Anda di halaman 1dari 24

PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

BAB IV
PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI

IV.1 Pengertian Jaringan Irigasi


Jaringan irigasi adalah suatu rangkaian yang terdiri dari bangunan-
bangunan irigasi yang dihubungkan oleh saluran-saluran guna melayani
pemberian air irigasi serta pembuangan air kelebihan pada suatu daerah
irigasi yang pemberian airnya dengan menggunakan cara irigasi
genangan dengan tingkatan irigasi teknis.
Bagaimana bagian-bagian dari suatu jaringan irigasi terhubungkan,
dapat dilihat pada peta ikhtisar yang memperlihatkan:
 Bangunan-bangunan utama;
 Jaringan dan trase saluran irigasi;
 Trase dan saluran pembuang;
 Petak-petak primer, sekunder, dan tersier;
 Lokasi bangunan;
 Batas-batas daerah irigasi;
 Jaringan dan trase jalan;
 Daerah-daerah yang tidak terairi (misalnya desa-desa);
 Daerah-daerah yang tidak dapat diairi (tanah jelek, terlalu
tinggi).

IV.1.1 Petak-petak Irigasi


IV.1.1.1 Petak Tersier
Petak Tersier adalah hamparan yang dilayani oleh suatu
saluran tersier. Suatu petak tersier dan juga petak sawah pada
irigasi teknis hanya boleh mendapat air dari satu inlet dari saluran
satu tersier.

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

Petak tersier merupakan satuan wilayah yang terkecil pada


perencanaan irigasi teknis. Pembagian petak tersier harus
dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Luas petak yang ideal adalah antara 50-100 ha, walaupun
kadang-kadang dapat mencapai 150 ha;
 Bentuk petak ideal adalah bujur sangkar;
 Petak tersier sebaiknya berbatasan dengan: saluran induk,
saluran sekunder, saluran pembuang, sungai, batas desa, dan
jalan;
 Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1500 meter;
 Petak tersier sebaiknya berada pada satu wilayah;
 Batas petak sebaiknya bertepatan dengan batas hak milik
tanah.
Untuk efisiensi pembagian air, petak tersier tersebut dibagi
dalam petak kuarter. Petak kuarter ini mendapat air dari saluran
kuarter yang menyadap air dari saluran tersier. Dengan demikian
ujung saluran tersier adalah boks bagi kuarter yang terakhir.
Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui
saluran kuarter.
Ukuran petak kuarter sebaiknya antara 8 Ha sampai 15 Ha
dengan panjang saluran kuarter kurang dari 500 meter, sedangkan
jarak antara saluran kuarter ke saluran pembuang sebaiknya
kurang dari 300 meter.

IV.1.1.2 Petak Sekunder


Petak Sekunder adalah hamparan pertanian yang dilayani
dari suatu saluran sekunder dan terdiri dari beberapa petak tersier.
Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang
terletak di saluran primer atau sekunder. Dengan demikian, maka

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

batas-batas petak sekunder adalah batas petak tersier paling luar,


berupa: saluran induk, saluran sekunder, saluran pembuang,
sungai, batas desa, dan jalan.
Luas petak sekunder bisa berbeda-beda, tergantung pada
situasi daerah dan petak tersier yang dilayani. Saluran sekunder
sering terletak di punggung medan, mengairi kedua sisi saluran
hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder
boleh juga direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang
mengiringi lereng-lereng medan yang lebih rendah saja.

IV.1.1.3 Petak Primer


Petak Primer adalah hamparan pertanian yang pembagian air
irigasi dilayani melalui suatu saluran induk/primer. Petak primer
terdiri dari beberapa petak sekunder dan tersier, yang mengambil
air langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh
saluran primer yang mengambil airnya langsung dari sumber air,
biasanya sungai. Seringkali suatu Daerah Irigasi dilayani oleh dua
saluran induk: Induk Kiri dan Induk Kanan. Ini menghasilkan dua
petak primer.
Selain melayani saluran sekunder, seringkali saluran induk
harus melayani petak tersier tanpa melalui saluran sekunder.
Terutama saluran induk yang mengikuti garis tinggi, petak tersier
yang berada pada daerah sepanjang saluran induk harus dilayani
langsung oleh saluran induk. Luas petak primer tergantung dari
luas petak sekunder dan luas petak tersier yang dilayani.

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

IV.2 Susunan Jaringan Irigasi


IV.2.1 Bagian-bagian dari Jaringan Irigasi
Agar dapat membagi air dengan efektif dan efisien, maka
suatu jaringan irigasi tersusun atas:
1. Bangunan Utama;
2. Saluran Irigasi;
3. Saluran Pembuang;
4. Bangunan Bagi/Sadap;
5. Bangunan Ukur;
6. Bangunan Pengatur Muka Air;
7. Bangunan Pembawa dengan aliran super kritis;
8. Bangunan Pembawa dengan aliran subkritis;
9. Bangunan Lindung;
10. Jalan Jembatan;
11. Bangunan Pelengkap.

IV.2.1.1 Bangunan Utama


Bangunan Utama (headworks) adalah bangunan dimana
suatu jaringan irigasi mengambil air dari sumbernya, baik berupa
sungai, waduk maupun air tanah untuk dialirkan ke jaringan
irigasi. Beberapa bentuk bangunan utama antara lain:
 Bendung (weir);
 Bendung gerak (barrage);
 Bangunan pengambilan bebas;
 Bangunan pengambilan dari waduk;
 Bangunan Stasiun pompa.

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

IV.2.1.2 Saluran Irigasi


Saluran Irigasi adalah saluran yang berfungsi untuk
mengalirkan air dari bangunan utama sampai ke petak sawah.
Dilihat dari fungsinya saluran irigasi dibedakan atas:
 Saluran Induk/ Primer;
Saluran ini membawa air dari bangunan utama sampai
bangunan bagi akhir. Dari bangunan ini air dibawa melalui
saluran sekunder.
 Saluran Sekunder;
Saluran ini menyadap air irigasi dari saluran induk melalui
bangunan bagi. Untuk selanjutnya air dari saluran sekunder ini
dialirkan ke saluran tersier melalui bangunan sadap.
Karenanya ujung saluran sekunder ini adalah bangunan sadap
akhir.
 Saluran Tersier;
Saluran ini menyadap air irigasi dari saluran sekunder atau
saluran primer/induk melalui bangunan sadap. Saluran ini
membawa air sampai ke boks kuarter yang selanjutnya
dialirkan melalui saluran kuarter ke petak sawah.

IV.2.1.3 Saluran Pembuang


Saluran Pembuang adalah saluran yang berfungsi membuang
air kelebihan keluar daerah irigasi agar tidak terjadi genangan.
Berdasarkan fungsinya dibedakan atas:
1. Saluran Pembuang Tersier
Saluran pembuang ini menampung buangan dari petak tersier
melalui pembuang kuarter untuk selanjutnya membuangnya
ke saluran pembuang sekunder.
2. Saluran Pembuang Sekunder

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

Saluran pembuang ini menampung air buangan dari saluran


pembuang tersier ke saluran pembuang primer atau langsung
kesaluran alami seperti parit atau sungai.
3. Saluran Pembuang Primer
Saluran pembuang primer ini menampung air buangan dari
saluran pembuang sekunder keluar daerah irigasi. Saluran
pembuang primer ini sering berupa saluran alami seperti parit
atau sungai yang kemudian membuangnya ke sungai utama
atau langsung ke laut.

IV.2.1.4 Bangunan Bagi Sadap


Bangunan Bagi Sadap adalah bangunan yang berfungsi untuk
membagi air dari saluran induk ke sekunder atau tersier dan dari
saluran sekunder ke saluran tersier.

Berdasarkan fungsinya dibedakan atas:


1. Bangunan Bagi
Bangunan ini membagi air dari saluran induk atau saluran
sekunder ke saluran sekunder. Dengan kata lain suatu
bangunan disebut bangunan bagi kalau di hilir bangunan
tersebut terdapat lebih dari satu saluran induk atau sekunder.
2. Bangunan Sadap
Bangunan Sadap adalah bangunan dimana saluran tersier
menyadap. Dengan kata lain kalau di hilir bangunan terdapat
saluran tersier, maka bangunan ini diberi nama bangunan
sadap.
3. Bangunan Bagi-Sadap
Bangunan Bagi–Sadap adalah bangunan yang berfungsi
ganda, baik sebagai bangunan bagi ataupun sebagai
bangunan sadap. Dengan kata lain kalau di hilir bangunan

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

terdapat saluran induk atau sekunder serta saluran tersier,


maka bangunan tersebut disebut bangunan bagi-sadap.

IV.2.1.5 Bangunan Ukur


Bangunan Ukur adalah bangunan yang dapat digunakan
untuk mengukur aliran yang melewatinya. Pada jaringan irigasi,
bangunan ukur ini dipasang pada setiap pangkal saluran tersier di
hilir pintu sadap. Pada bangunan bagi, dimana di hilir bangunan
terdapat lebih dari satu saluran sekunder atau primer, hanya ada
satu saluran yang tidak dilengkapi dengan bangunan ukur.
Selebihnya dipasang bangunan ukur pada saluran sekunder.
Bagian bangunan ukur yang berfungsi untuk mengukur debit
adalah pintu ukur.
Beberapa tipe pintu ukur yang sering digunakan:

1. Pintu Ukur Ambang Lebar.


Alat ukur ambang lebar ini merupakan alat ukur overflow,
karena air melimpah lewat atas ambang. Besarnya debit diukur
berdasarkan tinggi muka air diatas ambang. Agar pengukuran
dapat dilakukan dengan baik, maka alirannya harus bersifat
aliran yang melimpah sempurna.

2. Pintu Ukur Romijn.


Alat ukur ini mengambil prinsip yang sama dengan alat ukur
ambang lebar, hanya ambang yang digunakan disini berupa
meja yang dapat dinaikturunkan. Dengan demikian pintu ini
tidak hanya mengukur debit. Untuk mempermudah
penyediaan pintu ukur, maka pintu ini dibuat dengan ukuran
standar. Pintu Ukur ini digunakan pada saluran tersier serta
saluran sekunder yang tidak besar.

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

3. Pintu Ukur Cipoletti


Pintu ukur cipoletti dibuat berdasarkan prinsip aliran
melimpah sempurna lewat ambang tajam. Pintu ini dibuat dari
pasangan batu atau beton sedangkan mercunya dibuat dari besi
siku untuk mencegah kerusakan akibat air yang melimpah, di
bagian hilir pintu ukur dibuat kolam olakan dan sebelah
hulunya diberi pasangan batu.

4. Pintu Ukur Thomson


Pintu ukur Thomson ini juga didasarkan pada prinsip aliran
yang melimpah sempurna melalui ambang tajam. Hanya
bedanya pada pintu ukur Thomson ambang berbentuk segitiga
siku-siku. Pintu ukur ini umumnya terbuat dari plat besi yang
ditanamkan pada pasangan batu.

5. Pintu Ukur Parshall


Pintu ukur Parshall ini didasarkan kepada aliran melalui
penampang yang menyempit. Aliran ini merupakan aliran
sempurna apabila perbandingan kedalaman di bagian udik
(Ha) dengan kedalaman air di bagian hilir (Hb) adalah : Hb/Ha
= 0,70.
Pintu Ukur ini terdiri dari tiga bagian:
 Bagian yang menyempit, tapi datar (bagian udik).
 Bagian yang lebarnya tetap, tapi miring ke bawah
(bagian leher).
 Bagian yang melebar dan miring ke atas (bagian hilir).

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

IV.2.1.6 Bangunan Pengatur Muka Air


Bangunan ini dapat merupakan bangunan tersendiri dan
dapat juga menjadi bagian dari bangunan bagi atau bangunan air
lainnya. Ada dua sisi fungsi yang terkait: mengatur muka air hulu
dan mengatur besarnya debit yang melewati bangunan ini.
Beberapa tipe bentuk bangunan ini yang sering digunakan:
 Pintu Sorong
 Balok Sekat
 Mercu tetap

IV.2.1.7 Bangunan Pembawa dengan Aliran Super Kritis


Bangunan pembawa adalah bangunan yang terletak pada
saluran irigasi, yang membawa air dari bendung sampai ruas hilir
saluran. Aliran super kritis mempunyai kecepatan yang cukup
besar sehingga bilangan FR(Freud)-nya lebih besar dari satu.
Aliran superkritis apabila betemu dengan aliran subkritis akan
menimbulkan air loncat yang harus diredam dengan baik.

IV.2.1.8 Bangunan Pembawa dengan Aliran Subkritis


Bangunan pembawa dengan aliran subkritis, adalah bangunan
pembawa dengan kecepatan aliran yang lebih rendah dari aliran
super kritis dengan bilangan Freud kurang dari satu.
Beberapa tipe bentuk bangunan ini yang sering digunakan:
 Gorong-gorong
 Talang
 Sipon
 Jembatan sipon
 Flum
 Saluran tertutup
 Terowongan

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

IV.2.1.9 Bangunan Lindung


Adalah bangunan untuk melindungi saluran baik dari dalam
maupun dari luar. Perlindungan dari luar adalah perlindungan
terhadap limpasan air buangan yang berlebihan dan perlindungan
dari dalam adalah perlindungan terhadap aliran saluran.
Beberapa tipe bentuk bangunan ini yang sering digunakan:
 Bangunan Pembuang Silang
 Pelimpah (Spilway)
 Bangunan Penguras (Wasterway)
 Saluran Pembuang samping.

IV.2.1.10 Jalan dan Jembatan


Jalan yang terdapat pada Daerah Irigasi dapat berupa jalan
umum dan jalan inspeksi. Jalan Umum adalah jalan yang
digunakan untuk umum yang menghubungkan pemukiman yang
satu dengan yang lain. Sedangkan Jalan Inspeksi adalah jalan
yang dibangun di sisi saluran induk dan saluran sekunder untuk
keperluan pengawasan dan pemeliharaan saluran. Jalan ini
dilengkapi dengan jembatan dan dihubungkan dengan jalan
umum didekatnya.

IV.2.1.11 Bangunan Pelengkap


Bangunan pelengkap adalah bangunan lainnya yang tidak
termasuk dalam kelompok bangunan diatas, namun diperlukan
untuk berfungsinya jaringan irigasi termasuk sebagai fasilitas
Operasi dan Pemeliharaan.
Bangunan-bangunan pelengkap yang dibuat di sepanjang
saluran meliputi:
 Pagar, rel pengaman, dan sebagainya guna memberikan
pengamanan sewaktu terjadi keadaan-keadaan gawat;

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

 Tempat-tempat cuci, tempat mandi ternak, dan sebagainya,


untuk memberikan sarana mencapai air di saluran tanpa
merusak lereng;
 Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya
bangunan (sipon dan gorong-gorong) oleh benda-benda
yang hanyut;
 Jembatan-jembatan untuk keperluan penyeberangan bagi
penduduk.

IV.3 Standar Tata Nama


Pemberian nama pada Daerah Irigasi, saluran irigasi, saluran
pembuang maupun bangunan-bangunan harus dilakukan menurut
standar yang jelas dan logis. Nama yang diberikan harus pendek dan
tidak mempunyai tafsiran ganda (ambigu). Nama-nama harus dipilih dan
dibuat sedemikian sehingga jika dibuat bangunan baru kita tidak perlu
mengubah semua nama yang sudah ada.

