Anda di halaman 1dari 10

ZOONOSIS

ANTHRAX

NAMA : ELEN A. R. P. ATAUPAH

NIM : 1707010006

SEMESTER/JURUSAN : V/EPID

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019
ANTRAKS

A. SINONIM DAN ETIOLOGI

Antraks merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Bacillus
anthracis dan termasuk salah satu penyakit zoonosis. Penyakit antraks kebanyakan
menyerang mamalia dan beberapa spesies burung, terutama herbivora. Hewan ternak yang
sering terkontaminasi yaitu sapi, kerbau, kambing, domba dan babi. Antraks disebut juga
Radang Lympha, Malignant Pustule, Malignant edema, Woolsorter disease, Rag pickers
disease, Charbon. Penyakit antraks dapat menginfeksi dari hewan ke manusia melalui
kontak dengan lesi, ingesti/makan daging hewan terkontaminasi dan inhalasi dari spora
B.anthraci.

Antraks disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yaitu bakteri berbentuk batang,
dengan ujung berbentuk persegi dan sudutsudut yang tampak jelas, tersusun berderet
sehingga tampak seperti ruas-ruas bambu. Bakteri ini merupakan bakteri gram positif yang
mempunyai ukuran 1-1,2 um X 3-5 um serta dapat membentuk spora, non motil dan
kapsul.1,6,7 Kapsul dan toksin merupakan dua faktor virulen penting yang dimiliki oleh
bakteri Bacillus anthracis. Toksin bakteri akan merusak sel tubuh jika telah berada di
dalamnya. Toksin ini terdiri dari: Protective antigen (PA)/Antigen pelindung; Edema
factor (EF)/Faktor edema dan Lethal factor (LF)/Faktor letal. Kapsul akan menyebabkan
gangguan pada proses fagositosis sedangkan exotoksin komplex berhubungan dengan
gejala yang ditimbulkan. Protective Antigen akan mengikat receptor yang selanjutnya
diikuti masuknya Lethal Factor dan Edema Factor ke dalam sel. Sinergi antara PA dengan
EF akan menyebabkan edema sedangkan sinergi antara PA dengan LF akan menyebabkan
kematian.

B. DISTRIBUSI GEOGRAFIS
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki angka kejadian antraks
cukup tinggi. Terdapat 11 propinsi yang dinyatakan sebagai daerah endemis antraks
meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat, Jambi,

1
dan DI Yogyakarta.4 Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada
tahun 2010-2016 terdapat 172 kasus antraks dan 97%nya merupakan kutaneus antraks.
Antraks sebanyak 61% menginfeksi laki-laki dan sisanya wanita. Selain itu menurut
kelompok umur, penyakit antraks menyerang usia >15 tahun sebanyak 93% dari jumlah
kasus.
Tahun 2010 ini telah terjadi wabah anthrax di Sulawesi Selatan (Kab. Gowa,
Pangkep dan Maros) dan Kab. Sragen (Kecamatan Tanon, Miri, Sukodono, Gesi dan
Gemolong) Tahun 2011 telah terjadi wabah di Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Sragen
dan Boyolali) serta di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pulau Sabu) Pada tahun 2012, telah
terjadi wabah di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Pada sekitar Bulan Juni-
Juli 2013 telah terjadi wabah Anthrax di Kabupaten Maros dan Kabupaten Takalar,
Provinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 2014 telah terjadi wabah Anthrax di Provinsi
Sulawesi Selatan (Kecamatan Bon Sel dan Patalasang Kabupaten Gowa, Kecamatan
Tampobulu dan Kecamatan Cendrana Kabupaten Maros, Kecamatan Mallusetasi
Kabupaten Barru, Kecamatan Watang pulu Kabupaten Sidrap, Kabupaten Barru dan
Kecamatan Libureng Kabupaten Bone) dan Jawa Timur (Kecamatan Srengat Kabupaten
Blitar). Tahun 2015 wabah Anthrax terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu di
Kecamatan Watang Tredo dan Watang Pulu Kabupaten Sidrap, Kecamatan Camba
Kabupaten Maros, Kecamatan Kulo Kabupaten Sidrap dan Kecamatan Bajeng Kabupaten
Gowa. Tahun 2016, wabah Anthrax telah terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan (Kecamatan
Kulo Kabupaten Sidrap, Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa, dan Kecamatan
Patampanua Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros), Provinsi
Sulawesi Barat ( Kecamatan Campalagian dan Kecamatan Wonomulyo Kabupaten
Poliwali Mandar), Provinsi Gorontalo (Kecamatan Telaga Biru Kabupaten Gorontalo,
Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo dan Kecamatan Bolango Selatan Kabupaten Bone
Bolango), dan Provinsi Jawa Timur (Kecamatan Donorojo, Punung dan Pringkuku
Kabupaten Pacitan). Wabah Anthrax yang terjadi di Provinsi Gorontalo merupakan kasus
pertama di provinsi ini. Sampai dengan bulan Oktober tahun 2016 apabila dilihat seluruh
kejadian Anthrax di 34 provinsi di Indonesia, maka kasus Anthrax telah terjadi di 22
provinsi dan hanya 7 provinsi yang tidak pernah dilaporkan terjadi kasus yaitu Aceh, Riau,
Bangka Belitung, Maluku Utara, Maluku, Papua dan Papua Barat.

