Anda di halaman 1dari 22

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan hasil pertanian memiliki banyak jenis namun kebanyakan
mempunyai karakteristik yang sama. Salah satu karakteristik dari bahan
hasil pertanian adalah mudah rusak. Kerusakan bahan hasil pertanian dapat
disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme, perbedaan suhu,maupun cara
penanganan pasca panen yang kurang tepat. Hasil perikanan merupakan
salah satu bahan hasil pertanian yang mudah rusak. Ikan perlu diberikan
perlakuan khusus untuk menjaga kesegaran dan kerusakan. Salah satu cara
yang dilakukan untuk penanganan ikan adalah dengan cara dibekukan.
Pembekuan adalah proses penurunan suhu dari suatu bahan sampai
mencapai suhu di bawah titik bekunya. Proses pembekuan ditandai dengan
terjadinya perubahan fase air menjadi padat (kristal-kristal es). Prosesnya
terjadi secara bertingkat dari permukaan sampai ke pusat termal bahan.
Pusat termal bahan adalah titik yang terletak paling jauh dari media
pembeku. Pada titik ini proses pembekuan berlangsung paling lambat.
Proses pembekuan juga bertujuan mengawetkan sifat-sifat alami
ikan. Pembekuan menggunakan suhu lebih rendah, yaitu jauh dibawah titik
beku ikan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada ikan
menjadi es, tetapi pada waktu ikan beku dilelehkan kembali untuk
digunakan keadaan ikan harus kembali seperti sebelum dibekukan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum pembekuan adalah :
1. Mengetahui prinsip pembekuan pada ikan
2. Mengetahui perubahan-perubahan sebelum dan sesudah proses pembekuan
3. Menghitung dan menganalisa laju pembekuan dengan kurva pembekuan,
selisih tebal ikan, dan selisih berat ikan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembekuan
Pembekuan adalah proses penurunan suhu dari suatu bahan sampai
mencapai suhu di bawah titik bekunya. Proses pembekuan ditandai dengan
terjadinya perubahan fase air menjadi padat (kristal-kristal es). Prosesnya
terjadi secara bertingkat dari permukaan sampai ke pusat termal bahan.
Pusattermalbahan adalah titik yang terletak paling jauh dari media
pembeku. Pada titik ini proses pembekuan berlangsung paling lambat
(Fellows, 2000).

Seperti ditunjukkan pada Gambar 1, Fellows (2000) membagi


pembekuan menjadi enam bagian sebagai berikut:
1. AS : Bahan pangan didinginkan hingga mencapai suhu di bawah titik
bekunya (Tf). Pada titik S, air masih berada dalam fase cair meskipun
berada dalam kondisi di bawah titik beku. Fenomena ini dikenal
sebagai periode supercooling.
2. SB : Peningkatan suhu bahan hingga mencapai titik beku. Terjadinya
peningkatan suhu diakibatkan karena adanya pelepasan panas laten
bahan. BC : Pelepasan panas laten bahan. Pada tahap ini, suhu bahan
cenderung konstan, dan terjadi penurunan titik beku dengan semakin
meningkatnya konsentrasi larutan pada bagian air yang tak terbekukan.
Periode ini merupakan periode pembentukan kristal es.
3. CD : Salah satu komponen yang terdapat dalam larutan menjadi sangat
jenuh (supersaturated) dan mengalami kristalisasi. Pelepasan panas
laten kristalisasi mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu sampai
mencapai suhu eutectic dari komponen tersebut.
4. DE : Kristalisasi air dan larutan pada bahan pangan terus berlangsung.
5. EF : Penurunan suhu bahan pangan hingga mencapai suhu pembekuan
yang diinginkan. Pada kondisi yang sangat rendah, masih terdapat air
yang tak terbekukan pada bahan pangan. Jumlah air yang tak
terbekukan dipengaruhi oleh komposisi bahan pangan yang dibekukan.
Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan
dengan cara membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan
dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan sehingga dapat
mempertahankan mutu bahan pangan. Mutu hasil pembekuan masih
mendekati segar walaupun tidak dapat dibandingkan dengan mutu hasil
pendinginan. Pembekuan dapat mempertahankan rasa dan nilai gizi bahan
pangan yang lebih baik daripada metoda lain, karena pengawetan dengan
suhu rendah (pembekuan) dapat menghambat aktifitas mikroba mencegah
terjadinya reaksi kimia dan aktifitas enzim yang dapat merusak kandungan
gizi bahan pangan (Permana, 2015).
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Pembekuan
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), ada empat faktor penting
yang dapat mempengaruhi kecepatan proses pembekuan pada ikan, yaitu :
1. Cara perambatan panas
Setiap teknik pembekuan mempunyai cara perambatan panas yang
khas sehingga akan mempengaruhi kecepatan pembekuan.
2. Perbedaan suhu awal tubuh ikan dan suhu yang diinginkan
Karena proses pembekuan merupakan peristiwa pemindahan panas,
perbedaan antar suhu tubuh ikan semula dengan suhu yang dinginkan
dapat mempengaruhi kecepatan pembekuan. Semakin besar perbedaan
suhu, semakin banyak waktu yang diperlukan dalam proses pembekuan.
3. Ukuran ikan
Ukuran tubuh ikan dapat mempengaruhi kecepatan pembekuan.
Semakin tebal jaringan tubuh ikan, semakin banyak waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai titik beku.
4. Wadah yang digunakan
Kecepatan pembekuan ikan juga dapat dipengaruhi oleh wadah yang
digunakan. Wadah yang terbuat dari bahan yang bersifat kurang baik
dalam
2.3 Bahan yang Digunakan
2.3.1 Ikan Lele
Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke
dalam ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati.
Lele dicirikan dengan tubuhnya yang licin dan pipih memanjang, serta
adanya sungutyangmenyembul dari daerah sekitar mulutnya. Nama ilmiah
Lele adalah Clariasspp, yang berasal dari bahasa Yunani "chlaros", berarti
"kuat danlincah". Dalam bahasa Inggris lele disebut dengan beberapa
nama, seperti catfish, mudfish dan walking catfish (Witjaksono, 2009).
Klasifikasi ikan lele berdasarkan Saanin (1984) yaitu :
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostarophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Ikan Lele Segar per 100 g
Komposisi kimia Nilai gizi
Air 76,0 g
Protein 17,0 g
Lemak 4,5 g
Karbohidrat 0g
Kalsium 20 mg
Fosfor 200 mg
Besi 1,0 mg
Vitamin A 150
Vitamin B1 0,05
Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Puslitbang Depkes RI,
1991
Tabel 2. Persyaratan Mutu dan Keamanan Ikan Segar
Parameter uji Satuan Persyaratan
Min. 7 (Skor
a Organoleptik -
1 - 9)
B Cemaran mikroba*
koloni/g 5,0 x 105
- ALT
APM/g <3
- Escherichia coli
- Negatif/25 g
- Salmonella
- Negatif/25 g
- Vibriocholera
APM/g <3
- Vibrio parahaemolyticus
c Cemaran logam* mg/kg Maks. 1,0
- Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,5 **
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,5
- Timah (Sn) mg/kg Maks. 1,0 **
- Timbal (Pb) mg/kg Maks. 40,0
mg/kg Maks. 0,3
mg/kg Maks. 0,4**
d Kimia*
mg/kg Maks. 100
- Histamin***
e Residu kimia*
Tidak boleh
- Kloramfenikol****
ada
- Malachite green dan -
Tidak boleh
leuchomalachite green**** -
ada
- Nitrofuran (SEM, AHD, -
Tidak boleh
AOZ,
ada
AMOZ)****
f Racun Hayati* Tidak
-
- Ciguatoksin***** terdeteksi
Tidak boleh
g Parasit* -
ada
CATATAN
* Bila diperlukan
**untuk ikan predator
***untuk ikan scombroidae (scombroid), clupeidae, pomatomidae,
coryphaenedae
****untuk ikan hasil budidaya
***** untuk ikan karang
Sumber : SNI 01-2729.1-2006

Tabel 3. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Ikan Beku


Parameter uji Satuan Persyaratan
a Sensori - Min. 7 (Skor 1 -
9)
b Kimiaa
- Histaminc mg/kg mgN% Maks. 100
- TVB Maks. 20
c Fisika
- Suhu pusat ºC Maks. -18
d Cemaran mikroba
- ALT koloni/g APM/g Maks. 5,0 x 105
- Escherichia coli per 25 g <3
- Salmonella per 25 g APM/g Negatif Negatif
- Vibrio choleraa per 25 g <3
- Vibrio parahaemolyticusa Negatif
- Listeria monocytogenesa,f
e Cemaran logama
- Arsen (As) mg/kg mg/kg Maks. 1,0
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,1
mg/kg Maks. 0,5 b
Maks. 0,05d
e Cemaran logama
- Merkuri (Hg) mg/kg mg/kg Maks. 0,5 Maks.
mg/kg mg/kg 1,0b Maks. 40,0
- Timah (Sn) mg/kg mg/kg Maks. 0,3
- Timbal (Pb) Maks. 0,4b Maks.
0,2d
f Cemaran fisika
- Filth 0
g Racun Hayatia
- Ciguatoksine Negatif

h Parasita
- Parasit cacing Ekor 0
CATATAN
a
bila diperlukan
b untuk ikan predator
c untuk ikan scombroid, clupeidae, scombresocidae, pomatomidae, coryphaenedae
d untuk ikan yang dibudidayakan
e untuk ikan karang
f untuk ikan salmonidae
Sumber : SNI 4110-2014.
2.3.2 Ikan Kembung
Ikan kembung (Rastrelliger kanagurta L.) jantan merupakan ikan
air laut yang banyak pada musim puncak (Maret - Juni). Pemanfaatan ikan
kembung jantan banyak digunakan oleh masyarakat luas karena ikan
kembung banyak mengandung Omega 3 dan Omega 6 yang baik bagi
pencegahan penyakit dan kecerdasan otak. Omega 3 dan Omega 6
termasuk dalam asam lemak tak jenuh jamak esensial yang berguna untuk
memperkuat daya tahan otot jantung, meningkatkan kecerdasan otak,
menurunkan kadar trigliserida dan mencegah penggumpalan darah
(Irmawan,2009)
Kedudukan taksonomi ikan kembung (Rastrelliger kanagurta L.)
jantan menurut Irmawan (2009) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Bangsa : Perciformes
Suku : Scombridae
Marga : Rastrelliger
Jenis : Rastrelliger kanagurta L.
Tabel 4. Komposisi Gizi Ikan Kembung
Kandungan Zat Jumlah
Air (gram) 76,0 g
Protein (gram) 22,0 g
Energi (K) 103,0 K
Lemak (gram) 1,0 g
Kalsium (mg) 20,0 mg
Besi (mg) 1,5 mg
Fosfor 200,0 mg
Vitamin A (SI) 30,0
Vitamin B1 0,05
Sumber : Kriswantoro dan Sunyoto (1986)

Tabel 5. Persyaratan Mutu dan Keamanan Ikan Segar

Parameter uji Satuan Persyaratan


a Organoleptik - Min. 7 (Skor 1 - 9)
B Cemaran mikroba*
koloni/g 5,0 x 105
- ALT
APM/g <3
- Escherichia coli
- Negatif/25 g
- Salmonella
- Negatif/25 g
- Vibriocholera
APM/g <3
- Vibrio parahaemolyticus
c Cemaran logam* mg/kg Maks. 1,0
- Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,5 **
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,5
- Timah (Sn) mg/kg Maks. 1,0 **
- Timbal (Pb) mg/kg Maks. 40,0
mg/kg Maks. 0,3
mg/kg Maks. 0,4**
d Kimia*
mg/kg Maks. 100
- Histamin***
e Residu kimia*
- Kloramfenikol****
- Tidak boleh ada
- Malachite green dan
- Tidak boleh ada
leuchomalachite green****
- Tidak boleh ada
- Nitrofuran (SEM, AHD, AOZ,
AMOZ)****
f Racun Hayati*
- Tidak terdeteksi
- Ciguatoksin*****
g Parasit* - Tidak boleh ada
CATATAN
* Bila diperlukan
**untuk ikan predator
***untuk ikan scombroidae (scombroid), clupeidae, pomatomidae, coryphaenedae
****untuk ikan hasil budidaya
***** untuk ikan karang
Sumber : SNI 01-2729.1-2006

Tabel 6. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Ikan Beku

Parameter uji Satuan Persyaratan


a Sensori - Min. 7 (Skor 1 - 9)
b Kimiaa
- Histaminc mg/kg mgN% Maks. 100
- TVB Maks. 20
c Fisika
- Suhu pusat ºC Maks. -18
d Cemaran mikroba
- ALT koloni/g APM/g per 25Maks. 5,0 x 105
- Escherichia coli g <3
- Salmonella per 25 g APM/g per 25Negatif Negatif
- Vibrio choleraa g <3
- Vibrio parahaemolyticusa Negatif
- Listeria monocytogenesa,f
e Cemaran logama
- Arsen (As) mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 1,0
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,1
Maks. 0,5 b
Maks. 0,05d
e Cemaran logama
- Merkuri (Hg) mg/kg mg/kg mg/kgMaks. 0,5 Maks. 1,0b
mg/kg Maks. 40,0
- Timah (Sn) mg/kg mg/kg Maks. 0,3
- Timbal (Pb) Maks. 0,4b Maks. 0,2d
f Cemaran fisika
- Filth 0
g Racun Hayatia
- Ciguatoksine Negatif

h Parasita
- Parasit cacing Ekor 0
CATATAN
a
bila diperlukan
b untuk ikan predator
c untuk ikan scombroid, clupeidae, scombresocidae, pomatomidae, coryphaenedae
d untuk ikan yang dibudidayakan
e untuk ikan karang
f untuk ikan salmonidae
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Box styrofoam
2. Palu/pemukul
3. Termometer tusuk
4. Baskom
5. Jangka Sorong
6. Timbangan
3.1.2 Bahan
1. Ikan kembung
2. Ikan lele
3. Es batu
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Skema Kerja

3 ekor ikan lele


3 ekor ikan kembung
5 ekor ikan lele
5 ekor ikan kembung Penimbangan Es Batu 1 kg
dan 1,5 kg

Pembersihan dan
Penyusunan pada box
Pencucian Ikan
styrofoam dengan
komposisi penempatan es
batu, ikan, es batiu
Pengukuran Ketebalan
Awal Ikan

Pengamatan suhu tiap 30


menit/15 menit hingga
Pengukuran Suhu Awal
suhu mencapai 0oC
Ikan

Penimbangan Berat Awal Pengukuran ketebalan


Ikan akhir

Penimbangan akhir

Pembuatan kurva
pembekuan
3.2.2 Fungsi Perlakuan
Praktikum pembekuan diawali dengan menyiapkan bahan-bahan
yang akan dibekukan seperti ikan lele dan ikan kembung. Bahan-bahan
tersebut akan dibuat empat perlakuan, maka dibagi dengan jumlah berbeda
yaitu masing-masing jenis ikan 3 dan 5 ekor. Pemisahan jumlah ini
bertujuan untuk membandingkan suhu ikan pada tiap perlakuan. Ikan yang
sudah dipisah berdasarkan jumlahnya kemudian dicuci bersih dari kotoran
dan lendir yang menempel. Setelah dicuci, ikan kemudian diukur tebalnya
menggunakan jangka sorong. Ikan yang akan diukur dipilih salah satu dari
masing-masing jumlah ikan dan ikan tersebut yang digunakan untuk
pengukuran baik di awal maupun di akhir perlakuan. Ikan diukur
ketebalannya untuk diketahui tebal awal sebelum dilakukan pembekuan.
Kemudian ikan diukur suhunya menggunakan termomoter tusuk dengan
cara menusukkan bagian penusuk ke dalam mulut ikan. Pengukuran suhu
bertujuan untuk mengetahui suhu awal ikan sebelum pembekuan.
Selanjutnya ikan dilakukan penimbangan menggunakan neraca analitik
untuk diketahui berat awal sebelum pembekuan. Langkah berikutnya
dilakukan penimbangan es batu masing-masing 1 kg dan 1,5 kg. Es batu 1
kg untuk ikan berjumlah 3 ekot dan es batu 1,5 kg untuk ikan berjumlah 5
ekor. Es batu berfungsi untuk membekukan ikan. Langkah berikutnya
siapkan box styrofoam sebagai wadah. Box styrofoam dipilih karena
sifatnya yang kedap udara sehingga dapat menjaga kestabilan suhu dalam
box. Bahan yang telah disiapkan kemudian disusun pada box styrofoam
dengan susunan es batu-ikan-es batu. Peletakan ikan sebaiknya tidak
saling bertumpuk agar pembekuan dapat berlangsung secara optimal. Pada
luar box, tusukkan termometer tusuk hingga menembus box dan masuk
dalam mulut ikan. Kemudian dilakukan pengamatan suhu tiap 15 menit
hingga suhu yang ditunjukkan pada termometer mencapai 0oC. Setelah
mencapai suhu yang ditentukan, ikan kemudian pengukuran ketebalan
akhir menggunakan jangka sorong. Pengukuran ini bertujuan untuk
mengetahui berat ikan setelah pembekuan. Kemudian dilakukan
pengukuran berat dengan menggunakan neraca analitik digital.
Pengukuran berat ini bertujuan untuk mengetahui berat ikan setelah
pembekuan. Setelah seluruh perlakuan selesai serta data-data yang
diperlukan telah didapat, maka dapat dilakukan pembuatan kurva
pembekuan untuk mengetahui laju pembekuan pada ikan.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Pengamatan Laju Pembekuan
Perlakuan T 0’ T 15’ T 30’ T 45’ T 60’ Kenampakan
3 ekor 16,5℃ 2,2 ℃ 0,8℃ 0,4℃ 0,3℃ Warna
ikan lele semakin
menarik,
kulit
tergores.
3 ekor 27,2℃ 3,4℃ 1,3℃ 0,7℃ 0,4℃ Tidak
ikan berlendir,
kembung insang
berwarna
cokelat,
tekstur agak
keras, mata
agak
kedalam.
5 ekor 26,1℃ 5,6℃ 2,5℃ 1,3℃ 0,8℃ Warna lebih
ikan lele pucat.
5 ekor 25,5℃ 3,1℃ 1,5℃ 0,8℃ 0,6℃ Warna lebih
ikan pucat.
kembung

4.1.2 Pengamatan Ukuran Tebal dan Berat Ikan


Perlakuan Tebal Awal Tebal Akhir Berat Awal Berat Akhir
3 ekor ikan
12,90 mm 12,58 mm 140 gram 142 gram
lele
3 ekor ikan
17,86 mm 15,70 mm 200 gram 196 gram
kembung
5 ekor ikan
12,92 mm 11,82 mm 216 gram 218 gram
lele
5 ekor ikan
13,68 mm 12,61 mm 338 gram 332 gram
kembung

4.2 Hasil Perhitungan


Dalam praktikum pembekuan tidak dilakukan perhitungan.
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Kenampakan
Pada praktikum pembekuan yang telah dilakukan, didapatkan data hasil
pengamatan kenampakan ikan. Pada perlakuan 3 ekor ikan lele kenampakan
yang didapat adalah warna semakin menarik dan kulit tergores. Pada 3 ekor
ikan kembung kenampakan yang didapat adalah ikan tidak berlendir, insang
berwarna cokelat, tekstur agak keras, serta mata yang menjorok ke dalam.
Pada 5 ekor ikan lele dan 5 ekor ikan kembung kenampakan yang didapat
adalah warna menjadi lebih pucat.
Menurut Hangesti (2006), bahwa dengan semakin lamanya penyimpanan,
menyebabkan nilai rupa yang terus menurun. Hal tersebut disebabkan oleh
perubahan-perubahan secara fisik dan kimiawi selama penyimpanan.
Berdasarkan literatur dan data hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa
kenampakan pada keseluruhan ikan mengalami penurunan. Penurunan
tersebut dapat berupa kenampakan secara organoleptik.
5.2 Laju Pembekuan
5.2.1 Perlakuan I

Berdasarkan praktikum pembekuan yang telah dilakukan


didapatkan data hasil pengamatan suhu pembekuan 3 ekor ikan lele.
Pengamatan suhu diamati tiap 15 menit hingga suhu mendekati 0oC. Pada
menit ke-0 suhu yang terlihat adalah 16,5 oC, menit ke-15 2,2oC, menit ke-
30 0,8oC, menit ke-45 0,4oC dan menit ke-60 0,3oC. Hasil dari pengamatan
suhu dapat diamati pada kurva diatas.
Menurut Hadiwiyoto (1993) suhu dan waktu berhubungan pada
laju pembekuan. Semakin lama waktu yang digunakan untuk membekukan
ikan maka suhu ikan akan semakin rendah dan mendekati titik bekunya.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka data hasil praktikum menunjukkan
kesamaan dengan literatur. Pada pengamatan suhu 3 ekor ikan lele
ditunjukkan penurunan suhu setiap 15 menit dengan selisih yang berbeda-
beda. Kecepatan pembekuan ikan dipengaruhi oleh berat dan tebal ikan,
wadah yang digunakan, jumlah es yang digunakan serta suhu luar
lingkungan.
5.2.2 Perlakuan II

Berdasarkan praktikum pembekuan yang telah dilakukan


didapatkan data hasil pengamatan suhu pembekuan 3 ekor ikan kembung.
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan suhu tiap 15 menit hingga suhu
mendekati 0oC. Pada menit ke-0 didapatkan suhu 27,2oC, menit ke-15
3,4oC, menit ke-30 1,3oC, menit ke-45 0,7oC, dan menit ke-60 0,4oC.
Menurut Hadiwiyoto (1993) suhu dan waktu berhubungan pada
laju pembekuan. Semakin lama waktu yang digunakan untuk membekukan
ikan maka suhu ikan akan semakin rendah dan mendekati titik bekunya.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka data hasil praktikum menunjukkan
kesamaan dengan literatur. Pada pengamatan suhu 3 ekor ikan kembung
ditunjukkan penurunan suhu setiap 15 menit dengan selisih yang berbeda-
beda. Kecepatan pembekuan ikan dipengaruhi oleh berat dan tebal ikan,
wadah yang digunakan, jumlah es yang digunakan serta suhu luar
lingkungan.
5.2.3 Perlakuan III

Berdasarkan praktikum pembekuan yang telah dilakukan


didapatkan data hasil pengamatan suhu pembekuan 5 ekor ikan lele. Pada
praktikum ini dilakukan pengamatan suhu setiap 15 menit hingga suhu
mendekati 0oC. Pada menit ke-0 didapatkan suhu 26,1oC, menit ke-15
5,6oC, menit ke-30 2,5oC, menit ke-45 1,3oC, dan menit ke-60 0,8oC.
Menurut Hadiwiyoto (1993) suhu dan waktu berhubungan pada
laju pembekuan. Semakin lama waktu yang digunakan untuk membekukan
ikan maka suhu ikan akan semakin rendah dan mendekati titik bekunya.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka data hasil praktikum menunjukkan
kesamaan dengan literatur. Pada pengamatan suhu 5 ekor ikan lele
ditunjukkan penurunan suhu setiap 15 menit dengan selisih yang berbeda-
beda. Kecepatan pembekuan ikan dipengaruhi oleh berat dan tebal ikan,
wadah yang digunakan, jumlah es yang digunakan serta suhu luar
lingkungan.
5.2.4 Perlakuan IV

Berdasarkan praktikum pembekuan yang telah dilakukan


didapatkan sata hasil pengamatan suhu pembekuan 5 ekor ikan kembung.
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan suhu setiap 15 menit hingga
mendekati 0oC. Pada menit ke-0 suhu yang diamati adalah 25,5oC, menit
ke-15 3,1oC, menit ke-30 1,5oC, menit ke-45 0,8oC, dan menit ke-60
0,6oC.
Menurut Hadiwiyoto (1993) suhu dan waktu berhubungan pada
laju pembekuan. Semakin lama waktu yang digunakan untuk membekukan
ikan maka suhu ikan akan semakin rendah dan mendekati titik bekunya.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka data hasil praktikum menunjukkan
kesamaan dengan literatur. Pada pengamatan suhu 5 ekor ikan lele
ditunjukkan penurunan suhu setiap 15 menit dengan selisih yang berbeda-
beda. Kecepatan pembekuan ikan dipengaruhi oleh berat dan tebal ikan,
wadah yang digunakan, jumlah es yang digunakan serta suhu luar
lingkungan.
5.2.5 Total Keseluruhan Laju Pembekuan

Berdasarkan praktikum pembekuan yang telah dilakukan


didapatkan data hasil pengamatan suhu ikan. Pada praktikum ini dilakukan
empat perlakuan dengan jumlah dan jenis bahan yang berbeda. Setelah
diakumulasi didapatkan data-data berikut. Pada menit ke-0 suhu yang
tercatat adalah 23,8oC, pada menit ke-15 suhu 3,6oC, pada menit ke-30
suhu 1,5oC, pada suhu ke-45 suhu 0,8oC dan pada suhu ke-60 suhu 0,5oC.
Pada tiap perlakuan telah ditunjukkan bahwa setiap 15 menit terjadi
penurunan suhu. Hal tersebut menunjukkan hubungan antara suhu dengan
waktu yaitu semakin lama waktu yang digunakan dalam pembekuan maka
suhu akan semakin rendah. Setiap bahan yang dibekukan memiliki
karakteristik tersendiri yang dapat mempengaruhi laju pembekuan. Faktor
yang mempengaruhi kecepatan laju pembekuan antara lain
5.3 Ketebalan Ikan
Berdasarkan praktikum pembekuan yang telah dilakukan
didapatkan data hasil pengamatan ketebalan ikan. Pada 3 ekor ikan lele
tebal awal ikan 12,90 mm dan tebal akhir 12,58 mm. Pada 3 ekor ikan
kembung tebal awal ikan 17,86 mm dan tebal akhir 15,70 mm. Pada 5 ekor
ikan kembung tebal awal 12,92 mm dan tebal akhir 11,82 mm. Pada 5 ekor
ikan kembung tebal awal 13,68 mm dan tebal akhir 12,61 mm.
Berdasarkan praktikum pembekuan yang telah dilakukan
didapatkan data hasil pengamatan berat ikan. Pada 3 ekor ikan lele berat
awal 140 gram dan berat akhir 142 gram. Pada 3 ekor ikan kembung berat
awal 200 gram dan berat akhir 196 gram. Pada 5 ekor ikan lele berat awal
216 gram dan berat akhir 218 gram. Serta pada 5 ekor ikan kembung berat
awal 338 gram dan berat akhir 332 gram.
Menurut Nurjannah (2010) suatu bahan yang dibekukan akan
mengalami penyusutan bobot karena pada saat dibekukan terjadi
penguapan kadar air pada bahan. Kandungan air pada bahan akan menuju
ke kristal es yang sedang terbentuk sehingga bagian dalam es akan kosong.
Proses ini terjadi karena kristal es memiliki tekanan uap air yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan tekanan di dalam sel sehingga air
menuju ke kristal es. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya penyusutan
bahan pada saat pembekuan.
Berdasarkan literatur dan data hasil praktikum ditunjukkan
kesamaan yaitu penyusutan tebal bahan yang juga akan berpengaruh pada
penyusutan bobot. Penyusutan dapat terjadi karena adanya penguapan air
pada saat pembekuan.
5.4 Berat Ikan
Berdasarkan praktikum pembekuan yang telah dilakukan
didapatkan data hasil pengamatan berat ikan. Pada 3 ekor ikan lele berat
awal 140 gram dan berat akhir 142 gram. Pada 3 ekor ikan kembung berat
awal 200 gram dan berat akhir 196 gram. Pada 5 ekor ikan lele berat awal
216 gram dan berat akhir 218 gram. Serta pada 5 ekor ikan kembung berat
awal 338 gram dan berat akhir 332 gram.
Menurut Nurjannah (2010) suatu bahan yang dibekukan akan
mengalami penyusutan bobot karena pada saat dibekukan terjadi
penguapan kadar air pada bahan. Kandungan air pada bahan akan menuju
ke kristal es yang sedang terbentuk sehingga bagian dalam es akan kosong.
Proses ini terjadi karena kristal es memiliki tekanan uap air yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan tekanan di dalam sel sehingga air
menuju ke kristal es. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya penyusutan
bahan pada saat pembekuan.
Berdasarkan literatur dan data hasil praktikum ditunjukkan
kesamaan yaitu penyusutan berat bahan. Penyusutan dapat terjadi karena
adanya penguapan air pada saat pembekuan. Meskipun berat ikan menjadi
menyusut karena pembekuan, ikan akan menjadi lebih awet dan terhindar
dari kebusukan sebab mikroorganisme tidak dapat tumbuh pada kondisi
anaerob.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum pembekuan adalah :
1. Prinsip pembekuan ikan adalah membekukan bahan pada suhu
di bawah titik beku pangan dan jasad renik dapat dihambat atau
dihentikan sehingga dapat mempertahankan mutu bahan
pangan.
2. Pada saat dibekukan ikan akan mengalami perubahan seperti
perubahan suhu, tebal, serta berat ikan. Perubahan tersebut
terjadi karena adanya perlakuan pembekuan serta pendiaman
pada suhu rendah dalam waktu yang lama.
3. Laju pembekuan dipengaruhi oleh suhu dan waktu. Semakin
lama waktu yang diperlukan ketika pembekuan maka suhu
akan semakin rendah. Dalam pembekuan ini juga terjadi
perubahan berat dan tebal ikan karena penguapan kadar air
pada saat pembekuan.
6.2 Saran
Adapun saran dari terlaksananya praktikum pembekuan
adalah agar praktikan lebih teliti pada saat melakukan perlakuan
sesuai instruksi sehingga tidak ada perlakuan yang terlewati.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2006. Spesifikasi Ikan Segar I. SNI 01-2729.1-
2006. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Afrianto, E dan Evi Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Jakarta : Kanisius.
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1991. Buku Pedoman Pelayanan Gizi
Rumah Sakit. Jakarta : Depkes RI.
Fellow, A.P. 2000. Food Procession Technology, Principles and Practise.2nd
ed. England : Woodread.Pub.Lim. Cambridge.
Hadiwoyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid I.
Yogyakarta: PT. Liberty.
Hangesti, Sri. 2006. Perlakuan Pengawetan Ikan Segar. Yogyakarta : Kanisius.
Irmawan, S. 2009. Status Perikanan Ikan Kembung di Kabupaten Barru.
Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Brawijaya Malang.
Kriswantoro dan Sunyoto, 1986. Mengenal Ikan Laut. Jakarta : Badan
Penerbit Karya Bani.
Nurjanah, Abdullah A. 2010. Cerdas Memilih Ikan dan Mempersiapkan
Olahannya. Bogor: IPB Press.
Permana, R.A. dan Putri, W.D.R. 2015. Pengaruh Proporsi Jagung dan
Kacang Merah serta Substitusi Bekatul Terhadap Karakteristik
Fisik Kimia Flakes. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3 No. 2:
734-742.
Saanin, 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Volume I dan II. Jakarta
: Bina Rupa Aksara.
Witjaksono. 2009. Kinerja Produksi Pendederan Lele Sangkuriang Clarias
sp. Melalui Penerapan Teknologi Ketinggian Media Air 15 Cm, 20
Cm, 25 Cm, dan 30 Cm. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN GAMBAR PEMBEKUAN

Pencucian ikan Pengukuran tebal Pengukuran suhu awal

Penimbangan awal Penimbangan es batu Penyusunan pada box

Pengukuran suhu Pengukuran tebal Penimbangan akhir


Tiap 15 menit akhir

Anda mungkin juga menyukai