Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Hukum, Vol. 1, No.

1, 2020

HUKUM SYARA’ DAN HUKUM TA’LIFI

Andi Fathur Rohman


fathurandi465@gmail.com

IAIN Metro
Jl. Ki Hajar Dewantara 15 A, Metro Timur, Kota Metro

Abstract: Shara law 'according to the term fiqh expert is the influence caused by the syar'i doctrine
in deeds (mukallaf), such as obligations, prohibitions and abilities. And what is meant by a mukallaf
act is an act carried out by a healthy minded adult human, including acts of the heart, such as
intentions and acts of speech such as gibah (gossiping) and nam (pitting sheep). Imperative means
the demand to do something, that is to say, or the demand to leave it, that is, to prohibit, whether the
demand is forced or not. As for what is meant by superstition, namely the ability to choose between
doing something or leaving it with the same position. Ta'lifi's Law is a law that explains commands,
prohibitions, and choices for carrying out something or leaving it. Ta'lifi's law takes the form of
demands or choices. In terms of what is demanded, Ta'lifi is divided into two, namely the demand
to do and demand to leave. While in terms of the form of demand also divided into two, namely the
exact demands and uncertain demands. The choice lies between doing and leaving.

Keywords: Law, Shara, Ta’lifi

Abstrak: Hukum syara’ menurut istilah ahli fiqh adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh doktrin
syar’i dalam perbuatan (mukallaf), seperti kewajiban, keharaman dan kebolehan. Dan yang
dimaksud dengan perbuatan mukallaf adalah perbuatan yang dilakukan oleh manusia dewasa yang
berakal sehat meliputi perbuatan hati, seperti niat dan perbuatan ucapan seperti ghibah
(menggunjing) dan namimah (mengadu domba). Imperatif berarti tuntutan untuk melakukan sesuatu
yakni memerintah atau tuntutan untuk meninggalkannya yakni melarang, baik tuntutan itu bersifat
memaksa atau tidak. Adapun yang dimaksud dengan takhyir/fakultatif yaitu kebolehan memilih
antara melakukan sesuatu atau meninggalkannya dengan posisi yang sama. Hukum Ta’lifi adalah
hukum yang menjelaskan tentang perintah, larangan, dan pilihan untuk menjalankan sesuatu atau
meninggalkannya. Hukum ta’lifi berbentuk tuntutan atau pilihan. Dari segi apa yang dituntut,
Ta’lifi terbagi dua, yaitu tuntutan untuk memperbuat dan tuntutan untuk meninggalkan. Sedangkan
dari segi bentuk tuntutan juga terbagi dua, yaitu tuntutan secara pasti dan tuntutan secara tidak pasti.
Adapun pilihan terletak antara memperbuat dan meninggalkan.

Kata Kunci, Hukum, Syara’, Ta’lifi

Pendahuluan memiliki akal atau pikiran yang sudah berasa


Islam merupakan agama yang sangat di antara masing-masing individu.
fleksibel, dan mudah untuk di pahami. Dalam Kebebasan dalam Islam bukan berarti kita
menjalankan aktifitas kesehariannya manusia bebas melakukan segala hal yang kita
diberi kebebasan dalam memilih mana yang di inginkan, akan tetapi harus sesuai dengan
kehendakinya. Manusia adalah seorang batasan dan aturan yang sudah ditentukan.
makhluk yang begitu sempurna dimana Dalam ajaran Islam sendiri ada beberapa
hukum yang dapat kita pahami dan di pelajari

1
Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 1, 2020
agar dalam aktivitas kita berada dalam doktrin syar’i dalam perbuatan (mukkalaf),
ketentuan yang benar sesuai dengan aturan seperti kewajiban, keharaman dan kebolehan. 3
yang ada yaitu di antaranya Hukum Syara’dan Dan yang dimaksud dengan yang
Hukum Ta’lifi. menyangkut perbuatan mukallaf adalah
perbuatan yang dilakukan oleh manusia
A. Hukum Syara' dewasa yang berakal sehat meliputi perbuatan
1. Pengertian Hukum Syara’ hati, seperti niat dan perbuatan ucapan seperti
Berbicara hukum syara’, maka tidak bisa ghibah (menggunjing) dan namimah
terlepas dari al-Hakim, mahkam fih, Mahkum (mengadu-domba). Imperatif berarti tuntutan
‘alaih. Al-Jurjuni, dalam al-Ta’rifatnya, untuk melakukan sesuatu, yakni memerintah
mendefinisikan hukum syara’: atau tuntutan untuk meninggalkannya yakni
melarang, baik tuntutan itu bersifat memaksa
maupun tidak. Adapun yang dimaksud dengan
Artinya: “Gambaran tentang hukum Allah takhyir/ fakultatif yaitu kebolehan memilih
terkait dengan perbuatan-perbuatan mukallaf”1 antara melakukan sesuatu atau
Mayoritas ulama ushul mendefinisikan meninggalkannya dengan posisi yang sama. 4
hukum sebagai Kalam Allah yang menyangkut Adapun hukum syara’ itu menurut Fuqaha,
perbuatan orang dewasa dan berakal sehat, yaitu berita yang melakukan pembicaraan
baik bersifat imperatif, fakultatif atau syar’I dalam perbuatan. Seperti wajib, haram,
menempatkan sesuatu sebagai sebab, syarat, dan mubah. Firman Tuhan yang berbunyi,
dan pengahalang. Yang dimaksud khitab Allah “Tepatilah janji itu”. Wajib menepati janji itu
dalam definisi tersebut adalah semua bentuk adalah hukum dalam istilah Fuqaha. Ada
dalil, baik Al-Qur’an, As-Sunnah maupun firman Tuhan yang berbunyi, “Dan janganlah
yang lainnya, seperti ijma’ dan qiyas. Namun, kamu mendekati zina”. Diharamkan
para ulama kontemporer, seperti Ali menghampiri perzinaan itu adalah hukum
Hasaballah dan Abd. Wahab Khalaf dalam istilah Fuqaha.
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Janganlah dikhayalkan definisi hukum
dalil disini hanya Al-Qur’an dan As-Sunnah. syar’i itu dalam istilah ushul. Karena
Adapun ijma’ dan qiyas hanya sebagai metode pembicaraan syar’i itu bersangkut dengan
menyingkapkan hukum dari Al-Qur’an dan perbuatan mukkalaf. Hukum syar’i itu khusus
sunah tersebut. Dengan demikian, sesuatu dengan nash. Jadi bukan mengandung dalil-
yang disandarkan pada kedua dalil tersebut dalil Syar’i yang lain, dari ijma’ atau qiyas,
tidak semestinya disebut sebagai sumber atau lainnya. Karena seluruh dalil syar’i yang
hukum.2 bukan nash itu ditahqiqkan kepada nash. Pada
Para ahli ushul memberi istilah pada hakikatnya dia adalah pembicaraan syar’i, tapi
hukum yang berhubungan dengan perbuatan bukan secara langsung. Tiap-tiap dalil syar’i
mukkalaf dalam bentuk tuntutan atau pilihan yang bersangkut dengan perbuatan mukkalaf,
dengan hukum ta’lifi, dan hukum yang dituntut atau disuruh pilih atau ditempatkan.
berhubungan dengan perbuatan mukkalaf Itulah dia hukum syar’i, dalam istilah ushul. 5
dalam bentuk tuntunan atau pilihan dengan 2. Pembagian Hukum Syara
hukum ta’lifi, dan hukum yang berhubungan Hukum syara' dibagi menjadi dua, yaitu
dengan perbuatan mukkalaf dalam bentuk hukum ta’lifi dan hukum wadh’i.
ketetapan dengan hukum wadh’i.
Adapun hukum syara’ menurut istilah ahli
fiqh adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh
3
Siska Lis Sulistiani, “Perbandingan Sumber
Hukum Islam”, Jurnal Peradaban dan Hukum Islam.
Vol. 1 No. 1, Maret 2018, h. 104.
1
Shindu Irwansyah, “Perbuatan dan Pertang- 4
Shindu Irwansyah, “Perbuatan dan Pertang-
gungjawaban Hukum dalam Bingkai Ushul Fikih”, gungjawaban Hukum Dalam Bingkai Ushul Fikih”,
Jurnal Peradaban dan Hukum Islam. Vol. 1 No. 1, Maret Jurnal Peradaban dan Hukum Islam. Vol. 1 No. 1, Maret
2018, h. 89.0020 2018, h. 89-90.
2
Rachmad Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih (Bandung: 5
Syekh Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Usul Fikih,
Pustaka Setia, 2007), h. 295. (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 120.

