Anda di halaman 1dari 12

FLU BABI

Swine influensa swine (flu, hog flu, pig flu) atau influensa babi adalah penyakit saluran
pernafasan akut pada babi yang disebabkan oleh virus influensa tipe A. Penyakit virus influensa
babi pertama dikenal sejak tahun 1918, pada saat itu didunia sedang terdapat wabah penyakit
influenza secara pandemik pada manusia yang menelan korban sekitar 21 juta orang meninggal
dunia (HAMPSON, 1996). Kasus tersebut terjadi pada akhir musim panas. Pada tahun yang
sama dilaporkan terjadi wabah penyakit epizootic pada babi di Amerika tengah bagian utara
yang mempunyai kesamaan gejala klinis dan patologi dengan influensa pada manusia. Karena
kejadian penyakit ini muncul bersamaan dengan kejadian penyakit epidemic pada manusia, maka
penyakit ini disebut flu pada babi. Para ahli kesehatan hewan berpendapat bahwa penyakit babi
ini ditularkan dari manusia. Selain di negara Amerika Serikat, wabah influensa babi dilaporkan
terjadi di berbagai negara Canada, Amerika Selatan, Asia dan Afrika pada permulaan tahun 1968
(FENNER et al., 1987). Sementara itu, di Eropa influensa babi diketahui pada tahun1950-an,
melanda negara Cekoslovakia, Inggris dan Jerman Barat. Setelah itu, virus menghilang untuk
sementara waktu sampai muncul kembali wabah tahun 1976 di bagian Itali, yang kemudian
menyebar ke Belgia dan bagian selatan Perancis pada tahun 1979. Sejak itu dengan cepat
penyakit menyebar ke negara
Eropa yang lain. Pada awal tahun 1976 di Amerika Serikat terjadi suatu peristiwa yang sangat
menarik yaitu ditemukannya virus influensa babi yang dapat diisolasi dari manusia, selanjutnya
dapat terungkap bahwa apabila manusia berhubungan dengan babi sakit, maka akan dapat
menjadi terinfeksi dan menderita penyakit pernafasan akut (O’BRIAN et al., 1977; ROTA et al.,
1989).
Penyakit yang disebabkan oleh virus klasik influensa babi serotipe H1N1 merupakan penyakit
pernafasan pada babi yang sangat signifikan di Amerika utara, hampir seluruh Eropa dan Asia
bagian barat, wabah umumnya terjadi pada musim gugur atau musim dingin. Penyakit tersebut
secara klinis tidak terdeteksi di Inggris hingga tahun 1986. Sementara itu, di Australia belum
pernah dilaporkan adanya penyakit baik secara klinis maupun serologis. Dalam waktu 60
tahunan influensa babi tidak berubah secara signifikan di alam (EASTERDAY, 1986). Karena
penyakit
pernafasan babi selain disebabkan oleh virus influensa A juga disebabkan oleh agen lainnya
maka istilah influensa babi diubah menjadi Enzootic pneumonia. Kerugian yang disebabkan
penyakit pernafasan sudah banyak dilaporkan, virus flu babi merupakan penyakit yang memicu
gejalagejala atau sindrom penyakit pernafasan komplex. virus flu babi sebagai penyebab pertama
dicirikan dengan adanya kematian yang rendah, derajat kesakitan tinggi dan kejadiannya sangat
sebentar, jadi virus flu babidapat dikatakan sebagai pemicu adanya infeksi bakteri sekunder.
Flu babi merupakan penyakit saluran pernafasan sangat menular pada babi yang
disebabkan oleh virus in! uenza A yang sangat menyerupai virus in! uenza pada manusia. Flu
pada babi beragam jenisnya hampir sama dengan ! u pada manusia. Wabah in! uenza pada babi
rutin terjadi pada babi anakan (babi muda) dengan tingkat kasus tinggi namun jarang menjadi
fatal. Penyakit ini cenderung mewabah di musim semi dan musim dingin tetapi siklusnya adalah
sepanjang tahun (Ressang, 1984). Penyakit ini sebenarnya banyak menyerang ternak babi,
namun kini telah mengalami perubahan yang drastis dan sehingga mampuuntuk menginfeksi
manusia, karena virus influenza dapat mengakibatkan infeksi timbal balik pada babi maupun
pada manusia (Deptan,2009; Ressang 1984).
Nidom (2009) menyatakan flu babi (Subtipe H1N1 klasik) sudah lazim di Indonesia sejak dulu
dan tidak berbahaya, sedangkan H1N1 tipe Meksiko yang saat ini dikenal sebagai ! u babi lebih
berbahaya. Keganasan H1N1 tipe Meksiko tidak seperti H5N1, dari sekitar 1.500 kasus di
seluruh dunia, baru 150 berakhir dengan kematian, HINI Virus ini cepat menyebar, tetapi daya
rusaknya rendah, sedangkan H5N1 lambat menyebar tetapi daya rusaknya amat tinggi. Kurang
dari sebulan, H1N1 tipe Meksiko sudah menjangkiti ribuan orang. Sementara dalam tiga tahun,
kasus H5N1 hanya tercatat sekitar 300 kasus di se- luruh dunia. Badan Kesehatan Dunia, WHO,
mengemukakan bahwa sejumlah kasus influenza adalah versi H1N1 in uenza tipe A yang tidak
pernah ada sebelumnya. Varian baru ini dikenal dengan nama virus H1N1 yang merupakan
singkatan dari dua antigen utama virus yaitu hemaglutinin tipe 1 dan neuraminidase tipe 1.
Penyakit influenza disebabkan virus famili Orthomyxoviridae, yang terdiri atas virus tipe A, B
dan C berdasarkan hemaglutinin permukaan (H) dan antigen neuraminidase (N). Wabah in
uenza terjadi setiap tahun, meskipun berat dan besarnya bervariasi. Virus A paling sering
memberikan epidemi atau pandemic dan virus B kadang menimbulkan epidemi atau pandemi
regional. Virus C hanya menimbulkan infeksi sporadis yang ringan. Sembilan puluh persen
kematian oleh virus influenza terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Wabah terbesar disebabkan
influenza A oleh karena antigennya dapat berubah. Wabah influenza B tidak begitu berat oleh
karena antigennya stabil. Antigen virus influenza tipe A dapat mengalami dua jenis perubahan
atau mutasi yaitu: 1) antigenic drift bila mutasi tersebut terjadi perlahan, 2) antigenic shift
yang terjadi mendadak. Virus influenza jenis B lebih stabil dibanding virus influenza jenis
A karena hanya mengalami mutasi antigenic drift Adanya antigenic drift/shift
menyebabkan virus lolos dalam pengawasan sistem imun pejamu, sehingga manusia selalu
rentan terhadap infeksi virus untuk seumur hidupnya (Baratawidjaja, 2006).
Flu babi saat ini diketahui disebabkan oleh beberapa subtipe influenza virus A, yang telah
diisolasi dari berbagai jenis hewan, termasuk manusia, babi, kuda, mamalia laut,dan burung.
Berdasarkan " logenetiknya virus yang ditemukan mempunyai satu galur gen yang sama,
sehingga gen-gen dari virus tersebut dapat berpindah melewati “barrier spesies”. Influenza virus
menyebabkan angka kesakitan cenderung tinggi dan angka kematian rendah (1-4%). Influenza
virus termasuk dalam golongan famili Orthomyxoviridae, dengan klasifikasi A, B, dan C
berdasarkan perbedaan antigenetik pada nukleoprotein (NP) dan matrik protein (M1). Subtipe
didasarkan pada antigenesitas permukaan glikoprotein yaitu hemaglu- tinin (HA) and
neuraminidase (NA). Subtipe influenza virus saat ini telah dapat diidentifikasikan 15 HA dan 9
NA (Murphy dan Webster, 1996; Rohm et al., 1996).
Sebagian besar virus flu babi merupakan subtipe H1N1, namun subtipe lain juga beredar pada
babi (antara lain, H1N2, H3N1, H3N2, dan H2N3). Babi juga dapat terinfeksi dengan virus flu
burung (avian influenza) dan virus flu musiman manusia, sama seperti halnya terinfeksi virus flu
babi. Virus babi H3N2 diperkirakan awalnya ditularkan pada babi oleh manusia. Flu babi
diketahui disebabkan oleh virus influenza A subtipe H1N1, H1N2, H3N1, H3N2, and H2N3.
Virus ini (type A H1N1 virus) pertama kali diketahui secara klinis tahun 1918 saat masa
pandemi influenza, manusia terinfeksi flu dan babi menunjukkan gejala klinis yang hampir sama.
Strain virus diketahui setelah diisolasi dari babi pada tahun 1930, strain virus ini mempunyai
karakter yang sama dengan influenza pada manusia dan dikenal dengan “influenza A klasik
H1N1” (Roland et al.,2007). Varian baru ini dikenal dengan nama virus H1N1 yang merupakan
singkatan dari dua antigen utama virus yaitu hemaglutinin tipe1 dan neuraminidase tipe1.

