Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN PENYAKIT ANEMIA DI RUANG MELATI


RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

Tugas Ini Disusun Guna Memenuhi Syarat Praktik


Program Studi Profesi Ners Stase Dalam

DisusunOleh:
JOKO WANENG PRASETYO
J 230 165 060

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Klien dengan Penyakit anemia

Di Ruang Melati RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro

Sragen , Mei 2017

Mahasiswa

Joko Waneng Prasetyo

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

( ) ( )

NIP. NIP.

2
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

A. PENGERTIAN
Anemia adalah penyakit kurang darah yang ditandai dengan
kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah
dibandingkan normal (Soebroto, 2010).
Anemia adalah keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan
jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan
(Arisman, 2007).

B. KATEGORI ANEMIA
Berikut ini kategori tingkat keparahan pada anemia (Soebroto, 2010) :
a. Kadar Hb 10 gr - 8 gr disebut anemia ringan
b. Kadar Hb 8 gr – 5 gr disebut anemia sedang
c. Kadar Hb kurang dari 5 gr disebut anemia berat

Kategori tingkat keparahan pada anemia (Waryana, 2010) yang bersumber


dari WHO adalah sebagai berikut:
a. Kadar Hb 11 gr% tidak anemia
b. Kadar Hb 9-10 gr % anemia ringan
c. Kadar Hb 7-8 gr% anemia sedang
d. Kadar Hb < 7 gr% anemia berat

Kategori tingkat keparahan anemia (Nugraheny E, 2009) adalah sebagai


berikut:
a. Kadar Hb < 10 gr% disebut anemia ringan
b. Kadar Hb 7-8 gr% disebut anemia sedang
c. Kadar Hb < 6gr% disebut anemia berat
d. Kadar Hb normal pada ibu nifas adalah 11-12 gr %

3
Pada penelitian ini menggunakan standart kementrian kesehatan yang
bersumber dari WHO

C. KLASIFIKASI ANEMIA
Jenis-jenis anemia adalah:
a. Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia akibat kekurangan zat besi. Zat besi merupakan
bagian dari molekul hemoglobin. Kurangnya zat besi dalam tubuh
bisa disebabkan karena banyak hal. Kurangnya zat besi pada orang
dewasa hampir selalu disebabkan karena perdarahan menahun,
berulang-ulang yang bisa berasal dari semua bagian tubuh (Soebroto,
2010).
b. Anemia Defisiensi Vitamin C
Anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin C yang berat
dalam jangka waktu lama. Penyebab kekurangan vitamin C
adalah kurangnya asupan vitamin C dalam makanan sehari-hari.
Vitamin C banyak ditemukan pada cabai hijau, jeruk, lemon,
strawberry, tomat, brokoli, lobak hijau, dan sayuran hijau lainnya,
serta semangka. Salah satu fungsi vitamin C adalah membantu
penyerapan zat besi, sehingga jika terjadi kekurangan vitamin C, maka
jumlah zat besi yang diserap akan berkurang dan bisa terjadi anemia
(Soebroto, 2010).
c. Anemia Makrositik
Anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin B12 atau
asam folat yang diperlukan dalam proses pembentukan dan
pematangan sel darah merah, granulosit, dan platelet. Kekurangan
vitamin B12 dapat terjadi karena berbagai hal, salah satunya
adalah karena kegagalan usus untuk menyerap vitamin B12 dengan
optimal (Soebroto, 2010).

4
d. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik terjadi apabila sel darah merah dihancurkan
lebih cepat dari normal. Penyebabnya kemungkinan karena keturunan
atau karena salah satu dari beberapa penyakit, termasuk leukemia dan
kanker lainnya, fungsi limpa yang tidak normal, gangguan kekebalan,
dan hipertensi berat (Soebroto, 2010).
e. Anemia Sel Sabit
Yaitu suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah
merah yang berbentuk sabit, kaku, dan anemia hemolitik kronik
(Soebroto, 2010). Anemia sel sabit merupakan penyakit genetik yang
resesif, artinya seseorang harus mewarisi dua gen pembawa penyakit
ini dari kedua orang tuanya.
Gejala utama penderita anemia sel sabit adalah:
1. Kurang energi dan sesak nafas,
2. Mengalami penyakit kuning (kulit dan mata berwarna kuning),
3. Serangan sakit akut pada tulang dada atau daerah perut
akibat
4. tersumbatnya pembuluh darah kapiler.
f. Anemia Aplastik
Terjadi apabila sumsum tulang terganggu, dimana sumsum
merupakan tempat pembuatan sel darah merah (eritrosit), sel
darah putih (leukosit), maupun trombosit (Soebroto, 2010).

D. ETIOLOGI
Menurut Thalasemia dalam Burton (2010) penyebab tersering dari anemia
adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain
besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam
kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat,
dan sebagainya.
Penyebab umum dari anemia:
1. Perdarahan hebat

5
2. Kekurangan zat besi
3. Kekurangan vitamin B12, vitamin C, asam folat
4. Penyakit kronik

E. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-
sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi
tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus
yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor
diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system
fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa.
Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam
fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah
merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma
(konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan
ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya
kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah
membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini
kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat
kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel
bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang
memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa
diperbaiki (Sjaifoellah, 2008).

6
F. MANIFESTASI KLINIK

Gejala yang seringkali muncul pada penderita anemia diantaranya


(Soebroto, 2010):
1. Lemah, letih, lesu, mudah lelah, dan lunglai.
2. Wajah tampak pucat.
3. Mata berkunang-kunang.
4. Nafsu makan berkurang.
5. Sulit berkonsentrasi dan mudah lupa.
6. Sering sakit.
Anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada
(Soebroto, 2010):
1. Kecepatan timbulnya anemia
2. Usia individu
3. Mekanisme kompensasi
4. Tingkat aktivitasnya
5. Keadaan penyakit yang mendasarinya
6. Beratnya anemia
Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah
pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume
darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan
pengiriman O2 ke organ-organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks

7
yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi pigmentasi kulit,
suhu, dan keadaan serta distribusi bantalan kapiler.

G. KOMPLIKASI
Menurut Sjaifoellah, 2008 anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh
berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi.
Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran
napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah
lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan
berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain
bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu
perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak
Komplikasi umum akibat anemia adalah :
1. Gagal jantung
2. Kejang
3. Perkembangan otot buruk ( jangka panjang )
4. Daya konsentrasi menurun
5. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk memperkuat penegakkan diagnosa anemia antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin
a. Hemoglobin
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu
ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah
anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat
dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli.
b. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak
langsung dengan flowcytometri atau menggunakan rumus:
- Mean Corpusculer Volume (MCV)

8
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun
apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat
anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator
kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan
anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan
membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai
normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
- Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel
darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan
angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik
hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
- Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit.
Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%.
c. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual.
Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan
memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.
Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat
pada kolom morfology flag.
d. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah
yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter
lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi
dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang
tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi
hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari
besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah
bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari

9
kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit
protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
e. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya
membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak
terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi
eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi
terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu,
sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi
individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi
walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
f. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta
menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin
jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan
spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan
setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi
kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum
dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak
status besi yang spesifik.
g. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama
dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada
kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan
akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
h. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan
mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai
besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10%
merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap
perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit

10
peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi
yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh
transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk
mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur
dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat
besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus
oleh plasma.

i. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif
untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara
luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi.
2. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan
besi, walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan
histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin
dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi
adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat
subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma
sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian
sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai
untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.

I. PENATALAKSANAAN
Menurut burton 2010 ada beberapa penatalaksaan medis, yaitu :
Tindakan umum :
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang.
1. Transpalasi sel darah merah.
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.

11
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah
merah.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang
membutuhkan oksigen
5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :

Anemia defisiensi besi


Penatalaksanaan : Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan
makanan yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur. Pemberian
preparat fe Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan Peroglukonat 3x
200 mg/hari /oral sehabis makan.
1. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12
2. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral
3. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan
pemberian cairan dan transfusi darah.

12
J. PATHWAY

13
Sumber :
Price, S. A Dkk(2006), Mansjoer Dkk (2014)

14
K. PENGKAJIAN
1. Lakukan pengkajian fisik
- Gejala : riwayat kehilangan darah kronik
misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina,
CHF (akibat kerja jantung berlebihan).
- Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia
kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan
tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia :
abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau
depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur
sistolik (DB).
- Ekstremitas (warna)
pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut,
faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam,
pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin,
pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP).
- Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler
melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi
kompensasi)
- kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia)
(DB).
- Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara
premature (AP).
2. Dapatkan riwayat kesehatan, termasuk riwayat diet
3. Observasi adanya manifestasi anemia
a. Manifestasi umum
§ Kelemahan otot
§ Mudah lelah
§ Kulit pucat

15
b. Manifestasi system saraf pusat
§ Sakit kepala
§ Pusing
§ Kunang-kunang
§ Peka rangsang
§ Proses berpikir lambat
§ Penurunan lapang pandang
§ Apatis
§ Depresi
c. Syok (anemia kehilangan darah)
§ Perfusi perifer buruh
§ Kulit lembab dan dingin
§ Tekanan darah rendah dan tekanan darah setral
§ Peningkatan frekwensi jatung

L. Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:


1. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan
mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan
4. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
5. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin
leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi
tertekan)).

16
6. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen/nutrient ke sel
7. Resiko jatuh berhubungan dengan faktor resiko keseimbangan
(NANDA, 2015).

A. Intervensi keperawatan

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Ketidakefektifan NOC: NIC:
pola nafas Status pernapasan : Monitor pernapasan (3350) :
Ventilasi 1. Monitor respirasi dan status
Setelah dilakukan O2
tindakan keperawatan 2. Monitor pola nafas
selama 3 x 24 jam, pasien 3. Observasi vital sign
menunujukan keefektifan 4. Monitor keluhan sesak nafas
pola nafas di buktikan pasien termasuk kegiatan
dengan, yang meningkatkan atau
Kriteria Hasil : memperburuk sesak nafas
- Frekuensi pernapasan 5. Auskultasi suara nafas, catat
tidak ada deviasi dari suara nafas tambahan
kisaran normal (5)
040301 Bantuan Ventilasi (3390) :
- Irama pernapasan 1. Ajarkan teknik nafas dalam
tidak ada deviasi dari 2.Posisikan pasien untuk
kisaran normal (5) memaksimalkan ventilasi dan
040302 mengurangi dyspnea.
- Kedalaman inspirasi 3. informasikan pada pada
tidak ada deviasi pasien keluarga tentang
kisaran normal tehnik relaksasi untuk
- Penggunaan otot memperbaiki pola nafas.
nafas tidak ada (5) 4.Kolabrasi dalam pemberian
040309 oksigen
- Suara nafas tambahan
tidak ada (5) 040310
- Dispnea saat istrahat
tidak ada (5) 040310
- Gangguan suara saat

17
aukultasi tidak ada (5)
040333

Ketidakseimbangan NOC : NIC :


nutrisi Setelah dilakukan 1. Pemberian makan dengan
kurang dari tindakan keperawatan tabung enteral (1056)
kebutuhan selama 3 x 24 jam - Monitor cairan dan
tubuh kebutuhan nutrisi dapat elektrolit.
tercapai dengan , - Monitor tandai selang
Kriteria Hasil : di titik keluar untuk
1. Status menelan : fase mempertahankan
esogagus.(1011) penempatan yang
- Mempertahankan tepat.
posisi kepala dan - Tinggikan kepala
batang tubuh tempat tidur 30-50
sedikit terganggu derajat selama
dengan skala 4 pemberian makanan.
(101106) - Gunakan teknik yang
- Peneriamaan bersih dalam
makanan sedikit pemberian makanan.
terganggu dengan 2. Pemberian nutrisi total
skala 4 (101107). parenteral (1200).
- Nyeri ulu hati - Pertahankan
sedang dengan kepatenan jalur infuse
skala 3 (101103) sentral dan lakukan
- Tidak nyaman balutan sesuai dengan
dengan menelan prosedur tepat yang
sedang dengan ada.
skala 3 (101104) - Berikan insulin sesuai
2. Status nutrisi: asupan resep dokter untuk
makanan dan cairan mempertahankan
(1008) kadar gula dalam
- Asupan makan rentan yang sesuai.
secara tube feeding - Instruksikan kepada
cukup adekuat keluarga perawatan
dengan skala dan indikasi nutrisi
- 3 (100802) total parenteral
- Asupan cairan
intravena adekuat
dengan skala 3
(100804)

18
Intoleransi ak NOC : NIC :
Tivitas - Toleransi terhadap Bantuan perawatan : IADL
aktivis setelah (1850)
dilakukan tindakan 1. Observasi adanya
keperawatan selama pembatasan klien dalam
3x24 jam pasien melakukan aktivitas
toleransi terhadap 2. Monitoring pasien akan
aktivitas dengan adanya kelelahan fisik
kriteria hasil : dan emosi secara
- Frekuensi nadi ketikaa berlebihan
beraktivitas tidak 3. Monioring respon
terganggu (5) 000502 kardiovaskuler terhadap
- Frekuensi pernafasan aktivitas (takikardia,
ketika beraktivitas disritmia, sesak nafas,
tidak terganggu (5) diaporesis, pucat,
000503 pendarahan
- Kekuatan tubuh bagian hemodinamik)
bawah tidak terganggu 4. Bantu untuk memilih
(5) 000517 aktivitas konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
5. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan

Manajemen Energi (0180)


1. Kaji status fisiologi
klien berkaitan dengan
kelelahan
2. Kaji faktor yang
menyebabkan
kecelakaan
3. Monitoring energi dan
sumber energi yang
adekuat
4. Tentukan persepsi klien
mengenai penyebab
kelelahan
5. Tindakan tirah
baring/pembatasan
aktivitas
6. Berikan penjelasan

19
tentang pentingnya
pembatasan energi dan
anjurkan banyak
istirahat
7. Perbaiki status fisiologi
yaitu hemodialisa
Perubahan perfusi NOC: NIC :
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring tanda vital
jaringan
keperawatan diharapkan (6680)
ketidakefektifan perfusi - Monitoring tekanan
jaringan serebral darah, suhu serta
berkurang dengan criteria respirasi
hasil : - Monitoring kualitas
1. Perfusi jaringan nadi
serebral (0406) - Monitoring warna
- Tekanan darah kulit, suhu dan
sistolik (040613) kelembapan
dan diastole - Identifikasi
(040614) dalam kemungkinan
batas normal penyebab perubahan
- Tidak merasakan tanda tanda vital
sakit kepala - Kolaborasi dengan
(040603) gizi dalam diet
- Respirasi dalam - Kolaborasi dengan
batas normal dokter dalam
pemberian obat
2. Pengjaran peresepan diit
(5614)
- Monitoring Pola
makan pasien
sebelum dan sesudah
masuk rs
- Kaji tingkat
pengetahuan pasien
terhadap diit
- Intruksikan kepada
keluarga tentang diit
- Kolaborasi dengan
ahli gizi
- Kaji terhadap alergi
makanan
Resiko jatuh NOC : NIC :
Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen lingkungan
keperawatan selama 3 x 24 (6480)
jam Klien tidak beresiko - Ciptakan lingkungan
jatuh dengan kriterian yang aman bagi

20
hasil: pasien
- Mampu memodifikasi - Lindungi pasien
gaya hidup untuk dengan pegangan
mencegah injury/ disisi bantalan di sisi
jatuh ruang yang sesuai.
- Menggunakan fasilitas - Damping pasien
kesehatan yang ada selama tidak ada
kegiatan bangsal,
dengan tepat.
- Sediakan linen dab
pakaian dengan
kondisi baik bebas
dari residu dan noda.
- Batasi pengunjung.
- Edukasi pengunjung
mengenai
perubahan/tindakan
pencegahan sehingga
mereka tidak akan
sengaja
menggunakan
lingkungan yang
sudah di rencanakan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Arisman, MB. 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan Jakarta. EGC


Burton, J.L. 2010. Segi Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Binarupa Aksara : Jakarta
NANDA. (2015). Nursing Diagnosis: Definitions and Classification 2015-2017.
Wiley Blackwell.
Noer, Sjaifoellah. 2008. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta

Price, Sylvia A Dkk. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit


Edisi 6 Volume 1.Jakarta : EGC.
Soebroto, I. 2010. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta.
Bangkit.

22

Anda mungkin juga menyukai