NPM : 1502100117
Kelas :A
Jurusan : S1 PBS
A. Pengertian Salam
Secara bahasa as-salam atau as-salaf berarti pesanan. Secara
terminologis para ulama mendefinisikannya dengan: “Menjual suatu barang
yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu (barang) yang ciri-cirinya
jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan
kemudian hari”.
Secara istilah salam adalah jual beli sesuatu dengan ciri-ciri tertentu
yang akan diserahkan pada waktu tertentu. Contohnya, orang muslim membeli
komoditi tertentu dengan ciri-ciri tertentu, misalnya: mobil, rumah makan,
hewan, dan sebagainya, yang akan diterimanya pada waktu tertentu. Ia bayar
harganya dan menunggu waktu yang telah disepakati untuk menerima
komoditi tersebut. Jika waktunya telah tiba, penjual menyerahkan komoditi
tersebut kepadanya.
Secara umum Bai’ as-salam adalah jenis transaksi jual beli yang dalam
halini pembayaran terjadi pada saat akad namun penyerahan barang terjadi
dikemudian hari dengan waktu yang telah ditentutan. Transaksi ini
memberikan keuntungan baik pada pembeli ataupun penjual. Keuntungan
tersebut adalah si pembeli mendapatkan harga yang lebih murah dan si penjual
mendapatkan modal untuk membeli barang yang dipesan. Bank syariah
menggunakan jenis transaksi jual beli ini untuk memberikan modal kepada
nasabah, sehingga bank syariah terhindar dari pembungaan uang seperti yang
terjadi pada bank konvensional. Jika bank konvensional menggunakan
presentase dari jumlah pinjaman untuk mendapatkan keuntungan, maka bank
syariah menggunakan perhitungan laba dari hasil penjualan barang yang
sebelumnya telah dilakukan transaksi bai’ as-salam dengan nasabah.
Dalam literatur lain salam diartikan sebagai transaksi jual beli barang
pesanan Siantar pembeli dan penjual. spesifikasi dan dan harga pesanan harus
sudah disepakati diawal transaksi, sedangkan pembayarannya dilakukan
Dwimuka secara penuh. Selanjutnya menurut para ulama’ syafiiyah dan
hanabilah, salam iartikan sebagai transaksi atas pesanan dengan spesifikasi
tertentu yang di tangguhkan pembayarannya pada waktu tertentu yang
pembayarannya dilakukan secara tunai di majelis akad. Umala’ malikiyah
mengemukakan salam adalah transaksi jual beli yang pembayarannnya
dilakukan secara tunai dan komoditas pesanan diserahkan pada waktu tertentu.
Dalam perjanjian As-Salam ini pihak pembeli barang disebut As-
Salam (yang menyerahkan), pihak penjual disebut Al-Muslamuilaihi (orang
yang diserahi), dan barang yang dijadikan objek disebut Al-Muslam Fiih
(barang yang akan diserahkan), serta harga barang yang diserahkan kepada
penjual disebut Ra’su Maalis Salam (modal As-Salam).
Dengan dasar dua dalil ini, maka transaksi atau jual beli dengan salam
dibolehkan. Tujuannya adalah memperoleh kemudahan dalam menjalankan
bisnis, karena barangnya boleh dikirim belakangan. Jika terjadi penipuan atau
barang tidak sesuai dengan pesanan, maka nasabah atau pengusaha
mempunyai hak khiyar yaitu berhak membatalkannya atau meneruskannya
dengan konpensasi seperti mengurangi harganya.
Menurut Ijma’, mengutip dari perkataan Ibnu Mundzir yang
mengatakan bahwa, semua ahli ilmu (ulama) telah sepakat bahwa jual beli
salam diperbolehkan, karena terdapat kebutuhan dan keperluan untuk
memudahkan urusan manusia.
Dari ketentuan hukum diatas, jelas terlihat tentang pembolehan
pembayaran yang didahulukan.
Pembiayan salam diutamakan untuk pembelian dan penjualan hasil
produksi pertanian, perkebunan, dan peternakan. Petani dan peternak pada
umumnya membutuhkan dana untuk modal awal dalam melaksanakan
aktivitasnya, sehingga bank syariah dapat memberikan dana pada saat akad.
Setelah hasil panen, maka nasabah akan membayar salam kembali. Dengan
melakukan transaksi salam, maka petani dan peternak dapat mengambil
manfaat tersebut.
Penjelasan:
1. Bank Syariah melakukan negosiasi dengan pengusaha/nasabah tentang
pesanan dengan kriteria tertentu.
2. Bank Syariah memesan barang kepada produsen sesuai dengan spesifikasi
yang ditentukan oleh pengusaha atau nasabah.
3. Produsen mengirim dokumen kepada Bank Syariah
4. Produsen mengirim barang yang dipesan kepada pengusaha/ nasabah.
5. Pengusaha /nasabah membayar kepada Bank Syariah dengan cicilan setiap
bulannya sesuai denga kesepakadan yang dibuat.
ٱلر ْح َٰم ِن ه
ٱلر ِح ِيم ِ ِب ْس ِم ه
ٱَّلل ه
Dewan Syari’ah Nasional setelah
Menimbang : a. bahwa jual beli barang dengan cara pemesanan dan
pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-
syarat tertentu, disebut dengan salam, kini telah
melibatkan pihak perbankan;
b. bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan
ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan
fatwa tentang salam untuk dijadikan pedoman oleh
lembaga keuangan syari'ah.
َيآ أَيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا الَتَأ ْ ُكلُ ْوا أ َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم
...اض ِم ْن ُك ْم ٍ ارة ً َع ْن ت َ َر َ اط ِل ِإالَّ أ َ ْن ت َ ُك ْونَ تِ َج ِ ِب ْال َب
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling
memakan (mengambil) harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”.
2. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
… َيآ أَيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا أ َ ْوفُ ْوا ِب ْالعُقُ ْو ِد
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu
…”.
3. Hadis Nabi SAW.:
ي رضي هللا عنه أ َ َّن ْ س ِع ْي ٍد ْال ُخ ْد ِر
َ َع ْن أَبِ ْي
إِنِِّ َما:سلَّ َم قَا َل َ ُصلَّى هللا
َ علَ ْي ِه َوآ ِل ِه َو َ ِس ْو َل هللا ُ َر
(رواه البيهقي وابن ماجه،اض ٍ ْالبَ ْي ُع َع ْن ت َ َر
)وصححه ابن حبان
Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu harus
dilakukan suka sama suka." (HR. al-Baihaqi dan
Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
4. Hadis riwayat Bukhari dari Ibn 'Abbas, Nabi
bersabda:
ٍ َُيءٍ فَ ِف ْي َك ْي ٍل َم ْعل
وم َو َو ْز ٍن ْ ف فِي ش َ ََم ْن أ َ ْسل
.ومٍ ُوم ِإلَى أ َ َج ٍل َم ْعلٍ َُم ْعل
"Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya
ia melakukan dengan takaran yang jelas dan
timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang
diketahui" (HR. Bukhari, Shahih al-Bukhari
[Beirut: Dar al-Fikr, 1955], jilid 2, h. 36)
5. Hadis Nabi riwayat jama'ah:
... ظ ْلم
ُ يِِّ ِط ُل ْالغَن
ْ َم
"Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan
oleh orang mampu adalah suatu kezaliman ..."
6. Hadis Nabi riwayat Nasa'i, Abu Dawud, Ibu Majah,
dan Ahmad:
ُعقُ ْو َبتَه ِ ي ْال َو
َ اج ِد يُ ِح ُّل ِع ْر
ُ ضهُ َو ُّ َل
"Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan
oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan
pemberian sanksi kepadanya."
7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi:
ص ْل ًحا َح َّر َم
ُ َّص ْل ُح َجائِز َبيْنَ ْال ُم ْس ِل ِمينَ ِإال ُّ اَل
َحالَالً أ َ ْو أ َ َح َّل َح َرا ًما َو ْال ُم ْس ِل ُمونَ َعلَى
طا َح َّر َم َحالَالً أ َ ْو أ َ َح َّل َح َرا ًماً وط ِه ْم ِإالَّ ش َْر ِ ش ُر ُ
.)(رواه الترمذي عن عمرو بن عوف
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum
muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan
kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka
kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram” (HR. Tirmidzi dari
‘Amr bin ‘Auf).
8. Ijma. Menurut Ibnul Munzir, ulama sepakat (ijma’)
atas kebolehan jual beli dengan cara salam. Di
samping itu, cara tersebut juga diperlukan oleh
masyarakat (Wahbah, 4/598).
9. Kaidah fiqh:
ِ َص ُل فِى ْال ُم َعا َمال
ت اْ ِإل َبا َحةُ ِإالَّ أ َ ْن يَدُ َّل دَ ِليْل ْ َ اَأل
َ َعلَى ت َ ْح ِري ِْم
.ها
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”
Keenam : Perselisihan:
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
persoalannya diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 29 Dzulhijjah 1420 H
4 April 2000 M
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua
Prof. K.H. Ali Yafie
Sekretaris
Drs. H. A Nazri Adlani