2
Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 1, 2020
a. Hukum ta’lifi perbuatan keji, dan suatu jalan yang
Hukum ta’lifi adalah firman Allah SWT buruk. (QS. Al-Isra: 32)6
yang berisi tuntutan untuk dikerjakan atau 3) Contoh firman Allah yang bersifat memilih
ditinggalkan atau berisi pilihan antara (fakultatif)
dikerjakan atau ditinggalkan.  
1) Contoh firman Allah yang bersifat 
 
menuntut untuk dikerjakan: 
     
   
   
     
    
   Artinya: “Apabila shalat telah

Artinya: Ambillah zakat dari harta dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu
mereka guna membersihkan dan di muka bumi: carilah karunia Allah dan
menyucikan mereka dan berdoalah untuk ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
mereka. Sesungguhnya doa mu itu beruntung. (QS. Al-Jumu’ah: 10)
  
(menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi  
mereka. Allah Maha Mendengar Maha   
Mengetahui. (QS. At-Taubah: 103).  
  
    
   
  
    
   
Artinya: Dan dirikanlah shalat, Artinya: “Dan apabila kamu
tunaikan zakat dan taatilah Rasul, supaya bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa
kamu diberi rahmat (QS. An-Nur: 56). kamu menqashar shalat jika kamu takut
2) Contoh firman Allah yang dilarang untuk diserang orang kafir. Sesungguhnya orang
dikerjakan: kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.
  (QS. An-Nisa: 101)
  b. Hukum Wadh’i
 Hukum Wadh’i adalah firman Allah
 
  SWTyang menuntut untuk menjadikan sesuatu
  sebagai sebab, syarat, atau penghalang bagi
  sesuatu yang lainnya.7
  1) Contoh firman Allah SWT yang
 
 menjadikan sesuatu sebagai sebab:
Artinya: “Dan janganlah kamu  
 
memakan harta diantara kamu dengan   
jalan yang batil dan (janganlah) kami  
menyuap dengan harta itu kepada para   
hakim dengan maksud agar kamu dapat  
 
memakan sebagian harta orang lain itu Artinya: “Dirikanlah shalat
dengan jalan dosa, padahal kamu darisesudah matahari tergelincir sampai
mengetahui (QS. Al-Baqarah: 188) gelap malam dan (dirikan pula shalat)
 
   subuh. Sesungguhnya shalatsubuh itu
  
 
Artinya: “Dan janganlahkamu 6
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana,
mendekati zina: (zina) itu sungguh suatu
2017), h. 124-128
7
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, (Jakarta:
Kencana, 2008), h. 54-55.

3
Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 1, 2020
disaksikan oleh malaikat. (QS. Al-Isra': B. Hukum Ta’lifi
78) Hukum ta’lifi dalam berbagai macamnya
2) Contoh firman Allah SWT yang selalu berada dalam batas kemampuan seorang
menjadikan sesuatu sebagai syarat: mukalaf. Sedangkan hukum wadh’i
  sebagiannya ada yang diluar kemampuan
  manusia dan bukan merupakan aktivitas
 
 manusia. Misalnya keadaan tergelincirnya
 matahari (sebagai tanda masuknya waktu
 zuhur) bukan dalam kemampuan manusia dan
  bukan pula merupakan aktivitasnya.

 Berkaitan dengan al-ahkam al-khamsah,
 yang disebut juga hukum ta’lifi adalah lima
  macam kaidah atau lima kategori penilaian
   mengenai benda dan tingkah laku manusia
 
   dalam Islam. Istilah al-ahkam alkhamsah atau
   "lima nilai” mengacu pada sistem
    mengklasifikasi semua tindakan dan hubungan
   manusia sesuai dengan nilai etika mereka
 
 dalam rangka untuk memastikan tingkat
  kebaikan atau keburukan mereka dalam
  norma-norma Islam.
  Menurut ulama Hanafiah, hukum ta’lifi
 

(jenis perbuatan hukum) dibagi tujuh, yaitu
   fardhu, wajib, tahrim, karahah tahrim, karahah
   tanzih, nadb, dan ibahah. Selanjutnya menurut
   al-Ghazali, sebagai hukum syara’tertentu bagi
  

perbuatan mukallaf, seperti: wajib, haram,
  mubah (kebolehan), sunnat, makruh, sah,
  fasid, batal, dan qadla. Sedangkan dalam
  konsep Barat, yang mengambil alih konsep
Artinya: “Hai orang-orang yang hukum Romawi, hanya dikenal tiga macam
beriman, apabila kamu hendak kaidah hukum, yaitu; permittere
mengerjakan shalat, maka basuhlah (membolehkan), prohibere (melarang), dan
mukamu dan tanganmu sampai dengan imperare (memerintahkan).
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) Hukum ta’lifi adalah hukum yang
kakimu sampai dengan kedua mata kaki, menjelaskan tentang perintah, larangan, dan
dan jika kamu junub maka mandilah, dan pilihan untuk menjalankan sesuatu atau
jika kamu sakit atau dalam perjalanan meninggalkannya. Hukum ta’lifi berbentuk
atau kembali dari tempat buang air tuntutan atau pilihan. Dari segi apa yang
(kakus)atau menyentuh perempuan, lalu dituntut, ta’lifi terbagi dua, yaitu tuntutan
kamu tidak memperoleh air, untuk memperbuat dan tuntutan untuk
makabertayammumlah dengan tanah yang meninggalkan. Sedangkan dari segi bentuk
baik (bersih); sapulah mukamudan tuntutan juga terbagi dua, yaitu tuntutan secara
tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak pasti dan tuntutan tidak secara pasti. Adapun
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia pilihan terletak antara memperbuat dan
hendak membersihkan kamu dan meninggalkan. 9
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, Hukum ta’lifi menurut para ahli usul fikih
supaya kamu bersyukur. ” (QS. Al- adalah ketentuanketentuan Allah dan Rasul-
Maidah: 6)8
9
Amsori, “Al-Ahkam Al-Khams Sebagai
Klasifikasi dan Kerangka Nalar Normatif Hukum Islam:
8
Abdul Hayy Abdul ‘Al, Ushul Fiqh Al-Islami, Teori dan Perbandingan”, Pakuan Law Review Vol. 3
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014), h. 33-34. No. 1, Januari-Juni 2017, h. 40-41.