PENYAKIT PADA MANUSIA


Tanda dan gejala infeksi swine influenza virus pada manusia, kadang tidak bisa dibedakan
dengan infeksi influenza virus. Gejala swine infuenza virus pada manusia mirip dengan gejala
virus in! uenza manusia, antara lain: demam (90%), batuk (100%), sakit kepala (60%), dan diare
(30%). Pemeriksaan laboratorium pada pemeriksaan darah menunjukkan leukopenia,
limpopenia, dan trombositopenia. Pada pasien kadang dilaporkan timbul gejala myalgia, mual,
takipnea, dispnea, konjungtivitis, suhu tubuh 39.7°C (103.5°F), sakit pada saluran pernafasan
bawah. Infeksi antar manusia bisa terjadi, seperti ! u manusia, yaitu melalui bersin atau batuk.
Bisa juga lewat sentuhan tangan, kemudian tangan tersebut menyentuh mulut, mirip dengan
gejala in! uenza pada umumnya seperti: demam, batuk, pilek, letih dan sakit kepala (CDC,
2009).
Pasien yang terinfeksi flu babi dapat menjadi semakin parah, sehingga pasien akan mengalami
kesulitan bernafas dan memerlukan alat bantu nafas (ventilator). Bila terjadi infeksi bakteri
sekunder maka dapat memperparah keadaan pasien sehingga mengalami radang paru paru atau
pneumonia. Beberapa dianta-
ranya dapat mengalami gejala kejang kejang. Kematian umumnya terjadi karena adanya infeksi
sekunder bakteri pada paru paru sehingga diperlukan antibiotika yang tepat untuk mengatasi
infeksi sekunder tersebut (Kusmarjadi,2009; Gregory, 2009).
Virus infuenza babi tidak menimbulkan gejala-gejala klinis yang penting dan hanya berlangsung
selama 5 hari. Gejala klinis yang nampak pada babi adalah bersin, batuk-batuk, suhu badan 38,1
ºC– 41,8 ºC, depresi, keluar exudat serous, lakrimasi, sesak nafas, mual-mual, nafsu makan
turun. Pemeriksaan kadang juga menunjukkan babi mengalami takipnea, dispnoe, dan terdapat
konjungtivitis. Infuenza pada babi kadang dapat melanjut pneumonia. Pneumonia yang
mengikuti in! uenza babi menunjukkan karakteristik tipe lobular dan menyebar serta
mengakibatkan terjadinya atelektasis. Infuenza babi yang non-pneumonia akan nampak paru-
paru mengalami edema dan kongesti
(Deptan, 2009; Ressang, 1984; Shope, 1991).
PENYAKIT PADA HEWAN

