Anda di halaman 1dari 36

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan Transformasional

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan merupakan bagian penting dari manajemen. Menurut

Rivai dan Mulyadi (2012:2) kepemimpinan secara luas meliputi proses

mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku

pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki

kelompok dan budayanya. Selain itu juga, mempengaruhi interprestasi

mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan

aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja

sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-

orang diluar kelompok atau organisasi. Sedangkan Menurut Robbins dan

Judge (2011:49) kepemimpinan yaitu kemampuan untuk mempengaruhi

sebuah kelompok untuk mencapai suatu visi atau serangkaian tujuan

tertentu. Berdasarkan definisi beberapa peneliti di atas, bahwa

kepemimpinan dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan

mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau

proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara

sukarela atau sukacita.

Kepemimpinan transformasional menunjuk kepada proses

membangun komitmen terhadap sasaran organisasi dan memberi

kepercayaan para pengikut untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut.

Beberapa teori tentang kepemimpinan transformasional mempelajari juga

18
19

bagaimana para pemimpin mengubah budaya dan struktur organisasi agar

lebih konsisten dengan strategi-strategi manajemen untuk mencapai

sasaran organisasional. Kepemimpinan transformasional merupakan

antitesis dari model kepemimpinan yang ingin mempertahankan status

quo. Kepemimpinan transformasional memiliki kecenderungan untuk

menciptakan inovasi dalam setiap kesempatan yang ada, hal ini

berimplikasi pada continuous improvement bagi perusahaan.

Menurut Khan et al (2012) “Transformational in which the follower

is granted more liberty, sense of ownership and responsibility which

enables the followers to develop the leadership skills and ultimately climb

up the ladder”. Kepemimpinan transformasional dimana pengikut lebih

diberikan kebebebasan, rasa kepemilikan dan tanggung jawab yang

memungkinkan para pengikut untuk mengembangkan kemampuan

kepemimpinan dan tujuan akhirnya meningkat.

Menurut Robbins dan Judge (2010:90) kepemimpinan

transformasional pemimpin yang menginspirasi para pengikutnya untuk

kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan memengaruhi yang

luar biasa. Hal tersebut berarti bahwa pemimpin harus dapat mencurahkan

perhatian dan mengetahui kebutuhan pengembangan dari pengikutnya atau

bawahan. Pemimpin juga harus dapat merubah kesadaran para pengikut

akan persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah

lama dengan cara-cara baru. Pemimpin mampu menggairahkan,

membangkitkan para pengikutnya untuk mengeluarkan upaya ekstra demi

mencapai tujuan kelompok.


20

Menurut Ivancevich et al, (2011:213) pemimpin transformasional

yaitu pemimpin yang memotivasi para pengikutnya untuk bekerja

mencapai sebuah tujuan, bukan untuk kepentingan pribadi jangka pendek,

dan untuk mencapai prestasi aktualisasi diri, bukan demi perasaan aman.

Menurut Bass & Riggio (2010:3) kepemimpin transformasional yaitu

mereka menyelaraskan tujuan dan sasaran dari pengikut atau individu dan

lebih besar organisasi serta memberikan dukungan, mentoring dan

pembinaan pada pengikutnya. Dari beberapa pengertian di atas, dapat

disimpulkan kepemimpinan transformasional merupakan gaya

kepemimpinan yang berupaya mentransformasikan nilai-nilai yang dianut

oleh atasan kepada bawahan untuk mendukung tercapainya visi dan tujuan

organisasi. Melalui transformasi nilai-nilai tersebut, diharapkan hubungan

baik antar anggota organisasi dapat dibangun sehingga muncul iklim saling

percaya diantara anggota organisasi. Pada akhirnya bawahan merasa

percaya, kagum, loyal dan hormat terhadap atasannya sehingga bawahan

termotivasi untuk berbuat lebih banyak dari pada apa yang biasa dilakukan

dan diharapkannya.

Menurut Brun (dalam Yulk, 2010:290) kepemimpinan

transformasional yaitu kepemimpinan yang melakukan transaksi

memotivasi para pengikut dengan menyerukan kepentingan pribadi

mereka.

Jadi yang disebut kepemimpinan transformasional adalah

kemampuan seorang pemimpin dalam bekerja dengan dan atau melalui

orang lain atau bawahannya untuk mentransformasikan nilai-nilai dan


21

sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan dan target yang

telah ditetapkan. Sumber daya yang dimaksud yaitu sumber daya manusia

seperti pimpinan, staf, bawahan, tenaga ahli, guru, dosen, peneliti, dan

lain-lain. Jenis kepemimpinan ini menggambarkan adanya tingkat

kemampuan pemimpin untuk mengubah mentalitas dan perilaku bawahan

menjadi lebih baik. Selain itu, kepemimpinan transformasional memiliki

makna dan orientasi masa depan (future oriented) bagi sebuah organisasi.

Kepemimpinan ini akan mendorong untuk menanamkan budaya inovasi

dan kreativitas dalam meningkatkan mutu dan eksistensi organisasi.

2.1.2 Indikator Kepemimpinan Transformasional

Menurut Hendrayani (2014) menyatakan bahwa kepemimpinan

transformasional memiliki indikator-indikator sebagai berikut.

1. Pengaruh Ideal (Idealized Influence ) yaitu Pemimpin menampilkan

keyakinan, menekankan kepercayaan, mengambil isu-isu yang sulit,

menyajikan nilai-nilai mereka yang paling penting, dan menekankan

pentingnya tujuan, komitmen, dan konsekuensi etis dari keputusan.

Pemimpin seperti dikagumi sebagai pembangkit panutan kebanggaan,

loyalitas, kepercayaan, dan keselarasan sekitar tujuan bersama.

2. Pertimbangan Individual (Individualized consideration) yaitu Pemimpin

berhubungan dengan orang lain (bawahan) secara personal,

mempertimbangkan kebutuhan mereka, kemampuan, dan aspirasi,

mendengarkan dengan penuh perhatian, pengembangan lebih lanjut

mereka, menasihati, mengajar dan melatih.


22

3. Motivasi inspirasional (Inspirational motivation) yaitu Pemimpin

mengartikulasikan visi menarik dari masa depan, menantang pengikut

dengan standar yang tinggi, berbicara optimis dengan antusias, dan

memberikan dorongan dan makna untuk apa yang perlu dilakukan.

4. Stimulasi intelektual (Intellectual stimulation) Pemimpin

mempertanyakan cara lama, tradisi, dan keyakinan, merangsang

perspektif baru dan cara melakukan sesuatu, dan mendorong ekspresi ide

dari bawahan.

