Anda di halaman 1dari 22

Nama : IFFAH KHARIMAH

NIM : P07539012041

KELAS/SEM : Reg III – B / V

Jaminan Mutu Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit

Quality assurance (jaminan mutu) adalah tindakan yang terencana dan


sistematika yang perlu memberikan kepercayaan yang memadai bahwa suatu
produk/pelayanan akan memenuhi persyaratan mutu.Untuk mengevaluasi mutu
pelayanan IFRS diperlukan standar yang ditetapkan terlebih dahulu oleh IFRS itu
sendiri. IFRS memberikan pelayanan produk (tangible) dan pelayanan tak nyata
(intangible = pelayanan farmasi klinik).Oleh karena itu, IFRS harus menetapkan
standar produk, standar sistem mutu, dan standar pelayanan.Standar pelayanan
didasarkan pada karakteristik pelayanan dan karakteristik penghantaran pelayanan.

Quality Assurance atau jaminan mutu adalah suatu konsep yang mencakup
segala aspek yang secara individual atau bersama-sama dapat mempengaruhi mutu
suatu produk (WHO).

Karateristik dari mutu modern dicirikan oleh adanya orientasi kepada


pelanggan. Mutu modern juga menghendaki adanya konsep berpikir secara sistem
oleh semua pihak, partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak (top
management). Mutu modern juga menghendaki pemahaman dari setiap orang
terhadap tanggung jawab spesifik untuk menciptakan mutu, adanya aktivitas yang
berorientasi kepada tindakan pencegahan terjadinya kerusakan atau penyimpangan
proses kerja. Hal tersebut dilaksanankan karena adanya suatu filosofi yang
menganggap bahwa mutu merupakan “jalan hidup“ (way of life).
Jaminan mutu mencakup empat kaidah yaitu berorientasi pada pemenuhan
harapan dan kebutuhan pelangan atau masyarakat, berfokus pada sistem dan
proses, menggunakan data untuk menganalisis proses pemberian komoditi. jaminan
mutu mendorong diterapkannya pendekatan tim untuk pemecahan masalah dan
perbaikan mutu yang berkesinambungan.
Mutu pelayanan kesehatan (Depkes RI) adalah penampilan atau kinerja yang
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang disatu pihak
dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan
rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan
standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.

Pelayanan kesehatan perlu menerapkan mutu, sebab :


1. Semakin meningkatnya tekanan persaingan antar penyelenggara pelayanan
kesehatan.
2. Persepsi pelanggan (masyarakat) terhadap pelayanan kesehatan yang telah
berubah.
3. Terjadinya pemborosan yang tersembunyi akibat praktek manajemen yang
sekarang berlaku.
4. Persepsi manajer dan para tenaga kerja pelayanan kesehatan yang telah banyak
berubah.
5. Belum banyak direalisasikannya pemberdayaan potensi SDM di sarana
pelayanan kesehatan.
6. Kelangsungan hidup pelayanan dengan manajemen tradisional yang semakin
terancam.Pelayanan konsumen dapat berupa produk, jasa, atau campuran
produk dan jasa. Rumah sakit merupakan pelayanan produk dan jasa yang
dikaitkan dengan kepuasan pasien. Model yang komprehensif dengan fokus
utama pada pelayanan produk dan jasa meliputi lima dimensi penilaian yaitu
Responsiveness, Reliability, Assurance,Emphaty, Tangibles. Responsiveness
(daya tanggap) yaitu adanya bukti langsung yang dapat dirasakan oleh
pelanggan secara inderawi (sarana, perlengkapan, karyawan
dsb). Reliability (kehandalan) yaitu kemampuan memberikan kepastian
pelayanan sebagaimana yang dijanjikan dengan
memuaskan. Assurance (jaminan) yaitu kemampuan yang dapat dipercaya yang
dimiliki para staf dalam melakukan pelayanan bermutu yang menjamin bebas
dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.Tangibles (bukti langsung) yaitu sikap
untuk memberikan pelayanan atau bantuan yang sesegera mungkin kepada
pelanggan. Emphaty (empati) yaitu kemampuan untuk dapat melakukan interaksi
dengan pelanggan dengan memahami penuh kebutuhan dan keinginannya (The
Marketing Science Institute of Cambridge, Massachusetts).

7. Mutu pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang menunjuk
pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan kepuasan pasien
sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata masyarakat, serta
penyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan profesi yang ditetapkan
serta sesuai dengan kode etik profesi farmasi.
8. Kepuasan pasien didefinisikan sebagai evaluasi pasca konsumsi bahwa suatu
produk yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan. Kepuasan
merupakan pengalaman yang akan mengendap di dalam ingatan pasien
sehingga mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian ulang
produk yang sama.