Pada kejadian wabah penyakit, masa inkubasi sering berkisar antara 1-2 hari (TAYLOR, 1989),
tetapi bisa 2-7 hari dengan
rata-rata 4 hari (BLOOD dan RADOSTITS, 1989). Penyakit ini menyebar sangat cepat hampir
100% babi yang rentan terkena, dan ditandai dengan apatis, sangat lemah, enggan bergerak atau
bangun karena gangguan kekakuan otot dan nyeri otot, eritema pada kulit, anoreksia, demam
sampai 41,8oC. Batuk sangat sering terjadi apabila penyakit cukup hebat, dibarengi dengan
muntah eksudat lendir, bersin, dispnu diikuti kemerahan pada mata dan terlihat adanya cairan
mata. Biasanya sembuh secara tiba-tiba pada hari ke 5-7 setelah gejala klinis. Terjadi tingkat
kematian tinggi pada anakanak
babi yang dilahirkan dari induk babi yang tidak kebal dan terinfeksi pada waktu beberapa hari
setelah dilahirkan. Tingkat kematian pada babi tua umumnya rendah, apabila tidak diikuti
dengan komplikasi. Total kematian babi sangat rendah, biasanya kurang dari 1%. Bergantung
pada infeksi yang mengikutinya, kematian dapat mencapai 1-4% (ANON., 1991).
Beberapa babi akan terlihat depresi dan terhambat pertumbuhannya. Anak-anak babi yang lahir
dari induk yang terinfeksi pada saat bunting, akan terkena penyakit pada umur 2-5 hari setelah
dilahirkan, sedangkan induk tetap memperlihatkan gejala klinis yang parah. Pada beberapa
kelompok babi terinfeksi bisa bersifat subklinis dan hanya dapat dideteksi dengan sero konversi.
Wabah penyakit mungkin akan berhenti pada saat tertentu atau juga dapat berlanjut sampai
selama 7 bulan. Wabah penyakit yang bersifat atipikal hanya ditemukan pada beberapa hewan
yang mempunyai manifestasi akut. Influensa juga akan menyebabkan abortus pada umur 3 hari
sampai 3 minggu kebuntingan apabila babi terkena infeksi pada pertengahan kebuntingan kedua.
Derajat konsepsi sampai dengan melahirkan selama tejadi wabah penyakit akan
menurun sampai 50% dan jumlah anak yang dilahirkan pun menurun.
DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosis infeksi swine infuenza, dibutuhkan koleksi spesimen saluran nafas dari
pasien yang terinfeksi dengan onset 72 jam atau 4-5 hari pertama. Spesimen ini kemudian
diperiksakan di laboratorium dengan real-time reverse-transcription polymerase chain
reaction (RT-PCR) (Gregrory, et al., 2009). Diagnosa flu babi ditegakan berdasarkan gejala
klinis pasien dan riwayat kontak dengan mereka meraka yang memiliki gejala seperti di atas.
Pemeriksaan sputum dari tenggorokan pasien bertujuan untuk membedakan infeksi terjadi
disebabkan oleh tipe virus A atau B. Hasil pemeriksaan ditemukan virus tipe B maka dapat
dipastikan pasien tersebut bukan terinfeksi flu babi, tetapi bila hasil pemeriksaan adalah virus
tipe A, maka ada kemungkinan penderita tersebut terinfeksi flu babi. Sampel yang diindikasikan
terinfeksi virus tipe A, selanjutnya dikirim ke laboratorium yang lebih lengkap untuk mengetahui
adanya antigen virus flu babi sebagai penegakan diagnosa pasti (CDC, 2009).

Pathogenesis Penyakit Flu Babi

Pada penyakit influensa babi klasik, virus masuk melalui saluran pernafasan atas kemungkinan
lewat udara. Virus menempel pada trachea dan bronchi dan berkembang secara cepat yaitu dari
2 jam dalam sel epithel bronchial hingga 24 jam pos infeksi. Hampir seluruh sel terinfeksi virus
dan menimbulkan eksudat pada bronchiol. Infeksi dengan cepat menghilang pada hari ke 9
(ANON., 1991). Lesi akibat infeksi sekunder dapat terjadi pada paruparu karena aliran eksudat
yang berlebihan dari bronkhi. Lesi ini akan hilang secara cepat tanpa meninggalkan adanya
kerusakan. Kontradiksi ini berbeda dengan lesi pneumonia enzootica babi yang dapat bertahan
lama. Pneumonia sekunder biasanya karena serbuan Pasteurella multocida, terjadi pada beberapa
kasus dan merupakan penyebab kematian.