2.1.3 Karakteristik Kepemimpinan Transformasional

Menurut Yukl (2010:305) merumuskan empat ciri yang dimiliki oleh

seorang pemimpin sehingga memiliki kualitas transformasional, antara

lain:

1. Pengaruh Ideal (Idealized influence) yaitu perilaku yang membangkitkan

emosi dan identifikasi yang kuat dari para pengikut terhadap pemimpin.
2. Pertimbangan Individual (Individualized consideration) meliputi

pemberian dukungan, dorongan, dan pelatihan bagi para pengikut.


3. Motivasi Inspirasional (Inspirational motivation) meliputi penyampaian

visi yang menarik, dengan menggunakan simbol untuk memfokuskan

upaya bawahan.
4. Stimulasi Intelektual (Intellectual stimulation) yaitu perilaku yang

meningkatkan kesadaran pengikut akan permasalahan dan mempengaruhi

para pengikut untuk memandang masalah dari perspektif yang baru.

2.2 Komitmen Organisasional

2.2.1 Pengertian Komitmen Organisasional


23

Menurut Mathis dan Jackson dalam Sopiah (2012:155) komitmen

organisasional adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima

tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan

organisasi. Komitmen organisasional dibagi menjadi 3 yaitu Affective

Commitment, Continuance commitment dan comitment normative.

Menurut Porter et al. (dalam Desiana dan Soetjipto, 2014) komitmen

organisasi keterlibatannya dalam organisasi dicirikan oleh tiga faktor

psikologis:

1. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.


2. Keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi.
3. Kepercayaan yang pasti dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan

tujuan organisasi.
Menurut Robbins (2010:94) komitmen organisasional adalah tingkat

dimana karyawan mengikatkan dirinya ke organisasi tertentu dan sasaran-

sasarannya serta berharap mempertahankan keanggotaannya dalam

organisasi tersebut.

Menurut Luthans (2011:249) komitmen organisasi sebagai berikut:

1. Keinginan kuat untuk tetap berada sebagai anggota organisasi tertentu.


2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai dengan keinginan organisasi.
3. Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.

Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas

karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota

organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan

keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Karyawan yang memiliki

komitmen tinggi akan menerima semua tugas atau pekerjaan dengan penuh

tanggung jawab.
24

Menurut L. Mathis dan Jackson (2010:155) komitmen organisasi

yaitu keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi, keinginan

untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, keyakinan tertentu, dan

penerimaan nilai dan tujuan organisasi.

Jadi berdasarkan berbagai definisi mengenai komitmen terhadap

organisasi maka dapat disimpulkan bahwa komitmen terhadap organisasi

merefleksikan tiga dimensi utama, yaitu komitmen dipandang

merefleksikan orientasi efektif terhadap organisasi, pertimbangan kerugian

jika meninggalkan organisasi, dan beban moral untuk terus berada dalam

organisasional.

2.2.2 Indikator - indikator Komitmen Organisasi

Menurut Desiana dan Soetjipto, (2011) indikator-indikator komitmen

organisasi yaitu:

1. Indikator Komitmen Afektif.

Individu dengan komitmen afektif yang tinggi memiliki kedekatan

emosional yang erat terhadap organisasi. Hal ini berarti bahwa individu

tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara

berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan komitmen

afektif yang lebih rendah. Berdasarkan beberapa penelitian komitmen

afektif memiliki hubungan yang sangat erat dengan seberapa sering

seorang anggota tidak hadir atau absen dalam organisasi. Berdasarkan

hasil penelitian dalam hal role-job performance, atau hasil pekerjaan yang

dilakukan, individu dengan komitmen afektif akan bekerja lebih keras dan

menunjukkan hasil pekerjaan yang lebih baik dibandingkan yang


25

komitmennya lebih rendah. Individu dengan komitmen afektif yang tinggi

cenderung untuk melakukan internal whistle-blowing (yaitu melaporkan

kecurangan kepada bagian yang berwenang dalam perusahaan)

dibandingkan external whistle-blowing (yaitu melaporkan kecurangan atau

kesalahan perusahaan pada pihak yang berwenang).

2. Indikator Komitmen Kontinuans (Komitmen Berkelanjutan)

Individu dengan komitmen kontinuans yang tinggi akan bertahan

dalam organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya

kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika

meninggalkan organisasi. Berkaitan dengan hal ini, maka individu tersebut

tidak dapat diharapkan untuk memiliki keinginan yang kuat untuk

berkontribusi pada organisasi. Jika individu tersebut tetap bertahan dalam

organisasi, maka pada tahap selanjutnya individu tersebut dapat merasakan

putus asa dan frustasi yang dapat menyebabkan kinerja yang buruk. Meyer

& Allen (2012) menyatakan bahwa komitmen kontinuans tidak

berhubungan atau memiliki hubungan yang negatif pada kehadiran

anggota organisasi atau indikator hasil pekerjaan selanjutnya, kecuali

dalam kasus-kasus di mana job retention jelas sekali mempengaruhi hasil

pekerjaan.Komitmen juga berhubungan dengan bagaimana anggota

organisasi merespon ketidakpuasannya dengan kejadian-kejadian dalam

pekerjaan (Allen & Meyer, 2010). Komitmen kontinuans tidak

berhubungan dengan kecenderungan seorang anggota organisasi untuk

mengembangkan suatu situasi yang tidak berhasil ataupun menerima suatu

situasi apa adanya (Allen & Meyer, 2013). Hal menarik lainnya, semakin
26

besar komitmen kontinuans seseorang, maka Ia akan semakin bersikap

pasif atau membiarkan saja keadaan yang tidak berjalan dengan baik.

3. Indikator Komitmen Normatif

Individu dengan komitmen normatif yang tinggi akan tetap bertahan

dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Meyer

& Allen (2011) menyatakan bahwa perasaan semacam itu akan memotivasi

individu untuk bertingkahlaku secara baik dan melakukan tindakan yang

tepat bagi organisasi. Namun adanya komitmen normatif diharapkan

memiliki hubungan yang positif dengan tingkah laku dalam pekerjaan,

seperti job performance, work attendance, dan organizational citizenship.

Komitmen normatif akan berdampak kuat pada suasana pekerjaan (Allen

& Meyer, 2010).

2.2.3 Komponen-Komponen Komitmen Organisasional

Menurut John P. Meyer dan Natalie J. Allen (2012:41) komitmen

memiliki tiga komponen utama yang dinamakan sebagai berikut:

1. Affective commitment (komitmen afektif)

Dimana karyawan merasa ingin tetap tinggal atau ingin tetap bekerja di

perusahaan. Komitmen afektif merupakan perasaan emosional

(emotional attachment) atau psikologis terhadap organisasi.

