BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan jiwa menjadi masalah yang serius dan menjadi perhatian bagi negara-
negara maju serta berkembang di seluruh dunia. Prevalensi masalah kesehatan jiwa di
Indonesia sebesar 6,55% yang artinya dari 100 orang terdapat 6–7 orang mengalami
gangguan jiwa (Maslim, 2012). Prevalensi gangguan jiwa berat di Provinsi Jawa Timur
cukup besar yaitu 2,2 per 1000 penduduk, jauh diatas prevalensi nasional yang hanya
berkisar 1,7 per 1000 penduduk. Pemasungan terhadap ODGJ masih terjadi di Jawa Timur,
jumlahnya relatif tinggi mencapai 2.276 jiwa pada tahun 2014 yang tersebar di beberapa
wilayah kabupaten dan kota seperti Malang dan Ponorogo. Jumlah puskesmas yang
memberi pelayanan kesehatan jiwa adalah 4.182 dari 9.005 Puskesmas (46,44%). Jumlah
Rumah Sakit Umum yang memberikan pelayanan kesehatan jiwa baik rawat jalan atau
rawat inap berjumlah 249 dari 445 RSU kabupaten/kota (55,95%) (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan data awal yang diambil dari puskesmas Tajinan, pada tahun 2019
terdapat 132 orang dengan gangguan jiwa dari 12 desa yang berada di kecamatan Tajinan.
Pasien ODGJ yang terdata semuanya berdomisili di kecamatan Tajinan. Hal ini
membuktikan bahwa masih banyak penderita yang mengalami gangguan jiwa di daerah
kecamatan Tajinan, bahkan mungkin hal ini akan terus bertambah setiap tahunnya.
Masalah yang ditimbulkan gangguan jiwa tidak akan menyebabkan kematian secara
langsung melainkan akan menyebabkan penderitaan secara fisik dan emosional bagi
penderitanya, keluarga dan masyarakat. Salah satu masalah yang ditimbulkan gangguan
jiwa adalah terganggunya kualitas hidup Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Kualitas
1
hidup ODGJ akan menjadi lebih buruk dari orang lain yang tidak mengalami gangguan
jiwa, bahkan kualitas hidupnya akan lebih buruk dari pasien yang menderita penyakit fisik
Kondisi keluarga dengan salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa
menjadi suatu kondisi yang sulit bagi keluarga. Gangguan jiwa merupakan masalah yang
diinterpretasikan sebagai penyakit kronis. Adanya salah satu anggota keluarga yang sakit
kronis tentu saja akan menyebabkan ketegangan dan keputusasaan dalam keluarga yang
berlangsung tidak hanya sementara (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Kondisi sulit,
kekambuhan pada ODGJ. Penelitian Ambari (2010), menyatakan adanya hubungan antara
dukungan keluarga dengan keberfungsian sosial pada ODGJ. Dari hasil penelitian tersebut
dapat dijelaskan bahwa dukungan keluarga sangat berperan besar untuk ODGJ.
perasaan dicintai dalam bentuk semangat, dan empati yang dipe-roleh melalui interaksi
dengan orang lain dalam lingkungan sosialnya, dan bisa berasal dari siapa saja seperti
keluarga dan teman (Sarafino, 2006). Dukungan instrumental merupakan bantuan yang
diberikan secara langsung yang sifatnya fasilitas atau materi. Pemberian dukungan
1994). Penelitian yang spesifik tentang adanya hubungan dukungan emosional dan
instrumental keluarga terhadap kualitas hidup ODGJ masih belum banyak dilakukan
2
Beberapa upaya perawatan sudah dikembangkan di setiap daerah. Pemerintah
Provinsi Jatim sudah meluncurkan program Jawa Timur Bebas Pasung sejak tahun 2011.
pasien ODGJ ke Rumah Sakit Jiwa Menur dan Rumah Sakit Jiwa Lawang Malang.
