Obat adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari kita karena tidak
selamanya seseorang selalu dalam keadaan sehat dan berdaya. Orang terkuat sekalipun, suatu
ketika bisa saja terkena penyakit seringan flu atau sekedar demam yang terkadang membutuhkan
asupan obat untuk membuat tubuhnya terasa enakan.
Namun, masalahnya obat bukanlah sesuatu yang penggunaannya bisa sembarang. Bahkan
Paracelcus, sang Bapak Toksikologi dan dokter yang paling berpengaruh di era awal Eropa
modern pernah mengatakan: segala sesuatu adalah racun dan yang membedakan obat dengan
racun adalah dosisnya. Sehingga segala sesuatu tentang obat tidak bisa secara sembrono kita
perlakukan. Mulai dari tempat perolehan sampai cara buangnya harus kita perhatikan dengan
baik. Untuk tujuan itu, pemerintah didukung oleh IAI (Ikatan Apoteker Indonesia), telah
meluncurkan program DAGUSIBU yang merupakan akronim dari DApatkan-GUnakan-SImpan-
BUang sejak tahun 2014 untuk kelola obat yang cerdas bagi pasien.
DAPATKAN
Cara mendapatkan obat haruslah dari tempat-tempat resmi yang berizin. Misal, apotek resmi
yang nomor izin operasional dan nama serta nomor izin praktik apoteker yang bertanggung
jawabnya terpampang di depan apotek tersebut. Karena tempat seperti toko obat berizin dan
apotek diawasi oleh pemerintah lewat dinkes dan BPOM dalam hal pengadaan sampai distribusi
obat yang dijual di tempat-tempat itu. Segala pelanggaran termasuk pembelian obat dari
distributor yang tidak resmi bisa berakibat pada penutupan toko obat berizin dan apotek tersebut.
Mungkin Anda akan mengatakan, “Tapi ada juga obat yang bisa dibeli bebas di warung?”
Ya, Anda benar. Ada beberapa jenis obat yang bisa dibeli secara bebas. Bagaimana cara
membedakannya? Cara sederhananya dengan mengecek kode warna lingkaran di label obat
tersebut.
Gambar 1. Beragam logo obat pada kemasannya.
.
Hanya obat dengan keterangan lingkaran hijau, biru, herbal, jamu, dan fitofarmaka yang
bebas dibeli oleh masyarakat tanpa resep dokter. Sedangkan obat dengan lingkaran merah
dengan huruf K atau palang merah di dalamnya wajib dibeli menggunakan resep dokter dan
hanya bisa diperoleh di apotek resmi.
Lalu bagaimana kalau kita ragu apakah obat semacam jamu atau suplemen sudah
mendapatkan izin dan diperbolehkan beredar di masyarakat? Kita bisa melakukan pengecekan
sederhana melalui halaman web http://cekbpom.pom.go.id/ dengan memasukkan kata kunci
pencarian berdasarkan nama produk, nomor izin yang tertera di kemasan atau produsen obat tersebut.
BUANG
Pembuangan obat tidak bisa di sembarang tempat. Banyak sekali obat palsu yang beredar di
masyarakat karena ada oknum yang mengambil obat dan kemasannya dari sisa-sisa obat yang
tidak dibuang dengan benar oleh kita. Lalu bagaimana cara membuang obat yang benar?
1. Hilangkan semua keterangan label pada kemasan obat. Bisa dengan mencoret nama obat
atau gunting-gunting sampai tidak terbaca, termasuk kardus obatnya
2. Untuk obat sediaan padat, masukkan ke dalam plastik klip bersama sampah atau tanah dan
kotoran, baru buang ke tempat sampah. Bila berupa kapsul, buka isinya ketika dimasukkan
ke dalam plastik.
3. Untuk obat sediaan cair, bisa buang ke saluran pembuangan air, kecuali obat-obatan
antibiotik tetap dalam botol kemasannya sambil dimasukkan ke dalam plastik dan dicampur
dengan tanah atau sampah sebelum dibuang.
Baru-baru ini BPOM juga meluncurkan program “Ayo Buang Sampah Obat!” dengan
menyediakan kotak sampah obat di apotek tertentu. Anda bisa mencari apotek dengan tanda
khusus untuk membuang sampah obat Anda.