Anda di halaman 1dari 3

NAMA : CATRINA KINANTI

LEM : UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PENTINGNYA PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG DAGUSIBU

Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dipergunakan dalam menentukan
diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, serta menyembuhkan penyakit atau gejala
penyakit. Obat akan diberikan dokter kepada pasien sesuai dengan diagnosa penyakit.
Namun, obat yang bisa dibeli secara langsung tanpa menggunakan resep karena sudah biasa
dengan salah satu obat. Atau, obat memang dapat dibeli secara bebas di apotek dan swalayan.
Ketika sudah merasa sembuh dari sakitnya dan masih ada obat yang tersisa, obat-
obatan ini disimpan begitu saja selama beberapa bulan hingga tahunan. Hingga tiba waktu
membersihkan rumah dan membuang obat begitu saja karena dianggap sudah eadaluwarsa.
Membuang obat yang tak terpakai atau kedaluwarsa boleh-boleh saja. Namun, harus
dilakukan dengan cara yang benar dan tak boleh hanya dibuang begitu saja di tempat sampah.
Ketua Indonesian Young Pharmacist Group (IYPG) Kalbar, Bary Azhari, S.Farm, Apt
mengatakan penting bagi masyarakat untuk mengetahui mengenai Dapatkan, Gunakan,
Simpan, dan Buang (DAGUSIBU). Slogan yang diperkenalkan Ikatan Apoteker Indonesia
(IAI) ini bertujuan memberikan informasi ke masyarakat tentang cara mendapatkan,
menggunakan, menyimpan, dan membuang obat dengan cara yang benar. Apa dan bagaimana
DAGUSIBU itu?
DAGUSIBU dimulai dengan dapatkan ‘DA’. Dapatkan memiliki arti dimana obat
bisa diperoleh secara resmi dan legal. Salah satu tempat memperoleh obat-obatan adalah
Apotek yang memiliki izin resmi. Apotek wajib menampilkan indentitas berupa apoteker
pengelola apotek (APA) beserta nomor surat izin praktek apoteker (SIPA). Saat membeli obat
masyarakat wajib memperhatikan penggolongan obat dan informasi yang tertera pada brosur
serta perhatikan tanggal kedaluwarsa obat.“Jika masyarakat kurang mengerti yang tertulis
pada informasi obat, anda bisa menanyakan langsung dengan apoteker yang ada di apotek,”
ujarnya.
Setelah itu gunakan ‘GU’. Artinya, gunakan obat sesuai dengan petunjuk aturan yang
terdapat dalam kemasan obat. Masyarakat harus memperhatikan tentang cara pemakaian,
waktu pemakaian, dan lama pemakaian. Untuk cara pemakaian, masyarakat bisa menanyakan
apakah obat dikonsumsi sebelum makan, sesudah makan, bersamaan makan, atau saat perut
kosong. Kemudian apakah obat tersebut dikonsumsi dengan cara ditelan, dikunyah, dihisap,
atau diletakkan di bawah lidah.“Atau, apakah obat tersebut boleh atau tak boleh dioles pada
luka terbuka, diteteskan (misal obat tetes mata seharusnya diteteskan ke bagian bawah lipatan
mata, bukan permukaan mata), atau harus dimasukkan lewat dubur,” tutur Bary.
Waktu pemakaian berkaitan dengan jadwal mengonsumsi obat. Masyarakat harus tahu
apakah obat dikonsumsi pada pagi, siang, atau malam hari. Apoteker Pendamping di Klinik
Kimia Farma Rosmalina menuturkan beberapa obat ada yang memberi efek mengantuk. Jika
obat memiliki efek mengantuk, sebaiknya obat dikonsumsi malam hari dan pasien yang
meminum tak sedang mengoperasikan mesin. Beberapa obat juga ada yang memberi efek
diuretik (sering buang air kecil).“Apabila obat mengandung atau memberi efek diuretik
(sering buang air kecil), sebaiknya tak dikonsumsi pada malam hari,” sarannya.
Masyarakat wajib mengetahui lama pemakaian obat. Ada obat yang harus dikonsumsi
sampai habis, misalnya antibiotik atau antivirus. Obat yang hanya dikonsumsi saat keluhan
muncul. Ada juga obat yang tak boleh dikonsumsi jangka panjang karena dapat menyebabkan
efek pembengkakan, khususnya pada wajah. Serta, ada juga obat yang harus dikonsumsi
seumur hidup, misalnya obat khusus penderita diabetes.
Setelah itu berlanjut pada simpan ‘SI’. Masyarakat wajib menyimpan obat dengan
benar. Masyarakat harus mengetahui dan membaca aturan penyimpanan obat pada kemasana.
Apakah obat harus disimpan pada suhu kamar, disimpan di suhu dingin, atau ada aturan
penyimpanan lain. Dengan begitu, masyarakat tak salah mengartikan penyimpanan obat.
Karena salah dalam proses penyimpanan akan berdampak pada kualitas obat.
Dan, yang terakhir adalah buang ‘BU’. Masyarakat wajib membuang obat dengan
benar. Masyarakat juga harus mengetahui ciri-ciri obat jika sudah kedaluwarsa. Bary
menjelaskan obat kedaluwarsa bisa dilihat dari tanggal yang tertera di bungkus obat. Atau,
bisa juga obat telah berubah warna, rasa, dan bau. Proses membuang obat juga harus
didasarkan pada jenisnya. Jika dalam bentuk cair dan di dalam botol, masyarakat bisa
membuang isian di dalamnya dan melepas label kemasan.“Untuk sediaan tablet atau kapsul,
tablet dan kapsul tersebut dihancurkan terlebih dahulu, campur dengan tanah dan dibuang,”
tutupnya.
Berbagai masalah dalam penggunaan obat di tengah masyarakat masih
dijumpai sampai saat ini. Salah satu permasalahan yang utama adalah kurangnya pemahaman
masyarakat tentang penggunaan obat tepat dan rasional, penggunaan obat bebas secara
berlebihan, serta kurangnya pemahaman tentang cara menyimpan dan membuang obat
dengan benar. Di sisi lain, informasi yang memadai tentang penggunaan obat yang
semestinya didapatkan dari tenaga kesehatan masih dirasakan kurang.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa 35,2% rumah
tangga menyimpan obat untuk swamedikasi (pengobatan sendiri). Dari jumlah
tersebut, 35,7% di antaranya menyimpan obat keras. Lebih spesifik lagi, 27,8% dari obat
keras tersebut adalah obat antibiotik. Mirisnya, sebanyak 86,1% dari antibiotik yang disimpan
tersebut diperoleh tanpa resep dokter. Hal ini memicu terjadinya masalah kesehatan baru,
khususnya resistensi bakteri.
Permasalahan di seputar penggunaan obat pada dasarnya merupakan primary
concern dari dunia farmasi dengan subjek utamanya adalah Apoteker. Rendahnya
pemahaman masyarakat tentang penggunaan obat yang benar boleh jadi merupakan implikasi
dari rendahnya distribusi Apoteker di masyarakat, terutama di praktek komunitas seperti di
apotek dan di puskesmas. Regulasi efektif yang disiapkan oleh pemerintah beserta
stakeholder terkait mengenai praktek kefarmasian di apotek tentu masih sangat diharapkan.
Selain itu, pemerintah diminta lebih serius mengimplementasikan kewajiban puskesmas
untuk memberdayakan Apoteker di setiap puskesmas, sehingga informasi yang lebih layak
dapat diterima oleh masyarkat.

Anda mungkin juga menyukai