Anda di halaman 1dari 111

FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU PENDERITA

TUBERKULOSIS PARU DALAM MENGONSUMSI OBAT


ANTI TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS
POLONIA MEDAN TAHUN 2019

TESIS

POPPY INDAH TRISTIYANA


NIM. 17020111068

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
TUBERKULOSIS PARU DALAM MENGONSUMSI OBAT
ANTI TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS
POLONIA MEDAN TAHUN 2019

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memeroleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M)
pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Manajemen Rumah Sakit
Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia

Oleh :

POPPY INDAH TRISTIYANA


NIM. 17020111068

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
Tanggal Lulus :
Telah diuji pada tanggal : 14 November 2019

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : 1 Dr. Asyiah Manjorang, S.Kep., Ns, M.Kes
Anggota : 2 Dr. Asriwati, S.Kep., Ns., S.Pd., M.Kes
3 Dr. Mappeaty Nyorong, M.P.H
4 Dr. Anto, SKM., M.Kes., MM., M.Kes
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI

Sebagai civitas akademika Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan


Helvetia Medan, Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Mahasiswa : Poppy Indah Tristiyana


NIM : 1702011068
Minat Studi : Manajemen Rumah Sakit
Fakultas : Kesehatan Masyarakat

Jenis karya : Tesis


Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
fakultas kesehatan masyarakat Hak Bebas Royalty Non Ekslusif atau ( Non
Exclusive Royalty Free Right ) atau tesis saya yang berjudul :

“Faktor Yang Memengaruhi Perilaku Penderita Tuberkulosis Paru Dalam


Mengonsumsi Obat Anti Tuberkulosis Di Puskesmas Polonia
Medan Tahun 2019”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan) dengan Hak Bebas Royalty Non
Ekslusif Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan
berhak menyimpan, Mengalih media format, mengelola dalam bentuk pangkalan
data (database), merawat dan mempublikasi tesis saya tanpa meminta ijin dari
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis, pencipta dan sebagai
pemilik hak cipta.

Demikian persyaratan ini saya buat dengan sebenarnya.

Di buat di : Medan
Pada Tanggal, Oktober 2019
Yang Menyatakan

Poppy Indah Tristiyana


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
anugerah-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang
berjudul “Faktor Yang Memengaruhi Perilaku Penderita Tuberkulosis Paru Dalam
Mengonsumsi Obat Anti Tuberkulosis Di Puskesmas Polonia Medan Tahun
2019”.
Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M) pada Program Studi
S2 Kesehatan Masyarakat, Institut Kesehatan Helvetia. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa tesis ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak,
baik dukungan moril, materil dan sumbangan pemikiran. Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes., selaku Penasehat Yayasan
Helvetia.
2. Iman Muhammad, S.E., S.Kom.,M.M., M.Kes., selaku ketua Yayasan
Helvetia.
3. Dr. H. Ismail Effendy, M.Si., selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia.
4. Dr. dr. Hj. Arifah Devi Fitriani, M.Kes, selaku Wakil Rektor Bidang
Akademik dan Kemahasiswaan Institut Kesehatan Helvetia.
5. Teguh Suharto, S.E., M.Kes., selaku wakil Rektor II Institut Kesehatan
Helvetia
6. Dr. Asriwati, S.Kep., Ns., S.Pd., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia, sekaligus pembimbing II yang telah
memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.
7. Dr. Anto, SKM., M.Kes., MM, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia, sekaligus Penguji II
yang telah meluangkan waktu dan memberikan pemikiran dalam
membimbing penulis selama penyusunan tesis ini.
8. Dr. Asyiah Simanjorang, S.Kep., Ns., M.Kes, selaku Pembimbing I yang
telah meluangkan waktu dan memberikan pemikiran dalam membimbing
penulis selama penyusunan tesis ini.
9. Dr. Mappeaty Nyorong, M.P.H. selaku Penguji I yang telah meluangkan
waktu dan memberikan pemikiran dalam membimbing penulisan selama
penyusunan tesis ini.
10. Seluruh Dosen Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat yang telah
mendidik dan mengajarkan berbagai ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
11. Teristimewa Ayahanda Sutrisno, S.Pd.I. M.Pd dan Ibunda Suprapti, SKM,
M.Kes yang selalu memberikan dukungan baik moril dan materil serta
mendoakan dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
kerena itu, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini. Sekian
dan Terima Kasih.

Medan, Oktober 2019


Penulis,

Poppy Indah Tristiyana


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS
Nama : Poppy Indah Tristiyana
Tempat/Tanggal Lahir : Lampung tanggal 27 Maret 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Anak Ke : Anak ke- 2 (dua) dari dua bersaudara
Alamat : Jl. Karya Kasih (Villa Karya Kasi ) No 1D
Medan.
II. IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah : Sutrisno, S.Pd.I. M.Pd
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama Ibu : Suprapti, SKM
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Purworejo RT 005, RW 002, Kecamatan
Kotagajah, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi
Lampung.
III. RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 2003-2004 : TK Pertiwi Kotagajah Lampung Tengah
Tahun 2004-2009 : SD 02 Kotagajah Lampung Tengah
Tahun 2009-2011 : SMP Negeri 02 Kotagajah Lampung Tengah,
Tahun 2011-2013 : SMA Negeri 01 Kotagajah
Tahun 2013-2017 : S1 Kedokteran Universitas Islam Sumatera
Utara
Tahun 2017- 2019 : Institut Kesehatan Helvetia Medan S2
Kesehatan Masyarak
ABSTRAK

Poppy Indah T. Faktor Yang Memengaruhi Perilaku Penderita Tuberkulosis


Paru Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberkulosis Di Puskesmas Polonia
Medan Tahun 2019 (dibimbing oleh Asyiah Simanjorang dan Asriwati)

Tuberkulosis Paru (TB) merupakan masalah kesehatan, Kepatuhan


pemakaian obat tuberculosis (OAT) sangatlah penting karena akan menimbulkan
resistensi terhadap OAT atau yang disebut dengan Multi Drugs Resistence
(MDR). Adapun tujuan penelitian ini adalah menganalisis factor yang
memengaruhi perilaku penderita TB Paru dalam mengonsumsi obat anti
tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.
Jenis penelitian adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional
study. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Polonia Medan. Populasi
penelitian adalah pasien Tuberkulosis Paru kategori I yang berkunjung di
Puskesmas Polonia Medan dari bulan Oktober - November tahun 2019, sampel
diperoleh dengan total sampling sebanyak 48 orang. Data dianalisis dengan Chi
Square dan Regresi Logistik.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden
berumur 36-45 tahun yaitu sebanyak 24 (50,00%), berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 31 (64,58%), tamatan SMA yaitu sebanyak 21 (43,75%) responden.
Berdasarkan hasil analisa bivariat didapatkan bahwa nilai p-value <0,05 yaitu faktor
pengetahuan (p=0,004), sikap (p=0,000), persepsi (p=0,007), dukungan keluarga
(p=0,008), dan pengawas minum obat (p=0,000) terhadap konsumsi obat anti
tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.
Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa faktor yang memengaruhi
pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan
tahun 2019 adalah pengetahuan, sikap, persepsi, dukungan keluarga, dan
pengawasan minum obat pasien. Dengan hasil penelitian ini diharapkan kepada
Kepala Puskesmas Polonia Medan agar dapat meningkatkan pengetahuan pasien,
keluarga, dan masyarakat terhadap tuberculosis paru dengan cara memberikan
penyuluhan berupa konseling, leaflet, dan video tentang tuberculosis paru.

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Persepsi, DukunganKeluarga,


PengawasanMinumObat Pasien
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGAJUAN .......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ........................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ................................................ ix
Daftar Riwayat Hidup ................................................................................... xi
ABSTRACT ..................................................................................................... xii
ABSTRAK ..................................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar belakang ............................................................................. 1
1.2. Rumusan masalah ........................................................................... 5
1.3. Tujuan penelitian ............................................................................ 5
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................... 5
1.3.2. Tujuan Khusus .................................................................. 5
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6
1.4.1 Manfaat Teoretis ..................................................................... 6
1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 8


2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu ........................................................ 9
2.2. Telaah Teori .................................................................................... 9
2.2.1 Kepatuhan ........................................................................... 9
2.2.1.1 Pengertian Kepatuhan .............................................. 9
2.2.1.2 Ketidakpatuhan ......................................................... 11
2.2.2 Tuberkulosis ......................................................................... 13
2.2.2.1 Pengertian Tuberkulosis ............................................ 13
2.2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Paru ............................... 14
2.2.2.3 Patogenesis Tuberkulosis Paru ................................... 15
2.2.2.4 Gejala Klinis Tuberkulosis Paru ................................ 16
2.2.2.5 Cara Mendiagnosis Tuberkulosis Paru ...................... 17
2.2.2.6 Pengobatan Tuberkulosis Paru ................................... 19
2.2.2.7 Pencegahan dan Pengobatan Tuberkulosis Paru ....... 21
2.2.2.8 Komplikasi ................................................................. 25
2.2.3 Perilaku Kesehatan .............................................................. 25
2.2.3.1 Pengertian Perilaku Kesehatan ................................... 25
2.2.3.2 Respon Perilaku ......................................................... 26
2.2.3.3 Macam-Macam Perilaku ............................................ 26
2.2.3.4 Perilaku Precede-preceed Green ................................ 27
2.2.3.5 Fakto-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Minum Obat ............................................................... 31
2.2.3.6 Kerangka Teori........................................................... 34
2.3 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................... 35
2.4 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 36

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 37


3.1 Jenis penelitian ................................................................................ 37
3.2 Lokasi dan waktu Penelitian ............................................................. 37
3.2.1 Lokasi Penelitian .................................................................... 37
3.2.2 Waktu Penelitian .................................................................... 37
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................ 37
3.3.1 Populasi .................................................................................. 37
3.3.2 Sampel Penelitian .................................................................. 38
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 38
3.4.1 Jenis Data ............................................................................... 38
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data .................................................... 38
3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................. 39
3.5 Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran ................................. 40
3.5.1 Definisi Operasional ................................................................ 40
3.5.2 Aspek Pengukuran .................................................................. 41
3.6 Metode Pengolahan Data .................................................................. 41
3.7 Analisis Data ..................................................................................... 41

BAB IV HASIL ANALISIS ........................................................................... 50


4.1 Gambaran Umum Puskesmas Polonia Medan.................................. 50
4.1.1 Sejarah Singkat Puskesmas ..................................................... 50
4.1.2 Fasilitas Gedung Permanen di Puskesmas Polonia ................. 51
4.2 Analisis Data Univariat .................................................................... 51
4.2.1 Distribusi Karakteristik Responden di Puskesmas Polonia
Medan tahun 2019 .................................................................. 52
4.2.1.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan
Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan di
Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019.......................... 52
4.2.1.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan
Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di
Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ......................... 53
4.2.1.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Pasien Dalam
Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas
Polonia Medan Tahun 2019 ............................................ 55
4.2.1.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Persepsi Pasien Dalam
Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas
Polonia Medan Tahun 2019 ............................................
4.2.1.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dukungan Keluarga
Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di
Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ......................... 60
4.2.1.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengawasan Minum
Obat Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti
Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 62
4.2.1.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan Minum
Obat Anti Obat Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti
Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 65
4.3 Analisis Data Bivariat ....................................................................... 66
4.3.1 Pengaruh Pengetahuan Pasien Dalam Mengonsumsi Obat
Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun
2019........................................................................................ 66
4.3.2 Pengaruh Sikap Pasien Dalam Mengonsumsi Obat
Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun
2019........................................................................................ 66
4.3.3 Pengaruh Persepsi Pasien Dalam Mengonsumsi Obat
Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun
2019........................................................................................ 67
4.3.4 Pengaruh Dukungan Keluarga Pasien Dalam Mengonsumsi
Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun
2019........................................................................................ 68
4.3.5 Pengaruh Penagwasan Minum Obat Pasien Dalam
Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia
Medan Tahun 2019 ................................................................ 69
4.4 Analisis Multivariat .......................................................................... 70

BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 72


5.1 Pengaruh Pengetahuan Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti
Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ................. 72
5.2 Pengaruh Sikap Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti
Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ................. 76
5.3 Pengaruh Persepsi Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti
Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ................. 79
5.4 Pengaruh Dukungan Keluarga Pasien Dalam Mengonsumsi Obat
Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ......... 82
5.5 Pengaruh Penagwasan Minum Obat Pasien Dalam Mengonsumsi
Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 86

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 89


6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 89
6.2 Saran ................................................................................................ 90

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1 Efek Samping Obat Tuberkulosis .................................................................21
3.1 Hasil Uji Validitas Pengetahuan ...................................................................42
3.2 Hasil Uji Validitas Sikap ...............................................................................43
3.3 Hasil Uji Validitas Persepsi .........................................................................43
3.4 Hasil Uji Validitas Dukungan Keluarga .......................................................44
3.5 Hasil Uji Validitas Pengawas Minum Obat ..................................................44
3.6 Hasil Uji Rehabilitas .....................................................................................45
3.7 Aspek Pengukuran ........................................................................................46
4.1 Distribusi Karakteristik Responden ..............................................................52
4.2 Distribusi Pengetahuan Pasien Dalam Mengonsumsi Obat TB ...................54
4.3 Distribusi Sikap Pasien Dalam Mengonsumsi Obat TB ..............................54
4.4 Distribusi Persepsi Pasien DalamMengonsumsi Obat TB ..........................55
4.5 Distribusi Dukungan Keluarga Dalam Mengonsumsi Obat TB ..................55
4.6 Distribusi Pengawas Minum Obat Dalam Mengonsumsi Obat TB .............56
4.7 Distribusi Kepatuhan Mengonsumsi obat TB ..............................................56
4.8 Pengaruh Pengetahuan Pasien Dalam Mengonsumsi Obat TB ...................57
4.9 Pengaruh Sikap Pasien Dalam Mengonsumsi Obat TB ...............................58
4.10 Pengaruh Persepsi Pasien Dalam Mengonsumsi Obat TB .........................59
4.11 Pengaruh Dukungan Keluarga Dalam Mengonsumsi Obat TB .................59
4.12 Pengaruh Pengawasan Minum Obat Dalam Mengosumsi Obat TB ...........60
4.13 Seleksi Variabel yang Menjadi Kandidat Model dalan Uji Regresi Logistik
Berdasrkan Analisa Bivariat ...............................................................................61
4.14 Hasil Tahapan Pertama Analisis Regresi Logistik ......................................62
4.15 Hasil Tahapan Akhir Analisis Regresi Logistik..........................................62
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Kerangka Teori........................................................................................... 33


3.2 Kerangka Konsep Penelitian ..................................................................... 34
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Koesioner Penelitian .................................................................................. 93


2. Master Tabel Penelitian.............................................................................. 100
3. Output Spss ................................................................................................ 102
4. Surat Ijin Survey Awal .............................................................................. 125
5. Surat Permohonan Uji Validitas ................................................................ 126
6. Surat Balasan Uji Validitas ........................................................................ 127
7. Surat Ijin Penelitian .................................................................................... 128
8. Surat Balasan Penelitian Dinas Kota Medan ............................................. 129
9. Surat Balasan Selesai Penelitian ................................................................ 130
10. Lembar Revisi ............................................................................................ 131
11. Lembar Konsultasi Pembimbing I ............................................................. 132
12. Lembar Konsultasi Pembimbing II ............................................................ 133
13. Foto-Foto Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis Paru (TB) sampai saat ini masih merupakan masalah

kesehatan, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Tuberkulosis merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit

kardiovaskuler dan saluran pernafasan dan merupakan penyakit nomor satu

terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.

Tuberkulosisi adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

mycrobacterium tuberkulosis yang dikenal sebagai bakteri tahan asam (BTA),

yang dapat menyerang berbagai organ terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak

diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi

berbahaya hingga kematian (1).

Berdasarkan Global Truberculosisi Report WHO tahun 2017, secara

global kasus baru tuberkulosis sebanyak 10,4 juta kasus, setara dengan 120 kasus

per 100.000 penduduk. 5 negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India,

Indonesia, China, Philipina, Pakistan. Tuberkulosis tetap menjadi 10 penyebab

kematian tertinggi di dunia dan kematian tuberkulosis secara global diperkirakan

1,3 juta pasien (2).

Berdasarkan Global Truberculosisi Report WHO tahun 2017, angka

insidensi tuberkulosisi di Indonesia pada tahun 2017 mengalami peningkatan

sebanyak 420.994 kasus dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun 2016

sebanyak 360.565 kasus dan 2015 330.910 kasus. Menurut jenis kelamin, jumlah
kasus pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan yaitu 1,4 kali dibandingkan

pada perempuan pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia. Dari hasil

survey prevalensi tuberkulosis didapatkan bahwa laki-laki memiliki resiko tertular

3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan, hal initerjadi karena laki-laki

lebih banyak terpapar pada faktor risiko TBC misalnya merokok dan

ketidakpatuhan minum obat (3).

