu akan menjadi
penggerak roda utama.
Respon keberadaan TP4D sebagian besar 85% responden
menyebutkan bahwa : dibentuknya TP4D ini sangat mendukung
pemerintah daerah sehingga mereka tidak merasa khawatir untuk
melaksanakan kegiatan/proyek pembangunan; adanya TP4D
menjadikan LSM tidak merongrong kegiatan yang dilakukan
pemerinrah daerah terutama pada tahap awal perencanaan; TP4D
Kejaksaan sangat membantu Instansi lain terhadap stabilitas
pembangunan; dengan dibentuknya TP4D Kejaksaan sangat
membantu, karena dalam hal pendampingan hukum dapat
menentukan arah kebijakan pembangunan.
208
lain (Multi tugas).
- Kekhawatiran jika hasil pelaksanaan tugas tidak sinkron
dengan hasil audit BPK, dan APIP;
- Memverifikasi laporan pelaksanaan proyek pembangunan.
- Keberatan dari Instansi lain karena mereka merasa diawasi
terlalu ketat.
209
23% secara tidak langsung menyatakan ketidak setujuan atas
kehadiran TP4D ini. Hal ini bisa dimaklumi antara lain karena
ketidaktahuan instansi tersebut terhadap fungsi tugas dan
wewenang TP4D; Perlu ada sosialisasi akan pentingnya peran
pengawalan dan pendampingan proyek-proyek pemerintah baik
yang strategis maupun proyek2 yang rutin dalam APBN/APBD.
210
Di bawah ini gambaran tentang petran TP4D melakukan
pengawalan dan pendampingan namun terindikasi adanya tindak
pidana korupsi. Sedangkan 42% terjadinya TPK karena tidak ada
pengawakan dan pendampingan.
Tabel IV. 8
Indikasi Adanya Korupsi Setelah Pendampingan
Indikasi adanya
No Sumbar Kaltim Banten NTB Jambi Jumlah Prosentase
korupsi
1 Ada pendampingan - 26 36 24 - 86 58 %
2 Tdk Ada pendampingan 22 - - - 4 26 18 %
3 Alasan Lain 2 - - - 28 28 19 %
4 Tdk Menjawab - 2 - 6 - 10 5%
JUMLAH 24 28 36 32 32 150 100 %
211
b. Pendampingan Hukum;
c. Melakukan Koordinasi dengan APIP dan/atau instansi
terkait;
d. Melakukan Monitoring dan Evaluasi; dan
e. Melakukan penegakan hukum represif.
212
Adapun 30% responden memberikan alasan perlunya
ada batasan nilai proyek adalah sebagai berikut :
Seluruh proyek yang anggarannya berasal dari APBD dan
APBN tetapi tidak menutup kemungkinan proyek lainnya;
Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan yaitu setiap
proyek strategis pemerintah yang banyak menggunakan
keuangan negara dan berpotensi tindak pidana korupsi dan
batasan nilai proyek sebesar Rp. 1 Milyar; Proyek yang
mendapatkan pengawalan dan pengamanan dari TP4P/D adalah
proyek strategis nasional yang didaerah dan nilai proyteknya
dibatasi senilai tertentu, misalnya diatas 5 Milyar, sedangkan
untuk proyek diluar itu menjadi tugas bidang Datun, hal ini
dikarenakan tugas dan fungsi TP4P/D berupa pendampingan
hukum dan pemberian pendapat hukum juga merupakan
tugas dan fungsi bidang Datun, sehingga ada batasan dan
nilai proyek akan menjadikan kinerja TP4P/D dengan bidang
Datun bisa berjalan seiring sejalan; Proyek yang bernilai besar
dan strategis sehingga dapat memprioritaskan yang langsung
berkaitan dengan pertumbuhan dan pembangunan daerah;.
Proyek yang berkaitan dengan kepentingan publik dan dananya
dari APBD, batasan nilai proyek tersebut adalah 200 juta;
Sementara 70% atau yang secara tegas 57% responden yang
menyatakan mestinya tidak terdapat batasan nilai proyek untuk
dilakukan pendampingan dan pengawalan proyek, alasannya
hanya Proyek-proyek yang perlu mendapatkan pengawalan
khusus saja seperti : Proyek infrastruktur strategis; Proyek
dibidang kehutanan; Proyek dibidang pendidikan;Proyek
lainnya yang vital dan berdampak luas kepada masyarakat.