2. Continuance commitment (komitmen berkelanjutan)

Dimana karyawan merasa membutuhkan untuk tetap tinggal atau tetap

bekerja di perusahaan. Karyawan ini merasa terjerat dengan perusahaan

karena kurang mempunyai keterampilan atau skill, atau tidak ada


27

kesempatan untuk pindah ke perusahaan lain, atau menerima gaji yang

sangat tinggi, dan lain sebagainya. Mereka berfikir bahwa jika mereka

meninggalkan perusahaan maka, akan sangat merugikan.

3. Normative commitment (komitmen normatif)

Dimana karyawan merasa seharusnya tetap tinggal atau tetap bekerja

dalam perusahaan dan merasa mempunyai hubungan kewajiban yang

seharusnya dilakukan.

2.3 Lingkungan Kerja


2.3.1 Pengertian Lingkungan Kerja

Menurut Sunyoto (2012:43), lingkungan kerja merupakan bagian

komponen yang sangat penting di dalam karyawan melakukan aktivitas

bekerja. Jika memperhatikan lingkungan kerja dengan baik atau dapat

menciptakan kondisi kerja yang mampu memberikan motivasi untuk

bekerja, maka akan membawa pengaruh terhadap kegairahan atau

semangat karyawan bekerja.

Menurut Herman Sofyandi (2011:38) mendefinisikan “Lingkungan

kerja sebagai serangkaian faktor yang mempengaruhi kinerja dari fungsi –

fungsi / aktivitas -aktivitas manajemen sumber daya manusia yang terdiri

dari faktor-faktor internal yang bersumber dari dalam organisasi”.

Menurut Danang Sunyoto (2012:43) mengemukakan “Lingkungan

kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat

memengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan,

misalnya kebersihan, musik, penerangan dan lain-lain.”


28

Menurut Basuki dan Susilowati (2011:40) lingkungan kerja adalah

segala sesuatu yang berada di lingkungan yang dapat mempengaruhi baik

secara langsung maupun tidak langsung seseorang atau sekelompok orang

di dalammelaksanakan aktivitasnya.

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2012:17) lingkungan kerja

yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, target kerja yang

menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, iklim kerja dan fasilitas

kerja yang relatif memadai.

Jadi yang disebut lingkungan kerja adalah kehidupan sosial,

psikologi, dan fisik dalam perusahaan yang berpengaruh terhadap pekerja

dalam melaksanakan tugasnya. Kehidupan manusia tidak terlepas dari

berbagai keadaan lingkungan sekitarnya, antara manusia dan lingkungan

terdapat hubungan yang sangat erat.

2.3.2 Indikator – Indikator Lingkungan Kerja

Menurut Sunyoto (2012:43) setiap perusahaan tentunya mempunyai

cara akan suatu fakta yang mendukung demi keberhasilan dan kemajuan

perusahaan. Ada 6 (enam) Indikator yang berkaitan dengan lingkungan

kerja sebagai berikut :

a. Kenyamanan dalam bekerja

Kenyamanan dalam pekerjaan disini mencakup fasilitas yang

diberikan oleh suatu perusahaan terhadap karyawan guna menunjang

kegiatan para karyawan untuk melaksanakan pekerjaan. Dalam hal ini


29

lingkungan kerja fisik dan non fisik berpengaruh terhadap kenyamanan

dalam bekerja.

b. Keharmonisan dalam bekerja

Hubungan karyawan ini terdapat dua hubungan yaitu hubungan

sebagai individu dan hubungan sebagai kelompok. Hubungan sebagai

individu, motivasi yang diperoleh seorang karyawan datangnya dari rekan-

rekan sekerja maupun atasan. Menjadi sebuah motivasi, jika hubungan

karyawan dengan rekan sekerja maupun atasannya berlangsung harmonis.

Begitu juga sebaliknya, jika hubungan di antara mereka tidak harmonis,

maka akan mengakibatkan kurangnya atau tidak ada motivasi di dalam

karyawan bekerja. Sedangkan untuk hubungan kelompok, maka seseorang

karyawan akan berhubungan dengan banyak orang, baik secara individu

maupun secara kelompok. Dalam hubungan ini ada beberapa yang

mendapatkan perhatian agar keberadaan kelompok ini menjadi lebih

produktif:

c. Distribusi informasi yang baik.

Distribusi dan pendistribusian informasi yang baik akan dapat

memeperlancar arus informasi yang diperlukan oleh organisasi atau

perusahaan. Kecepatan melakukan tindakan akan tergantung dari informasi

yang cepat dipahami ataukah tidak. Semakin baik distribusi informasi yang

diperoleh, maka akan semakin cepat pula dilakukan tindakan dan bahkan

mempercepat pengambilan keputusan.

d. Tingkat kebisingan lingkungan kerja


30

Lingkungan kerja yang tidak tenang atau bising akan dapat

menimbulkan pengaruh yang kurang baik yaitu adanya ketidak tenangan

dalam bekerja. Bagi para karyawan tentu saja ketenangan lingkungan kerja

sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan dan ini dapet

meningkatkan produktivitas kerja.

e. Peraturan Kerja

Peraturan kerja yang baik dan jelas dapat memberikan pengaruh

yang baik terhadap kepuasan dan kinerja para karyawan untuk

pengembangan karier di perusahaan terebut. Dengan perangkat peraturan

tersebut karyawan akan dituntut untuk menjalankan aktivitasnya guna

mencapai tujuan perusahaan maupun tujuan termotivasi untuk bekerja

lebih baik.

f. Keamanan.

Lingkungan kerja dengan rasa aman akan menimbulkan ketenangan

dan kenyamanan, di mana hak ini akan dapat memberikan dorongan

semangat untuk bekerja. Keamanan yang dimasukkan ke dalam

lingkungan kerja adalah keamanan terhadap milik pribadi karyawan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan lingkungan kerja harus

memenuhi unsur nyaman dan keamanan terhadap karyawan dari

lingkungan internal seperti keharmonisan antar karyawan dan eksternal

seperti tidak adanya kebisingan lingkugan kerja.

2.3.3 Jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua yaitu:

a. Lingkungan kerja fisik


31

Lingkungan kerja fisik merupakan suatu keadaan berbentuk fisik yang

terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik

secara langsung maupun tidak langsung. Sebagaimana telah dikutip oleh

Sedarmayanti bahwa Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan

berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat

mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Lingkungan kerja fisik dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni:

1. Lingkungan yang berhubungan langsung dengan karyawan, seperti

pusat kerja, meja, kursi, dan sebagainya.


2. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut

lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya

temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan,

getaran mekanis, bau tidak sedap, warna dan lainlain.6 Untuk dapat

memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka

langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai

fisik dan tingkah lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian

digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai.

b. Lingkungan kerja non fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang

berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun

hubungan antara sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan.

