Anda di halaman 1dari 27

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH ETIKA KEPERAWATAN

MAKALAH DILEMA ETIK (MORAL DAN HUKUM)

KELOMPOK 6 :
1. JULLIANA Br. MUNTHE
2. PRATIWI
3. PURWO HADI S.
4. RAHMALIA KOMARA
5. SRIYANI

AKPER HERMINA MANGGALA HUSADA JAKARTA


TAHUN 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat.
Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan
kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu pengetahuan dan teori
keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah
mempunyai body of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat
diimplementasikan kepada masyarakat langsung.
Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk
implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada
individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan
dari sakit, dengan kata lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitasi.
Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung berhubungan
dan berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat interaksi inilah sering
timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja maupun tidak disengaja,
kondisi demikian inilah sering menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan
penerima praktek keperawatan. Oleh karena itu profesi keperawatan harus
mempunyai standar profesi dan aturan lainnya yang didasari oleh ilmu pengetahuan
yang dimilikinya, guna memberi perlindungan kepada masyarakat. Dengan adanya
standar praktek profesi keperawatan inilah dapat dilihat apakah seorang perawat
melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk pelanggaran praktek keperawatan
lainnya.
Kelalaian (Negligence) adalah salah satu bentuk pelanggaran praktek
keperawatan, dimana perawat melakukan kegiatan prakteknya yang seharusnya
mereka lakukan pada tingkatannya, lalai atau tidak mereka lakukan. Kelalaian ini

2
berbeda dengan malpraktek, malpraktek merupakan pelanggaran dari perawat yang
melakukan kegiatan yang tidak seharusnya mereka lakukan pada tingkatanya tetapi
mereka lakukan.
Kelalaian dapat disebut sebagai bentuk pelanggaran etik ataupun bentuk
pelanggaran hukum, tergantung bagaimana masalah kelalaian itu dapat timbul, maka
yang penting adalah bagaimana menyelesaikan masalah kelalaian ini dengan
memperhatikan dari berbagai sudut pandang, baik etik, hukum, manusianya baik yang
memberikan layanan maupun penerima layanan. Peningkatan kualitas praktek
keperawatan, adanya standar praktek keperawatan dan juga meningkatkan kualitas
sumber daya manusia keperawatan adalah hal penting.
Dengan berbagai latar belakang diatas maka kelompok membahas beberapa hal
yang berkaitan dengan kelalaian, baik ditinjau dari hukum dan etik keperawatan,
disamping itu juga kelompok membahas bagaimana dampak dan bagaimana
mencegah serta melindungi klien dari kelalaian praktek keperawatan.

B. Tujuan
Tujuan umum adalah mahasiswa dapat memahami kelalaian dalam tindakan
keperawatan dilihat dari dimensi norma dan dimensi hukum.
Tujuan khusus mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian, kriteria dan unsur-
unsur terjadinya kelalaian, disamping itu juga dapat menjelaskan dampak yang terjadi
dengan adanya kelalaian serta bagaimana mencegah terjadinya kelalaian dalam
praktek keperawatan.

C. Manfaat
Manfaat yang didapat dari pembuatan makalah ini adalah :
 Menambah pengetahuan mahasiswa tentang pengertian norma, hukum,
kriteria dan unsur-unsur terjadinya kelalaian dari etika seorang perawat.
 Menambah pengalaman dalam menyelesaikan kasus kelalaian dari etika
keperawatan

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Beberapa Definisi
1. Pengertian tentang nilai, moral, dan tradisi
Nilai - nilai (values) dalam praktek keperawatan adalah suatu keyakinan seorang
perawat terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku
perawat dalam pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien.
Moral dalam dunia keperawatan sebenarnya hampir sama dengan pengertian etika.
Biasanya merujuk pada standar personal (seorang perawat) tentang benar atau salah
dalam praktek keperawatan. Pemahaman ini sangat penting bagi setiap perawat
untuk bisa mengenal antara etika dalam agama, hukum, tradisi dan adat istiadat,
termasuk juga praktek profesional seperti pelayanan kesehatan terhadap pasien.
Tradisi adalah seperangkat keyakinan dan sikap masyarakat secara komunal tentang
kebenaran dan penghargaan dari suatu pemikiran, objek, atau perilaku yang
berorientasi pada tindakan dan pemberian makna pada kehidupan seseorang.
Misalnya di sebuah masyarakat masih ada yang menganggap bahwa persalinan tidak
boleh lepas dari tenaga dan jasa seorang dukun beranak (bukan perawat atau dokter).
Oleh karena itu ketika melayani masyarakat yang memiliki tradisi semacam itu,
perawat harus bekerja sama dengan para dukun beranak, bukan menjauhi mereka.
Dengan kerja sama semacam ini, maka akan ada kesinambungan antara perawat dan
dukun, dan membuat masyarakat tetap menerima jasa pelayanan keperawatan dalam
persalinan.
Nilai fundamental dalam praktek keperawatan professional The American
Association Colleges of Nursing mengidentifikasi tujuh nilai - nilai fundamental
dalam praktek keperawatan profesional atau kehidupan profesional seorang perawat
yaitu:
a. Aesthetics (keindahan)
Seorang perawat harus memberikan kepuasan terhadap pasien dalam pelayanan
kesehatannya dengan menghargai pasien, menunjukkan kreativitas perawat