Proyek-proyek tersebut sudah mendapat perhatian khusus
dari pemerintah pusat sebagaimana dituangkan berdasarkan
Peraturan Presiden nomor 58 tahun 2017 tentang perubahan atas
Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, diputuskan sebanyak
245 proyek strategis nasional ( PSN) ditambah 2 program
213
Untuk mengoptimalkan pencegahan tindak pidana korupsi
peran TP4D perludijalin hubungan yang bersinergi dengan
SKPD di daerah.
87% responden menjawab bahwa untuk mencegah
terjadinya tindak pidana korupsi maka perlu terjalin sinerja
yang baik dengan SKPD agar aparat pemerintah dalam
melaksanakan pembangunan makin percaya diri. Diharapkan
TP4D bisa melakukannya secara kontinyu sehingga pemerintah
(daerah) akan menganggarkan alokasi biaya untuk operasional
TP4D untuk menghindarkan permintaan anggaran yang tidak
jelas.
214
dibentuk berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015.
Maka status hukum TP4D harus ditingkatkan dalam bentuk
Instruksi Presidan atau dalam Peraturan Presiden, sembari
mendukung status hukum yang kuat maka seyogyanya Jaksa
Agung dengan Menteri Dalam Negeri membuat MoU sebagai
cantolan dan landasan pemerintah daerah mengoptimalkan
peran TP4D. Begitu juga di Provinsi antara Kepala Kejaksaan
Tinggi dengan Gubernur ada MoU tentang pembentukan dan
tugas fungsi TP4D dalam mengoptimalkan pembangunan di
daerah yang selanjutnya dituangkan dalam MoU di wilayah
kabupaten/kota antara Kepala Kejaksaan Negeri dengan Bupati/
Walikota. Sehingga upaya untuk mengoptimalkan peran TP4D
mempunyai landasan hukum yang jelas dan kuat.
Berikut di bawah ini tabel IV. 10 pendapat responden
perlunya landasan hukum pembentukan TP4D
Tabel IV. 10
Landasan Hukum Pembentukan TP4D
Landasan
No Sumbar Kaltim Banten NTB Jambi Jumlah Prosentase
Hukum TP4D
1 Perlu 24 26 36 24 31 141 94 %
2 Tdk perlu - - - - 1 1 0,6 %
3 Alasan Lain - - - - - - - %
4 Tdk Menjawab - - - 6 - 8 5.6 %
JUMLAH 24 28 36 30 32 150 100 %
215
Peraturan Jaksa Agung nomor : PER-014/A/JA/11/2016
antara lain mengatur tim TP4 bidang intelijen sebagai
koordinatornya sampai di kejaksaan negeri oleh kepala seksi
intelijen, sedangkan sebagian tugas TP4D selama ini sudah
dilaksanakan bidang datum. Pengaturan yang lebih jeas dan
tegas akan menghasilkan kerjasama antara bidang atau kepala
seksi di daerah. Seyogyanya di level Kejaksaan Tinggi yang
menjadi ketuanya yaitu Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi dan
di kejaksaan negeri ketuanya Kepala Kejaksaan Negeri.
Sedangkan lain2nya diatur proporsional.
216
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perubahan penegakan hukum dengan mengedepankan
preventif / pencegahan saat ini adalah pilihan yang paling tepat
karena penegkan hukum refresif sering disalah artikan bahkan
dianggap tidak sejalan dengan program-program pembangunan
nasional. Karena, sering menimbulkan kekhawatiran, ketakutan
para stakeholder/ responden ekstern sehingga berakibat rendahnya
penyerapan anggaran dan tidak terlaksananya proyek pembangunan
dengan baik.
Oleh karena itu, terbentuknya TP4D sangat direspon,
diapresiasi oleh para stakeholder/responden ektern karena merasa
sangat bermanfaat, hal ini ditandai dengan banyaknya permintaan,
kehadiran TP4D dalam pelaksanaan pembangunan dan stakeholder/
responden ekstren mengatakan tidak perlu adanya batasannilai
proyek suatu pendampingan oleh TP4D/responden ekstern
mengatakan efektif dapat mencegah tindak pidana korupsi, proyek
pembangunan cepat selesai/ tepat waktu, sehingga hasilnya dapat
segera dirasakan oleh masyarakat.
Namun dalam tugas TP4D mengalami kendala-kendala :
a. Kualitas SDM tim TP4 yang belum memadai/menguasaiu
tentang teknis/yuridis pengawalan dan pengaman proyek
pembangun
b. Kegiatan TP4 tidak didukung dengan anggaran yang memadai/
cukup;
c. Tidak didukung dengan sistem pelaporan yang seragam;
d. Belum adanya payung hukum yang kuat untuk mendukung
tugas-tugas TP4 sebagaimana tugas-tugas pendampingan yang
dilakukan oleh Datun didalam 30 ayat (2) Undang-Undang
Nomor : 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI dan Peraturan
217
Presiden Nomor 29 Tahun 2016.
b. Saran
1. Keberadaan TP4D merupakan bagian dari Tupoksi Kejaksaan
dalam pemberantasan tindak pidana korupsi melalui
preventif, maka perlu adanya penguatan legal standing dalam
peraturan perundang-undangan / Undang-Undang Kejaksaan
(optimalisasi peran Biro Hukum untuk mengawal proses revisi
legislasi oleh pemerintah dan DPR);
2. Perlu adanya peningkatan kualitas, profesionalisme,
integritas SDM Tim TP4D dalam melakukan pengawalan,
pengamanan proyek pembangunan. Kualitas/kemampuan
SDM dapat ditingkatkan melalui diklat/pendidikan formal
lain (Badan Diklat/Sentral Diklat secara periodik/berlanjut
perlu menyiapkan pengadaan diklat tersebut dengan
Widyaiswara yang ahli termasuk penguasaan Bahasa Asing
profesionalisme dan integritas tim TP4 untuk mengawal dan
mengamankan keberhasilan proyek pembangunan untuk benar
dituntut dan mampu memposisikan diri sebagai pendorong
penyelenggaraan pemerintah yang adil dan bersih, mampu
menghindari adanya alasan pembenar /tempat berlindung
pihak-pihak tertentu untuk melakukan kejahatan, mampu
menjaga diri dan mampu menjaga kewibawaan institusi/
Kejaksaan sehingga hasil pengawalan, pengamanan dan
pembangunan dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat. Dengan demikian, penegakan hukum benar-
benar mendapat hati di masyarakat (peningkatan public trust
masyarakat).
3. Perlu didukung dengan anggaran dalam DIPA Kejaksaan
(diusulkan oleh TP4D kepada Biro Perencanaan untuk dapat
dialokasikan anggaran dalam DIPA).
4. Perlu diterbitkan Juklak/ Juknis yang mengatur tentang
administrasi kegiatan TP4D sehingga ada keseragaman dalam
bentuk pelaporan.
218
DAFTAR PUSTAKA
219
Evy Lusia Ekawati, Peranan Jaksa Pengacara Negara dalam
Penanganan Perkara Perdata, Genta Press, Yogyakarta, 2013.
I Nyoman Sumaryadi, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi
Daerah, (Jakarta: Citra Utama, 2005.
Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi (edisi ringkas), Jakarta:
Transparency Internasional Indonesia, 2003.
Jimly Asshiddiqie, Perihal Perundang-undangan, Jakarta: Rajawali
Pers, 2010.
John Emerich Edward Dalberg Alton dalam Ilham Gunawan, Postur
Korupsi di Indonesia Tinjauan Yuridis, Sosiologis, Budaya dan
Politik, Bandung: Angkasa, 1990.
Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan
dan Peradilan Administrasi Negara, Bandung: Alumni, 1981.
Marwan Effendy, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif
Hukum Pidana, Sumber Ilmu Jaya, cet.I, Tahun 2005.
Marwan Effendy, Penerapan Perluasan Ajaran Melawan Hukum
dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (KajianPutusan
No.135/Pid/B/2004/PN.Cn. dan Putusan Sela No.343/Pid.B/2004/
PN.Bgr), Dictum,Jakarta,2005
Marwan Effendy, Penyimpangan Kebijakan Anggaran Oleh Pejabat
Negera, BUMN dan BUMD dari Aspek Pidana, Makalah
disampaikan dalam workshop tentang Korupsi dan Penyimpangan
Kebijakan Keuangan Bagi Pejabat Pemerintah Daerah/DPRD
dan BUMD, yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Investasi dan
Keuangan bekerjasama dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan
Keuangan, tanggal l2 dan 19 Agustus 2006, di Hotel Oasis Amir
Lt.3,Jl. Senen Raya Kav.135-137 Jakarta Pusat. Pernah juga
disampaikan dalam Workshop : ”SANKSI HUKUM PEJABAT
PEMDA,DPRD DAN BUMN/BUMD” atas Hasil Audit Investigasi
Terhadap Kebocoran Negara/Daerah Dalam Tipikor, yang
diselenggarakan oleh Pusat Pelatihan Keuangan dan Pemerintahan
220
dengan Sekolah Tinggi Akutansi Negara, tanggal 4 Agustus 2006,di
Hotel Ibis, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik : Jakarta, PT. Gramedia
Pustaka Utama,1988.
OECD, Economic Policy Reform:Going for Growth: 2010,
Organization for Economic CO-operation and development
P.A.F. Lamintang, at al, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung,
cet. Ke-III, 1990.
Phillip Nonet, Phillip Seiznick, Law and Society in Transition, Octagon
books, New York, 1987
Pope, Jereny, Strategi Memberantas Korupsi, Elemen Sistem Integritas
Nasional, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2003.
Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, Good Corporate Governance:
Perkembangan Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia
dalam Perspektif Hukum, Yogyakarta: Total Media Yogyakarta,
2007.
Romli Atmasasmita, Korupsi, Good Governance, dan Komisi Anti
Korupsi, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia, 2002.
Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum.:Bandung. Alumni. 1986.
Soejono, D, Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), Bandung:
Alumni, 1976.
Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum. Raja Grafindo. Jakarta, 1983.
Simanjuntak B dan Chairil Ali, Cakrawala Baru Kriminologi, Bandung:
Trasito, 1980.
Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2002.
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni Bandung, Cetakan
Keempat, 1996.
221
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana : Bandung, Alumni, 1981.
Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Pusat
(TP4P), Peran Serta Dalam Rangka Mendukung Keberhasilan
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Nasional,
<Kejaksaan Republik Indonesia>.
Vito Tanzi, Corruption, Governmental Activities, and Markets, IMF
Working Paper, Agustus 1994.
World Bank, World Development Report – The State in Changing
World, Washington, DC, World Bank, 1997.
Perundang-undangan :
Undang-Undang Dasar 1945;
Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah;
Undang-Undang Nomor: 32 Tahun 2014 Tentang Administrasi
Pemerintahan;
Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan;
Undang Undang Nomor: 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI;
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor: 54
Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah;
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor: 38 Tahun 2010 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor: 7 Tahun 2015 tentang
Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2015;
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-006/A/
JA/03/2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik
Indonesia.
222
Instruksi Jaksa Agung Nomor: INS-001/A/JA/10/2015 tanggal 5
Oktober tentang Pembentukan dan Pelaksanaan Tugas TP4 (Pusat
dan Daerah) Kejaksaan RI;
KEP-152/A/JA/10/2015 tanggal 1 Oktober 2015 Tentang Pembentukan
Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan
Kejaksaan Republik Indonesia;
Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia, Nomor : KEP-016/
JA/3/1995 Tentang Pelaksanaan Penelitian dan Pengembangan
Di Lingkungan Kejaksaan Agung RI. dan peraturan perundang-
undangan lain yang terkait dengan topik penelitian.
Internet :
http://wulrich.com/downloads/ulrich_2002c.pdf, diakses pada tanggal
24 agustus 2017 pada pukul 11.15
https://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_persuasif diakses pada
tanggal 25 agustus 2017 jam 16.35
https://kbbi.web.id/koordinasi, diakses pada tanggal 25 agustus 2017,
pukul 13.10
http://www.ti.or.id/index.php/publication/2017/01/25/corruption-
perceptions-index-2016>.
Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Nawa Cita (28
Juli 2015) <https://www.setneg.go.id/index.php?option=com_
content &task=view& id >.
223