Berdasarkan survey yang dilakukan pada tahun 2015 provinsi yang

tertinggi menderita TBC per 100.000 penduduk yaitu Sulawesi Utara (238), Papua

Barat (235), DKI jakarta (222), dan Provinsi yang terendah menderita TBC per

100.000 penduduk yaitu, Bali (70), Yogyakarta (73), Riau (92). Sedangkan

Sumatera Utara menempati urutan ke enam nasional dengan jumlah TB Paru 165

kasus per 100.000 penduduk di Indonesia (4).

Angka keberhasilan pengobatan pasien tuberkulosisi di Indonesia dari

tahun 2008 sampai dengan tahun 2017 cenderung mengalami penurunan. Pada

tahun 2008 sebanyak 89,5%, pada tahun 2009 sebanyak 89,2%, pada tahun 2010

sebanyak 88,1%, 2011 sebanyak 88,0%, 2012 sebanyak 84,9%, 2013 sebanyak

87,0%, 2014 sebanyak 85,1%, 2015 sebanyak 85,8%, 2016 sebanyak 85,0%, dan

pada tahun 2017 sebanyak 85,7% (5).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Diskes) Kota Medan tahun 2016

ditemukan jumlah kasus baru BTA + sebanyak 2.829 kasus, bila dibandingkan

dengan kasus baru BTA + yang ditemukan pada tahun 2015 sebanyak 3.111 kasus

dan tahun 2014 sebanyak 3.047 kasus, jumlah kasus Tersebut mengalami

penurunan. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya pelayanan kesehatan TB


yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dan juga melalui program

lintas sektor yang perduli terhadap kejadian TB di Kota Medan (6).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Diskes) Kota Medan tahun 2017,

TB berjumlah 5.386 jiwa, TB Paru BTA Positif sebanyak 2.966 kasus, adapun

BTA positif yang diobati sebanyak 2.966 kasus. Tahun 2012 TB berjumlah 5.936

jiwa, TB Paru BTA Positif sebanyak 2.286 jiwa, adapun BTA Positif yang diobati

sebanyak 2.286 jiwa (6).

Berdasarkan banyaknya kasus tuberkulosis maka pemerintah

mengeluarkan kebijakan dalam penanggulangan tuberkulosis melalui pengadaan

obat anti tuberkulosis (OAT) dalam strategi (Direcly Obsrved Treatment

Shoutcourse) DOTS. DOTS memiliki lima komponen yaitu komitmen pemerintah

untuk mempertahankan kontrol terhadap TB paru, deteksi kasus TB paru dari

orang-orang yang memiliki gejala melalui pemeriksaan dahak, pengobatan teratur

selama 6 sampai 8 bulan yang di awasi, persediaan obat TB paru yang rutin dan

tidak terputus, dan sisitem laporan untuk evaluasi perkembangan pengobatan dan

program (7).

Kepatuhan pemakaian obat TB sangatlah penting karena bila pengobatan

tidak dilakukan secara teratur, tidak sesuai dengan waktu pengobatan, dan

penggunaan obat anti tuberkulosis (OAT) tidak adekuat akan menimbulkan

resistensi terhadap OAT atau yang disebut dengan Multi Drugs Resistence

(MDR), Penderita tuberkulosis tersebut akan menjadi sumber penularan kuman

yang resisten di masyarakat. Resistensi kuman terhadap OAT harus ditanggulangi

agar tidak menimbulkan situasi yang lebih parah, sehingga dibutuhkan


pengobatan yang efektif dan rasional agar penderita tuberkulosis paru sembuh dan

insidens tuberkulosis dapat diturunkan (8).

Banyak faktor yang diduga mempengaruhi ketidakpatuhan untuk berobat

secara teratur yaitu faktor, ekonomi, kultural, personal ( pengetahuan, keyakinan,

dan motivasi minum obat yang rendah.), pendidikan, dan, dukungan keluarga.

Berbagai penelitian membuktikan hanya dengan mengatasi faktor-faktor tersebut

sangat berpengaruh terhadap kepatuhan berobat. Ketidakpatuhan terhadap strategi

pengobatan sering terjadi dan menjadi penyebab tersering gagalnya terapi inisial

dan kasus kambuh (7).

Untuk mendapat kesembuhan penderita TB harus memiliki keyakinan diri

tentang seberapa serius kondisi dan gejala penyakit yang diderita dan dampak

dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga penderita TB mampu menjalankan

pengobatan dalam jangka waktu yang lama dan penderita TB memiliki keyakinan

untuk sembuh dari penyakit tersebut.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas

Polonia Medan terhadap 10 orang pasien yang menderita tuberkulosis paru

dengan melakukan wawancara, diketahui bahwa sebanyak 8 orang yang

menyataan bahwa tidak perlu minum obat berkali-kali, karena dengan minum 1

kali saja sudah sembuh. Pernyataan penderita tuberkulosis terkait ketidakpatuhan

minum obat bahwa masih kurangnya pengetahuan dan buruknya persepsi pasien

mengenai penyakit yang dideritanya dan juga mengenai tatalaksana pengobatan

penyakit tuberkulosis paru dan kurangnya dukungan dari keluarga dalam


memotivasi minum obat tuberkulosis paru sehingga penderita tuberkulosis tidak

tuntas dalam pengobatannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul penelitian “Faktor yang Memengaruhi Perilaku

Penderita TB Paru dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di

Puskesmas Polonia Medan tahun 2019”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah: faktor apa sajakah yang memengaruhi perilaku penderita TB Paru dalam

mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019?

1.3 TujuanPenelitian

1.3.1 TujuanUmum

Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi perilaku penderita TB Paru

dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun

2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan pasien dalam mengonsumsi obat

anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.

2. Untuk menganalisis pengaruh sikap pasien dalam mengonsumsi obat anti

tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.

3. Untuk menganalisis pengaruh persepsi pasien dalam mengonsumsi obat anti

tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.


4. Untuk menganalisis pengaruh dukungan keluarga dalam mengonsumsi obat

anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.

5. Untuk menganalisis pengaruh pengawasan minum obat pasien dalam

mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.

6. Untuk menganalisis variabel yang paling berpengaruh dalam mengonsumsi

obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi Mahasiswa di Institut Kesehatan Helvetia

Untuk menerapkan teori-teori dan pengetahuan tentang kesiapsiagaan Dinas

Kesehatan terhadap penanggulangan bencana banjir dan perlu untuk diteliti

lebih dalam.

2. Bagi Akademik

Dapat dijadikan sebagai referensi dan perbandingan bagi peneliti lain, yang

berminat mengembangkan topik bahasan ini, yaitu tentang kesiapsiagaan

Dinas Kesehatan terhadap penanggulangan bencana banjir

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Penderita

Memberikan pengetahuan, motivasi dan dukungan kepada penderita tuberkulosis

Paru dalam rangka kesembuhan terhadap pengobatan tuberkulosis paru .

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Polonia Medan dalam

melaksanakan program penanggulangan tuberkulosis paru dan


meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada penderita tuberkulosis

paru.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan informasi dan pengembangan wawasan keilmuan bagi

peneliti lain, khususnya mengenai faktor-faktor yang mempegaruhi prilaku

penderita tuberkulosisi dalam menkonsumsi obat pada penderita

tuberkulosis paru dan diharapkan bermanfaat dan dapat digunakan sebagai

bahan referensi untuk penelitian selanjutnya

4. Bagi Peneliti Sendiri

Sebagai sarana bagi penulis untuk meningkatkan pengetahuan dan

wawasan serta pengalaman dalam melakukan penelitian mengenai perilaku

penderita TB Paru dalam menkonsumsi OAT pada pasien tuberkulosis

paru serta dapat dijadikan dasar dalam melakukan penelitian di masa yang

akan datang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Sufatmi (2014) yang dilakukan di Balai Kesehatan Tanjung Balai

menyimpulkan bahwa Dari hasil analisis chi-square antara pengetahuan dengan

ketidakpatuhan minum obat diperoleh nilai p = 0,002 dan OR = 5,833. Karena

nilai p (0,002) < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan dengan ketidakpatuhan minum obat (9).

Nurayati (2014) di Puskesmas Glugur darat menyimpulkan bahwa dari hasil

uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan

ada pengaruh yang signifikan antara sikap mendukung pengawas menelan obat

terhadap kepatuhan minum obat). Kemudian hasil analisis diperoleh pula nilai 0R

2,138 (95% CI = 1,439-3,176), artinya penderita tuberkulosis paru yang

memperoleh sikap mendukung dari pengawas menelan obat saat komunikasi

interpersonal 2,1 kali untuk patuh minum obat dibandingkan penderita

tuberkulosis paru yang tidak mendapatkan sikap mendukung dari pengawas

menelan obat (10).

Silaswati (2014) yang berjudul“Faktor Kunci Ketidakpatuhan Pengobatan

Tuberkulosis Paru Di Puskesmas WilayahKecamatan Bekasi Timur”,

menyimpulkan bahwa pada hasil penelitiannya beberapa faktor yang

mempengaruhi ketidakpatuhan seperti usia (p value 1,000), jenis kelamin (p value

0,948), pendidikan (p value 0,047), pengetahuan (p value 0,016), pekerjaan(p

value 1,000) dan motivasi (p value 0,037). Dengan nilai tersebut dapat
disimpulkan bahwa ketidakpatuhan memiliki hubungan yang signifikan dengan

pendidikan, pengetahuan dan motivasi, namun tidak berhubungan dengan usia,

jenis kelamin dan pekerjaan (11).

Bertin (2009), yang berjudul ”Faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan pengobatan pada pasien TB di wilayah Jawa Tengah”, meyimpulakn

bahwa pada hasil penelitainnya terdapat pengaruh yang kuat antara jarak tempat

tinggal pasien hingga tempat pengobatan dengan nilai p=0,097, status gizi p=1,00

dengan keteraturan berobat p=0,00, r=0,75 terhadap keberhasilan pengobatan (12).

Novitasari (2017), pada penderita TB di Puskesmas Patrang Kabupaten

Jember pada tahun 2017 didapatkan hasil adanya hubungan antara efikasi

(keyakinan diri) dengan kepatuhan mengkonsumsi obat TB (13).

2.2 Telaah Teori

2.2.1 Kepatuhan

2.2.1.1 Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan (Compliance) adalah tingkat pasien melaksanakan cara

pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh yang lain.

Konsep kepatuhan (Compliance) dalam konteks medis, sebagai tingkatan yang

menunjukkan perilaku pasien dalam mentaati atau mengikuti prosedur atau saran

ahli medis. Safitri mendefinisikan kepatuhan (Compliance) yang juga dikenal

dengan ketaatan (Adherence) adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran

klinis dari dokter yang mengobatinya (14).


Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan partisipasi aktif pasien

dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien dan petugas

kesehatan. Penderita yang patuh berobat adalah yang menyeselaikan

pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6

bulan sampai dengan 9 bulan (15).

Penderita dikatakan lalai jika tidak datang lebih dari 3 hari sampai 2

bulan dari tanggal perjanjian dan dikatakan Droup Out jika lebih dari 2 bulan

berturut-turut tidak datang berobat setelah dikunjungi petugas kesehatan

.Pengobatan memerlukan jangka waktu yang panjang akan memberikan

pengaruh-pengaruh pada penderita seperti: (15)

1. Merupakan suatu tekanan psikologis bagi seorang penderita tanpa

keluhan atau gejala penyakit saat dinyatakan sakit dan harus

menjalani pengobatan sekian lama.

2. Bagi penderita dengan keluhan atau gejala penyakit setelah

menjalani pengobatan 1-2 bulan atau lebih lama keluhan akan segera

berkurang atau hilang sama sekali penderita akan merasa sembuh

dan malas untuk meneruskan pengobatan kembali.

3. Datang ke tempat pengobatan selain waktu yang tersisa juga

menurunkan motivasi yang akan semakin menurun dengan lamanya

waktu pengobatan.

4. Pengobatan yang lama merupakan beban dilihat dari segi biaya yang

harus dikeluarkan.
5. Efek samping obat walaupun ringan tetap akan memberikan rasa

tidak enak terhadap penderita.

6. Sukar untuk menyadarkan penderita untuk terus minum obat

selama jangka waktu yang ditentukan.

Karena jangka waktu pengobatan yang ditetapkan lama maka terdapat

beberapa kemungkinan pola kepatuhan penderita yaitu penderita berobat

teratur dan memakai obat secara teratur, penderita tidak berobat secara teratur

(defaulting), penderita sama sekali tidak patuh dalam pengobatan yaitu putus

berobat (droup out), kepatuhan penderita dapat dibedakan menjadi: (15)

1. Kepatuhan penuh (Total compliance) Pada keadaan ini penderita tidak

hanya berobat secara teratur sesuai batas waktu yang ditetapkan

melainkan juga patuh memakai obat secara teratur sesuai petunjuk.

2. Penderita yang sama sekali tidak patuh (Non compliance) yaitu

penderita yang putus berobat atau tidak menggunakan obat sama

sekali.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka kepatuhan didefinisikan

sebagai kecenderungan perilaku pasien untuk melaksanakan perintah yang

disarankan oleh orang yang berwenang, disini adalah dokter, perawat, dan petugas

kesehatan lainnya (14.

2.2.1.2 Ketidakpatuhan

Ketidakpatuhan adalah jika pasien tidak melakukan apa yang diperintahkan

dokter. Sementara itu ketidakpatuhan berobat pada pasien tuberculosis adalah


apabila pasien tidak berobat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa

pengobatan selesai.

Faktor-faktor yang menyebabkan pasien tuberkulosis tidak patuh antara

lain sebagai berikut:

Faktor internal;

a. Pengetahuan,

b. Pertimbangan kerugian biayadan waktu,

c. Pertimbangan keuntungan dan keefektifan

d. Ciri-ciri individual,

e. Sikap

f. Demografi

Faktor eksternal :

a. Komunikasi pasiendan dokter

b. Dukungan sosial

c. Dukungan petugas kesehatan

d. Regimen obat, bentuk-bentukketidakpatuhan minum obat.

Bentuk-bentuk ketidakpatuhan minum obat adalah sebagai berikut : minum

obat lebih sedikit dari dosis, minum obat lebih banyak dari dosis, tidak mengamati

interval dosis yang benar, tidak mengamati waktu pengobatan yang benar,

meminum obat tambahan diluar dari resep dokter.

Menurut Pohan ketidakpatuhan adalah gagal minum obat sesuai anjuran,

tidak mengikuti aturan, berhenti melakukan latihan rehabilitasi terhadap diet dan

perubahan pola hidup yang dianjurkan praktisi kesehatan, menghilangkan


beberapa dosis, mengunakan obat untuk alasan yang salah, minum obat dengan

jumlah yang salah dan waktu yang salah, tidak melanjutkan minum obat sampai

batas waktu yang ditentukan (16).

2.2.2 Tuberkulosis

2.2.2.1 Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang banyak menginfeksi

manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.Penyakit ini banyak

menginfeksi paru dan jika di obati dengan baik penyakit ini dapat sembuh.

Transmisi penyakit biasanya melalaui saluran nafas yaitu melalui droplet yang

dihasilkan oleh pasien yang terinfeksi tuberculosis (17).

2.2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

infeksi kuman (basil) Mycobacterium tuberculosis.Kuman Mycobacterium

Tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap

asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).

Jika dipanaskan pada suhu 60ºC akan mati dalam waktu 15-20 menit. Kuman ini

sangat rentan terhadap sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet, selnya terdiri

dari rantai panjang glikolipid dan phospoglican yang kaya akan mikolat

(Mycosida) yang melindungi sel mikobakteria dari lisosom serta menahan

pewarna fuschin setelah disiram dengan asam (basil tahan asam) (18).

Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran

pencernaan (GI), dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tb ini terjadi

melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman


basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.Droplet yang terhirup sangat

kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus,

dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Infeksi

dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara

pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran

limfe akan membawa kuman tuberkulosis ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru,

dan ini disebut sebagai kompleks primer (18).

Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan

perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan

menjadi penderita tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai

terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Faktor- faktor yang

meningkatkan risiko terinfeksi tuberkulosis adalah (19):

1. Faktor Sosial Ekonomi

Berhubungan erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan

perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat

memudahkan penularan tuberkulosis.Pendapatan keluarga sangat erat juga

dengan penularan tuberkulosis, karena pendapatan yang kecil membuat orang

tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

2. Status Gizi

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan

lainlain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan

terhadap penyakit termasuk tuberkulosis paru.


3. Umur

Penyakit tuberkulosis paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia

produktif (15–50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi

menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut

lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat

rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit tuberkulosis paru.

4. Jenis Kelamin

Penyakit tuberkulosis paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki

dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun

ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat tuberkulosis paru, dapat

disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang

disebabkan oleh tuberkulosis paru dibandingkan dengan akibat proses

kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih

tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat

menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan

agen penyebab tuberkulosis paru (19).

2.2.2.3 Patogenesis Tuberkulosis Paru

Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pada

waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk

droplet (percikan dahak). Setiap kali penderita tuberkulosis paru batuk maka akan

dikeluarkan 3000 droplet yang efektif (memiliki kemampuan menginfeksi).

Droplet yang mengandung kuman tuberkulosis akan bertahan di udara pada suhu

kamar selama 1-2 jam tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi dan
kelembapan. Dalam suasana lembab dan gelap bakteri dapat bertahan berhari-hari

bahkan berbulan-bulan. Orang dapat terinfeksi apabila droplet tersebut terhirup ke

dalam saluran pernapasan dan menempel pada jalan nafas atau paru-paru.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari

cabang trachea-bronkhial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Namun bila

tidak semuanya keluar, bakteri yang tinggal justru menempel dan berkembang

biak pada makrofag dan akan menginfeksi paru (20).

Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis

pneumoni kecil dan disebut sarang primer atau fokus ghon. Dari sarang primer

akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus dan juga diikuti

pembesaran kelenjar getah bening hilus. Semua proses ini memakan waktu 3-8

minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,

kalsifikasi di hilus dan dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang

dormant.

Berkomplikasi dan menyebar (19).

2.2.2.4 Gejala Klinis Tuberkulosis Paru

Gejala utama pasientuberkulosis paru adalah batuk berdahak selama 2-3

minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak

bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, napsu makan menurun,

berat badan menurun, malaise, berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik,

demam lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut dapat juga dijumpai pada
penyakit paru selain tuberkulosis, seperti bronkiektasi, bronkitis kronis, asma,

kanker paru, dan lain-lain. Prevalensi tuberkulosis paru di Indonesia saat ini masih

tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK (Unit Pelayanan Kesehatan)

dengan gejala tersebut, dianggap sebagai tersangka (suspek) pasien tuberkulosis

paru dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskospis langsung (21).

2.2.2.5 Cara Mendiagnosis Tuberkulosis Paru

Semua suspek tuberkulosis diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,

yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis tuberkulosis paru pada orang

dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman Tuberkulosis (BTA). Pada

program tuberkulosis nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak

mikroskopis merupakan diagnosis utama (Kemenkes RI, 2011). Pemeriksaan

sputum merupakan hal yang penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,

diagnosis tuberkulosis sudah bisa ditegakkan. Dikatakan BTA (+) jika ditemukan

dua atau lebih dahak BTA (+) atau 1 BTA (+) disertai dengan hasil radiologi yang

menunjukkan tuberkulosis aktif (22).

Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat

digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis paru hanya berdasarkan pemeriksaan

foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada

tuberkulosis paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan

radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit (21).

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan pemeriksaan


penunjang lainnya.Pada pemeriksaan fisik, kelainan paru pada umumnya terletak

di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah

apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara

nafas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan

paru, diafragma, dan mediastinum.

Gambar 2.1 Alur diganosis tuberkulosis


Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis (21)
2.2.2.6 Pengobatan Tuberkulosis Paru

1. Pengobatan dari kedokteran

Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk:

a. Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan

produktivitas.

b. Mencegah kematian.

c. Mencegah kekambuhan.

d. Mengurangi penularan.

e. Mencegah terjadinya resistensi obat

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan

gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap

(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan (22).

b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung (DOTS = Directly Observed Treatment Short -Course) oleh seorang

Pengawas Menelan Obat (PMO)

Pengobatan tuberkulosis paru diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif

dan lanjutan.

a. Tahap Awal (Intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap

intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien tuberkulosis BTA

positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

b. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka

waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistent

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (21).

Panduan obat tuberkulosis paru dapat dibagi atas 4 kategori, yaitu :

1. Kategori I:

Kasus: tuberkulosis paru BTA +, BTA -, lesi luas

Pengobatan: 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/ 6 HE; 2RHZE/ 4R3H3.

2. Kategori II:

Kasus: Kambuh

Pengobatan: RHZES/ 1RHZE/ sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES/

1RHZE/5RHE

Kasus: Gagal pengobatan

Pengobatan: kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin/ ofloksasin,

etionamid, sikloserin atau 2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE Kasus: tuberkulosis paru

putus berobat Pengobatan: 2RHZES/RHZE/ 5R3H3E3

3. Kategori III:

Kasus: tuberkulosis paru BTA – lesi minimal

Pengobatan: 2 RHZE/ 4RH atau 6 RHE atau 2RRHZE 4 R3H3 53

4. Kategori IV:
Kasus: Kronik

Pengobatan: RHZES/ sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) +

obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan).

Kasus: MDR tuberkulosis

Pengobatan: Sesuai uji resistensi+ OAT lini 2 atau H seumur hidup.

Tabel 2.1 Efek Samping Obat Tuberkulosis

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan


Tidak ada nafsu makan Rifampicin Semua OAT diminum malam
sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri Aspirin
Kesemutan s/d rasa INH Beri vitamin B6 ( piridoxin )
terbakar di kaki 100 mg per hari
Warna kemerahan pada Rifampicin Tidak perlu diberi apa-apa, tapi
seni ( urine ) penjelasan pada pasien
Gatal dan kemerahan Kulit Semua Jenis OAT Ikuti petujuk pelaksanaan
dibawah
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
Gangguan Keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti
Etambutol
Ikterus tanpa penyebab Hampir Semua Hentikan semua OAT sampai
OAT ikterus menghilang

Bingung dan muntah- Hampir Semua Hentikan semua OAT, segera


muntah (permulaan ikterus OAT lakukan tes fungsi hati.
karena obat)
Gangguan Penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol
Purpura dan rejatan(Syok) Rifampicin Hentikan Rifampisin
(21)

2.2.2.7 Pencegahan dan Pengobatan Tuberkulosis

Pencegahan tuberkulosis paru dibagi 2 yaitu :

1. Promotif

a. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu tuberkulosis

b. Pemberitahuan baik melalui spanduk atau iklan tentang bahaya

tuberkolosis, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko


c. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.

2. Preventif

a. Menggunakan isoniazid (INH)

b. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.

c. Bila ada gejala-gejala tuberkolosis segera ke Puskesmas atau Rumah Sakit,

agar dapat diketahui secara dini (21).

3. Edukasi

Menurut Depkes RI dalam pelatihan tatalaksana tuberkulosis bagi

pengelola program tuberkulosis di fasilitas pelayanan kesehatan, terdapat hal-hal

penting mengenai informasi dan edukasi yang perlu diperhatikan tentang

tuberculosis. Sebelum memberikan informasi kepada pasien tentang tuberkulosis,

ajukan terlebih dahulu pertanyaan untuk menjajaki pengetahuan mereka saat ini

tentang tuberkulosis. Lalu gunakan alat bantu yang tersedia seperti lembar balik

untuk pasien dalam menyampaikan informasi tentang tuberkulosis. Pesan-pesan

yang perlu dikomunikasikan: (15).

a. Penyakit tuberkulosis

Ulangi pesan yang telah disampaikan pada saat pasien datang sebagai suspek

untuk memperkuat informasi tersebut.

b. Tuberkulosis dapat disembuhkan


Sampaikan kepada pasien bahwa penyakit tuberkulosis dapat disembuhkan

secara tuntas bila ia menjalankan pengobatan dengan teratur dan tidak putus

berobat di tengah jalan.

c. Kesediaan pasien menjalankan pengobatan

Sebelum memberikan obat kepada pasien, sampaikan bahwa pengobatan tidak

boleh terputus. Putus berobat akan menyebabkan kuman yang masih tersisa

dalam tubuh menjadi kebal terhadap obat yang saat ini tersedia di Indonesia dan

pengobatan tersebut mahal harganya. Obat yang saat ini diberikan sangat

berkualitas dan disediakan oleh pemerintah. Untuk itu sebaiknya diperlukan

kesungguhan pasien dalam menjalankan pengobatan tuberkulosis.

d. Perlunya pengawasan minum obat

Petugas kesehatan menjelaskan pentingnya pengawasaan menelan obat bagi

pasien. Jelaskan bahwa pasien menelan seluruh obat dengan diawasi oleh

seorang Pengawas Minum Obat (PMO), untuk memastikan bahwa pasien

menelan seluruh obat secara benar, teratur dan sesuai waktu yang ditentukan.

e. Penjelasan tentang paduan obat meliputi :

a) Lama waktu pengobatan

b) Jenis obat dan cara pemberiannya

c) Kualitas obat

d) Frekuensi kunjungan mengambil obat

e) Kemana pergi untuk mengambil obat


Jelaskan pada pasien untuk melihat kemajuan pengobatan dan memastikan

pasien dapat melanjutkan pengobatan ke tahap lanjutan maka dahak perlu

diperiksa kembali. Pasien perlu tahu secara jelas apa yang mungkin terjadi selama

pengobatan tuberkulosis, dan apa yang harus dilakukan selanjutnya.

f. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada pasien tuberkulosis

Perlu disampaikan bahwa pasien sebaiknya menjaga kesehatan dengan hidup

bersih dan sehat, misalnya :

a) Menjemur alat tidur

b) Membuka jendela dan pintu agar udara dan sinar matahari masuk. Aliran

udara dalam ruangan dapat mengurangi jumlah kuman di udara. Sinar

matahari langsung dapat mematikan kuman.

c) Makan makanan bergizi

d) Tidak merokok dan tidak minum minuman beralkohol

e) Olahraga teratur bila memungkinkan

Setelah pertemuan awal dengan pasien tuberkulosis, lanjutkan memberikan

informasi yang tepat tentang tuberkulosis pada setiap kunjungan. Selama masa

pengobatan, informasi yang perlu dikomunikasikan adalah :

a. Efek samping obat.

b. Jenis, warna kemasan, jumlah dan frekuensi obat.

c. Pentingnya kepatuhan pasien.

d. Pasien harus menelan seluruh obat yang dianjurkan pada waktu yang telah

ditentukan agar bisa sembuh.


e. Apabila pasien merasa lebih baik, harus tetap melanjutkan pengobatan

sampai selesai.

f. Apabila pasien pindah atau berpergian harus menginformasikan kepada

petugas kesehatan atau PMO, sehingga kelangsungan pengobatan dapat

diatur lagi.

g. Pentingnya pemeriksaan dahak, frekuensi dan arti hasil pemeriksaan (21).

2.2.2.8 Komplikasi

Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan

menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi

lanjut.

1. Komplikasi dini: Batuk darah, efusi pleura, empiema, laringitis

2. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas yaitu SOPT (Sindrom Obstruksi

Pasca Tuberkulosis), kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom

gagal napas dewasa, sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

Komplikasi penderita stadium lanjut adalah hemoptisis berat (perdarahan

dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena

syok, kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi

ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya (23)

2.2.3 Perilaku Kesehatan

2.2.3.1 Pengertian Perilaku Kesehatan

Secara umum pengertian perilaku adalah segala sesuatau perbuatan atau

tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup. Faktor yang dapat mempengarui
proses pembentukan dan perubahan prilaku adalah faktor yang berasal dari diri,

antara lain susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi dan belajar. Prilaku

sangat dipengaruhi oleh SSP (Susunan Saraf Pusat) karena perpindahan

rangsangan ke respon yang dihasilkan dilaukan oleh unit dasar dari SSP yaitu

neuron, neuron juga memindahkan energi dalam impuls-impuls syaraf. Perubahan

yang terjadi dalam perilaku seseorang dapat dilihat melalui persepsi. Persepsi ini

adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra pendengaran, penciuman dan

sebagainya (24).

2.2.3.2 Perilaku Precede-Proceed Green

Teori atau model yang digunakan dalam penelitian untuk mengungkap

determinan perilaku individu, khususnya perilaku yang berhubungan dengan

kesehatan dan proses terjadinya perubahan perilaku adalah precede-proceed

(Predisposing, Reinforcing, Enabling Causes) dengan alasan di dalamnya

terdapat pengkajian, perencanaan intervensi dan evaluasi yang menjadi satu

kerangka kerja. Dan teori yang lain untuk menjelaskan penyebab perilaku

secara individu adalah Theory of Planned Behavior (TPB) dan Health Belief

Model (HBM) precede – proceed model (26)

Precede (Predisposing, Reinforcing, Enabling Causes), pendekatan ini

direkomendasikan untuk evaluasi keefektifan intervensi dan memfokuskan target

utama dalam intervensi. Kerangka dalam model precede, terdapat 8 (enam)

tahapan, yaitu diagnosis sosial, diagnosis epidemiologi, identifikasi faktor non

perilaku, identifikasi faktor predisposing, reinforcing dan enabling yang

berhubungan dengan perilaku kesehatan, rencana intervensi dan diagnosis


administratif dan lainnya untuk pengembangan dan pelaksanaan program

intervensi (8). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Sumber : Green, Lawrence, dan Marshall W, Kreuter

Gambar 2.10 Perilaku Teori Precede procede

a. Fase satu: diagnosis sosial merupakan penekanan pada identifikasi

masalah sosial yang berdampak pada masyarakat. Diagnosis ini juga

sebagai proses penentuan persepsi masyarakat terhadap kebutuhannya atau

terhadap kualitas hidupnya dan aspirasi masyarakat untuk meningkatkan

kualitas hidupnya. Indikator yang digunakan terkait masalah sosial adalah

indiaktor sosial yang penilaiannya didasarkan data sensus ataupun statistik

vital yang ada maupun dengan melakukan pengumpulan data secara

langsung dari masyarakat.


b. Fase dua: diagnosis epidemiologi yaitu melakukan identifikasi terkait

dengan aspek kesehatan yang berpengaruh terhadap kualitas hidup. Pada

fase ini dicari faktor kesehatan yang mempengaruhi kualitas hidup yang

dapat digambarkan secara rinci berdasarkan data yang ada baik berasal

dari data lokal, regional maupun nasional. Pada fase ini diidentifikasi

siapa atau kelompok mana yang terkena masalah kesehatan (umur, jenis

kelamin, lokasi, suku dan lainnya), bagaimana pengaruh atau akibat

dari masalah kesehatan tersebut (kematian, kesakitan, ketidakmampuan,

dan tanda gejala yang ditimbulkannya) dan bagaimana cara untuk

menanggulangi masalah kesehatan (imunisasi, perawatan/ pengobatan,

perubahan lingkungan dan perubahan perilaku). Informasi ini sangat

dibutuhkan untuk menetapkan prioritas masalah yang biasanya

didasarkan atas pertimbangan besarnyamasalah dan akibat yang

timbulkannya serta kemungkinan untuk diubah.

c. Fase tiga: merupakan kegiatan identifikasi/diagnosis terhadap faktor-

faktor perilaku dan lingkungan yang berhubungan dengan masalah-

masalah kesehatan yang ditunjukkan pada fase sebelumnya. Identifikasi

dilakukan terhadap faktor risiko yang secara spesifik terkait masalah-

masalah kesehatan yang terkait dengan perilaku. Demikian juga

dilakukan identifikasi terhadap faktor lingkungan sebagai faktor dari

luar yang berhubungan dengan masalah-masalah kesehatan dan kualitas

hidup. Faktor lingkungan dapat dikontrol dan dimodifikasi sedemikian


rupa untuk dapat menanggulangi masalah kesehatan dan kualitas hidup.

d. Fase empat: di dalam fase ini melakukan diagnosis terhadap faktor-faktor

secara spesifik dan potensial mempengaruhi perilaku kesehatan lingkungan.

Perubahan perilaku kesehatan dan lingkungan sebagai tujuan promosi

kesehatan yang memperhatikan 3 aspek yaitu: faktor predisposisi

(meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, dan persepsi), faktor

pendukung (meliputi sumber daya) dan faktor-faktor pendorong (meliputi

tokoh masyarakat, petugas kesehatan atau pihak yang sudah terlebih

dahulu berubah perilakunya). Fase ini menilai faktor-faktor yang secara

langsung berdampak terhadap perilaku dan lingkungan untuk kepentingan

membantu perencana dalam melaksanakan intervensi dengan sumber

daya yang ada. Upaya intervensi, selanjutnya dilakukan penentuan

prioritas berdasarkan seleksi terhadap faktor-faktor yang ada.

e. Fase kelima: adalah merupakan tahapan penilaian terhadap organisasi/

kebijakan dan kemampuan administrasi serta sumber daya untuk

mengembangkan program

f. Fase keenam: berhubungan dengan pengembangan dan pelaksanaan

program intervensi seperti program kampanye (cetak dan audiovisual,

modifikasi perilaku, pemodelan, pengembangan masyarakat dan lain

sebagainya.

g. Fase ketujuh: fokus pada evaluasi yang diarahkan pada evaluasi proses,

dampak

h. Fase kedelapan: evaluasi yang dilakukan terhadap hasil intervensi pada fase
sebelumnya (26).

2.2.3.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat

Faktor-faktor yang mendasari minat yaitu faktor dorongan dari dalam, faktor

dorongan yang bersifat sosial dan faktor yang berhubungan dengan emosional.

Faktor dari dalam dapat berupa kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani dan

kejiwaan. Timbulnya minat dari diri seseorang juga dapat didorong oleh adanya

motivasi sosial yaitu mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari lingkungan

masyarakat dimana seseorang berada sedangkan faktor emosional memperlihatkan

ukuran intensitas seseorang dalam menanam perhatian terhadap suatu kegiatan

atau obyek tertentu.

Oleh karena itu minat merupakan aspek psikis yang dimiliki seseorang yang

menimbulkan rasa suka atau tertarik terhadap sesuatu dan mampu mempengaruhi

tindakan orang tersebut. Minat mempunyai hubungan yang erat dengan dorongan

dalam diri individu yang kemudian menimbulkan keinginan untuk berpartisipasi

atau terlibat pada suatu yang diminatinya. Seseorang yang berminat pada suatu

obyek maka akan cenderung merasa senang bila berkecimpung di dalam obyek

tersebut sehingga cenderung akan memperhatikan perhatian yang besar terhadap

obyek. Perhatian yang diberikan tersebut dapat diwujudkan dengan rasa ingin tahu

dan mempelajari obyek tersebut.

Menurut HsuanLi, 2016 mengemukakan bahwa pengalaman terhadap

kualitas pelayanan kesehatan pertama yang dirasakan akan berpengaruh terhadap

minat kunjungan ulang, sehingga dengan memberikan pelayanan dengan kualitas


baik serta terus meningkatkan kualitasnya akan menarik pelanggan untuk terus

berkunjung ke pelayanan kesehatan tersebut (27).

Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat

tuberkulosis (OAT) yaitu :

1. Faktor Predisposisi (predisposing factors)adalah faktor sebelum terjadinya

suatu prilaku, faktor ini terdiri dari pengetahuan, keyakinan, nilai-nilai, dan

sikap.

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

b. Keyakinan

Keyakinan adalah pendirian bahwa suatu fenomena atau objek benar atau

nyata. Kebenaran adalah kata-kata yang sering digunakan untuk

mengungkapkan atau mensyaratkan keyakinan agar terjadi perubahan

perilaku.

1. Seseorang harus yakin bahwa kesehatannya terancam.


2. Orang tersebut harus merasakan potensi keseriusan kondisiitu dalam

bentuk nyeri atau ketidaknyamanan, kehilanganwaktu untuk bekerja,

dan kesulitan ekonomi.

3. Dalam mengukur keadaan tersebut, orang yang bersangkutan harus

yakin bahwa menfaat yang berasal dariperilaku sehat melebihi

pengeluaran yang harus dibayarkandan sangat mungkin dilaksanan serta

berada dalamkapasitas jangkauannya.

4. Harus ada “isyarat kunci yang bertindak” atau sesuatukekuatan pencetus

yang membuat orang itu merasa perlumengambil keputusan tindakan.

c. Nilai

Secara langsung bahwa nilai-nilai perseorangan tidak dapat dipisahkan dari

pilihan perilaku. Konflik dalam hal nilai yang menyangkut kesehatan

merupakan satu dari dilema dan tantangan penting bagi para penyelenggara

pendidikan kesehatan.

d. Sikap

Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpikir, dan merasa dalam

menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi

merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu

terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat,

gagasan atau situasi, atau kelompok.

2. Faktor-Faktor Pendukung (enabling factors)

Merupakan faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, termasuk

di dalamnya adalah :
a. Sarana

Segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi

sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan dan juga dalam

rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja.

b. Prasarana

Penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam

pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua

kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan

sesuai dengan rencana.

1. Dana merupakan bentuk yang paling mudah yang dapat digunakan untuk

menyatakan nilai ekonomi dan karena dana atau uang dapat dengan

segera dalam bentuk barang dan jasa.

2. Transprotasi

Trasportasi adalah Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang

dengan menggunakan wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin.

Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia untuk melakukan

aktivitas sehari-hari. Semakin jauh jarak antara rumah pasien dengan

pelayanan kesehatan dan sulitnya trasportasi akan berpengaruh terhadap

keteraturan pasien tersebut dalam berobat. Kurangnya ketersediaan sarana

transportasi menjadi kendala dalam mencapai tempat pelyanan kesehatan.


3. Fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat mempermudah upaya dan

memperlancar kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan.

3. Faktor-faktor Pendorong (reinforcing factors)

Merupakan faktor perilaku yang memberikan domain bagi menetapnya suatu

perilaku, Yang termsuk faktor pendorong adalah:

a. Dukungan keluarga

Menurut Johnson’s Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai

hubungan darah yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan yang terus

menerus, yang tinggal dala satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan

mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya.Keluarga dapat

menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan keputusan

individu dalam pengobatan yang akan diperoleh.

b. Tokoh masyarakat

Orang yang dianggap serba tahu dan mempunyai pengaruh yang besar

terhadap masyarakat. Sehingga segala tindaktanduknya merupakan pola aturan

patut diteladani oleh masyarakat.

c. Tokoh agama

Panutan yang mempresentasikan kegalauan umatnya dan persoalan yang sudah

dianggap oleh para tokoh agama menjadi perhatian untuk diselesaikan dan

dicarikan jalan keluarnya.

d. Petugas kesehatan

Merupakaan tenaga profesional, seyogyanya selaku menerapkan etika dalam

sebagian besar aktifitas sehari-hari. Etika yang merupakan suatu norma


perilaku atau bisa disebut dengan azaz moral, sebaiknya selalu dijunjung

dalam kehidupan bermasyarakat kelompok manusia.

2.6Menurut Konsep Model Keyakinan (Health Belief Model)

Health belief model adalah model yang menspeifisikasikan bagaimana

incividu secara kgnitif menunjukan prilaku sehat maupun usaha untuk mencapai

sehat atau sembuh dari suatu penyakit, model ini didasari oleh keyakinan atau

kepercayaan individu tentang perilaku sehat maupun pengobatan tertentu yang

bisa membuta diri individu tersebut sehat ataupun sembuh. Health belief model

terdiri dari enam dimensi diantarnya adalah:

a. Perceived Susceptibility

Perceived Susceptibility adalah Kerentanan yang dirasakan individu atau

sebagai presepsi yang subjective seseorang tentang peluang mengalami resiko

atau mendapatkan suatu penyakit, sehingga memunculkan keyakinan

mendapatkan suatu penyakit.

b. Perceivedseverity

Perceived severity adalah persepsi atau kepercyaan tentang seberapa serius

kondisi dan gejala tehadap suatu penyakit yang dimiliki individu dan dampak

yang ditimbulkan dalam kehidupan sehari-hari

c. Perceived benefits

Perceived benefits adalah Keyakinan individu terhadap manfaat dari tindakan

yang disarankan untuk mengurangi risikoatau keseriusan dampak. Tetapkan


tindakan yang akan diambil: bagaimana,di mana kapan,mengklarifikasiefek

positif yang diharapkan.

d. Perceived Barries

Perceived Barries adalah suatu hambatan yang dirasakan individu untuk

melakukan tindakan kesehatan yang disarankan, individu tersebut

mempertimbangkan keefektifan tindakan terhdap persepsi bahwa biayayang

dikeluarkan mahal, berbahaya, tidak menyenangkan, menyita waktu, atau

merepotkan.

e. Cues To Action

Cues To Action adalah suatu strategi yang digunakan untuk mengaktifkan

kesiapan individu untuk menerima dan menjalani tindakan medis yang

direkomendasikan.

f. Self-efficacy

Keyakinan pada kemampuan seseorang untuk mengambil tindakan. Berikan

pelatihan dan bimbingan dalam melakukan tindakan yang direkomendasikan


2.2.2.6 Kerangka Teori

Adapun kerangka teori dalam penelitian ini yaitu :

Perilaku Kesehatan Teori HBM


Green Model Keyakinan

Faktor Predisposisi : stimulus – organisme –


- Pengetahuan respons
 Perceived
- Keyakinan Susceptibility
- Nilai
 Perceived severity
- Sikap
 Perceived benefits
 Perceived Barries
Faktor – Faktor Pemungkin
(Enabling Factor)
- Sarana
- Prasarana Kepatuhan Mengkonsumsi
Obat TB

Faktor Pendukung :
 Dukungan keluarga
 Tokoh masyarakat
 Tokoh agama
 Petugas Kesehatan
Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi
Green (26) dan Glanz et al (25).

2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Adapun Kerangka Konsep dalam penelitian ini yaitu, sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Pengetahuan
2. Sikap Kepatuhan dalam
3. Persepsi Mengonsumsi Obat
4. Dukungan keluarga
5. Pengawasan Minum Obat
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
2.4 Hipotesis Penelitian

7. Ada pengaruh pengetahuan pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas

Polonia Medan tahun 2019.

8. Ada pengaruh sikap pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia

Medan tahun 2019.

9. Ada pengaruh persepsi pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas

Polonia Medan tahun 2019.

10. Ada pengaruh dukungan keluarga dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas

Polonia Medan tahun 2019.

11. Ada pengaruh pengawasan minum obat pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di

Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.

12. Ada variabel yang paling berpengaruh dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di

Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. JenisPenelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei analitik dengan

rancangan cross sectional study yang bertujuan untuk menganalisis faktor yang memengaruhi

perilaku penderita TB Paru dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia

Medan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Polonia Medan. Alasan dilakukan

penelitian adalah karena belum pernah dilakukan penelitian sejenis serta berdasarkan hasil survei

awal terlihat bahwa masih terdapat ketidakpatuhan penderita tuberkulosis Paru dalam

mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Oktober sampai dengan November 2019.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pasien Tuberkulosis Paru kategori I yang berkunjung

di Puskesmas Polonia Medan dari bulan Oktober- November tahun 2019 dengan rata-rata pasien

sebanyak 48 orang .

3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan rumus total sampling, dengan

alasan bahwa jumlah populasi kurang dari 100. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu

seluruh pasien Tuberkulosis Paru kategori I yang berkunjung di Puskesmas Polonia Medan dari

bulan Oktober- November tahun 2019 berjumlah 48 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Jenis Data

1) Data primer yang akan dilakukan diperoleh dari hasil observasi dengan cara pengamatan

dan pencatatan secara langsung mengenai subjek yang diteliti

2) Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Polonia Medan

3) Data tersier yang diperoleh dari catatan atau dokumen-dokumen dan dari berbagai

referensi yang benar-benar valid yang berhubungan dengan penelitian seperti jurnal.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian yaitu :

1. Data primer diperoleh dari hasil observasi dengan cara pengamatan dan pencatatan

secara langsung mengenai dampak akreditasi serta melakukan perbandingan data dengan

menggunakan instrumen penelitian (kuesioner) yang dibuat oleh peneliti yang

berdasarkan konsep teoritisnya dengan terlebih dahulu memberikan penjelasan singkat

tentang tujuan dari penelitian serta acara pengisian kuesioner dan dinyatakan pada

responden apabila ada hal-hal yang tidak dimengerti.

2. Data sekunder diperoleh dengan studi dokumentasi berupa data deskriptif yaitu data yang

tersedia di Puskesmas Polonia Medan.

3. Data tersier diperoleh melalui studi kepustakaan, seperti jurnal, buku –buku teks.
3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum instrument penelitian diberikan pada responden yang akan diteliti, maka

instrument diuji terlebih dahulu dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas.

1. Uji Validitas

Untuk penelitian ini validitas merupakan suatu ukuran yang dilakukan untuk menentukan

derajat ketepatan dari instrumen penelitian berbentuk kuesioner. Untuk mengetahui apakah

kuesioner dapat mengukur apa yang hendak diukur (valid). Uji Validitas bertujuan untuk

mengetahui suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu

alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel dan item. Sebuah tes dikatakan memiliki

validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes

tersebut dengan kriterium. Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah tehnik

korelasi product moment. Besarnya r hitung pada r tabel dengan batas signifikan 5%.

Pada penelitian ini instrument penelitian yang digunakan sebanyak 50 butir soal, dan uji

validitas akan dilakukan di Puskesmas Sentosa Baru. Kuesioner yang telah disusun terlebih

dahulu akan dilakukan ujicoba untuk mengetahui validitas dan reabilitas alat ukur.

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Pengetahuan

No Pertanyaan Correct Item Taraf Keterangan


Total significant (r
Correlation tabel)
1 Pertanyaan 1 0,444 0,471 Valid
2 Pertanyaan 2 0,444 0,832 Valid
3 Pertanyaan 3 0,444 0,881 Valid
4 Pertanyaan 4 0,444 0,881 Valid
5 Pertanyaan 5 0,444 0,971 Valid
6 Pertanyaan 6 0,444 0,971 Valid
7 Pertanyaan 7 0,444 0,971 Valid
8 Pertanyaan 8 0,444 0,971 Valid
9 Pertanyaan 9 0,444 0,971 Valid
10 Pertanyaan 10 0,444 0,971 Valid
Berdasarkan tabel 3.2 hasil uji validitas menunjukkan bahwa terdapat 10 butir soal

variabel pengetahuan dinyatakan valid karena mempunyai nilai Correct Item Total Correlation

lebih besar dibandingkan r tabel atau semua butir soal mempunyai nilai > 0,444

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Sikap

No Pertanyaan Correct Item Taraf Keterangan


Total significant (r
Correlation tabel)
1 Pertanyaan 1 0,444 0,571 Valid
2 Pertanyaan 2 0,444 0,523 Valid
3 Pertanyaan 3 0,444 0,881 Valid
4 Pertanyaan 4 0,444 0,822 Valid
5 Pertanyaan 5 0,444 0,566 Valid
6 Pertanyaan 6 0,444 0,971 Valid
7 Pertanyaan 7 0,444 0,972 Valid
8 Pertanyaan 8 0,444 0,973 Valid
9 Pertanyaan 9 0,444 0,861 Valid
10 Pertanyaan 10 0,444 0,771 Valid

Berdasarkan tabel 3.3 hasil uji validitas menunjukkan bahwa terdapat 10 butir soal

variabel sikap dinyatakan valid karena mempunyai nilai Correct Item Total Correlation lebih

besar dibandingkan r tabel atau semua butir soal mempunyai nilai > 0,444.

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Persepsi

No Pertanyaan Correct Item Taraf Keterangan


Total significant (r
Correlation tabel)
1 Pertanyaan 1 0,444 0,971 Valid
2 Pertanyaan 2 0,444 0,832 Valid
3 Pertanyaan 3 0,444 0,881 Valid
4 Pertanyaan 4 0,444 0,881 Valid
5 Pertanyaan 5 0,444 0,567 Valid
6 Pertanyaan 6 0,444 0,921 Valid
7 Pertanyaan 7 0,444 0,999 Valid
8 Pertanyaan 8 0,444 0,971 Valid
9 Pertanyaan 9 0,444 0,903 Valid
10 Pertanyaan 10 0,444 0,777 Valid

Berdasarkan tabel 3.4 hasil uji validitas menunjukkan bahwa terdapat 10 butir soal

variabel persepsi dinyatakan valid karena mempunyai nilai Correct Item Total Correlation

lebih besar dibandingkan r tabel atau semua butir soal mempunyai nilai > 0,444.

