Anda di halaman 1dari 18

BAB lV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan menguraikan pengaruh terapi

murrotal terhadap kualitas tidur pada pasien gagal ginjal kronik.

Responden yang terlibat pada penelitian ini sebanyak 15

responden. Penelitian ini dilakukan di ruang hemodialisa

Rumah Sakit TK II Dustira Cimahi.

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan

informed consent dan melakukan penjelasan mengenai

mekanisme dalam melakukan penelitian ini kepada responden,

juga kepada rekan-rekan yang membantu dalam penelitian. Hal

ini bertujuan untuk mengetahui kualitas tidur pada responden.

Setelah kualitas tidur diketahui maka dilakukan tahap terapi

murrotal selama 15 menit setelah itu dilakukan pemeriksaan

kualitas tidur kembali untuk melihat adanya pengaruh kualitas

tidur sebelum dan sesudah dilakukan terapi murrotal.

Hasil penelitian ini akan ditampilkan dalam bentuk

analisis univariat dan bivariat. Analisa univariat yaitu untuk

melihat gambaran distribusi frekwensi dari pengukuran kualitas

tidur sebelum dan sesudah diberikan terapi murrotal.

Sedangkan analisa bivariate adalah untuk melihat adanya

pengaruh terapi murrotal terhadap penurunan kualitas tidur.


1. Analisa Univariat

Gambaran Kualitas Tidur Pada Pasien Gagal Ginjal

Kronik di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit TK II Dustira

Cimahi

Tabel 4.1 Distribusi Frekwensi Kualitas Tidur Sebelum

Dilakukan Terapi Murrotal Pada Pasien Gagal

Ginjal Kronik

Kualitas Tidur Hasil


Frekwuensi Persentasi (%)
Baik 2 14
Buruk 13 86
Total 15 100

Sumber : Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.1 dari hasil analisa di atas

didapatkan data dari 15 responden, yang memiliki kualitas

tidur baik terdapat 2 responden (14%), dan kualitas tidur buruk

terdapat 13 orang (86%).


Tabel 4.2 Distribusi Frekwensi Kualitas Tidur Setelah

Dilakukan Terapi Murrotal Pada Pasien Gagal

Ginjal Kronik

Kualitas Tidur Hasil


Frekwuensi Persentasi (%)
Baik 11 73
Buruk 4 27
Total 15 100

Sumber : Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.1 dari hasil analisa di atas

didapatkan data dari 15 responden, yang telah diberikan terapi

murroal didapatkan hasil bahwa responden yang memiliki

kualitas tidur baik terdapat 11 responden (73%), dan kualitas

tidur buruk terdapat 4 orang (17%).

2. Analisa Bivariat
Sebelum dilakukan pengujian perbedaan kualitas

tidur sebelum dan sesudah intervensi responden terlebih

dahulu dilakukan uji normalitas. Uji tes normalitas bisa

menggunakan uji Shapiro Wilk (<50 responden) sebelum

dilakukan intervensi didapatkan nilai signifikasi 0,427 dan

setelah dilakukan intervensi 0,154 lebih besar dari 0,05

sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut

berdistribusi normal. Data kemudian dilanjutkan analisis

bivariat untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur sebelum

dan sesudah intervensi dengan uji Paired T-Test.


Berikut ini disajikan hasil uji Paired T-Test pada untuk

mengetahui nilai kualitas tidur sebelum dan sesudah

pemberian terapi murrotal Q.S Ar Rahman yaitu sebagai

berikut.

Tabel 4.3 Hasil Statistik Kualitas Tidur Sebelum dan Setelah Dilakukan

Terapi Murrotal Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

N Standar Standar
Keterangan Rata-rata
Error Mean Deviasi
Sebelum 8.73 15 0.771 2.987
dilakukan
murrotal
Setelah 4.93 15 0.679 2.631
dilakukan
murrotal
Berdasarkan tabel 4.3 dari hasil analisa diatas

didapatkan rata-rata kualitas tidur pasien gagal ginjal kronik

sebelum dilakukan terapi yaitu 8.73 dengan standar deviasi

2.987. Pada pengukuran kualitas tidur setelah dilakukan

terapi murrotal rata-rata kualitas tidur yaitu 4.93 dengan

standar deviasi 2.631. Dari data tersebut dapat terlihat

adanya perbedaan antara pengukuran pertama dan kedua.


Tabel 4.4 Hasil Uji T-test Berpasangan berdasarkan

Probability Kualitas Tidur Sebelum dan Setelah

Dilakukan Terapi Murrotal Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

Standar
Keterangan Rata-rata Standar Error P Value
Deviasi
Sebelum 3.8 1.5680,405 ,000
dilakukan
murrotal
-Setelah
dilakukan
murrotal
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan data bahwa

terapi murrotal dapat menurunkan nilai kualitas tidur

sebelum dan sesudah dilakukan terapi murrotal terdapat

selisih 3.8 dengan standar deviasi 1.568 dengan p value

0,000 < 0,05 maka Ho ditolak artinya ada pengaruh

murrotal terhadap kualitas tidur. Dari data tersebut dapat

disimpulkan adanya perbedaan antara pengukuran

pertama dan kedua.


Tabel 4.5 Hasil Uji T-test Berpasangan berdasarkan T

Hitung Kualitas Tidur Sebelum dan Setelah

Dilakukan Terapi Murrotal Pada Pasien Gagal

Ginjal Kronik

Nilai Nilai Signifikans


Keterangan Nilai t Hitung
Bawah Atas i
Sebelum 2.932 4.668 9.389 .000
dilakukan
murrotal
-Setelah
dilakukan
murrotal

Berdasarkan tabel 4.5 terlihat perbedaan nilai

bawah yakni 2.932 dan nilai atas yakni 4.668 dengan

nilai t hitung 9.389 dengan taraf signifikansi 0.000 jadi

bisa disimpulkan bahwa dengan nilai t hitung 9.389 >

2.093 maka Ho ditolak artinya Ha diterima berarti ada

pengaruh terapi murrotal terhadap kualitas tidur pada

pasien gagal ginjal kronik. Dengan demikian, bahwa ada

pengaruh terapi murrrotal terhadap kualitas tidur pada

pasien gagal ginjal kronik di Ruang Hemodialisa Rumah

Sakit TK II Dustira Cimahi.


B. Pembahasan

Setelah dilakukan pengolahan data statistik dan analisis

dari setiap varriabel, hasil penelitian akan diuraikan dan

ditunjang dengan landasan teori yang mendukung untuk

memahami mengenai pengaruh terapi murrotal terhadap

kualitas tidur pada dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik di

ruang hemodialisa Rumah Sakit TK II Dustira.

1. Gambaran kualitas tidur sebelum dilakukan terapi

murrotal pada pasien gagal ginjal kronik

Berdasarkan hasil penelitian yang tertera dalam

tabel 4.1 memperlihatkan bahwa kualitas tidur pada pasien

gagal ginjal kronik di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit TK

II Dustira sebelum diberikan terapi murrotal, terdapat

penurunan nilai rata-rata PSQI artinya responden

mengalami kualitas tidur buruk yaitu sebanyak 13 orang

(86%) sedangkan untuk responden dengan kuaitas tidur

baik sebanyak 2 orang (14%).

Buruknya kualitas tidur membuktikan bahwa pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa dapat

terganggu kualitas tidurnya. Penelitian dari Parvan et al

(2013) menyebutkan bahwa 83,3% pasien penyakit ginjal

kronik yang menjalani hemodialisis memiliki kualitas tidur

yang buruk seperti insomnia, restless leg syndrome,


pusing dan mengantuk setiap hari yang berdampak pada

penurunan kualitas hidup mereka.

Menurut weaver Terry (2011, dalam Windy dkk

2018) pada pasien hemodialisa masih sering terjadi

komplikasi yaitu hipotensi, nyeri dada, gangguan

keseimbangan dialisis, kram otot, mual muntah, dan

gangguan tidur. Kualitas tidur yang buruk dapat

mempengaruhi aspek-aspek penting seperti kesehatan

fisik, gejala, masalah, dan dampak dari penyakit ginjal

pada kehidupan sehari-hari (Parvan et al, 2013).

Maka dari uraian diatas sangat perlu sekali pasien

gagal ginjal kronik untuk menjaga kualitas tidurnya agar

tidak terjadi dampak pada kesehatan fisik ataupun pada

kehidupan sehari-hari.

Pada hal ini terapi farmakologi yang dibutuhkan

bagi pasien gagal ginjal yang memiliki kualitas tidur buruk

adalah golongan obat hipnotik, golongan obat

antidepresan, terapi hormone melatonin, agonis melatonin,

dan golongan obat antihistamin (Remelda, 2008).

Mengingat banyaknya efek samping yang ditimbulkan dari

obat-obatan seperti ketergantungan, maka terapi ini hanya

boleh dilakukan oleh dokter yang kompeten di bidangnya.


2. Gambaran kualitas tidur setelah dilakukan terapi

murrotal pada pasien gagal ginjal kronik

Berdasarkan hasil pengujian kepada pasien gagal

ginjal kronik yang memiliki kualitas tidur buruk setelah

mendapatkan terapi murrotal sebagian besar pasien tidur

dengan lelap, dan pada saat diukur kembali kualitas

tidurnya ada penurunan. Pemberian intervensi terapi

murrotal pada pasien gagal ginjal kronik ini berpengaruh

terhadap kualitas tidur.

Terapi non farmakologis merupakan pilihan utama

untuk pasien yang memiliki kualitas tidur buruk sebelum

menggunakan obat-obatan karena penggunaan obat-

obatan dapat memberikan efek ketergantungan. Menurut

Remelda (2008) ada cara lain yang dapat dilakukan yaitu

Terapi relaksasi yang ditujukan untuk mengurangi

ketegangan atau stress yang dapat mengganggu tidur.

Bisa dilakukan dengan tidak membawa pekerjaan kantor

ke rumah, teknik pengaturan pernapasan, aromaterapi,

pengendalian emosi dan peningkatan spiritual. Teknik

relaksasi dengan peningkatan spiritual bisa menjadi salah

satu metode pengobatan non farmakologis dengan

murrotal Al Qur’an. Al Qur’an merupakan kitab suci yang

telah Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW

sebagai petunjuk dan obat dari berbagai penyakit lahiriah

ataupun batiniah. Maka, ketika seseorang mengalami


kecemasan ataupun ketidaktenangan yang menyelimuti

jiwanya Al Qur’an menjadi solusi ketenangan baginya.

Terapi Murottal Al-Quran merupakan lantunan ayat

suci Al-Quran yang diberikan kepada seseorang untuk

memberikan efek relaksasi karena hormon endorfin yang

diaktifkan, sehingga dapat meningkatkan perasaan rileks

atau nyaman, mengalihkan perhatian dari rasa takut atau

kecemasan, memperbaiki sistem kimia dan hemodinamika

tubuh sehingga dapat menurunkan tekanan darah, serta

dapat meningkatkan kualitas tidur (Widayarti, 2011).

Menurut Ad-Dhami (2005, dalam Dian Rahayuningsih

2018) bacaan Al-Qur’an merupakan obat yang lengkap

untuk mengobati segala jenis penyakit, baik penyakit hati

maupun penyakit fisik.

Peneliti menggunakan surat Ar Rahman. Surat Ar-

Rahman dikenal juga dengan nama “Arus Al-Quran” yang

secara harfiyah berarti pengantin Al-Quran. penamaan itu

karena indahnya surat ini, dan karena di dalamnya

terulang sekian kali ayat fa bi ayyi ala’i Rabbikuma

tukadziban. Tema utama surat ini adalah uraian tentang

nikmat-nikmat Allah SWT, bermula dari nikmat-Nya yang

terbesar dar teragung yaitu Al-Quran. Thabathaba’l

berpendapat bahwa surat ini mengandung isyarat tentang

ciptaan Allah dengan sekian banyak bagian-bagiannya di

langit dan bumi, darat dan laut, manusia dan jin, di mana
Allah mengatur semua itu dalam satu pengaturan yang

bermanfaat bagi manusia dan jin, bermanfaat untuk hidup

mereka di dunia yang akan binasa dan yang kekal abadi di

akhirat (Mustamir, 2009).

3. Pengaruh terapi murrotal terhadap kualitas tidur pada

pasien gagal ginjal kronik

Penilaian kualitas tidur pada pasien gagal ginjal kronik

di ruang hemodialisa Rumah Sakit TK II Dustira dilakukan

pretest dan posttest melalui observasi sebelum dan sesudah

intervensi Murrotal Al Qur’an dengan menggunakan headset,

HP dan lembar observasi. Setelah semua hasil penilaian

kualitas tidur terkumpul dari semua responden, dilakukan

analisis menggunakan alat bantu program statistic computer

(SPSS).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 15 responden

gagal ginjal kronik di ruang hemodialisa Rumah Sakit TK II

Dustira didapatkan data sebelum dan sesudah dilakukan

terapi murrotal terdapat selisih 3.8 dengan standar deviasi

1.568 dengan p value 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak. Hasil ini

secara deskriptif menunjukkan adanya pengaruh murrotal

terhadap kualitas tidur.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Rahmawati Dian (2018) tentang Efektifitas murrotal Q.S Ar-

rahman terhadap kualitas tidur dan status hemodinamika

pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa


murrotal Q.S Ar Rahman yang dilakukan berpengaruh

terhadap peningkatan kualitas tidur dan penurunan status

hemodinamika (sistolik, mean arterial pressure (MAP) heart

rate (HR) dan respiratory rate (RR) pada pasien hemodialisis.