2
Penyakit antraks bersifat universal karena secara geografis tersebar di seluruh dunia, baik
di negara yang beriklim tropis maupun yang beriklim sub tropis. Penyakit timbul secara
enzootis pada saat tertentu sepanjang tahun, namun lokasi terbatas hanya pada daerah
tertentu disebut daerah antraks.10 Setiap tahun diperkirakan terjadi sekitar 2.000 – 20.000
kasus antraks pada manusia di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan antraks tipe
kulit. Penyakit antraks tipe kulit mencapai 90% dari seluruh kejadian infeksi antraks di
seluruh dunia.11
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan selama periode tahun
2002 hingga tahun 2007 kasus penyakit antraks pada manusia di Indonesia mencapai 348
orang dengan kematian mencapai 25 orang atau Case Fatality Rate (CFR) sebesar 7,2%.12
Sampai saat ini, masih banyak daerah endemik antraks di Indonesia seperti di Provinsi
Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, D. I. Yogyakarta, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, NTT, NTB dan Papua. Di Jawa Barat (Kabupaten
Bogor), Nusa Tenggara Barat (Bima dan Sumbawa Besar) dan Nusa Tenggara Timur
hampir setiap tahun dilaporkan adanya kejadian antraks 3.

C. GEJALA PADA HEWAN DAN MANUSIA


1. Pada Manusia
Berdasarkan jenisnya, gejala antraks pada manusia adalah sebagai berikut:
a. Pada tipe pencernaan (gastrointestinal antraks), Bacillus anthracis dapat
masuk melalui makanan terkontaminasi, dan masa inkubasinya 2 sampai 5
hari. Mortalitas tipe ini dapat mencapai 25 - 60%. Pada antraks intestinal,
gejala utama adalah demam tinggi, sakit perut, diare berdarah, asites, dan
toksemia.3
b. Tipe pernafasan (pulmonary antraks) terjadi karena terhirupnya spora
Bacillus anthracis melalui jalur alat pernapasan karena bahan-bahan yang
mengandung basil/spora antraks terhirup.6 Pada antraks tipe pernafasan ini
mempunyai masa inkubasi 2 - 6 hari. Infeksi ini dapat dengan cepat
menimbulkan demam tinggi dan nyeri bagian dada.6 Tingkat kematian bisa
mencapai 86% dalam waktu 24 jam.3

3
c. Tipe meningitis, merupakan komplikasi gejala demam tinggi, sakit kepala,
sakit otot, batuk, susah bernafas atau lanjutan dari ke-3 bentuk antraks yang
telah disebutkan di atas. Secara umum, masa inkubasi penyakit antraks
adalah antara 1-7 hari. Dalam keadaan per-akut, korban antraks mendapat
serangan dadakan dan umumnya berakhir denagn kematian dengan gejala
awal sempoyongan (staggering), sulit bernafas, gemetaran (trembling)
kemudian kolep (collapse). Menurut WHO (1998) tingkat kematian dapat
mencapai 100% dengan gejala klinik pendarahan otak.

2. Pada Hewan
Tanda klinis berbeda-beda tergantung jenis hewan yang terserang, dikenal
3 bentuk yaitu per akut, akut dan kronis serta kutan.
a. Bentuk per akut (sangat mendadak). Anthrax per akut gejala/tandanya
sangat mendadak, hewan mendadak mati karena perdarahan otak. Bentuk
per akut sering terjadi pada domba dan kambing dengan perubahan
apopleksi serebral, hewan berputar-putar, gigi gemeretak dan mati hanya
beberapa menit setelah darah keluar dari lubang kumlah. Kasus lain dapat
berlangsung beberapa jam.
b. Bentuk akut. Tanda penyakit bermula demam (pada kuda mencapai 41,5
derajat dan pada sapi 42 derajat Celcius), gelisah, depresi, sesak nafas, detak
jantung cepat tetapi lemah, hewan kejang kemudian mati. Pada sapi tanda
umum adalah pembengkakan sangat cepat di daerah leher, dada, sisi perut,
pinggang dan kelamin luar. Dari lubang kumlah (telinga, hidung, anus,
kelamin) keluar cairan darah encer merah kehitaman. Kematian terjadi
antara 1-3 hari setelah tampak gejala klinis.
c. Bentuk kronis. Terlihat lesi/luka lokal yang terbatas pada lidah dan
tenggorokan, biasanya menyerang ternak babi dan jarang pada sapi, kuda
dan anjing. Penyakit berakhir setelah 10-36 jam atau kadang-kadang
mencapai 2-5 hari tetapi pada sapi dapat berlangsung 2-3 bulan. Pada ternak
babi dapat mati karena Anthrax akut tanpa gejala tanda, atau mati tercekik

4
karena pembengkakan tenggorokan, atau berangsur dapat sembuh pada
Anthrax kronis yang ringan.
d. Bentuk kutan. Ditandai dengan pembengkakan di macam-macam tempat
dibagian tubuh. Terdapat pada sapi dan kuda, bila luka-luka atau lecet-lecet
kulit dicemari oleh kuman anthrax.

D. CARA PENULARAN

Penularan penyakit Antraks dapat diawali dengan tanah yang berspora Antraks,
kemudian melalui luka kulit atau terhiru pernapasan ataupun bersama pakan/minum masuk
ke pencernaan tubuh hewan dengan masa tunas sekitar 1-3 hari dan kadang-kadang 20 hari.
Anthraks tidak lazim ditularkan dari hewan satu ke lainnya dengan kontak langsung,tetapi
vector lalat penghisap darah dapat berperan (misalnya Tabanus.sp). seringkali terinfeksi
dari hewan melalui permukaan kulit yang terluka terutama pada orang-orang yang banyak
berhubungan dengan hewan, atau terjadi lewat pernapasan pada pekerja penyortir bulu
domba. Infeksi melalui saluran pencernaan dapat terjadi pada orang yang makan daging
asal hewan penderita Anthrax.