4
dengan keahlian dan ketrampilan yang sangat mumpuni, imajinatif, sensitivitas,
dan kepedulian terhadap kesehatan pasien yang dirawatnya.
b. Altruism (mengutamakan orang lain)
Seorang perawat selalu mengutamakan kepentingan pasien di atas kepentingan
pribadinya dan berusaha peduli bagi kesejahteraan orang lain.
c. Equality (kesetaraan)
Seorang perawat memiliki hak atau status yang sama dengan tenaga medis lain.
Persamaan itu terletak dalam statusnya sebagai pelayan kesehatan bagi
masyarakat, meskipun keahlian dan kompetensinya jelas tidak sama.
d. Freedom (kebebasan)
Seorang perawat memiliki kebebasan untuk berpendapat dan bekerja yang
tentunya tidak bertentangan dengan prinsip - prinsip dan kode etik keperawatan.
e. Human dignity (martabat manusia)
Perawat menghargai martabat manusia dan keunikan individu yang dirawatnya
yang ditunjukkan dengan sikap empati, kebaikan, pertimbangan matang dalam
mengambil tindakan keperawatan, dan penghargaan setinggi - tingginya terhadap
kepercayaan pasien dan masyarakat luas.
f. Justice (keadilan)
Perawat berlaku adil dalam memberikan asuhan keperawatan tanpa melihat strata
sosial, suku, ras, agama dan perbedaan lainnya
g. Truth (kebenaran)
Perawat selalu menjunjung tinggi nilai - nilai kebenaran dalam menyampaikan
pesan kepada pasien maupun melakukan tindakan keperawatan terhadap pasien
yang ditunjukkan dengan sikap bertanggung gugat, jujur, rasional dan
keingintahuan yang besar akan ilmu pengetahuan yang terus berkembang.

2. Pengertian Hukum dalam keperawatan


Hukum adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum, sedangkan
etika adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah non hukum, yaitu kaidah-
kaidah tingkah laku (etika) (Supriadi, 2001).

5
Hukum adalah ” A binding custom or practice of acommunity: a rule of conduct or
action, prescribed or fomally recognized as binding or enforced by a controlling
authority “ (Webster’s, 2003).
Banyak sekali definisi-definisi yang berkaitan dengan hukum, tetapi yang penting
adalah hukum itu sifatnya rasionalogic, sedangkan tentang hukum dalam
keperawatan adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum
keperawatan yang rasionalogic dan dapat dipertanggung jawabkan.
Fungsi hukum dalam keperawatan, sebagai berikut:
a. Memberi kerangka kerja untuk menetapkan kegiatan praktek perawatan apa
yang legal dalam merawat pasien.
b. Membedakan tanggung jawab perawat dari profesi kesehatan lain
c. Membantu menetapkan batasan yang independen tentang kegiatan keperawatan
d. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan membuat
perawat akontabilitas dibawah hukum yang berlaku

Moral dan Hukum


Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak bermakna kalau tidak dijiwai moralitas.
Tanpa moralitas, hukum akan kosong. Kualitas hukum sebagian besar ditentukan oleh
mutu moralnya. Karena itu, hukum selalu harus diukur dengan norma moral. Di sisi lain,
moral juga membutuhkan hukum. Moral akan mengawang awang saja, kalau tidak
diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat, seperti terjadi dengan hukum.
Sekalipun ada hubungan yang erat antara moral dan hukum, namun perlu diingat bahwa
moral dan hukum tidak sama.
PERBEDAAN HUKUM DAN MORAL
HUKUM MORAL
Ditulis sistematis, relatif pasti dan obyektif. Subjektif dan akibatnya lebih banyak
Contoh: KUHAP diganggu oleh diskusi-diskusi yang
mencari kejelasan tentang apa yang
dianggap etis Keputusan Moral dan Teori
Moral dalam Keperawatan
atau tidak. Contoh: perdebatan tentang cara

6
duduk wanita saat dibonceng naik motor
Mengatur perilaku lahiriah misalnya Mengatur perilaku batiniah misalnya
perbuatan mencuri, memperkosa, menyontek, membicarakan kejelekan orang
membunuh (gosip), meminjam uang tapi tidak
dikembalikan
Sanksinya memaksa. Contoh: pelaku Sanksi cenderung tidak memaksa.
korupsi pasti akan dituntut hukuman pidana Misalnya:kita hanya bisa melarang teman
penjara kita berhenti bergosip tetapi tidak bisa
memaksa mereka untuk berhenti bergosip
Didasarkan pada kehendak Didasarkan pada norma moral yang
masyarakat/negara. Misalnya Orang yang melebihi individu/masyarakat/negara.
melakukan korupsi pasti akan dihukum Misalnya: orang yang ketahuan melakukan
berat sesuai dengan KUHAP perselingkuhan tentunya akan mendapat
malu dan dijauhi oleh masyarakat.

