Anda di halaman 1dari 6

Hasil diskusi

Farmakologi dan toksikologi

OLEH:

Adrian jaya 70100117015

Safwan nugraha 70100117021

Muhammad abdillah tuwo 70100117025

Rafiuningtyas dwi cahyani 70100117023

Endang adillah 70100117017

Erly 70100117019

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

SAMATA-GOWA

2019
Kasus :
Julia Doellefeld adalah seorang wanita berumur 60 tahun yang mengalami sinkop
episode saat sedang di evaluasi di departemen darurat. Dia melaporkan berada dalam
kondisi kesehatan yang relatif baik sampai dia mengalami gejala flu sekitar 4 hari
sebelum masuk. Dia mengeluhkan gejala saluran napas atasnya dan diresepkan
eritromisin 500 mg 4 kali sehari (selama 10 hari). Dia mengambil dosis pertama pada
pagi hari. Dia mulai merasa lebih buruk setelah 1 jam minum eritromisin dosis kedua.
Dia melaporkan merasa pusing dan sesak napas. Dia juga mengalami jantung berdebar
dan akhirnya pingsan selama beberapa menit. Dia terbangun dari lantai ruang tamunya
dan memanggil ambulans. Pada saat petugas medis datang, dia terjaga dan waspada
tetapi tampak terguncang. Dia dipindahkan ke UGD. Ketika sedang dievaluasi di UGD,
ia memiliki sinkop episode lain. Protokol ACLS dimulai, dan strip riama menunjukkan
TdP.

1. Identifikasi masalah
a. Faktor resiko dari obat yang cenderung menyebabkan aritmia?
Dalam Dipiro 10, dikatakan bahwa penyebab takikardia otomatis diakibatkan
oleh beberapa hal, yaitu obat-obatan, kondisi seperti hypoxia, abnormalitas
elektrolit, dan peregangan serat (pelebaran cardiac).
1) Furosemid. Obat ini dapat menimbulkan aritmia (takikardia pada pasien)
karena menimbulkan abnormalitas elektrolit pada pasien yakni
hipokalemia. Hipokalemia merupakan perhatian signifikan pada
penggunaan furosemide. Situs aksi furosemide ialah menghambat
reabsorpsi kalium tubular (Gardner, dkk. 2006: 349).
2) Amiodarone. Amiodarone memiliki efek samping yang berpotensi
berbahaya, yaitu perpanjangan interval QT yang dapat menyebabkan
Torsade de Pointes atau ventrikel aritmia polimorfik yang mungkin berakhir
dengan fibrilasi ventrikel dan kematian mendadak (Nafrialdi, dkk. 2014:
293).
3) Eritromisin. Eritromisin dapat memperpanjang interval QT, analisis dari
beberapa kasus perpanjangan interval QT dan TdP yang ditandai pada orang
dewasa terjadi pada usia setengah baya dan orang tua. Faktor resiko utama
yang diidentifikasi adalah jenis kelamin perempuan, usia lanjut, dan adanya
gangguan jantung (C.Hancox, dkk. 2014: 56).
b. Apa yang menandakan karakteristik TdP dari EKG pasien?
Torsade de Pointes adalah suatu gangguan irama jantung ventrikuler
takikardi tipe polimorfik, dimana ventrikel berkontraksi lebih dari 200 sampai
250 kali per menit secara tidak beraturan dengan sumbu axis QRS yang
bervariasi, tampak seperti berputar-putar membentuk gambaran seperti
kumparan (twisting of points) (Latulola dan Reginald. 2012: 126).
Irama TdP tampak lebih tidak teratur dibandingkan fibrilasi ventrikel.
Episode TdP yang cepat dikarakteristik oleh durasi panjang yang diawali oleh
denyut jantung yang cepat, dan sering berakhir dengan fibrilasi ventrikel. Pada
kebanyakan kasus, TdP didahului oleh interval R-R yang panjang sebagai irama
dasar, diikuti interval ekstrasistolik pendek dengan depolarisasi premature pada
gelombang T (R-on-T phenomenon). Torsade de Pointes umumnya terjadi pada
kondisi yang berhubungan dengan pemanjangan interval QT (LQTS) (Latulola
dan Reginald. 2012: 130).
c. Diskusikan faktor farmakologi dan non farmakologi yang dapat berkontribusi
pada TdP yang diinduksi obat pada pasien ini
1) Faktor farmakologi meliputi obat-obatan yang digunakan yaitu furosemide
(menyebabkan abnormalitas elektrolit), amiodarone (pemanjangan interval
QT), dan eritromisin.
2) Faktor non farmakologi meliputi adanya gangguan kardiovaskular yakni
CAD yang dapat menyebabkan gangguan irama jantung, selain itu
ketidakseimbangan elektrolit tubuh merupakan salah satu faktor resiko
takikardia.

