Tebu, saccharum officinarum L, memiliki sejarah yang panjang sebagai komoditas pertanian
komersial. Tebu diperkirakan berasal dari Papua dan mulai dibudidayakan sejak tahun 8000
SM. Tanaman ini kemudian menyebar di berbagai belahan dunia melalui migrasi manusia.
Sekitar tahun 1493 Columbus membawa tebu dari pulau Canary ke Republik Dominika. Ini
merupakan langkah awal penyebaran tebu di Amerika, Mexico, Brazil dan Peru. Tahun 1800-
an, tebu mulai dikenal di Afrika dan Australia.
Di Jawa, tanaman tebu diperkirakan sudah ditanam sejak zaman Aji Saka. Perantau China
yang bernama I Tsing mencatat bahwa perdagangan nira yang berasal dari gula tebu telah di
perdagangkan di Nusantara (895 M). Industri Tebu dan pabrik gula mulai berkembang di
Nusantara ketika masa penjajahan Belanda di mulai (1700-an). Pada awal abad ke-17
industri gula berdiri di sekitar selatan Batavia, yang dikelola oleh orang-orang China bersama
pejabat VOC.
Pada pertengahan abad ke-18, telah dilakukan ekspor gula dari 130 pabri Gula tradisional di
Jawa. Dalam perkembangannya, ekspor gula yang dilakukan oleh kolonial Belanda
mengalami naik turun akibat keterbatasan modal, kekurangan lahan, dan persaingan ekspor
gula dengan India. Industri gula kolonial yang menggunakan tenaga pribumi mulai bergeliat
kembali seiring diberlakukannya Cultuurstelsel oleh van den Bosch. Liberalisasi Industri gula
di pasung. Semua sektor perekonomian gula di kuasai oleh pemerintah kolonial belanda.
Meskipun menimbulkan penderitaan bagi kaum pribumi, kebijakan ini menjadikan
Nusantara sebagai pengimpor gula terbesar dan mampu mendominasi pasar dunia. Ketika
penjajahan telah berakhir, sebagian besar dari pabrik gula yang ada di Jawa masih
merupakan bekas peninggalan Belanda
Divisio Spermatophyta
Subdivisio Angiospermae
Kelas Monocotyledoneae
Ordo Graminalis
Familia Gramineae
Genus Saccharum
3. Bagian-Bagian Tanaman
Fungsi dari akar tanaman tebu adalah untuk menyerap air dari tanah dan berfungsi sebagai
penahan tanaman agar tidak roboh. Ada dua jenis akar, yaitu :
Set Root
Adalah akar yang tipis bercabang, yang keluar dari akar utama
Shoot Root
Berasal dari akar utama bagian bawah, tebal, lengket, dan sedikit cabang.
Daun pada tebu dibagi dalam 2 bagian, yaitu bagian sheat (pelepah) dan blade (helai).
Bagian pelepah menutupi sebagian dari batang, membentang pada bagian internode.
Pelepah sering ditemukan menempel pada bagian node.
Bagian batang terdiri dari segmen segmen. Setiap segmen terdiri dari node dan internode.
Node adalah tempat dimana daun tumbuh dan tempat dimana tunas dan akar primordial
tumbuh. Internode adalah bagian diantara node. Semakin muda, bagian node akan semakin
panjang.
4. Lahan Tanam
4.1. Iklim
Hujan yang merata diperlukan setelah tanaman berumur 8 bulan dan kebutuhan ini
berkurang sampai menjelang panen.Tanaman tumbuh baik pada daerah beriklim panas dan
lembab.Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan tanaman in i> 70%.
Tanah yang terbaik adalah tanah subur dan cukup air tetapi tidak tergenang.Jikaditanam di
tanah sawah denga nirigasi pengairan mudah diatur tetapi jikaditanam di ladang/tanah
kering yang tadah hujan penanaman harus dilakukan di musim hujan.
4.3 Irigasi
Sebagai tanaman asli (origin plant) dari daerah tropika basah, tebu digolongkan ke dalam
tanaman yang memerlukan air dalam jumlah banyak namun peka terhadap kondisi
lingkungan tumbuh yang berdrainase jelek. Tanaman ini relatif toleran terhadap cekaman
air (water stress) sehingga pada daerah dengan curah hujan sekitar 1000 mm/th tebu masih
mampu bertahan.
Selain masa tanam yang tepat dan tercukupinya makanan, faktor lain yang menjamin
keberhasilan budidaya tebu yaitu air dapat dikendalikan. Dalam arti bila terjadi defisit air
tanaman tebu dapat diberi tambahan air pengairan, demikian sebaliknya apabila terjadi
kelebihan air dapat dipatus. Hasil penelitian menunjukkan untuk menghasilkan 1 kg tebu
atau setara dengan 0,1 kg gula diperlukan sekitar 100 kg air; sedangkan untuk memproduksi
1 g berat tebu (segar), 1 g berat kering dan 1 g gula, diperlukan air berturut-turut sebesar 50
– 60, 135 – 150, dan 1000 – 2000 g air. Jumlah kebutuhan air sejalan dengan umur tanaman
tebu sangat bervariasi tergantung pada fase pertumbuhan dan lingkungan tumbuhnya
(agroekologi). Secara garis besar fase pertumbuhan tebu dibagi menjadi 4, yaitu: (1)
perkecambahan (0 – 5 minggu), (2) pertunasan (5 minggu – 3,5 bulan), (3) pertumbuhan
cepat (3,5 – 9 bulan), dan (4) pamasakan batang (~ 9 bulan). Puncakkebutuhan air pada
tanamantebuterjadi pada fase pertumbuhancepat, yaitumencapai 0,75 – 0,85 cm air / hari.
Irigasi bertujuan untuk memberi suplai air bagi tanaman, merangsang pertumbuhan tunas
tanaman, dan meningkatkan kelembaban areal. Irigasi yang dilakukan yaitu irigasi terbuka
pada saat sebelum bibit di-cover dan irigasi tertutup pada saat bibit sudah di-cover dengan
lama irigasi 2 jam per perlakuan. Alat yang digunakan untuk irigasi berupa big gun sprinkler.
Biasanya irigasi dilakukan sebelum covering setelah bibit dicacah, hal ini dilakukan agar
tanah yang digunakan untuk menutup bibit tetap lembab, dan ini diharapkan mampu
menjaga kelembapan untuk bibit sehingga dapat memacu perkecambahan tunas dengan
baik.
4.3. KetinggianTempat
Ketinggian tempat yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah 5-500 m dpl.
5. Pembibitan
Muda Bibit batang muda Dikenal pula dengan nama bibit mentah / bibit krecekan. Berasal
dari tanaman berumur 5-7 bulan. Seluruh batang tebu dapat diambil dan dijadikan 3 stek.
Setiap stek terdiri atas 2-3 mata tunas. Untuk mendapatkan bibit, tanaman dipotong, daun
pembungkus batang tidak dibuang. 1 hektar tanaman kebun bibit bagal dapat menghasilkan
bibit untuk keperluan 10 hektar.
Bibit rayungan (1 atau 2 tunas) Bibit diambil dari tanaman tebu khusus untuk pembibitan
berupa stek yang tumbuh tunasnya tetapi akar belum keluar. Bibit ini dibuat dengan cara:
3. Tanaman tebu dipupuk sebanyak 50 kg/ha Bibit ini memerlukan banyak air dan
pertumbuhannya lebih cepat daripada bibit bagal. 1 hektar tanaman kebun bibit rayungan
dapat menghasilkan bibit untuk 10 hektar areal tebu.
Kelemahan bibit rayungan adalah tunas sering rusak pada waktu pengangkutan dan tidak
dapat disimpan lama seperti halnya bibit bagal.
Bibit siwilan Bibit ini diambil dari tunas-tunas baru dari tanaman yang pucuknya sudah mati.
Perawatan bibit siwilan sama dengan bibit rayungan.
6. Penanaman
Umumnya tebu ditanam pada pola monokultur pada bulan Juni-Agustus (di tanah
berpengairan) atau pada akhir musim hujan (di tanah tegalan/sawah tadah hujan).Terdapat
dua cara bertanam tebu yaitu dalam aluran dan pada lubang tanam. Pada carapertama bibit
diletakkan sepanjang aluran, ditutup tanah setebal 2-3 cm dan disiram. Cara ini banyak
dilakukan dikebun Reynoso. Cara kedua bibit diletakan melintang sepanjang solokan
penanaman dengan jarak 30-40 cm. Pada kedua cara di atas bibit tebu diletakkan dengan
cara direbahkan.Bibit yang diperlukan dalam 1 ha adalah 20.000 bibit.
Sebelum tanam, tanah disiram agar bibit bisa melekat ke tanah.Bibit stek (potongan tebu)
ditanam berimpitan secara memanjang agar jumlah anakan yang dihasilkan banyak.
Dibutuhkan 70.000 bibit stek/ha.Untuk bibit bagal/generasi, tanah digaris dengan
kedalaman 5-10 cm, bibit dimasukkan ke dalamnya dengan mata menghadap ke samping
lalu bibit ditimbun dengan tanah.
Untuk bibit rayungan bermata satu, bibit dipendam dan tunasnya dihadapkan ke samping
dengan kemiringan 45 derajat, sedangkan untuk rayungan bermata dua bibit dipendam dan
tunasnya dihadapkan ke samping dengan kedalaman 1 cm.Satu hari setelah tanam lakukan
penyiraman jika tidak turun hujan. Penyiraman ini tidak boleh terlambat tetapi juga tidak
boleh terlalu banyak.
Sulaman pertama untuk tanaman yang berasal dari bibit rayungan bermata satu dilakukan
5-7 hari setelah tanam. Bibit rayungan sulaman disiapkan di dekat tanaman yang diragukan
pertumbuhannya. Setelah itu tanaman disiram. Penyulaman kedua dilakukan 3-4 minggu
setelah penyulaman pertama.
Sulaman untuk tanaman yang berasal dari bibit rayungan bermata dua dilakukan tiga
minggu setelah tanam (tanaman berdaun 3-4 helai). Sulaman diambil dari persediaan bibit
dengan cara membongkar tanaman beserta akar dan tanah padat di sekitarnya. Bibit yang
mati dicabut, lubang diisi tanah gembur kering yang diambil dari guludan, tanah disirami
dan bibit ditanam dan akhirnya ditimbun tanah. Tanah disiram lagi dan dipadatkan.
Sulaman untuk tanaman yang berasal dari bibit pucuk. Penyulaman pertama dilakukan pada
minggu ke 3. Penyulaman kedua dilakukan bersamaan dengan pemupukan dan penyiraman
ke dua yaitu 1,5 bulan setelah tanam.
Penyulaman ekstra dilakukan jika perlu beberapa hari sebelum pembumbunan ke 6. Adanya
penyulaman ekstra menunjukkan cara penanaman yang kurang baik.
Penyulaman bongkaran. Hanya boleh dilakukan jika ada bencana alam atau serangan
penyakit yang menyebabkan 50% tanaman mati.
Tanaman sehat yang sudah besar dibongkar dengan hati-hati dan dipakai menyulan
tanaman mati. Kurangi daun-daun tanaman sulaman agar penguapan tidak terlalu banyak
dan beri pupuk 100-200 Kg/ha.
6.3.2. Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan bersamaan dengan saat pembubunan tanah dan dilakukan
beberapa kali tergantung dari pertumbuhan gulma. Pemberantasan gulma dengan herbisida
di kebun dilaksanakan pada bulan Agustus sampai November dengan campuran 2-4 Kg
Gesapas 80 dan 3-4 Kg Hedanol power.
6.3.3. Pembubunan
Sebelum pembubunan tanah harus disirami sampai jenuh agar struktur tanah tidak rusak.
Pembumbunan pertama dilakukan pada waktu umur 3-4 minggu. Tebal bumbunan tidak
boleh lebih dari 5-8 cm secara merata. Ruas bibit harus tertimbun tanah agar tidak cepat
mengering.Pembumbun ke dua dilakukan pada waktu umur 2 bulan.Pembumbuna ke tiga
dilakukan pada waktu umur 3 bulan.
6.3.4. Perempalan
Daun-daun kering harus dilepaskan sehingga ruas-ruas tebu bersih dari daun tebu kering
dan menghindari kebakaran. Bersamaan dengan pelepasan daun kering, anakan tebu yang
tidak tumbuh baik dibuang. Perempalan pertama dilakukan pada saat 4 bulan setelah tanam
dan yang kedua ketika tebu berumur 6-7 bulan.
6.3.5. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dua kali yaitu (1) saat tanam atau sampai 7 hari setelah tanam
dengan dosis 7 gram urea, 8 gram TSP dan 35 gram KCl per tanaman (120 kg urea, 160 kg
TSP dan 300 kg KCl/ha).dan (2) pada 30 hari setelah pemupukan ke satu dengan 10 gram
urea per tanaman atau 200 kg urea per hektar.
Pupuk diletakkan di lubang pupuk (dibuat dengan tugal) sejauh 7-10 cm dari bibit dan
ditimbun tanah. Setelah pemupukan semua petak segera disiram supaya pupuk tidak keluar
dari daerah perakaran tebu. Pemupukan dan penyiraman harus selesai dalam satu hari.
Agar rendeman tebu tinggi, digunakan zat pengatur tumbuh seperti Cytozyme (1 liter/ha)
yang diberikan dua kali pada 45 dan 75 hst.
Air dari bendungan dialirkan melalui saluran penanaman.Penyiraman lubang tanam ketika
tebu masih muda. Waktu tanaman berumur 3 bulan, dilakukan pengairan lagi melalui
saluran-saluran kebun.Air siraman diambil dari saluran pengairan dan disiramkan ke
tanaman.Membendung got-got sehingga air mengalir ke lubang tanam.
a) Waktu tanam
b) Tanaman berada pada fase pertumbuhan vegetatif
c) Pematangan.
Pada fase ini menunjukkan adanya pertumbuhan perkecambahan dari mata tunas tebu.
Fase ini berjalan pada 0- 5 minggu.
Pada fase ini terjadi pertumbuhan anakan tunas dari batang tebu hingga membentuk
rumpun tebu. Fase ini berlangsung pada 5 minggu – 3 bulan.
Pada fase ini terjadi pengembangan tajuk daun, akar, pemanjangan batang, pembentukan
biomasa pada batang dan peningkatan fotosintesis. Proses yang paling dominan adalah
proses pemanjangan batang. Pembentukan ruas tebu sekitar 3 – 4 ruas per bulan selama
fase ini dan akan menurun dengan bertambahnya umur (tua). Fase ini berlangsung pada 3 –
9 bulan.
Pada fase ini berlangsung proses pengisian batang-batang tebu dengan gula (sukrosa) hasil
proses fotosintesis tanaman. Proses kemasakan berjalan dari ruas bawah ke atas. Pada tebu
muda kadar sucrose (C12H22O11) pada pangkal batang di atas tanah lebih tinggi dibanding
bagian lainnya. Fase ini dapat berlangsung pada umur 9 – 12 bulan.
Pada fase ini tanaman tebu mulai mati setelah melalui kemasakan optimum hingga kembali
menurun kadar gulanya.
8. Pemanenan
CiridanUmurPanenUmurpanentergantungdarijenistebu:
a) Varitas genjah masak optimal pada< 12 bulan b) Varitas sedang masak optimal pada 12-
14 bulan c) Varitas dalam masak optimal pada> 14 bulan.
Panen dilakukan pada bulan Agustus pada saat rendeman (persentase gula tebu) maksimal
dicapai.
8.1 Cara Panen
Mencangkul tanah di sekitar rumpun tebu sedalam 20 cm. Pangkal tebu dipotong dengan
arit jika tanaman akan ditumbuhkan kembali. Batang dipotong dengan menyisakan 3 buku
dari pangkal batang.Mencabut batang tebu sampai ke akarnya jika kebun akan dibongkar.
Potong akar batang dan 3 buku dari permukaan pangkal batang.Pucuk dibuang. Batang
tebudiikat menjadi satu (30-50 batang/ikatan) untuk dibawa kepabrik untuk segera digiling
Panen dilakukan satu kali di akhir musim tanam.
8.2.Pascapanen
Pengumpulan Hasil tanam dari lahan panen dikumpulkan dengan cara diikat untuk dibawa
kepengolahan. Penyortiran dan Penggolongan Syarat batang tebu siap giling supaya
rendeman berkualitas baik. Ciri ciri kualitas rendeman yang baik adalah :
Pada 10 tahun terakhir, perkebunan tebu di Indonesia telah perkembang 3.75% per tahun
dari 340.000 hektar pada tahun 2000 menjadi 473.000 hektar pada tahun 2009 dengan
produksi mencapai 2.85 juta ton. Produktivitas 5,1 ton per hektar.
Pada tahun 2010, pengembangan lahan perkebunan akan di tambah 150.000 hektar di
khususnya di Jawa dan Lampung sebagai pusat penanaman serta daerah lain seperti Riau,
Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah, dan Papua.
Pada tahun 2009, smallholder plantation atau sering di sebut perkebunan rakyat menguasai
57,6% atau 255.000 hektar dari jumlah total luas perkebunan 443.000 hektar di Indonesia.
Kemudian disusul oleh perkebunan swasta dan pemerintah masing-masing 24,4% dan 18%.
SGS memiliki 3 sentra produksi pabrik, yaitu PT Gula Putih Mataram, PT Sweet Indo
Lampung, dan PT Indo Lampung Perkasa. Tiga perusahaan ini memproduksi produk gula
terkenal di Indonesia yaitu Gulaku. Total wilayah perkebunannya adalah 94.000 hektar yang
bertempat di Lampung.
PTPN XI didirikan pada tahun 1996 melalui penggabungan PTP XX dan PTP XXIV-XXV. PTPN
XI melaksanakan perkebunan dan pabrik di daerah Jawa Timur. Perkebunan gula yang
dimiliki beradapada daerah lahan tanam padi, lahan keringdengan total 69.516 hektar. PTPN
XI menghasilkan produk olahan berupa gula murni, molase, alkohol dan spirit.
3 Lampung 116.360
5 Gorontalo 5.075
6 Sulawesi Selatan 12.760
Papua Selatan sangat baik dijadikan sentra produksi tebu. Sebagian dari produksi gula Papua
Selatan akan di ekspor ke berbagai negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa dan Korea
selatan.
Tebu dapat dipanen dengan cara manual atau menggunakan mesin-mesin pemotong tebu.
Daun kemudian dipisahkan dari batang tebu, kemudian baru dibawa kepabrik untuk
diproses menjadi gula. Tahapan-tahapan dalam proses pembuatan gula dimulai dari
penanaman tebu, proses ektrasi, pembersihan kotoran, penguapan, kritalisasi, afinasi,
karbonasi, penghilangan warna, dan sampai proses pengepakan sehingga sampai ketangan
konsumen.
11.1.1. Ekstraksi
Tahap pertama pembuatan gula tebu adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Caranya dengan
menghancurkan tebu dengan mesin penggiling untuk memisahkan ampas tebu dengan
cairannya. Cairan tebu kemudian dipanaskan dengan boiler.
Jus tebu dibersihkan dengan menggunakan semacam kapur (slaked lime) yang akan
mengendapkan sebanyak mungkin kotoran , kemudian kotoran ini dapat dikirim kembali ke
lahan. Proses ini dinamakan liming.
Setelah mengalami proses liming, proses evaporasi dilakukan untuk mengentalkan jus
menjadi sirup dengan cara menguapkan air menggunakan uap panas (steam). Terkadang
sirup dibersihkan lagi tetapi lebih sering langsung menuju ke tahap pembuatan kristal tanpa
adanya pembersihan lagi.
Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam wadah yang sangat besar untuk
dididihkan. Di dalam wadah ini air diuapkan sehingga kondisi untuk pertumbuhan kristal
gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan mencampurkan sejumlah kristal ke dalam
sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal campur yang dihasilkan dan larutan induk (mother
liquor) diputar di dalam alat sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa diumpamakan
seperti pada proses mencuci dengan menggunakan pengering berputar. Kristal-kristal
tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan.
11.1.5. Penyimpanan
Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama penyimpanan
dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di dapur-dapur rumah
tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor dalam
penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak diinginkan orang.
Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan
lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses yang dinamakan
dengan “afinasi”. Gula kasar dicampur dengan sirup kental (konsentrat) hangat dengan
kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup sehingga tidak akan melarutkan
kristal, tetapi hanya sekeliling cairan (coklat). Campuran hasil (‘magma’) di-sentrifugasi
untuk memisahkan kristal dari sirup sehingga kotoran dapat dipisahkan dari gula dan
dihasilkan kristal yang siap untuk dilarutkan sebelum proses karbonatasi.
11.1.7. Karbonatasi
Tahap pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk membersihkan cairan dari
berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini beberapa komponen
warna juga akan ikut hilang. Selain karbonatasi, t eknik yang lain berupa fosfatasi. Secara
kimiawi teknik ini sama dengan karbonatasi tetapi yang terjadi adalah pembentukan fosfat
dan bukan karbonat. Fosfatasi merupakan proses yang sedikit lebih kompleks, dan dapat
dicapai dengan menambahkan asam fosfat ke cairan setelah liming seperti yang sudah
dijelaskan di atas.
Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya
mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-kolom
medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi granular [granular
activated carbon, GAC] yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC
merupakan cara modern setingkat “bone char”, sebuah granula karbon yang terbuat dari
tulang-tulang hewan. Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang
diolah secara khusus untuk menghasilkan granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga
sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna akan terbakar keluar
dari karbon.
Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion yang menghilangkan lebih
sedikit warna daripada GAC tetapi juga menghilangkan beberapa garam yang ada. Resin
dibuat secara kimiawi yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak diharapkan.
11.1.9. Pendidihan
Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya
kristal gula. Proses ini dapat diumpamakan dengan tahap pengeringan pakaian dalam mesin
cuci yang berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas
sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk didistribusikan.
Tebu digiling kemudian diekstrak niranya, hasil samping dari proses giling ini adalah ampas
tebu. Rata – rata ampas yang diperoleh dari proses giling 32 % tebu. Dengan produksi tebu
di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 21 juta ton potensi ampas yang dihasilkan sekitar 6
juta ton ampas per tahun. Selama ini ampas hanya digunakan sebagai bahan bakar boiler.
Apabila Pabrik gula dapat efisien dalam penggunaan bahan bakar maka ada potensi ampas
lebih. Potensi ampas yang berlebih dapat dimanfaatkan untuk diproses sebagai produk
turunan. Ampas dapat diproses menjadi produk antara lain :
• Partikel Board
Ampas dapat digunakan sebagai papan, antara lain papan insulasi, papan keras, partikel
board dll. Sebelum diproses menjadi papan, ampas dari gilingan disimpan di gudang besar.
Partikel board dibuat dari bagian kecil lignocellulostic dengan menambah adhesive organik
dengan cara ditekan dan dipanaskan. Ada tiga tahap proses yaitu multiplaten hot press
process, proses extrusi, dan continuous pressing. Untuk papan yang keras ditambahkan
dengan vinyl chloride – vinyl asetat, methyl methacrylate, styrene atau methyl methacrylate
polimer. Dengan komposisi polimer sebesar 40 % akan lebih kuat, dan kemampuan
menyerap air turun dari 180 % menjadi lebih rendah dari 20 %.
• Plastik
Ada beberapa proses yang menggunakan ampas sebagai bahan baku plastik. Komposisi
utama ampas yang berperan pada proses pembuatan plastik adalah lignin, setelah serabut
selulosa dihilangkan. Akan tetapi kelemahan plastik dari ampas adalah warnanya gelap,
sehinga kurang kompetitif untuk bersaing dengan jenis plastik yang lain.
• Pith
Ampas mengandung 30 % pith, yang mempunyai densitas 120 – 200 kg/m3, kadar air 45 –
55 %, kadar sabut 46 – 56 % dan komponen lain 2 – 4 %. Dari hasil analisa kimia
kandungannya adalah karbon 45 %, oxygen 38 %, hydrogen 6 %, abu 10 %, dan nitrogen,
sulfur, chloride sebesar 1 %. Nilai kalor dari pith sebesar 4600 Kcal/kg sampai 4250 kcal/kg.
Pith yang dipisahkan dari ampas untuk membuat pulp dapat digunakan sebagai bahan bakar
boiler.
• Xylitol
Ampas tebu mengandung 30 % pentosan. Dengan menggunakan asam, sekitar 13 % zat
kering dapat diekstrak menjadi xylose (C5H10O5). Xylose adalah pentosa dan biasa disebut
“gula kayu”. Xylitol (C5H12O5) atau xylite adalah sebuah alcohol pentahidrat tuunan dari
xylosa. Xylose digunakan sebagai pemanis dan rasanya hampir menyamai sukrosa, dan
mempunyai efek dingin pada lidah. 1 gram xylitol mengandung 4.06 kcal, hampir sama
dengan karbohidrat. Xylitol tidak karsiogenik karena diuraikan oleh bakteri (streptococci)
yang terdapat dalam mulut. Reaksi proses pembuatan xylitol dari ampas tebu sebagai
berikut :
• Furfural
Pembuatan furfural dari ampas merupakan salah satu obyek yang banyak diteliti. Beberapa
pabrik gula di China telah memproduksi furfural dari ampas tebu. Furfural dapat diperolah
dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung pentosan. Kandungan pentosan pada ampas
tebu lebih tinggi daripada kayu keras maupun lunak, lebih dari 90 % dalam bentuk xylan.
Dengan hidrolisis asam, xylan menghasilkan xylose, lalu diproses menjadi furfural dengan
menghilangan 3 molekul air. Reaksi pembuatan furfural dari ampas tebu sebagai berikut :
Yield furfural dari ampas tebu sekitar 9 – 10 %. Dengan menggunakan asam sulfat selain
dapat diproduksi furfural juga dapat menghasilkan asam levulinic, gambar 1. Yield yang
dapat dihasilkan sekitar 25 %, dimana efisiensi konversinya 56 %.Dengan menggunakan uap
dan mendistilasi uap air nya, dari 14 ton ampas kering dapat dihasilkan : 1 ton furfural, 500
unit asam asetat, 20 unit alkohol dan 95 % dari sabut diproses kembali sebagai bahan bakar
boiler. Furfural juga dapat diproduksi dari daun tebu.
• Kertas Waterproof
Selama ini sisa ampas batang tebu di Indonesia hanya dijadikan bahan bakar pabrik gula.
Tapi sekarang ada teknologi menjadikan ampas tebu tadi bahan baku membuat kertas
waterproof yang setelah tidak berguna dapat hancur melalui proses pembusukan.
Penemuan ini terjadi baru-baru ini di Australia. Melalui proses bio-engineering selulosa pada
ampas tebu disulap menjadi kertas dan karton waterproof. Kalau sudah tak terpakai, tidak
perlu dimasukkan ke incinerator cukup dibawa ke tempat pembuangan sampah biasa nanti
akan hancur dengan sendirinya dimakan bakteri. Atau sampahnya didaur ulang kembali
menjadi kertas dan karton waterproof. Sekarang karton yang dipakai perusahaan movers
dilapisi dengan lilin berbasis produk minyak atau berlapis plastik sehingga karton tidak dapat
didaur ulang. Selama ini berapa ribu ton ampas tebu kita bakar begitu saja yang hanya
menambah pencemaran udara. Padahal dari ampas tebu kita dapat membuat karton
waterproof yang sangat kita perlukan untuk industri packaging yang punya nilai komersial
tinggi.
Kegiatan ini memerlukan sinergi antara perkebunan tebu – pabrik gula – pabrik kertas untuk
menghasilkan karton kemasan dan kertas waterproof terbikin dari limbah bahan nabati yang
sepenuhnya dapat didaur ulang serta ramah lingkungan.
12. Masalah
• Pucuk Tebu
Pucuk tebu adalah ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai daun yang dipotong dari tebu
giling ataupun bibit. Diperkirakan dari 100 ton tebu dapat diperoleh sekitar 14 ton pucuk
tebu segar. Pucuk tebu segar maupun dalam bentuk awetan, sebagai silase atau jerami
dapat menggantikan rumput gajah yang merupakan pakan ternak yang sudah umum
digunakan di Indonesia.
• Ampas Tebu
Tebu diekstrak di stasiun gilingan menghasilkan nira dan bahan bersabut yang disebut
ampas. Ampas terdiri dari air, sabut dan padatan terlarut. Komposisi ampas rata-rata terdiri
dari kadar air : 46 – 52 %; Sabut 43 – 52 %; padatan terlarut 2 – 6 %. Umumnya ampas tebu
digunakan sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk pemenuhan kebutuhan energi pabrik.
Pabrik gula yang efisien dapat mencukupi kebutuhan bahan bakar boilernya dari ampas,
bahkan berlebih. Ampas yang berlebih dapat dimanfaatkan untuk pembuatan briket,
partikel board, bahan baku pulp dan bahan kimia seperti furfural, xylitol, methanol, metana,
dll.
• Blotong
Pada proses pemurnian nira yang diendapkan di clarifier akan menghasilkan nira kotor yang
kemudian diolah di rotary vacuum filter. Di alat ini akan dihasilkan nira tapis dan endapan
yang biasanya disebut “blotong” (filter cake). Blotong dari PG Sulfitasi rata-rata berkadar air
67 %, kadar pol 3 %, sedangkan dari PG. Karbonatasi kadar airnya 53 % dan kadar pol 2 %.
Blotong dapat dimanfaatkan antara lain untuk pakan ternak, pupuk dan pabrik wax.
Penggunaan yang paling menguntungkan saat ini adalah sebagai pupuk di lahan tebu.
• Tetes
Tetes (molasses) adalah sisa sirup terakhir dari masakan (massecuite) yang telah dipisahkan
gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan gula
dengan kristalisasi konvensional. Penggunaan tetes antara lain sebagai pupuk dan pakan
ternak dan pupuk. Selain itu juga sebagai bahan baku fermentasi yang dapat menghasilkan
etanol, asam asetat, asam sitrat, MSG, asam laktat dll.
• Asap
Telah disebutkan di atas hasil sampingan (limbah) pabrik gula cukup beragam. Agar limbah
ini tidak menjadi masalah bagi lingkungan sekitar, maka diperlukan suatu pengelolaan
terhadap limbah tersebut. Cara- cara yang bisa digunakan dalm pengolahan limbah yaitu
menetralkan limbah sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan , dan dengan merubah
limbah menjadi barang lain yang lebih bernilai tinggi
CONTOH PENGOLAHAN KOMODITI TEBU
Pembuatan gula putih di pabrik gula mengalami beberapa tahapan pengolahan, yaitu
pemerahan nira, pemurian, penguapan, kristalisasi, pemisahan kristal, dan pengeringan.
Tebu setelah ditebang, dikirim ke stasiun gilingan untuk dipisahkan antara bagian padat
(ampas) dengan cairannya yang mengandung gula (nira mentah). Alat penggiling tebu yang
digunakan di pabrik gula berupa suatu rangkaian alat yang terdiri dari alat pengerja
pendahuluan (Voorbewer keras) yang dirangkaikan dengan alat giling dari logam. Alat
pengerja pendahuluan terdiri dari Unigator Mark IV dan Cane knife yang berfungsi sebagai
pemotong dan pencacah tebu. Setelah tebu mengalami pencacahan dilakukan pemerahan
nira untuk memerah nira digunakan 5 buah gilingan, masing-masing terdiri dari 3 rol dengan
ukuran 36”X64”.
2. Pemurnian Nira
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk proses pemurnian gula yaitu cara defekasi,
sulfitasi dan karbonatasi. Pada umumnya pabrik gula di indonesia memakai cara sulfitasi.
Cara sulfitasi menghemat biaya produksi, bahkan pemurnian mudah di dapat dan gula yang
dihasilkan adalah gula putih atau SHS (Superieure Hoofd Sumber).
Proses ini menggunakan tabung defekator, alat pengendap dan saringan Rotary Vacuum
Filter dan bahan pemurniannya adalah kapur tohor dan gas sulfit dari hasil pembakaran.
Mula-mula nira mentah ditimbang, dipanaskan, direaksikan dengan susu kapur dalam
defekator, kemudian diberi gas SO2 dalam peti sulfitasi, dipanaskan dan diendapkan dalam
alat pengendap. Nira kotor yang diendapkan kemudian disaring menggunakan Rotery
Vaccum Filter. Dari proses ini dihasilkan nira jernih dan endapan padat berupa blotong. Nira
jernih yang dihasilkan kemudian dikirim kestasiun penguapan.
Nira jernih masih banyak mengandung uap air. Untuk menghilangkan kadar air dilakukan
penguapan (evaporasi).
Dalam bejana Nomor 1 nira diuapkan dengan menggunakan bahan pemanas uap bekas
secara tidak langsung. Uap bekas ini terdapat dalam sisi ruang uap dan nira yang diuapkan
terdapat dalam pipa-pipa nira dari tombol uap. Dari sini, uap bekas yang mengembun
dikeluarkan dengan kondespot. dalam bejana nomor 2, nira dari bejana nomor 1 diuapkan
dengan menggunakan uap nira dari bejana penguapan nomor 1. Kemudian uap nira yang
mengembun dikeluarkan dengan Michaelispot. Di dalam bejana nomor 3, nira yang berasal
dari bejana nomor 2 diuapkan dengan menggunakan uap nira dari bejana nomor 2.
Demikian seterusnya, sampai pada bejana terakhir merupakan nira kental yang berwarna
gelap dengan kepekatan sekitar 60 brik. Nira kental ini diberi gas SO2 sebagai belancing dan
siap dikristalkan. Sedangkan uap yang dihasilkan dibuang ke kondensor sentral dengan
perantara pompa vakum.
4. Kristalisasi
Nira kental dari sari stasiun penguapan ini diuapkan lagi dalam suatu pan vakum, yaitu
tempat dimana nira pekat hasil penguapan dipanaskan terus-menerus sampai mencapai
kondisi lewat jenuh, sehingga timbul kristal gula.
Sistem yang dipakai yaitu ABD, dimana gula A dan B sebagai produk,dan gula D dipakai
sebagai bibit (seed), serta sebagian lagi dilebur untuk dimasak kembali. Pemanasan
menggunakan uap dengan tekanan dibawah atmosfir dengan vakum sebesar 65 cmHg,
sehingga suhu didihnya 650c. Jadi kadar gula (sakarosa) tidak rusak akibat terkena suhu
yang tinggi. Hasil masakan merupakan campuran kristal gula dan larutan (Stroop). Sebelum
dipisahkan di putaran gula, lebih dulu didinginkan pada palung pendinginan (kultrog).
pemisahan kristal dilakukan dengan menggunakan saringan yang bekerja dengan gaya
memutar (sentrifungal). Alat ini bertugas memisahkan gula terdiri dari :
Air yang dikandung kristal gula hasil sentrifugasi masih cukup tinggi, kira-kira
20% . Gula yang mengandung air akan mudah rusak dibandingkan gula kering,
untuk menjaga agar tidak rusak selama penyimpanan, gula tersebut harus dikeringkan
terlebih dahulu. pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami atau dengan memakai
udara panas kira-kira 800c.
pengeringan gula secara alami dilakukan dengan melewatkan SHS pada talang
goyang yang panjang. Dengan melalui talang ini gula diharapkan dapat kering dan dingin.
Proses pengeringan dengan cara ini membutuhkan ruang yang lebih luas dibandingkan cara
pemanasan. Karena itu, pabrik-pabrik gula menggunakan cara pemanasan. Cara ini bekerja
atas dasar prinsip aliran berlawanan dengan aliran udara panas.
Tenaga yang menggerakan mesin-mesin pembuat gula selain berasal dari pembangkit listrik
juga berasal dari pembangkit tenaga uap. Sebagai penghasil tenaga digunakan 5 buah ketel
pipa air Niew mark 16 ton/jam masing-masing 440 m2vo dengan tekanan kerja 15
kg/cm2 dan satu buah ketel cheng-cheng kapasitas 40 ton/jam. Uap yang dihasilkan dipakai
untuk menggerakan turbin generator dan mesin uap. Uap bekasnya dipakai untuk
memanaskan dan menguapkan nira dalam panci mengguapkan dan memanaskan gula.
Bahan bakar pembangkit tenaga uap adalah ampas tebu yang berasal dari proses
pemerahan nira. Ampas tebu yang di hasilkan dari proses pemerahan nira tersebut sekitar
30% tebu. Ampas tebu mengandung kalori sekitar 18000 kca/kg dan kekurangannya di
tambah BBM (F,O).
Produksi gula menggunakan mesin manual hasilnya cukup memuaskan, gula yang diproduksi
pun adalah gula putih atau SHS (Superieure Hoofd Suiker). Selain itu produksi gula
menggunakan mesin manual lebih menghemat energi, karena bahan bakarnya berasal dari
ampas tebu. Tetapi produksi gula menggunakan mesin manual juga memiliki kekurangan
yaitu, tingkat produksi gula belum mampu mengimbangi tingkat konsumsi masyarakat,
karena produksi gula menggunakan mesin manual lebih sedikit dari pada produksi gula
menggunakan mesin yang berteknologi canggih