kesehatan yaitu salah satunya dengan melakukan sistem rujuk balik ke fasilitas kesehatan
tingkat lanjut maupun tingkat pertama di kabupaten/kota (Riskesdas, 2013). Selain itu juga
dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat di rumah para pasien agar dapat berbaur dan
Oleh karena itu dapat disimpulkan dengan masih tingginya ketergantungan dan
ketidakmandirian ODGJ serta kurangnya dukungan keluarga maka masih banyak ODGJ
memiliki kualitas hidup yang rendah. Keluarga memiliki waktu yang lebih banyak saat
memberikan perawatan ketika pasien tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri (Stuart,
2007).
kualitas hidup orang dengan gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Tajinan.
1.2.1 Apakah dukungan emosional keluarga berhubungan dengan kualitas hidup ODGJ?
1.2.2 Apakah dukungan instrumental keluarga berhubungan dengan kualitas hidup ODGJ?
3
1.3 Tujuan
ODGJ.
1.4 Manfaat
Hasil penelitian diharapkan mampu menambah manfaat bagi ilmu pengetahuan pada
1. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti dalam memperoleh informasi tentang
2. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi Puskesmas Tajinan untuk lebih melatih
3. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Malang dan
Puskesmas Tajinan untuk meningkatkan peran kader dalam upaya peningkatan kualitas
hidup ODGJ.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) II dalam Maslim (2001)
mendefinisikan gangguan jiwa atau gangguan mental (mental disorder) adalah sindrom
atau pola perilaku dan atau psikologik seorang individu yang secara klinik memiliki arti
secara khas berkaitan dengan suatu distress atau gejala penderitaan dalam satu atau
lebih fungsi yang penting dari seorang individu. Menurut Ardani (2007) yang dimaksud
dengan gangguan jiwa adalah sekumpulan keadaan – keadaan yang tidak normal baik
yang berhubungan dengan keadaan secara fisik maupun secara mental. Namun,
ketidaknormalan tersebut bukan disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagian anggota
badan tertentu meskipun terkadang gejalanya dapat terlihat dengan keadaan fisik.
Sedangkan menurut Yosep (2011) gangguan jiwa adalah sekumpulan gejalan patologik
dominan yang berasal dari unsur jiwa. Meskipun begitu hal tersebut bukan berarti
bahwa unsur yang lain tidak mengalami gangguan sebab sesuangguhnya yang sakit dan
menderita ialah manusia secara utuh bukan hanya badan, jiwa, atau lingkungannya.
2.1.2 Etiologi GJ
Ada banyak teori dan pendapat ahli mengenai penyebab gangguan jiwa. Menurut
Yoseph (2011) penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang secara
neurokimia, tingkat kematangan dan perkembangan organik, dan faktor – faktor pre
5
b. Faktor – faktro psikologik atau psikoedukatif, seperti interaksi ibu dan anak,
persaingan yang terjadi antara saudara kandung, hubungan sosial dalam kehidupan
sehari – hari, kehilangan yang menyebabkan depresi atau rasa malu/ rasa bersalah,
pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya, dan tingkat
perkembangan emosi.
c. Faktor – faktor sosial budaya atau sosiokultural, seperti kestabilan keluarga, tingkat
kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai, pengaruh raisal dan
keagamaan.
Sementara untuk faktor presipitasi ( faktor yang bersumber dari individu itu
sendiri) anatar lain, kondisi lingkungan yang kurang baik, interaksi dengan orang lain,
kondisi fisik pasien, putus asa, dan percaya diri yang kurang, kehilangan orang yang
Kondisi saat sebelum sakit pada pasien gangguan jiwa berlangsung kuran glebih
selama 1 bulan. Gangguan yang terjadi dapat berupa gejala spikotik, antara lain
biasanya mengalami minimal 2 gejala, yaitu gangguan afek dan gangguan peran.
Serangan yang terjadi pada pasien gangguan jiwa biasanya terjadi secara berulang
(Yoseph, 2011).
Serangan yang terjadi pada pasien gangguan jiwa biasanya berupa perasaan khawatir
berlebihan terhadap hampir semua aspek kehidupan, perasaan lelah berlebihan yang
tidak disebabkan karena faktor kelelahan fisik, iritable atau mudah tersinggung, dan
gejala fisik seperti kaku otot, pegal – pegal, gangguan tidur atau sulit merasa santai.
6
Ketika penderita mengalami gangguan tersebut terkadang penderita mengabaikannya
yang berakibat pada bertambah parahnya gangguan yang dialami oleh penderita. Pada
penderita gangguan jiwa, biasanya mengalami gangguan tehadap tingkat kedaran dan
kognisi, emosi atau perasaan, perilaku motorik, proses berpikir, persepsi atau
Pada proses pemulihan yang terjadi pada penderita gangguan jiwa terdapat 5
1. Tahap 1: perasaan terjebak (stcuk) dimana penderita merasa tidak mau atau tidak
2. Tahap 2: bersedia menerima bantuan. Pada tahap ini penderita ingin menjauh atau
menghindar dari masalah dan berharap orang lain akan bisa membantu dalam
mengatasi masalah.
3. Tahap 3 : percaya. Pada tahap ini penderita mulai percaya bahwa mereka dapat
masa depan tentang apa yang diinginkan serta menjauh dari hal – hal yang tidak
diinginkan. Penderita mulai melakukan hal – hal atas keinginan sendiri untuk
mencapai tujuan mereka dan tetap bersedia menerima bantuan orang lain.
suatu kenyataan. Ini adalah proses trial and error dimana dukungan dan semangat
5. Tahap 5 : kemandirian yang dicapai secara bertahap dari proses belajar hingga pada
akhirnya mencapai suatu titik dimana mereka mampu mengelola sesuatu tanpa
Ketika pada penderita gangguan jiwa yang telah melalui proses pemulihan, mereka
akan memasuki tahap recovery dimana mereka mampu menerima dan mengukui
7
dirinya sendiri sebagai mana adanya. Selain itu, penderita gangguan jiwa juga sudah
mampu untuk bersikap terbuka dan sportif, memiliki semangat dan motivasi, percaya
diri, mampu mengendalikan emosi, mampu bersosialisasi dengan masyarakat dan tidak
takut untuk menghadapi tantangan serta berusaha mencari jalan keluar untuk mengatasi
Penderita yang mengalami gangguan jiwa memiliki ciri biologis yang khas terutama
pada susunan dan struktur saraf pusat, dimana penderita biasanya mengalami
pembesaran ventrikel ke II bagian kiri. Ciri lainnya pada penderita yakni memiliki lobus
frontalis yang lebih kecil dari rata – rata orang yang normal. Penderita yang mengalami
gangguan jiwa dengan gejala akut serta paranoid (curiga) memiliki lesi pada daerah
Amigdala sedangkan pada penderita skizofrenia memiliki lesi pada area Wernick’s dan
Brocha bahkan terkadang disertai Aphasia serta disorganisasi dalam proses berbicara.
Kelainan pada struktur otak atau kelainan yang terjadi pada sistem kerja bagian
tertentu dari otak juga dapat menimbulkan gangguan pada kejiwaan. Sebagai contoh,
masalah komunikasi di salah satu bagian kecil dari otak dapat mengakibatkan terjadinya
disfungsi secara luas. Hal ini akan diikuti oleh kontrol kognitif, tingkah laku, dan fungsi
kejiwaan. Beberapa jenis gangguan pada struktur otak yang berakibat pada gangguan
1. Gangguan pada kortek serebri yang memiliki peran penting dalam pengambilan
keputusan, pemikiran tinggi, dan penalaran dapat dilihat pada penderita waham.
2. Gangguan pada sistem limbik yang berfungsi mengatur perilaku emosional, daya
ingat, dan proses dalam belajar terlihat pada penderita perilaku kekerasan dan
depresi.
8
3. Gangguan pada hipotalamus yang berperan dalam mengatur hormon dalam tubuh
dan perilaku seperti makan, minum, dan seks dapat terlihat pada penderita bulimia,
Kerusakan – kerusakan yang terjadi pada bagian otak tertentu juga dapat
pemecahan masalah dan perilaku yang mengahar pada tujuan, berfikir abstrak,
Tanda – tanda umum yang sering dijumpai pada penderita dengan gangguanj jiwa
a. Gangguan kognisi
sensasi terdiri dari hiperestesia ( suatu keadaan dimana gangguan kepekaan terhadap
penurunan). Sedangkan gangguan persepsi terdiri dari ilusi (persepsi yang salah/
palsu yang biasanya ada atau pernah ada rangsangan dari luar), dan halusinasi ( suatu
9
b. Gangguan perhatian
c. Gangguan ingatan
seseorang dapat menjelaskan kembali kejadian yang telah lalu dengan sangat
d. Gangguan pikiran
Beberapa jenis gangguan pikiran yaitu gangguan bentuk pikiran ( pemikiran yang
mengalami penyimpangan, tidak rasional dan logis, dan terarah pada suatu tujuan),
dan gangguan isi pikiran baik secara verbal maupun non verbal.
e. Gangguan kesadaran
Kesadaran yang meninggi (keadaan reaksi yang menignkat akibat adanya suatu
rangsang).
10
f. Gangguan kemauan
Beberapa macam gangguan kemauan yaitu abulia (keadaan seseorang yang tidak
tindakan).
Gangguan emosi dan afek diantaranya euforia (emosi menyenangkan atau bahagia
secara berlebihan sehingga apabila tidak sesuai dengan keadaan maka hal ini
labil (ketidakstabilan yang berlebihan dan emosional), cemas dan depresi (gejala
yang dapat dilihat dari ekspresi wajah atau tingkah laku), dan emosi yang tumpul
dan datar (pengurangan atau tidak ada sama sekali tanda – tanda ekspresi afektif).
b. Gangguan mental organik adalah suatu kelompok gangguan jiwa yang disebabkan
oleh adanya gangguan yang terjadi pada organ lain diluar otak tetapi gangguan
11
d. Skizofrenia
Skizofrenia menurut PPDGJ III adalah gangguan psikosis yang ditandai oleh
distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas serta afek yang tidak wajar
atau tumpul (Maslim, 2001). Patel (2001) menyebutkan beberapa ciri khas dari
skizofrenia, antara lain : depresi dan tidak ada keinginan dalam menjalani hidup,
sering mengeluhkan dan melakukan hal – hal yang aneh, gelisah, agresif, kurang
akan menjadi penyebab kedua terbesar setalah serangan jantung ( Lubis, 2009).
Beberapa ciri yang khas pada penderita depresi, antara lain tidak ingin
bersosialisasi dengan orang lain (menarik diri), kehilangan semangat hidup dan
tidak ada harapan akan masa depan. Merasa bersalah dan rendah diri, dan terkadang
merasa lebih baik mati sehingga sering mencoba melakukan tindakan bunuh diri
(Patel, 2001).
atau kondisi yang mengganggu baik secara nyata maupun khayal, dan biasanya
mendatang (Lubis, 2009). Ciri khas kecemasan menurut Patel (2001), antara lain :
jantung berdetak lebih cepat dan tubuh gemetar, merasa takut dan terlalu khawatir
12
kontrol diri, menghindari penyebab cemas, sulit tidur, dan cenderung memikirkan
i. Retardasi mental
sosial.
Menurut Admin (2010), dampak yang ditimbulkan oleh gangguan jiwa cukup besar,
baik bagi pasien, bagi keluarga maupun bagi masyarakat dan lingkungan. Dampak
Dukungan keluarga merupakan proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, hal ini
memiliki sifat dan jenis dukungan yang berbeda dalam berbagai tahapn kehidupan.
Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal, seperti dukungan dari ayah,
13
ibu, suami, istri, ataupun saudara kandung, dan dapat juga berupa dukungan keluarga
eksternal bagi keluarga inti. Dukungan keluarga dapat membuat keluarga mampu
berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, hal ini berakibat meningkatnya kesehatan
dan adaptasi keluarga (Friedman, 2010). House dan kahn (1985) dalam friedman (2010),
Keluarga merupakan tempat yang aman dan damai untuk istirahat , memulihkan,
empati. Dukungan emosional merupakan fungsi afektif yang harus diterapkan pada
psikososial setiap anggota keluarga dengan saling mengasuh, memberi cinta kasih,
membangkitkan rasa semangat, mengurangi rasa putus asa, rendah diri, dan rasa
Oleh sebab itu dukungan emosionaldari keluarga sangat diperlukan oleh pasien
14
dalam upaya meningkatkan status kesehatannya. Pada pasien dengan gangguan
jiwa terjadi peningkatan perasaan tidak berguna, dikucilkan, dan tidak dihargai,
bantuan tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk membantu, melayani dan
yang diterapkan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit (Friedman 1998).
Pada keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa memiliki
pengorbanan ekonomi, sosial, dan psikologi, yang lebih besar daripada keluarga pada
umumnya. Dukungan keluarga pada pasien dengan gangguan jiwa dapat ditunjukkan
dengan adanya upaya perawatan keluarga pada pasien dengan gangguan jiwa.
Bila pasien tidak dirawat pada fasilitas kesehatan, keluarga sangat berperan dalam
pemberian obat dirumah. Salah satu anggota keluarga harus dapat melakukan hal tersebut
15
dengan baik, juga untuk membawa pasien pada pemeriksaan lanjutan (Depkes RI, 1995).
Dengan demikian penatalaksaan regimen terapi keluarga sangat diperlukan untuk masalah
Dukungan keluarga mengacu pada sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk
keluarga, dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang siapmendukung selalu siap
dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan,
sedangkan sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap siklus
kehidupan. Dukungan ini berfungsi pada berbagai kepandaian dan akal. Hal ini berakibat
Wills (1985) dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa efek penyangga (dukungan
menahan efek negatif stres terhadap kesehatan) dan efek utama (dukungan secara langsung
berhubungan menurunkan mortalita, lebih mudah sembuh, dan pemulihan fungsi kognitif,
fisik serta kesehatan emosi (Ryan & Austin dalam Friedman, 1998).
orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orangtua
hubungan yang lebih demokratis dan halu, sementara keluarga kelas sosial-ekonomi
bawah memiliki hubungna yang lebih otoritas atau otokrasi. Sedangkan orang tua dengan
kelas sosial menengah mempunyai dukungan, afeksi, dan keterlibatan yang lebih dari pada
16
2.3. Kualitas Hidup
Kualitas hidup didefinisikan sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis
(UU no 23/1992 tentang kesehatan). Kualitas hidup merupakan suatu terminologi yang
menunjukan tentang kesehatan fisik, sosial dan emosi seseorang serta kemampuannya
persepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan
sistem nilai dimana mereka hidup, dan dalam kaitannya dengan tujuan, harapan,
standar dan kekhawatiran. Kualitas hidup mencakup empat domain, yaitu kesehatan
Kualitas hidup adalah berbagai pengalaman manusia yang salah satunya terkait
dengan secara keseluruhan kesejahteraan. Ini berarti nilai berdasarkan fungsi subjektif
individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut
perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi (Cohen & Lazarus, 1977).
hidup adalah persepsi individu terhadap kesehatan fisik, sosial dan emosi yang
dimilikinya. Hal tersebut berkaitan dengan keadaan fisik dan emosi individu tersebut
17
sarana dan prasarana yang ada di lingkungan sekitar.
Aspek –aspek kualitas hidup berdasarkan skala kualitas hidup dari WHO yang
yaitu:
and discomfort), dan lama waktu untuk tidur dan beristirahat (sleep and
rest).
activity).
18
d. Hubungan dengan Lingkungan (Environment)
a. Kesejahteraan Fisik
19
hubungan dengan pasangana atau orang penting lainnya, dan
e. Aspek Rekreasi
domain, yaitu kesehatan fisik, keadaan psikologis, hubungan sosial dan lingkunganm
keempat domain tersebut telah mencakup berbagai aspek yang dapat digali untuk
20
Besarnya jaringan yang dimaksud disini adalah hubungan individu yang
individu.
g. Kecerdasan Emosi
empati.
hidup seseorang diantaranya adalah, faktor sosial demografi, jaringan sosial, mengenali
seseorang. Koping religius merupakan usaha agar memiliki kecerdasan emosi yang
21
BAB III
Faktor Usia
DUKUNGAN KELUARGA Faktor Sosial
ekonomi
Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian (Friedman (1998 dan 2010); WHO (1998))
22
3.2 Kerangka Konsep
Variabel dependen
1. Dukungan instrumental
Gambar 3.4 Kerangka Konsep (House & Khan, 1985 dalam friedman, 2010)
teori. Berdasarkan teori dan konsep yang telah penulis paparkan pada tinjauan teori penulis
Dukungan keluarga yang dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien terdiri
penilaian (House & Khan, 1985 dalam friedman, 2010) tentunya diharapkan bermakna
untuk orang dengan gangguan jiwa. Variabel dalam penelitian ini adalah dukungan
Dalam penelitian ini hipotesa yang dirancang oleh peneliti adalah sebagai berikut:
H0 :
Kecamatan Tajinan.
23
Dukungan instrumental tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien ODGJ
Kecamatan Tajinan.
H1 :
Tajinan.
Tajinan.
a. Variabel Bebas
- Dukungan emosional.
- Dukungan instrumental.
b. Variabel Terikat
Variabel Bebas
24
perhatian, cinta, tentang dan nilai
skala Likert.
(5) Selalu
(4) Sering
(3)Kadang-
kadang
(2) Jarang
25
Variabel Terikat
psikologis, hubungan
26
BAB IV
METODE PENELIATIAN
hubungan antar variabel. Pada penelitian ini peneliti mencari, menjelaskan, dan
menguji suatu hubungan berdasarkan teori yang ada. Penelitian ini bertujuan
dan dukungan instrumental keluarga dengan variabel terikat yaitu kualitas hidup
pasien ODGJ.
yaitu suatu pengukuran atau pengumpulan data variabel bebas, dan variabel
27
puskesmas Tajinan. Keluarga pasien ODGJ berjumlah 132 orang yang tercatat
Sampel
sampling yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertenru yang dibuat oleh
terjangkau yang akan diteliti. Adapun kriteria keluarga yang dilibatkan dalam
Jumlah atau besar sampel yang dijadikan responden pada penelitian ini, sesuai
dengan hasil rumus sampel untuk populasi kecil atau kurang dari 10.000
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑2 )
28
132
𝑛=
1 + 132(0,12 )
𝑛 = 56 orang
Keterangan :
N = besar populasi
n = besar sampel
(DO) maka perlu penambahan sejumlah sampel agar besar sampel tetap
56
𝑛′ =
(1 − 0,1)
𝑛
𝑛′ =
(1 − 𝑓)
Keterangan :
jadi jumlah sampel minimal pada penelitian ini adalah sejumlah ... orang
responden.
29
4.4 Tahapan penelitian
c. Uji coba kuisioner setelah itu dilakukan uji validitas dan reliabilitas
• Editing
jawaban yang telah ada pada formulir dan lembar observasi bila ada
disempurnakan.
• Coding
Coding adalah kegiatan mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi
data angka atau bilangan. Pemberian kode angka pada atribut variabel ini
• Entry
Entry data adalah kegiatan memasukan data ke dalam program atau software
30
• Tabulating
Data yang didapat dari lapangan kemudian diolah dengan mentabulasikan dan
• Clearing
• Analisis Data
a. Analisis Univariat
b. Analisis Bivariat
31
Sedangkan untuk mengetahui bentuk hubungan antara dua variabel
32