Lingkungan kerja non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja

yang tidak bisa diabaikan. Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan

kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan

maupun yang memiliki status jabatan yang sama diperusahaan. Kondisi


32

yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang

baik, dan pengendalian diri. Pemimpin harus membangun hubungan yang

bersifat horizntal. Untuk mencairkan suasana agar kondusif dan

menciptakan suasana kekeluargaan. Maka ada satu sikap yang sangat baik

untuk dibiasakan, yaitu tersenyum Jika dalam lingkungan kerja seorang

pemimpin/atasan memiliki wajah yang selalu cemberut dan menunjukkan

wajah yang banyak masalah, maka hal tersebut akan memberikan

pengaruh terhadap bawahan/karyawan lain, sehinnga kondisi dilingkungan

kerjanya menjadi kurang nyaman.

2.4 Produktivitas Kerja

2.4.1 Pengertian produktivitas kerja

Menurut Mangkunegara (2010:9) produktivitas kerja karyawan

adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang

karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikan kepadanya.

Menurut Mas’ud (2010:40) produktivitas kerja karyawan adalah

hasil pencapaian dari usaha yang telah dilakukan yang dapat diukur

dengan indikator-indikator tertentu. Indikator kerja individu/karyawan

antara lain: Produk atau jasa yang telah dihasilkan, penjualan yang telah

dilakukan, sejumlah uang yang diperoleh, atau sejumlah sumber daya yang

dihemat dan lain sebagainya.

Menurut Rivai, et al (2011:14) produktivitas kerja karyawan adalah

hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama

periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan


33

berbagai kemungkinan, seperti standar kerja, target atau sasaran atau

kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Menurut Mathis dalam (Butar, 2015) mendefinisikan produktivitas

kerja merupakan pengukuran dan kuantitas dari pekerjaan dengan

mempertimbangkan dari seluruh biaya dan hal yang terkait dan yang

diperlukan untuk pekerjaan tersebut.

Menurut Ashar (2015), produktivitas kerja yaitu perbandingan antara

hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang

digunakan (input). Dengan kata lain bahwa produktivitas memiliki dua

dimensi. Dimensi pertama adalah efektivitas yang mengarah kepada

pencapaian unjuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang

berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Yang kedua yaitu,

efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan

realisasi penggunaanya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.

Berdasarkan pengertian-pengertian produktivitas kerja dari beberapa

pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja pegawai

merupakan hasil kerja baik itu secara kualitas maupun kuantitas yang telah

dicapai pegawai, dalam menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan organisasi. Hasil kerja tersebut disesuaikan

dengan hasil kerja yang diharapkan organisasi melalui kriteria-kriteria atau

standar kerja pegawai yang berlaku dalam organisasi. Beberapa

kompetensi tersebut identik dengan gaya kepemimpinan transformasional

yang mampu mengajari, mengayomi karyawannya (individualized


34

consideration), dan menyelesaikan masalah dengan berbagai macam

perspektif (intellectual stimulation).

Secara filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan

sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan.

Keadaan hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan mutu kehidupan besok

harus lebih baik dari hari ini. Pandangan hidup dan sikap mental yang

demikian akan mendorong manusia untuk tidak cepat merasa puas dan

akan terus meningkatkan kemampuan kerjanya. Secara definisi kerja,

produktifitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran)

dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan per satuan

waktu, definisi kerja ini mengandung cara atau metode pengukuran,

walaupun secara teori dapat dilakukan tetapi secara praktek sukar

dilaksanakan, dikarenakan sumber daya masukan yang dipergunakan

umumnya terdiri dari banyak macam dengan proporsi yang berbeda.

(Hasibuan Malayu S.P 2011). Dewan Produktivitas Nasional Indonesia

telah merumuskan definisi produktivitas secara lengkap yaitu sebagai

berikut (Umar Husein, 2011):

Produktivitas pada dasarnya merupakan suatu sikap mental yang

selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik

dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.Secara umum

produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang

dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input).

Produktivitas mempunyai dua dimensi, yaitu efektivitas yang mengarah

pada pencapaian unjuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang
35

berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Yang kedua efisiensi yang

berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi

penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.

Produktivitas pada dasarnya mencakup sikap mental yang selalu

mempunyai pandangan bahwa kehidupan di hari lebih baik dari hari

kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini (Sinungan, 2010).

Produktivitas merupakan hal yang sangat penting, karenaa produktivitas

memiliki peran besar dalam menentukan sukses tidaknya suatu usaha.

salah satu masukan (tenaga) kerja yang mencakup kualitas, kuantitas

dalam waktu tertentu. Produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada

hasil kerja seseorang dengan proses input sebagai masukan dan output

sebagai keluarannya yang merupakan indikator dari pada kerja karyawan

dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai produktivitas yang

tinggi dalam suatu organisasi (Almigo, 2014). Produktivitas mengandung

dua konsep utama, yaitu: efesiensi dan efektifitas.

1. Efesiensi mengukur tingkat sumber daya, baik manusia, keuangan,

maupun alam, yang dibutuhkan untuk memenuhi tingkat pelayanan

yang dikehendaki.
2. Efektifitas mengukur hasil dan mutu pelayanan yang dicapai.

(Saksono, 2011).

Artinya, bahwa adanya perencanaan yang tepat sebelumnya sehingga

dapat efesien menggunakan sumber daya yang ada, dapat menghasilkan

sesuatu yang lebih efektif

2.4.2 Indikator produktivitas kerja


36

Menurut Robbins (2010:260) terdapat 4 (Empat) indikator yang

digunakan untuk mengukur Produktivitas kerja karyawan, antara lain

sebagai berikut:

1. Kualitas
Kualitas merupakan salah satu indikator penting bagi perusahaan

untuk dapat eksis di tengah ketatnya persaingan dalam industri. Kualitas

didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk yang

menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang

dispesifikasikan atau ditetapkan. Dalam mendefinisikan kualitas produk,

ada lima pakar utama dalam manajemen mutu terpadu (Total Quality

Management) yang saling berbeda pendapat, tetapi maksudnya sama.

Kecocokan penggunaan itu didasarkan pada lima ciri utama yaitu :


a. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan.
b. Psikologis, yaitu citra rasa atau status.
c. Waktu, yaitu kehandalan.
d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan.
e. Etika, yaitu sopan santun, ramah dan jujur.

Menurut Crosby (2010: 58) kualitas adalah conformance to

requirement, yaitu: sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan.

Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas

yang telah ditentukan. Standar kualitas meliputi bahan baku, proses

produksi dan produk jadi. Menurut Garvin (2011) Kualitas adalah suatu

kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk manusia/tenaga kerja

proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan

pelanggan atau konsumen. Selera atau harapan konsumen pada suatu

produk selalu berubah sehingga kualitas produk juga harus berubah atau

disesuaikan.
37

2. Kuantitas

Menurut Wungu dan Brotoharsojo (2013:56) bahwa “Quantity

(kuantitas) adalah segala bentuk satuan ukuran yang terkait dengan jumlah

hasil kerja dan dinyatakan dalam ukuran angka atau yang dapat

dipadankan dengan angka”. Sedangkan menurut Wilson dan Heyyel

(2010:101) mengatakan bahwa “Quantity of Work (kuantitas kerja) adalah

jumlah kerja yang dilaksanakan oleh seseorang pegawai dalam suatu

periode tertentu. Hal ini dapat dilihat dari hasil kerja pegawai dalam kerja

penggunaan waktu tertentu dan kecepatan dalam menyelesaikan tugas dan

tanggung jawabnya.” Dengan demikian kuantitas kerja dapat dilihat dari

jumlah kerja dan penggunaan waktu. Jumlah kerja adalah banyaknya tugas

pekerjaanya, dapat dikerjakan. Penggunaan waktu adalah banyaknya

waktu yang digunakan dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan.

3. Efektivitas
Efektivitas berkaitan dengan suatu kenyataan apakah hasil-hasil yang

diharapkan atau tingkat keluaran itu dapat dicapai ataukah tidak.

Pengukuran efektivitas dapat dilihat dari indikator-indikator:


a. Jumlah hasil kerja.
b. Kualitas hasil kerja.
c. Kemampuan menyelesaikan pekerjaan.
4. Inisiatif
Inisiatif berinisiatif berasal dari kata inisiatif, menurut kamus

inisiatif berarti usaha sendiri, langkah awal, ide baru. Berinisiatif berarti

mengembangkan dan memberdayakan sektor kreatifitas daya pikir

manusia, untuk merencanakan idea tau buah pikiran menjadi konsep yang

baru yang pada gilirannya diharapkan dapat berdaya guna dan bermanfaat.

Manusia yang berinisiatif adalah manusia yang tanggap terhadap


38

segala perkembangan yakni manusia yang pandai membaca, menghimpun

dan meneliti (iqra), manusia yang inisiatif juga dapat memanfaatkan setiap

peluang di setiap pergantian waktu, dan menjadikannya sebagai kreasi

yang berarti. Keistimewaan dari inisiatif ini sendiri yaitu mampu

mencermati kreasi Tuhan, selanjutnya menjadikan bahan renungan atau

kreatifitas berpikir dalam semua waktu dan tempat, kemudian membuat

kreasi baru (karya baru) atau berinisiatif memproduksi semua potensi

menjadi berdaya guna. Prakarsa timbul dari dalam diri seseorang yg

menggunakan daya pikir. Prakarsa menimbulkan kehendak untut

mewujudkan sesuatu yg berguna bagi penyelesaian pekerjaan dengan

sebaik-beiknya. Jadi dalam prakarsa terhimpun kehendak, perasaan,

pikiran, keahlian dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, setiap

prakarsa yang datang dari karyawan harus dihargai. Prakarsa (inisiatif)

mengandung arti menghargai orang lain, karena itu hakikatnya manusia

butuh penghargaan. Setiap penolakan terhadap prakarsa karyawan

merupakan salah satu langkah untuk menolak gairah kerja. Oleh karena

itu, seorang atasan yg bijak akan menerima dgn senang hari prakarsa-

prakarsa yg dilahirkan karyawannya. "Prakarsa (Inisiative) Prakarsa

(inisiative) mengandung arti menghargai orang lain, karena itu hakikatnya

manusia.
2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Produktivitas Kerja yaitu:

Menurut Sedarmayanti (2011;72) terdapat dua belas faktor yang

mempengaruhi produktivitas kerja:

1. Sikap mental meliputi:


39

a. Motivasi kerja pada umumnya orang yang mempunyai motivasi kerja

yang tinggi akan bekerja dengan rajin, giat, sehingga dengan begitu

akan dapat mencapai satu prestasi kerja yang tinggi.


b. Disiplin kerja orang yang mempunyai disiplin kerja yang tinggi akan

bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya.

Hal ini akan mendorong gairah kerja, semangat kerja dan akan

mendukung terwujudnya tujuan perusahaan. Sebab kedisiplinan adalah

kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya dan

produktivitas kerja pun akan meningkat.


c. Etika kerja, Pada umumnya orang mempunyai etika yang baik akan

nampak dalam penampilan kerja sehari-hari berupa kerja sama,

kehadiran, antusias, inisiatif, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan

kreativitas. Wujud tersebut akan memberikan pengaruh yang sangat

besar terhadap pencapaian produktivitas kerja karyawan yang optimal

dan mampu memenuhi harapan atau bantuan pencapaian tujuan

perusahaan.
2. Pendidikan

Pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan

memiliki wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan pentingnya

produktivitas.

3. Keterampilan

Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan lebih

mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik.

4. Manajemen

Berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk mengelola

atau pun memimpin serta mengendalikan bawahannya. Apabila


40

manajemennya tepat, maka akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi

sehingga dapat mendorong pegawai untuk melakukan tindakan produktif.

5. Hubungan Industrial Pancasila

Dengan penerapan hubungan industrial pancasila maka akan:

a. Menciptakan ketenangan kerja dan memberikan motivasi kerja.


b. Menciptakan hubungan kerja yang serasi dan dinamis sehingga

menumbuhkan partisipasi aktif dalam usaha meningkatkan

produktivitas.
c. Menciptakan harkat dan martabat pegawai sehingga mendorong

diwujudkannya jiwa yang berdedikasi dalam upaya meningkatkan

produktivitas.

6. Tingkat Penghasilan

Apabila tingkat penghasilan pegawai tinggi, maka akan menimbulkan

konsentrasi dan semangat kerja sehingga pada akhirnya akan

meningkatkan produktivitas kerja.

7. Gizi dan Kesehatan

Apabila pegawai dapat dipenuhi kebutuhan gizinya dan berbadan sehat,

maka akan lebih kuat bekerja, apalagi bila mempunyai semangat yang

tinggi maka akan dapat meningkatkan produktivitas kerjanya.

8. Jaminan Sosial

Jaminan sosial yang diberikan oleh suatu organisasi kepada pegawainya

dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja.

Apabila jaminan sosial pegawai mencukupi, maka akan dapat

menimbulkan produktivitas kerja.

9. Lingkungan dan Iklim Kerja


41

Lingkungan dan iklim kerja merupakan hal baik dalam mendorong

pegawai agar senang dalam bekerja dan meningkatkan rasa tanggung

jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik sehingga terarah

dalam peningkatan produktivitas kerja.

10. Sarana Produksi

Mutu sarana produksi berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas

kerja karena dengan mutu sarana produksi yang lebih baik, seseorang

dapat bekerja dengan semangat.

11. Teknologi

Apabila teknologi yang dipakai lebih tepat, maka akan memungkinkan

jumlah produksi yang dihasilkan lebih banyak dan bermutu serta

memperkecil terjadinya pemborosan bahan sisa.

12. Kesempatan Berprestasi

Apabila terbuka kesempatan dalam berprstasi, akan menimbulakan

dorongan psikologis untuk meningkatkan potensi yang dimiliki untuk

meningkatkan produktivitas.

2.4.4 Jenis – jenis Produktivitas Kerja

Menurut Sri Hariayani (2012:97) bahwa produktivitas dapat

dikelompokan menjadi dua, yaitu produktivitas total dan produktivitas satu

faktor. Berikut adalah penjelasan dari jenis produktivitas menurut pendapat

Sri Hariyani, yang telah dirangkum penulis.

1. Produktivitas Total
42

Produktivitas dapat diukur dari berbagai faktor penyusunnya seperti:

tanah, modal, teknologi, tenaga kerja, dan bahan baku, yang disebut

dengan produktivitas dari berbagi faktor. Produktivitas ini sering disebut

dengan produktivitas total.

2. Produktivitas Satu Faktor

Selain menghitung produktivitas dari berbagai factor, produktivitas juga

dapat diukur untuk masing-masing factor, yang disebut produktivitas dari

satu factor (Single factor productivity). Dan yang sering dihitung adalah

produktivitas tenaga kerja atau dalam konteks manajemen lebih dikenal

sebagai kinerja (performance). Seorang karyawan atau sekelompok

karyawan dinilai produktif atau tidaknya dari kinerja. kinerja karyawan

dapat diukur dengan menggunakan konsep penilaian prestasi kerja

(performance appraisal). Dimensi-dimensi yang digunakan dalam menilai

kinerja karyawan adalah ketaatan, kerajinan, kedisiplinan, keaktifan dalam

memberikan laporan, kejujuran, loyalitas, inisiatif, keterampilan, kejelasan

dalam memberi/menerima instruksi, pemeliharaan alat kerja, kemampuan

mengatasi masalah, dan lain-lain.

Dengan memperhatikan dimensi-dimensi diatas, karyawan berharap

dapat meningkatkan prestasi kerjanya, menurut Scheineier Craig yang

dikutip oleh Sri Haryani (2012:99) bahwa prestasi kerja merupakan

pemahaman terhadap tiga hal, yaitu: perilaku, prestasi dalam melakukan

pekerjaan, dan efektivitas yang dicapai dalam melakukan pekerjaan

tersebut.

2.4.5 Penilaian produktivitas kerja karyawan


43

Menurut Simamora (2011:338) dalam suatu organisasi penilaian

kerja merupakan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan

dalam menjelaskan tujuan, dan standar kerja, serta memotivasi kerja

individu secara berikutnya. Untuk mengetahui baik atau buruk kerja

seorang pegawai maka perlu dilakukan penilaian kerja, yang pada

dasarnya penilaian kerja merupakan faktor kunci guna mengembangkan

suatu organisasi secara efektif dan efisien. Menurut Mondy (2010:257)

penilaian kerja (performance appraisal) adalah sistem formal untuk

menilai dan mengevaluasi kerja tugas individu atau tim. Sejalan dengan

itu, menurut Dessler (2010:322) penilaian kerja adalah mengevaluasi kerja

karyawan saat ini dan atau di masa lalu relatif terhadap standar

prestasinya.

2.5 Hubungan Antar Variabel

2.5.1 Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap

Produktivitas Kerja

Menurut Ashar (2015) pemimpin transformasional memotivasi orang

lain untuk melakukan lebih dari yang mereka tujukan bahkan lebih

daripada yang mereka pikir. Mereka menetapkan harapan yang lebih

menantang dan biasanya mencapai kinerja yang lebih tinggi. Sikap dan

kepedulian pemimpin terhadap karyawan tentunya akan memberikan

pengaruh positif terhadap produktivitas kerja.

Annisa (2013) juga menyatakan bahwa gaya kepemimpinan

berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja, begitu pula hubungan

antara gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi. Pemimpin yang


44

fropesional, memberikan kepercayaan terhadap karyawan untuk

menyelesaikan pekerjaan, dan mau memberikan solusi serta motivasi

terhadap masalah karyawan akan membuat karyawan merasa nyaman

dengan pemimpin mereka. Kenyamanan karyawan terhadap pemimpinnya

akan memberikan dampak positif pada peningkatan semangat kerja.

Peningkatan semangat kerja karyawan akan memberikan pengaruh positif

terhadap peningkatan produktivitas perusahaan sehingga perusahaan dapat

mencapai target yang diinginkan.

Menurut kurniawan (2010) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan

transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas

kerja. Gaya kepemimpinan transformasional mempunyai dimensi

kharismatik, stimulus intelektual, konsiderasi individual, serta motivasi

inspirasional. Jika pemimpin berasil memengaruhi bawahan dengan

visinya, menanamkan karismanya, memotivasi, dan menjadi inspiratory,

menstimulasi intelektual, kreatifitas dan menghargai karyawannya maka

dapat dipastikan karyawan akan bekerja dengan baik, sungguh-sungguh

dan loyal pada perusahaan sehingga kerjanya meningkat.

Strianingrum (2016) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

positif dan sangat signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional

terhadap produktivitas kerja. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa

gaya kepemimpinan transformasional dapat digunakan sebagai skala untuk

mengukur kerja pegawai. Semakin baik tingkat gaya kepemimpinan

transformasional akan berakibat semakin baik juga kerja pegawai yang


45

dilakukan. Dengan demikian hipotesis penelitian yang diajukan penulis

dapat diterima.

Menurut suyitno (2012) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan

transformasional mempunyai pengaruh yang postif yang sangat signifikan

terhadap produktivitas. Juga akan berusaha mengartikulasikan visi masa

depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang

intelektual, dan menaruh perhatian pada perbedaan-perbedaan yang

dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian gaya kepemimpinan

transformasional, para pengikutnya merasakan kepercayaan, kekaguman,

kesetiaan dan penghormatan terhadap pemimpin, dan mereka termotivasi

untuk melakukan lebih dari pada yang awalnya diharapkan dari mereka

sehingga produktivitas kerja akan meningkat.

2.5.2 Hubungan Komitmen Organisasional Terhadap Produktivitas Kerja

Keberhasilan pengelolaan organisasi sangatlah ditentukan oleh

keberhasilan dalam mengelola SDM. Tinggi rendahnya komitmen

karyawan terhadap organisasi tempat mereka bekerja, sangatlah

menentukan kinerja yang akan dicapai organisasi. Dalam dunia kerja

komitmen karyawan memiliki pengaruh yang sangat penting, bahkan

syarat untuk memegang jabatan/posisi yang ditawarkan dalam iklan

lowongan kerja. Namun demikian, tidak jarang pengusaha maupun

karyawan masih belum memahami arti komitmen secara sungguh-

sungguh. Padahal pemahaman tersebut sangat penting bagi organisasi agar

tercipta kondisi kerja yang kondusif, sehingga organisasi dapat berjalan

secara efektif dan efisien.


46

Menurut Hernawati (2017), Komitmen organisasi dan budaya

organisasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

produktivitas karyawan. Setiap karyawan memiliki dasar dan perilaku

yang berbeda tergantung pada komitmen organisasi yang dimiliknya.

Karyawan yang memiliki komitmen tinggi akan melakukan usaha yang

maksimal dan keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan organisasi.

Sebaliknya karyawan yang memiliki komitmen rendah akan melakukan

usaha yang tidak maksimal.

2.5.3 Hubungan Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja

Menurut Suwando (2016) lingkungan kerja mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan. Lingkungan kerja

yang baik memiliki peranan penting dalam meningkatkan produktivitas

kerja karyawan dalam perusahaan.Karena lingkungan kerja merupakan

salah satu hal yang dapat memotivasi karyawan untuk bekerja sangat baik.

Lingkungan kerja yang baik dapat dilihat dari suasana kerja (yang

meliputi: penerangan yang cukup, sirkulasi udara yang baik, tersedianya

alat-alat pengamanan, suara bising yang ditekan seminimal mungkin), dari

kondisi hubungan karyawan serta tersedianya fasilitas pendukung lain.

Dengan adanya fasilitas - fasilitas yang diberikan perusahaan, maka hal ini

sangat berpengaruh langsung terhadap semangat kerja karyawan sehingga

produktivitas pun meningkat. Ini adalah salah satu permasalahan yang


47

sering di hadapi perusahaan yaitu bagaimana meningkatkan dan menjaga

lingkungan kerja yang baik.

Menurut fitianingsih (2010) lingkungan kerja mempunyai perngaruh

yang positif terhadap produktivitas kerja. Menyatakan bahwa suasana

lingkungan kerja yang menyenangkan akan dapat mempengaruhi

produktivitas dalam pekerjaannya. Bekerja dalam lingkungan kerja yang

menyenangkan merupakan harapan sekaligus impian dari setiap pekerja.

Lingkungan kerja dapat berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilakukan

oleh para pegawai. Sehingga setiap organisasi atau perusahaan harus

mengusahakan agar lingkungan kerja dimana pegawai berada selalu dalam

kondisi yang baik.

Hermanto (2015) menyatakan bahwa bila kondisi lingkungan kerja

yang tidak sesuai dengan keinginan pegawai dapat menurunkan

produktivitas kerja. Kondisi fisik menyangkut lingkungan tempat kerja

(workplace) anatara lain berhubungan dengan kebersihan, kebisingan,

keamanan, dan sebagainya, sedangkan kondisi non fisik berkaitan dengan

perlakuan yang diterima ditempat kerja, diantaranya keputusan pimpinan,

arus komunikasi.

Anitasi (2011) menyatakan bahwa berdasarkan analisis data dapat

diketahuibahwa lingkungan kerja memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap produktivitas kerja pegawai. Hal tersebut dikarenakan para

pegawai merasa nyaman dalam melakukan aktivitasnya.

2.6 Hasil Penelitian Terdahulu


48

2.6.1 Gaya Kepemimpinan Transformasional, Komitmen Organisasional

dan Lingkungan kerja terhadap Produktivitas Kerja

1) Dewi & Herachwati dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh

Gaya kepemimpinan Transformasional Terhadap Produktivitas kerja

pada PT Bangun Satya Wacana Surabaya”, (2010). Tujuan penelitian ini

adalah untuk melihat pengaruh gaya kepemimpian Transformasional

terhadap Produktivitas kerja. Hasil Penelitian menunjukan bahwa gaya

kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap

produktivitas kerja SDM pada karyawan PT BSW Surabaya. Penelitian

menunjukan bahwa untuk meningkatkan produktivitas kerja diperlukan

adanya Gaya Kepemimpinan Transformasional seperti motivasi,

kordinasi dan sebagainya.


2) Maulizar, Musnadi, dan Yunus dengan judul “Pengaruh Gaya

kepemimpinan Transformasional Terhadap Produktivitas kerja pada

Bank Syariah Mandiri cabang Banda Aceh”, (2012). Tujuan penelitian

ini adalah untuk melihat pengaruh kepimpinan transformasional

terhadap produktivitas kerja pada Bank Aceh. Hasil penelitian ini

bahwa gaya kepemimpinan transformasional pada bank Syariah

Mandiri cabang Banda Aceh dalam memberikan motivasi dengan

menitikberatkan prilaku untuk membantu karyawan dengan perusahan

dengan perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap produktifitas

kerja.
3) Sulistyaningsih, Dewi & Wijayanti dengan Judul “Pengaruh Gaya

kepemimpinan Transformasional Terhadap Produktivitas kerja. Tujuan

Penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh gaya kepemimpinan


49

transformasional terhadap produktivitas kerja pada perwakilan BPKP

Provinsi Sulawesi Utara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Gaya

kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan

terhadap produktivitas kerja pada perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi

Utara.

Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah

sama-sama menggunakan variabel bebas gaya kepemimpinan

transformasional, serta variabel terikatnya adalah produktivitas kerja,

dengan tujuan yang sama untuk melihat pengaruh gaya kepemimpinan

transformasional terhadap produktivitas kerja, dan sama – sama

menggunakan spss.

Sedangkan Perbedaan pada penelitian ini terletak pada teknik

analisis data, pada penelitian ini menggunakan analisis data kuantitatif dan

analisis kualitatif, sedangkan pada peneltian sebelumnya hanya

menggunakan analisis data kuantitatif deskriptif, pada menelitian ini

adanya penambahan uji kualitas data yaitu Uji Validitas, Uji Reliabilitas,

uji asumsi klasik diantaranya : Uji Normalitas, Uji Multikolenearitas, Uji

Heteroskedasitas, Uji Autokorelasi. Regresi linear berganda untuk

pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji hipotesis

parsimasionaal (uji t) dan Uji hipotesis simultan (Uji F) serta

menggunakan koefisien determinasi, sedangkan pada penelitian

sebelumnya menggunakan uji regresi linear berganda,uji asumsi klasik.

4) Bayu (2012) dengan judul “Pengaruh Komitmen Organisasional

Terhadap Produktivitas kerja Pegawai" (Studi Kasus Pada PT Vision


34

50

Land bagian Packing). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

komitmen organisasional serta produktivitas kerja karyawan sebagai

variabel terikat. Metode yang digunakan adalah Uji statistik regresi

linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat

pengaruh positif antara Komitmen Organisasional (X1) terhadap

Produktivitas Kerja Karyawan (Y).


5) Mamahit (2010) dengan judul “Pengaruh Komitmen Organisasional

Terhadap Produktivitas kerja” (Studi Kasus Pada The Sultan Hotel).

Variabel dalam penelitian ini adalah komitmen organisasional sebagai

variabel bebas dan produktivitas kerja karyawan sebagai variabel

terikat. Metode yang digunakan adalah Uji statistik regresi linear

berganda dan Mean score. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa

Komitmen organisasional tidak terlalu tinggi, terdapat pengaruh

signifikan dari komitmen organisasional (Komitmen afektif,

Komitmen kontinuans, dan Komitmen normatif) terhadap

produktivitas karyawan The Sultan Hotel Jakarta. Komitmen Afektif

mempunyai pengaruh yang paling signifikan terhadap produktivitas

karyawan The Sultan Hotel Jakarta dibandingkan komitmen

kontinuans dan komitmen normatif.


6) Arifin dan Mutamimah (2011) dengan Judul “Pengaruh Komitmen

Organisasional terhadap produktifitas kerja” (Studi kasus pada dinas

tenaga kerja dan transmigrasi Kota Semarang ) dilakukan oleh Candra

Hertika Febriati Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Dian

Nuswantoro Semarang. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui, menganalisis dan membuktikan pengaruh komitmen


51

organisaional dalam meningkatkan produktivitas kerja pegawai,

Penelitian dilakukan pada dinas tenaga kerja dan transmigrasi kota

Semarang. Data dikumpulkan melalui Koesioner yang dibagikan

kepada 77 orang. Selain koesioner data juga dikumpulkan melalui

wawancara singkat. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan

menggunakan teknik sampling sensus. Data yang diperoleh dianalisi

dengan menggunakan teknik analisis PLS (partial Least Square)

melalui soft ware SEM-PLS dengan WarpPLS 3.0. Hasil dari

penelitian ini menunjukan bahwa komitmen organisasional

berpengaruh postif dan signifikan terhadap produktifitas kerja

pegawai.
Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah

sama – sama menggunakan variabel bebas komitmen organisasional, serta

variabel terikatnya adalah produktivitas kerja, dengan tujuan yang sama

untuk melihat komitmen organisasional terhadap produktivitas kerja, dan

sama – sama menggunakan hasil uji simultan dan uji parsial, dan

menyebar kuesioner yang berisikan pertanyaan – pertanyaan mengenai

variabel yang terkait dalam penelitian ini, selanjutnya adalah

pengumpulan data sekunder yaitu dengan melihat pustaka tertulis sebagai

refensi tambahan.
Sedangkan Perbedaan pada penelitian ini terletak pada teknik analisis

data, pada penelitian ini menggunakan analisis data kuantitatif dan

analisis kualitatif, sedangkan pada peneltian sebelumnya hanya

menggunakan analisis data kuantitatif deskriptif, pada menelitian ini

adanya penambahan uji kualitas data yaitu Uji Validitas, Uji Reliabilitas,
52

uji asumsi klasik diantaranya : Uji Normalitas, Uji Multikolenearitas, Uji

Heteroskedasitas, Uji Autokorelasi. Regresi linear berganda untuk

pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji hipotesis

parsimasionaal (uji t) dan Uji hipotesis simultan (Uji F) serta

menggunakan koefisien determinasi, sedangkan pada penelitian

sebelumnya menggunakan uji regresi linear berganda,uji asumsi klasik.

7) Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Septianto (2014), tentang

“Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Produktivitas Kerja studi pada

karyawan PT Naraya Telematika Malang”. Hasil penelitian ini

menunjukkan pengujian terhadap hipotesis yang menyatakan bahwa

adanya pengaruh lingkungan kerja secara simultan terhadap

produktivitas kerja dapat diterima dan berdasarkan pada hasil uji t.


8) Penelitian Faris Ramanda putra, (2013) dengan judul “Pengaruh

Lingkungan Kerja terhadap Produktivitas Kerja (Studi Pada Karyawan

PT. Naraya Talematika Malang)”. Penelitian ini menggunakan metode

statistic deskriptif dan analisis statistic inferensial. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan anatara

Lingkungan kerja dengan produktivitas kerja sdm.


9) Jurnal A Study Of Work Environment And Employess’Performance In

Pakistan, yang ditulis oleh M. Imran, dkk (2013) menceritakan tentang

pengaruh lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja. Penulis

menggunakan metode analisis regresi berganda dengan kesimpulan

bahwa lingkungan kerja mempengaruhi produktivitas. Terdapat

hubungan positif anatara dimensi lingkungan kerja dan produktivitas

kerja. Kondisi fisik mencerminkan pengaruh positif dan signifikan.


53

Lingkungan kerja memiliki dampak pada kemampuan individu untuk

bekerja dengan aman, kompeten dan sesuai dengan target produktivitas

kerja.
Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah

sama-sama menggunakan variabel bebas lingkungan kerja, serta variabel

terikatnya adalah produktivitas kerja, dengan tujuan yang sama untuk

melihat lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja, dan sama – sama

menggunakan metode analisis berganda dan uji parsial, dan menyebar

kuesioner yang berisikan pertanyaan – pertanyaan mengenai variabel yang

terkait dalam penelitian ini, selanjutnya adalah pengumpulan data

sekunder yaitu dengan melihat pustaka tertulis sebagai refensi tambahan.

Sedangkan Perbedaan pada penelitian ini terletak pada teknik analisis

data, pada penelitian ini menggunakan analisis data kuantitatif dan analisis

kualitatif, sedangkan pada peneltian sebelumnya menggunakan analisis

persentase, pada penelitian ini adanya penambahan uji kualitas data yaitu

Uji Validitas, Uji Reliabilitas, uji asumsi klasik diantaranya: Uji Normalitas,

Uji Multikolenearitas, Uji Heteroskedasitas, Uji Autokorelasi. Regresi linear

berganda untuk pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji

hipotesis parsimasionaal (uji t) dan Uji hipotesis simultan (Uji F) serta

menggunakan koefisien determinasi, sedangkan pada penelitian sebelumnya

menggunakan uji regresi linear berganda,uji asumsi klasik.

Anda mungkin juga menyukai