Rumah Sakit dan Pelayanan Farmasi Rumah Sakit


Rumah Sakit merupakan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan. Sesuai dengan fungsinya itu maka rumah sakit termasuk sarana
kesehatan yang diperlukan demi tercapainya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu, fungsi rumah sakit adalah :
1. Menyediakan dan menyelengarakan pelayanan medis, pelayanan penunjang
medis, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rehabilitative serta
pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan.
2. Sebagai tempat pendidikan.
3. Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi.

Rumah Sakit juga merupakan organisasi usaha jasa pelayanan kesehatan


yang bercirikan ada produk jasa yang di usahakan, mempunyai dimensi produk,
mutu, macam, jumlah, dan harga produk, fasilitas produksi, alat produksi, pelaku
produksi dengan kompetensi, proses dan prosedur produksi, biaya produksi (biaya
pokok) dan harga jual, ada margin keuntungan usaha. Adapun tugas pokok dari
Farmasi Rumah Sakit meliputi :
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
3. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).
4. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan
mutu pelayanan farmasi.
5. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
6. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.
7. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
8. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium
rumah sakit.

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit
yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit
yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat.
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit terdiri dari berbagai unsur yang paling
utama yaitu :
1. Usaha pengadaan, distribusi, dan pengawasan semua obat-obatan yang
digunakan dalam pelayanan tersebut.
2. Evaluasi dan penyebaran informasi secara luas tentang obat-obatan dan
penggunaannya pada para staf rumah sakit dan pasien.
3. Memantau dan menjamin kualitas penggunaan obat.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
kebijakan dan prosedur pelayanan farmasi di rumah sakit meliputi:
1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi.
2. Pelayanan Kefarmasian Dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan.
3. Pengkajian Resep.
4. Dispensing.
5. Pemantauan Dan Pelaporan Efek Samping Obat.
6. Pelayanan Informasi Obat.
7. Konseling
8. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah.
9. Ronde/Visite Pasien

Tujuan pelayanan farmasi rumah sakit ialah :


1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa
maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun
fasilitas yang tersedia.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi.
3. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat.
4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan.
6. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan.
7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda

Adapun fungsi dari pelayanan Farmasi Rumah Sakit meliputi:


1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah
dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku.
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.
2. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien.
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat
kesehatan.
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan.
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga.
f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga.
g. Melakukan pencampuran obat suntik.
h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral.
i. Melakukan penanganan obat kanker.
j. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah.
k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan.
l. Melaporkan setiap kegiatan

Farmasi Klinis

Secara historis, profesi kefarmasian mengalami berbagai perubahan secara


drastis dalam kurun waktu 40 tahun terakhir terjadi di abad ke 20. Perkembangan ini
dibagi menjadi empat periode yaitu: Periode Tradisional (sebelum 1960), Periode
Transisional (1960-1970), Periode Masa kini (Farmasi Klinis), Periode Masa Depan
(Pharmaceutical Care). Dalam setiap periode, dapat dibedakan konsep-konsep
mendasar berkaitan dengan fungsi dan tugas yang diemban, hubungan dengan
profesi medis, tekanan pada pelayan penderita (patient care), sikap aktif atau pasif
pada pelayanan.

Beralihnya pembuatan obat dari instalasi farmasi ke industri farmasi maka


tugas dan fungsi farmasi berubah. Apoteker tidak banyak lagi meracik obat karena
obat yang diresepkan dokter kebanyakan obat jadi berkualitas tinggi yang disiapkan
oleh pabrik farmasi.
Silverman dan Lee (1974) dalam bukunya, “Pills, Profits and Politics”,
menyatakan bahwa :

1. Pharmacist-lah yang memegang peranan penting dalam membantu dokter


menuliskan resep rasional. Membantu melihat bahwa obat yang tepat, pada
waktu yang tepat, dalam jumlah yang benar, membuat pasien tahu mengenai
“bagaimana, kapan, mengapa” penggunaan obat baik dengan atau tanpa resep
dokter.
2. Pharmacist-lah yang sangat handal dan terlatih serta pakar dalam hal
produk/produksi obat yang memiliki kesempatan yang paling besar untuk
mengikuti perkembangan terakhir dalam bidang obat, yang dapat melayani baik
dokter maupun pasien, sebagai “penasehat” yang berpengalaman.
3. Pharmacist-lah yang meupakan posisi kunci dalam mencegah penggunaan obat
yang salah, penyalahgunaan obat dan penulisan resep yang irrasional.

Sedangkan Herfindal dalam bukunya “Clinical Pharmacy and Therapeutics”


(1992) menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan “Therapeutic Judgement”
dari pada hanya sebagai sumber informasi obat.

Tujuan pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat ditinjau dari 3 aspek:
1. Manajemen
2. Farmasi Klinik
3. Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup

Farmasi klinis merupakan disiplin ilmu yang terkait dengan


penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi didalam membantu memaksimalkan
efek obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara individual (Clinical
Resourse and Audit Group (1996).
Farmasi klinis adalah praktek kefarmasian berorientasi pelayanan kepada
pasien lebih dari orientasi kepada produk. Farmasis atau Apoteker terlibat langsung
di bangsal rawat inap. Farmasis memberi masukan secara aktif kepada dokter, baik
semasa pengobatan dimulai sebelum pengobatan dimulai, serta melakukan
intervensi secara pasif sesudah pengobatan dimulai, farmasis harus bertanggung
jawab terhadap setiap saran atau tindakan yang dilakukan. Jadi Farmasi klinis akan
menjadikan praktek kefarmasian dimana farmasis menjadi mitra dan pendamping
bagi dokter.
Helper dan Strand (1990) mendifinisikan Pharmaceutical Care (farmasi klinis)“
penyediaan terapi obat secara bertanggung-jawab yang ditujukan untuk memperoleh
hasil-hasil nyata yang meningkatkan kualitas hidup pasien”. Sedangkan Cipolle,
Strand dan Morley (1998) menyatakan, Pharmaceutical Care is “A Practice in which
the practitioner takes responsibility for a patient’s drug therapy needs, and is held
accountable for this commitment”.
Tujuan dari farmasi klinis menurut Keputusan MenKes memaksimalkan efek
terapeutik, meminimalkan resiko, meminimalkan biaya, menghormati pilihan pasien.
Tugas utama farmasi klinis adalah pemantauan pasien dan peresepan. Adapun
filosofi farmasi klinis dengan peresepan yang baik yaitu :
1. Memaksimalkan Efek Terapetik (Efektivitas Terapi)
a. Ketepatan indikasi
b. Ketepatan pemilihan obat
c. Ketepatan pengaturan dosis sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien
d. Evaluasi terapi
e. Meminimalkan resiko
f. Memastikan resiko yang sekecil mungkin bagi pasien.
g. Meminimalkan masalah ketidak amanan pemakaian obat meliputi efek
samping, dosis, interaksi dan kontraindikasi.
h. Menghormati pilihan pasien

2. Meminimalkan Biaya
a. Untuk rumah sakit dan pasien (apakah obat yang dipilih paling efektif dalam
hal biaya dan rasional)
b. Apakah terjangkau oleh kemampuan pasien atau rumah sakit.
c. Jika tidak, alternatif jenis obat apa yang memberikan kemanfaatan dan
keamanan yang sama

3. Menghormati Pilihan Pasien


a. Keterlibatan pasien dalam proses pengobatan akan menentukan keberhasilan
terapi.
b. Hak pasien harus diakui dan diterima semua pihak
Adapun ruang dan lingkup dari farmasi klinis antara lain :

1. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


2. Kesiapan untuk membentui setelah lepas jam kerja ”siap dipanggil”
3. Konsultan keliling.
4. Memberikan masukan/saran kepada Direktur Klinis/dokter
5. Memberikan informasi tentang pemakaian obat secara finansial
6. Membuat kajian obat-obat baru
7. Ikut aktif dalam pengendalian infeksi, melalui kegiatan:
a. Pemberian informasi obat
b. Pemantauan penggunaan obat
c. Penyusunan pedoman penggunaan antibiotika
8. Berpartisipasi dalam Komite Farmasi dan Terapi
9. Aktif dalam penyusunan formularium
10. Merasionalkan penggunaan obat
11. Memajukan peresepan yang efektif dari segi biaya
12. Mengatur tambahan obat baru
13. Merumuskan pedoman bagi dokter
14. Ikut menyusun kebijakan penulisan resep (protokol/pedoman pengobatan)
15. Pemberian informasi obat
16. Audit medis
17. Audit klinis
18. Uji coba klinis
19. Tim nutrisi parenteral
20. Tim kemoterapi
21. Analgesia yang dikendalikan pasien
22. Pemantauan Kadar Obat Terapeutik (TDM)
23. Pelayanan saran farmakokinetika
24. Individualisasi pengaturan dosis obat
25. Pelayanan antikoagulan perawatan dan pengobatan luka
26. Pencatatan riwayat pengobatan pasien (faktor-faktor pasien dan pengobatan
yang merupakan faktor resiko pengobatan)
27. Pengembangan alur dan pelayanan pengobatan sendiri (Self Medication
Scheme)
28. Pemantauan Efek Samping Obat (mencegah menemukan dan melaporkan efek
samping obat)
29. Promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan, pencegahan penyakit dan
perlindungan kesehatan.
30. Konseling pasien.
31. Meningkatkan derajat kesehatan.
32. Meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien dalam pemakaian obat
(Ketidak patuhan pasien merupakan salah satu penyebab kegagalan terapi).

Di Indonesia sebagai dasar hukum, pelaksanaan teknis farmasi klinis adalah


SK Menkes Nomor 436/ Menkes/ SK/VI/1993 tentang Pelayanan Rumah Sakit dan
Standar Pelayan Medis, tugas Apoteker meliputi :

1. Konseling
2. Monitoring efek samping obat (MESO)
3. Pencampuran obat suntik aseptik
4. Analisa efektifitas biaya
5. Penentuan kadar obat dalam darah
6. Penanganan sitostatika
7. Penyiapan total parenteral nutrisi
8. Pemantauan penggunaan obat
9. Pengkajian penggunaan obat

Beberapa keterampilan diperlukan seorang Apoteker untuk berperan secara


efektif dalam pelayan pasien:

1. Keterampilan Farmasi klinis


2. Mengaplikasikan pengetahuan terapeutik
3. Mengkorelasikan keadaan penyakit dengan pemilihan obat
4. Menggunakan catatan kasus pasien
5. Menginterpretasikan data pemeriksaan laboratorium
6. Menerapkan pendekatan penyelesaian masalah yang sistematik
7. Mengidentifikasi kontra indikasi obat
8. Mengenal reaksi yang tidak dikehendaki (karena obat) yang mungkin terjadi
9. Membuat keputusan tentang formulasi dan stabilitas
10. Mengkaji literatur medis dan obat
11. Menulis laporan medis
12. Merekomendasikan pengaturan dosis
13. Mengkomunikasikan secara efektif kepada tenaga kesehatan yang terkait
14. Menanggapi pertanyaan secara lisan
15. Membuat instruksi/perintah yang jelas
16. Berargumentasi terhadap suatu kasus
17. Memberikan pendapat atau saran kepada tenaga professional kesehatan dan
pasien dan keluarga pasien.
18. Menyajikan laporan kasus.
Dengan dilaksanakannya farmasi klinis, faktor-faktor penyebab
ketidakberhasilan pengobatan dapat diminimalisir. Adapun faktor-faktor
ketidakberhasilan tersebut disebabkan antara lain oleh:

1. Penulisan resep yang kurang tepat


2. Pengobatan yang kurang tepat (Misalnya: Pemilihan obat, bentuk sediaan, dosis,
rute, interval dosis, lama pemakaian)
3. Pemberian obat yang tidak diperlukan
4. Penyerahan obat yang tidak tepat
5. Obat tidak tersedia saat dibutuhkan
6. Kesalahan dispensing
7. Perilaku pasien yang tidak mendukung
8. Indiosinkrasi pasien
9. Berhubungan dengan cara pengobatan yang tidak tepat
10. Pelaksanaan/penggunaan obat yang tidak sesuai dengan perintah
pengobatan (non compliance)
11. aneh individu terhadap obat
12. Terjadi kesalahan atau kecelakaan
13. Pamantauan yang tidak tepat
14. Gagal untuk mengenali dan menyelesaikan adanya keputusan terapi yang
tidak tepat
15. Gagal dalam memantau efek pengobatan pasien
Terapi obat terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas mempertahankan
hidup pasien, yang dilakukan dengan cara mengobati pasien, mengurangi atau
meniadakan gejala sakit, menghentikan atau memperlambat proses penyakit serta
mencegah penyakit atau gejalanya. Namun tidak dapat disangkal dalam pemberian
obat kemungkinan terjadi hasil pengobatan tidak seperti yang diharapkan (Drug
Related Problem).