IV.3.1 Nama Daerah Irigasi


Nama daerah irigasi diberi sesuai dengan nama daerah setempat.
Nama ini bisa diambil dari nama daerah setempat atau nama desa
yang penting dan mudah dikenal. Dapat juga nama daerah irigasi ini
diberi nama sesuai dengan nama sungai yang dibendung.

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

IV.3.2 Nama Saluran Irigasi


Nama saluran induk irigasi diberi nama sesuai dengan nama
Daerah Irigasi atau nama bendung dimana saluran induk itu
berpangkal. Misalnya, pada daerah irigasi Robasairi terdapat dua
saluran induk. Saluran induk yang mengairi daerah irigasi Robasairi
sebelah kiri diberi nama saluran induk Samalong Kiri, karena nama
bendung itu adalah bendung Samalong. Yang mengairi areal sebelah
kanannya diberi nama Samalong Kanan. Bisa saja saluran induk
tersebut diberi nama sesuai dengan nama D.I. yaitu saluran Induk
Samalong Kiri dan Sanggau Samalong Kanan.

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

BAB V
PERENCANAAN SALURAN

V.1 Dasar Perhitungan


V.1.1 Perhitungan Debit Rencana
Debit yang direncanakan untuk dialirkan sebuah saluran tidak boleh
melebihi yang diijinkan sesuai dengan karakteristik saluran tersebut
dibuat.
𝑐. 𝑁𝐹𝑅. 𝐴
𝑄=
𝑒
Dimana:
Q = Debit Rencana, 1/Detik
c = Koefisien pengurangan akibat sistem golongan
NFR = Kebutuhan Air di Sawah (netto), liter/detik/ha
A = Luas Daerah yang diairi, ha
e = Effisien Irigasi
Besarnya kebutuhan air di sawah (NFR) dihitung berdasar:
a) Besarnya Evapotranspirasi tanaman (Etc)
b) Besarnya Perkolasi
c) Besarnya curah hujan effektif (Re)
d) Besarnya kebutuhan air untuk penggantian air (WLR).
Besarnya kehilangan air di jaringan irigasi menurut standard
Perencanaan Irigasi adalah sebagai berikut:
 15% - 22,5% di petak tersier, antara bangunan sadap tersier
dan sawah.
 7,5% - 12,5% di saluran sekunder.
 7,5% - 12,5% di saluran utama.

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

Dan besarnya effisiensi irigasi = 100% kehilangan air, sehingga:


 et ( effisiensi jaringan tersier ) = 77,5 % - 85 %.
 es (effisiensi jaringan sekunder ) = 87,5 % - 92,5 %.
 ep ( effisiensi jaringan primer ) = 87,5% - 92,5 %
Sehingga effisiensi total e = et x es x ep mempunyai 0,59 – 0,73.

V.1.2 Luas Daerah yang Diairi


Luas daerah yang diairi oleh saluran tersier adalah luas petak tersier
yang bersangkutan. Mengingat ada petak tersier yang menyadap
langsung ke saluran primer dan ada yang menyadap dari saluran
sekunder, maka diberikan notasi yang berbeda terhadap keduanya :
 Luas petak tersier yang menyadap langsung ke saluran primer:
Atp.
 Luas petak tersier yang menyadap ke saluran sekunder: Ats.
Sedangkan luas daerah irigasi yang diairi oleh saluran primer adalah
jumlah luas petak-petak tersier yang menyadap pada saluran sekunder
yang bersangkutan. Kalau luas daerah irigasi yang diairi oleh saluran
sekunder adalah As, maka:
As = Ats
Untuk menghitung luas daerah yang diairi oleh saluran primer
adalah luas daerah yang diairi oleh saluran sekunder dan saluran tersier
yang mengambil air dari saluran primer tersebut. Kalau luas daerah
irigasi yang diairi oleh saluran primer ini adalah Ap, maka:
As = As + Atp

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

V.1.3 Debit Rencana untuk Saluran Tersier, Sekunder, dan Primer


Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka besarnya debit rencana
penerapannya adalah:
Saluran Tersier
c . NFR . Ats
Q=
et
c . NFR . Atp
Q=
et
Saluran Sekunder.

c . NFR . As
Q=
es
c . NFR . Ats
Q= es .et

Saluran Primer.
c . NFR . As c . NFR . Atp
Q= +
es . ep et . ep
c . NFR . Ats c . NFR . Atp
Q= +
es . et . ep et . ep

V.1.4 Kapasitas Saluran


Kapasitas Saluran atau Debit yang dapat dialirkan oleh suatu
penampang, dapat dihitung melalui rumus:
Q=v.A
Dimana:
Q = Debit yang dialirkan, m3/detik
v = Kecepatan aliran, m/detik
A = Luas penampang basah, m2
Besarnya kecepatan aliran dihitung dengan menggunakan rumus
berikut ini. Sedangkan, luas penampang basah dihitung berdasarkan
bentuk penampang, serta kedalaman basahnya.

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

V.1.4.1 Rumus Kecepatan


Rumus Strickler.
V = k . R2/3 . I1/2
2
v
I=[ 2]
k. R3
Dimana :
v = Kecepatan aliran, meter/detik.
k = Koefisien kekasaran Strickler
R = Jari-jari Hidraulis = A/P
A = Luas Penampang basah, m2
P = Keliling Basah, m
I = Kemiringan memanjang saluran

Elemen penampang saluran, yaitu:


 Luas Penampang (A)
 Keliling Basah (P)
 Jari-jari Hidraulis (R)

Tabel V.1. Elemen Penampang Saluran

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

V.2 Perhitungan
V.2.1. Sebagai contoh perhitungan saluran dijelaskan langkah-langkah
perhitungan untuk saluran primer kiri sebagai berikut :
- Kolom 1
Nama saluran : Saluran Primer Samalong Kiri (SP. SMG Kiri)
- Kolom 2

Luasan petak (A) yang diari oleh saluran primer kiri

A = (ST. Kr 1) + (ST. Kr 2) + (ST. Kr 3) + (ST. Kr 4) + (ST. Kr 5) +


(ST.Kr 6) + (ST. Kr 7) + (ST. Kr 8)
= 184,96 + 97,3 + 81,3 + 290,29 + 210,14 +189,24 + 164,9 +
179,21
= 1397,34 Ha
- Kolom 3
Memasukkan data minimum NFR yang sudah di resume pada BAB
III, yaitu 1,36 lt/det/ha
- Kolom 4

Koefisien pengurangan, (c) =1

- Kolom 5

Efisiensi jaringan tersier, (et) = 0,8

- Kolom 6

Kolom Efisiensi jaringan sekunder, (es) = 0,9

- Kolom 7

Efisiensi jaringan primer, (ep) = 0,9

- Kolom 8

Debit yang dialirkan

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

c x NFR x Ats c x NFR x Atp


(Q) = +
es x et x ep et x ep
1 x 1,36 x 1212,38 1 x 1,36 x 184,96
Q = +
0,9 x 0,8 x 0,9 0,8 x 0,9

= 2.893,869 lt/dt = 2,894 m3/dt


- Kolom 9
Menentukan nilai perbandingan b/h dari Tabel V.2. berikut dengan
diketahui nilai Q = 2,894 m3/det, diambil b/h = 1,8

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

Tabel V.2. Karakteristik saluran tanah menurut Standar Perencanaan Irigasi.

Debit dalam kemiringan talut perbandingan b/h faktor kekasaran


m3/detik 1:m Stickler ( k )
0,15 – 0,30 1,0 1,0 35

0,30 – 0,50 1,0 1,0 – 1,2 35

0,50 – 0,75 1,0 1,2 – 1,3 35

0,75 – 1,00 1,0 1,3 – 1,5 35


1,00 – 1,50 1,0 1,5 – 1,8 40

1,50 – 3,00 1,5 1,8 – 2,3 40

3,00 – 4,50 1,5 2,3 – 2,7 40

4,50 – 5,00 1,5 2,7 – 2,9 40


5,00 – 6,00 1,5 2,9 – 3,1 42,5

6,00 – 7,50 1,5 3,1 – 3,5 42,5

7,50 – 9,00 1,5 3,5 – 3,7 42,5

9,00 – 10,00 1,5 3,7 – 3,9 42,5


10,00 – 11,00 2,0 3,9 – 4,2 45

11,00 – 15,00 2,0 4,2 – 4,9 45

15,00 – 25,00 2,0 4,9 – 6,5 45

25,00 – 40,00 2,0 6,5 – 9,0 45

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

- Kolom 10

Menentukan nilai kemiringan talut 1 (m) dari Tabel V.2. di atas


dengan diketahui nilai Q = 2,894 m3/det, diambil m = 1,5

- Kolom 11

Menentukan nilai faktor kekasaran Stickler (k) dari Tabel V.2.


dengan diketahui nilai Q = 2,894 m3/det, diambil k = 40

- Kolom 12
Menentukan tinggi jagaan untuk saluran tanah (w) dari tabel V.3.
berikut dengan diketahui nilai Q = 2,894 m3/det,
diambil w = 0,60

Tabel V.3. Tinggi jagaan untuk saluran tanah.

Debit = Q ( m3/detik ) Tinggi jagaan ( w ). Gambar penampang


< 0,5 0,40
0,5 – 1,5 0,50
1,5 – 5,0 0,60
5,0 – 10,0 0,75
10,0 – 15,0 0,85
> 15,0 1,00

- Kolom 13
Menentukan nilai V= 0,6 m/det
- Kolom 14
Menghitung luas penampang (As)
Q 2,894
- As = = = 4,823 m2
v 0,6

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

- Kolom 15 dan Kolom 16


Menghitung tinggi air di atas ambang (h) dan menghitung lebar
saluran (b)
Desain saluran berbentuk trapesium dengan di ambil

Ambil b=h
As = ( b + mh ) h
4,823 =(h+h)h
4,823 = 2h2
H = 2,329 m
- Kolom 17

Menghitung nilai keliling basah (P)

P = b + 2h √1 + 𝑚2

= 2,329 + 2 (1,553)√1 + 1,5²


= 7,929 m
- Kolom 18

Menghitung nilai jari – jari hidraulis (R)

As 4,823
R= = 7,929 = 0,608 m
P

- Kolom 19
Kemiringan saluran (I) dengan rumus Stickler
𝑣 0,6
I=[ 2 ]² = [ 2 ]²
𝑘𝑥 𝑅3 40 𝑥 0,6083

= 0,00044

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

Untuk selanjutnya perhitungan di tabelkan Saluran Primer Samalong Kiri (S.


Primer SMG Kiri) memiliki data sebagai berikut:
Q = 2,894 m3/dt
P = 7,929 m
b = 2,329 m
h = 1,553 m
w = 0,6
Untuk selanjutnya perhitungan di tabelkan

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

V. 4 Tabel Perhitungan Debit Saluran (Primer, Sekunder dan Tersier) Kiri

ANASTASIA ESI| D1012171030


PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

V. 5 Tabel Perhitungan Debit Saluran (Primer, Sekunder dan Tersier) Kanan

Tabel V.6. Perhitungan Saluran (Primer, Sekunder, dan Tersier) menggunakan sistem tabelaris dengan rumus yang sama (Kiri)

Tabel V.7. Perhitungan Saluran (Primer, Sekunder, dan Tersier) menggunakan sistem tabelaris dengan rumus yang sama (Kanan)

ANASTASIA ESI| D1012171030

Anda mungkin juga menyukai