4
Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 1, 2020
Nya yang berhubungan langsung dengan 2) Wajib Kifa’i (wajib kifayah)
perbuatan orang mukallaf baik dalam bentuk Dilihat dari segi kandungan perintah,
perintah, anjuran untuk melakukan, larangan Hukum Wajib dapat dibagi kepada dua
anjuran untuk tidak melakukan, atau dalam macam:
bentuk memberi kebebasan untuk berbuat atau 1) Wajib Mu’ayyan
tidak berbuat. Adapun yang dimaksud hukum 2) Wajib Mukhayyar
wadl’i ialah ketentuan hukum yang mengatur Dilihat dari segi waktu
tentang sebab, syarat, dan mani’ (suatu yang pelaksanaannya, Hukum Wajib terbagi
menjadi penggalang kecakapan untuk kepada dua macam:
melakukan hukum taklfi). Selanjutnya baik 1) Wajib Mutlaq
hukum ta’lifi maupun hukum wadl’i terbagi 2) Wajib Muaqqat
pula kepada beberapa macam seperti akan 2. Mandub
dijelaskan berkut ini. a. Pengertian Mandub
Hukum ta’lifi, seperti dikemukakan oleh Kata mandub dari segi bahasa berarti
Abdul Wahab Khallaf, terbagi kepada lima “sesuatu yang dianjurkan”. Sedangkan
macam, yaitu: wajib, mandub, haram, makruh, menurut istilah, seperti dikemukakan Abdul
dan mubah. Dasar pembagian ersebut adalah Karim Zaidan, adalah suatu perbuatan yang
bahwa ketentuan Allah dan Rasul-Nya yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya, di
berua perintah, menimbulkan hukum wajib. mana akan diberi pahala orng yang
Ketentuan yang berupa anjuran untuk melaksanakannya, namun tidak dicela
melakukan menimbulkan hukum mandub, dan orang yang tidak melaksanakannya.
suatu larangan menimbulkan hukum haram, b. Pembagian Mandub
anjuran untuk meninggalkan menimbulkkan Seperti dikemukakan Abdul-Karim
hukum makruh, dan ketentuan yang Zaidan, mandubterbagi kepada beberapa
memberikan kebebasan untuk melakukan dan tingkatan:
tidak melakukan menimbulkan hukum mubah.
Masing-masing dari beberapa istilah 1) Sunnah Muakkadah
hukum diatas akan dijelaskan secara ringkas 2) Sunnah ghair al-Muakkadah
dibawah ini: 10 3) Sunnah al-Zawaid
1. Wajib 3. Haram
a. Pengertin Wajib a. Pengertian Haram
Secara etimologi kata wajib berarti Kata haram seacara etimologi berarti
tetap atau pasti. secara terminologi, seperti “sesuatu yang dilarang mengerjakannya”.
dikemukakan Abd. al-Karim Zaidan, ahli Secara terminologi Ushul Fiqih kata
hukum Islam berkembang Irak, wajib haram berarti sesuatu yang dilarang oleh
berarti: Allah dan Rasul-Nya, dimana orang yang
Sesuatu yang diperintahkan melanggarnya dianggap durhaka dan
(diharuskan) oleh Allah dan Rasul-Nya diancam dengan dosa, dan orang yang
untuk dilaksanakan oleh orang mukalaf, meninggalkannya karena menaati Allah,
dan apabila dilaksanakan akan mendapat diberi pahala.
pahala dari Allah, sebaikanya apabila b. Pembagian Haram
tidak dilaksanakan diancam dengan dosa. Para ulama Ushul Fiqih, antara lain
b. Pembagian Wajib Abdul-Karim Zaidan, membagi haram
Hukum wajib dari berbagai segi dapat kepada beberapa macam, yaitu:
dibagi kepada beberapa macam 1) Al-Muharram li Dzatihi
pembagian. Dilihat dari segi orang yang 2) Al-Muharram li Ghairihi
dibebani kewajiban Hukum Wajib dapat 4. Makruh
dibagi kepada dua macam, yaitu wajib a. Pengertian Makruh
‘ainy dan wajib kifa’i. Secara bahasa kata makruh berarti
1) Wajib ‘Aini “sasuatu yang dibenci”. Istilah Ushul
Fiqih kata makruh, menurut mayoritas
10
Khisni, Epistemologi Hukum Islam, (Semarang: ulama Ushul Fiqih, berarti sesuatu
Unissula Press, 2012), h. 15

5
Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 1, 2020
yangdianjurkan syariat untuk pilihan untuk menjalankan sesuatu atau
meninggalkannya, dimana bilamana meninggalkannya. Hukum ta’lifi berbentuk
ditinggalkan akan mendapat pujian dan tuntutan atau pilihan. Dari segi apa yang
apabila dilanggar tidak berdosa. dituntut, Ta’lifi terbagi dua, yaitu tuntutan
b. Pembagian Makruh untuk memperbuat dan tuntutan untuk
1) Makruh Tahrim meninggalkan. Sedangkan dari segi bentuk
2) Makruh Tanzih tuntutan juga terbagi dua, yaitu tuntutan secara
5. Mubah pasti dan tuntutan secara tidak pasti. Adapun
a. Pengertian Mubah pilihan terletak antara memperbuat dan
Secara bahasa kata mubah berarti meninggalkan.
“sesuatu yang dibolehkanatau diizibkan”.
Istilah mubah, menurut Abu Zahrah, sama Daftar Pustaka
pengertiannya dengan halal atau jaiz.
Abdul Hayy Abdul ‘Al. Ushul Fiqh Al-Islami.
b. Pembagian Mubah
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014.
Abu Ishaq al-Syathibi dalam kitabnyq
Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh Jilid 1. Jakarta:
al-Muwafaqat membagi mubah kepada
Kencana, 2008.
tiga maacam:
Amsori. “Al-Ahkam Al-Khams Sebagai
1) Mubah yang berfungsi untuk
Klasifikasi dan Kerangka Nalar Normatif
mengantarkan seseorang kepada
Hukum Islam: Teori dan Perbandingan”.
sesuatu hal yang wajib dilakukan.
Pakuan Law Review Vol. 3 No. 1. Januari-
2) Sesuatu baru dianggap mubah
Juni 2017.
hukumnya bilamana dilakukan sekali-
Khisni. Epistemologi Hukum Islam. Semarang:
sekali, tetapi haram hukumnya bila
Unissula Press, 2012.
dilakukan setiap waktu.
Rachmad Syafe’i. Ilmu Ushul Fiqih Bandung:
Sesuatu yang mubah yang berfungsi
Pustaka Setia, 2007.
sebagai sarana untuk mencapai sesuatu
Sapiudin Shidiq. Ushul Fiqh. Jakarta:
yang mubah pula. 11
Kencana, 2017.
Satria Effendi dan M. Zein. Ushul Fiqh.
Penutup
Jakarta: Kencana, 2005.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat
Shindu Irwansyah. “Perbuatan dan
disimpulkan bahwa hukum syara’ menurut
Pertanggungjawaban Hukum dalam
istilah ahli fiqh adalah pengaruh yang
Bingkai Ushul Fikih”. Jurnal Peradaban
ditimbulkan oleh doktrin syar’i dalam
dan Hukum Islam. Vol. 1 No. 1. Maret
perbuatan (mukallaf), seperti kewajiban,
2018.
keharaman dan kebolehan. Dan yang
Siska Lis Sulistiani. “Perbandingan Sumber
dimaksud dengan perbuatan mukallaf adalah
Hukum Islam”. Jurnal Peradaban dan
perbuatan yang dilakukan oleh manusia
Hukum Islam. Vol. 1 No. 1. Maret 2018.
dewasa yang berakal sehat meliputi perbuatan
Syekh Abdul Wahab Khallaf. Ilmu Usul Fikih.
hati, seperti niat dan perbuatan ucapan seperti
Jakarta: Rineka Cipta, 2012
ghibah (menggunjing) dan namimah (mengadu
domba). Imperatif berarti tuntutan untuk
melakukan sesuatu yakni memerintah atau
tuntutan untuk meninggalkannya yakni
melarang, baik tuntutan itu bersifat memaksa
atau tidak. Adapun yang dimaksud dengan
takhyir/fakultatif yaitu kebolehan memilih
antara melakukan sesuatu atau
meninggalkannya dengan posisi yang sama.
Hukum Ta’lifi adalah hukum yang
menjelaskan tentang perintah, larangan, dan

11
Satria Effendi dan M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta:
Kencana, 2005), h. 45-51.

6
Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 1, 2020

Anda mungkin juga menyukai