Anda di halaman 1dari 16

Salsabila

04011281722090
Alpha 2017
LEARNING ISSUES
ANATOMI, HISTOLOGI, DAN FISIOLOGI
Traktus urinarius atau yang sering disebut dengan saluran kemih terdiri dari dua buah ginjal, dua
buah ureter, satu buah kandung kemih ( vesika urinaria ) dan satu buah uretra

1. Ginjal
Ginjal manusia berjumlah 2 buah, terletak dipinggang, sedikit dibawah tulang rusuk
bagian belakang. (Daniel S, Wibowo, 2005) Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibanding
ginjal kiri. Mempunyai ukuran panjang 7 cm dan tebal 3 cm. Terbungkus dalam kapsul
yang terbuka kebawah. Diantara ginjal dan kapsul terdapat jaringan lemak yang
membantu melindungi ginjal terhadap goncangan. (Daniel S Wibowo, 2005). Ginjal
mempunyai nefron yang tiap – tiap tubulus dan glomerulusnya adalah satu unit. Ukuran
ginjal ditentukan oleh sejumlah nefron yang dimilikinya. Kira – kira terdapat 1,3 juta
nefron dalam tiap – tiap ginjal manusia. (Ganong, 2001)
Fungsi Ginjal :
a. Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme tubuh.
b. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan
c. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh bagian
tubulus ginjal d. Menjaga keseimbanganan asam basa dalam tubuh
e. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan sel-sel darah
merah (SDM) di sumsum tulang f. Hemostasis Ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion
mineral, dan komposisi air dalam darah. (Guyton, 1996).
2. Ureter
Ureter merupakan dua saluran dengan panjang sekitar 25 sampai 30 cm, terbentang dari
ginjal sampai vesika urinaria. Fungsi satu – satunya adalah menyalurkan urin ke vesika
urinaria. Roger Watson, 2002)
3. Vesika Urinaria
Vesika urinaria adalah kantong berotot yang dapat mengempis, terletak 3 sampai 4 cm
dibelakang simpisis pubis ( tulang kemaluan ). Vesika urinaria mempunyai dua fungsi
yaitu:
a. Sebagai tempat penyimpanan urin sebelum meninggalkan tubuh.
b. Dibantu uretra vesika urinaria berfungsi mendorong urin keluar tubuh. (RogerWatson,
2002). Didalam vesika urinaria mampu menampung urin antara 170 - 230 ml. (Evelyn,
2002)
Kandung kemih mendapat persarafan utama dari nervus pelvikus, yang berhubungan dengan
medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama dengan segmen S-2 dan S-3 medula spinalis.
Jenis persarafan pada nervus pelvikus:
1. Persarafan sensorik: mendeteksi derajat regangan dalam dinding kandung kemih.
2. Persarafan motoric: Persarafan yang dibawa dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis.
• Saraf motoric skeletal:
- Saraf somatic yang mempersarafi
- Mengatur otot rangka volunter fingter tersebut.
- Dibawa melalui nervus pudendus ke sfingter eksterna
• Persarafan simpatis:
- Merangsang pembuluh darah
- Memberi sedikit efek terhadap proses kontraksi kandung kemih
- Melalui nervus hipogastrik yang terutama berhubungan dengan segmen L-2 medulla spinalis
4. Uretra
Uretra adalah saluran kecil dan dapat mengembang, berjalan dari kandung kemih sampai
keluar tubuh. Pada wanita uretra pendek dan terletak didekat vagina. Pada uretra laki –
laki mempunyai panjang 15 – 20 cm. (Daniel S, Wibowo, 2005)

Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi urine.


Miksi melibatkan dua tahap utama:
1. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat
melampaui nilai ambang batas
2. Refleks miksi yang akan mengosongkan kandung kemih

Siklus Miksi:
1. Kenaikan tekanan secara cepat dan progresif
2. Periode tekanan menetap
3. Kembalinya tekanan kandung kemih ke nilai tonus basal.

Sinyal sensorik dari Segmen sakralis


Nervus pelvikus
reseptor regang
kandung kemih
medulla spinalis

Histologi
1. Nefron
Unit fungsional ginjal, berjumlah lebih dari satu juta buah (kortikal dan justamedula)
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh
dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih
diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang.
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau
badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus), yaitu tubulus kontortus
proksimal, tubulus kontortus distal, dan lengkung Henle.

