Anda di halaman 1dari 11

GEOLOGI REGIONAL ZONA KENDENG

Zona Kendeng juga sering disebut Pegunungan Kendeng dan adapula yang menyebutnya dengan Kendeng
Deep, adalah antiklinorium berarah barat-timur. Pada bagian utara berbatsan dengan Depresi Randublatung,
sedangkan bagian selatan bagian jajaran gunung api (Zona Solo). Zona Kendeng merupakan kelanjutan dari
Zona Pegunungan Serayu Utara yang berkembang di Jawa Tengah. Mandala Kendeng terbentang mulai dari
Salatiga ke timur sampai ke Mojokerto dan menunjam di bawah alluvial Sungai Brantas, kelanjutan
pegunungan ini masih dapat diikuti hingga di bawah Selat Madura.

Menurut Van Bemmelen (1949), Pegunungan Kendeng dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian barat yang
terletak di antara G.Ungaran dan Solo (utara Ngawi), bagian tengah yang membentang hinggaJombang dan
bagian timur mulai dari timur Jombang hingga Delta Sungai Brantas dan menerus ke Teluk Madura. Daerah
penelitian termasuk dalam Zona Kendeng bagian barat.

Stratigrafi

Menurut Harsono P. (1983) Stratigrafi daerah kendeng terbagi menjadi dua cekungan pengendapan, yaitu
Cekungan Rembang (Rembang Bed) yang membentuk Pegunungan Kapur Utara, dan Cekungan Kendeng
(Kendeng Bed) yang membentuk Pegunungan Kendeng. Formasi yang ada di Kendeng adalah sebagi
berikut:

1. Formasi Kerek Formasi ini mempunyai ciri khas berupa perselingan antara lempung, napal lempungan,
napal, batupasir tufaan gampingan dan batupasir tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang
khas yaitu perlapisan bersusun (graded bedding) yang mencirikan gejala flysch. Berdasarkan fosil
foraminifera planktonik dan bentoniknya, formasi ini terbentuk pada Miosen Awal – Miosen Akhir ( N10 –
N18 ) pada lingkungan shelf. Ketebalan formasi ini bervariasi antara 1000 – 3000 meter. Di daerah Lokasi
Tipe, formasi ini terbagi menjadi 3 anggota (de Genevreye & Samuel, 1972), dari tua ke muda masing-
masing : a. Anggota Banyuurip Tersusun oleh perselingan antara napal lempungan, napal, lempung dengan
batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan dengan total ketebalan 270 meter. Pada bagian tengah
perselingan ini dijumpai batupasir gampingan dan tufaan setebal 5 meter, sedangkan bagian atas ditandai
oleh adanya perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tipis dari tuf halus. Anggota ini
berumur N10 – N15 (Miosen Tengah bagian tengah – atas). b. Anggota Sentul Tersusun oleh perulangan
yang hampir sama dengan Anggota Banyuurip, tetapi lapisan yang bertufa menjadi lebih tebal. Ketebalan
seluruh anggota ini mencapai 500 meter. Anggota Sentul diperkirakan berumur N16 (Miosen Tengah bagian
bawah). c. Batugamping Kerek Anggota teratas dari Formasi Kerek ini tersusun oleh perselang-selingan
antara batugamping tufan dengan perlapisan lempung dan tuf. Ketebalan dari anggota ini adalah 150 meter.
Umur dari Batugamping Kerek ini adalah N17 (Miosen Atas bagian tengah).
2. Formasi Kalibeng Formasi ini terletak selaras di atas Formasi Kerek. Formasi ini terbagi menjadi dua
anggota yaitu Formasi Kalibeng Bawah dan Formasi Kalibeng Atas. Bagian bawah dari Formasi Kalibeng
tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600 meter berwarna putih kekuningan sampai abu-abu kebiruan,
kaya akan foraminifera planktonik. Asosiasi fauna yang ada menunjukkan bahwa Formasi Kalibeng bagian
bawah ini terbentuk pada N17 – N21 (Miosen Akhir – Pliosen). Pada bagian barat formasi ini oleh de
Genevraye & Samuel, 1972 dibagi menjadi Anggota Banyak, Anggota Cipluk, Anggota Kalibiuk, Anggota
Batugamping, dan Anggota Damar. Di bagian bawah formasi ini terdapat beberapa perlapisan batupasir,
yang ke arah Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu endapan aliran rombakan debris flow, yang
disebut Formasi Banyak (Harsono, 1983, dalam Suryono, dkk., 2002). Sedangkan ke arah Jawa Timur
bagian atas formasi ini berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang menunjukkan struktur turbidit.
Fasies tersebut disebut sebagai Formasi Atasangin, sedangkan bagian atas Formasi Kalibeng ini disebut
sebagai Formasi Sonde yang tersusun mula – mula oleh Anggota Klitik, yaitu kalkarenit putih kekuningan,
lunak, mengandung foraminifera planktonik maupun foraminifera besar, moluska, koral, alga, bersifat
napalan atau pasiran dan berlapis baik. Bagian atas bersifat breksian dengan fragmen gamping berukuran
kerikil sampai karbonat, kemudian disusul endapan bapal pasiran, semakin ke atas napalnya bersifat
lempungan, bagian teratas ditempati napal lempung berwarna hijau kebiruan.

3. Formasi Pucangan Di bagian barat dan tengah Zona Kendeng formasi ini terletak tidak selaras di atas
Formasi Sonde. Formasi ini penyebarannya luas. Di Kendeng Barat batuan ini mempunyai penyebaran dan
tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Ketebalan berkisar antara 61 – 480 m, berumur Pliosen Akhir
(N21) hingga Plistosen (N22). Di Mandala Kendeng Barat yaitu di daerah Sangiran, Formasi Pucangan
berkembang sebagai fasies vulkanik dan fasies lempung hitam.

4. Formasi Kabuh Formasi Kabuh terletak selaras di atas Formasi Pucangan. Formasi ini terdiri dari
batupasir dengan material non vulkanik antara lain kuarsa, berstruktur silangsiur dengan sisipan
konglomerat dan tuff, mengandung fosil Moluska air tawar dan fosil – fosil vertebrata berumur Plistosen
Tengah, merupakan endapan sungai teranyam yang dicirikan oleh intensifnya struktur silangsiur tipe palung,
banyak mengandung fragmen berukuran kerikil. Di bagian bawah yang berbatasan dengan Formasi
Pucangan dijumpai grenzbank. Menurut Van Bemmelen (1972) di bagian barat Zona Kendeng (daerah
Sangiran), formasi ini diawali lapisan konglomerat gampingan dengan fragmen andesit, batugamping
konkresi, batugamping Globigerina, kuarsa, augit, hornblende, feldspar dan fosil Globigerina. Kemudian
dilanjutkan dengan pembentukan batupasir tuffaan berstruktur silangsiur dan berlapis mengandung fragmen
berukuran kecil yang berwarna putih sampai cokelat kekuningan.

5. Formasi Notopuro Terletak tidak selaras di atas Formasi Kabuh. Litologi penyusunnya terdiri dari breksi
lahar berseling dengan batupasir tufaan dan konglomerat vulkanik. Makin ke atas, sisipan batupasir tufaan
makin banyak. Juga terdapat sisipan atau lensa – lensa breksi vulkanik dengan fragmen kerakal, terdiri dari
andesit dan batuapung, yuang merupakan ciri khas Formasi Notopuro. Formasi ini pada umumnya
merupakan endapan lahar yang terbentuk pada lingkungan darat, berumur Plistosen Akhir dengan ketebalan
mencapai lebih dari 240 meter.

6. Formasi Undak Bengawan Solo Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik dengan fragmen
batugamping, napal dan andesit di samping batupasir yang mengandung fosil-fosil vertebrata, di daerah
Brangkal dan Sangiran, endapan undak tersingkap baik sebagai konglomerat dan batupasir andesit yang
agak terkonsolidasi dan menumpang di atas bidang erosi pad Formasi Kabuh maupun Notopuro.