Pemantauan obat merupakan salah satu tugas layanan farmasi klinis dan
berhubungan dengan masalah berkaitan obat (DRP) serta dapat dikategorikan
sebagai berikut:

1. Pasien tidak memperoleh pengobatan yang sesuai dengan indikasinya


2. Pasien tidak mendapatkan obat yang tepat
3. Dosis obat subterapetik
4. Pasien gagal menerima obat
5. Dosis obat terlalu tinggi
6. Timbul reaksi obat yang tidak dikehendaki
7. Pasien mengalami masalah karena terjadi interaksi obat
8. Pasien memperoleh obat yang tidak sesuai dengan indikasinya

Outcomes yang diharapkan dari pelaksanaan farmasi klinis


adanya perbaikan kualitas hidup meliputi kesembuhan penyakit, eliminasi,
pengurangan simtom, penghentian/perlambatan proses penyakit. Untuk mencapai
hasil tersebut dengan cara Identifikasi DRP (Drug Related
Problem), memecahkan DRP aktual, mencegah DRP potensial.
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi
dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Tujuan dari konseling
adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan
tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan,
cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda
toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain.
Kegiatan konseling antara lain; membuka komunikasi antara apoteker
dengan pasien, menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, apa yang
dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara pemakaian, efek yang diharapkan
dari obat tersebut, memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan
obat, verifikasi akhir yang meliputi mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat,
untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Sebaiknya ada ruang khusus untuk apoteker memberikan konsultasi pada
pasien dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien. Ruang
konsultasi untuk pelayanan rawat jalan (Apotik). Ruang konsultasi untuk pelayanan
rawat inap.

Peralatan Konsultasi antara lain:


1. Buku kepustakaan bahan-bahan leaflet, dan brosur dan lain-lain
2. Meja, kursi untuk apoteker dan 2 orang pelanggan, lemari untuk menyimpan
medical record
3. Komputer
4. Telpon
5. Lemari arsip
6. Kartu arsip

Pemantauan dan peresepan menjadi tugas utama farmasi klinis. Pengkajian


(Assessment) menjamin bahwa semua terapi obat yang diberikan kepada pasien
terindikasi berkhasiat dan sesuai serta mengidentifikasi setiap masalah terapi obat
yang muncul atau memerlukan pencegahan dini. Pengembangan Perencanaan
Perawatan (Development of Care Plant) Secara bersama pasien dan praktisi
kesehatan membuat perencanaan untuk menyelesaikan masalah terapi obat dan
untuk mencapai tujuan terapi. Tujuan ini didisain untuk menyelesaikan masalah
terapi yang muncul, mencapai tujuan terapi individual, mencegah masalah terapi
obat yang potensial terjadi kemudian hari.
Monitoring Efek Samping Obat merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis
normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Tujuan dari pemantauan dan pelaporan efek samping obat yaitu menemukan ESO
(Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal,
frekuensinya jarang, menentukan frekuensi dan insidensi Efek Samping Obat yang
sudah dikenal sekali, yang baru saja ditemukan, mengenal semua faktor yang
mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya Efek Samping Obat
atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya Efek Samping Obat.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat, antara lain;
menganalisa laporan Efek Samping Obat, mengidentifikasi obat-obatan dan pasien
yang mempunyai resiko tinggi mengalami Efek Samping Obat, mengisi formulir Efek
Samping Obat, melaporkan ke Panitia Efek Samping Obat Nasional.
Pencampuran obat suntik aseptik atau dispensing merupakan kegiatan
pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat,
memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang
memadai disertai sistem dokumentasi. Tujuan dari dispensing untuk mendapatkan
dosis yang tepat dan aman, menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat
menerima makanan secara oral atau emperal, menyediakan obat kanker secara
efektif, efisien dan bermutu, menurunkan total biaya obat.
Dispensing dibedakan menjadi dua berdasarkan atas sifat sediaannya yaitu
Dispensing sediaan farmasi khusus (dispensing sediaan farmasi parenteral nutrisi
dan dispensing sediaan farmasi pencampuran obat steril) dan dispensing sediaan
farmasi berbahaya.
Dispensing sediaan farmasi parenteral nutrisi. Merupakan kegiatan
pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara
aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula
standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai. Kegiatan antara lain;
Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk kebutuhan
perorangan. Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.
Pelayanan Informasi Obat. Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan
oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Tujuan
adalah Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan
dilingkungan rumah sakit. PIO menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-
kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi
dan Terapi. PIO akan meningkatkan profesionalisme apoteker dan dapat menunjang
terapi obat yang rasional.
Ronde/Visite Pasien merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuannya yaitu pemilihan obat,
menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapetik, menilai kemajuan
pasien, bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.
Kegiatan antara lain Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan
tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien, Untuk pasien baru dirawat Apoteker
harus menanyakan terapi obat terdahulu dan memperkirakan masalah yang
mungkin terjadi. Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk
menjamin penggunaan obat yang benar. Melakukan pengkajian terhadap catatan
perawat akan berguna untuk pemberian obat. Setelah kunjungan membuat catatan
mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam satu buku dan buku ini
digunakan oleh setiap Apoteker yang berkunjung ke ruang pasien untuk menghindari
pengulangan kunjungan.
Aktifitas layanan farmasi klinis atau praktek farmasi klinis di ward/bangsal
meliputi:

1. Aktivitas Layanan Farmasi Klinis


2. Pemantauan dan pemeriksaan peresepan
3. Mencermati penyiapan dan penyimpanan obat
4. Memeriksa ketepatan penggunaan obat
5. Menilai kesesuaian bentuk sediaan obat yang digunakan
6. Member informasi obat
7. Membuat penilaian terapeutik
8. Mengidentifikasi pasien dan factor resiko medikasi
9. Membantu memformulasikan dan menerapkan kebijakan peresepan
10. Memeriksa kesesuaian obat dan ketepatan dosis obat yang dipergunakan
11. Memantau terapi obat
12. Menanyakan riwayat pemakaian obat pada saat pasien masuk rumah sakit
13. Mewawancara pasien
14. Mengkonsultasi pasien
15. Mengelola rekam medis
16. Menerapkan kebijakan dan pedoman peresepan
17. Terlibat dalam penelitian dan uji coba
Pemantauan atau Pengkajian Penggunaan Obat. Merupakan program
evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin
obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh
pasien. Tujuan adalah untuk mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola
penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu. Membandingkan pola
penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain.
Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik Menilai pengaruh intervensi atas
pola penggunaan obat.
Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah. Pemantauan Kadar Obat Dalam
Darah melakukan pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan
dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit. Tujuannya adalah
mengetahui kadar obat dalam darah dan memberikan rekomendasi kepada dokter
yang merawat. Kegiatan antara lain memisahkan serum dan plasma darah.
Memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma dengan menggunakan alat
TDM, membuat rekomendasi kepada dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
Penanganan sitostatika. Kegiatan penanganan sitostatika antara lain
merancang dan mempersiapkan sumber daya yang diperlukan untuk penanganan
sitotastika, melakukan penilaian tentang kelayakan pemakaian sitostatika,
melakukan penyiapan dan pemberian sitostatika, melakukan monitoring, evaluasi
dan tindak lanjut, melakukan pengamanan dalam proses penggunaan sitostatika
yang menjamin keselamatan petugas, pasien dan kelestarian lingkungan,
melakukan penanganan jika terjadi kecelakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat pelayanan farmasi klinis
mampu mengidentifikasi masalah penting, antara lain:
1. Mengidentifikasi masalah penting yang terkait obat serta menurunkan kejadian
2. Menyempurnakan pendidikan pasien serta kepatuhan
3. Memperbaiki peresepan
4. Menyempurnakan hasil klinis dan efektivitas klinis
5. Meningkatkan efektifitas biaya dan mempersingkat masa tinggal di rumah sakit
6. Apoteker mendukung dan mendidik anggota tim kesehatan
7. Partisipasi dalam audit klinis dan penelitian
Adapun faktor-faktor yang menunjang dalam implementasi pelayanan farmasi
klinis adalah:

1. Membentuk komite farmasi klinis dengan membuat proposal mencakup:

a. Analisa (analyse) situasi kebutuhan pelayanan farmasi klinis.


b. Menetapkan tujuan (aims) pelayanan farmasi klinis dan mencari masukan.
c. Pelaksanaan (action) / membuat rencana kerja dan tenggang waktu dan
persetujuan pimpinan rumah sakit
d. Pengkajian (assessment), menentukan kapan proyek percobaan
dilaksanakan
e. Adjustment / pengaturan kembali untuk disempurnakan dan diperluas.
2. Mendirikan pusat pelayanan informasi obat . Dimana peran apoteker bergeser dari
“drug informan”-kepada pendamping/konsultan bagi penulis resep/dokter
(menyediakan informasi pada tahap penentuan dosis, cara pemberian serta dalam
evaluasi terapi. Dengan kata lain peran utamanya sebagai ahli obat (drug expert).

3. Menempatkan Apoteker bangsal (ward pharmacist).

4. Memperkerjakan lebih banyak apoteker dengan perbandingan (1 apoteker untuk


30 tempat tidur).