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Pengaruh Dukungan Keluarga

No Pertanyaan Correct Item Taraf Keterangan


Total significant (r
Correlation tabel)
1 Pertanyaan 1 0,444 0,761 Valid
2 Pertanyaan 2 0,444 0,822 Valid
3 Pertanyaan 3 0,444 0,981 Valid
4 Pertanyaan 4 0,444 0,681 Valid
5 Pertanyaan 5 0,444 0,874 Valid
6 Pertanyaan 6 0,444 0,971 Valid
7 Pertanyaan 7 0,444 0,971 Valid
8 Pertanyaan 8 0,444 0,567 Valid
9 Pertanyaan 9 0,444 0,888 Valid
10 Pertanyaan 10 0,444 0,888 Valid

Berdasarkan tabel 3.5 hasil uji validitas menunjukkan bahwa terdapat 10 butir soal

variabel pengaruh dukungan keluarga dinyatakan valid karena mempunyai nilai Correct Item

Total Correlation lebih besar dibandingkan r tabel atau semua butir soal mempunyai nilai >

0,444.

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Pengaruh Pengawasan Minum Obat

No Pertanyaan Correct Item Taraf Keterangan


Total significant (r
Correlation tabel)
1 Pertanyaan 1 0,444 0,971 Valid
2 Pertanyaan 2 0,444 0,832 Valid
3 Pertanyaan 3 0,444 0,881 Valid
4 Pertanyaan 4 0,444 0,881 Valid
5 Pertanyaan 5 0,444 0,971 Valid
6 Pertanyaan 6 0,444 0,971 Valid
7 Pertanyaan 7 0,444 0,971 Valid
8 Pertanyaan 8 0,444 0,971 Valid
9 Pertanyaan 9 0,444 0,971 Valid
10 Pertanyaan 10 0,444 0,971 Valid
Berdasarkan tabel 3.6 hasil uji validitas menunjukkan bahwa terdapat 10 butir soal

variabel pengawasan minum obat dinyatakan valid karena mempunyai nilai Correct Item Total

Correlation lebih besar dibandingkan r tabel atau semua butir soal mempunyai nilai > 0,444.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas data berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan

mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.

Untuk mengetahui taraf kepercayaan pada kuesioner dalam penelitian ini, maka peneliti

menggunakan metode Cronbach α, yaitu metode pengkuran untuk menganalisis reliabilitas

kuesioner dari satu kali pengukuran. Hasil uji reabilitas menggunakan Cronbach α dinyatakan

reliabel jka memiliki nilai > 0,600. Penelitian ini menggunakan butir soal sebanyak 50 butir soal,

sehingga perbandingan r table (30).

Tabel 3.8 Hasil Uji Reliabilitas

No Variabel Cronbanch’s r-tabel Keterangan


Alpha
1 Pengetahuan 0,943 0,444 Reliabel
2 Sikap 0,961 0,444 Reliabel
3 Persepsi 0,907 0,444 Reliabel
4 Pengaruh dukungan 0,740 0,444 Reliabel
keluarga
5 Pengawasan Minum Obat 0,895 0,444 Reliabel

Berdasarkan tabel 3.8 di atas menunjukkan bahwa seluruh butir soal dinyatakan reliabel.

3.5 Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran

3.5.1 Definisi Operasional


1. Pengetahuan yaitu semua kegiatan atau aktivitas pengetahuan penderita TB tentang kepatuhan

Minum Obat.

2. Sikap yaitu pendapat atau penilaian responden terhadap hal terkait dengan kesehatan dalam

mengonsumsi obat

3. Persepsi yaitu hasil tahu seseorang yang berkaitan dengan konsumsi obat

4. Dukungan Keluarga yaitu Kerabat memberi dorngan kepada pasien selama menjalani pengobatan

baik

5. Pemberian Minum Obat yaitu orang yang bertugas mengawasi secara langsung penderita

Tuberkulosisparu pada saat minum obat

3.5.2 Aspek Pengukuran

Tabel 3.1 Aspek Pengukuran

Jenis
Nama Jumlah Cara dan alat Skala
No Value Skala
Variabel Pernyataan ukur Pengukuran
Ukur
Variabel Independen
1. Pengetahuan 10 Kuisioner Skor 6-10 a. Baik (2) Ordinal
(skor min=1, Skor 1-5 b. Kurang (1)
skor max=10)
2. Sikap 10 Kuisioner Skor 6-10 a. Positif (2) Ordinal
(skor min=1, Skor 1-5 b. Negatif (1)
skor max=10)
3. Persepsi 10 Kuisioner Skor 6-10 a. Positif (2) Ordinal
(skor min=1, Skor 1-5 b. Negatif (1)
skor max=10)
4 Dukungan 10 Kuisioner Skor 6-10 a. Positif (2) Ordinal
Keluarga (skor min=1, Skor 1-5 b. Negatif (1)
skor max=10)
5. Pengawasan 10 Kuisioner Skor 6-10 a. Aktif (2) Ordinal
Minum Obat (skor min=1, Skor 1-5 b. Tidak
skor max=10) Aktif(1)
Variabel Dependen
1. Kepatuhan 1 Kuisioner Skor 1 a. Patuh (2) Ordinal
Minum Obat (skor min=1, Skor 0 b. Tidak Patuh
skor max=0) (1)
3.6 Metode Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisis data kembali dengan memeriksa semua

lembar checklist apakah jawaban sudah lengkap dan benar. Menurut Iman (28), data yang

terkumpul diolah dengan cara komputerisasi dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Collecting

Mengumpulkan data yang berasal dari lembar checklist

2) Checking

Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan pengisian lembar checklist dengan tujuan agar

data diolah secara benar sehingga pengolahan data memberikan hasil yang valid dan

realiabel, dan terhindar dari bias.

3) Coding

Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variable-variabel yang diteliti,

nama responden dirubah menjadi nomor.

4) Entering

Data entry yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang masih dalam bentuk

kode dimasukkan ke dalam program komputer yang digunakan peneliti yaitu SPSS.

5) Data Processing

Semua data yang telah diinput ke dalam aplikasi komputer akan diolah sesuai dengan

kebutuhan. Setelah dilakukan pengolahan data seperti yang telah diuraikan di atas, langkah

selanjutnya adalah melakukan analisis data.

3.7 Analisis Data

Adapun jenis-jenis dalam menganalisis data adalah pada penelitian ini sebagai berikut: (28)

1. Analisis Univariat
Analisis univariat menggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel bebas

dan variabel terikat, sehingga dapat gambaran variabel penelitian.

2. Analisis Bivariat

Analisis ini bertujuan untuk melihat pengaruh antara variabel dependen dengan variabel

independen. Uji yang digunakan pada analisis bivariat ini adalah uji chi square dengan

menggunakan derajat kepercayaan 95%. Uji chi square dapat digunakan untuk melihat

pengaruh. Dalam uji ini kemaknaan pengaruh dapat diketahui, pada dasarnya uji chi square

digunakan untuk melihat antara frekuensi yang diamati (observed) dengan frekuensi yang

diharapkan (expected) (28).

3 Analisis Multivariat

Analisis ini digunakan untuk melihat faktor yang paling berpengaruh. Pada penelitian ini

untuk variabel independen terdapat lima variabel yang berjenis numeric/kontiniu, sedangkan

variabel dependennya berjenis kategorik. Berdasarkan hal tersebut, maka analisis multivariat

yang tepat untuk menganalisa data tersebut adalah menggunakan uji regresi logistic (28).
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Puskesmas Polonia Medan

4.1.1 Sejarah Singkat Puskesmas

Puskesmas Polonia berdiri pada tanggal 1 Mei 1980, terletak di Kecamatan Medan Polonia

tepatnya di Jl Polonia Gang A Kelurahan Medan Polonia. Jarak Puskesmas dengan Dinas

Kesehatan Kota Medan Tingkat II berkisar 4,5 km, sehingga letak Puskesmas Polonia dengan

mudah dapat dicapai dengan kendaraan roda dua ataupun roda empat.

Secara geografis, Puskesmas Polonia berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara : Kecamatan Medan Polonia

2. Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Johor

3. Sebelah Barat : Kecamatan Medan Baru

4. Sebelah Timur : Kecamatan Medan Maimun.

Wilayah kerja Puskesmas Polonia meliputi :

1. Luas Wilayah : 892 Ha

2. Jumlah Kelurahan : 5 Kelurahan

3. Jumlah Lingkungan : 46 Lingkungan

4. Jumlah Penduduk : 55.949 jiwa

Wilayah Kelurahan Puskesmas Polonia meliputi :

1. Kelurahan Polonia

2. Kelurahan Anggrung

3. Kelurahan Madras Hulu


4. Kelurahan Suka Damai

5. Kelurahan Sari Rejo

4.1.2 Fasilitas Gedung Permanen Di Puskesmas Polonia

1. Ruang Kepala Puskesmas/TU : 1 Unit

2. Ruang Imunisasi/Gizi : 1 Unit

3. Ruang dokter/Poli Umum : 2 Unit

4. Ruang Obat : 1 Unit

5. Ruang KB/KIA/Kesling : 1 Unit

6. Ruang Klinik Gigi : 1 Unit

7. Ruang Laboratorium : 1 Unit

8. Ruang Bendahara : 1 Unit

9. Ruang Tunggu Pasien : 1 Unit

10. Ruang Pendaftaran : 1 Unit

11. Kamar Mandi : 2 Unit

4.2 Analisis Data Univariat

Pada penelitian ini analisis data univariat dilakukan untuk mendistribusikan faktor yang

memengaruhi perilaku penderita TB paru dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di

Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.

4.2.1 Distribusi Karakteristik Responden di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Distribusi karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi : umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, persepsi, dukungan keluarga, pengawasan


pemakaian obat, kepatuhan minum obat di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019. Distribusi

karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

4.2.1.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,


Pendidikan, Pekerjaan di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Adapun distribusi karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan,

dan pekerjaan di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019. dapat dilihat pada gambar tabel di

bawah ini:

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kalamin,


Pendidikan, Pekerjaan di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Kelompok Umur (Tahun) n %


21-25 3 6,25
26-35 11 22,92
36-45 24 50,00
46-55 10 20,83
Jenis Kelamin
Laki-laki 31 64,58
Perempuan 17 45,42
Pendidikan
SD 2 4,17
SMP 7 14,58
SMA 21 43,75
D3/S1 18 37,50
Pekerjaan
Buruh 23 47,92
Wiraswasta 15 31,25
PNS 10 20,83
Jumlah 48 100
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, diketahui bahwa dari 48 responden, sebagian besar

responden berumur 36-45 tahun yaitu sebanyak 24 (50,00%) responden, sedangkan responden

lainnya berumur 21-25 tahun yaitu sebanyak 3 (6,25%) responden, umur 26-35 tahun sebanyak 11

(22,92), umur 46-55 tahun sebanyak 10 (20,83%).

Dari 48 responden diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis laki-laki sebanyak

31 (64,58%) responden, yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 17 (35,42%).


Dari 48 responden diketahui bahwa sebagian besar responden merupakan tamatan SMA

yaitu sebanyak 21 (43,75%) responden, tamatan SD sebanyak 2 (4,17%) tamatan SMP sebanyak 7

(14,58%) responden dan tamatan PT ada sebanyak 18 (37,50%) responden.

Dari 48 responden diketahui bahwa sebagian besar responden bekerja sebagai buruh

yaitu sebanyak 23 (47,92%) responden, bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 15 (31,25%) dan

yang bekerja sebagai PNS ada sebanyak 10 (20,83%) responden.

4.2.1.2 Distribusi Pengetahuan Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di


Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Adapun distribusi pengetahuan pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di

Puskesmas Polonia Medan tahun 2019. dapat dilihat pada gambar tabel di bawah ini:

Tabel 4.2 Distribusi Pengetahuan Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di
Puskesmas Polonia Medan tahun 2019

Pengetahuan n %
Kurang 25 52,08
Baik 23 47,92
Jumlah 48 100

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, diketahui bahwa dari 48 responden, sebagian besar

responden memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 25 (52,08%) responden, sedangkan

responden lainnya memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 23 (47,92%).

4.2.1.3 Distribusi Sikap Pasien dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas
Polonia Medan Tahun 2019
Adapun distribusi responden sikap pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di

Puskesmas Polonia Medan tahun 2019 dapat dilihat pada gambar tabel di bawah ini:

Tabel 4.3 Distribusi Sikap Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di
Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019
Sikap n %
Negatif 29 60,42
Positif 19 39,58
Jumlah 48 100

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, diketahui bahwa dari 48 responden, sebagian besar

responden memiliki sikap negatif yaitu sebanyak 29 (60,42%) responden, sedangkan responden

lainnya memiliki sikap positif yaitu sebanyak 19 (39,58%) responden.

4.2.1.4 Distribusi Persepsi Pengetahuan Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti


Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Adapun distribusi persepsi pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di

Puskesmas Polonia Medan tahun 2019 dapat dilihat pada gambar tabel di bawah ini:

Tabel 4.4 Distribusi Persepsi Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di
Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Persepsi n %
Negatif 29 60,42
Positif 19 39,78
Jumlah 48 100

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, diketahui bahwa dari 48 responden, sebagian besar

responden memiliki persepsi negatif yaitu sebanyak 29 (60,42%) responden, sedangkan

responden lainnya memiliki persepsi positif yaitu sebanyak 19 (39,78%) responden.

4.2.1.5 Distribusi Dukungan Keluarga Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis
di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Adapun distribusi dukungan keluarga pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis

di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019 dapat dilihat pada gambar tabel di bawah ini:

Tabel 4.5 Distribusi Dukungan Keluarga Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti
Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019
Dukungan Keluarga n %
Negatif 31 64,58
Positif 17 47,42
Total 48 100
Berdasarkan tabel 4.5 di atas, diketahui bahwa dari 48 responden, sebagian besar

responden mendapat dukungan keluarga negatif yaitu sebanyak 31 (64,58%) responden,

sedangkan responden lainnya mendapat dukungan keluarga positif yaitu sebanyak 17 (47,42%)

responden.

4.2.1.6 Distribusi Pengawasan Minum Obat Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti
Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Adapun distribusi pengawasan minum obat pasien dalam mengonsumsi obat anti

tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019 dapat dilihat pada gambar tabel di bawah

ini:

Tabel 4.6 Distribusi Pengawasan Minum Obat Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti
Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Pengawasan Minum Obat n %


Tidak Aktif 30 62,50
Aktif 18 37,50
Total 48 100

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa dari 48 responden, sebagian besar

responden mendapat pengawan minum obat tidak aktif yaitu sebanyak 30 (62,50%) responden,

sedangkan responden lainnya mendapat pengasan minum obat yang aktif yaitu sebanyak 18

(37,50%) responden.

4.2.1.7 Distribusi Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan
Tahun 2019

Adapun distribusi kepatuhan minum obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan

tahun 2019 dapat dilihat pada gambar tabel di bawah ini:


Tabel 4.7 Distribusi Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia
Medan Tahun 2019

Kepatuhan Minum Obat N %


Tidak Patuh 29 60,42
Patuh 19 39,58
Jumlah 48 100
Berdasarkan tabel 4.7 di atas, diketahui bahwa dari 48 responden, sebagian besar

responden tidak patuh minum obat yaitu sebanyak 29 (60,42%) responden, sedangkan responden

lainnya patuh minum obat yaitu sebanyak 19 (39,58%) responden.

4.3 Analisis Data Bivariat


4.3.1 Pengaruh Pengetahuan Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di
Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan pasien dalam mengonsumsi obat anti

tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.8 Pengaruh Pengetahuan Pasien dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di
Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Kepatuhan Minum Obat p


Pengetahuan Tidak Patuh Patuh Total value
B
n % n % n %
Kurang 20 80 5 20 25 100
0,004
Baik 9 39,1 14 60,9 23 100
Jumlah 29 60,42 19 39,58 48 100

Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa dari 48 responden yang diteliti, sebagian besar

responden memiliki pengetahuan kurang sebanyak 25 (100%) responden. Dari 25 (100%)

responden tersebut, ada sebanyak 20 (80%) responden memiliki pengetahuan kurang dan tidak

patuh minum obat dan sebanyak 5 (20%) responden memiliki pengetahuan kurang dan patuh

minum obat. Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik diperoleh nilai p significancy yaitu
0,004 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pengetahuan pasien dalam

mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.

4.3.2 Pengaruh Sikap Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas

Polonia Medan Tahun 2019

Untuk mengetahui pengaruh sikap pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di

Puskesmas Polonia Medan tahun 2019, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.9 Pengaruh Sikap Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di
Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Kepatuhan Minum Obat p


Sikap Tidak Patuh Patuh Total value
n % n % n %
Negatif 26 89,7 3 10,3 29 100
0,000
Positif 3 15,8 16 84,2 19 100
Jumlah 29 60,42 19 39,58 48 100

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa dari 48 responden yang diteliti, sebagian besar

responden memiliki sikap negatif sebanyak 29 (100%) responden. Dari 29 (100%) responden

tersebut, ada sebanyak 26 (89,7%) responden memiliki sikap negatif dan tidak patuh minum obat

dan sebanyak 3 (29%) responden memiliki sikap negatif dan patuh minum obat. Berdasarkan

hasil perhitungan uji statistik diperoleh nilai p significancy yaitu 0,000 < 0,05, sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh sikap pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di

Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.

