Anda di halaman 1dari 8

LIMBAH B3

KELOMPOK 2
I Gusti Ayu Komang Putri Maseni (171200126) (A2A)

I Ketut Sudirta (171200127) (A2A)

I Made Sri Astika (171200128) (A2A)

I Putu Handika Dharma (171200130) (A2A)

Ida Ayu Putu Ratna Saraswati (171200131) (A2A)

I Gede Argham Mahardika (171200165) (A2B)

I Kadek Aditya Putra (171200166) (A2B)

I Komang Agus Mahardika (171200167) (A2B)

I Made Pradnyana Putra (171200168) (A2B)

I Nyoman Adi Parawita (171200169) (A2B)

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR
2019
LIMBAH B3
1.1.Definisi Limbah B3
Menurut PP NOMOR 18 TAHUN 1999 yang dimaksud dengan Limbah bahan
berbahya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;
1.2.Klasifikasi Limbah B3
Klasifikasi limbah Peraturan Pemerintah RI Pasal 1 No. 101 Tahun 2014 tentang
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Limbah B3 berdasarkan sumbernya
dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Limbah dari sumber spesifik. Limbah B3 ini merupakan sisa
proses suatu industri kegiatan tertentu.
2. Limbah dari sumber yang tidak spesifik. Untuk limbah B3 ini berasal bukan dari
proses utamanya, misalnya dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, inhibitor,
korosi, pelarut perak, pengemasan dan lain-lain.
3. Limbah B3 dari bahan kadaluarsa, tumpahan, sisa kemasan, atau buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Limbah jenis ini tidak memenuhi
spesifikasi yang ditentukan atau tidak dapat dimanfaatkan kembali, sehingga
memerlukan pengelolaan seperti limbah B3 lainnya.
Selain berdasarkan sumber, limbah B3 dibedakan atas jenis buangan yaitu:
1. Buangan radioaktif, buangan yang mengemisikan radioaktif berbahaya,
persisten untuk periode waktu yang lama.
2. Buangan bahan kimia, umumnya digolongkan lagi menjadi: (a) synthetic
organics; (b) anorganik logam, garam-garam, asam dan basa; (c) flamable dan
(d) explosive.
3. Buangan biological, dengan sumber utama: rumah sakit, penelitian biologi. Sifat
terpenting sumber ini menyebabkan sakit pada mahluk hidup dan menghasilkan
toxin.
Limbah B3 dibedakan berdasarkan karakteristiknya sebagai berikut (Padmaningrum,
2010):
1. Mudah terbakar (Flamable)
Buangan ini apabila dekat dengan api/sumber api, percikan, gesekan mudah
menyala dalam waktu yang lama baik selama pengangkutan, penyimpanan atau
pembuangan. Contoh jenis ini buangan Bahan Bakar Minyak (BBM) atau
buangan pelarut (benzena, toluen, aseton).
2. Mudah meledak (Explosive)
Buangan yang melalui reaksi kimia menghasilkan ledakan dengan cepat, suhu,
tekanan tinggi mampu merusak lingkungan. Penanganan secara khusus selama
pengumpulan, penyimpanan, maupun pengangkutan. Berdasarkan penjelasan PP
No.85 Tahun 1999 Tentang Perubahan PP No.18 tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, limbah dengan sifat ini
merupakan limbah yang pada suhu tekanan standar (25oC, 760 mmHg) dapat
meledak atau melalui reaksi kimia atau fisika dapat menghasilkan gas dengan
suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.
Limbah B3 dengan sifat mudah meledak yang paling berbahaya adalah limbah
B3 peroksida organik karena bersifat oksidator dan tidak stabil. Senyawa ini
sangat sensitif terhadap guncangan, gesekan dan panas, serta terdekomposisi
secara eksotermis dengan melepaskan energi panas yang sangat tinggi.
3. Menimbulkan karat (Corrosive)
Buangan yang pH nya sangat rendah (pH <3) atau sangat tinggi pH > 12,5) karena
dapat bereaksi dengan buangan lain, dapat menyebabkan karat besi dengan
adanya buangan lain, dapat menyebabkan karat baja/besi. Contoh: sisa karat besi/
logam, dan limbah baterai/ aki.
4. Menimbulkan penyakit (Infectious Waste),
Buangan yang dapat menularkan penyakit. Contoh: tubuh manusia, cairan tubuh
manusia yang terinfeksi, limbah bengkel yang terinfeksi kuman penyakit yang
dapat menular.
5. Menimbulkan beracun (Toxic waste),
Buangan berkemampuan meracuni, menjadikan cacat sampai membunuh mahluk
hidup dalam jangka panjang ataupun jangka pendek. Sebagai contoh logam berat
(seperti Hg, Cr), pestisida, pelarut, halogenida.
1.3.Dampak Limbah K3
Dampak Limbah K3 dapat menyebabkan keracunan, kanker hingga kematian. Debu, gas,
tanah, air maupun unsur kimia lainnya dapat menjadi berbahaya bagi lingkungan dan
manusia jika mengandung B3.
1.4.Pengelolaan Limbah B3
Menurut PP No. 101 TAHUN 2014 yang dimaksud dengan Pengelolaan Limbah B3
adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan. Proses pengelolaan limbah dapat dibagi
menajadi dua jenis yaitu secara kimia dan fisika. Proses pengolahan secara kimia meliputi:
 Reduksi-Oksidasi
 Elektrolisasi
 Netralisasi
 Presipitasi / Pengendapan
 Solidifikasi / Stabilisasi
 Absorpsi
 Penukaran ion, dan
 Pirolisa
Proses pengolahan limbah secara fisik :
 Pembersihan gas : Elektrostatik presipitator, Penyaringan partikel, Wet scrubbing,
dan Adsorpsi dengan karnbon aktif
 Pemisahan cairan dengan padatan : Sentrifugasi, Klarifikasi, Koagulasi, Filtrasi,
Flokulasi, Floatasi, Sedimentasi, dan Thickening
 Penyisihan komponen-komponen yang spesifik : Adsorpsi, Kristalisasi, Dialisa,
Electrodialisa, e, Leaching, Reverse osmosis, Solvent extraction, dan Stripping
1.5.Penerapan Sistem Pengolahan Limbah B3
Penerapan sistem pengolahan limbah harus disesuaikan dengan jenis dan karakterisasi dari
limbah yang akan diolah dengan memperhatikan 5 hal sebagai berikut :
 Biaya pengolahan murah,
 Pengoperasian dan perawatan alat mudah,
 Harga alat murah dan tersedia suku cadang,
 Keperluan lahan relatif kecil, dan
 Bisa mengatasi permasalahan limbah tanpa menimbulkan efek samping terhadap
lingkungan.
1.6.Teknologi Pengolahan Limbah B3
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling
populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan
incineration.
a. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. Tujuan
utama dari chemical conditioning ialah:
- menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
- mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
- mendestruksi organisme patogen
- memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki
nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion
- mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan
dapat diterima lingkungan
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Concentration thickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan
cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada
tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada
dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada
tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan
centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada
tahapan awal ini.
2. Treatment, stabilization, and conditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan
menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses
pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia
berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan
partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan
bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian
secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim
dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning,
anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment,polyelectrolite flocculation,
chemical conditioning, dan elutriation.
3. De-watering and drying
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi
kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada
tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan
adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press.
4. Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi
sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis,wet air oxidation, dan composting.
Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land,
atauinjection well.
b. Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat
diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan
sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan
menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi
toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses
pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut
seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama. Proses
solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan,
yaitu:
- Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah
dibungkus dalam matriks struktur yang besar
- Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan
pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
- Precipitation
- Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada
bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
- Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke
bahan padat
- Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa
lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali.
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2),
dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum
mixing, in-situ mixing, danplant mixing.
c. Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam
teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga
sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final
dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah
dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses
insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki
beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat
dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan
lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating
value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan
berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi
yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum
diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth,
fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan
starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan
karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Muhammad. 2010. Pengolahan Limbah B3. Dosen FKM, Peminatan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Univ Esa Unggul

Perpu. 1999 : Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun, Sekretariat Bapedal, Jakarta.

Presiden Republik Indonesia, PP No.85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun, Jakarta, 1999.

Padmaningrum, Regina Tutik. 2010. Pengelolaan Bahan dan Limbah Kimia. Laporan Pengabdian

Masyarakat FMIPA UNY. Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai