Anda di halaman 1dari 13

Nama : Sarah Rohmawati

NPM : 1502100117
Kelas :A
Jurusan : S1 PBS

JUAL BELI SALAM

A. Pengertian Salam
Secara bahasa as-salam atau as-salaf berarti pesanan. Secara
terminologis para ulama mendefinisikannya dengan: “Menjual suatu barang
yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu (barang) yang ciri-cirinya
jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan
kemudian hari”.
Secara istilah salam adalah jual beli sesuatu dengan ciri-ciri tertentu
yang akan diserahkan pada waktu tertentu. Contohnya, orang muslim membeli
komoditi tertentu dengan ciri-ciri tertentu, misalnya: mobil, rumah makan,
hewan, dan sebagainya, yang akan diterimanya pada waktu tertentu. Ia bayar
harganya dan menunggu waktu yang telah disepakati untuk menerima
komoditi tersebut. Jika waktunya telah tiba, penjual menyerahkan komoditi
tersebut kepadanya.
Secara umum Bai’ as-salam adalah jenis transaksi jual beli yang dalam
halini pembayaran terjadi pada saat akad namun penyerahan barang terjadi
dikemudian hari dengan waktu yang telah ditentutan. Transaksi ini
memberikan keuntungan baik pada pembeli ataupun penjual. Keuntungan
tersebut adalah si pembeli mendapatkan harga yang lebih murah dan si penjual
mendapatkan modal untuk membeli barang yang dipesan. Bank syariah
menggunakan jenis transaksi jual beli ini untuk memberikan modal kepada
nasabah, sehingga bank syariah terhindar dari pembungaan uang seperti yang
terjadi pada bank konvensional. Jika bank konvensional menggunakan
presentase dari jumlah pinjaman untuk mendapatkan keuntungan, maka bank
syariah menggunakan perhitungan laba dari hasil penjualan barang yang
sebelumnya telah dilakukan transaksi bai’ as-salam dengan nasabah.
Dalam literatur lain salam diartikan sebagai transaksi jual beli barang
pesanan Siantar pembeli dan penjual. spesifikasi dan dan harga pesanan harus
sudah disepakati diawal transaksi, sedangkan pembayarannya dilakukan
Dwimuka secara penuh. Selanjutnya menurut para ulama’ syafiiyah dan
hanabilah, salam iartikan sebagai transaksi atas pesanan dengan spesifikasi
tertentu yang di tangguhkan pembayarannya pada waktu tertentu yang
pembayarannya dilakukan secara tunai di majelis akad. Umala’ malikiyah
mengemukakan salam adalah transaksi jual beli yang pembayarannnya
dilakukan secara tunai dan komoditas pesanan diserahkan pada waktu tertentu.
Dalam perjanjian As-Salam ini pihak pembeli barang disebut As-
Salam (yang menyerahkan), pihak penjual disebut Al-Muslamuilaihi (orang
yang diserahi), dan barang yang dijadikan objek disebut Al-Muslam Fiih
(barang yang akan diserahkan), serta harga barang yang diserahkan kepada
penjual disebut Ra’su Maalis Salam (modal As-Salam).

B. Dasar Hukum Salam


Dasar Hukum Salam terdapat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat
282.
 
  
   
......  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya” (QS. Al-Baqarah : 282)

Dan utang secara umum meliputi utang-piutang dalam jual beli


salam,dan utang-piutang dalam jual beli lainnya. Ibnu Abbas telah
menafsirkan tentang utang-piutang dalam jual beli salam.
Dalam kaitan ayat di atas Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat
tersebut dengan transaksi bai’ as-Salam, hal ini tampak jelas dari ungkapan
beliau: “Saya bersaksi bahwa salam (salaf) yang dijamin untuk jangka waktu
tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya.” Ia
lalu membaca ayat tersebut.
Dalam hadis rasul bersabda :
‫ قَ ِد َم اَلنَّبِ ُّي صلى هللا عليه وسلم‬:‫ قَا َل‬-‫ع ْن ُه َما‬ َّ َ ‫ َر ِض َي‬- ‫اس‬
َ ُ‫ّللَا‬ ٍ َّ‫عب‬ َ ‫ع َِن اِ ْب ِن‬
‫ف ِفي‬ َ َ‫سل‬ َ َ
ْ ‫ ( َم ْن أ‬:‫ فقَا َل‬,‫سنَتَ ْي ِن‬ َ
َّ ‫س َنة َوال‬ َّ ‫ون ِفي اَلثِ َم ِار اَل‬ َ ُ‫س ِلف‬ ْ ُ‫ َو ُه ْم ي‬,َ‫ا َ ْل َمدِينَة‬
.‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ق‬ ٍ ُ‫ إِلَى أ َ َج ٍل َم ْعل‬,‫وم‬
ٌ ‫وم ) ُمت َّ َف‬ ٍ ُ‫ َو َو ْز ٍن َم ْعل‬,‫وم‬ ٍ ُ‫ف فِي َك ْي ٍل َم ْعل‬ ْ ُ‫ت َ ْم ٍر فَ ْلي‬
ْ ‫س ِل‬
ٍ‫ف ِفي ش َْيء‬ َ َ‫سل‬ ْ َ ‫ َم ْن أ‬:ِ‫َو ِل ْلبُ َخ ِاري‬
Artinya: Ibnu Abbas berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam datang ke
Madinah dan penduduknya biasa meminjamkan buahnya untuk
masa setahun dan dua tahun. Lalu beliau bersabda: "Barangsiapa
meminjamkan buah maka hendaknya ia meminjamkannya dalam
takaran, timbangan, dan masa tertentu." Muttafaq Alaihi. Menurut
riwayat Bukhari: "Barangsiapa meminjamkan sesuatu."

Dengan dasar dua dalil ini, maka transaksi atau jual beli dengan salam
dibolehkan. Tujuannya adalah memperoleh kemudahan dalam menjalankan
bisnis, karena barangnya boleh dikirim belakangan. Jika terjadi penipuan atau
barang tidak sesuai dengan pesanan, maka nasabah atau pengusaha
mempunyai hak khiyar yaitu berhak membatalkannya atau meneruskannya
dengan konpensasi seperti mengurangi harganya.
Menurut Ijma’, mengutip dari perkataan Ibnu Mundzir yang
mengatakan bahwa, semua ahli ilmu (ulama) telah sepakat bahwa jual beli
salam diperbolehkan, karena terdapat kebutuhan dan keperluan untuk
memudahkan urusan manusia.
Dari ketentuan hukum diatas, jelas terlihat tentang pembolehan
pembayaran yang didahulukan.
Pembiayan salam diutamakan untuk pembelian dan penjualan hasil
produksi pertanian, perkebunan, dan peternakan. Petani dan peternak pada
umumnya membutuhkan dana untuk modal awal dalam melaksanakan
aktivitasnya, sehingga bank syariah dapat memberikan dana pada saat akad.
Setelah hasil panen, maka nasabah akan membayar salam kembali. Dengan
melakukan transaksi salam, maka petani dan peternak dapat mengambil
manfaat tersebut.

C. Rukun dan Syarat Salam


Adapun rukun salam adalah; a.Pembeli (muslam); b.Penjual (muslam
ilahi); c.Modal uang (annuqud); d.Barang (muslam fihi); e.Serah terima
barang (Ijab qabul).
a. Pembeli (musalam)
Adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang. Harus
memenuhi kriteria cakap bertindak hukum (balig dan berakal sehat) serta
mukhtar (tidak dalam tekanan/paksaan).
b. Penjual (musala ilaih)
Adalah pihak yang memasok barang pesanan. Harus memenuhi
kriteria cakap bertindak hukum (balig dan berakal sehat) serta mukhtar
(tidak dalam tekanan/paksaan.
c. Ucapan (sighah)
Harus diungkapkan dengan jelas, sejalan, dan tidak terpisah oleh
hal-hal yang dapat memalingkan keduanya dari maksud akad.

d. Barang yang dipesan (muslam fiqh)


Dalam hal ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Dinyatakan jelas jenisnya
2) Jelas sifat-sifatnya.
3) Jelas ukurannya.
4) Jelas batas waktunya.
5) Tempat penyerahan dinyatakan secara jelas.

Sedangkan syarat jual beli salam adalah sebagai berikut :


a. Pembayarannya dilakukan dengan kontan, dengan emas, atau perak, atau
logam-logam, agar hal-hal ribawi tidak diprjualbelikandengan sejenisnya
secara tunda.
b. Komodiinya harus dengan spesifikasi yang jelas, misalnya, dengan
menyebut jenisnya dan ukurannya, agar tidak trjadi konflik antara seorang
muslim dengan saudaranya yang menyebabkan dendam dan permusuhan
Siantar keduanya.
c. Waktu penyerahan komoditi harus ditentukan, misalnya setengah bulan
yang akan datang atau lebih.
d. Penyerahan uang dilakuakan di dalam satu majelis.

D. Penerapan Jual Beli Salam pada Lembaga Keuangan Syari’ah


Secara bahasa as-salam atau as-salaf berarti pesanan. Secara
terminologis para ulama mendefinisikannya dengan: “Menjual suatu barang
yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu (barang) yang ciri-cirinya
jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan
kemudian hari”.
Untuk hal ini para fuqaha (ahli hukum islam) menamainya dengan
Al-Mahawi’ij yang artinga “barang mendesak”, sebab dalam jual beli ini
barang yang menjadi objek perjanjian jual beli tidak ada ditempat, sementara
itu kedua belah pihak telah sepakat untuk melakukan pembayaran terlebih
dahulu.
Dalam perjanjian As-Salam ini pihak pembeli barang disebut As-
Salam (yang menyerahkan), pihak penjual disebut Al-Muslamuilaihi (orang
yang diserahi), dan barang yang dijadikan objek disebut Al-Muslam Fiih
(barang yang akan diserahkan), serta harga barang yang diserahkan kepada
penjual disebut Ra’su Maalis Salam (modal As-Salam).
Dalam literatur lain salam diartikan sebagai transaksi jual beli barang
pesanan Siantar pembeli dan penjual. spesifikasi dan dan harga pesanan harus
sudah disepakati diawal transaksi, sedangkan pembayarannya dilakukan
Dwimuka secara penuh. Selanjutnya menurut para ulama’ syafiiyah dan
hanabilah, salam iartikan sebagai transaksi atas pesanan dengan spesifikasi
tertentu yang di tangguhkan pembayarannya pada waktu tertentu yang
pembayarannya dilakukan secara tunai di majelis akad. Umala’ malikiyah
mengemukakan salam adalah transaksi jual beli yang pembayarannnya
dilakukan secara tunai dan komoditas pesanan diserahkan pada waktu tertentu.
Sedangkan dalam kodifikasi produk perbankan Syariah dijelaskan
bahwa pengertian salam adalah Jual beli barang dengan cara pemesanan
berdasarkan persyaratan dan kriteria tertentu sesuai kesepakatan serta
pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
Secara umum Bai’ as-salam adalah jenis transaksi jual beli yang dalam
halini pembayaran terjadi pada saat akad namun penyerahan barang terjadi
dikemudian hari dengan waktu yang telah ditentutan. Transaksi ini
memberikan keuntungan baik pada pembeli ataupun penjual. Keuntungan
tersebut adalah si pembeli mendapatkan harga yang lebih murah dan si penjual
mendapatkan modal untuk membeli barang yang dipesan. Bank syariah
menggunakan jenis transaksi jual beli ini untuk memberikan modal kepada
nasabah, sehingga bank syariah terhindar dari pembungaan uang seperti yang
terjadi pada bank konvensional. Jika bank konvensional menggunakan
presentase dari jumlah pinjaman untuk mendapatkan keuntungan, maka bank
syariah menggunakan perhitungan laba dari hasil penjualan barang yang
sebelumnya telah dilakukan transaksi bai’ as-salam dengan nasabah.
Jual Beli salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang
diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh,
sedang pembayaran secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, nasabah
sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam salam,
kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang ditentukan secara
pasti. Dalam praktek, barang yang telah diserahkan kepada Bank, maka Bank
dapat menjual kembali barang tersebut secara tunai atau cicilan. Harga jual
yang ditetapkan adalah harga beli ditambah keuntungan.
Jual beli Salam berbeda dengan ijon, sebab pada ijon, barang yang
dibeli tidak diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan
harga beli sangat tergantung kepada keputusan si tengkulak yang mempunyai
posisi lebih kuat. Aplikasi Bai’ as Salam pada Lembaga Keuangan Syariah
biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu
yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Lembaga Keuangan dapat menjual
kembali barang yang dibeli kepada pembeli kedua, misalnya kepada Bulog,
Pedagang Pasar Induk, atau Grosir. Penjualan kembali kepada pembeli kedua
ini dikenal dengan istilah “Salam Paralel”.
Salam adalah akad pesanan barang yang disebutkan sifat-sifatnya,
yang dalam majelis itu pemesan barang menyerahkan uangnya terlebih
dahulu. Salam merupakan bentuk jual beli dengan membayar dimuka dan
penyerahan barang dikemudian hari (advanced payment atau forward buying
atau future sales) dengan harga, spesifikasi, jumlah kualitas, tanggal dan
tempat penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian.
Barang yang diperjualbelikan belum tersedia pada saat transaksi dan harus
diproduksi terlebih dahulu, seperti produk-produk pertanian dan produk-
produk fungible (barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat,
ukuran, dan jumlahnya) lainnya. Barang-barang non-fungible seperti batu
mulia, lukisan berharga, dan lain-lain yang merupakan barang langka tidak
dapat dijadikan objek salam (Al-Omar dan Abdel –Haq,1996).
Transaksi ba’i salam merupakan transaksi yang biasanya dilakukan
bukan oleh pedagang. Ada bentuk khusus dari ba’i salam yang digunakan oleh
bank syariah sebagai instrumen pembiayaan, yaitu yang disebut paralel salam.
Paralel salam adalah back-to-back sales contract. Salam paralel merupakan
transaksi pembelian atas barang tertentu oleh nasabah kepada LKS. Pembelian
tidak secara langsung dengan melakukan penyerahan barang, akan tetapi
nasabah hanya memberikan spesifikasi barang kemudian LKS memesan
barang yang diminta nasabah kepada pihak ketiga atau produsen.
Pembayaran oleh nasabah kepada bank dapat dilakukan dimuka pada
saat ditandatanganinya akad salam atau secara tunai pada saat penyerahan
barang (salam wal bai’u muthlaqah) atau dengan cara mengangsur (salam wal
murabahah).
Apabila pembayaran oleh nasabah dilakukan secara tunai atau dengan
cara mengangsur, biasanya bank mensyaratkan agar nasabah terlebih dahulu
membayar sejumlah uang muka yang diperlukan.
Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank,
maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau nasabah itu sendiri
secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan oleh bank adalah
harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank
menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridginng
financing). Adapun dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak
harus nmenyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati
tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini
diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian
komoditas pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai
atau secara cicilan.
SEBI No. 10/14/DPbs tertanggal 17 Maret 2008 memberikan
ketentuan implementasi akad salam dalam produk jual beli sebagai berikut:
1. Bank bertindak baik sebagai pihak peyedia dana maupun sebagai pembeli
barang untuk kegiatan transaksi salam dengan nasabah yang bertindak
sebagai penjual barang;
2. Barang dalam transaksi salam adalah objek jual beli dengan spesifikasi,
kualitas, jumlah jangka waktu, tempat dan harga yang jelas, yang pada
umumnya tersedia secara reguler dipasar, serta bukan objek jual beli yang
sulit diidentifikasi ciri-cirinya dimana antara lain nilainya berubah-ubah
tergantung penilaian subyektif;
3. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk
pembiayaan atas dasar akad salam, serta hak dan kewajiban nasabah
sebagaimana diatur dalam ketentuan bank indonesia mengenai transparasi
informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah;
4. Bank wajib melakukan analisis atas rencana pembiayaan atas dasar salam
kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa
atas karakter (character) dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa
kapasitas usaha (condition);
5. Bank dan nasabah wajib munuangkan kesepakatan dalam bentuk
perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar salam;
6. Pembayaran atas dasar nasabah oleh bank harus dilakukan di muka secara
penuh yaitu pembayaran segera atas pembiayaan atas dasar akad salam
disepakati atau paling lambat tujuh hari setelah pembiyaan atas dasar akad
salam disepakati; dan
7. Pembayaran oleh bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk
pembebasan utang nasabah kepada bank atau dalam bentuk piutang bank.
Skema pelaksanaan jual beli salam dengan bermitra melalui Bank
Syariah adalah sebagai berikut :

Penjelasan:
1. Bank Syariah melakukan negosiasi dengan pengusaha/nasabah tentang
pesanan dengan kriteria tertentu.
2. Bank Syariah memesan barang kepada produsen sesuai dengan spesifikasi
yang ditentukan oleh pengusaha atau nasabah.
3. Produsen mengirim dokumen kepada Bank Syariah
4. Produsen mengirim barang yang dipesan kepada pengusaha/ nasabah.
5. Pengusaha /nasabah membayar kepada Bank Syariah dengan cicilan setiap
bulannya sesuai denga kesepakadan yang dibuat.

Contoh Kasus Jual Beli Salam


Seorang petani memiliki 2 hektar sawah mengajukan pembiayaan ke
bank sebesar Rp 5.000.000,00. Penghasilan yang didapat dari sawah biasanya
berjumlah 4 ton dan beras dijual dengan harga Rp 2.000,00 per kg. ia akan
menyerahkan beras 3 bulan lagi. Bagaimana perhitungannya? Bank akan
mendapatkan beras Rp 5juta dibagi Rp 2.000,00 per kg = 2.5 ton. Setelah
melalui negoisasi bank menjual kembali pada pihak ke 3 dengan harga Rp
2.400,00 per kg yang berarti total dana yang kembali sebesar Rp 6juta.
Sehingga bank mendapat keungtungan 20%.

E. Fatwa DSN MUI Tentang Jual Beli Salam


FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
Jual Beli Salam

‫ٱلر ْح َٰم ِن ه‬
‫ٱلر ِح ِيم‬ ِ ‫ِب ْس ِم ه‬
‫ٱَّلل ه‬
Dewan Syari’ah Nasional setelah
Menimbang : a. bahwa jual beli barang dengan cara pemesanan dan
pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-
syarat tertentu, disebut dengan salam, kini telah
melibatkan pihak perbankan;
b. bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan
ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan
fatwa tentang salam untuk dijadikan pedoman oleh
lembaga keuangan syari'ah.

Mengingat : 1. Firman Allah QS. al-Nisa' [4]: 29:

‫َيآ أَيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا الَتَأ ْ ُكلُ ْوا أ َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم‬
...‫اض ِم ْن ُك ْم‬ ٍ ‫ارة ً َع ْن ت َ َر‬ َ ‫اط ِل ِإالَّ أ َ ْن ت َ ُك ْونَ تِ َج‬ ِ ‫ِب ْال َب‬
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling
memakan (mengambil) harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”.
2. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
… ‫َيآ أَيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا أ َ ْوفُ ْوا ِب ْالعُقُ ْو ِد‬
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu
…”.
3. Hadis Nabi SAW.:
‫ي رضي هللا عنه أ َ َّن‬ ْ ‫س ِع ْي ٍد ْال ُخ ْد ِر‬
َ ‫َع ْن أَبِ ْي‬
‫ إِنِِّ َما‬:‫سلَّ َم قَا َل‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َوآ ِل ِه َو‬ َ ِ‫س ْو َل هللا‬ ُ ‫َر‬
‫ (رواه البيهقي وابن ماجه‬،‫اض‬ ٍ ‫ْالبَ ْي ُع َع ْن ت َ َر‬
)‫وصححه ابن حبان‬
Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu harus
dilakukan suka sama suka." (HR. al-Baihaqi dan
Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
4. Hadis riwayat Bukhari dari Ibn 'Abbas, Nabi
bersabda:
ٍ ُ‫َيءٍ فَ ِف ْي َك ْي ٍل َم ْعل‬
‫وم َو َو ْز ٍن‬ ْ ‫ف فِي ش‬ َ َ‫َم ْن أ َ ْسل‬
.‫وم‬ٍ ُ‫وم ِإلَى أ َ َج ٍل َم ْعل‬ٍ ُ‫َم ْعل‬
"Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya
ia melakukan dengan takaran yang jelas dan
timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang
diketahui" (HR. Bukhari, Shahih al-Bukhari
[Beirut: Dar al-Fikr, 1955], jilid 2, h. 36)
5. Hadis Nabi riwayat jama'ah:
... ‫ظ ْلم‬
ُ ‫ي‬ِِّ ِ‫ط ُل ْالغَن‬
ْ ‫َم‬
"Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan
oleh orang mampu adalah suatu kezaliman ..."
6. Hadis Nabi riwayat Nasa'i, Abu Dawud, Ibu Majah,
dan Ahmad:
ُ‫عقُ ْو َبتَه‬ ِ ‫ي ْال َو‬
َ ‫اج ِد يُ ِح ُّل ِع ْر‬
ُ ‫ضهُ َو‬ ُّ َ‫ل‬
"Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan
oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan
pemberian sanksi kepadanya."
7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi:
‫ص ْل ًحا َح َّر َم‬
ُ َّ‫ص ْل ُح َجائِز َبيْنَ ْال ُم ْس ِل ِمينَ ِإال‬ ُّ ‫اَل‬
‫َحالَالً أ َ ْو أ َ َح َّل َح َرا ًما َو ْال ُم ْس ِل ُمونَ َعلَى‬
‫طا َح َّر َم َحالَالً أ َ ْو أ َ َح َّل َح َرا ًما‬ً ‫وط ِه ْم ِإالَّ ش َْر‬ ِ ‫ش ُر‬ ُ
.)‫(رواه الترمذي عن عمرو بن عوف‬
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum
muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan
kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka
kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram” (HR. Tirmidzi dari
‘Amr bin ‘Auf).
8. Ijma. Menurut Ibnul Munzir, ulama sepakat (ijma’)
atas kebolehan jual beli dengan cara salam. Di
samping itu, cara tersebut juga diperlukan oleh
masyarakat (Wahbah, 4/598).
9. Kaidah fiqh:
ِ َ‫ص ُل فِى ْال ُم َعا َمال‬
‫ت اْ ِإل َبا َحةُ ِإالَّ أ َ ْن يَدُ َّل دَ ِليْل‬ ْ َ ‫اَأل‬
َ ‫َعلَى ت َ ْح ِري ِْم‬
.‫ها‬
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”

Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional


pada hari Selasa, tanggal 29 Dzulhijjah 1420 H./4 April
2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI SALAM

Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:


1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik
berupa uang, barang, atau manfaat.
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak
disepakati.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan
hutang.

Kedua : Ketentuan tentang Barang:


1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai
hutang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang
sejenis sesuai kesepakatan.

Ketiga : Ketentuan tentang Salam Paralel (‫)السلم الموازي‬:


Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat, akad
kedua terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama.
Keempat : Penyerahan Barang Sebelum atau pada waktunya:
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada
waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah
disepakati.
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang
lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan
harga.
3. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang
lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia
tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon).
4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari
waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan
jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak
boleh menuntut tambahan harga.
5. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada
waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan
pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua
pilihan:
a. membatalkan kontrak dan meminta kembali
uangnya,
b. menunggu sampai barang tersedia.

Kelima : Pembatalan Kontrak:


Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama
tidak merugikan kedua belah pihak.

Keenam : Perselisihan:
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
persoalannya diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 29 Dzulhijjah 1420 H

4 April 2000 M
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua
Prof. K.H. Ali Yafie
Sekretaris
Drs. H. A Nazri Adlani

Anda mungkin juga menyukai