E. SPESIMEN UNTUK DIAGNOSA DALAM PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Diagnosis antraks yaitu dengan deskripsi klinis dan melihat hubungan


epidemiologis dengan kasus atau diduga kasus hewan atau produk hewani yang
terkontaminasi. Diagnosis retrospektif yaitu tes hipersensitivitas kulit menggunakan
AnthraxinT yang menghasilkan reaksi positif terhadap tes kulit alergi (tidak divaksinasi
individu).14

Pemeriksaan laboratorium dengan pengecatan langsung atau kultur terhadap


spesimen yang diambil dari malignant pustule, sputum, darah atau discharge penderita.
Hal ini tergantung dari manifestasi klinis yang terjadi pada penderita tersebut.7,8 Pada
pewarnaan gram langsung dari lesi kulit (vesikel atau eschar), darah atau cairan
serebrospinal, menunjukkan dienkapsulasi, basil gram positif besar (berbentuk persegi)
pada rantai pendek. Setelah inkubasi selama 18-24 jam, terjadi pertumbuhan pada agar
darah dan menunjukkan morfologi bakteri koloni bewarna abu-abu/putih, datar,

5
berdiameter 2-5 mm dan tepi tidak beraturan. Kultur darah biasanya positif dalam waktu
enam sampai 24 jam. CTscan untuk membantu mendiagnosis antraks inhalasi.7,8,15

F. CARA PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

1. Pencegahan

Pencegahan penyakit hewan adalah semua tindakan untuk mencegah


timbulnya/berjangkitnya/menjalarnya suatu penyakit hewan dalam kegiatan
pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan. Sedangkan pemberantasan
adalah suatu usaha terorganisir untuk menghilangkan (membebaskan) suatu
penyakit di suatu daerah sampai tidak terjadi lagi.

Pencegahan penyakit Anthrax dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Bagi daerah bebas Anthrax, tindakan pencegahan didasarkan kepada


peraturan yang ketat dalam pengawasan pemasukan hewan ke daerah
tersebut.

b. Bagi daerah endemik/enzootik, untuk pencegahan penyakit dilakukan


vaksinasi sesuai anjuran diikuti monitoring ketat.

c. Untuk hewan tersangka sakit dapat dipilih perlakuan, yaitu penyuntikan


antibiotik atau kemoterapeutik, penyuntikan serum, penyuntikan serum
kombinasi dengan antibiotik atau kemoterapeutik. Dua minggu kemudian
disusul dengan vaksinasi.

2. Pengobatan

a. Pada Hewan

Pengobatan tidak hanya terhadap hewan sakit tetapi juga hewan tersangka
atau diduga menderita Anthrax. Dilakukan penyuntikan antibiotika secara
intra muskuler (IM) selama 4-5 hari berturut-turut dengan Penicilline atau
Oxytetracycline atau derivatnya. Anthrax pada hewan ternak sangat menular
dan fatal, maka pada prinsipnya pengendalian penyakit didasarkan kepada
pengobatan seawal mungkin disertai pengendalian yang ketat.

6
Untuk pengobatan (kuratif) pada hewan sakit diberikan suntikan serum
dengan dosis 100-150 ml untuk hewan besar dan 50-100 ml untuk hewan
kecil. Penyuntikan serum homolog sebaiknya secara intra venous (IV) atau
subkutan (SC) bila sulit, sedangkan yang heterolog secara SC. Jika
diperlukan penyuntikan dapat diulangi secukupnya. Lebih dini dipakai
serum setelah timbul gejala sakit, maka lebih besar kemungkinan diperoleh
hasil yang baik. Hewan yang tersangka sakit atau sekandang/ segerombolan
dengan si sakit diberi suntikan pencegahan dengan serum sebanyak 30-50 ml
untuk ternak besar dan 10- 15 ml untuk ternak kecil. Kekebalan pasif timbul
seketika dan berlangsung tidak lebih dari 2-3 minggu.

b. Pada Manusia

Terapi dari penyakit antraks yaitu dengan mengonsumsi antibiotik, yaitu


penisilin. Untuk kasus kutaneus antraks, pengobatan dengan Procain
penisilin 2 x 1,2 juta IU diberikan secara IM selama 5 - 7 hari atau dapat juga
dengan menggunakan benzil penicillin 2500 IU secara IM setiap 6 jam.
Antibiotic lain yang dapat digunakan yaitu ciprofloxacillin (500 mg dua kali
sehari), doxycyklin (100 mg dua kali sehari), atau amoksisilin (500 mg tiga
kali sehari). Dalam konteks serangan bioteroris, pengobatan harus
dilanjutkan selama 60 hari dibandingkan dengan tujuh sampai 10 hari untuk
penyakit yang didapat secara alami.14,17 Pada antraks intestinal dapat
diberikan Penisilin G 18 - 24 juta IU/hari, IVFD (Intravenous Fluid Drop)
ditambah dengan streptomisin 1-2 gram untuk tipe pulmonal, dan untuk tipe
gastrointestinal tetrasiklin 1 gram/ hari. Terapi supportif dan simptomatis
perlu diberikan, biasanya plasma ekspander dan regiment vasopresor bila
diperlukan. Pada antraks intestinal dapat pula menggunakan
chloramphenicol 6 gram/hari selama 5 hari, kemudian diteruskan 4
gram/hari selama 18 hari, diteruskan dengan eritromisin 4 gram/ hari untuk
menghindari supresi pada sumsum tulang.15,17 Pengobatan antraks inhalasi
yaitu dengan pengobatan intravena (IV) pada dewasa dengan Ciprofloxacin
400 mg IV bd (dua kali sehari) atau doksisiklin 100 mg IV bd ditambah 1

7
atau 2 antibiotik lainnya lalu beralih ke pengobatan oral bila sesuai secara
klinis, ciprofloxacin 500 mg bd atau doksisiklin 100 mg bd untuk
melengkapi 60 hari. Pada anak yaitu dengan pemberian Ciprofloxacin 10-15
mg IV bd dan Doksisiklin> 8 tahun> 45 kg: 100 mg IV bd 8 tahun <45 kg
atau <8 tahun: 2,2 mg / kg bd +1 atau 2 antibiotik lainnya lalu beralih ke
antibiotic oral bila sesuai secara klinis. Ciprofloxacin 10-15 mg / kg bb atau
doksisiklin (rejimen dosis yang sama) sampai selesai 60 hari.17 Begitu
pasien telah stabil secara klinis, perawatan IV dapat beralih ke oral dan
monoterapi dapat digunakan untuk menyelesaikan pengobatan 60 hari.
Antibiotik lain yang aktif secara in vitro melawan strain B. anthracis adalah:
ampisilin, penisilin, klindamisin, klaritromisin, imipenem/ meropenem,
vankomisin, rifampisin, dan kloramfenikol. Wanita hamil dan pasien
immunocompromised harus menerima pengobatan yang sama dan perlu
mempertimbangkan steroid dengan edema berat atau meningitis satu obat
bisa digunakan saat pasien sudah stabil.

8
DAFTAR PUSTAKA

Claudia Clarasinta, Tri Umiana Soleha.2017. Penyakit Antraks: Ancaman untuk Petani dan
Peternak. Majority | Volume 7 Nomor 1 . hal 159.161

P E D O M A N Pengendalian Dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular (Phm) Seri Penyakit


Anthrax Kementerian Pertanian Republik Indonesia Direktorat Jenderal Peternakan Dan
Kesehatan Hewan 2016

Riza Sinta Damayanti., Lintang Dian Saraswati., M.Arie Wuryanto., 2012.


Gambaran Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Antraks Pada Manusia Di Desa
Karangmojo Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali Tahun 2011. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, Vol 1, Nomor 2halaman 454 – 465.
Http://Ejournals1.Undip.Ac.Id/Index.Php/Jkm

Kunadi Tanzil. 2013. Aspek Bakteriologi Penyakit Antraks. Jurnal Ilmiah Widya Kesehatan Dan
Lingkungan. Volume 1 Nomor 1. Hal 4

Anda mungkin juga menyukai