Nilai rata-rata kualitas tidur pada kelompok intervensi

menurun dari 12,58 menjadi 8,79. Pada kelompok kontrol

rata-rata awal yaitu 11,79, setelah tujuh hari nilai rata-rata

meningkat menjadi 13,21. Hal ini berarti bahwa kelompok

intervensi terjadi peningkatan kualitas tidur dan kelompok

kontrol terjadi penurunan kualitas tidur.

Kualitas tidur dikatakan lebih baik yaitu dengan

adanya penurunan nilai rata-rata PSQI. Hal ini berarti

terdapat peningkatan kualitas tidur. Hal ini diperkuat oleh

penelitian Rahmawati Dian Nurani (2018) bahwa murrotal

yang sudah dilakukan selama 1 minggu pada lansia

terdapat penurunan rata-rata nilai PSQI dari 12,58 menjadi

8,79 yang berarti terdapat peningkatan kualitas tidur

meskipun masih dalam kategori buruk.

Hal ini diperkuat bahwa terapi murrotal merupakan

salah satu terapi musik yang dapat memberikan efek

relaksasi karena hormon endorfin yang diaktifkan,

sehingga dapat meningkatkan perasaan rileks atau

nyaman dan dapat menginduksi tidur seseorang dengan

merangsang gelombang otak yang lebih tinggi pada

gelombang otak delta dibandingkan jenis musik yang lain


atau sama sekali tidak diberikan musik. Orang yang

mendengarkan musik dengan musik yang santai melalui

gelombang otak delta dapat mempromosikan tidur yang

nyenyak (Widayarti, 2011; Sumaryani & Sari, 2015; Mirza,

2014).

Pada penelitian ini intervensi murrotal dilakukan

selama 2 minggu menggunakan murrotal Al Qur’an surat

Ar-Rahman versi mishary Al Afasy Mushaf dalam waktu 15

menit yang diberikan 1 jam setelah alat HD terpasang.

Rentang waktu pemberian murrotal Al Qur’an pada

penelitian Handayani et al (2014) diperoleh rentang waktu

selama 11-15 menit. Hal ini diperkuat oleh penelitian

Mujamil, Harini dan Fauziah (2017) bahwa mendengarkan

murrotal 10 hingga 60 menit selama 5 hari dapat

meningkatkan kualitas tidur dengan hasil sebelum

mendengar murrotal, kualitas tidur yang baik 0%, setelah

mendengarkan murrotal menjadi 61,1%, sedangkan yang

masih buruk hanya 38,9%. Hal ini berarti murrotal Al

Qur’an dapat meningkatkan kualitas tidur seseorang.

Perlakuan terapi murrotal Al Qur’an memiliki

banyak manfaat dan sangat mudah dilakukan. Pemberian

murrotal Al-Qur’an yang dilakukan secara rutin saat

menjelang tidur dapat meningkatkan kualitas tidur

seseorang dan memberikan ketenangan yang dapat

membuat seseorang merasakan kenyamanan dan


ketenangan sehingga kualitas tidur yang awalnya buruk

dapat menjadi baik (Maulina, Susilo & Tribagus, 2015).

Kenyamanan seseorang dalam mendengarkan

murrotal Al Qur’an apabila mendengarkan dalam tempo

antara 60-70 BPM secara konstan, tidak ada perubahan

irama yang mendadak, dan dalam nada yang lembut

sehingga akan menimbulkan rasa nyaman pada pasien

(Sumaryani & Sari, 2015).

Suara murrotal yang didengarkan dalam tempo

lambat akan menggetarkan membran timpani, kemudian

getaran diteruskan hingga organ korti yang diubah dari

sistem konduksi ke sistem saraf melalui nervus audiotorius

(N.VIII) sebagai impuls elektris. Impul elektris musik

tersebut dilanjutkan ke korteks audiotorius yang jaras

pendengaran berlanjut ke sistem limbik melalui korteks

limbik (Ganong, 2012). Jaras pendengaran pada kortek

limbik dilanjutkan ke hipokampus yang berbatasan dengan

amigdala dimana merupakan tempat tingkat bawah sadar,

kemudian akan mengaktifan dan mengendalikan saraf

otonom (Guyton & Hall, 2007; Mustamir, 2009).

Saraf otonom tersebut mempunyai dua sistem saraf

yaitu saraf simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf

simpatis yang berfungsi mempersyarafi jantung dan

memperlambat denyut jantung, sedangkan saraf

parasimpatis sebaliknya. Kedua sistem saraf ini


mempengaruhi relaksasi atau ketenangan. Ejector dari

relaksasi ketenangan pikiran, midbrain akan melepaskan

serotonin, enkephalin, betaendorphin dan zat lainnya ke

dalam sirkulasi (Widyastuti, 2015). Serotonin berfungsi

sebagai neurotransmitter nyeri dan pergerakan pada

bagian nuclei bawah, sedangkan pergerakan nuclei atas

berfungsi sebagai siklus tidur bangun, suasana hati dan

emosi (Silverthorn, 2013). Pada penelitian ini tidak dilihat

adanya peningkatan hormon endorfin dan serotonin.

Kenyamanan responden dalam mendengarkan

murrotal yaitu responden merasakan ketenangan, tidak

merasakan keluhan saat intervensi, dan lingkungan yang

mendukung dalam pelaksaanan penelitian. Hal ini

termasuk indikator keberhasilan pada salah satu aplikasi

teori Comfort (kenyamanan) yang diterapkan dalam

penelitian ini. Kolcaba menekankan kesempurnaan praktik

keperawatan melalui kenyamanan hidup dengan tidak

adanya nyeri yang dirasakan, kecemasan, dan

ketidaknyamanan fisik lainnya (Alligood, 2017).

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini memang tidak terlepas dari

keterbatasan yang harus diantisipasi dari awal. Keterbatasan

yang peneliti rasakan selama proses penelitian diantaranya:

1. Peneliti tidak dapat memantau langsung penerapan terapi

murrotal di rumah pasien.


2. Kualitas tidur tidak dilakukan pengukuran setiap hari

3. Keterbatasan instrument headset dan handphone yang

menyebabkan terapi dilakukan secara bergantian.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian tentang

pengaruh terapi murrotal terhadap kualitas tidur pada pasien gagal

ginjal kronik di ruang hemodialisa Rumah Sakit TK II Dustira Cimahi

2019, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Kualitas tidur pasien gagal ginjal kronik sebelum diberikan

terapi murrotal didapatkan hasil dari analisa data dari 15

responden, yang memiliki kualitas tidur buruk terdapat 13

responden (86%), sedangkan yang memiliki kualitas tidur baik

terdapat 2 responden (14%).

2. Kualitas tidur pasien gagal ginjal kronik setelah diberikan terapi

murrotal didapatkan hasil dari analisa data dari 15 responden,

yang memiliki kualitas tidur buruk terdapat 4 responden (17%),

sedangkan yang memiliki kualitas tidur baik terdapat 11

responden (73%).

3. Hasil uji statistic menunjukkan rata-rata pada terdapat selisih

3.8 dengan standar deviasi 1.568 dengan p value 0,000 < 0,05

maka Ho ditolak artinya ada pengaruh murrotal terhadap

kualitas tidur.
B. SARAN
1. Bagi institusi pendidikan STIKes Budi Luhur Cimahi

Hasil dari penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menjadi

referensi dan informasi baru bagi perkembangan ilmu

keperawatan khususnya terapi non farmakoogis mengenai

pengaruh terapi murrotal terhadap kualitas tidur pada pasien

gagal ginjal kronik.

2. Bagi tempat penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pilihan terapi

yang disarankan oleh perawat sehingga sebagai bagian dari

intervensi mandiri keperawatan untuk meningkatkan kualitas

tidur pasien yang mengalami gangguan tidur.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan untuk peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan

penelitian dengan menggunakan faktor yang mempengaruhi

seperti obat-obatan, stress emosional, dan merokok. Ataupun

meneliti tentag perbandingan terhadap terapi murrotal dengan

terap modalitas yang lain.

Anda mungkin juga menyukai