Gambar Stratigrafi Kendeng (Harsono, 1983)

Struktur Geologi

Deformasi pertama pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen (Plio – Plistosen), deformasi merupakan
manifestasi dari zona konvergen pada konsep tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya kompresi
berarah relatif utara – selatan dengan tipe formasi berupa ductile yang pada fase terakhirnya berubah
menjadi deformasi brittle berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng. Intensitas gaya
kompresi semakin besar ke arah bagian barat Zona Kendeng yang menyebabkan banyak dijumpai lipatan
dan sesar naik dimana banyak zona sesar naik juga merupakan kontak antara formasi atau anggota formasi.
Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang
mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat – timur dan menunjam di
bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran
akibat perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena
batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar
naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan
Zona Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif utara – selatan.

Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya
struktur kubah di Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas yang relatif
kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng yaitu Endapan Undak.

Gambar Pola Struktur Jawa (Sribudiyani dkk., 2003)

Secara umum struktur – struktur yang ada di Zona Kendeng berupa : 1. Lipatan Lipatan yang ada pada
daerah Kendeng sebagian besar berupa lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan
overturned. Lipatan – lipatan di daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan ada yang berupa
lipatan – lipatan menunjam. Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat – timur. 2. Sesar Naik
Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya merupakan
kontak antar formasi atau anggota formasi. 3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah
timur laut- barat daya dan tenggara -barat laut. 4. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng
biasanya terdapat di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan
bahwa struktur kubah pada daerah ini dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.
VERSI II

Zona Kendeng pertama kali diberi nama oleh Martin untuk semua lapisan batuan yang membawa atau
mengandung fosil vertebrata yang terletak di Pegunungan Kendeng (sepanjang Jawa Timur hingga Jawa
Tengah). Lapisan-lapisan tersebut kemudian dikorelasikan dengan lapisan Trinil oleh Dubois yang
merupakan lapisan mengandung fosil yang berasal dari aktivitas vulkanik, terbentuk di Trinil, Jawa Timur.
Dubois memberikan terminologi kepada kompleks ini Javanese Siwalik, yang dia yakini bahwa lapisan-
lapisan tersebut mempunyai hubungan dengan Anggota Siwalik di India. Martin mengemukakan bahwa
umur dari lapisan batuan di Zona Kendeng adalah Pliocene sedangkan menurut Dubois berumur Pleistocene.

http://dc198.4shared.com/doc/tDedQ3hh/preview_html_419bebc7.jpg
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa tidak semua lapisan batuan yang mengandung fosil tulang
memiliki umur yang sama. Khususnya Duyfjes dan Von Koenigswald telah banyak melakukan penelitian
stratigrafi pada lapisan-lapisan pembawa fosil tersebut. Penelitian-penelitian tersebut sangat diperlukan
terutama untuk menamakan bahwa “Kendeng Beds” merupakan nama kolektif untuk lapisan-lapisan yang
berumur Pleistocene, yang secara lokal mengandung fosil hewan vertebrata, dan keberadaannya terutama
berada di Perbukitan Kendeng yang berada di sebagian wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Zona Kendeng merupakan seri perlapisan batuan yang bersumber dari vulkanik, fluviatil, limnic, dan
sedikit lapisan-lapisan yang berasal dari marine yang relatif mengalami perubahan fasies lateral secara cepat
meskipun ketebalan lapisannya relatif konstan. Ke arah timur, fasies vulkanik berubah secara gradual
menjadi seri marine, dimana fasies vulkanik yang berada di atas semakin menipis secara gradual. Hal
tersebut dapat dijelaskan dengan mengasumsikan bahwa Gunung Wilis secara gradual membangun kakinya
menuju ke arah timur di atas lapisan sedimen marine. Ketebalan lapisan bervariasi dari 200 m di sebelah
barat hingga kira-kira 1000 m pada section bagian tengah dan juga sebelah timur. Secara umum lokasi
tipenya dapat dijumpai di Perbukitan Kendeng, antara Surabaya di bagian timur dan Ungaran di bagian
barat.
Dari tua ke muda Zona Kendeng dapat dibagi menjadi beberapa Formasi Batuan. Masing-masing
dari Formasi Batuan tersebut akan dijelaskan satu-persatu sebagai berikut:
1. Formasi Pelang
Terdiri dari Gray Marly Mudstone with Lenticular Intercalation Limestone yang mengandung
Foraminifera Besar Eulepidina sp. Lapisan-lapisan ini merupakan lapisan tertua atau lapisan terbawah dari
seri perlapisan Neogen yang dijumpai di sebelah barat Perbukitan Kendeng. Formasi Pelang ditindih secara
selaras oleh Formasi Kerek diatasnya. Lokasi tipe formasi ini berada kira-kira 1 km dari Juwangi, di dekat
Kedungjati, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Distribusi formasi ini berada di lokasi tipe dan juga bukit
batugamping kecil yang berada di Mrisi, bagian utara dari Perbukitan Kendeng sebelah Barat, Jawa Tengah.
Formasi Pelang merupakan formasi yang berumur Miocene.

2. Formasi Kerek
Merupakan seri yang seragam dari batulempung napalan (marly clays) yang mengandung
Globigerina, Radiolaria, sponge spicules dan Discoaster, berselingan dengan calcareous tuff-sandstone, dan
juga batupasir kuarsa yang mengandung foraminifera besar. Ketebalan rata-ratanya kira-kira 1000 m, tetapi
karena perlipatan yang intensif dan juga sesar-sesar yang terjadi menyebabkan tidak ada lapisan yang
menunjukkan ketebalan yang sesungguhnya atau asli.
Bagian atas dari Formasi Kerek didominasi oleh volcanic intercalations dibandingkan dengan pada
bagian bawah. Pada bagian bawah dapat dikorelasikan dengan flysch seperti Merawu Series dan bagian atas
dapat dikorelasikan dengan Penyatan Series yang merupakan bagian dari Pegunungan Serayu Utara. Umur
dari Formasi Kerek diestimasikan berumur Lower – Middle Miocene. Formasi Kerek menumpang di atas
Formasi Pelang secara selaras dan ditumpangi oleh Formasi Banyak yang merupakan produk vulkanik
secara tidak selaras menurut Van Bemmelen (1949a, hal.572) bagian dari Zoan Serayu Selatan. Lokasi tipe
dari Formasi Kerek tidak terindikasi. Distribusinya adalah di sepanjang Zona Kendeng antara Semarang
(Barat) dan Gundih (Timur), Jawa Tengah. Fosil yang ditemukan antara lain Cycloclypeus
(Katacycloclypeus) annulatus Martin.
3. Formasi Kalibeng (Kalibeng Bawah dan Kalibeng Atas)
Formasi Kalibeng dibagi menjadi 2 yaitu Kalibeng Atas dan Kalibeng Bawah. Formasi Kalibeng
Bawah memiliki lapisan yang seragam yaitu Unbedded Globigrina-Marls pada bagian Barat Zona Kendeng.
Sedangkan Formasi Kalibeng Atas memperlihatkan perubahan fasies dari barat ke timur. Pada bagian barat
terdiri dari batugamping koralin batugamping Globigerina, yang mana menuju ke arah timur berubah
menjadi bedded sandy marls mengandung glauconite dan Foraminifera kecil dan terkadang berubah menjadi
bedded diatomaceous tipis.
Pada bagian barat Zona Kendeng, Kalibeng Bawah memiliki ketebalan kurang lebih 500 m.
Kalibeng Atas yang terdiri dari batugamping memiliki ketebalan yang bervariasi antara 50 m hingga 300 m.
Ke arah selatan, ketebalan galuconiferous sandy marls semakin menebal menumpangi batugamping, dimana
berkembang juga fasies batupasir yang merupakan endapan batupasir vulkanik dengan ketebalan yang juga
bervariasi antara 25 m hingga 150 m.
Batupasir ditumpangi oleh Diatomaceous Marls, dengan ketebalan total (termasuk Batupasir)
maksimum 700 m. Fasies Diatomaceous juga berkembang di daerah Surabaya, tetapi menuju ke arah utara
fasies kembali berubah menjadi batugamping koralin, dimana batugamping digunakan untuk industri semen.
Ketebalan batugamping kira-kira 200 meter. Di Pulau Madura, Formasi Kalibeng Atas juga hadir berupa
batugamping Lithothamnium Reef.
Perubahan fasies yang cepat pada Formasi Kalibeng Atas menunjukkan bahwa fasies tersebut
diendapkan di lingkungan pantai dengan perubahan kondisi yang signifikan. Formasi Kalibeng menumpangi
lapisan-lapisan yang mengandung Lepidocyclina (Trybliolepidina) sp. dan forminifera besar lainnya yang
mengindikasikan umur Miocene (Formasi Rembang, menurut Duyfjes ; Formasi Kerek, menurut Van
Bemmelen). Formasi Kalibeng dapat dikorelasikan, menurut Van Bemmelen (1949) dengan Formasi
Banyak/Cipluk (Kalibeng Bawah) dan Formasi Damar Bawah (Kalibeng Atas) di bagian barat Perbukitan
Kendeng (Semarang-Ungaran), atau dapat juga dikorelasikan dengan Formasi Wonocolo Atas, Formasi
Ledok, dan Formasi Mundu di daerah Rembang. Lokasi tipenya berada di Sungai Kali Beng, 14 km barat
laut Jombang pada koordinat 112o 8’ 50’’ E dan 7o 26’ 20’’ S. Distribusinya tersebar di Perbukitan Kendeng
antara Surabaya (Jawa Timur) dan Trinil (Jawa Tengah) pada pusat-pusat antiklin, termasuk yang ada di
Pulau Madura. Umur dari Formasi Kalibeng adalah Pliocene.
Formasi Kalibeng Atas terdiri dari Anggota Klitik dan Anggota Sonde. Anggota Sonde merupakan
Fasies Marls dari Formasi Kalibeng Atas. Marls tersebut hanya berkembang secara lokal, dan secara lateral
berkembang menjadi Fasies Batugamping yang merupakan anggota Klitik. Lapisan-lapisan tersebut
menumpang di atas Formasi Kalibeng Bawah dan ditumpangi oleh Formasi Pucangan yang berumur
Pleistocene. Anggota-anggota formasi tersebut mengandung fosil yang mana 53% diantaranya masih bisa
dijumpai hingga sekarang, mengindikasikan umur lapisan adalah Upper Pliocene. Endapan yang berumur
sama dapat dijumpai di dekat Padasmalang dan Pengkol, di dekat Sonde dan Sangiran, Utara Surakarta.
Napal (Marls) tersebut banyak mengandung fosil-fosil moluska. Tipe lokasi dari Anggota Sonde berada di
Sonde dekat Trinil, Kabupaten Ngawi, Lembah Sungai Bengawan Solo, Jawa Timur. Distribusinya secara
umum berada di sebelah utara Perbukitan Kendeng. Ditemukan banyak fosil penciri dari Anggota Sonde
seperti Turritella angulata cicumpeiensis (Oosting), Terebra verbeeki Martin, T. Insulinidae, Conus
sondeianus Martin.

4. Formasi Pucangan
Pada formasi ini dapat dibagi menjadi 2 macam fasies yaitu fasies marine clayey dan fasies volcanic
tuffaceous-sandy. Fasies yang kedua merupakan fasies yang banyak mengandung fosil vertebrata. Fasies
vulkanik berkembang di perbukitan Kendeng Bagian Barat, dimana semakin ke arah timur berkembang
semakin banyak marine intercalations yang menyebabkan di dekat Surabaya, formasi ini terdiri dari
batulempung dan tuff vulkanik yang mengandung fosil moluska dari laut. Salah satu bagian paling timur
dari Formasi ini adalah di Perning, utara Mojokerto dimana fosil Homo mojokertensis ditemukan. Dari
bagian bawah dapat dijabarkan lapisan-lapisan batuan Formasi Pucangan, antara lain:
a. Batupasir tuf tipis dan batupasir tuf lempungan, terkadang mengandung fosil moluska laut dan sulit
dibedakan dengan “b”. Lapisan ini disebut juga sebagai Zona Moluska I. Tebal lapisan 25 m.
b. Napal dan Batulempung, terkadang dijumpai batupasir tuff konglomeratik dengan fosil moluska laut dan
secara lokal berkembang coral-bioherms. Terdapat juga boulder-boulder andesit. Disebut juga Zona
Moluska II yang sulit dibedakan dengan Zona Moluska I.
c. Batupasir tuf berukuran halus yang mengandung variasi lempung, merupakan lapisan-lapisan yang tipis
dengan ketebalan 10 m.
d. Lapisan tebal batupasir kasar dengan lensa konglomerat tak beraturan disertai boulder andesit, interkalasi tuf
halus lempungan. Pada bagian bawah dijumpai lapisan tipis batupasir tuf halus. Pada lapisan ini dijumpai
fragmen fosil vertebrata dan merupakan lapisan dimana Homo mojokertensis ditemukan. Ketebalan lapisan
100 m.
e. Batulempung Hijau, penyebarannya lokal. Ketebalan 5 m.
f. Batupasir tuf lempungan-napalan dengan fosil moluska laut dan Echinoid. Disebut juga sebagai Zona
Moluska III. Ketebalan lapisan 10 m.
g. Batupasir Tufan. Ketebalan 35 m.
Di daerah Gunung Butak, memiliki perbedaan lapisan, dari bawah ke atas dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a. Breksi tuf dengan ketebalan 200 m.
b. Lapisan Tuf dan Batupasir tufan dengan ketebalan 40 m.
c. Breksi tuf dengan ketebalan 75 m.
d. Lapisan tuf dan Batupasir tufan dengan ketebalan 125 m.
Anggota vulkanik bagian atas dari formasi ini yaitu Anggota Butak menumpang di atas anggota
lapisan marine yang disebut Anggota Nngronan yang terdiri dari napal dan batupasir tuf vulkanik
gampingan, mengandung moluska, dengan ketebalan lapisan 100 m. Total ketebalan dari Formasi Pucangan
adalah 540 m. Semakin ke arah barat, di Trinil, Formasi Pucangan direpresentasikan dengan 100 m breksi
vulkanik, dengan interkalasi batupasir, tuf, dan batulempung hitam tufan yang mengandung moluska air
tawar.
Secara umum fasies Formasi Pucangan sangat bervariasi yang diakibatkan oleh proses terbentuknya.
Lapisan-lapisan vulkanik diendapkan dari Gunung Wilis yang mana sekarang (sejak Pleistocene bawah)
sangat aktif. Bagian bawah dari endapan vulkanik tersebut mencapai laut Cekungan Kendeng dimana pada
saat yang sama batugamping dan juga batulempung marine diendapkan. Aktivitas vulkanik dan tubuh dari
gunung api meningkat selama proses deposisi berlangsung sehingga menyebabkan pada bagian bawah
endapan marine sangat lebar dan semakin sedikit ke arah atas. Pada zona transisi dimana tiga Zona Moluska
berada telah dapat dipisahkan, satu pada bagian bawah, dua pada bagian tengah dan tiga pada bagian atas.
Fasies vulkanik banyak mengandung fosil vertebrata yang menempatkan lapisan pada umur Lower
Pleistocene. Di daerah Dome Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai batulempung hitam kaya
akan fosil vertebrata dan juga moluska air tawar. Ketebalan lempung hitam mencapai 300 m. Formasi
Pucangan menumpang di atas Formasi Kalibeng secara tidak selaras dan ditumpangi oleh Formasi Kabuh
secara selaras. Lokasi tipe berada di Gunung Pucangan, 20 km dari Jombang, Jawa Timur, koordinat 112o
17’ 7’’ E dan 7o 23’ 10’’ S.
Distribusi formasi berada di sepanjang Zona Kendeng dari barat ke timur sepanjang 200 km, di
Dome Sangiran 15 km Utara Surakarta, dan di dekat jalan kerata api Kalioso. Fosil-fosil penciri Formasi ini
antara lain Manis paleojavanicus Dubois, Ephimachairodus zwierzyckii Von Koenigswald, Stegodon
trigonocephalus, Hippopotamus (Hexaprotodon) antiquus Von Koenigswald, Servus zwaani Von
Koenigswald, Antilope modjokertensis Von Koenigswald, Leptobos cosijni Von Koenigswald, Tapirus
pandanicus Dubois.
5. Formasi Kabuh
Terdiri dari batupasir vulkanik dengan ukuran kasar dan konglomerat, yang mengandung moluska
air tawar dan fosil vertebrata Trinil. Mengindikasikan bahwa formasi ini berumur Middle Pleistocene. Pada
bagian paling timur di dekat Surabaya terdapat interkalasi batuan sedimen marine.
Formasi Kabuh merupakan formasi yang utamanya terdiri dari fasies fluviatil, terdapat kehadiran
cross-bedding pada lapisan-lapisannya. Fasies-fasiesnya berubah ketebalannya secara cepat. Di sebelah barat
dari kehadirannya, pada antiklin Sangiran di dekat Solo, terdiri dari batupasir fluviatil cross-bedded dengan
pada bagian atasnya terdapat interkalasil lapisan pebble dan juga vulkanik tuf halus, dengan ketebalan
kurang lebih 100 m. Di dekat Trinil, lebih ke timur, fasiesnya sama dengan ketebalan 175 m. Vertebrata
ditemukan pada bagian bawah lapisan, di atas Formasi Pucangan (Breksi vulkanik).
Pada lapisan tersebut ditemukan fosil Pithecantropus Dubois bersama dengan banyak fosil
vertebrata dari Von Koenigswald. Lebih ke arah timur (50 km) di daerah Gunung Butak, Formasi Kabuh
berkembang menjadi batupasir andesitik kasar dan konglomerat, cross bedded, tetapi dengan beberapa
interkalasi dari napal yang mengandung Globigerina (salah satunya dengan ketebalan 30 m, di dekat
Kedungbrubus, Gunung Butak). Pada jarak 50-100 km lagi ke arah Timur, Formasi Kabuh berkembang
menjadi batulempung dengan interkalasi lapisan batupasir tipis sedimen laut. Menuju ke arah selatan, fasies
marine berubah kembali menjadi fasies fluviovulkanik.
Ketebalan total dari Formasi ini adalah 400 m. Formasi Kabuh menumpang secara selaras di atas
Formasi Pucangan dan ditumpangi oleh Formasi Notopuro secara selaras dan tidak selaras pada beberapa
bagian, maupun ditumpangi oleh endapan Holocene secara tidak selaras. Di daerah selatan dari Sidoarjo,
Formasi Kabuh ditumpangi oleh Formasi Jombang yang merupakan produk vulkanik. Lokasi tipe dari
Formasi Kabuh adalah di daerah Desa Kabuh, 18 km dari utara Jombang dan juga dapat dijumpai di Kali
Sumberingin, 3,5 km di sebelah timur Kabuh pada koordinat 112o 14’ 47’’ E dan 7o 23’ 45’’ S.
Distribusi formasi berada di beberapa antiklin kecil kira-kira 15 km dari Surakarta: Sangiran
Antiklin, Gemolong Antiklin dan juga sepanjang antiklinorium Perbukitan Kendeng yang mencapai 200 km
dari barat ke timur diantara Semarang dan Surabaya. Fosil-fosil penciri dari Formasi Kabuh antara lain
Cervus lydekkeri Martin, Duboisia kroesenii Dubois, Mececyon trinilensis Stremme, Stegodon
trigonocephalus Martin, Elephas namadicus Falconer, Sus macronathus Stremme, Sus brachygnatus
Dubois, Hippopotamus namadicus Falconer, Bos bubalis palaeokerabau Dubois, Pithecantropus erectus
Dubois.

6. Formasi Notopuro
Terdiri dari tuf, batupasir tuf, konglomerat dan aglomerat dari vulkanik ataupun dari batuan vulkanik
yang telah tertransportasi, ditumpangi oleh Formasi Kabuh secara selaras dan pada beberapa bagian tidak
selaras akibat adanya hiatus dari Formasi Kabuh. Semakin ke arah timur, pada posisi yang sama sengan
formasi ini disebut sebagai Formasi Jombang yang memiliki kemiripan komposisi dan dimungkinkan justru
sama dengan Formasi Notopuro. Pada formasi ini sangat jarang ditemukan fosil, di daerah Sangiran
(Kalioso) utara Surakarta, beberapa fragmen vertebrata ditemukan yang dimungkinkan sebagai hasil erosi
dari Formasi Kabuh dibawahnya yang secara lokal memang tidak selaras terhadap Formasi Notopuro.
Pada teras sepanjang Sungai Bengawan Solo, utara Ngawi, banyak ditemukan fosil vertebrata yang
berumur Upper Pleistocene. Endapan-endapan teras tersebut menumpang di atas lipatan-lipatan berumur
Pliocene secara tidak selaras. Begitu juga dengan Formasi Notopuro dan Formasi Jombang yang mengalami
perlipatan pada Middle Pleistocene, dimana Formasi Notopuro lebih tua dari endapan teras dan lebih muda
dari Formasi Kabuh yang berumur Middle Pleistocene. Pada lain hal, deposit sungai seperti konglomerat dan
batupasir kasar Formasi Notopuro mengindikasikan fasies synorogenic yang memilki umur kurang lebih
sama dengan teras bagian paling atas dari Sungai Bengawan Solo. Formasi Notopuro ditumpangi oleh
endapan vulkanik Holocene dan endapan aluvial.
Lokasi tipe dari Formasi Notopuro adalah di Desa Notopuro, 35 km timur laut Madiun, Jawa Timur,
Barat Gunung Pandan. Distribusinya ada di bagian barat dari antiklinorium Perbukitan Kendeng, terutama
sepanjang slope bagian utara, diantara Gunung Pandan di timur dan Semarang di barat, dan juga terdapat
pada beberapa antiklin kecil sepanjang 15 – 20 km utara dari Surakarta (Sangiran Antiklin, Gemolong
Antiklin).
7. Endapan Teras Bengawan Solo dan Endapan Aluvial
Terdiri dari pasir dan gravel yang menutupi kelerengan dari bukit, terutama di sepanjang Sungai
Bengawan Solo antara Ngawi dan Cepu, pada ketinggian bervariasi dari 38-71 m di atas permukaan laut
(ketebalan lapisan sungai mencapai 38 m) yang merepresentasikan deposisi selama prose kenaikan progresif
dari Perbukitan Kendeng yang mana sungai memotong secara anteseden. Pada banyak tempat gravel juga
mengandung fosil vertebrata termasuk manusia Solo (Homo neanderthalensis soloensis Oppenoorth) di
daerah Ngandong dan Watumalang. Umur dari endapan teras ini adalah Uppermost Pleistocene. Endapan
Aluvial sendiri berumur Holocene yang menumpang secara tidak selaras di atas Formasi Notopuro dan
berumur paling muda.

DAFTAR PUSTAKA
Marks, P. 1957. Stratigraphic Lexicon of Indonesia. Publikasi Keilmuan No. 31. Seri Geologi. Republik
Indonesia Kementerian Perekonomian Pusat Djawatan Geologi Bandung: Bandung, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai