Anda di halaman 1dari 37

Swamedikasi

Universitas Pakuan
September 2019
 Oktaviana
Zunnita, M.Farm.,
Apt
 Staf Pengajar,
Program Studi
Farmasi, FMIPA
Universitas
Pakuan, Bogor
Swamedikasi/ Self Medication adalah
Swamedikasi , dari bahasanya terdiri dari dua kata yaitu Swa yang berarti sendiri,
dan medikasi yang artinya pengobatan . Merupakan kegiatan atau tindakan
mengobati diri sendiri dengan obat tanpa resep secara tepat dan bertanggung
jawab.

 Perilaku untuk mengatasi sakit ringan sebelum mencari pertolongan ke petugas atau
fasilitas kesehatan

 The International Pharmaceutical Federation (FIP) mendefinisikan swamedikasi atau


self-medication sebagai penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seorang individu atas
inisiatifnya sendiri (FIP, 1999).

 Sedangkan definisi swamedikasi menurut WHO adalah pemilihan dan penggunaan obat
modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi
penyakit atau gejala penyakit (WHO, 1998).
Swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan
sendiri. Apoteker sebagai salah satu profesi kesehatan sudah
seharusnya berperan sebagai pemberi informasi (drug
informer) khususnya untuk obat-obat yang digunakan dalam
swamedikasi.
Permekes No.919/MENKES/PER/X/1993,
swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala
penyakit tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu.

Swamedikasi boleh dilakukan untuk kondisi penyakit yang


ringan, umum dan tidak akut.

Ada lima komponen informasi yang diperlukan untuk


swamedikasi yaitu
1. pengetahuan tentang kandungan aktif obat (isinya apa?),
2. indikasi (untuk mengobati apa?),
3. dosage (seberapa banyak? seberapa sering?),
4. efek samping,
5. kontra indikasi (siapa/ kondisi apa yang tidak boleh minum
obat itu?)
Kriteria obat yang digunakan
Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang
dapat diserahkan tanpa resep:
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil,
anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko
pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan
4. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan
5. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya
tinggi di Indonesia
6. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri
Jenis obat yang digunakan

1. Tanpa resep dokter :


- obat bebas tak terbatas : tanda lingkaran hitam, dasar hijau
- obat bebas terbatas : tanda lingkaran hitam, dasar biru
2. Obat Wajib Apotek (OWA) Merupakan obat keras tanpa resep
dokter, tanda: lingkaran hitam, dasar merah
3. suplemen makanan
4. Obat Tradisional : jamu, obat herbal terstandar (OHT), dan
Fitofarmaka.
Seseorang melakukan swamedikasi karena:

 Berdasarkan pengalamannya atau keluarga


 Menggunakan sisa obat orang lain
Menggunakan kopi resep
Menggunakan obat OTC dari apotek atau toko obat
Faktor yang menyebabkan meningkatnya swamedikasi :
Perkembangan teknologi farmasi yang inovatif
1. Jenis atau merek obat yang beredar telah diketahui atau dikenal
masyarakat luas
2. Berubahnya peraturan tentang obat atau farmasi
3. Kesadaran masyarakat akan pentingnya arti sehat
4. Pengaruh informasi atau iklan
5. Kemudahan mendapatkan obat
6. Mahalnya biaya kesehatan
 Data World Health Organization (WHO), swamedikasi di
banyak negara sampai 80%

 Berdasarkan hasil Susenas tahun 2009


 BPS mencatat bahwa terdapat 66% orang sakit di
Indonesia yang melakukan swamedikasi. Angka ini relatif
lebih tinggi dibandingkan persentase penduduk yang
berobat jalan ke dokter (34%).

 Swamedikasi di Amerika Serikat mencapai 73%


Keuntungan & Kerugian swamedikasi:
1. Harga murah
2. Mudah dan cepat
Tidak semua orang mampu menerapkan praktik swamedikasi
secara benar, sehingga pengobatan menjadi tidak rasional.
Berikut adalah beberapa contoh kesalahan yang lazim
dilakukan masyarakat dalam mengobati dirinya sendiri
(Wibowo, 2012).
1. Mengobati flu, batuk, pilek dengan antibiotika, biasanya antibiotik amoxicillin 500
mg
Flu, pilek dan biasanya disertai batuk disebabkan oleh virus bukan oleh bakteri,
sedangkan amoxicillin 500 mg adalah obat yang ditujukan sebagai anti bakteri sehingga
tidak ada relevansinya antibiotik untuk mengobati virus flu.

2. Penggunaan vitamin melebihi dosis

Sebenarnya tubuh hanya memerlukan vitamin dalam dosis sangat kecil tiap harinya
daripada dosis vitamin yang beredar dipasaran seperti vitamin C 1000 mg padahal secara
umum orang dewasa dengan BMI normal hanya membutuhkan sekitar 75 – 90 mg
vitamin C per hari dan akan terpenuhi jika kita mengkonsumsi buah atau sayuran setiap
hari.

3. Menyisakan obat untuk “sakit yang akan datang”

Kesalahan ini akan berakibat fatal pada peresepan obat yang tergolong antibiotik karena
aturan dasar antibiotik adalah diminum sesuai jadwal jangan sampai overdose (dosis
berlebih) atau underdose (dosis kurang) dan diminum sampai habis walaupun sudah
merasa penyakit membaik. Kesalahan ini dapat berakibat pada lama waktu sembuh pasien
dapat lebih panjang dan lebih jauh dapat menyebabkan resistensi bakteri.
4. Menggunakan obat orang lain

5. Membeli obat keras tanpa resep dokter

Akses mendapatkan obat di Indonesia tergolong sangat mudah. Bahkan obat yang seharusnya
hanya dapat dibeli dengan resep dokter, dapat dengan mudah didapatkan di apotek bahkan di toko
obat. Terdapat beberapa kriteria yang memperbolehkan Apoteker menyerahkan obat keras tanpa
resep dokter.

6. Mengobati sendiri penyakit berat

Sampai saat, ini masih ada sebagian masyarakat yang lebih percaya pengobatan alternatif (mulai
dari herbal, jamu sampai pengobatan secara ghaib yang di luar nalar manusia) daripada pergi ke
dokter, khususnya dalam mengobati penyakit berbahaya seperti misalnya, kanker, diabetes,
jantung.

7. Penggunaan Obat Herbal/Jamu berlebihan

Banyak sekali pemberitaan yang menyatakan bahwa jamu atau obat herbal dengan embel-embel
back to nature “tidak ada efek sampingnya”. Hal tersebut sangat tidak benar semua tanaman herbal
dapat menimbulkan efek samping yang membahayakan jika dikosumsi dalam dosis yang
berlebihan seperti halnya obat kimia. Namun, jika diminum dengan aturan tepat dosis dan tepat
indikasi penyakit maka efek samping yang timbul dapat dihindari.
Bagaimana cara menggunakan obat?
1.Tablet
Ditelan dengan segelas air, sebaiknya dengan posisi tubuh tegak dan
setelah digigit menjadi 3-4 bagian kecil. Jika ditelan tanpa atau terlalu
sedikit air atau dalam posisi terbaring, maka terdapat resiko akan
tersangkutnya tablet di kerongkongan.
2.Kapsul
Seperti tablet, kapsul diletakkan di atas lidah dan ditelan dengan cukup
banyak air dengan posisi tegak, berdiri, atau duduk. Bila sukar ditelan,
maka kapsul dilunakkan dalam air untuk beberapa saat dan jangan
sampai kedua tabung dibuka untuk mengeluarkan obatnya.
3.Serbuk
Serbuk ditaburkan pada segelas air, aduk agar obat melarut kemudian
baru diminum. Bilaslah gelas dengan sedikit air untuk sisa obat yang
melekat.
4.Obat kumur
Setiap kali berkumur, selama 2-3 menit agar obat diberi kesempatan
untuk bekerja. Sesudahnya obat dikeluarkan dan jangan ditelan.
5.Salep
Dengan tangan yang bersih, keluarkan sedikit obat dan oleskan setipis
mungkin pada kulit.
6.Serbuk tabur
Taburkan sedikit pada serbuk pada kulit dan digosok dengan hati-hati.
7.Tetes mata
Terlebih dahulu tangan dicuci dengan baik, kepala didongakkan dan mata
diarahkan ke atas. Dengan jari telunjuk, kelopak mata bawah ditarik ke
bawah sehingga terbentuk selokan kecil. Wadah dipegang antara jempol,
telunjuk, jari tengah dan tangan disandarkan pada dahi tepat di atas
mata. Jatuhkan beberapa tetes ke dalam selokan kecil dan dengan jari
tengah menekan pada hidung di sisi ujung dalam dari mata supaya
tetesan tidak segera mengalir keluar, kemudian mata ditutup selama satu
menit.
Kapan dan dengan apa obat harus
diminum?
1. Sebelum atau sesudah makan?
Obat diminum sebelum makan, karena adanya makanan di dalam lambung akan menghambat
pelarutan dan penyerapan obat.
Obat diminum sesudah makan atau pada saat makan, karena obat harus melarut dalam lemak agar
dapat diserap dengan baik. Jika obat ini diminum pada saat perut kosong, dapat menimbulkan mual
dan muntah serta akan mengiritasi lambung.
2. Berapa kali sehari?
Lama kerja obat berbeda-beda. Ada obat yang diminum1,2,3, aataun 4 kali sehari. Obat yang harus
ditelan 1x sehari umumnya ditelan pagi hari, bila tidak diberi petunjuk lain. 2x sehari artinya obat
diminum tiap 12 jam, 3x sehari artinya obat diminum tiap 8 jam dan 4x sehari artinya obat diminum
tiap 6 jam. Bila takaran 4x sehari sukar diwujudkaan, sebaiknya obat diminum sebelum dan
sesudah tidur pada malam hari, serta 2 kali lagi dibagi rata sepanjang hari.
3. Dengan air, limun, atau susu?
Sebaiknya obat diminum dengan air putih. Susu tidak selalu layak diminum dengan obat, karena
mengandung kalsium, khususnya zat-zat antibiotik seperti halnya tetrasiklin, Ciprofloxacin. Ini
karena kalsium dapat mengikat tetrasiklin/ ciprofloxacin, sehingga obat dari usus/saluran
pencernaan tidak dapat diserap oleh darah.
Bagaimana Cara Menyimpan Obat?
Semua obat sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk, dalam
wadah asli dan terlindung dari lembab cahaya.

Antibiotik
Obat yang tergolong antibiotik. Dalam pemakaiannya harus
dihabiskan untuk menghindari kambuhnya penyakit. Bila
masih ketinggalan sisa akibat dari bagian obat yang tidak
habis, maka sisa obat tersebut tidak boleh disimpan.
GEJALA- GEJALA YANG
TIDAK BOLEH DIOBATI
DENGAN
SWAMEDIKASI:

 Keluhan pada mata


 Batuk dan serak lebih dari 1 minggu atau
berdarah
 Terjadinya perubahan pada tahi lalat
 Borok yamg tidak mau sembuh
 Buang air besar/ kecil yang disertai darah
 Rasa nyeri atau sulit buang air kecil
 Keluarnya lendir atau darah dari vagina
 Diare atau muntah yang hebat
 Demam diatas 40 ° C
 Penyakit degeneratif: diabetes, jantung
Keluhan yang biasanya diatasi dengan
dengan swamedikasi
 Demam  Kutil
 Nyeri & sakit kepala  Panu
 Batuk  Biang keringat
 Flu  Jerawat
 Sakit gigi  Ketombe
 Maag  Luka bakar grade 1
 Diare  Bisul
 Kecacingan  Luka iris/ luka serut
Filosofi utama dari pelayanan swamedikasi adalah
mengamankan pasien dari bahaya penyakit dan obat
 Tim farmasi harus selalu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan klinis dalam
menanggapi gejala penyakit, termasuk ketrampilan berkomunikasi, agar dapat berperan
aktif dalam pelayanan swamedikasi.

Ketrampilan utama untuk menanggapi gejala penyakit yang disampaikan oleh pasien adalah:

 1. Kemampuan untuk membedakan antara gejala penyakit ringan dan serius

 2. Keterampilan mendengarkan secara aktif

 3. Kemampuan untuk bertanya

 4. Kemampuan pemilihan terapi berdasarkan efektivitasnya

 5. Kemampuan bekerjasama dengan pasien


Teknik Pelayanan Swamedikasi
Salah satu teknik yang bisa digunakan
adalah metode WWHAM
W – who is it for ? (Siapa yang sakit)
Pertama kali harus ditanyakan siapa yang sakit, usia berapa,
apakah dalam keadaan hamil/menyusui. Bila yang datang adalah
pasien sendiri, bisa dilihat penampilan fisiknya untuk membantu
penilaian kondisi pasien (ruam kulit, pucat, keringat berlebihan
dan lain-lain)

W – what are the symptoms ? (apa gejalanya)


Perlu ditanyakan gejala/keluhan penderita, dan tim farmasi harus
tahu gejala-gejala yang perlu diwaspadai. Dengan memperhatikan
gejala yang perlu diwaspadai, dapat ditentukan dengan tepat
apakah pasien harus diberi rekomendasi, atau dirujuk ke dokter.
H -how long have the symptoms ? (berapa lama gejala diderita)
Ditanyakan jangka waktu gejala yang dikeluhkan pasien,
bagaimana perkembangan kondisi pasien saat ini, apakah pasien
juga menderita penyakit lain

A -actions taken so far ? (tindakan apa yang sudah dilakukan)


Perlu ditanyakan tindakan pengobatan yang sudah dilakukan dsb.

M -medications they are taking ? (obat apa yang sudah digunakan)


Ditanyakan obat yang sudah digunakan untuk mengatasi keluhan,
meliputi obat bebas / bebas terbatas, obat yang diresepkan, maupun
obat tradisional. Ditanyakan apakah pasien juga minum obat untuk
penyakit lain.
Obat bebas

 Dapat diperoleh dengan bebas

 Obat ini terdapat di warung, toko obat, apotek dan rumah


sakit

 Untuk mendapatkannya tanpa harus sepengetahuan


dokter maupun apoteker
Obat Bebas Terbatas

 Dapat digunakan dengan bebas dengan


peringatan/ perhatian tertentu

 Obat ini terdapat di warung, toko obat,


apotek dan rumah sakit

 Untuk mendapatkannya tanpa harus


sepengetahuan dokter maupun apoteker,
namun harus diperhatikan pemakaian dan
peringatannya
Obat Keras dan Psikotropika

 Dapat diperoleh hanya dengan resep dokter

 Obat ini hanya diperoleh di apotek dan rumah sakit

 Obat ini harus diperhatikan pemakaiannya dan


kecermatan dalam penggunaannya karena sifatnya yang
berbahaya
Obat Narkotika

Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis ataupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan menimbulkan ketergantungan

Dapat diperoleh hanya dengan resep dokter

Obat ini hanya diperoleh di apotek dan rumah sakit

Obat ini harus diperhatikan pemakaiannya dan kecermatan dalam


penggunaannya karena sifatnya yang berbahaya
DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK
DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK (OWA) NO.1

NAMA OBAT JUMLAH TIAP JENIS OBAT


PER PASIEN
Aminofilin Supp. maks 3 supp.
maks 20 tab
Asam Mefenamat
sirup 1 botol
Asetilsistein maks 20 dus
Astemizole
Betametason maks 1 tube
Bisakodil Supp. maks 3 supp.
maks 20 tab
Bromhexin
sirup 1 botol
Desoksimetason maks 1 tube
Dexchlorpheniramine maleat
Difluocortolon maks 1 tube
Obat tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang terbuat dari tumbuhan,
hewan, mineral, atau kombinasi dari bahan-bahan tersebut yang diolah
secara tradisional dan telah digunakan secara turun-temurun untuk
pengobatan.

Bentuk yang paling populer dari obat tradisional  herbal (tanaman


obat).

Obat herbal juga disebut sebagai phytomedicine atau obat botani.


Jamu

Jamu merupakan bahan obat alam yang sediaannya masih berupa


simplisia sederhana, seperti irisan rimpang, daun atau akar kering.
Sedang khasiatnya dan keamanannya baru terbukti setelah secara empiris
berdasarkan pengalaman turun-temurun.

Rimpang temulawak untuk hepatitis. Jamu Tolak Angin (PT. Sido


Muncul), Pil Binari (PT. Tenaga Tani Farma), Curmaxan dan Diacinn
(Lansida Herbal), dll.
Obat Herbal Terstandar
Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar dengan syarat bentuk
sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi.

Herbal terstandar harus melewati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), kisaran
dosis, farmakodinamik (kemanfaatan) dan teratogenik (keamanan terhadap janin).
Uji praklinis meliputi in vivo dan in vitro. Riset in vivo dilakukan terhadap hewan uji
seperti mencit, tikus ratus-ratus galur, kelinci atau hewan uji lain.

Sedangkan in vitro dilakukan pada sebagian organ yang terisolasi, kultur sel atau
mikroba. Riset in vitro bersifat parsial, artinya baru diuji pada sebagian organ atau
pada cawan petri.

Saat ini, di Indonesia baru 17 produk herbal terstandar yang beredar di pasaran.
Sebagai contoh Diapet (PT. Soho Indonesia), Kiranti (PT. Ultra Prima Abadi), Psidii
(PJ. Tradimun), Diabmeneer (PT. Nyonya Meneer), dll. Kemasan produk Herbal
Terstandar berlogo jari-jari daun dalam lingkaran.
Fitofarmaka

merupakan status tertinggi dari bahan alami sebagai "obat ".Sebuah herbal
terstandar dapat dinaikkan kelasnya menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis
pada manusia.
Dosis dari hewan coba dikonversi ke dosis aman bagi manusia. Dari uji itulah dapat
diketahui kesamaan efek pada hewan coba dan manusia. Bisa jadi terbukti ampuh
ketika diuji pada hewan coba, belum tentu ampuh juga ketika dicobakan pada
manusia.

Setelah lolos uji fitofarmaka, produsen dapat mengklaim produknya sebagai obat.
Klaim tidak boleh menyimpang dari materi uji klinis sebelumnya. Misalnya, ketika
uji klinis hanya sebagai antikanker, produsen dilarang mengklaim produknya
sebagai anti kanker dan juga anti diabetes.
Bagaimanakah memilih obat yang manjur

 Memenuhi 5 T + 1 W, yaitu

 Tepat Indikasi/ penyakit


 Tepat obat
 Tepat penderita
 Tepat dosis
 Tepat waktu
 Waspada efek samping
obat

Anda mungkin juga menyukai