2. Badan Malphigi
Terdiri atas glomerulus (gulungan kapiler) dikelilingi
kapsula Bowman
Glomerulus ditutupi lapisan visceral, kapsula bowman
ditutup lapisan parietal. Diantaranya terdapat ruang kapsul
utk tempat filtrat
Kutub vaskular (arteriol aferen masuk dan arteriol eferen
keluar)
Kutub urinarius, tempat mulai tubulu kontortus proximal
• Lapisan parietal terdiri atas selapis epitel pipih, lamina
basalis, dan serat retikulin.
• Lapisan visceral, sel epitel menjadi sel podosit dgn
tonjolan2 (processus) primer dan sekunder (pedikel).
• Pedikel selang-seling membentuk celah filtrasi
• Kapiler glimerulus memiliki sel mesangial (dinding) sbg
makrofag

3. Tubulus Kontortus

PROXIMAL
• Sambungan dari kutub urinarius, epitel mjd silindris atau kuboid selapis.
• Mikrovili membentuk brushborder
• Vesikel pinositik dengan lisosom

DISTAL
• Bagian terakhir nefron
• Epitel selapis kuboid
• Sel lebih kecil dan banyak,lumen lebih besar, lbh byk mitokondria, tanpa mikrovili
4. Tubulus Kolektivus
Urin mengalir dari tub distal ke tubulus koligen, slg bergabung membentuk DUKTUS
PAPILARIS BELLINI
Tubulus koligens dilapisi epitel kuboid, sel tampak pucat
5. Apparatus Jukstaglomerular
Pengatur tekanan darah, disusun oleh sel justaglomerulus (modif sel otot polos arteriola
aferen), dengan Makula Densa (ruang dinding tub distal yg berbatasan dgn arterila
aferen)
Mengandung banyak RE dan Golgi
6. Vesika Urinaria, ureter, dan uretra
o Mukosa terdiri atas epitel transitional dan lamina propria
o Dikelilingi selubung otot polos

PIELONEFRITIS AKUT NON KOMPLIKATA


a. Definisi
Pielonefritis akut non komplikata merupakan infeksi oleh kuman yang mengenai
parenkim dan pelvis ginjal dengan sindroma klinis seperti demam, menggigil, dan nyeri
pada pinggang yang berhubungan dengan bakteruria dan dysuria tanpa adanya faktor risiko
( kelainan structural dan fungsional saluran kemih atau penyakit yang mendasari yang
meningkatkan risiko infeksi atau kegagalan terapi antibiotika).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara
hematogen atau retrograde aliran ureteric.
b. Etiologi
1. Bakteri: Escherichia coli (85%), Klebsielle pneumoniac, Streptococcus fecalis, dan lain-
lain.

2. Obstruksi traktus urinarius (Batu ginjal atau pembesaran prostat)


3. Refluks yaitu arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam ureter
4. Kehamilan
5. Diabetes Mellitus
6. Keadaan menurunnya imunitas
c. Epidemiologi

Epidemiologi kejadian pyelonephritis, disebut juga pielonefritis, di dunia mencapai 10,5-


25,9 juta kasus setiap tahunnya dengan angka mortalitas sebesar 7,4-20%. Di Indonesia,
pyelonephritis merupakan salah satu penyebab penyakit ginjal kronik.

Global
Kejadian pyelonephritis di dunia diperkirakan terjadi sebanyak 10,5 juta sampai 25,9 juta
kasus setiap tahunnya di dunia. Di Amerika Serikat didapatkan 459.000–1.138.000 kasus.
Terdapat 1 dari 830 orang di Inggris mengalami pyelonephritis setiap tahunnya. Perempuan
didapatkan 6 kali lipat lebih sering mengalami infeksi dibandingkan dengan laki-laki.

d. Faktor Risiko
1. Jenis Kelamin dan usia
Pada wanita, pielonefritis mengalami peningkatan insiden pada usia 0-4 tahun, meiningkat
lagi pada usia 15-35 tahun, kemudia meningkat lagi secara bertahap diatas usia 50 tahun,
dan di puncaknya pada usia 80 tahun. Penuaan juga meningkatkan risiko ISK pada wanita
karena kadar esterogen berubah sehingga mempengaruhi pH. Pada pria, pielonefritis
mengalami peningkatan pesat pada usia 0-4 tahun, secara bertahap meningkat pada usia 35
tahun, dan mencapai puncaknya pada usia 80 tahun. Wanita lebih sering terjangkit ISK
karena vestibulum vagina, rectum, dan periuretra berdekatan. Pada pria lebih sering terjadi
seiring bertambahnya usia karena berkaitan dengan pembesaran prostat.
e. Patofisiologi
Pielonefritis dapat timbul dalam bentuk akut maupun kronis. Dimana Pielonefritis akut
disebabkan oleh infeksi bakteri. Infeksi bakteri terjadi karena bakteri menjalar ke saluran
kemih dari aliran darah. Walaupun pielonefritis akut secara temporer dapat mempengaruhi
fungsi renal, jarang sekali menjadi suatu kegagalan ginjal. Pielonefritis kronis juga berasal dari
infeksi bakteri, namun juga faktorfaktor lain seperi refluks urine dan obstruksi saluran kemih
turut berperan. Pielonefritis kronis merusak jaringan ginjal untuk selamanya (irreversible)
akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya jaringan parut. Proses perkembangan
kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun
atau setelah infeksi yang gawat. Diduga bahwa pielonefritis menjadi diagnose yang sungguh-
sungguh dari satu pertiga orang yang menderita kegagalan ginjal kronis. Escherichia coli
(bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan penyebab dari 90%
infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit. Infeksi
biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih. Pada saluran kemih yang
sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan
organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih. Berbagai
penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau
arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui
aliran darah.
f. Klasifikasi
a. Pyelonefritis akut
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena terapi tidak
sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu
setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal
ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan
selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya membesar disertai infiltrasi interstisial
sel-sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis.
Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi.
b. Pyelonefritis kronis
Pyelonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang
berulangkali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal
ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak
berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-
ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.Pembagian
PielonefritisPielonefritis akutSering ditemukan pada wanita hamil, biasanya diawali
dengan hidro ureter dan hidronefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.
g. Manifestasi klinis
1. Gejala seringkali timbul mendadak seperti demam, menggingil, nyeri di punggung bagian
bawah, mual, dan muntah.
2. Beberapa pasien menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah seperti sering
berkemih dan nyeri saat berkemih
3. Dapat terjadi pembesaran ukuran salah satu atau kedua ginjal dan terkadang terjadi
kontraksi kuat pada otot perut.
4. Kolik renalis (penderita merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh kejang ureter.
5. Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya bersifat samar dan demam hilang-
timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali.
h. Algoritma
i. Diagnosis
Urinalisis (dapat menggunakan metode dipstik) termasuk penilaian sel darah merah dan
putih, dan nitrit, direkomendasikan untuk diagnosis rutin. Hitungan koloni uropatogen 104
/mL dianggap sebagai petanda bakteriuria yang bermakna secara klinis. Pada pasien
dengan cedera korda spinalis dan pasien lanjut usia diagnosis akan lebih sulit ditegakkan
karena tidak dapat melokalisasi bagian tubuh yang sakit. Pada wanita hamil perlu diberikan
perhatian khusus karena akan memberikan dampak yang lebih berat baik terhadap ibu
maupun janin. Kebanyakan pria dengan ISK disertai demam ada hubungannya dengan
infeksi prostat yang dapat dilihat dari peningkatan PSA dan volume prostat sehingga
evaluasi urologi rutin harus dilakukan.
j. Tata laksana

Terdapat tiga pilar penatalaksanaan pyelonephritis, yaitu terapi suportif meliputi resusitasi
cairan dan obat simtomatik, terapi antimikroba yang bergantung pada kemungkinan
organisme penyebab, dan kontrol sumber yang dievaluasi 24-48 jam setelah terapi.

Perawatan Gawat Darurat dan Indikasi Rawat Inap


Pada pasien yang telah terdiagnosis pyelonephritis akut, perlu dilakukan pemeriksaan
apakah terdapat indikasi klinis untuk rawat inap segera, seperti keadaan sepsis atau syok
sepsis, hemodinamik tidak stabil, pasien imunokompromis, pasien hamil, atau tidak ada
pemilihan antibiotik oral yang sesuai.
Pada kasus pasien yang datang dengan keadaan sepsis, diperlukan resusitasi cairan yang
agresif (30 ml/kgBB kristaloid isotonik seperti cairan salin normal dalam waktu 3 jam)
serta pemberian antibiotik empiris yang disesuaikan dengan kondisi pasien.
Apabila tidak terdapat indikasi klinis untuk rawat inap segera, lakukan observasi di unit
gawat darurat selama 24 jam. Pasien yang mengalami mual muntah yang persisten,
dehidrasi, instabilitas hemodinamik, atau pasien merasa sangat sakit, pasien harus dirawat
inap. Namun, jika terdapat perbaikan klinis setelah penanganan di unit gawat darurat,
pasien dapat dipulangkan dengan peresepan antibiotik oral dengan obat simptomatik sesuai
dengan keluhan.
Pasien rawat inap yang telah mengalami perbaikan klinis dalam waktu 3 hari dan dapat
mengonsumsi obat per oral, pasien dapat dipulangkan. [6]

Terapi Suportif
Obat-obatan simtomatik berupa antipiretik, analgesik, dan antiemetik dapat digunakan
sesuai gejala yang ada. Pada pasien yang terdapat demam dan nyeri dapat
diberikan paracetamol atau obat-obatan antiinflamasi nonsteroid seperti ibuprofen dan
diklofenak. Pemberian omeprazole dan domperidone dapat membantu mengurangi
keluhan mual dan muntah.
Apabila intake oral pasien kurang baik, hidrasi intravena diperlukan. pada keadaan ini,
dapat diberikan cairan intravena 1 L dekstrose 5% untuk mencegah atau mengatasi ketosis.
Setelah itu dapat dilanjutkan dengan pemberian cairan salin normal.

Terapi Antimikroba
Pemilihan antimikroba bergantung pada kemungkinan organisme penyebab dan resistensi
mikroba berdasarkan data epidemiologis dan faktor risiko individual.
Kontrol Sumber
Setelah dilakukan pengobatan dengan antimikroba, perlu dilakukan evaluasi dengan melihat
perbaikan secara klinis 24-48 jam setelah terapi. Apabila didapatkan adanya perburukan gejala
atau tidak ada perbaikan klinis, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk melihat apakah
terdapat obstruksi, abses, atau infeksi necrotizing. Evaluasi dilakukan dengan pemeriksaan
ultrasonografi atau CT Scan untuk melihat apakah terdapat hidronefrosis, abses, atau inflamasi.

Follow Up
Setelah durasi pemberian antibiotik selesai, 7-14 hari setelah pemberian antibiotik, sebaiknya
dilakukan kembali urinalisis dan kultur urine untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi apakah
masih terdapat mikroba atau resistensi antibiotik untuk mencegah rekurensi penyakit. Jika masih
terdapat mikroba pengobatan dilanjutkan dan identifikasi jenis antibiotik yang masih sensitif
terhadap mikroba.
Apabila dalam waktu 3 hari keluhan belum juga berkurang, atau terdapat perburukan gejala,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan resistensi antibiotik dan pemeriksaan penunjang seperti USG
renal atau CT scan.

k. Edukasi dan pencegahan


Edukasi pasien untuk menjaga hidrasi tubuhnya dengan cukup minum air agar fungsi
ginjalnya tetap baik. Pasien juga perlu menjaga kebersihan diri dan higienitas seksual. Pada
pasien dengan penyakit komorbid, seperti diabetes, penggunaan kortikosteroid jangka panjang,
atau infeksi HIV, edukasi pasien untuk melakukan kontrol secara rutin untuk mencegah
terjadinya infeksi berulang.
l. Komplikasi
Terdapat tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut
1. Nekrosis papila ginjal.
Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan
diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat
terjadinya obstruksi.
2. Fionefrosis.
Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal.
Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal
mengalami peregangan akibat adanya pus.
3. Abses perinefrik.
Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal,
terjadi abses perinefrik.
m. Prognosis
Sebagian besar kasus pyelonephritis dapat membaik dengan antibiotik oral. Namun,
penggunaan antibiotik oral pada ibu hamil tidak disarankan karena angka relapsnya yang
cukup tinggi, mencapai 50%. Pasien hamil dengan pyelonephritis sebaiknya diberikan
antibiotik parenteral dengan hidrasi agresif sehingga dapat menurunkan angka rekurensi
sebesar 25%. Pasien diabetes mellitus dengan pyelonephritis memiliki prognosis durasi
demam yang lebih panjang, durasi rawat inap yang lebih lama, dan mortalitas yang lebih tinggi.
n. SKDI

4A Kompetensi yang harus dicapai pada saat lulus dokter


Mendiagnosis,melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas
Mosesa SP, Kalesaran AFC, Kawatu PAT. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
infeksi saluran kemih pada pasien poliklinik penyakit dalam di RSU GMM Pancaran Kasih
Manado. 2017.
Grabe M, Bartoletti R, Johansen B, Cai T, Cek M, Koves B, et al. Guidelines on urological
infections. European Association of Urology. 2015. p. 13-20.
8th Report of Indonesian Renal Registry. 2015. Available from:
https://www.indonesianrenalregistry.org/data/INDONESIAN%20RENAL%20REGISTRY%
202015.pdf
Chung VY, Tai CK ,Fan CW, Tang CN. Severe acute pyelonephritis: a review of clinical
outcome and risk factors for mortality. Hong Kong Med J. 2014;20(4):285-9.
Ramakrishnan K, Scheid DC. Diagnosis and management of acute pyelonephritis in adults. Am
Fam Physician. 2005; 71: 993-42.
Fulop T. Acute pyelonephritis. Medscape [Internet]. 2018. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/245559-overview
Johnson JR. Russo TA. Acute pyelonephritis in adults. N Engl J Med. 2018;378(1): 48-60.
Belyayeva M, Jeong JM. Pyelonephritis, Acute. StatPearls [internet]. 2018. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519537/
Bethel J. Acute pyelonephritis: risk factors, diagnosis, and treatment. Nursing Standard.
2012;27(5):51-56
https://www.aafp.org/afp/2005/0801/p451.pdf

Anda mungkin juga menyukai