5. Apoteker harus mengetahui peran dan fungsinya dan tidak mencoba bertindak di
luar perannya.

6. Bagi apoteker klinis perintis harus mempelajari semua “skill of trade”. Sehingga
mereka dapat menguasai pengetahuan serta berpengalaman dalam ilmu kedokteran
umum, mengikuti pendidikan berkelanjutan. Membentuk klub jurnal dan belajar
bersama-sama serta membuat presentasi secara teratur bersama rekan-rekan.
Perlu melakukan penetapan prioritas area pengembangan pelayanan farmasi klinis.
Misalnya: menurut keadaan penyakit (jantung koroner atau terapi obat sitotoksik)
dan pasien dengan farmakokinetik dan farmakodinamik yang kurang normal atau
aturan obat yang rumit (lansia atau polifarmasi)

Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan


indikator, suatu alat/tolok ukur yang hasil menunjuk pada ukuran kepatuhan
terhadap standar yang telah ditetapkan. Makin sesuai yang diukur dengan
indikatornya, makin sesuai pula hasil suatu pekerjaan dengan standarnya. Indikator
dibedakan menjadi Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan
untuk mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan lingkungan. Serta
Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk mengukur
tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang diselenggarakan.
Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut; harus sesuai dengan tujuan,
informasinya mudah didapat, singkat, jelas, lengkap dan tak menimbulkan berbagai
interpretasi, rasional
Evaluasi merupakan tahapan mencatat hasil terapi untuk mengkaji
perkembangan dalam pencapaian tujuan terapi dan menilai kembali munculnya
masalah baru, ketiga tahap proses ini terjadi terus menerus bagi seorang pasien.

Evaluasi dan Pengendali Mutu mempunyai tujuan pada umum agar setiap
pelayanan farmasi memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan dan dapat
memuaskan pelanggan.
Tujuan Khusus adalah Menghilangkan kinerja pelayanan yang substandard,
terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektifitas obat dan keamanan pasien,
meningkatkan efesiensi pelayanan, meningkatkan mutu obat yang diproduksi di
rumah sakit sesuai CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik), meningkatkan
kepuasan pelanggan, menurunkan keluhan pelanggan atau unit kerja terkait
Survei dilakukan untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket
atau wawancara langsung.
Faktor kunci keberhasilan dari pelayanan farmasi klinis adalah penyiapan
software, profesionalisme SDM, kerjasama dan komitment dari profesi,
pemberdayaan masyarakat, dan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, dan aktual,
tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya
dan pasien atau keluarga pasien. Tujuan dari pelayanan informasi obat adalah
menyediakan informasi mengenai obat secara objektif, akurat, dan up to
date kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit. Menyediakan
informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat,
terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi. Dengan dilaksanakannya
pelayanan informasi obat akan menunjang terapi obat yang rasional dan
meningkatkan profesionalisme apoteker. Dengan adanya pelayanan informasi obat
proses pengunaan obat dapat diambil lebih tepat, misalnya:
a. Memilih obat yang tepat
b. Memilih sediaan yang tepat.
c. Menentukan dosis yang tepat.
d. Menentukan rute obat.
e. Menentukan lama penggunaan obat.
f. Memantau efek terapi dan efek samping obat.
g. Merencanakan tindak lanjut jangka panjang untuk mendorong penggunaan
obat yang rasional dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada
pasein.

Adapun ciri-ciri pelayanan informasi obat meliputi:


a. Mandiri (bebas dari segala bentuik keterikatan).
b. Objektif (sesuai dengan kebutuhan)
c. Seimbang
d. Ilmiah
e. Berorientasi kepada pasien dan pro aktif

Jenis-jenis pelayanan yang diberikan oleh pelayanan informasi obat antara lain:
a. Menjawab pertanyaan spesifik yang diajukan melalui telpon, surat atau tatap
muka.
b. Meyiapkan materi brosur atau leflet informasi obat (pelayanan cetak ulang
atau re print).
c. Konsultasi tentang cara penjagaan terhadap reaksi ketidakcocokan obat,
konsep-konsep obat yang sedang dalam penelitian atau peninjauan penggunaan
obat-obatan.
d. Mendukung kegiatan panitia farmasi terapi dalam menyusun formularium rumah
sakit dan meninjau terhadap obat-obat baru yang diajukan untuk masuk dalam
formularium rumah sakit.
e. Mengkoordinasikan pemantauan dan pelayanan ESO.
Selain kegiatan pelayanan dan pendidikan, pelayanan informasi obat juga
berperan aktif didalam memfasilitasi kegiatan-kegiatan penelitian yang berkaitan
dengan obat, membuat dokumentasi serta mengevaluasi setiap kegiatan yang telah
dilakukan. Didalam pengembangan pendidikan, pelayanan informasi obat juga
melakukan kegiatan-kegiatan antara lain:
a. Mengajar, membimbing mahasiswa dan mengkoordinasikan program pendidika
b. berkelanjutan dibidang informasi obat, semisal penilitian yang berkaitan dengan
obat.
c. Mengevaluasi literatur obat dan penggunaannya.
d. Memberikan pendidikan kepada tenaga kesehatan lainnya tentang informasi
obat.

Kegiatan antara lain memberikan dan menyebarkan informasi kepada


konsumen secara aktif dan pasif. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga
kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka. Membuat buletin, leaflet, label
obat. Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit. Bersama dengan PKMRS
melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap. Melakukan
pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya.
Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
Peralatan Ruang Informasi Obat antara lain:
1. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi obat
2. Peralatan meja, kursi, rak buku, kotak
3. Komputer
4. Telpon – Faxcimile
5. Lemari arsip
6. Kartu arsip
7. TV dan VCD ( disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit )

Ruang Informasi Obat sebaiknya tersedia ruangan sumber informasi dan


teknologi komunikasi dan penanganan informasi yang memadai untuk
mempermudah pelayanan informasi obat. Luas ruangan yang dibutuhkan untuk
pelayanan informasi obat untuk 200 tempat tidur idealnya adalah 20
meter2 sedangkan untuk 400-600 tempat tidur seluas 40 meter2 dan untuk 1300
tempat tidur 70 meter2.
Adapun referensi atau sumber-sumber informasi bias berasal dari referensi
primer (informasi obat terbaru langsung dari peneliti, misal jurnal), referensi
sekunder (indeks atau abstrak dari original artikel, missal medline), referensi tersier
(informasi yang sudah estabilished, biasanya berbentuk text book, CD room dan
interne atau AHFS).
Salah satu dari pelayanan informasi obat adalah menjawab pertanyaan dari
konsumen PIO mengenai informasi obat, adapun tahapannya meliputi:
1. Menerima pertanyaan : tunjukan keramahan dan kesiapan untuk membantu
menjawab pertanyaan.
2. Identifikasi penanya meliputi:
a. Siapa (dokter, perawat, pasien, masyarakat, tenaga kesehatan lainnya).
b. Jenis pertanyaan (identifikasi, dosis, kontraindikasi, indikasi).
c. Untuk apa (penelitian, perawatan pasien).
d. Dari mana (ICU, IRNA, IRJA, IRDA, IBS maupn lainnya).
e. Urgency jawaban
3. Menentukan apakah pertanyaan akan dijawab, ditolak, atau dirujuk ke tempat
lainnya.
4. Jika diputuskan untuk menjawab pertanyaan maka dimulai penelusuran pustaka
secara sistematis :
a. Mengolongkan tipe pertanyaan
b. Mulai mencari sumber informasi dari referensi tersier
c. Jika tidak ada beralih ke referensi sekunder
d. Berusaha mendapatkan artikel asli tidak hanya abstrak saja
e. Kadang diperlukan p[endapat lisan dari para pakar terkait
5. Mengevaluasi referensi yang relevan dengan pertanyaan.
6. Menjawab pertanyaan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh si penanya.
7. Membuat ringkasan jawaban.
8. Menghubungi penanya dalam waktu yang telah dijanjikan.
9. Menyiapkan jawaban, semua jawaban harus berdasarkan referensi yang dapat
dipercaya, tidak menebak atau menduga.
10. Menindaklanjutin jawaban.
Mendokumentasikan secara baik, fungsinya untuk mengurangi beban kerja
jika ada pertanyaan serupa akan lebih cepat mencari jawabannya.
Setiap pertanyaan yang diajukan kepada PIO akan didokumentasikan
didalam formulir pelayanan informasasi obat yang memuat:
a. Tanggal dan waktu menerima pertanyaan.
b. Nama penanya ( instansi Bag./Bid./SMF).
c. Penanya (dokter. Perawat, pasien/keluarga. Farmasis, dan lainnya)
d. Uraian pertanyaan.
e. Klasifikasi pertanyaan (identifikasi obat, stabilitas, ketercampuran,
farmakokinetik, farmakodinamik, dosis, efek samping, interaksi oabt, toksisitas
dan lain-lainnya).
f. Kegunaan (perawatan pasien, penelitian, pendidikan, umum).
g. Referensi yang digunakan untuk menjawab pertanyaan.
h. Respon yang diberikan (verbal, tulisan, dan lain-lainnya).
i. Jawaban pertanyaan.
j. Nama pemberi jawaban dan waktu menjawab.

Sumber Daya Manusia (SDM) pelayanan informasi obat hendaknya memadai


dan terlatih secara khusus, mampu menjalankan organisasi dan mengelola
administrasi informasi obat, mampu melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, mampu
menggunakan strategi yang effisien dalam menelusuri sumber-sumber informasi
obat dan menyampaikan secara efektif informasi kepada pengguna pelayanan
informasi obat.
Seluruh aspek diatas adalah bagian-bagian yang penting dalam menunjang
penjamin mutu pelayanan kefarmasian di rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai