Anda di halaman 1dari 3

Sistem yang dikenal sejak masa kerajaan dahulu (di seluruh dunia) pada dasarnya hanya

terdiri dari 2 sistem yaitu: Sistem Pasar/Kapitalis dan Sistem Komando/Sistem ekonomi ala
“Marxis”. Pada masa kerajaan tersebut perekonomian diserahkan pada kaum swasta atas dasar
permintaan dan penawaran, pada prinsipnya kerajaan tidak pernah mengatur perekonomiannya.
Dalam sistem ekonomi pasar ini tidak mengenal adanya campur tangan pemerintah dalam
perekonomian. Semua pemecahan ekonomi diserahkan pada mekanisme pasar.

Seiring berjalannya waktu, sistem ekonomi di kerajaan-kerajaan khusunya di Eropa


rupanya menyebabkan kesenjangan ekonomi, sehingga akhirnya muncul seruan agar kaum buruh
bersatu. Dari pergerakan inilah kemudian muncul Sistem Ekonomi Komando. Sistem Komando
ini dianut oleh Uni Soviet, Tiongkok, dan negara-negara sosialis Eropa Timur dan dikenal sebagai
Sistem Ekonomi Komunis Sosialis. Pada sistem Ekonomi Komando semua kegiatan
perekonomian merupakan masalah perencanaan negara, namun pada dasarnya tidak ada satupun
negara yang 100% murni menganut sistem ini. Sedangkan dalam sistem sosialis, negara juga
memegang peran yang penting dalam perekonomian, biasanya dilaksanakan perencanaan pusat.

Kemudian pada tahun 1929-1930 terjadi depresi dunia, harga-harga mengalami penurunan,
banyak perusahaan yang memecat buruhnya; keadaan demikian dikenal dengan Malaise (great
depression), dan ini dianggap sebagai kegagalan dari ekonomi sistem pasar. Banyak ahli yang
mengatakan bahwa terjadinya keadaan tersebut disebabkan oleh karena over production, di lain
pihak ada juga mengatakan penyebabnya oleh karena under consumption. Lalu pada tahun 1936
dengan terbitnya buku karangan J.M Keynes yang berjudul General Theory of Employment,
Interest and Money muncullah aliran ekonomi baru yang mementingkan peranan negara dalam
perekonomian dan dianggap sebagai aliran untuk mengatasi keadaan perekonomian saat itu. Aliran
ini disebut dengan Keynesian Economics.

Atas dasar pengetahuan sistem ekonomi ini, maka kita dapat meninjau beberapa sistem
perekonomian yang ada di Indonesia:

A. Sistem Ekonomi Dualisme


Sejak jaman penjajahan sampai sekarang ini perekonomian Indonesia masih juga
menunjukan ciri-ciri adanya dualism, baik dualisme yang bersifat teknologis maupun yang
bersifat ekonomis, sosial, dan kultural. Pada dasarnya ekonomi dualism melihat dunia
terbagi ke dalam dua kelompok besar, yakni negara-negara kaya dan miskin, dan di negara-
negara berkembang terdapat segelintir penduduk yang kaya di antara begitu banyak
penduduk miskin. Dualism adalah konsep yang menunjukan adanya jurang pemisah yang
kian lama terus melebar antara negara-negara kaya dan miskin, serta di antaara orang-orang
kaya dan miskin pada berbagai tingkatan di setiap negara. Pada dasarnya konsep ekonomi
dualisme ini terdiri dari empat elemen kunci dasar:
1. Beberapa kondisi berbeda, terdiri dari elemen “superior” dan “inferior”, hadir secara
bersamaan (atau berkonsistensi) dalam waktu dan tempat yang sama.
2. Koeksistensi tersebut bukanlah satu hal yang bersifat sementara atau tradisional,
melainkan satu hal yang bersifat baku, permanen, dan kronis.
3. Kadar superioritas serta inferioritas dari masing-masing elemen tersebut bukan hanya
tidak menunjukan tanda-tanda akan berkurang, melainkan bahkan cenderung
meningkat.
4. Hubungan saling keterkaitan antara elemen-elemen yang superior dengan elemen-
elemen yang inferior tersebut terbentuk dan berlangsung sedemikian rupa sehingga
keberadaan elemen-elemen superior sangat sedikit atau sama sekali tidak membawa
manfaat untuk meningkatkan kedudukan elemen-elemen yang inferior.
B. Sistem Ekonomi Sosialis ala Indonesia
Istilah sistem ekonomi Sosialis ala Indonesia muncul pada akhir periode kepemimpinan
Presiden Sukarno, yakni sekitar tahun 1960. Pada periode tersebut kiblat politik Indonesia
adalah ke negara-negara Sosialis Eropa Timur, Rusia, dan RRC. Pada periode tersebut
Indonesia adalah anti neo kolonialisme dan neo liberalism, dan malahan keluar dari PBB,
dan membentuk masyarakat baru yang disebut sebagai New Emerging Forces.
Perekonomian pada periode itu sangat mirip dengan sistem perekonomian negara sosialis,
yaitu:
1. Pemerintah Indonesia telah menyusun Pembangunan Semesta Berencana Delapan
Tahun 1960-1968. Rencana tersebut bersifat menyeluruh di segaka sektor dan seluruh
wilayah, namun belum sempat dilaksanakan.
2. Perusahaan-perusahaan besar dimiliki oleh negara. Hal ini adalah akibat dari
nasionalisasi perusahaan-perusahaan swasta Belanda sekitar tahun 1957. Beberapa
perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi adalah usaha penerbangan, kereta api, Bus
Damri, perusahaan pelayaran Pelni, perusahaan perdagangan yang bergerak di bidang
ekspor impor, perbankan, perkebunan, dsb. Oleh karena nasionalisasi tersebut,
perekonomian Indonesia baik dalam maupun luar negerinya dilaksanakan/dikuasai
oleh perusahaan milik negara dan koperasi.
3. Sistem perbankan, semula adalah bank-bank swasta milik Belanda yang telah
dinasionalisasi menjadi milik pemerintah kemudian diubah menjadi sistem perbankan
Rusia. Ini dikerjakan dengan cara mengubah nama-nama bank pemerintah menjadi satu
nama dengan unit-unit tertentu.
4. Sistem devisa yang dipakai waktu itu adalah sistem devisa yang sangat umum dipakai
oleh negara-negara sosialis yaitu, Exchange Control. Pada sistem ini tidak
diperkenankan mata uang asing (devisa) beredar di masyarakat. Semua devisa dimiliki
negara. Pemerintah menentukan kurs devisa, dan oleh karena itu sistem devisa seperti
ini juga disebut sistem devisa dengan harga tetap (fixed exchange rate) atau juga
disbeut sistem devisa dengan harga yang dipakukan (pegged exchange rate).

Pada waktu itu nilai tukar rupiah selalu mengalami penurunan, yang akibatnya
dibandingkan dengan nilai tukar devisa (dolar) karena kurs devisa yang tetap, rupiah dinilai
terlalu tinggi (overvalued). Untuk mengatasi hal itu, pemerintah melakukan Devaluasi.
Tapi sebelum pemerintah melakukan Devaluasi Rupiah, dengan adanya kenaikan harga-
harga umum di dalam negeri, para eksportir merasa enggan untuk melakukan ekspor,
karena merasa dirugikan. Guna mendorong ekspor, di samping melaksanakan kebijakan
devaluasi, pemerintah juga meluncurkan program perangsang ekspor melalui kebijakan
Alokasi Devisa Otomatis (ADO). Yaitu kepada setiap dolar hasil ekspor, para eksportir
diperkenankan memakainya secara langsung sejimlah presentase tertentu dari hasil
ekspornya, namun sebelumnya eksportir harus menyerahkan/menjual semua dolar hasil
ekspornya kepada negara dengan kurs yang sudah ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai