Anda di halaman 1dari 19

URINALISA

A. Tujuan
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah urin
2. Mengetahui cara yang tepat dalam mengukur jumlah urin
3. Mengukur jumlah urin pada orang normal maupun urin diabetes
4. Mengetahui jumlah urin normal pada orang dewasa 24 jam
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis urin
6. Mengetahui cara yang tepat untuk menentukan berat jenis urin
7. Menentukan berat jenis urin pada OP
8. Mengetahui berat jenis pada polpulasi kelas dan membandingkan dengan
pengamatan kelompok
9. Mengetahui berat jenis urin normal orang dewasa
10. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi derajat keasaman urin
11. Mengetahui beberapa cara sederhana untuk menentukan derajat keasaman urin
12. Menentukan derajat keasaman urin serta mengetahui derajat keasaman urin
normal pada orang dewasa
13. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bau, warna dan kejernihan urin
14. Mengetahui cara yang tepat untuk menentukan bau, warna dan kejernihan urin
15. Menentukan bau, warna dan kejernihan urin
16. Mengetahui beberapa cara sederhana untuk menguji protei urin
17. Menguji protein urin
18. Mengetahui cara melakukan uji kandungan glukosa pada urin
19. Mengetahui peran reagen benedict pada urinalisa
20. Mengetahui perbedaan uji glukosa dan proten pada penderita diabetes dan orang
normal

B. Landasan Teori
1. Volume Urin
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan diagnosis
infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal,
memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah tinggi
(hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.
Sistem ekskresi merupakan sistem pembuangan zat-zat sisa pada makhluk hidup seperti
karbon dioksida, urea, racun dan lainnya.Ginjal merupakan alat pengeluaran sisa
metabolisme dalam bentuk urine yang di dalamnya mengandung air, amoniak (NH3), ureum,
asam urat dan garam mineral tertentu. Penderita diabetes miletus urinenyaakan mengandung
glukosa(Yatim, 1984)
Proses eksresi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak
dipergunakan lagi. Zat ini berbentuk cairan contohnya urin, keringat dan air. Fungsi utama
organ eksresi adalah menjaga konsentrasi ion (Na+, K+, Cl-, Ca++ dan H+), menjaga volume
cairan tubuh (kandungan air), menjga konsentrasi kandungan osmotik, membuang hasil akhir
metabolism (urea, asam urat) dan mengeluarkan substansi asing atau produk metabolismnya
(Dahelmi, 1991).
Sistem ekskresi membantu memelihara homeostasis dengan tiga cara, yaitu melakukan
osmoregulasi, mengeluarkan sisa metabolisme, dan mengatur konsentrasi sebagian besar
penyusun cairan tubuh.Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang
bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme
antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat (Kimball, 1991).
Sistem urin terdiri dari ginjal, ureter, kantong kemih dan uretra dengan menghasilkan
urin yang membawa serta berbagai produk sisa metabolisme untuk dibuang. Ginjal juga
berfungsi dalam pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh dan merupakan tempat
pembuangan hormon renin dan eritropitin. Renin ikut berperan dalam pengaturan tekanan
darah dan eritropitin berperan dalam merangsang produksi sel darah merah. Urin juga
dihasilkan oleh ginjal berjalan melalui ureter ke kantung kemih melalui uretra (Juncquiera,
1997).Urin merupakan hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal. Dari 1200
ml darah yang melalui glomeruli per menit akan terbentuk filtrat 120 ml per menit. Filtrat
tersebut akan mengalami reabsorpsi, difusi dan ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya
terbentuk satu mili liter urin per menit. (R. Wirawan, S. Immanuel, R. Dharma, 2008).
Pemeriksaan urin lengkap di laboratorium akan melihat warna urin, kepekatannya, pH,
berat jenis, sel darah putih, sel darah merah, sedimen, sel epitelial, bakteri, kristal, glukosa,
protein, keton, bilirubin, darah samar, nitrit, dan urobilinogen. Pada dasarnya Diabetes
Mellitus disebabkan oleh hormon insulin penderita yang tidak mencukupi atau tidak efektif
sehingga tidak dapat bekerja secara normal. Padahal, insulin mempunyai peran utama
mengatur kadar glukosa dalam darah, yaitu sekitar 6- = 120 mg/dl waktu puasa, dan di bawah
140 mg/dl pada dua jam sesudah makan (pada orang normal). Sejak ditemukan insulin pada
tahun 1921 oleh Banting dan Best di Canada, angka kematian dan keguguran ibu-ibu yang
hamil semakin berkurang. Sejak penemuan itu penanganan Diabetes jauh lebih efektif
diabnding sebelumnya. Dewasa ini, dengan perawatan yang intensif, hampir semua pasien
Diabetes bisa kembali ke kehidupannya yang normal dan produktif (Wilson, 1979).
Faktor yang mempengaruhi urin adalah: 1) jumlah air yang diminum, 2) sistem saraf, 3)
hormon ADH, 4)banyak garam yang harus dikeluarkan dari darah agar tekanan osmosis tetap,
5)pada penderita diabetes mellitus, pengeluaran glukosa diikuti oleh kenaikan volume urin
(Thenawijaya, 1995).
Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr. Pengukuran volume ini pada
pengambilan acak (random) tidak relevan. Karena itu pengukuran volume harus dilakukan
secara berjangka selama 24 jam untuk memperoleh hasil yang akurat.
2. Berat Jenis Urin
Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur
konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan
ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin.
Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap wajar jika
fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 – 1,025, sedangkan dengan
pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022, dan selama 24 jam bisa mencapai
≥1,026. Defek fungsi dini yang tampak pada kerusakan tubulus adalah kehilangan
kemampuan untuk memekatkan urine. BJ urine yang rendah persisten menunjukkan
gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ
kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini menerima
pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara intravena untuk studi radiografi, atau larutan
dekstran dengan berat molekul rendah. Kurangi 0,004 untuk setiap 1% glukosa untuk
menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa.
3. Derajat Keasaman Urin
Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran
pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung pada status asam-
basa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh
konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang basa
menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-
obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa jug adapt mempengaruhi pH
urine (library.med.utah.edu)Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi
pH urine :
- pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih
(Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi
alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.
- pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis
sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau
metabolic memicu pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi
pengasaman.
4. Bau, warna dan kejernihan urin
Cairan ekstrasel mengakibatkan perubahan cairan dalam sel dan dengan demikian
juga perubahan fungsi sel, maka penting untuk fungsi normal sel-sel agar susunan cairan ini
relatif konstan.
Ginjal yang mempertahankan susunan optimal kimia cairan tubuh. Ginjal adalah suatu
organ yang tidak hanya membuang sampah metabolisme tetapi sebenarnya melakukan fungsi
homeostatik yang sangat penting. Ginjal juga memiliki kapasitas metabolik yang besar.
Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin dan
pH serta suhu urin itu sendiri. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis glukosa,
analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis kandungan protein ada banyak
sekali metode yang ditawarkan , mulai dari metode uji millon sampai kuprisulfa dan sodium
basa. Yang terakhir adalah analisis secara mikroskopik, sampel urin secara langsung diamati
dibawah mikroskop sehingga akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin
tersebut, misalnya kalsium phospat, serat tanaman, bahkan bakteri.
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal
yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin
diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan
untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam mempertahankan homeostasis tubuh
peranan urin sangat penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui
sekresi urin. Selain urin juga terdapat mekanisme berkeringat dan juga rasa haus yang
kesemuanya bekerja sama dalam mempertahankan homeostasis ini.
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari
dalam tubuh.Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang “kotor”. Hal ini berkaitan
dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi,
sehingga urinnyapun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan
saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir tidak
berbau ketika keluar dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh,
bakteri akan mengkontaminasi urin dan mengubah zat-zat di dalam urin dan menghasilkan
bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea.
(Hidayat, dkk. 2006) disebutkan bahwa pada proses urinalisis terdapat banyak cara metode
yang dapat digunakan untuk mendeteksi zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin.
Analisis urin dapat berupa analisis fisik, analisi kimiawi dan anlisis secara mikroskopik.
Urin yang terlalu keruh menandakan tingginya kadar unsur-unsur yang terlarut di
dalamnya. Hal ini bisa terjadi karena faktor makanan, karena adanya infeksi yang
mengeluarkan bakteri atau karena konsumsi air yang kurang. Bau urin dapat bervariasi
karena kandungan asam organik yang mudah menguap. Diantara bau yang berlainan dari
normal seperti: bau oleh makanan yang mengandung zat-zat atsiri seperti jengkol, petai,
durian, asperse dll. Bau obat-obatan seperti terpentin, menthol dsb, Bau amoniak biasanya
terjadi kalau urin dibiarkan tanpa pengawet atau karena reaksi oleh bakteri yang mengubah
ureum di dalam kantong kemih.Bau keton sering pada penderita kencing manis, dan bau
busuk sering terjadi pada penderita keganasan (tumor) di saluran kemih.
5. Uji protein
Penetapan kadar protein dalam urin biasanya dinyatakan berdasarkan timbulnya
kekeruhan pada urin. Karena padatnya atau kasarnya kekeruhan itu menjadi satu ukuran
untuk jumlah protein yang ada, maka menggunakan urin yang jernih menjadi syarat yang
penting.
Salah satu uji protein urin yang cukup peka adalah dengan melalui pemanasan urin
dengan asam asetat. Pemberian asam asetat dilakukan untuk mencapai atau mendekati titik
iso-elektrik protein, sedangkan pemanasan bertujuan untuk denaturasi sehingga terjadilah
presipitasi. Proses presipitasi dibantu oleh adanya garam garam yang telah ada dalam urin
atau yang sengaja ditambahkan kedalam urin. Asam asetat yang dipakai tidak penting
konsentrasinya, konsentrasi antara 3 – 6 % boleh dipakai, yang penting ialah pH yang dicapai
melalui pemberian asam asetat. Urin encer yang mempunyai berat jenis rendah tidak baik
digunakan untuk percobaan ini. Hasil terbaik pada percobaan ini diperoleh dengan
penggunaan urin asam.
Untuk menguji adanya kekeruhan, periksalah tabung dengan cahaya berpantul dan
dengan latar belakang yang hitam. Cara penilaian uji protein urin adalah sebagai berikut :
NILAI SIMBOL DESKRIPSI
Negatif - Tidak ada kekeruhan
sedikitpun
Positif + 1+ Kekeruhan ringan tanpa butir
butir, kadar protein kira-kira
0,01 – 0,05 %
Positif ++ 2+ Kekeruhan mudah terlihat
dan Nampak butir butir
dalam kekeruhan tersebut;
kadar protein kira kira 0,05 -
0,2 %.
Positif +++ 3+ Jelas keruh dengan kepingan
– kepingan ; kadar protein
kira – kira 0,02 – 0,05 %
Positif ++++ 4+ Sangat keruh dengan
kepingan kepingan besar atau
bergumpal gumpal atau
memadat : kadar protein kira
kira lebih dari 0,05%. Jika
terdapat lebih dari 3 %
protein akan membeku.