2. Hasil yang diinginkan: Apa tujuan farmakoterapi jangka pendek untuk pasien
ini?
Target yang diinginkan yakni mengatasi aritmia pada pasien dan
menyeimbangkan kembali elektrolit dalam tubuh pasien.

3. Terapi alternatif
a. Apa terapi nonfarmakologi yang mungkin berguna bagi pasien ini?
Terapi non farmakologi yang disarankan yakni makanan yang sehat dan
bergizi terutama makanan yang kaya akan elektrolit yang dibutuhkan
seperti pisang (kaya akan kalium) dan minum susu (kaya akan magnesium),
selain itu perlu dilakukan olahraga ringan oleh pasien untuk mengurangi
berat badannya yang berlebih. Pasien juga perlu menghindari aktivitas yang
terlalu berat dan makanan yang berlemak.
b. Apa pilihan farmakoterapi yang tersedia untuk pengobatan akut TdP?
Untuk pengobatan pada pasien yakni perlu diberhentikannya
pengonsumsian amiodarone, furosemide dan eritromisin dikarenakan efek
sampingnya yang memicu terjadinya takikardia.
Untuk pengobatan akut TdP, menurut Dipiro 9 (G.Wells, dkk. 2015: 57-
58), sebagian besar pasien membutuhkan dan merespon DCC (direct
current cardioversion). Namun TdP cenderung paroksisimal dan sering
kambuh dengan cepat setelah DCC. Magnesium sulfat IV adalah obat
pilihan untuk mencegah kekambuhan TdP. Jika tidak efektif, mulai strategi
untuk meningkatkan denyut jantung dan memperpendek repolarisasi
ventrikel (yaitu, mempercepat transvenous sementara pada 105-120
denyut/menit atau mempercepat dengan isoproterenol atau infus epinefrin.
4. Rencana optimal: Rancang rencana farmakoterapi untuk pengobatan TdP akut
yang diakibatkan oleh obat untuk pasien ini.
Pada pasien ini untuk mengatasi TdP maka tetap diberikan obat
carvediol yang telah ia konsumsi sebelumnya. Carvediol merupakan obat beta-
blocker yang dimana diklasifikasikan sebagai obat anti aritmia kelas II. Dalam
Dipiro 10, mekanisme anti aritmia dari beta-blocker dihasilkan dari tindakan
anti adrenergiknya. Karena SA dan AV node sangat dipengaruhi oleh
persarafan adrenergik, beta-blocker akan sangat berguna untuk takikardia
dimana jaringan nodal ini otomatis tidak normal atau merupakan bagian dari
loop reentrant.

5. Evaluasi hasil: Apa parameter yang harus dipantau untuk menilai keberhasilan
dan toksisitas pengobatan?
Hal-hal yang harus dipantau pada pasien yakni memantau data lab
pasien terutama keseimbangan elektrolitnya, mengecek gejala klinis aritmia
yang mungkin terjadi pada pasien, serta memantau EKG pada pasien.

6. Edukasi pasien: Apa konseling medis yang harus disediakan untuk mencegah
terulangnya?
Untuk mencegah terulangnya kekambuhan maka pasien diberikan edukasi,
yakni:
a. Memberi arahan untuk mengonsumsi makanan yang kaya akan magnesium
serta kalium untuk memenuhi kurangnya zat tersebut dalam tubuh
b. Menginformasikan untuk segera menghubungi rumah sakit apabila kembali
merasakan sakit seperti jantung berdebar, pusing, dan sesak napas.
c. Mengingatkan untuk berolahraga ringan agar kesehatan pasien tetapi
terjaga serta tidak melakukan aktivitas berat.
DAFTAR PUSTAKA

Gardener, dkk. Merenstein & Gardener’s Handbook of Neonatal Intensive Care:


Elsevier Inc. US. 2006.

Nafrialdi, dkk. QT Interval Prolongation Associated With Amiodarone Use in Cipto


Mangunkusumo Hospital, Jakarta: The Indonesian Journal of Internal Medicine Vol.
46. 2014.

C. Hancox, dkk. Erythromycin, QTc IntervaL Prolongation, and Torsade de Pointes;


Case Reports, Major Risk Factors and Illness Severity: Therapeutics Advances in
Infectious Desease. 2014.

Latulola, Shinta M. dan Reginald L.L. Torsade de Pointes: Jurnal Biomedik UnSrat
Vol. 4 No. 2. Manado. 2012.

Anda mungkin juga menyukai