Malpraktek
Balck’s law dictionary mendefinisikan malpraktek sebagai ”professional misconduct or
unreasonable lack of skill” atau failure of one rendering professional services to exercise
that degree of skill and learning commonly applied under all the circumstances in the
community by the average prudent reputable member of the profession with the result of
injury, loss or damage to the recipient of those services or those entitled to rely upon
them”.
Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi karena tindakan yang
disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence),
ataupun suatu kekurang-mahiran/ketidakkompetenan yang tidak beralasan (Sampurno,
2005). Malpraktek dapat dilakukan oleh profesi apa saja, tidak hanya dokter, perawat.
Profesional perbankan dan akutansi adalah beberapa profesi yang dapat melakukan
malpraktek.

Kelalaian (Negligence)

7
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti
malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian.
Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar standar sehingga
mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno, 2005).
Sedangkan menurut Amir dan Hanafiah (1998) yang dimaksud dengan kelalaian adalah
sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati
melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan
sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.
Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan sesuatu yang seharusnya
dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994).

Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan
pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah
standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat
tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim
dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama.
Jenis-jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:
1. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak
tepat/layak, misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang
memadai/tepat
2. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat
Misal: melakukan tindakan keperawatan dengan menyalahi prosedur
3. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan
kewajibannya.
Misal: Pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan.

Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan
dianggap lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu:

8
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak
melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi
tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpanagan kewajiban
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai
kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini
harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan
kerugian yang setidaknya menurunkan “Proximate cause”

Dampak Kelalaian

Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja

kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, Individu perawat

pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan

perdata dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).

Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian merupakan bentuk dari

pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat pelanggaran autonomy,

justice, nonmalefence, dan lainnya. (Kozier, 1991) dan penyelesainnya dengan

menggunakan dilema etik. Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini dapat ditujukan

bagi pelaku baik secara individu dan profesi dan juga institusi penyelenggara pelayanan

praktek keperawatan, dan bila ini terjadi kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana

dan perdata (pasal 339, 360 dan 361 KUHP).

B. Liabilitas dalam praktek keperawatan

9
Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap setiap tindakan atau
kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional, seperti halnya tenaga kesehatan lain
mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya yang timbulkan dari kesalahan
tindakannya. Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari kesalahan yang
dilakukan oleh perawat baik berupa tindakan kriminal kecerobohan dan kelalaian.

Seperti telah didefinisikan diatas bahwa kelalaian merupakan kegagalan melakukan


sesuatu yang oleh orang lain dengan klasifikasi yang sama, seharusnya dapat dilakukan
dalam situasi yang sama, hal ini merupakan masalah hukum yang paling lazim terjadi
dalam keperawatan. Terjadi akibat kegagalan menerapkan pengetahuan dalam praktek
antara lain disebabkan kurang pengetahuan. Dan dampak kelalaian ini dapat merugikan
pasien.

Sedangkan akuntabilitas adalah konsep yang sangat penting dalam praktik keperawatan.
Akuntabilitas mengandung arti dapat mempertaggung jawabkan suatu tindakan yang
dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan tersebut (Kozier, 1991).

C. Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan.


Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan penerima praktek
keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai berikut:
1. Undang – undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan pasal
32 (penyembuhan penyakit dan pemulihan)
2. Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
3. Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi surat ederan
Direktur Jendral Pelayanan Medik No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang
penerapan standard praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di Rumah Sakit.
5. Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat dan
direvisi dengan SK Kepmenkes No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan
praktik perawat.

10
Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan memiliki
akontabilitas terhadap keputusan dan tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari
tidak menutup kemungkinan perawat berbuat kesalahan baik sengaja maupun tidak
sengaja. Oleh karena itu dalam menjalankan prakteknya secara hukum perawat harus
memperhatikan baik aspek moral atau etik keperawatan dan juga aspek hukum yang
berlaku di Indonesia. Fry (1990) menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua
komponen utama, yakni tanggung jawab dan tanggung gugat. Hal ini berarti tindakan
yang dilakukan perawat dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang
dapat dibenarkan atau absah (Priharjo, 1995)

D. Tanggung jawab profesi perawat


Perawat adalah salah satu pekerjaan yang memiliki ciri atau sifat yang sesuai dengan
ciri-ciri profesi. Saat ini Indonesia sudah memiliki pendidikan profesi keperawatan yang
sesuai dengan undang-undang sisdiknas, yaitu pendidikan keprofesian yang diberikan
pada orang yang telah memiliki jenjang S1 di bidang keperawatan, bahkan sudah ada
pendidikan spesialis keperawatan. Organisasi profesi keperawatan telah memiliki
standar profesi walaupun secara luas sosialisasi masih berjalan lamban. Karena
Tanggung jawab dapat dipandang dalam suatu kerangka sistem hirarki, dimulai dati
tingkat individu, tingkat institusi/profesional dan tingkat sosial (Kozier,1991)

Profesi perawat telah juga memiliki aturan tentang kewenangan profesi, yang memiliki
dua aspek, yaitu kewenangan material dan kewenangan formil. Kewenagan material
diperoleh sejak seseorang memperoleh kompetensi dan kemudian ter-registrasi, yang
disebut sebagai Surat ijin perawat (SIP) dalam kepmenkes 1239. sedangkan kewenangan
formil adalah ijin yang memberikan kewenangan kepada perawat (penerimanya) untuk
melakukan praktek profesi perawat, yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja didalam
suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau
kelompok. (Kepmenkes 1239, 2001)

Kewenangan profesi haruslah berkaitan dengan kompetensi profesi, tidak boleh keluar
dari kompetensi profesi. Kewenangan perawat melakukan tindakan diluar kewenangan

11
sebagaimana disebutkan dalam pasal 20 Kepmenkes 1239 adalah bagian dari good
samaritan law yang memang diakui diseluruh dunia. Otonomi kerja perawat
dimanifestasikan ke dalam adanya organisasi profesi, etika profesi dan standar pelayanan
profesi. Oragnisasi profesi atau representatif dari masyrakat profesi harus mampu
melaksanakan self-regulating, self-goverming dan self-disciplining, dalam rangka
memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa perawat berpraktek adalah perawat yang
telah kmpeten dan memenuhi standar.

Etika profesi dibuat oleh organisasi profesi/masyarakat profesi, untuk mengatur sikap dan
tingkah laku para anggotanya, terutama berkaitan dengan moralitas. Etika profesi perawat
mendasarkan ketentuan-ketentuan didalamnya kepada etika umum dan sifat-sifat khusus
moralitas profesi perawat, seperti autonomy, beneficence, nonmalefience, justice, truth
telling, privacy, confidentiality, loyality, dan lalin-lain. Etika profesi bertujuan
mempertahankan keluhuran profesi umumnya dituliskan dalam bentuk kode etik dan
pelaksanaannya diawasi oleh sebuah majelis atau dewan kehormatan etik.
Sedangkan standar pelayanan Kepmenkes 1239 disebut sebagai standar profesi, dan
diartikan sebagai pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalanankan profesi secara baik dan benar.

Tanggung jawab hukum pidana profesi perawat jelas merupakan tanggung jawab
perorangan atas perbuatan pelanggaran hukum pidana yang dilakukannya. Jenis pidana
yang mungkin dituntutkan kepada perawat adalah pidana kelalaian yang mengakibatkan
luka (pasal 360 KUHP), atau luka berat atau mati (pasal 359 KUHP), yang
dikualifikasikan dengan pemberatan ancaman pidananya bila dilakukan dalam rangka
melakukan pekerjaannya (pasal 361 KUHP). Sedangkan pidana lain yang bukan kelalaian
yang mungkin dituntutkan adalah pembuatan keterangan palsu (pasal 267-268 KUHP).

Didalam setting Rumah Sakit, pidana kelallaian yang dapat dituntutkan kepada profesi
perawat dapat berupa kelalaian dalam melakukan asuhan keperawatan maupun kelalaian
dalam melakukan tindakan medis sebagai pelaksana delegasi tindakan medis. Kelalaian
dapat berupa kelalaian dalam mencegah kecelakaan di Rumah Sakit (jatuh), kelalaian

12
dalam mencegah terjadinya decubitus atau pencegahan infeksi, kelalaian dalam
melakukan pemantauan keadaan pasien, kelalaian dalam merespon suatu kedaruratan,
dan bentuk kelalaian lainnya yang juga dapat terjadi pada pelayanan profesi perorangan.

Teori Etik
Teori Etik akan kita bagi dalam 3 golongan yaitu teori etik tradisional, teori etik
modern, dan teori etik kontemporer.
a. Teori Etik Tradisional (Sebelum Tahun 1500) diantaranya adalah:
 Egoism
Teori ini menekankan pada apa yang terbaik untuk saya. Perawat merawat klien
hanya untuk keperluan pribadi. Misalnya : Perawat mau merawat klien AIDS
asalkan dibayar lebih.
 Subjectivism
Teori ini menekankan pada baik buruknya tindakan ditentukan oleh pandangan
seseorang. Misalnya jika menurut pandangan seseorang merawat klien AIDS itu
baik maka perawat akan merawatnya.
 Relativism
Teori ini menekankan pada baik buruknya tindakan bergantung pada nilai-nilai
yang dianut oleh individu atau masyarakat. Misalnya : merawat pasien HIV itu bisa
dikatakan baik dan bisa juga di katakan tidak baik tergantung pandangan
masyarakat.
 Objectivism
Teori ini menekankan bahwa ada nilai-nilai yang lebih tinggi dalam menentukan
baik buruk yang dapat dinilai secara objektif.
 Moralism
Teori ini menekankan bahwa diperlukan diskusi moral dalam membuat keputusan
yang etis.
 Nihilisme
Teori ini mengatakan bahwa tidak perlu ada argumentasi terhadap masalah etik
tentang kehidupan karena alam ini akan berakhir.
 Rasional Paternalistik

13
Teori ini menekankan bahwa dokter/perawat lebih tahu apa yang paling baik bagi
pasien
 Eudemonism
Tindakan dikatakan baik apabila bertujuan untuk kebaikan/mempunyai tujuan yang
baik
 Hedonism
Teori ini menekankan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang bisa
menyenangkan banyak orang. Misalnya : jika merokok itu menyenangkan banyak
orang maka dikatakan baik
 Stoicism
Teori ini menekankan bahwa perawat menyadari keterbatasan kekuatan manusia
pasrah dan menerima apa adanya adalah suatu kebajikan.
 Natural law
Teori ini menjelaskan bahwa apa yang diatur Tuhan, itulah yang baik untuk
dilakukan misalnya menurut Alkitab atau Al Qur’an.
b. Teori Etik Modern (1500 - 1900)
 Altruism
Teori ini menekankan bahwa perawat menunjukkan kasih, kebaikan dan jujur pada
klien dalam memberikan asuhan keperawatan
 Utilitarianism dan Teleologi
Teori ini menekankan pada pencapaian hasil akhir yang terjadi. Pencapaian hasil
dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia
(Kelly, 1987). Misalnya : bayi yang lahir tanpa tulang tengkorak lebih baik
diijinkan meninggal daripada sepanjang hidupnya menderita
 Deontologi
Menurut Kant, benar atau salah bukan ditentukan oleh hasil akhir atau konsekwensi
dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Kant berpendapat bahwa
prinsip moral atau yang terkait dengan tugas harus bersifat universal, tidak
kondisional, dan imperatif. Contoh : penerapan deontologi adalah seorang perawat
yang yakin bahwa klien harus diberi tahu tentang yang sebenarnya terjadi walaupun
kenyataan tersebut sangat menyakitkan.

14
 Voluntarism
Teori ini menekankan pada niat. Suatu tindakan dikatakan baik jika ada niat yang
baik
 Marxism
Teori ini menekankan bahwa tindakan yang baik didasarkan pada komunis.
Marxisme berisi nilai-nilai komunis, kelompok masyarakat yang berkuasa, secara
individu tidak bebas.
c. Teori Etik Kontemporer
 Individualism
Teori ini menekankan pada self determination artinya tindakan dikatakan baik
ditentukan oleh dirinya sendiri.
 Existentialism
Seseorang bertanggung jawab atas keputusan bagi dirinya
 Justice based ethics
Teori ini menekankan pada keadilan sebagai titik sentral. Sebaik-baiknya suatu
teori jika tidak adil harus ditolak. Pada teori ini hak asasi manusia dijamin karena
keadilan

Prinsip Moral Dalam Etika Keperawatan


Prinsip Moral mempunyai peran yang penting dalam menentukan perilaku yang etis dan
dalam pemecahan masalah etik. Prinsip moral merupakan standar umum dalam
melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik. Prinsip moral berfungsi
untuk menilai secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diijinkan
dalam suatu keadaan. Prinsip moral yang sering digunakan dalam keperawatan yaitu:
Otonomi, beneficience, justice/keadilan, veracity, avoiding killing dan fidelity (John
Stone, 1989; Baird et.al, 1991).
a. Prinsip Otonomi (Autonomy)
Prinsip ini menjelaskan bahwa klien diberi kebebasan untuk menentukan sendiri
atau mengatur diri sendiri sesuai dengan hakikat manusia yang mempunyai harga
diri dan martabat. Contoh kasusnya adalah: Klien berhak menolak tindakan
invasif yang dilakukan oleh perawat. Perawat tidak boleh memaksakan kehendak

15
untuk melakukannya atas pertimbangan bahwa klien memiliki hak otonomi dan
otoritas bagi dirinya. Perawat berkewajiban untuk memberikan penjelasan yang
sejelas-sejelasnya bagi klien dalam berbagai rencana tindakan dari segi manfaat
tindakan, urgensi dsb sehingga diharapkan klien dapat mengambil keputusan bagi
dirinya setelah mempertimbangkan atas dasar kesadaran dan pemahaman.
a. Prinsip Kebaikan (Beneficience)
Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat melakukan yang terbaik bagi klien, tidak
merugikan klien, dan mencegah bahaya bagi klien. Kasus yang berhubungan
dengan hal ini seperti klien yang mengalami kelemahan fisik secara umum tidak
boleh dipaksakan untuk berjalan ke ruang pemeriksaan. Sebaiknya klien didorong
menggunakan kursi roda.
b. Prinsip Keadilan (Justice)
Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat berlaku adil pada setiap klien sesuai
dengan kebutuhannya. Misalnya pada saat perawat dihadapkan pada pasien total
care, maka perawat harus memandikan dengan prosedur yang sama tanpa
membeda-bedakan klien. Tetapi ketika pasien tersebut sudah mampu mandi
sendiri maka perawat tidak perlu memandikannya lagi.
c. Prinsip Kejujuran (Veracity)
Prinsip ini menekankan bahwa perawat harus mengatakan yang sebenarnya dan
tidak membohongi klien. Kebenaran merupakan dasar dalam membina hubungan
saling percaya. Kasus yang berhubungan dengan prinsip ini seperti klien yang
menderita HIV/AIDS menanyakan tentang diagnosa penyakitnya. Perawat perlu
memberitahukan apa adanya meskipun perawat tetap mempertimbangkan
kondisi kesiapan mental klien untuk diberitahukan diagnosanya.
d. Prinsip mencegah pembunuhan (Avoiding Killing)
Perawat menghargai kehidupan manusia dengan tidak membunuh. Sumber
pertimbangan adalah moral agama/kepercayaan dan kultur/norma-norma tertentu.
Contoh kasus yang dihadapi perawat seperti ketika seorang suami menginginkan
tindakan euthanasia bagi istrinya atas pertimbangan ketiadaan biaya sementara
istrinya diyakininya tidak mungkin sembuh, perawat perlu mempertimbangkan
untuk tidak melakukan tindakan euthanasia atas pertimbangan kultur/norma

16
bangsa Indonesia yang agamais dan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, selain dasar
UU RI memang belum ada tentang legalitas tindakan euthanasia.
e. Prinsip Kesetiaan (Fidelity)
Prinsip ini menekankan pada kesetiaan perawat pada komitmennya, menepati
janji, menyimpan rahasia, caring terhadap klien/keluarga. Kasus yang sering
dihadapi misalnya perawat telah menyepakati bersama klien untuk
mendampingi klien pada saat tindakan PA maka perawat harus siap untuk
memenuhinya.

Kode Etik Keperawatan


Kode etik adalah asas dan nilai yang berhubungan erat dengan moral sehingga bersifat
normatif dan tidak empiris, sehingga penilaian dari segi etika memerlukan tolok ukur
(Wijono D, 1999)
Kode Etik Perawat adalah suatu pernyataan atau keyakinan yang mengungkapkan
kepedulian moral, nilai dan tujuan keperawatan (PPNI, 2003).
Kode Etik Keperawatan adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai
pedoman perilaku perawat dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan.
Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam melaksanakan tugas/fungsi
perawat adalah kode etik perawat nasional Indonesia, dimana seorang perawat selalu
berpegang teguh terhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat
dihindarkan. Dengan adanya kode etik, diharapkan para profesional perawat dapat
memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pasien. Adanya kode etik akan melindungi
perbuatan yang tidak profesional. Kode etik keperawatan disusun oleh organisasi profesi,
dalam hal ini di Indonesia adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

Tujuan Kode Etik Keperawatan


Kode etik bertujuan untuk memberikan alasan/dasar terhadap keputusan yang
menyangkut masalah etika dengan menggunakan model-model moralitas yang konsekuen
dan absolut.

17
Menurut Hasyim, dkk, tujuan kode etik keperawatan adalah upaya agar perawat, dalam
menjalankan setiap tugas dan fungsinya, dapat menghargai dan menghormati martabat
manusia.
Tujuan kode etik keperawatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Merupakan dasar dalam mengatur hubungan antar perawat, klien atau pasien, teman
sebaya, masyarakat, dan unsur profesi, baik dalam profesi keperawatan maupun
dengan profesi lain di luar profesi keperawatan.
2. Merupakan standar untuk mengatasi masalah yang dilakukan oleh praktisi keperawatan
yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan tugasnya
3. Untuk mendukung profesi perawat yang dalam menjalankan tugasnya diperlakukan
secara tidak adil oleh institusi maupun masyarakat
4. Merupakan dasar dalam menyusun kurikulum pendidikan keperawatan agar dapat
menghasilkan lulusan yang berorientasi pada sikap profesional keperawatan
5. Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan
keperawatan akan pentingnya sikap profesional dalam melaksanakan tugas praktek
keperawatan.

Dilema Etik
Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua atau lebih landasan moral suatu
tindakan terapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan kondisi dimana setiap
alternatif memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk
menetukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan stres pada perawat karena dia
tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik
biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif
sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan.
Menurut Thompson dan Thompson (1985), dilema etik merupakan suatu masalah yang
sulit dimana alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan
atau tidak memuaskan sebanding.
Dalam dilema etik tidak ada yang benar tidak ada yang salah. Untuk membuat keputusan
yang etis, seorang perawat tergantung pada pemikiran yang rasional bukan emosional
(Wulan, 2011).

18
Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat
menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi
banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai
perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan
dalam mengambil keputusan. Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh
para ahli dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / Pemecahan
masalah secara ilmiah, antara lain:
Model Pemecahan masalah ( Megan, 1989 )
Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik.
1. Mengkaji situasi
2. Mendiagnosa masalah etik moral
3.Membuat tujuan dan rencana pemecahan
4. Melaksanakan rencana
5. Mengevaluasi hasil
Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 2004 )
1. Mengembangkan data dasar.
Untuk melakukan ini perawat memerukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin
meliputi :
Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana keterlibatannya
Apa tindakan yang diusulkan
Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang diusulkan.
2. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
3. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
4. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan
yang tepat
5. Mengidentifikasi kewajiban perawat
6. Membuat keputusan
Model Murphy dan Murphy
1. Mengidentifikasi masalah kesehatan

19
2. Mengidentifikasi masalah etik, siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
3. Mengidentifikasi peran perawat
4. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan
5. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif keputusan
6. Memberi keputusan
7. Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai dengan falsafah
umum untuk perawatan klien
8. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan menggunakan
informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya.
Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981)
Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan etik
1. Mengumpulkan data yang relevan
2. Mengidentifikasi dilema
3. Memutuskan apa yang harus dilakukan
4. Melengkapi tindakan
Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981)
1. Meninjau kembali situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang
diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual.
2. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklarifikasi situasi
3. Mengidentifikasi issues etis dalam situasi.
4. Menentukan posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.
5. Mengidentifikasi konflik “value” bila ada
6. Menentukan siapa yang seharusnya membuat keputusan
7. Mengidentifikasi/arah tindakan dengan hasil yang ingin diantisipasi.
8. Memutuskan serangkaian tindakan dan melaksanakannya.
9. Mengevaluasi/meninjau kembali hasil dari keputusan/ tindakan.

20
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

KASUS :
Suatu ketika seorang perawat lagi melakukan dinas di sebuah ruangan, ia melakukan aff
infuse pada anak, anak sangat rewel dan nangis terus sehingga membuat perawat tremor
dan salah gunting verban infuse malahan tangan anak tersebut, sehingga banyak
mengeluarkan darah dan jari anak tersebut putus dan kasus tersebut akan disidangkan di
meja hukum karena kelalaian perawat dan perawat langsung menghilang keluar RS.....

Dari kasus diatas terdapat nilai esenssial sebagai berikut :

 Aesthetics (keindahan)
Seorang perawat harus memberikan kepuasan terhadap pasien dalam pelayanan
kesehatannya dengan menunjukkan kreativitas perawat dengan keahlian dan
ketrampilan yang sangat mumpuni, imajinatif, sensitivitas, dan kepedulian
terhadap kesehatan pasien yang dirawatnya
 Altruism (mengutamakan orang lain)
Seorang perawat selalu mengutamakan kepentingan pasien di atas kepentingan
pribadinya dan berusaha peduli bagi kesejahteraan orang lain.
 Human dignity (martabat manusia)
Seorang Perawat menghargai martabat manusia dan keunikan individu yang
dirawatnya yang ditunjukkan dengan sikap empati, kebaikan, pertimbangan
matang dalam mengambil tindakan keperawatan, dan penghargaan setinggi -
tingginya terhadap kepercayaan pasien dan masyarakat luas.
 Truth (kebenaran)
Seorang Perawat selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dalam melakukan
tindakan keperawatan terhadap pasien, yang ditunjukkan dengan sikap
bertanggung gugat, jujur, dan rasional

Penyelesaian kasus menurut Thompson & Thompson


1. Meninjau kembali situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang
diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual.
 Pasien adalah seorang anak yang terpasang infus

21
 Perawat melakukan aff infus dengan kondisi tremor
 Perawat salah gunting verban
 Jari tangan anak putus dan mengeluarkan darah
 Perawat meninggalkan RS dan menghilang untuk menghindar dari masalah
2. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklarifikasi situasi.
 Anak sangat rewel dan menangis terus pada saat dilakukan tindakan
keperawatan
3. Mengidentifikasi issues etis dalam situasi
 Pada praktek keperawatan, perawat dituntut untuk dapat bertanggung jawab
baik etik, disiplin dan hukum. Dan prinsipnya dalam melakukan praktek
keperawatan, perawat harus menperhatikan beberapa hal, yaitu: Melakukan
praktek keperawatan dengan ketelitian dan kecermatan, sesuai standar
praktek keperawatan, melakukan kegiatan sesuai kompetensinya, dan
mempunyai upaya peningkatan kesejahteraan serta kesembuhan pasien
sebagai tujuan praktek.
4. Menentukan posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.
 Prinsip Kebaikan (Beneficience)
Seorang perawat seharusnya melakukan yang terbaik untuk pasien, tidak
merugikan dan mencegah bahaya bagi pasien
 Prinsip Kejujuran (Veracity)
Seorang perawat seharusnya mengatakan kejadian yang sebenarnya setelah
melakukan kelalaian dan tidak meninggalkan RS dan menghilang begitu saja.
 Avoiding killing
Seorang perawat tidak menghargai kehidupan manusia, terpotongnya jari
tangan pasien akan menambah penderitaan pasien dan keluarga.
 Fidelity
Seorang perawat tidak setia pada komitmennya karena perawat tidak
mempunyai rasa “caring” terhadap pasien dan keluarga, yang seharusnya sifat
caring ini selalu menjadi dasar dari pemberian bantuan kepada pasien.
5. Mengidentifikasi konflik “value” bila ada.

22
 Dari kasus diatas termasuk bentuk kelalaian Misfeasance yaitu seorang
perawat melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat
 Dampak Kelalaian yang dilakukan oleh seorang perawat tersebut akan
memberikan dampak yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya,
juga kepada pihak Rumah Sakit, Individu perawat pelaku kelalaian dan
terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata
dalam bentuk ganti rugi.
 Perawat hendaknya memiliki nilai tanggung gugat artinya bila ada pihak
yang menggugat ia menyatakan siap dan berani menghadapinya, terutama
yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan profesinya.
 Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seorang perawat terhadap
setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan akibat tindakan kriminal,
kecerobohan dan kelalaian.
6. Menentukan siapa yang seharusnya membuat keputusan.
 Ketua tim jaga kolaborasi langsung dengan dokter bedah untuk segera
melakukan operasi cito penyambungan jari tangan anak tersebuta yang sudah
putus.
7. Mengidentifikasi/arah tindakan dengan hasil yang ingin diantisipasi.
 Seharusnya saat melakukan tindakan keperawatan diharapkan perawat dalam
situasi yakin bisa dan tenang.
 Jika seandainya perawat merasa tidak yakin atau pada saat menghadapi
pasien menjadi tremor, sebaiknya meminta bantuan kepada perawat senior
untuk menggantikannya.
 Jika kelalaian perawat sudah terjadi, untuk menghindari konflik hukum dari
malpraktek. Pihak RS menyampaikan informasi ke keluarga pasien untuk
musyawarah secara kekeluargaan dan memberikan
keringanan/membebaskan tanggungan biaya pasien sampai pasien pulih
kembali.
8. Memutuskan serangkaian tindakan dan melaksanakannya.

23
 Perawat yang sudah melakukan kelalaian dalam hal tindakan keperawatan,
seperti kasus diatas, sebaiknya langsung menghadap dan lapor ke ketua tim
jaga secara jujur dan tidak berbohong
 Seorang perawat seharusnya tidak meninggalkan/kabur dari masalah, apalagi
keluar RS.
 Menerima proses hukum sesuai apa yang telah dilakukannya
9. Mengevaluasi/meninjau kembali hasil dari keputusan/ tindakan.
 Musyawarah dengan keluarga pasien untuk hasil keputusan
 Mengikuti proses hukum yang ada, jika keluarga pasien membawa kasusnya
ke meja pengadilan.
 Kelalaian implikasinya dapat dilihat dari segi etik dan hukum, bila
penyelesaiannya dari segi etik maka penyelesaiannya diserahkan dan
ditangani oleh profesinya sendiri dalam hal ini dewan kode etik profesi yang
ada diorganisasi profesi, dan bila penyelesaian dari segi hukum maka harus
dilihat apakah hal ini sebagai bentuk pelanggaran pidana atau perdata atau
keduannya dan ini membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau pihak yang
berkompeten dibidang hukum.

24
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti
malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian.
Dapat dikatakan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan
pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah
standar yang telah ditentukan.
Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan
tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan
dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang
sama.
Kelalaian merupakan bentuk pelanggaran yang dapat dikategorikan dalam
pelanggaran etik dan juga dapat digolongan dalam pelanggaran hukum, yang jeas
harus dilihat dahulu proses terjadinya kelalaian tersebut bukan pada hasil akhir
kenapa timbulnya kelalaian. Harus dilakukan penilaian terleih dahulu atas sikap dan
tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga keperawatan dengan
standar yang berlaku.
Sebagai bentuk tanggung jawab dalam praktek keperawatan maka perawat
sebelum melakukan praktek keperawatan harus mempunyai kompetensi baik
keilmuan dan ketrampilan yang telah diatur dalam profesi keperawatan, dan legalitas
perawat Indonesia dalam melakukan praktek keperawatan telah diatur oleh
perundang-undangan tentang registrasi dan praktek keperawatan disamping
mengikuti beberapa peraturan perundangan yang berlaku.
Penyelesaian kasus kelalaian harus dilihat sebagai suatu kasus profesional bukan
sebagai kasus kriminal, berbeda dengan perbuatan/kegiatan yang sengaja melakukan
kelalaian sehingga menyebabkan orang lain menjadi cedera dll. Disini perawat
dituntut untu lebih hati-hati, cermat dan tidak cerobah dalam melakukan praktek
keperawatannya. Sehingga pasien terhindar dari kelalaian.

25
B. SARAN
1. Standar profesi keperawatan dan standar kompetensi merupakan hal penting untuk
menghindarkan terjadinya kelalaian, maka perlunya pemberlakuan standar
praktek keperawatan secara Nasional dan terlegalisasi dengan jelas.
2. Perawat sebagai profesi baik perorangan dan kelompok hendaknya memahami
dan mentaati aturan perundang-undangan yang telah diberlakukan di Indonesia,
agar perawat dapat terhindar dari bentuk pelanggaran baik etik dan hukum.
3. Pemahaman dan bekerja dengan kehati-hatian, kecermatan, menghindarkan
bekerja dengan cerobah, adalah cara terbaik dalam melakukan praktek
keperawatan sehingga dapat terhindar dari kelalaian/malpraktek.
4. Rumah Sakit sebagai institusi pengelola layanan praktek keperawatan dan asuhan
keperawatan harus memperjelas kedudukannya dan hubungannya dengan
pelaku/pemberi pelayanan keperawatan, sehingga dapat diperjelas bentuk
tanggung jawab dari masing-masing pihak
5. Penyelesaian terbaik dalam menghadapi masalah kelalaian adalah dengan jalan
melakukan penilaian atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak
dilakukan oleh tenaga perawat dan dibandingkan dengan standar yang berlaku.

26
Daftar Referensi
Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga:
Jakarta: EGC.

Craven & Hirnle. (2000). Fundamentals of nursing. Philadelphia. Lippincott

Huston, C.J, (2000). Leadership Roles and Management Functions in Nursing;


Theory and Aplication; third edition: Philadelphia: Lippincott.

Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory and practices.


Philadelphia. Addison Wesley.

Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tetang Resgistrasi Praktik


Perawat.

Leah curtin & M. Josephine Flaherty (1992). Nursing Ethics; Theories and
Pragmatics: Maryland: Robert J.Brady CO.

Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.

Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi seminar
tidak diterbitkan.

Supriadi, (2001). Hukum Kedokteran : Bandung: CV Mandar Maju.

Staunton, P and Whyburn, B. (1997). Nursing and the law. 4th ed.Sydney:
Harcourt.

Sampurno, B. (2005). Malpraktek dalam pelayanan kedokteran. Materi seminar


tidak diterbitkan.

Soenarto Soerodibroto, (2001). KUHP & KUHAP dilengkapi yurisprodensi


Mahkamah Agung dan Hoge Road: Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.

Tonia, Aiken. (1994). Legal, Ethical & Political Issues in Nursing. 2ndEd.
Philadelphia. FA Davis.

Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. Jakarta: Sinar


Grafika.

27

Anda mungkin juga menyukai