(Tri murtiati, 2010)
Sebagian kecil protein plasma disaring diglomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal
dan diekskresikan kedalam urin. Normal ekskresi protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24
jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai proteinuria. Protein terdiri
atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang
sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler,
diabetesmellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat
molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit
tubulointerstitiel.
Albumin merupakan suatu protein yang memiliki ukuran molekulnya cukup besar.
Pada Urine yang mengandung Albumin menandakan bahwa filtrasi yang dilakukan oleh
ginjal tidak sempurna. Indikator adanya Albumin dalam urine ditandai dengan terdapatnya
cincin putih diantara Asam nitrit pekat dan Urine. Albumin merupakan salah satu protein
utama dalam plasma manusia dan menyusun sekitar 60% dari total protein plasma. Kadar
albumin normal dalam urine berkisar antara 0-0,04 gr/L/hari. Keberadaan albumin dalam urin
dengan jumlah yang melebihi batas normal, dapat mengindikasikan terjadinya gangguan
dalam proses metabolisme tubuh. (Anonim, 2011)
6. Uji glukosa
Dengan menggunakan sifat glukosa sebagai zat pereduksi, adanya glukosa dalam urin
dapat ditentukan. Pada tes ini, pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan reagens tertentu
yang mengandung suatu zat yang berubah sifat dan warnanya jika direduksi oleh glukosa.
Jenis reagen yang mengandung garam cupri adalah jenis yang paling banyak digunakan untuk
menyatakan adanya reduksi dan diantara jenis reagen yang mengandung garam cupri, reagen
benedict adalah jenis terbaik. Hasil pemeriksaan reduksi disebut cara semikuantitatif dengan
cara :
NILAI SIMBOL DESKRIPSI
Negatif - Warna tetap biru jernih atau sedikit kehijauan
dan agak keruh
Positif + 1+ Hijau kekuning-kuningan dan keruh; kadar
glukosa antara 0,5 – 1 %
Positif ++ 2+ Kuning keruh; kadar glukosa antara 1 – 1,5 %
Positif +++ 3+ Jingga atau warna lumpur keruh; kadar glukosa
antara 2 – 3,5 %
Positif ++++ 4+ Merah keruh; kadar glukosa lebih dari 3,5 %
(Tri Murtiati, 2010)

C. Alat dan Bahan


Volume berat jenis, derajat keasaman
ALAT DAN BAHAN
1. Gelas ukur
2. Urin 24 jam
3. Urinometer
4. Gelas urinometer
5. Kertas lakmus
6. wadahurin
Bau , warna dan kejernihan urin
ALAT DAN BAHAN
1. Tabung reaksi
2. Pen light
3. Urin segar tanpa pengawet
Uji Protein
ALAT DAN BAHAN
1. Tabung reaksi 6. Alat pembakar (Bunsen)
2. Penjepit tabung 7. Pipet
3. Senter 8. Karton hitam
4. Urin sewaktu 9. Paraffin
5. Asam asetat
Uji Glukosa
ALAT DAN BAHAN
1. Tabung reaksi 5. Alat pembakar (Bunsen)
2. Penjepit tabung 6. Pipet
3. Senter 7. Urin sewaktu
4. Reagen benedict

D. Cara Kerja
A. Pemeriksaan volume urin
a. Tampung urin selama 24 jam perhatikan jumlah urin 24 jam. Catat hasil
pengukuran
B. Menetapkan berat jenis urin
a. Tuang urin ke dalam urinometer
b. Masukan urinometer dalam gelas. Agar urinometer bisa terapung pada waktu
membaca maka harus banyak urin dalam gelas tsb. Bila urin terlalu sedikit
encerkanlah dengan aquades sejumlah banyaknya urin.
c. Sebelum membaca berat jenis pada tangkai urinometer, alat tersebut harus
terapung lepas dari dinding gelas, untuk melepaskannya putarlah dengan ibu jari
telunjuk
d. Bacalah berat jenis tanpa paralax setinggi miniskus bawah
e. Catat hasil pengukuran
C. Menetapkan derajat keasaman
a. Basahi sepotong kertas lakmus biru dan merah dengan urin yang diperiksa.
Tunggu hingga beberapa menit
b. Perhatikan perubahan warna yang terjadi.
c. Catat hasil pengukuran
D. Pemeriksaan Bau Urin
a. Memasukkan urin segar ke dalam wadah dan menyegerakan identifikasi bau yang
keluar dari urin tersebut
b. Mencatat hasil pemeriksaan
E. Pemeriksaan Warna Urin
a. Menuang urin ke dalam tabung reaksi hingga terisi ¼ bagian tabung. Kemudian
tabung dimiringkan
b. Memberikan penyinaran terhadap tabung tersebut
c. Menentukan warna urin dengan pernyataan: tidak berwarna, kuning muda, kuning,
kuning tua, kuning bercampur merah, merah bercampur kuning, dll.
d. Mencatat hasil pemeriksaan
F. Menetukan Kejernihan Urin
a. Menuang urin ke dalam tabung reaksi hingga terisi ¼ bagian tabung. Kemudian
tabung dimiringkan
b. Memberikan penyinaran kepada tabung tersebut
c. Menentukan kejernihan urin dengan pernyataan: jernih, agak jernih, keruh dan
sangat keruh
d. Mencatat hasil pengamatan
E. Uji Protein
a. Masukan urin kedalam tabung reaksi hingga mengisi 2/3 tabung
b. jepit tabung pada bagian bawa, miringkan tabung sekitar 45o sehingga bagian atas
tabung dapat dipanasi di atas nyala api sampai mendidih selama 30'.
c. berikan penyinaran pada tabung sehingga sinar berpantul dari baghian berlatar
karton berwarna hitam
d. perhatikan terjadinya kekeruhan. bandingkan kejernihan urin yang tidak dipanasi.
teteskan 3 - 5 tetes asam asetat 3-6%
F. Uji Glukosa
a. Masukkan 5 ml reagen benedict ke dalam tabung reaksi
b. Teteskan sebanyak 5-8 tetes urin ke dalam tabung
c. Panaskan tabung hingga isinya mendidih secara perlahan-lahan selama 2 menit
d. Angkat tabung, kocok isinya dan baca hasil reduksinya dengan cara member
penyinaran pada tabung sehingga sinar berpantul dari bagian berlatar karton
berwarna hitam
e. Perhatikan kekeruhan yang terjadi
f. Catat hasil pengamatan
G. Hasil Pengamatan
Uji makroskopis
no Nama Usia JK Bau Warna Jernih Volume Berat pH
OP (ml) jenis
1 Riko 20 L Normal Kuning Jernih 764 1020 6
2 Lailatul 20 P Normal Kuning Jernih + 1208 1012 6
muda epitel
3 Rifka 20 P Normal Kuning Agak 352* 6
muda jernih +
epitel
4 Priska 20 P Normal Kuning Jernih 1370 1007 6
muda
5 BP 61 L Bau obat Kuning Agak 350* 1002 6
muda jernih +
epitel
6 Putra 20 L Pesing Kuning Jernih 550 1025 7
muda
7 Suryo 23 L Bau Kuning Jernih 200* 1020 5
permen/gula tua
Ket: *volume sewaktu
Uji protein
Nama OP Nilai Simbol Deskripsi
Riko Negatif - Tidak keruh
Lailatul Negatif - Agak keruh, tidak
ada butir
Rifka Negatif - Keruh tapi tidak
ada butir
Priska Negatif - Terdapat butir
BP Positif+ 1+
Putra Negatif - Terjadi gas
Suryo Negatif -
Uji benedict
Nama OP Nilai Simbol Deskripsi
Riko Negatif - Tetap biru
Lailatul Negatif - Tetap biru
Rifka Positif+ 1+ Warna hijau
Priska Negatif - Warna hijau
BP Positif+ 1+ Warna biru keruh
Putra Positif+++ 3+ Warna jingga keruh
Suryo Positif+ 1+ Warna hijau keruh
Keterangan : OP Putra dengan volume benedict yang lebih sedikit

H. Pembahasan
1. Volume Urin
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap volume urin 24 jam untuk orang normal,
artinya orang tersebut tidak mengalami gangguan atau tidak memiliki penyakit, seperti
Diabetes Melitus maka untuk OP, yaitu Lailatul, memiliki volume urin yang normal (1208
ml). Karena menurut Ganong, 2003 bahwa Rata-rata didaerah tropic volume urin dalam 24
jam antara 800-1300 ml untuk orang dewasa. Volume tersebut dipengaruhi banyak faktor
diantaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alkohol, dan kopi), jumlah air minum, hormon ADH,
dan emosi. Interpretasi warna urin dapat menggambarkan kondisi kesehatan organ dalam
seseorang. Sedangkan untuk OP riko mempunyai volume yang kurang dari normal, yaitu
hanya berjumlah 764 ml, tetapi untuk OP Priska memiliki volume urin yang lebih sedikit dari
normal, yaitu 1370 ml. Menurut analisa kelompok kami, pada OP Priska jumlah urin
dipengaruhi oleh suhu lingkungan pada saat itu. keadaan musim saat itu sedang hujan, dan itu
berarti bahwa suhu tubuh menjadi lebih rendah atau dingin, sehingga keinginan untuk buang
air kecil juga meningkat. Karena menurut kemdiknas.go.id, dikatakan bahwa Ketika suhu
panas atau banyak mengeluarkan keringat, konsentrasi air dalam darah turun mengakibatkan
sekresi ADH meningkat sehingga urin yang di hasilkan sedikit. Sebaliknya jika suhu udara
dingin konsentrasi air dalam darah naik sehingga menghalangi sekresi ADH maka produksi
urin banyak. Keadaan seperti ini disebut sebagai poliurin. Poliurin disebabkan juga oleh
jumlah minuman yang diminum ataupun minuman yang mempunyai efek diuretika.
Bila didapatkan volume urin selama 24 jam lebih dari 2000 ml maka keadaan itu
disebut poliuri. Poliuri ini mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti
pemasukan cairan yang berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek diuretika.
Selain itu poliuri dapat pula disebabkan oleh perubahan patologik seperti diabetes mellitus,
diabetes insipidus, hipertensi, pengeluaran cairan dari edema. Bila volume urin
selama 24 jam 300-750 ml maka keadaanini dikatakan oliguri. Keadaan ini
mungkin didapat pada diarrhea, muntah-muntah, demanedema, nefritis menahun.
Anuri adalah suatu keadaan dimana jumlah urin selama 24 jam kurang dari 300 ml.
(Elistina, PTKMR-BATAN)
Menurut kelompok kami, pada OP Riko volume yang kurang dari normal disebabkan
oleh kurangnya jumlah cairan atau minuman yang masuk ke dalam tubuh atau kurang intake
cairan ke tubuh OP. Sehinga jumlah urin yang terbentuk juga kurang dari normal.
Jika dibandingkan dengan urin patologis, volume urin Rifka lebih banyak dari pada
urin sesaat pada orang yang patologis. Sedangkan urin patologis 24 jam berjumlah 550 ml,
padahal menurut Referensi dari Elistina, PTKMR-BATAN dikatakan bahwa Bila
didapatkan volume urin selama 24 jam lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri.
Poliuri ini mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan cairan
yang berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek diuretika. Menurut kelompok
kami, ini terjadi karena terjadi kesalahan dari pengukuran. Mungkin ada sebagian urin yang
tidak terhitung, sehingga menyebabkan terjadinya kekurangan pada volume urin.
2. Berat Jenis Urin
Berat Jenis Urin untuk semua OP baik yang normal maupun yang patologis,
menunjukkan hasil yang tepat, yaitu memiliki berat jenis 1003-1030, kecuali pada OP BP,
yang memiliki berat jenis sebesar 1002. Menurut referensi yang berbeda dikatakan bahwa
gravitasi spesifik (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi
zat terlarut) mengukur kepadatan urin, atau kemampuan ginjal untuk berkonsentrasi atau
encer urin atas bahwa plasma. Gravitasi spesifik antara 1.002 dan 1,035 pada sampel acak
harus dianggap normal jika fungsi ginjal normal (library.med.utah.edu ). Jadi menurut
kelompok kami perbedaan yang tidak terlalu signifikan itu tidak menjadi masalah, karena
masih ada dalam batas kisaran normal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis urin sama dengan yang mempengaruhi
osmolalitas urin. Berat jenis urin mengevaluasi kemampuan ginjal untuk menampung atau
mengekskresikan air. Berat jenis dipengaruhi oleh berat dan jenis zat terlarut. Terdapatnya
zat-zat terlarut dalam urin, seperti glukosa, protein akan meningkatkan berat jenis (Herne,
Mima .H. dan Swaringen, Pamela. 2000)
3. PH Urin
Berdasarkan hasil pengukuran derajat keasaman pada semua OP, menunjukkan hasil
bahwa semua OP memiliki kisaran derajat keasaman yang normal, yaitu antara 4,5-8,0. Pada
OP BP, yang dimana memiliki bau yang seperti aroma obat, tapi PH dari OP tersenut tetap
normal.
Untuk pemeriksaan derajat keasaman urine ini harus dipakai urine yang segar (baru).
Karena urine yang telah lama derajad keasamannya akan berubah menjadi alkalis. Pada urine
yang telah dikeluarkan dari tubuh, maka ammonium yang terkandung didalamnya akan
diubah oleh bakteri dalam urine menjadi amoniak yang bersifat alkalis.
4. Bau, warna dan kejernihan urinz
Dari data di atas didapatkan 5 orang yang memiliki bau urin normal yaitu berbau
peing pada umumnya, bau khas aminiak. Karena di dalam urin terdapat zat-zat yang dapat
cepat menguap jika bersentuhan dengan udara (Lehninger, Albert L. 1990). Sedangkan untuk
kedua orang lainnya didapatkan satu orang dengan urin berbau obat dan yang lainnya berbau
seperti permen. Urin yang berbau obat disebabkan karena orang tersebut sedang
menkonsumsi obat dan zat-zat pada obat tersebut lolos saring di ginjal. Sedangkan untuk
yang berbau permen dapat diindikasikan bahwa terdapat glukosa didalam urinnya hal ini
dapat disebabkan karena terdapat kerusakan dalam sistem penyaringan di glomerulus ginjal
dan tingginya kadar glukosa dalam darah.
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal
yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin
diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan
untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam mempertahankan homeostasis tubuh
peranan urin sangat penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui
sekresi urin. Selain urin juga terdapat mekanisme berkeringat dan juga rasa haus yang
kesemuanya bekerja sama dalam mempertahankan homeostasis ini.
Ciri-ciri warna air seni yang tidak sehat yaitu:
a. Merah muda, merah atau kecoklatan, hal ini karena terdapat darah dalam air
seni yang diakibatkan infeksi, peradangan atau suatu pertumbuhan pada
saluran kemih, serta bahan pewarna makanan juga bisa menyebabkan warna
air seni lebih pekat dari biasanya.
b. Kuning gelap atau oranye, hal ini disebbakan jika kekurangan air minum dan
kekurangan cairan karena diare, muntah atau banyak keringat.
c. Coklat bening dan gelap, hal ini terjadi karena penyakit kuning akibat
gangguan pada hati atau empedu (Hepatitis).
d. Hijau atau biru, disebabkan sebagian besar akibat bahan pewarna makanan
atau obat yang dikonsumsi, tetapi jika konsumsi terhadap makanan atu obat
tersebut dikurangi, maka warna urine bisa kembali normal.
Warna urin normal adalah dari kuning muda sampai kuning. Dari semua sample
didapatkan seluruh urin dalam warna yang normal. Hanya satu yaitu pada Suryo yang urinnya
berwarna kuning gelap atau oranye, seperti sebelumnya telah dijelaskan hal ini dapat
diakibatkan karena kekurangan air minum dan kekurangan cairan karena diare, muntah atau
banyak keringat.
Urine atau air seni dihasilkan daalam proses penyaringan darah dan ginjal.
Kandungan urine bergantung keadaan kesehatan daan makanan sehari-hari yang dikonsumsi
oleh masing-masing individu..
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari
dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang “kotor”. Hal ini berkaitan
dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi,
sehingga urinnyapun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan
saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir tidak
berbau ketika keluar dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh,
bakteri akan mengkontaminasi urin dan mengubah zat-zat di dalam urin dan menghasilkan
bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea.
Percobaan berikutnya adalah uji kejernihan urin yang mengindikasikan ada tidaknya
albumin dalam urin. Albumin merupakan suatu protein yang memiliki ukuran molekulnya
cukup besar. Urine yang mengandung Albumin menandakan bahwa filtrasi yang dilakukan
oleh ginjal tidak sempurna. Indikator adanya Albumin dalam urine ditandai dengan
terdapatnya cincin putih diantara Asam nitrit pekat dan Urine. Albumin merupakan salah satu
protein utama dalam plasma manusia dan menyusun sekitar 60% dari total protein plasma.
Kadar albumin normal dalam urine berkisar antara 0-0,04 gr/L/hari (Ganong, W. F)
Keberadaan albumin dalam urin dengan jumlah yang melebihi batas normal, dapat
mengindikasikan terjadinya gangguan dalam proses metabolisme tubuh. Pada sample
didapatkan seluruhnya berurin jernih dengan beberapa yang didalamnya terdapat partikel
yang sangat halus yang diindikasikan bahwa itu adalah epitel yang ikut terbawa pada proses
perjalanan urin yang kemungkinan besar adalah epitel de brisk yang berada pada saluran
reproduksi.
5. Uji Protein
Pada Percobaan keenam dari analisis urine adalah uji albumin dalam urine atau uji
protein. Pada Urine yang mengandung Albumin menandakan bahwa filtrasi yang dilakukan
oleh ginjal tidak sempurna. Indikator adanya Albumin dalam urine ditandai dengan
terdapatnya cincin putih diantara Asam nitrit pekat dan Urine. Albumin merupakan salah satu
protein utama dalam plasma manusia dan menyusun sekitar 60% dari total protein plasma.
Kadar albumin normal dalam urine berkisar antara 0-0,04 gr/L/hari.
Keberadaan albumin dalam urin dengan jumlah yang melebihi batas normal, dapat
mengindikasikan terjadinya gangguan dalam proses metabolisme tubuh. Uji ini dilakukan
dengan memanaskan terlebih dahulu sampel urine yang akan digunakan. Sebelum dipanaskan
urine pada umumnya akan berwarna kuning dan setelah dipanaskan ketika dibandingkan
dengan urin sebelum yang dipanaskan terjadi kekeruhan sedikit, hal ini dikarenakan adanya
kandungan kalsium fosfat pada urine yang akan membentuk kalsium karbonat serta gas
ketika dipanaskan. Setelah ditetesi dengan asam asetat, kekeruhan tersebut akan hilang
karena adanya presipitasi pada urine dimana Pemberian asam asetat dilakukan untuk
mencapai atau mendekati titik iso-elektrik protein , menurut murtiati, 2010. meskipun telah
ditambahkan asam asetat pada ketujuh OP tersebut tidak terjadi kekeruhan, tetapi hanya dapat
terlihat gas pada urin tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa dalam urine ketujuh OP adalah
normal karena asam astat tidak bereaksi dengan protein yang ada pada urin. Sedangkan pada
OP BP berbeda setelah pemanasan dan penetesan oleh asam asetat perbandingan oleh urine
awal yang sebelumnya terdapat kekeruhan berupa butiran putih kecil yang jarang pada
urinnya karena Pemberian asam asetat telah mencapai iso-elektrik protein dan akan
menimbulkan respon berupa kekeruhan pada urin tersebut berdasarkan murtiati, 2010. Hal ini
kami perkirakan adalah sejumlah albumin, Indikator adanya Albumin dalam urine ditandai
dengan terdapatnya cincin putih berdasarkan Anonim, 2011. Karena Albumin merupakan
suatu protein yang memiliki ukuran molekulnya cukup besar maka dapat terlihat dengan cara
mata telanjang dan membandingkan dengan urin awal sebelum pemanasan dan pentetesan
asam asetat. dan karena butiran protein yang kami temukan terlihat jarang, kami
menyimpulkan untuk memberikan symbol positif+ (1+) dengan keterangan berupa 0,01 –
0,05 %. Dan berdasarkan jurnal Anonim, Kadar albumin normal dalam urine berkisar antara
0-0,04 gr/L/hari. Maka didapatkan bahwa Keberadaan albumin dalam urin tersebut dapat
mengindikasikan terjadinya gangguan dalam proses metabolisme tubuh hal tersebut
berdasarkan dari jurnal Anonim, 2011.
6. Uji Glukosa
Selanjutnya adalah melakukan uji Tes glukosa urine. Tes glukosa urin adalah
pemeriksaan pada sampel urine untuk mengetahui ada/tidaknya glukosa dalam urine
(Anonim. 2012). Pada praktikum ini, menggunakan reagens berupa benedict. Reagen
benedict digunakan karena jenis reagen ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan
untuk menyatakan adanya reduksi dan mengandung garam cupri (Murtiati, Tri. 2010).
Prinsip dari tes Benedict adalah glukosa dalam urine akan mereduksi kuprisulfat (dalam
benedict) menjadi kuprosulfat yang terlihat dengan perubahan warna dari larutan Benedict
tersebut. Jadi, bila urine mengandung glukosa, maka akan terjadi reaksi perubahan warna
seperti yang dijelaskan di atas. Namun, bila tidak terdapat glukosa, maka reaksi tersebut tidak
akan terjadi dan warna dari benedict tidak akan berubah (Anonim. 2012). Self-testing of urine
using Benedict’s copper reagent required heat for colour development, which presented
practical difficulties (Clarke & Foste, 2012).
Bedasarkan hasil pengamatan didapatkan data dari 7 OP yang ada, 3 OP mendapatkan
hasil yang negatif yaitu OP Riko, Lailatul dan Priska. Sedangkan 4 OP lainnya yaitu Rifka
Positif +, BP Positif +, Putra Positif +++ dan Suryo Postif +.
Menurut analisis, OP yang memiliki hasil negatif yaitu Riko, Lailatul dibuktikan
dengan pada urine pada kedua OP ini memiliki warna setelah hasil pemanasan yaitu tetap
biru. Sedangkan untuk OP Priska hasilnya tetap negatif karena urine yang telah tercampur
dengan benedict akibat pemanasan ini memiliki warna sedikit kehijauan.
Selanjutnya pada OP yang telah positif terindikasi memiliki penyakit Diabetes
menunjukan hasil bahwa OP BP, Putra dan Suryo setelah dipanaskan urinnya menjadi
berwarna biru keruh hingga jingga keruh. Glucose present in the urine was oxidised, and the
blue cupric sulphate reduced, causing a change in colour from blue to green to yellow to
orange (Clarke & Foste, 2012). Pada OP Putra yang memiliki nilai Positif +++ memiliki
warna urin setelah dipanaskan menjadi jingga keruh ini berarti memiliki kadar glukosa antara
2 – 3,5 % dimana volume benedict yang lebih sedikit dibandingkan yang lainnya. OP Suryo
yang mengandung warna hijau keruh saat urin yang dicampur benedict dipanaskan memiliki
kadar glukosa 0,5 – 1 %. Sedangkan pada OP BP yang telah diketahui mengidap penyakit
Diabetes memiliki warna urin biru keruh ini menunjukan ketidak sesuaian dengan teori yang
ada. Seharusnya untuk urin yang berwarna biru keruh termasuk yang negatif penderita
diabetes. Namun, kenyataannya tidak demikian. Begitu pula pada OP Rifka Nurhaqi yang
memiliki positif + dengan warna urin hijau keruh. Rifka yang merupakan OP normal
harusnya dengan warna urin hijau menunjukan bahwa ia negatif diabetes.Ketidaksesuaian
data yang didapatkan dengan refrensi yang ada ini disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain urin yang digunakan 24 jam, seharusnya untuk menguji uji tes benedict menggunakan
urin yang masih segar yaitu urin sewaktu. Selain penetesan urin yang beragam ada yang 5, 6
7 tetes ke dalam tabung yang telah berisi reagen benedict.

I. Kesimpulan
1. Faktor yang mempengaruhi urin adalah: jumlah air yang diminum, sistem saraf,
hormon ADH, banyak garam yang harus dikeluarkan dari darah agar tekanan
osmosis tetap, pada penderita diabetes mellitus, pengeluaran glukosa diikuti oleh
kenaikan volume urin
2. Pengukuran jumlah urin yang tepat selama 24 jam adalah mengukur jumlah urin
yang keluar dari waktu tertentu selama 24 jam tepat dari jam pertama OP
mengukur.
3. Jumlah urin yang diperoleh dari kelompok kami, adalah 1208 ml, yaitu jumlah
urin yang masih dalam kisaran batas normal
4. Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr.
5. Berat jenis dipengaruhi oleh berat dan jenis zat terlarut. Terdapatnya zat-zat
terlarut dalam urin, seperti glukosa, protein akan meningkatkan berat jenis
6. Alat yang digunakan untuk mengukur berat jenis urin adalah urinometer
7. Berat jenis OP pada kelompok kami adalah 1012
8. Berat jenis dalam populasi kelas memiliki kisaran berat jenis normal
9. Berat jenis orang normal dewasa antara 1.002 dan 1,035 pada sampel acak harus
dianggap normal jika fungsi ginjal normal
10. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat basa
setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang basa menjelang makan
berikutnya
11. untuk mengukur derajat keasaman urin digunakan kertas lakmus universal
12. PH Urin OP pada kelompok adalah 6, dan untuk PH normal urin adlah berkisar
antara 4,5 – 8,0.
13. Factor-faktor yang mempengaruhi bau, warna dan kejernihan urin adalah nutrisi,
kemampuan penyaringan ginjal, aktivitas, jenis kelamin.
14. Cara yang tepat untuk mgetahui warna, bau dan kejernihan urin adalah dengan
pengamatan secara makroskopik
15. Bau urin normal adalah berbau pesing hal ini karena menguapnya asam pada urin
di udara dan aktivitas bakteri
16. Warna urin normal adalah kuning muda sampai kuning
17. Urin yang keruh menandakan adanya albumin di dalam urin yang menunjukan
terdapatnya gangguan pada proses penyaringan di dalam ginjal
18. Cara menguji protein yang terdapat pada urine dapat menggunakan uji dengan
menggunakan asam asetat, dan dapat menggunakan uji carik celup.
19. Terdapat 7 OP dengan tingkat protein yang normal dan 1 OP yang tidak cukup
normal pada urin yang telah disekresikannya.
20. Tes glukosa urin adalah pemeriksaan pada sampel urine untuk mengetahui
ada/tidaknya glukosa dalam urine
21. Prinsip dari tes Benedict adalah glukosa dalam urine akan mereduksi kuprisulfat
(dalam benedict) menjadi kuprosulfat yang terlihat dengan perubahan warna dari
larutan Benedict tersebut
22. Bedasarkan hasil pengamatan didapatkan data dari 7 OP yang ada, 3 OP
mendapatkan hasil yang negatif yaitu OP Riko, Lailatul dan Priska. Sedangkan 4
OP lainnya yaitu Rifka Positif +, BP Positif +, Putra Positif +++ dan Suryo Postif
+.

J. Daftar Pustaka
Dahelmi. 1991. Fisiologi Hewan. UNAND. Padang.
Juncquiera, L, Carlos dkk. 1997. Histologi Dasar. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Kimball, Jonh W. 1991. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Erlangga: Jakarta
Kimball, J.W. 1996. Biologi. Erlangga : Jakarta.
Thenawijaya, M. 1995. Uji Biologi. Erlangga: Jakarta
Wilson, J. A. 1979. Prinsiple of Animal Physiology. Collier Mc Millan. S
Publisher:London
Yatim, W.1984. Biologi. Tarsito : Bandung
Herne, Mima .H. dan Swaringen, Pamela. 2000. Keseimbangan Elektrolit dan Asam
Basa edisi 2. EGC: Jakarta
Ganong, W. F, Fisiologi Kedokteran edisi 23, Penerbit buku kedokteran, EGC, alih
bahasa oleh dr. Petrus Andrianto.
Hidayat, dkk. 2006. Mikrobiologi Industri.Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Lehninger, Albert L. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Murtiati, Tri. 2010. Anatomi dan Fisiologi Manusia. UNJ. Jakarta
Clarke & Foste. Accepted: 6 March 2012. A history of blood glucose meters and their
role in self-monitoring of diabetes mellitus. BRITISH JOURNAL OF
BIOMEDICAL SCIENCE 2012 69 (2)
Anonim. 2011.http://www.scribd.com/doc/49933718/JURNAL-PEMERIKSAAN-
URINE. Diunduh pada hari senin 26 november 2012 pukul 20.30 WIB.
Anonim. 2012. Tes glukosa urin (tes reduksi/benedict).
http://catatanmahasiswafk.blogspot.com/2012/03/tes-glukosa-urine-tes-
reduksi-benedict.html. diunduh 26 November 2012
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003587.htm diunduh pada tanggal
25 November 2012 pukul 20.00 WIB
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15973-Chapter1-367022.pdf diunduh pada
tanggal 25 November 2012 pukul 20.00 WIB
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15973-Chapter1-367022.pdf diunduh pada
tanggal 25 November 2012 pukul 20.00 WIB
http://digilib.batan.go.id/eprosiding/File%20Prosiding/Kesehatan/PTKMR_2006/pros
.pert.im.ptkmr%20des%272006/Elistina%20110.pdf diunduh pada tanggal
25 November 2012 pukul 20.00 WIB
http://belajar.kemdiknas.go.id/index5.php?display=view&mod=script&cmd=Bahan%
20Belajar/Materi%20Pokok/SMA/view&id=302&uniq=2884 diunduh pada
tanggal 25 November 2012 pukul 20.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai

  • ANALISIS NOVEL (Fadhila Izmiati Aksani) (XII Mipa 2)
    ANALISIS NOVEL (Fadhila Izmiati Aksani) (XII Mipa 2)
    Dokumen5 halaman
    ANALISIS NOVEL (Fadhila Izmiati Aksani) (XII Mipa 2)
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • RTD 17 18
    RTD 17 18
    Dokumen6 halaman
    RTD 17 18
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • Status Pasien
    Status Pasien
    Dokumen2 halaman
    Status Pasien
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • Agama
    Agama
    Dokumen1 halaman
    Agama
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • 7 Jump Case 4
    7 Jump Case 4
    Dokumen3 halaman
    7 Jump Case 4
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • Skripsiiiii
    Skripsiiiii
    Dokumen31 halaman
    Skripsiiiii
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • Patmek
    Patmek
    Dokumen1 halaman
    Patmek
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • Materi
    Materi
    Dokumen40 halaman
    Materi
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • Peptic Ulcer Disease
    Peptic Ulcer Disease
    Dokumen35 halaman
    Peptic Ulcer Disease
    Pancapius
    Belum ada peringkat
  • Agama
    Agama
    Dokumen1 halaman
    Agama
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • Soal Uas - PHCM3
    Soal Uas - PHCM3
    Dokumen21 halaman
    Soal Uas - PHCM3
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • Lab Dms Rangkuman Prita
    Lab Dms Rangkuman Prita
    Dokumen7 halaman
    Lab Dms Rangkuman Prita
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • Cover Casehernia
    Cover Casehernia
    Dokumen3 halaman
    Cover Casehernia
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • Contoh 7jump
    Contoh 7jump
    Dokumen2 halaman
    Contoh 7jump
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • A
    A
    Dokumen2 halaman
    A
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • Materi SGPT Sgot
    Materi SGPT Sgot
    Dokumen2 halaman
    Materi SGPT Sgot
    Merdin
    Belum ada peringkat
  • Croup DAN Manajemen LT
    Croup DAN Manajemen LT
    Dokumen4 halaman
    Croup DAN Manajemen LT
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • Weww
    Weww
    Dokumen6 halaman
    Weww
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • Edit Clinical Science
    Edit Clinical Science
    Dokumen24 halaman
    Edit Clinical Science
    Annisa Alifia Aksani
    Belum ada peringkat
  • Akut Eppiglottitis
    Akut Eppiglottitis
    Dokumen8 halaman
    Akut Eppiglottitis
    Muhammad Iqbal Purwana
    Belum ada peringkat