Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

ASMA BRONCHIALE EKSASERBASI AKUT

Oleh:
dr. Sheren Bella Ridca, S.Ked

Pembimbing:
dr. Selamet Ariyanto
dr. Devi Amuwardani

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT WIJAYA KUSUMA LUMAJANG
FEBRUARI 2021-NOVEMBER 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya, laporan kasus yang berjudul “Asma Bronchiale Eksaserbasi Akut” ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka
mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia di RS Wijaya Kusuma Lumajang
periode Februari 2021 sampai November 2021.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh bimbingan,
petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini,
penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. dr. H. Koeswandono, M.Kes selaku Direktur RS Wijaya Kusuma Lumajang,
2. dr. Selamet Ariyanto selaku dokter pembimbing internsip RS Wijaya Kusuma
Lumajang,
3. dr. Devi Amuwardani, selaku dokter pembimbing internsip RS Wijaya
Kusuma Lumajang,
4. Tim IGD RS Wijaya Kusuma Lumajang,
5. Teman-teman sejawat internsip lainnya,
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan
ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan memberi
manfaat bagi masyarakat.

Lumajang, Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS.............................................................................. 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 9
3.1 Definisi ................................................................................................ 9
3.2 Faktor Resiko ....................................................................................... 9
3.3 Patofisiologi ......................................................................................... 9
3.4 Manifestasi Klinis ................................................................................. 11
3.5 Diagnosis .............................................................................................. 12
3.6 Klasifikasi Asma .................................................................................. 13
3.7 Tatalaksana ........................................................................................... 15
3.8 KIE....................................................................................................... 19
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................ 20
BAB V KESIMPULAN ................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit inflamasi dari saluran pernafasan yang melibatkan


inflamasi pada saluran pernafasan dan mengganggu aliran udara, dan dialami oleh
22 juta warga Amerika. Inflamasi saluran nafas pada asma meliputi interaksi
1
komplek dari sel, mediator-mediator, sitokin, dan kemokin. Inflamasi kronik
menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala
episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama malam dan atau dini hari. Episode tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel
dengan atau tanpa pengobatan.2

Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering dijumpai pada
awal kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali sebelum berumur 10
tahun dan sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur 40 tahun. 3 Pada usia
anak- anak, terdapat perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita,
namun perbandingan ini menjadi sama pada umur 30 tahun. Angka ini dapat
berbeda antara satu kota dengan kota yang lain dalam negara yang sama. Di
Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 – 7 %.4,5

Di Indonesia, asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan


kematian. Hal tersebut tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) diberbagai propinsi di Indonesia. SKRT yang menunjukkan asma
menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama
dengan bronkitis kronik dan empisema dan menjadi penyebab kematian (mortaliti)
ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6%.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas
Nama Pasien (L/P) : Ny. MK /P
TTL/Usia : 07 Mei 1986 / 35 th
Alamat : Sukodono
Pekerjaan : Guru
Agama : Islam
Suku : Jawa
No. RM : 141637
Tanggal Pemeriksaan : 14 Oktober 2021, 08.09 WIB
2.2. Anamnesis
1. Keluhan utama : Sesak
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RS Wijaya Kusuma dengan keluhan sesak. Sesak dirasakan
pasien sejak tadi pagi setelah pasien pingsan di sekolahan. Sesak dirasakan semakin
memberat sekitar 15 menit SMRS disertai dengan keluarnya keringat dingin.
Sebelum pasien pingsan pasien sempat mual (+) muntah (+) 2x isi susu dan cairan
warna kuning. Sehari SMRS pasien melakukan pembersaihan abses gigi dan
mengalami demam (+) pada malam harinya, sebelum dilakukan pembersihan abses
gigi pasien mengalami penurunan intake makanan dikarenakan nyeri dan bengkak
pada gigi selama 5 hari dan hanya bisa mengonsumsi makanan cair seperti
susu/energen, sehingga pasien juga merasakan nyeri dan rasa perih pada ulu hati.
Pasien mengaku sudah lama pasien tidak mengalami serangan asma, dalam satu
bulan ini tidak ada serangan sama sekali. Pasien rutin menggunakan obat semprot
asma, dan terakhir konsumsi obat kemarin pagi. Saat datang pasien lebih nyaman
dalam posisi duduk (+), berbicara terbata-bata (+) Batuk (-), pilek (-)
3. Riwayat penyakit dahulu
• Riwayat diabetes : tidak ada
• Riwayat penyakit jantung: tidak ada
• Riwayat penyakit paru : tidak ada
• Riwayat hipertensi : tidak ada

2
• Riwayat sesak nafas : (+) sejak kecil pasien sudah menderita asma, pemicu:
debu, udara dingin, dan kelelahan
4. Riwayat pengobatan :
• Dipsamol Inhaler
• Seretide Inhaler
• Nebul combivent jika terjadi serangan sesak
5. Riwayat Penyakit Keluarga
• DM (-)
• Hipertensi (+)
6. Riwayat Kebiasaan
• Makan : 3 kali sehari.
• Alkohol : (-)
• Olahraga : (-)
• Merokok : (-)
7. Riwayat alergi : (-)
8. Riwayat sosial ekonomi : menengah ke atas

2.3. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, lemas
2. Kesadaran : Compos mentis, GCS 456
3. Tanda Vital
Tekanan darah: 110/96 mmHg
Nadi : 83 x / menit, reguler, kuat angkat
Pernafasan : 27 x /menit, regular
Suhu : 36 oC
SpO2 : 99 %
4. Kulit
Warna kulit kuning sawo matang, turgor kulit normal, ikterik (-).pucat(+), ptechie (-
), pigmentasi kulit (-)
5. Kepala
Bentuk normocephal, rambut tidak mudah dicabut,vulnus laseratum(-), hematome (-
).

3
6. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor diameter 3 mm, reflek cahaya
(+).
7. Telinga
Bentuk normotia, sekret (-/-), pendengaran berkurang (-/-).
8. Hidung
Nafas cuping hidung (+/+), sekret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas (-/-),rhinorrheae (-
), vulnus ekskoriasi (-)
9. Mulut dan tenggorokan
Bibir pucat (+), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-), tonsil membesar (-), pharing
hiperemis (-).
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-).
11. Thorax
bentuk simetris, retraksi supraklavikula (-), retraksi interkostal(+), retraksi subkostal(-
), hematoma (-), jejas (-), nyeri tekan (-)
a. Cor :
I : sianosis (-), iktus kordis tidak tampak
Pa : Iktus kordis teraba pada ICS V2 cm lateral LMCS, Pulsus perifer normal
Pe : batas jantung-paru normal
A : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-), gallop (-)
b. Pulmo : statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan dan kiri simetris, benjolan (-), luka (-), hematoma
(-)
Pa : nyeri tekan (-), krepitasi (-), flail chest (-)
Pe : sonor, batas jantung-paru normal, batas paru-hepar normal
A : vesikuler normal, suara tambahan (+)
Rhonki Wheezing
- - + +
- - + +
- - + +

12. Abdomen
I : datar, distended(-), darm countur (-), darm steifung (-), jejas (-), scar (-)
4
A : bising usus (+) normal, bruit (-)
Pe : timpani, tapping pain (-)
Pa : soufel, nyeri tekan epigastric (+), hepar dan lien tidak teraba,shifting dullnes(-
),undulasi (-)
13. Ekstremitas
Akral dingin, CRT< 2 detik, edema tungkai -/-

14. Genitalia
Tidak dievaluasi
2.4. Pemeriksaan Penunjang
– Laboratorium 14/10/2021
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah Lengkap pg/ml
Hemoglobin 11.9 gr/dl 11.7 – 15.5
Eritrosit 4.7 juta/ul 3.8 – 5.2
Leukosit 5.8 ribu/ul 3.6 – 11.0
Trombosit 400 ribu/mm3 150 – 440
Hematokrit 37 % 35 – 47
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0 % 0–1
Neutrofil Stab 0 % 3-5
Neutrofil Seg 48 % 54-62
Limfosit 40 % 22 – 40
Eosinofil 0 % 2–4
Monosit 12 % 4–8
GDA 93 Mg/dl <140
IMUNOSEROLOGI
SARS COV-19 Non Reaktif Non Reaktif