4.3.3 Pengaruh Persepsi Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di


Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Untuk mengetahui pengaruh persepsi pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di

Puskesmas Polonia Medan tahun 2019, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.10 Pengaruh persepsi Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di
Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019
Kepatuhan Minum Obat p
Persepsi Tidak Patuh Patuh Total value
n % n % n %
Negatif 22 75,9 7 24,1 29 100
0,007
Positif 7 36,8 12 63,2 19 100
Jumlah 29 60,42 19 39,58 48 100

Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa dari 48 responden yang diteliti, sebagian besar

responden memiliki persepsi negatif sebanyak 29 (100%) responden. Dari 29 (100%) responden

tersebut, ada sebanyak 22 (75,9%) responden memiliki persepsi negatif dan tidak patuh minum

obat dan sebanyak 7 (24,1%) responden memiliki persepsi negatif dan patuh minum obat.

Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik diperoleh nilai p significancy yaitu 0,007 < 0,05,

sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh persepsi dalam mengonsumsi obat anti

tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.

4.3.4 Pengaruh Dukungan Keluarga Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis

di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Untuk mengetahui pengaruh dukungan keluarga pasien dalam mengonsumsi obat anti

tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.11 Pengaruh Dukungan Keluarga Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti
Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019
Kepatuhan Minum Obat p
Dukungan
Tidak Patuh Patuh Total value
Keluarga
n % n % n %
Negatif 23 74,2 8 25,8 31 100
0,008
Positif 6 35,3 11 64,7 17 100
Jumlah 29 60,42 19 39,58 48 100

Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa dari 48 responden yang diteliti, sebagian besar

responden mendapat dukungan keluarga negatif sebanyak 31 (100%) responden. Dari 31 (100%)
responden tersebut, ada sebanyak 23 (74,2%) responden mendapat dukungan keluarga negatif

dan tidak patuh minum obat dan sebanyak 8 (25,8%) responden mendapat dukungan keluarga

negatif dan patuh minum obat. Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik diperoleh nilai p

significancy yaitu 0,008 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh dukungan

keluarga pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun

2019.

4.3.5 Pengaruh Pengawasan Minum Obat Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti
Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Untuk mengetahui pengaruh pengawasan minum obat pasien dalam mengonsumsi obat anti

tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.12 Pengaruh Pengawasan Minum Obat Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti
Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019
Pengawasan Kepatuhan Minum Obat p
Minum Tidak Patuh Patuh Total value
Obat n % n % n %
Tidak Aktif 26 86,7 4 13,3 30 100
0,000
Aktif 3 16,7 15 83,3 18 100
Jumlah 29 60,42 19 39,58 48 100
Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa dari 48 responden yang diteliti, sebagian besar

responden mendapat pengawasan obat tidak aktif sebanyak 30 (100%) responden. Dari 30

(100%) responden tersebut, ada sebanyak 26 (86,7%) responden mendapat pengawasan obat

tidak aktif dan tidak patuh minum obat dan sebanyak 4 (13,3%) responden 30 (100%) dan patuh

minum obat. Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik diperoleh nilai p significancy yaitu

0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pengawasan minum obat pasien

dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.
4.3 Analisis Multivariat

Analisis multavariat menyeleksi variabel yang p value < 0,25 pada uji bivariat (chi-

square) dimasukkan secara bersamaan dalam uji multivariat. Kemudian setelah tahap pertama

selesai maka variabel yang nilai p value < 0,25 akan dimasukkan dalam uji multivariat

selanjutnya yang bertujuan untuk mengetahui variable mana yang paling dominan memengaruhi

perilaku penderita TB paru dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia

Medan tahun 2019.

Tabel 4.12 Seleksi Variabel yang Menjadi Kandidat Model Dalam Uji Regresi Logistik
Berdasarkan Analisis Bivariat
Variabel p value Seleksi
Pengetahuan 0,004 Kandidat
Sikap 0,000 Kandidat
Persepsi 0,007 Kandidat
Dukungan keluarga 0.008 Kandidat
Pengawasan minum obat 0,000 Kandidat

Berdasarkan 4.12 diatas dapat diketahui bahwa semua variabel yakni 5 (lima) variabel

menjadi kandidat model dalam uji regresi logistik dimana p value < 0,25. Hasil analisis regresi

logistik dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 4.13 Hasil Tahapan Pertama Analisis Regresi Logistik

Variabel B p value Exp(B)OR 95%CI for Exp(B)


Pengetahuan 19,178 0,077 0,660 0,021 – 0,999
Sikap 1,129 0,4346 0,346 0,295 – 0,409
Persepsi 19,328 0,998 0,248 0,990 – 0,999
Dukungan keluarga 0,031 0,003 1,032 0,089 – 11,916
Pengawasan minum 38,237 0,997 0,31 0,441 – 0,991
obat

Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat dilihat bahwa analisis regresi logistik dari variabel

bivariat yang dimasukkan dalam analisis regresi logistik hanya 2 (dua) variabel. Selanjutnya

kedua variabel tersebut dianalisis kembali untuk melihat variabel mana yang lebih dominanan
memengaruhi perilaku penderita TB paru dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di

Puskesmas Polonia Medan tahun 2019. Hasil analisis tahap terakhir regresi logistik dapat dilihat

pada table berikut:

Tabel 4.14 Hasil Tahapan Akhir Analisis Regresi Logistik

Variabel B P vlue Exp(B)OR 95%CI for Exp(B)


Pengetahuan 1,443 0,040 4,233 1,069 – 16,771
Dukungan
1,163 0,102 3,199 0,794 – 12,891
keluarga

Berdasarkan tabel 4.14 diatas dapat dilihat bahwa analisis regresi logistik menghasilkan 1 (1)

variabel yang paling dominan memengaruhi perilaku penderita TB paru dalam mengonsumsi

obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019 dengan p value < 0,05, yaitu

variabel pengetahuan dengan signifikan 0,040 (p value <0,05), OR = 4,233 (95% CI = 1,069 –

16,771) artinya responden yang memiliki pengetahuan kurang mempunyai peluang 4,233 kali

terhadap ketidakpatuhan mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun

2019 dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik, dengan nilai koefisien

B yaitu 1,443 bernilai positif, maka semakin kurang pengetahuan semakin banyak pasien yang

tidak patuh mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Pengetahuan Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis Di


Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019
Faktor pengetahuan tentang konsumsi obat anti tuberculosis merupakan salah satu faktor

yang sangat penting dalam proses pemulihan kesehatan. Dengan kurangnya pengetahuan tentang

penyakit TB paru akan melahirkan suatu perilaku yang tidak baik antara lain, kebiasaan

penderita tidak mengonsumsi obat, dan pengobatan yang tidak teratur serta berbagai faktor

lainnya. pengetahuan yang kurang akan menyebabkan tindakan dalam pencegahan penyakit TB

Paru kurang dan menyebabkan pasien TB Paru bertambah (29).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap responden diketahui bahwa dari 48

responden yang diteliti, sebagian besar responden memiliki pengetahuan kurang sebanyak 25

(100%) responden. Dari 25 (100%) responden tersebut, ada sebanyak 20 (80%) responden

memiliki pengetahuan kurang dan tidak patuh minum obat dan sebanyak 5 (20%) responden

memiliki pengetahuan kurang dan patuh minum obat. Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik

diperoleh nilai p significancy yaitu 0,004 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

pengaruh pengetahuan pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia

Medan tahun 2019.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gendhis dkk yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara tingkat pengetahuan dengan

kepatuhan minum obat pada penderita TB Paru di BKPM Pati Semarang menunjukkan bahwa

sikap penderita tuberculosis paru yang termasuk dalam kategori sikap baik minum obat sebanyak

31 responden (77,5%) sedangkan yang memiliki sikap kurang 9 responden (22,5%).


Adapun pengetahuan responden di Puskesmas Polonia diketahui bahwa sebanyak 34

(70,8%) responden tidak tahu apa yang dimaksud dengan penyakit TB paru, sebanyak 22

(45,8%) responden tidak tahu penyakit TB paru adalah penyakit, sebanyak 23 (54,2%)

responden tidak tahu bagaimana cara penularan penyakit TB Paru, sebanyak 26 (45,8%)

responden tidak tahu berapa lama pengobatan TB paru yang Anda ketahui, sebanyak 13 (27,1%)

responden tidak tahu bagaimana cara pengobatan TB paru, sebanyak 19 (39,5%) responden tidak

tahu kapan pasien dapat menghentikan pengobatan, sebanyak 37 (77,1%) responden tidak tahu

TB paru dapat disembuhkan, sebanyak 19 (39,5%) responden tidak tahu bagaimana cara

meminum obat TB Paru, sebanyak 19 (39,5%) responden tidak tahu bahwa Obat TB paru

memiliki efek samping berupa, sebanyak 19 (39,5%) responden tidak tahu dimana penderita

harus berobat

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Malaysia bahwa terjadi

kesalahpahaman dalam mengetahui penyebaran TB Paru, hanya 16 responden dari 171

responden yang mengetahui manfaat dari pemeriksaan dahak dan foto rontgen, serta hanya 17

responden dari 171 responden yang mengetahui cara pencegahan penyakit TB Paru dengan benar

yaitu meningkatkan gizi, imunisasi BCG, dan memberikan pengobatan pencegahan, dari hasil

wawancara menggunakan kuesioner yang berisi sembilan pertanyaan tentang pengetahuan hanya

lama pengobatan berobat yaitu 154 responden (90,1%) yang dijawab dengan benar oleh para

responden, responden yang mengaku tidak tahu sama sekali tentang TB Parupun ada sehingga

tidak melanjutkan pengobatan karena merasa telah sembuh (30).

Selain itu penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Imelda Zuliana

di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, sebagian besar

yaitu 113 responden (66,1%) tidak merasakan efek samping OAT, responden yang mengalami
efek samping OAT menyatakan gejala yang dirasakan dapat menghilang dengan sendirinya.

Responden lain mengatakan bahwa tidak perlu ke dokter untuk mengobatinya karena akan hilang

dengan sendirinya sebelum 7 hari, responden dengan usia 50 tahun keatas lebih banyak

merasakan efek samping OAT sehingga mereka mengunjungi pelayanan kesehatan untuk

berkonsultasi agar efek yang dirasakan tidak bertambah parah (31).

Hasibuan (2013), menjelaskan bahwa kepatuhan merupakan kesadaran dan kesediaan

seseorang mentaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku, hal tersebut sesuai

dengan teori Notoadmojo yang mengatakan bahwa kepatuhan mempengaruhi pengetahuan. Oleh

karena itu pengetahuan merupakan aspek psikis yang dimiliki seorang pasien tuberkulosis yang

menimbulkan rasa suka atau tertarik terhadap sesuatu dan mampu mempengaruhi tindakan orang

tersebut untuk patuh minum obat (32).

Pengetahuan penderita TB di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019 mempunyai hubungan

yang erat dengan dorongan dalam diri individu yang kemudian menimbulkan keinginan untuk

berpartisipasi atau terlibat pada suatu yang diminatinya. Seseorang yang berminat pada suatu

obyek maka akan cenderung merasa senang bila berkecimpung di dalam obyek tersebut sehingga

cenderung akan memperhatikan perhatian yang besar terhadap obyek. Perhatian yang diberikan

tersebut dapat diwujudkan dengan rasa ingin tahu dan mempelajari obyek tersebut. Pengetahuan

merupakan kemampuan seseorang untuk mamahami manfaat kepatuhan untuk melakukan

kunjungan ulang (mempercepat proses penyembuhan, untuk mengambil obat, untuk memeriksa

sputum), akibat dari ketidakpatuhan minum obat (proses penyembuhan semakin lama, terjadinya

resistensi) (29).

Pengetahuan masyarakat yang baik tentang TB Paru bisa di lihat dari penyuluhan-

penyuluhan yang baik oleh tenaga kesehatan ataupun iklan-iklan yang tersedia dalam bentuk
media cetak, elektronik atau bahkan media sosial. Dalam hal ini perlu kerja sama yang baik

antara petugas kesehatan dengan masyarakat, karena masih banyak pemikiran masyarakat yang

masih rendah tentang TB Paru seperti, penyakit TB Paru masih dikatakan penyakit kutukan dan

tidak menular ataupun anggapan lainnya yang salah kaprah. Hal ini sesuai dengan teori perilaku

kesehatan oleh Notoatmojo yang menyatakan bahwa pengetahuan dapat mempengaruhi

seseorang untuk bertindak (29).

Berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh pengetahuan pasien tentang

kepatuhan minum obat . Timbulnya minat dari diri seseorang juga dapat didorong oleh adanya

pengetahuan yang baik yang mungkin saja diperoleh dari petugas kesehatan. Semakin tinggi

tingkat pengetahuan, maka semakin mempengaruhi ketaatan seseorang terhadap peraturan atau

standar yang berlaku. Pengetahuan yang baik lebih mendorong seseorang penderita untuk

minum obat secara patuh, dan sebaliknya seseorang yang pengetahuannya kurang maka kecil

kemungkinan untuk minum obat secara patuh (29).

Berdasarkan asumsi peneliti masalah kesehatan pada dasarnya akan dipengaruhi oleh

pengetahuan seseorang tentang masalah tersebut. Dalam hal ini, pengetahuan yang dimiliki oleh

pasien TB Paru berhubungan dengan kepatuhan berobat, semakin tinggi pengetahuan semakin

tinggi pengetahuan pasien tentang penyakitnya, maka akan semakin patuh berobat.

5.2 Pengaruh Sikap Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas
Polonia Medan Tahun 2019
Sikap sangat mempengaruhi kepatuhan seorang dalam minum obat anti tuberculosis

karena sikap artinya kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksaan

motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau

aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup (29).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 48 responden yang diteliti, sebagian

besar responden memiliki sikap negatif sebanyak 29 (100%) responden. Dari 29 (100%)

responden tersebut, ada sebanyak 26 (89,7%) responden memiliki sikap negatif dan tidak patuh

minum obat dan sebanyak 3 (29%) responden memiliki sikap negatif dan patuh minum obat.

Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik diperoleh nilai p significancy yaitu 0,000 < 0,05,

sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh sikap pasien dalam mengonsumsi obat anti

tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.

Sikap responden di puskesmas polonia medan diketahui bahwa sebanyak 14 (29,2%)

responden menyatakan sangat setuju bahwa Penyakit TB Paru merupakan penyakit keturunan,

sebanyak 15 (31,1%) responden menyatakan sangat setuju bahwa Penyakit TB Paru dapat

disembuhkan, sebanyak 9 (18,8%) responden menyatakan sangat setuju Penyakit TB Paru dapat

menular melalui udara yaitu melalui batuk/bersin yang mengandung kuman TB Paru yang

terhirup orang lain, sebanyak 24 (50,0%) responden menyatakan sangat setuju Lama pengobatan

TB Paru selama 6 bulan, sebanyak 9 (18,8%) responden menyatakan sangat setuju cara

pengobatan TB Paru adalah minum obat setiap hari pada tahap awal dan pada tahap lanjutan 3

kali dalam seminggu, sebanyak 11 (22,9%) responden menyatakan sangat setuju Pasien TB Paru

dapat disembuhkan dengan cara minum obat secara teratur sampai benar-benar dinyatakan

sembuh oleh dokter., sebanyak 18 (37,5%) responden menyatakan sangat setuju Pada pasien TB

Paru dengan gejala ringan dapat meminum obat sesekali saja, sebanyak 11 (22,9%) responden

menyatakan sangat setuju Obat TB Paru tidak memberikan efek samping, sebanyak 14 (29,2%)

responden menyatakan sangat setuju Obat TB Paru dapat didapatkan di Puskesmas, Rumah Sakit

Umum, Rumah Sakit Paru (BP4), klinik PPTI, dokter umum atau dokter spesialis.

Sikap positif seseorang akan kepatuhan meminum obat anti tuberculosis merupakan
perilaku seorang untuk melakukan sesuatu atau tindakan sedangkan sikap negatif bisa

menyebabkan seorang tidak patuh dalam meminum obat anti tuberculosis biasa kebanyak

seorang sikap apatis kondisi ini tidak mau menerima kenyataaan, bahwa dirinya menderita

sesuatu penyakit serta pemikiran, bahwa penyakit tersebut tidak mungkin dapat disembuhkan

menyebabkan sikap apatis dari seseorang untuk tidak mengikuti petunjuk dari petugas kesehatan.

Dari hal tersebut sikap sangat berhubungan dengan kepatuhan seorang untuk meminum obat anti

tuberculosis (29).

Seseorang yang memilki sikap yang positif maka tingkat kepatuhan untuk mengambil obat

atau minum obat akan dilakukan dengan patuh dan demikian sebaliknya bila seseorang memiliki

sikap negatif maka kepatuhan minum obat akan dilakukan secara tidak patuh. Sikap merupakan

respon atau pun tindakan seseorang untuk melakukan dengan segera setelah mengetahui,

memahami apa yang telah diperoleh dari orang atau sosial media. Dalam hal ini adalah tindakan

seseorang untuk segera, mengutamakan, atau secara patuh minum obat sesuai dengan anjuran

dokter walaupun merasa sudah sehat, dan tidak suka minum obat terlalu banyak sesuai dengan

jadwal yang ditentukan (29).

Semakin positif sikap maka responden maka akan patuh terhadap pengobatan yang di

tentukan. Hasil penelitian yang dilakukan Gendhis 2011 di BKPM Pati Semarang menunjukkan

bahwa sikap penderita tuberculosis paru yang termasuk dalam kategori sikap baik minum obat

sebanyak 31 responden (77,5%) sedangkan yang memiliki sikap kurang 9 responden

(22,5%).Dari uji statistik dapat disimpulkan nilai P= sebesar 0,001 (p<0,05) artinya ada

hubungan yang signifikan antara sikap dengan kepatuhan minum obat anti tuberculosis paru di

BKPM Pati Semarang Tahun 2011.

Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain,
obyek atau issue Atau kecenderungan bertindak dari individu, berupa respons terhadap stimulus

ataupun objek tertentu (Azwar, 2013). Sikap bisa juga berupa kecenderungan seseorang terhadap

objek mendukung atau tidak mendukung,”Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan

mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada objek

tersebut”. (29).

5.3 Pengaruh persepsi Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas
Polonia Medan Tahun 2019
Pada penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan antara persepsi responden dalam

mengonsumsi Obat anti tuberkulosis. Hal ini terkait dengan pendidikan yang lebih tinggi akan

menyebabkan persepsi yang positif dari masyarakat mengenai TB. Penyakit TB yang merupakan

salah satu masalah besar di negara kita juga dimuat dalam pelajaran formal di bangku sekolah.

Penyakit ini sering dipaparkan dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam atau Biologi.

Berdasarkan hasil peenlitian diketahui bahwa dari 48 responden yang diteliti, sebagian besar

responden memiliki persepsi negatif sebanyak 29 (100%) responden. Dari 29 (100%) responden

tersebut, ada sebanyak 22 (75,9%) responden memiliki persepsi negatif dan tidak patuh minum

obat dan sebanyak 7 (24,1%) responden memiliki persepsi negatif dan patuh minum obat.

Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik diperoleh nilai p significancy yaitu 0,007 < 0,05,

sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh persepsi dalam mengonsumsi obat anti

tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.

Ditemukan juga bahwa pengetahuan berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap

penyakit TB. Tingkat pengetahuan yang tinggi akan membuat orang cenderung untuk memiliki

persepsi bahwa penyakit TB bukanlah penyakit yang memalukan. Pendidikan dan pengetahuan

memiliki hubungan yang erat. Salah satu pembentukan pengetahuan masyarakat adalah melalui
pendidikan formal. Walaupun demikian pengetahuan juga dipengaruhi oleh proses pembelajaran

kehidupan sehari-hari dengan interaksi bersama pengetahuan mencakup mengetahui, memahami,

aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Dalam hal ini persepsi merupakan aplikasi dari

pengetahuan atau teori pengetahuan individu.

Namun, ada juga penelitian yang mengungkapkan hal yang berbeda. Penelitan di Sabah

mengungkapkan tidak terdapat hubungan antara pendidikan dan persepsi. Penelitian lain di

Khazakstan mengungkapkan hal yang sama. Pada penelitian diperoleh kesimpulan bahwa tidak

terdapat hubungan yang berbeda secara signifikan antara pekerjaan dan persepsi ibu. Baik pada

ibu yang bekerja maupun ibu yang tidak bekerja tidak terdapat kecenderungan pola persepsi pada

ibu tersebut. Hal ini dikarenakan dalam konsep kesehatan lingkungan, pekerjaan tidak terlalu

mempengaruhi pembentukan persepsi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di

Khazakstan, yakni tidak ditemukan hubungan antara persepsi dengan pekerjaan dan kondisi

keuangan responden.

Pada responden dilakukan analisis hubungan persepsi dan kesediaan mengonsumsi

pengobatan. Didapatkan bahwa terdapat hubungan di antara keduanya. Seorang yang memiliki

perpsesi bahwa TB bukan penyakit yang memalukan lebih bersedia dalam menjalani pengobatan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Xu, diperoleh bahwa tidak ada perbedaan antara orang yang

memiliki persepsi berbeda mengenai penyakit TB dengan keinginan memperoleh pengobatan.

Keduanya mempunyai keinginan untuk memperoleh pengobatan. 24Studi analisis yang

dilakukan, didapatkan bahwa terdapat hubungan yang berbeda bermakna antara persepsi ibu

mengenai penyakit TB dengan sikap ibu terhadap penderita penyakit.

Ditemukan bahwa ibu yang menjawab tidak akan menjauhi penderita TB adalah ibu yang

menganggap bahwa TB tidak memalukan. Dan sebaliknya, ibu yang menjawab akan menjauhi
penderita TB kebanyakan dari ibu yang mengangap bahwa penyakit tersebut adalah penyakit

yang memalukan. Menjauhi penderita penyakit TB adalah sebuah bentuk perilaku kesehatan.

Perilaku kesehatan tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap individu.

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebanyak 34 (70,8%) responden menyatakan

merasa penyakit dapat mengacam hidupnya, sebanyak 22 (45,8%) responden merasa

penyakitnya berat atau parah, sebanyak 23 (54,2%) responden merasa kalau sering minum obat

tidak baik untuk tubuh, sebanyak 26 (45,8%) responden merasa Khawatir obat yang saya beli

sendiri tidak cocok untuk mengobati penyakitnya, sebanyak 13 (27,1%) responden menyatakan

mencari pengobata di pelayanan kesehatan menghabiskan waktu dan biaya, sebanyak 19 (39,5%)

responden merasa dengan istirahat saja saya tidak mengeluarkan usaha lebih untuk mengobati

sakit, sebanyak 37 (77,1%) responden rasa dengan langsung minum obat tradisional atau obat

warung ketika saya sakit, sebanyak 23 (54,2%) responden merasa cemas kalau sampai sakit

terlalu lama, sebanyak 23 (54,2%) responden merasa sakitnya dapat mengganggu hubungannya

dengan orang lain, sebanyak 19 (39,5%) responden tidak tahu dimana penderita harus berobat.

Menurut asumsi peneliti, sebuah persepsi memiliki 3 komponen pokok, yaitu kepercayaan,

kehidupan emosional dan kecenderungan bertindak. Dalam hal ini, yang menjadi perhatian

penting adalah kepercayaan atau keyakinan. Kepercayaan atau keyakinan atas sebuah konsep

atau ide akan membentu perilaku individu. Dalam hal ini kepercayaan atau pandangan bahwa TB

adalah penyakit yang memalukan akan membentuk perilaku tertentu yakni menjauhi penderita

penyakit tersebut. Dari penelitian lain ditemukan hal-hal lain yang juga turut berhubungan

dengan persepsi masyarakat, misalnya gender. Hal seperti umur, agama dan status pernikahan

juga mempengaruhi pendapat masyarakat tentang penyakit TB. Hal seperti standar hidup dan

etnik tidak mempengaruhi pendapat masyarakat terhadap TB.


5.4 Pengaruh Dukungan Keluarga Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di

Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019

Keluarga dapat merupakan faktor pendukung atau penghambat untuk penderita teratur

berobat sampai sembuh, Adapun dukungan keluarga bagi keluarga penderita tuberkulosis antara

lain mencatat jadwal waktu minum obat, mengngingatkan jadwal minum obat, , menjelaskan

manfaat minum obat, menjelaskan apa yang terjadi apabila tidak melakukan minum obat secara

rutin, dan menganjurkan penderita agar selalu melakukan rajin minum obat walaupun merasa

sudah sembuh

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 48 responden yang diteliti, sebagian

besar responden mendapat dukungan keluarga negatif sebanyak 31 (100%) responden. Dari 31

(100%) responden tersebut, ada sebanyak 23 (74,2%) responden mendapat dukungan keluarga

negatif dan tidak patuh minum obat dan sebanyak 8 (25,8%) responden mendapat dukungan

keluarga negatif dan patuh minum obat. Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik diperoleh

nilai p significancy yaitu 0,008 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh

dukungan keluarga pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia

Medan tahun 2019.

Secara teoritis, dukungan keluarga memiliki beberapa indikator yaitu : (1) Dukungan

Emosional dan Hubungannya dengan Kepatuhan Minum Obat. Berdasarkan faktor pekerjaan

pasien yang mayoritas pegawai swasta atau keluarga yang menuntut rumah memiliki proporsi

pertemuan dirumah sangat singkat dan terbatas sehingga menyebabkan komunikasi antar

keluarga kurang maksimal, jika komunikasi dalam keluarga efektif maka keluarga akan lebih

mudah untuk mengenali kebutuhan-kebutuhan emosional pada pasien Tuberkulosis sehingga

pasien Tuberkulosis merasa terpenuhi kebutuhan emosionalnya (29).


Hal ini diperkuat oleh pernyataan Friedman (2012), yang menyatakan bahwa mustahil

bagi sebuah keluarga untuk memenuhi kebutuhan emosional anggota keluarganya tanpa adanya

pola komunikasi dalam keluarga yang jelas dan berfungsi. Oleh karena itu, komunikasi dapat

menjadi wahana untuk mengenali dan berespons terhadap kebutuhan psikologis anggota

keluarga. Dukungan emosional merupakan wujud kasih sayang yang diberikan keluarga kepada

salah satu anggota keluarga yang menderita suatu penyakit. Dukungan emosional yang diberikan

keluarga ini sangat mempengaruhi penyembuhan pasien (Friedmen, 1998). Dukungan emosional

yang diberikan keluarga kepada pasien akan mendorong pasien untuk dapat menjalani

pengobatan secara teratur, hal ini dikarenakan dukungan yang diberikan tersebut dijadikan

sebagai energi penggerak bagi pasien dalam menjalankan suatu program terapi (31).

Dukungan yang diberikan keluarga adalah dengan cara keluarga mengingatkan pasien

untuk beristirahat dengan cukup. Akan tetapi masih banyak pula keluarga yang kurang

mendukung secara emosional, hal ini kemungkinan juga dapat diakibatkan oleh adanya faktor

lain yang lebih mempengaruhi kepatuhan seperti kurangnya pengetahuan yang dimiliki keluarga

tentang pengobatan yang dijalani oleh pasien Tuberkulosis (29).

Terpenuhinya dukungan ini berarti keluarga sudah menghargai usaha yang telah

dilakukan pasien dalam menjaga kesehatannya. Selain itu bentuk dukungan penghargaan lain

yaitu keluarga sudah memberikan contoh yang baik untuk pasien dan memberikan kritik yang

bersifat membangun sehingga pasien dapat termotivasi untuk lebih meningkatkan kesehatannya.

Seperti yang di ungkapkan oleh Siagia dalam Koizer (2004) ketika tindakan seseorang

mendapatkan pujian atau dorongan positif dari orang lain, maka orang tersebut cenderung akan

mengulangi tindakan yang sama.


Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Afriani (2009) bahwa peran dukungan

penghargaan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat. Hal ini mungkin dapat

disebabkan karena keluarga kurang memberikan kebebasan dan kepercayaan kepada pasien

untuk mengambil keputusan terkait pengobatnnya atau juga keluarga tidak menghargai saran dan

keluhan pasien selama pengobatannya (32).

Caplan dalam Friedman, menyatakan bahwa keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor

dan diseminator, yaitu penyebar informasi tentang dunia kepada anggota keluarganya yang lain.

Pernyataan ini memperkuat bukti bahwa selain dari petugas kesehatan keluarga juga mempunyai

andil dalam memberikan dukungan berupa Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Afriani

(2009) bahwa peran Dukungan informasi tidak berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat.

Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh karena keluarga pasien belum mengetahui dari petugas

kesehatan bahwa anggota keluarganya harus menjalani pengobatan dalam jangka waktu yang

panjang, dan penyakitnya dapat menular sehingga keluarga berusaha lebih banyak mencari

informasi yang dapat mencegah terjadinya penularan serta mencari informasi tentang lamanya

pengobatan Tuberkulosis (31).

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh, karena keluarga adalah yang

menentukan program pengobatan yang dapat mereka terima (Notoadmojo, 20016). Semakin

besar dorongan dari keluarga kepada anggota keluarga penderita tuberkulosis untuk patuh

minum obat maka semakin besar kemungkinan untuk minum obat secara patuh dan tepat waktu

dan sebaliknya semakin kecil dorongan dari keluarga kepada anggota keluarga penderita

tuberkulosis untuk mengingatkan pasien minum obat, maka semakin besar kemungkinan untuk

minum obat secara teratur (41).


Adapun dukungan keluarga bagi keluarga penderita tuberkulosis antara lain mencatat

jadwal waktu minum obat, mengngingatkan jadwal minum obat, , menjelaskan manfaat minum

obat, menjelaskan apa yang terjadi apabila tidak melakukan minum obat secara patuh, dan

menganjurkan penderita agar selalu melakukan rajin minum obat walaupun merasa sudah

sembuh (27).

Berdasarkan asumsi peneliti, penilaian sikap keluarga oleh penderita merupakan faktor

penguat untuk tetap berperilaku patuh dalam menjalankan pengobatan, dimana sikap keluarga

mendorong penderita dalam melakukan pengobatan sangat mendukung perilaku kepatuhan

berobat penderita demi kesembuhan penyakitnya.

5.5 Pengaruh Pengawasan Minum Obat Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti
Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019
Upaya peningkatan keteraturan pengobatan pasien TB Paru dengan melakukan kerjasama

dengan keluarga penderita sebagai bentuk dukungan dan pengawasan terhadap pengobatan

penderita serta melakukan penyuluhan kepada masyarakat agar memahami penyakit TB Paru.

Bagi Penderita TB Paru, diharapkan teratur berobat sehingga tidak terjadi kegagalan pengobatan

yang berakibat timbulnya resistensi terhadap obat dan sumber penularan. Disini peran PMO

sangat penting memberikan nasihat agar pasien mau minum obat secara teratur.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan beberpa orang PMO dapat

dijelaskan bahwa bagi PMO yang mempunyai hubungan darah seperti keluarga inti, bisa

mengontrol pasien untuk minum obat dengan teratur. PMO harus memaksa dengan tegas agar

pasien mau minum obat, walaupun kelihatannya pasien sembuh, padahal waktu minum obat baru

beberapa bulan, hal ini membuat pasien enggan minum obat, karena merasa dirinya sudah

sembuh. Peran PMO dalam kesembuhan sangat kuat, apalagi apabila PMO keluarga inti, maka
motivasi untuk kesembuhan keluarganya sangat tinggi, pada sisi lain pasien merasa manja dan

kurang memperhatikan kesembuhannya terkadang tidak serius minum obat, padahal keluarga

telah memperhatikannya dengan serius. Dari peristiwa ini, dapat disimpulkan bahwa harus ada

kerja sama dan saling pengertian antara pasien dan PMO untuk kesembuhan. Apabila antara

keduanya tidak ada saling pengertian maka kesembuhannya akan tidak tuntas.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 48 responden yang diteliti, sebagian

besar responden mendapat pengawasan obat tidak aktif sebanyak 30 (100%) responden. Dari 30

(100%) responden tersebut, ada sebanyak 26 (86,7%) responden mendapat pengawasan obat

tidak aktif dan tidak patuh minum obat dan sebanyak 4 (13,3%) responden 30 (100%) dan patuh

minum obat. Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik diperoleh nilai p significancy yaitu

0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pengawasan minum obat pasien

dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebanyak 14 (29,2%) responden menyatakan

Anggota keluarga memberikan informasi cara minum obat yang benar, sebanyak 10 (20,8%)

responden menyatakan Anggota keluarga memberikan informasi tentang pentingnya berobat

secara teratur, sebanyak 23 (47,9%) responden menyatakan Anggota keluarga memberikan

informasi bahwa pengobatan TB Paru berlangsung selama 6 bulan, sebanyak 23 (47,9%)

responden menyatakan Anggota keluarga mengingatkan bahwa penyakit Tuberkulosis (TB) paru

bisa disembuhkan asal teratur minum obat, sebanyak 17 (35,4%) responden menyatakan

Anggota keluarga memberikan informasi bahwa bila lupa sekali saja minum obat TB, maka akan

diulang pengobatannya dari awal, sebanyak 38 (79,2%) responden menyatakan Anggota

keluarga memberikan pujian bila saya minum obat secara teratur, sebanyak 19 (39,5%)

responden menyatakan Anggota keluarga berusaha meluangkan waktu untuk mendengarkan


keluhan saya, sebanyak 23 (54,2%) responden menyatakan Anggota keluarga menganjurkan

berobat secara teratur, sebanyak 15 (31,3%) responden menyatakan Anggota keluarga memberi

semangat untuk melakukan upaya penyembuhan seperti menyarankan minum obat secara

teratur., sebanyak 38 (79,2%) responden menyatakan Anggota keluarga peduli jika anda

mengalami keluhan seperti sakit pada dada dan lainnya.

Berdasarkan asumsi peneliti, diketahui bahwa stigma tidak berpengaruh terhadap proses

penyembuhan penderita TB. Berbagai macam perlakuan terhadap orang yang terjangkit TB,

terkadang sangat menyakitkan bagi dipenderita, biasanya mendapat perlakuan penolakan atau

mereka dijauhi, orang lain merasa takut apabila berdekatan dengan penderita. Bahkan keluarga

terdekat penderita juga menampakkan adanya penolakan, mereka diisolasi dengan kamar

terpisah dan tidak didekati selama belum sembuh. Padahal penderita meminta dukungan kepada

keluarga untuk membantu kesembuhannya.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti maka penelitian ini

menghasilkan beberapaa kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada pengaruh pengetahuan pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas

Polonia Medan tahun 2019.

2. Ada pengaruh sikap pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia

Medan tahun 2019.

3. Ada pengaruh persepsi pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas

Polonia Medan tahun 2019.

4. Ada pengaruh dukungan keluaarga pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di

Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.

5. Ada pengaruh pengawasan minum obat pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di

Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.

6.2 Saran

6.3 Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagi Mahasiswa di Institut Kesehatan Helvetia

Agar dapat dijadikan bahan bacaan dan referensi tentang faktor yang memengaruhi perilaku

penderita TB paru dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis.

2. Bagi Akademik

Agar dapat dijadikan bahan acuan dan perbandingan bagi penelitian lain yang berminat
mengembangkan topic tentang faktor yang memengaruhi perilaku penderita TB paru dalam

mengonsumsi obat anti tuberculosis.

3. Bagi Penderita

Dengan hasil penelitian ini diharapkan wawasan sehingga patuh dalam mengonsumsi obat

anti tuberculosis.

4. Bagi Puskesmas

Dengan hasil penelitian ini diharapkan membuat program penyuluhan tentang faktor yang

memengaruhi perilaku penderita TB paru dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis baik

kepada keluarga maupun penderita TB paru.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Agar dapat dijadikan referensi untuk penelitian khususnya faktor yang memengaruhi perilaku

penderita TB paru dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan

tahun 2019.

6. Bagi Peneliti Sendiri

Menambah dan meningkatkan wawasan tentang perilaku penderita TB paru dalam

mengonsumsi obat anti tuberculosis.


DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI; 2013
2. Kemenkes RI. Tuberkulosis. Pusat Data Dan Informasi Kesehatan RI Tuberkulosis, 1–
7;2017
3. Kemenkes RI. Tuberkulosis. Pusat Data Dan Informasi Kesehatan RI Tuberkulosis;2018.
4. Kemenkes RI. Tuberkulosis. Pusat Data Dan Informasi Kesehatan RI Tuberkulosis, 1–
7;2015
5. Kemenkes RI. Tuberkulosis. Profil Kesehatan Indonesia;2017
6. Ardiansyah. (2016). Manajemen Traspotasi dalam Kajian dan Teori.
7. Karen Glanz, Karen Barbara K. Rimer, K. V. (2008). Health Behavior And Health.
America: Jossey Bass.
8. Notoadmodjo, S.. Metode Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta; 2010
9. Siti Sufatmini. Tuberkulosis Paru. Pengaruh Karakteristik Personal Dan Dukungan
Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pasien Tuberkulosis Paru;2014.
10. Nurhayati, J. Hubungan Kinerja Pengawas Menelan Obat Terhadap Keberhasilan
Pengobatan Paru dengan DOTS di RSUP , Karyadi Semarang. Medical Hospitalia
Journal Of Clinical Medicine;2014.
11. Silasati . Health Behavior And Health. America: Jossey Bass;2014
12. Tirtana, B. T. Faktor - Faktor Tuberkulosis Paru. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Keberhasilan Pengobatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru Dengan Resistensi Obat Anti
Tuberkulosis Di Wilayah Jawa Tengah, 1–19;2011
13. Novitasari, R. Tuberkulosis Paru. Hubungan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Minum
Obat Pada Pasien TB Paru Di Puskesmas Petrang Kabupaten Jember;2017
14. Safitri. Kepatuhan Penderita Diabetes Melitus Tipe II Ditinjau dari Locus of
Controle;2013
15. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI; 2000
16. Pohan, J. A. INTUISI. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Minum Obat
Pasien Tuberkulosis Di Rumah Sakit Paru dr.Ario Wirawan, 4(3), 1–5;2012.
17. Mario, C.R.& Richard, J. Tuberculosis. (Harrison Principles of Internal Medicine, Ed.)
(16th ed.). New York: Mc Graw-Hill;2003.
18. Sylvia A. Prince, L. M. W. Patofisiologi. Jakarta: Kedokteran EGC;2003
19. Amin Z, B. A. Tuberkulosis Paru. (Aru W,Sudoyo B S,Idrus A,Marcellus S,Siti S, Ed.),
Buku ajar ilmu penyakit dalam (6th ed.). Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2014.
20. Rahajoe, N. Buku Ajar Respirologi Anak (1st ed.). Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.
21. Kemenkes RI. Tuberkulosis. Strategi Nasional Pengendalian TB Di Indonesia;2011
22. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru. Pedoman
Diagnosis Dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia, 1–55;2011
23. Kemenkes RI. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis;2011
24. Green, W, Lawrence.et.al, Helath Education Planing A Diagnostik Approach, The Johns
Hapkins University: Mayfield Publishing Company; 2005
25. HsuanLi. Ilmu Kesehatan Masyarakat, (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2016
26. S.P,Hasibuan, Malayu. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi
Aksara;2013
27. Azwar S. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: PustakaPelajar;2013
28. Muhammad I. Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan Menggunakan
Metode Ilmiah Hal 92-98. GEN, Bandung Citapustaka Media Perintis. 2016
29. Notoatmodjo, S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta; 2015
30. 37 Sukana, B., Herryanto, & Supraptini., 2003. Peran Penyuluhan Terhadap Pengetahuan
Penderita Tuberkulosis Paru di Kabupaten Tangerang.Jurnal Ekologi Kesehatan. 2(3) :
282-289
31. Suradi, 2001. Diagnosis dan Pengobatan TB Paru. Dalam : Kumpulan Naskah Temu
Ilmiah Respirologi. Surakarta : Lab. Paru FK UNS Suryanto, E., 2000. Tuberkulosis dan
HIV. Dalam Jurnal Respirologi Indonesia. Jakarta : JRI
32. Umar, F., 2006. Pengaruh Peran Petugas PMO Dan Persepsi Penderita Tabel Paru BTA
Positif Terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis Di Kota Ternate Provinsi
Maluku Utara. Tesis. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS PARU


DALAM MENGONSUMSI OBAT
ANTI TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS
POLONIA MEDAN TAHUN 2019

Kode Responden:

Tanggal :

Jam :

Petunjuk Pengisian :
Isilah pertanyaan di bawah ini dengan cara menuliskan jawaban pada pertanyaan yang bertanda
titik-titik atau memberikan tanda (√) pada kolom jawaban yang disediakan
1. Data Demografi

1. Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
2. Status Pernikahan
Menikah Belum Menikah Duda/Janda
3. Pekerjaan
PNS IRT Tidak Kerja
Wiraswasta Karyawan Swasta dll/Petani/Buruh/Nelayan
4. Pendidikan Terakhir
SD SMP SMA DIII
S1 S2
5. Jarak Tempuh Ke Unit Pelayanan Kesehatan
≤1Km
>1 Km
6. Suku
Batak Nias
Jawa Tionghoa
7. Agama
Islam Hindu
Kristen Budha

2. Kuesioner Pengetahuan

Petunjuk Pengisian: berikan tanda silang (X) pada jawaban yang menurut anda benar

1. Menurut Anda, apa yang dimaksud dengan penyakit TB paru ?


a. Penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri dan yang menyerang paru
b. Penyakit Kutukan
c. Penyakit Keturunan

2. Menurut Anda, penyakit TB paru adalah penyakit ?


a. Yang dapat sembuh bila dilakukan pengobatan dengan benar (tuntas)
b. Tidak dapat sembuh
c. Dapat sembuh sendiri

3. Menurut Anda, Bagaimana cara penularan penyakit TB Paru ?


a. Melalui udara yaitu melalui batuk/bersin yang mengandung kuman TB Paru yang
terhirup orang lain
b. Melalui makanan dan minuman
c. Melalui pakaian yang dikenakan

4. Menurut Anda, Berapa lama pengobatan TB paru yang Anda ketahui ?


a. 6 bulan
b. 2 bulan
c. 1 bulan

5. Menurut Anda, Bagaimana cara pengobatan TB paru ?


a. Pada tahap awal (2 bulan) obat diminum setiap hari dan pada tahap lanjutan (4 bulan)
obat diminum 3 kali dalam seminggu dan pemeriksaan dahak sebanyak 3 kali
b. Minum obat setiap hari pada tahap awal dan pada tahap lanjutan 3 kali dalam seminggu
c. Hanya minum obat saja selama 6bln, tidak perlu pemeriksaan dahak

6. Menurut Anda, kapan pasien dapat menghentikan pengobatan ?


a. Gejala sudah membaik
b. Setelah obat habis
c. Setelah melakukan pengobatan 6 bulan dan dinyatakan sembuh oleh dokter

7. Menurut Anda,TB paru dapat disembuhkan dengan cara ?


a. Minum obat secara teratur, sampai benar dinyatakan sembuh oleh dokter
b. Minum obat sesekali saja
c. Minum obat bila ingat saja
8. Menurut Anda, Bagaimana cara meminum obat TB Paru?
a. Meminum semua obat sesuai aturan
b. Dapat meminum 1 obat saja apabila gejala ringan
c. Obat di minum cukup 1x sehari

9. Menurut Anda, Obat TB paru memiliki efek samping berupa ?


a. Kencing berwarna merah (seperti darah)
b. Sakit badan
c. Tidak memiliki efek samping

10. Menurut Anda, dimana penderita harus berobat ?


a. Puskesmas, Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Paru (BP4), klinik PPTI, dokter umum
atau dokter spesialis.
b. Posyandu, Poliklinik, dan hanya dokter umum
c. Rumah Sakit Umum saja

3. Pertanyaan Sikap

Checklist sesuai dengan yang Anda alami

SS = Sangat Setuju
S = Setuju,
TS = Tidak Setuju,
STS = Sangat Tidak Setuju

No Pertanyaan SS S TS STS
1 Penyakit TB Paru merupakan penyakit keturunan
2 Penyakit TB Paru dapat disembuhkan
3 Penyakit TB Paru dapat menular melalui udara yaitu
melalui batuk/bersin yang mengandung kuman TB
Paru yang terhirup orang lain
4 Lama pengobatan TB Paru selama 6 bulan
5 Cara pengobatan TB Paru adalah minum obat setiap
hari pada tahap awal dan pada tahap lanjutan 3 kali
dalam seminggu
6 Pasien TB Paru dapat menghentikan pengobatan bila
obat sudah habis
7 Pasien TB Paru dapat disembuhkan dengan cara
minum obat secara teratur sampai benar-benar
dinyatakan sembuh oleh dokter.
8 Pada pasien TB Paru dengan gejala ringan dapat
meminum obat sesekali saja
9 Obat TB Paru tidak memberikan efek samping
10 Obat TB Paru dapat didapatkan di Puskesmas, Rumah
Sakit Umum, Rumah Sakit Paru (BP4), klinik PPTI,
dokter umum atau dokter spesialis.

4. Pertanyaan Persepsi

No Pertanyaan Ya Tidak

1. Saya merasa penyakit saya ini dapat mengacam hidup saya?


2. Saya merasa penyakit saya berat atau parah?
3. Saya Merasa kalau sering minum obat tidak baik untuk tubuh
saya?
4. Saya Khawatir obat yang saya beli sendiri tidak cocok untuk
mengobati penyakit saya?
5. Bagi saya mencari pengobata di pelayanan kesehatan
menghabiskan waktu dan biaya?
6. Saya merasa dengan istirahat saja saya tidak mengeluarkan
usaha lebih untuk mengobati sakit saya?
7. Saya rasa dengan langsung minum obat tradisional atau obat
warung ketika saya sakit akan cepat sembuh?
8. Saya yakin saya akan sembuh dengan sendirinya?
9. Saya merasa cemas kalau sampai sakit terlalu lama?
10. Saya merasa sakit saya dapat menggagu hubungan saya
dengan orang lain?

5. Pertanyaan Dukungan Keluarga

Checklist sesuai dengan yang Anda alami

S = Selalu
K = Kadang-kadang
TP = Tidak Pernah

No Pertanyaan S K TP
1 Anggota keluarga memberikan informasi cara minum obat
yang benar
2 Anggota keluarga memberikan informasi tentang pentingnya
berobat secara teratur
3 Anggota keluarga memberikan informasi bahwa pengobatan
TB Paru berlangsung selama 6 bulan.
4 Anggota keluarga mengingatkan bahwa penyakit Tuberkulosis
(TB) paru bisa disembuhkan asal teratur minum obat
5 Anggota keluarga memberikan informasi bahwa bila lupa
sekali saja minum obat TB, maka akan diulang pengobatannya
dari awal
6 Anggota keluarga memberikan pujian bila saya minum obat
secara teratur
7 Anggota keluarga berusaha meluangkan waktu untuk
mendengarkan keluhan saya.
8 Anggota keluarga menganjurkan berobat secara teratur
9 Anggota keluarga memberi semangat untuk melakukan upaya
penyembuhan seperti menyarankan minum obat secara teratur.
10 Anggota keluarga peduli jika anda mengalami keluhan seperti
sakit pada dada dan lainnya

6. Peran PMO

Checklist sesuai dengan yang Anda alami

Y = Ya
K = Kadang-kadang
TP = Tidak Pernah

No Pertanyaan Y K TP
1 Pengawas Menelan Obat secara terbuka menjelaskan tentang
lamanya pengobatan
2 Pengawas Menelan Obat ada kesediaan untuk membuka diri
mengungkapkan informasi secara jelas tentang pengobatan TB
Paru
3 Pengawas Menelan Obat secara tegas mengungkapkan seluruh
informasi yang berhubungan dengan TB paru
4 Komunikasi yang dilakukan pengawas menelan obat
memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara
spontan terhadap penderita TB Paru.
5 Komunikasi petugas kesehatan yang terbuka,sehingga
penderita TB Paru dapat lebih patuhminum obat
6 Pengawas Menelan Obat dapat merasakan apa yang sedang
dirasakan dan keluhan - keluhan penderita TB Paru selama
pengobatan.
7 Pengawas Menelan Obat empatik dan mampu memahami dan
memotivasi penderita TB Paru dalam menghadapi pengobatan
8 Pengawas Menelan Obat terlibat aktif dengan penderita TB
Paru melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai
9 Pengawas Menelan Obat melakukan sentuhan yang
sepantasnya selama melakukan komunikasi dengan penderita
TB Paru didasarkan pada ketulusan hati.
10 Pengawas Menelan Obat selalu menghargai dan konsentrasi
terpusat meliputi kontak mata,postur tubuh yang penuh
perhatian dan kedekatan fisiksaat berkomunikasi

8. Kepatuhan mengonsumsi Obat

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah Anda patuh mengonsumsi obat anda
FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKUPENDERITA TUBERKULOSIS PARU
DALAM MENGONSUMSI OBAT ANTI TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS POLONIA
MEDAN TAHUN 2019

Anda mungkin juga menyukai