Virus flu babi normalnya spesifik pada spesies tertentu dan hanya menginfeksi babi. Pada
perkembangannya, penyakit ini dapat berpindah timbal balik, melewati “barier spesies”,
sehingga penularan dapat terjadi antara babi ke manusia ataupun dari manusia ke babi. Virus
H1N1 bermutasi di tubuh babi lebih mungkin bertransmisi antar manusia, babi, dan mamalia.
Antara tahun 1979 dan 1984 diketahui H1N1 yang diisolasi dari babi mempunyai NeuAcα2,3Gal
dan NeuAcα2,6Gal, merupakan gen linkage, sedangkan NeuAcα2,3Gal H1N1 hanya pada
unggas (Rogers et al., 1998). NeuAcα2,3Gal dan NeuAcα2,6Gal reseptor spesifi k dari H1N1
pada babi yang dapat berubah selama replikasi (Kawaoka and Webster, 1988). Pada tahun 1985
diketahui NeuAcα2,6Gal pada babi dapat bertransmisi ke manusia, dengan meniru reseptor
spesifi k pada manusia (Rogers et al., 1998). Secara teoretis, virus di unggas tidak bisa langsung
ke mamalia seperti manusia, harus melalui perantara mamalia lain yaitu babi. Virus infl uenza
masuk ke dalam sel de- ngan adanya glikoprotein permukaan virus yaitu hemaglutinin (HA).
Hemaglutinin (HA) mempunyai tiga fungsi utama dalam proses replikasi, yaitu: (1) HA
berikatan dengan reseptor asam sialik yang terdapat pada permukaan sel; (2) Membantu
penetrasi virus untuk masuk ke dalam sitoplasma dengan melakukan fusi antara virus dengan sel
endosomal; dan (3) Antigen viral yang utama, dimana melakukan neutralisasi antibodi yang
dihasilkan (Lamb & Krug, 2001). HA sebagai prekursor, HA0, yang terdiri dari HA1 dan HA2
(Skehel & Wiley, 2000). Supaya lebih mudah menginfeksi, HA0 harus dipecah oleh protease
menjadi HA1 and HA2. Oleh karena itu proses tersebut sangat penting untuk petogenesitas virus
(Bosch et al., 1981; Klenk et al., 1975). H1N1 adalah virus yang menyebabkan flu musiman pada
manusia secara rutin, sedangkan H1N1 di tubuh babi besar kemungkinan versi baru H1N1
merupakan hasil perpaduan dari berbagai versi virus yang berbeda yang terjadi di satu binatang
sumber (WHO, 2009). Pada tubuh babi virus mengalami perubahan dengan dua pola. Pola
pertama adalah adaptasi dan pola kedua berupa penyusunan ulang virus (reassortan).
Berdasarkan pola tersebut, virus flu pada babi dapat berubah konstan, karena bisa berkembang
menjadi gabungan flu babi, flu unggas, dan flu manusia.

Babi bisa terinfeksi virus avian influenza dan virus flu manusia, maka virus ini akan mampu
membentuk spesies2 virus baru, merupakan gabungan virus avian, manusia dan swine (Roland et
al., 2007). Berdasarkan riset Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat,
H1N1 tipe Meksiko diduga kuat gabungan flu unggas, flu babi, dan flu manusia (CDC, 2009).
Virus kemungkinan berubah di tubuh babi, karena virus ini memuat materi genetik yang khas
dan memiliki kemampuan bertukar komponen genetik satu sama lain serta ditemukan dalam
virus yang menulari manusia, unggas, dan babi. Virus flu memiliki kemampuan bertukar
komponen genetik satu sama lain (WHO, 2009). Imunitas babi yang merupakan bagian dari
mamalia mempunyai 4 jenis plak Peyer dan papilia tonsil kecil yang mengeluarkan limfosit dari
kelenjar limfoid langsung ke dalam sirkulasi darah (tidak ke eferen limfe). Babi memiliki IgG,
IgA, IgE, IgM dan leukosit perifer. Babi juga memiliki sel NK, mengekspresikan molekul adhesi
berupa E selektin, memproduksi sitokinin (IL-2, IL-4, IL-5, IL-10, IL-12, GM-CSF dan G-CSF),
serta faktor-faktor kemotaktik. Antibodi pada babi di atas digunakan sebagai sistem imunitas
tubuh babi terhadap seranganserangan virus (Baratawidjaja, 2006).

PENYEBARAN
Penyakit virus influensa babi pertama dikenal sejak tahun 1918, pada saat itu didunia sedang
terdapat wabah penyakit influensa secara pandemik pada manusia yang menelan korban sekitar
21 juta orang meninggal dunia (HAMPSON, 1996). Kasus tersebut terjadi pada akhir musim
panas.

Selain di negara Amerika Serikat, wabah influensa babi dilaporkan terjadi di berbagai negara Canada,
Amerika Selatan, Asia dan Afrika pada permulaan tahun 1968 (FENNER et al., 1987). Sementara itu, di
Eropa influensa babi diketahui pada tahun 1950-an, melanda negara Cekoslovakia, Inggris dan
Jerman Barat. Setelah itu, virus menghilang untuk sementara waktu sampai muncul kembali
wabah tahun 1976 di bagian Itali, yang kemudian menyebar ke Belgia dan bagian selatan
Perancis pada tahun 1979. Sejak itu dengan cepat penyakit menyebar ke negara Eropa yang lain.

Pada awal tahun 1976 di Amerika Serikat ditemukannya virus influensa babi yang dapat diisolasi
dari manusia, selanjutnya dapat terungkap bahwa apabila manusia berhubungan dengan babi
sakit, maka akan dapat menjadi terinfeksi dan menderita penyakit pernafasan akut (O’BRIAN et
al., 1977; ROTA et al., 1989). Pertama kali, virus influensa babi diisolasi tahun 1930, sudah
banyak aspek dari penyakit tersebut yang diungkapkan, antara lain meliputi tanda klinis, lesi,
imunitas, transmisi, adaptasi virus terhadap hewan percobaan dan hubungan antigenik dengan
virus influensa lainnya serta kejadian penyakit di alam.

Penyebaran virus influensa dari babi ke babi dapat melalui kontak moncong babi, melalui udara
atau droplet. Faktor cuaca dan stres akan mempercepat penularan. Virus tidak akan tahan lama di
udara terbuka. Penyakit bisa saja bertahan lama pada babi breeder atau babi anakan. Virus
influensa tidak dapat tahan lebih dari 2 minggu di luar sel hidup kecuali pada kondisi dingin.
Virus sangat sensitif terhadap panas, detergen, kekeringan dan desinfektan. Sangat sensitif
terhadap pengenceran tinggi desinfektan mutakhir yang mengandung oxidising agents dan
surfactants seperti Virkon (Antec).

Manusia dapat terkena penyakit influensa secara klinis dan menularkannya pada babi. Kasus
infeksi sudah dilaporkan pada pekerja di kandang babi di Eropa dan di Amerika. Beberapa kasus
infeksi juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal manusia. Penyakit pada manusia umumnya
terjadi pada kondisi musim dingin. Transmisi kepada babi yang dikandangkan atau hampir
diruangan terbuka dapat melalui udara seperti pada kejadian di Perancis dan beberapa wabah
penyakit di Inggris. Babi sebagai karier penyakit klasik di Denmark, Jepang, Italy dan
kemungkinan Inggris telah dilaporkan. Kasus zoonosis yang dilaporkan menimpa wanita umur
32 tahun, pada bulan September 1988, orang tersebut dirawat di rumah sakit akibat pnemonia
dan akhirnya meninggal 8 hari kemudian. Dari hasil pemeriksaan ditemukan virus influensa
patogen yang secara antigenik berhubungan dengan virus influensa babi (ROTA et al., 1989,
WELLS et al.,1991). Setelah diselidiki ternyata pasien tersebut 4 hari sebelum sakit
mengunjungi pameran babi. Sementara itu, hasil pengujian HI pada orang yang datang pada
pameran babi tersebut menunjukkan sebanyak 19 orang dari 25 orang (76%) mempunyai titer
antibodi ≥20 terhadap flu babi. Walaupun disini tidak terjadi wabah penyakit, namun terdapat
petunjuk adanya penularan virus (WELLS et al., 1991).

Menurut Direktur Jenderal WHO (WHO Director-General ), saat ini status penyebaran Swine
Flu sudah memasuki fase 5, yaitu penyebaran virus sudah melingkupi manusia ke manusia dan
melintasi dua negara dalam satu wilayah region WHO (CDC, 2009). Fase 5 merupakan sinyal
terjadi-nya pandemik, sehingga untuk pandemi virus flu babi ini harus segera diambil tindakan
yang serius dan tepat karena kemampuan penyebaran virus cepat ke setiap negara di seluruh
dunia.

Wabah influenza pada babi rutin terjadi pada babi anakan (babi muda) dengan tingkat kasus
tinggi namun jarang menjadi fatal. Penyakit ini cenderung mewabah di musim semi dan musim
dingin tetapi siklusnya adalah sepanjang tahun (Ressang, 1984). Penyakit ini sebenarnya banyak
menyerang ternak babi, namun kini telah mengalami perubahan yang drastis dan sehingga
mampu untuk menginfeksi manusia, karena virus influenza dapat mengakibatkan infeksi timbal
balik pada babi maupun pada manusia (Deptan, 2009; Ressang 1984). Nidom (2009) menyatakan
flu babi (Subtipe H1N1 klasik) sudah lazim di Indonesia sejak dulu dan tidak berbahaya,
sedangkan H1N1 tipe Meksiko yang saat ini dikenal sebagai flu babi lebih berbahaya. Keganasan
H1N1 tipe Meksiko tidak seperti H5N1, dari sekitar 1.500 kasus di seluruh dunia, baru 150
berakhir dengan kematian, HINI Virus ini cepat menyebar, tetapi daya rusaknya rendah,
sedangkan H5N1 lambat menyebar tetapi daya rusaknya amat tinggi. Kurang dari sebulan, H1N1
tipe Meksiko sudah menjangkit ribuan orang. Sementara dalam tiga tahun, kasus H5N1 hanya
tercatat sekitar 300 kasus di seluruh dunia. Badan Kesehatan Dunia, WHO, mengemukakan
bahwa sejumlah kasus influenza adalah versi H1N1 influenza tipe A yang tidak pernah ada
sebelumnya. Varian baru ini dikenal dengan nama virus H1N1 yang merupakan singkatan dari
dua antigen utama virus yaitu hemaglutinin tipe 1 dan neuraminidase tipe 1.

PENCEGAHAN
Transmisi virus infuenza babi dapat terjadi dengan kontak langsung dengan babi, para pekerja
peternakan babi, kontak benda langsung, konsumsi daging dan produksi hasil turunan. Tindakan
pencegahan yang harus diambil untuk mengurangi risiko tertular flu babi pada manusia
dengan:
 Meminimalisir kontak dengan virus seperti mencuci tangan sesering mungkin;
 Jangan menyentuh wajah anda terutama hidung dan mulut serta menghindari kontak
dekat dengan orang yang sedang menderita flu;
 Edukasi mengenai kesehatan saluran pernafasan melalui media masa serta pengadaan
masker dan alkohol sebagai hand-sanitizer;
 Menutupi hidung dan mulut dengan tisu ketika batuk atau bersin dan membuangnya ke
tempat sampah setelah digunakan;
 Hindari hubungan dengan orang-orang yang terinfeksi flu;
 Jika sakit, harus tetap berada di dalam rumah, tidak pergi ke tempat kerja atau sekolah,
agar tidak terinfeksi ke orang lain.

Tindakan pencegahan yang harus diambil untuk mengurangi risiko tertular flu babi pada ternak
babi dengan:
 Memindahkan kandang babi dari pemukiman warga;
 Melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap ternak babi.
 Pengadaan monitoring usaha peternakan babi oleh Pemerintah daerah dari tingkat
kabupaten/kota dan provinsi,
 Melakukan kebijakan larangan impor babi dan pengawasan secara ketat baik babi hidup
maupun daging babi segar dan turunannya;
 Memonitor rumah pemotongan hewan (RPH) supaya memotong babi yang benar-benar
sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH);
 Meningkatkan usaha-usaha sanitasi, desinfektan lingkungan kandang dan peternakan 3
kali tiap minggu;
 Memisahkan atau tidak mencampur usaha ternak babi dengan ternak unggas;
 Kandang ternak babi dibuat berpagar, tidak mambuang hasil samping atau hasil akhir
ternak babi dengan sembarangan;
 Segera cuci tangan menggunakan sabun atau alkohol setelah melakukan kontak dengan
ternak babi (Deptan, 2009; WHO, 2009)

Anda mungkin juga menyukai