5
– EKG

– Foto Rontgen Thorax


- Jantung besar dan bentuk normal
- Pulmo: peningkatan corakan
broncho vascular, tidak didapatkan
gambaran bronco infiltrate, kesan
normal
- Kedua sudut costo phrenicus
tajam
- Trachea berada di tengah
- Bone: dalam batas normal, tidak
didapatkan fraktur
- Soft tissue: swelling (-)

2.5. Diagnosa Banding


• Asma Bronchiale Eksaserbasi Akut
• COPD
2.6. Resume
Wanita usia 35 th datang ke IGD pada hari kamis tanggal 14 Oktober 2021 pukul 08.09
WIB dengan keluhan sesak setelah pingsan. Sesak dirasakan semakin berat 15 menit
SMRS. sehari SMRS pasien melakukan pembersihan abses gigi dan demam (+)
setelahnya, penurunan intake makanan selama 5 hari SMRS hanya minum susu/energen,
6
mual (+). Muntah 2x sebelum pingsan isi susu dan cairan kuning. Riwayat asma (+)
rutin konsumsi obat, obat habis sejak kemarin pagi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital TD 110/96 mmhg, Nadi 83x/menit, RR
27x/menit, dan Suhu 36oC SpO2 99%. Pemeriksaan fisik didapatkan kulit pucat,
pernafasan cuping hidung, retraksi intercostal, wheezing pada seluruh lapang paru, dan
akral dingin. Pada pemeriksaan lab didapatkan monosit 12 %, dan Swab Ag SARS
COV-19 non reaktif. Pada pemeriksaan rontgen thorax terdapat peningkatan corakan
bronchovaskuler, dan pada pemeriksaan EKG masih dalam batas normal.
2.7. Diagnosa Kerja
Asma Bronchiale Eksaserbasi Akut
2.8. Planning (penatalaksanaan)
1. Terapi
- O2 Nasal Canule 4lpm
- Infus Ringer laktat 1000 cc/24jam
- Nebul Combiven 3x1
- Ranitidin 2 dd 1 ampul
- Ondansentron 3 dd 4 mg
2. Monitoring
Keluhan dan tanda vital
3. KIE
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit pasien dan indikasi
rawat inap
- Menjelaskan pada pasien untuk menghindari pemicu terjadinya serangan asma
(dingin, debu)

2.9. Monitoring SOAP


Tgl S O A P
15/10/21 Sesak (-), Nyeri KU: Baik Asma - Infus Ringer laktat
ulu hati (+), GCS; 456 bronchiale 1000 cc/24jam
pusing (+) TD: 90/60mmHg eksaserbasi - Nebul Combiven 3x1
N; 70x/menit akut - Ranitidin 2 dd 1
RR; 22x/menit ampul
T; 360C - Ondansentron 3 dd 4

7
SpO2; 98 % mg
Nafas cuping
hidung (-) Rencana KRS:
Thorax: retraksi • Seretide Inhaler
intercostal (-), 25/50mcg 2 dd 2
vesikuler/vesikuler, semprot
suara tambahan (-/- • Lansoprazole 1dd1
) • Ibuprofen 400mg
tab 2 dd 1 prn

2.10. Prognosis
Quo ad vitam : dubia at bonam
Quo ad fungsionam : dubia at bonam
Quo ad sanationam : dubia at bonam

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi dari saluran pernafasan yang melibatkan inflamasi
pada saluran pernafasan dan mengganggu aliran udara. Inflamasi saluran nafas pada
1
asma meliputi interaksi komplek dari sel, mediator-mediator, sitokin, dan kemokin.
Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat
dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari.

3.2 Faktor Resiko

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor


penjamu (hostfactor) dan faktor lingkungan. 2
a. Faktor host

 Genetik

 Obesitas

 Jenis kelamin
b. Faktor lingkungan

 Rangsangan alergen.

 Rangsangan bahan-bahan di tempat kerja.

 Infeksi.

 Merokok

 Obat.

 Penyebab lain atau faktor lainnya.

3.3 Patofisiologi

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang dikarakteristikan dengan


proses yang sangat kompleks dan melibatkan beberapa komponen yaitu
9
hiperresponsif dari bronkial, inflamasi dan remodeling saluran pernafasan4,5

 Penyempitan Saluran Napas


Penyempitan saluran napas merupakan hal yang mendasari timbulnya
gejala dan perubahan fisiologis asma. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan timbulnya penyempitan saluran napas yaitu kontraksi otot
polos saluran napas, edema pada saluran napas, penebalan dinding saluran
napas dan hipersekresi mukus. 3

Kontraksi otot polos saluran napas yang merupakan respon terhadap


berbagai mediator bronkokonstiktor dan neurotransmiter adalah mekanisme
dominan terhadap penyempitan saluran napas dan prosesnya dapat
dikembalikan dengan bronkodilator. Edema pada saluran napas disebabkan
kerena adanya proses inflamasi. Hal ini penting pada eksaserbasi akut.
Penebalan saluran napas disebabkan karena perubahan struktural atau
disebut juga ”remodelling”.3 Proses inflamasi kronik pada asma akan
menimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh
proses penyembuhan (healing process) yang menghasilkan perbaikan
(repair) dan pergantian sel-sel yang mati atau rusak dengan sel-sel yang
baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan perbaikan jaringan yang
rusak dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang
rusak dengan jaringan penyambung yang menghasilkan jaringan parut. Pada
asma kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses penyembuhan dan
inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan struktur yang
komplek yang dikenal dengan airway remodelling.2Inflamasi kronis yang
terjadi pada bronkus menyebabkan kerusakan jaringan yang menyebabkan
proses perbaikan (repair) yang terjadi berulang-ulang. Proses remodeling
ini yang menyebabkan terjadinya asma. Namun, pada onset awal terjadinya
proses ini kadang-kadang sebelum disesbkan oleh inflamasi eosinofilik,
dikatakan proses remodeling ini dapat menyebabkan asma secara simultan.
Proses dari remodeling ini dikarakteristikan oleh peningkatan deposisi
protein ekstraselular matrik di dalam dan sekitar otot halus bronkial, dan
peningkatan daripada ukuran sel atau hipertropi dan peningkatan jumlah sel
atau hiperplasia.5

10
 Hiperreaktivitas saluran napas

Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan


patofisiologis yang secara klinis paling relevan pada penyakit
asma. Mekanisme yang bertanggungjawab terhadap reaktivitas
yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui dengan pasti
tetapi mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos saluran napas
(hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang menyebabkan
perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran respiratorik
terutama daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran
respiratorik selama kontraksi otot polos. 6,7

3.4 Manifestasi Klinis

Gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, dan
mengi. Gejala lainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum,
penurunan toleransi kerja, nyeri tenggorokan, dan pada asma alergik dapat
disertai dengan pilek atau bersin. Gejala tersebut dapat bervariasi menurut
waktu dimana gejala tersebut timbul musiman atau perenial, beratnya,
intensitas, dan juga variasi diurnal. Timbulnya gejala juga sangat
dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti paparan terhadap alergen,
udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau aktivitas fisik. Faktor
11
sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada pasien asma, seperti
karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat bekerja atau
sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan.4

3.5 Diagnosis

Diagnosis asma ditegakkan bila dapat dibuktikan adanya obstruksi jalan


nafas yang reversibel. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat
penyakit/gejala :
- bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

- gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak.

- gejala timbul/memburuk di malam hari.

- respons terhadap pemberian bronkodilator.


Selain itu melalui anamnesis dapat ditanyakan mengenai riwayat
keluarga (atopi), riwayat alergi/atopi, penyakit lain yang memberatkan,
perkembangan penyakit dan pengobatan. Adapun beberapa tanda dan gejala
yang dapat meningkatkan kecurigaan terhadap asma adalah :
1. Di dengarkan suara mengi (wheezing) sering pada anak-anak

Apabila didapatkan pemeriksaan dada yang normal, tidak dapat


mengeksklusidiagnosis sama, apabila terdapat :
1. Memiliki riwayat dari: Batuk, yang memburuk dimalam hari, mengi yang berulang,
kesulitan bernafas. Sesak nafas yang berulang

2. Keluhan terjadi dan memburuk saat malam

3. Keluhan terjadi atau memburuk saat musim tertentu

4. Pasien juga memiliki riwayat eksema, hay fever, atau riwayat keluarga
asma ataupenyakit atopi
5. Keluhan terjadi atau memburuk apabila terpapar : bulu binatang. rokok, aerosol
bahan kimia. perubahan temperature, debu tungau, obat-obatan (aspirin,beta bloker),
beraktivitas, serbuk tepung sari, infeksi saluran pernafasan

6. Keluhan berespon dengan pemberian terapi anti asma


Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda obstruksi saluran
nafas dan tanda yang khas adalah adanya mengi pada auskultasi. Namun pada

12
sebagian penderita dapat ditemukan suara nafas yang normal pada auskultasi
walaupun pada pengukuran faal paru telah terjadi penyempitan jalan nafas. 2,3

Pengukuran faal paru dilakukan untuk menilai obstruksi jalan nafas,


reversibiliti kelainan faal paru, variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak
langsung hiper-responsif jalan nafas. Pemeriksaan faal paru yang standar
adalah pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow meter (arus puncak
ekspirasi). Pemeriksaan lain yang berperan untuk diagnosis antara lain uji
provokasi bronkus dan pengukuran status alergi. Uji provokasi bronkus
mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah. Komponen
alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau
pengukuran IgE spesifik serum, namun cara ini tidak terlalu bernilai dalam
mendiagnosis asma, hanya membantu dalam mengidentifikasi faktor
pencetus.2,3

3.6 Klasifikasi Asma


Tabel 1. Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis (Sebelum
Pengobatan)2

Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru


I. Intermiten Bulanan APE ≥ 80%
 Gejala < 1x/minggu  ≤ 2x/bulan  VEP1 ≥ 80% nilai prediksi
 Tanpa gejala diluar serangan  APE ≥ 80% nilai terbaik
 Serangan singkat  Variabilitas APE < 20%
II. Persisten
Ringan Mingguan APE ≥ 80%
 Gejala > 1x/minggu, tapi <  > 2x/bulan  VEP1 ≥ 80% nilai prediksi
1x/hari  APE ≥ 80% nilai terbaik
 Serangan dapat mengganggu  Variabilitas APE 20-30%
aktivitas dan tidur
 Membutuhkan bronkodilator
setiap hari
III. Persisten
Sedang Harian APE 60-80%
 Gejala setiap hari  >1x/minggu  VEP1 60-80% nilai prediksi
 Serangan menggangu aktivitas  APE 60-80% nilai terbaik
 dan
Membutuhkan
tidur bronkodilator
 Variabilitas APE > 30%
setiap hari
IV. Persisten
Berat Kontinyu APE ≤ 60%
 Gejala terus menerus  Sering  VEP1 ≤ 60% nilai prediksi
 Sering kambuh  APE≤ 60% nilai terbaik
 Aktivitas fisik terbatas  Variabilitas APE > 30%

13
Tabel 2. Klasifikasi Derajat Asma pada Penderita dalam Pengobatan2

Tahapan pengobatan yang digunakan saat penilaian


Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3
Gejala dan faal paru dalam pengobatan Intermite Pesisten Persiste
n ringan n
sedang
Tahap I: Intermiten Intermiten Persisten ringan Persiste
Gejala < 1x/mggu nsedang
Serangan singkat
Gejala malam <
2x/bln
Faal paru normal diluar serangan
Tahap II: Persisten Ringan Persisten ringan Persisten sedang Persisten
Gejala >1x/mggu, tapi berat
<1x/hari
Gejala malam >2x/bln, tapi
<1x/mggu Faal paru normal diluar
serangan
Tahap III: Persisten Persisten sedang Persisten berat Persisten
Sedang Gejala setiap hari berat
Serangan mempengaruhi tidur dan
aktivitas Gejala malam >1x/mggu
60%<VEP1<80% nilai
prediksi 60%<APE<80%
nilai terbaik
Tahap III: Persisten Persisten berat Persisten berat Persisten
Berat Gejala terus berat
menerus Serangan
sering
Gejala malam sering
VEP1≤60% nilai prediksi,
atau APE≤60% nilai terbaik

14
3.7 Tatalaksana
Pengobatan Sesuai Berat Asma2

Semua tahapan : ditambahkan agonis β2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak > 3-4x/hari
Berat Asma Medikasi Pengontrol Alternatif/Pilihan Lain Alternatif Lain
Harian
Asma Tidak perlu - -
Intermiten
Asma Persisten Glukokortikosteroid  Teofilin lepas lambat -
Ringan inhalasi (200-400ug
 Kromolin
BD/hari atau equivalennya)
 Leukotrien modifiers
Asma Persisten Kombinasi inhalasi  Kombinasi inhalasi  Ditambah agonis
Sedang glukokortikosteroid (400- glukokortikosteroid (400- β2 kerja lama oral,
800ug BD/hari atau 800ug BD/hari atau atau
equivalennya) dan agonis equivalennya) ditambah
 Ditambahkan
β2 kerja lama teofilin lepas lambat, atau
teofilin lepas
 Kombinasi inhalasi lambat
glukokortikosteroid (400-
800ug BD/hari atau
equivalennya) ditambah
agonis β2 kerja lama oral,
atau
 Glukokortikosteroid
inhalasi dosis tinggi
(>800ug BD atau
equivalennya) atau
 Glukokortikosteroid
inhalasi (400-800ug BD
atau equivalennya)
ditambah leukotriene
modifiers
Asma Persisten Kombinasi inhalasi Prednisolon/ metil
Berat glukokortikosteroid prednisolon oral selang sehari
(>800ug BD/hari atau 10 mg ditambah agonis β2
equivalennya) dan agonis kerja lama oral, ditambah
β2 kerja lama, ditambah ≥1 teofilin lepas lambat
dibawah ini:
- teofilin lepas lambat
- leukotriene modifiers
- glukokortikosteroid oral
Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian
diturunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol

15
MENETAPKAN PENGOBATAN PADA SERANGAN AKUT

Kunci awal dalam penanganan serangan akut adalah penilaian berat serangan.
Tabel 4. Klasifikasi Berat Serangan Asma Akut1

Gejala dan Berat Serangan Akut Keadaan


Tanda Mengancam
Ringan Sedang Berat Jiwa

Sesak nafas Berjalan Berbicara Istirahat

Posisi Dapat tidur terlentang Duduk Duduk membungkuk

Cara berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata

Kesadaran Mungkin gelisah Gelisah Gelisah Mengantuk,


gelisah,
kesadaran
menurun

Frekuensi nafas < 20/menit 20-30/menit > 30 menit

Nadi < 100 100-120 > 120 Bradikardia

Pulsus - ± + -
paradoksus
10 mmHg 10-20 mmHg > 25 mmHg kelelahan
otot

Otot bantu - + + Torakoabdo


nafas dan minal
retraksi paradoksal
suprasternal
Mengi Akhir ekspirasi paksa Akhir ekspirasi Inspirasi dan Silent chest
ekspirasi

APE > 80% 60-80% < 60%

PaO2 > 80 mmHg 80-60 mmHg < 60 mmHg

PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

SaO2 > 95% 91-95% < 90%

16
Tabel 5. Rencana Pengobatan Serangan Asma Berdasarkan Berat Serangan dan
Tempat Pengobatan1

Serangan Pengobatan Tempat pengobatan


Ringan Terbaik: Di rumah
Aktivitas relatif normal Inhalasi agonis β2
Berbicara satu kalimat dalam 1 Alternatif: Di praktek dokter/ klinik/
nafas Kombinasi oral agonis β2 dan puskesmas
Nadi < 100 teofilin
APE > 80%
Sedang Terbaik:
Jalan jarak jauh timbulkan gelaja Nebulasi agonis β2 @ 4 jam Darurat gawat/RS
Berbicara beberapa kata dalam 1 Alternatif: Klinik
nafas - Agonis β2 subkutan Praktek dokter
Nadi 100-120 - Aminofilin iv Puskesmas
APE 60-80% - Adrenalim 1/1000 0,3 mL sc
Oksigen bila mungkin
Kortikosteroid sistemik

Berat Terbaik: Darurat gawat/RS


Sesak saat istirahat Nebulasi agonis β2 @ 4 jam Klinik
Berbicara kata perkata dalam 1 Alternatif:
nafas - Agonis β2 sc/iv
Nadi > 120 - Adrenalim 1/1000 0,3 mL sc
APE < 60% atau 100 L/dtk
Aminofilin bolus dilanjutkan drip
Oksigen
Kortikosteroid iv

Mengancam jiwa Seperti serangan akut berat Darurat gawat/RS


Kesadaran berubah /menurun Pertimbangkan intubasi dan ICU
Gelisah ventilasi mekanik
Sianosis
Gagal nafas

17
KONTROL SECARA TERATUR

Dua hal penting yang harus diperhatikan dokter dalam penatalaksanaan asma
jangka panjang adalah melakukan tindak lanjut/follow up teratur dan merujuk
ke ahli paru pada keadaan-keadaan tertentu.

Jika asma tidak terkontrol pada pengobatan yang dijalani, maka pengobatan harus di
naikkan. Secara umum, perbaikan harus dilihat selama 1 bulan. Tetapi sebelumnya harus
dinilai tehnik medikasi pasien, kepatuhan dan usaha menghindari faktor resiko. Jika asma
sebagian terkontrol, dipertimbangkan menaikkan pengobatan yang tergantung pada
keefektifan terhadap pengobatan yang ada, keamanan, dan harga serta kepuasan pasien
terhadap pengobataan yang dijalani pasien. Dan jika, asma berhasil dikontrol selama
minimal 3 bulan, pengobatan dapat diturunkan secara gradual. Tujuan nya adalah
mengurangi pengobatan. Monitoring tetap penting dilakukan setelah asma terkontrol,
karena asma dapat tetap dapat terjadi eksaserbasi apabila kehilangan kontrol.
18
3.8 KIE
edukasi yang diberikan antara lain adalah pemahaman mengenai asma, tujuan
pengobatan, bagaimana mengidentifikasi dan mengontrol factor pencetus, obat-obat
yang digunakan berikut efek samping obat, dan juga penanganan asma di rumah.

19
BAB IV
PEMBAHASAN
TEORI KASUS
ANAMNESA ANAMNESA
- Bersifat episodic, reversible, dengan atau tanpa - Pasien memiliki Riwayat asma
gejala sejak kecil
- Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, - Saat kambuh pasien mengeluh
dan berdahak sesak dan berat di dada
- Gejala timbul/memburuk di malam hari - Sering kambuh jika terkena
- Respon terhadap bronchodilator paparan debu, udara dingin,
- Memiliki Riwayat asma, atopi ataupun kelelahan
- Memburuk bila terpapar debu, bulu binatang, - Membaik dengan prmberian
perubahan suhu, rokok, maupun aerosol bahan kimia obat semprot/nebul combiven
PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN FISIK
- Adanya peningkatan respiratory rate - RR: 27 x /menit, regular
- Pernafasan cuping hidung - Nafas cuping hidung (+/+),
- Penggunaan otot-otot bantu nafas - Retraksi interkostal(+),
- Pada auskultasi ditemukan suara tambahan wheezing - Wheezing seluruh lapang paru
- Akral dingin
PEMERIKSAAN PENUNJANG PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan spirometry - Peningkatan monosit
- Pemeriksaan Ig E serum - Swab Ag SARS-Cov19 Non
- Skin prick test reaktif
- Peningkatan jumlah eosinofil
TATALAKSANA TATALAKSANA
- Tatalaksana sesuai dengan derajat asma, dan - Berdasarkan anamnesa dan
termasuk dalam serangan akut/ tidak. pemeriksaan fisik, pasien
- Serangan akut derajat sedang diberikan nebulisaasi termasuk dalam asma
agonis beta tiapm4 jam, Oksigen bila mungkin bronchiale eksaserbasi akut
Kortikosteroid sistemik - O2 4 lpm
- Alternatif selain nebul agonis beta: Agonis β2 - Nebul combiven 3x sehari k/p
subkutan, Aminofilin iv, Adrenalim 1/1000 0,3 mL sc

20
BAB V
KESIMPULAN

Asma merupakan penyakit yang diakibatkan karena adanaya inflamasi pada


saluran nafas, yang bersifat reversible. Seringkali ditandai dengan sesak nafas, batuk,
mengi dan rasa sesak di dada. Disagnosis Asma dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Tatalaksana pada asma
sendiri tergantung pada beratnya derajat serangan asma dan termasuk kedalam
serangan akut/ tidak
Pada pasien ini berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang disimpulkan termasuk kedalam asma bronchiale eksaserbasi akut derajat
sedang sehingga penatalaksanaan yang diberikan sesuai dengan derajat serangan yaitu
diberikan oksigen serta nebulisasi agonis beta, dan pemberian obat simtomatis lainnya

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Megan Stapleton, PharmD, Amanda Howard-Thompson. Smoking and Asthma.


JABFM May–June 2011 Vol. 24 No. 3, p.313-322
2. Mangunegoro, H. Widjaja, A. Sutoyo, DK. Yunus, F. Pradjnaparamita. Suryanto, E.
et al. (2004), Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
3. N. Miglino, M. Roth, M. Tamm and P. Borger. House dust mite extract
downregulates C/EBPa in asthmatic bronchial smooth muscle cells. Eur Respir J
2011; 38: 50–58
4. O’Byrne, P. Bateman, ED. Bosquet, J. Clark, T. Otha, K. Paggiaro, P. et al. (2010),
Global Initiative for Asthma Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, Ontario Canada.
5. Sundaru, H. Sukamto. (2006), Asma Bronkial, In: Sudowo, AW. Setiyohadi, B.
Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I,
Edisi Keempat, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, pp: 247-252.
6. I. Bara, A. Ozier, J-M. Tunon de Lara, R. Marthan and P. Berger. Pathophysiology
of bronchial smooth muscle remodelling in asthma. Eur Respir J 2010; 36: 1174–
1184
7. McFaden, ER. (2005), Asthma, In: Kasper, DL. Pauci, AS. Longo, DL. Draunwald,

E. Hauser, SL. Jameson, JL. (eds), Harrison’s Principal of Medicine, 16th ed, Vol 2,
McGraw-Hill, Philladelphia, pp:1508-1515.
8. Chesnutt, MS. Prendergast, TJ. (2007), Lung, In: McPhee, SJ. Papadakis, MA. (eds)
Current Medical Diagnosis and Treatment, 46th ed, McGrawHill, Philadelphia, pp:
230-241.
9. G. Horvath and A. Wanner. Inhaled corticosteroids: effects on the airway
vasculature in bronchial asthma. Eur Respir J 2006; 27: 172–187
10. Mario Castro, Adalberto S. Rubin, Michel Laviolette. Effectiveness and Safety of
Bronchial Thermoplasty in the Treatment of Severe Asthma. Am J Respir Crit Care
Med Vol 181. pp 116–124, 2010

22

Anda mungkin juga menyukai