Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CKD

PADA NY.T DI RUANG DIPONEGORO


RSUD ARJAWINANGUN CIREBON
TAHUN 2019

Tugas ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar Profesi
Dosen Pengampu : Rully Annisa, S.Kep., M.Kep., Ners

Disusun Oleh :
Amrina Rosyada
NIM : 190721040

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
“CKD”

A. Definisi

Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan ireversibel, yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer 2008). Gagal
ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi
glomelurus (Glomerular Filtration Rate/GFR) kurang dari 60 ml/min/1,73 m2 yang
terjadi selama lebih dari 3 bulan (Kallenbach et al. 2005). Menurut KDIGO (2013)
Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan abnormalitas dari struktur atau ginjal
yang terjadi selama lebih dari 3 bulan yang mempengaruhi kesehatan, dengan kriteria
sebagai berikut:

1. Adanya kerusakan ginjal (satu atau lebih):


a. Albuminuria (AER ≥30 mg/24 jam; ACR ≥30 mg/g [≥3 mg/mmol])
b. Abnormalitas sedimen urin
c. Abnormalitas elektrolit dan lainnya akibat dari kerusakan pada tubulus
ginjal
d. Adanya abnormalitas yang diketahui dari histologi
e. Abnormalitas struktural yang diketahui dari pencitraan
f. Mempunyai riwayat transplantasi ginjal
2. Penurunan GFR
GFR 60 ml/min/1,73 m2 (Kategori GFR G3a-G5)
Kondisi ginjal yang gagal melaksanakan fungsi utamanya akan terjadi
gangguan pembuluh darah dan penyakit lebih mudah merusak pembuluh darah
tersebut. Akibatnya, darah yang diterima unit penyaring menjadi lebih sedikit, dan
tekanan darah di dalam ginjal tidak bisa dikendalikan. Bila unit penyaring yang
terganggu, maka suplai darah kurang dan gangguan tekanan darah akan membuat
ginjal tidak mampu membuang zat-zat tidak terpakai lagi. Selain itu ginjal juga tidak
bisa mempertahankan keseimbangan cairan dan zat-zat kimia di dalam tubuh,
sehingga zat buangan bisa masuk kembali ke dalam darah. Juga mungkin terjadi, zat
kimia yang dibutuhkan tubuh dan protein akan ikut keluar bersama urin (Syamsir &
Iwan 2017)

B. Etiologi
Penyebab paling umum dari gagal ginjal kronik adalah diabetes mellitus (tipe
1 atau tipe 2) dan hipertensi, sedangkan penyebab End-stage Renal Failure (ERFD) di
seluruh dunia adalah IgA nephropathy (penyakit inflamasi ginjal). Komplikasi dari
diabetes dan hipertensi adalah rusaknya pembuluh darah kecil di dalam tubuh,
pembuluh darah di ginjal juga mengalami dampak terjadi kerusakan sehingga
mengakibatkan gagal ginjal kronik.
Etiologi gagal ginjal kronik bervariasi antara negara yang satu dengan yang
negara lain. Di Amerika Serikat diabetes melitus menjadi penyebab paling banyak
terjadi gagal ginjal kronik yaitu sekitar 44%, kemudian diikuti oleh hipertensi
sebanyak 27% Dan glomerulonefritis sebanyak 10% (Thomas 2008). Di Indonesia
penyebab gagal ginjal kronik sering terjadi karena glomerulonefritis, diabetes
mellitus, obstruksi, dan infeksi pada ginjal, hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al.
2019).
Penyebab dari gagal ginjal kronis yang tersering dibagi menjadi 8 kelas, antara
lain (Price & Wilson 2013):
Tabel 1.
Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik (Price & Wilson 2013):
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronis/refluks nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vascular hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan ikat SLE
Poliarteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik DM
Gout, hiperparatiroidisme
Amilodosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik, obat TBC
Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas: batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika
urinaria dan uretra

C. Manifestasi Klinis
Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal kronis adalah penurunan secara lambat
dan progresif dari fungsi ginjal. Biasanya terjadi akibat komplikasi dari kondisi medis
lain yang serius. Tidak seperti gagal ginjal akut yang terjadi dengan cepat dan tiba-
tiba, gagal ginjal kronis terjadi secara bertahap. Gagal ginjal kronis terjadi dalam
hitungan minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun sampai ginjal perlahan
berhenti bekerja, mengantarkan pada stadium akhir penyakit ginjal (ESRD).
Perkembangan yang sangat lambat inilah yang mengakibatkan gejala tidak muncul
sampai adanya kerusakan besar.
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Long 1996):
1. Gejala dini: lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi.
2. Gejala yang lebih lanjut: anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis
mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Smeltzer & Bare 2001):


1. Kardiovaskuler
a. Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
b. Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
c. Edema periorbital
d. Friction rub pericardial
e. Pembesaran vena leher
2. Dermatologi
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Kulit kering bersisik
c. Pruritus
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner
a. Krekels
b. Sputum kental dan liat
c. Nafas dangkal
d. Pernafasan kussmaul
4. Gastrointestinal
a. Anoreksia, mual, muntah, cegukan
b. Nafas berbau ammonia
c. Ulserasi dan perdarahan mulut
d. Konstipasi dan diare
e. Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi
a. Tidak mampu konsentrasi
b. Kelemahan dan keletihan
c. Konfusi/perubahan tingkat kesadaran
d. Disorientasi
e. Kejang
f. Rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal
a. Kram otot
b. Kekuatan otot hilang
c. Kelemahan pada tungkai
d. Fraktur tulang
e. Foot drop
7. Reproduktif
a. Amenore
b. Atrofi testekuler
D. Pemeriksaan diasnostik
1. Volume urin : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria) terjadi dalam (24
jam – 48) jam setelah ginjal rusak.
2. Warna Urin : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.
3. Berat jenis urin : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal contoh
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan memekatkan :
menetap pada l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
4. pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan rasio urin/
serum saring (1 : 1).
5. Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan ginjal.
6. Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila ginjal tidak
mampu mengabsorpsi natrium.
7. Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
8. Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan warna merah
diduga nefritis glomerulus.

Pemeriksaan yang bisa dilakukan dalam menentukan gagal ginjal kronik, antara lain:
1. Gambaran Klinis
Gambaran Klinis Pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Seperti dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus,
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus, Eritomatosus
Sistemik (LES), dan lain sebagainya.
b. Syndrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, (Volume Overload) neuropati perifer, proritus,
uremic, frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasi nya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidiosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida).
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar
kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidiosis metabolik.
d. Kelainan urinalisis meliputi: proteiuria, leukosuria, cast, isostenuria.
3. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan Radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, disamping kehawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antergrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi.
4. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal dilakukan pada pasien
dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara
noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk
mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi
yang telah diberikan. Biopsi ginjal indikasi kontra dilakukan pada keadaan dimana
ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi
yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan
obesitas

E. Penatalaksanaan

Rencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya menurut


Suwitra (2007) antara lain:
Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya
LFG
Derajat Rencana Tatalaksana
(ml/mn/1,73m2)
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,evaluasi
perburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil risiko
kardiovaskuler
2 60-80 Menghambat perburukan (progession) fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 ˂15 Terapi pengganti ginjal
F. PATHWAY
G. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2002) yaitu:
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-
angiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama
hemodialisis.
Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan
kadar alumunium

FOKUS KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian ini adalah tahap awal dari proses keperawatan dan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data klien. Pengkajian meliputi:
1. Identitas (nama, usia, alamat, agama, pekerjaan dan pendidikan)
2. Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan cara mengkaji PQRSTUV, yaitu
P = apa yang menbuat nyeri itu muncul, Q = adalah kualitas nyeri (
contoh: seperti tertusuk-tusuk, seperi terbakar, seperti ditekan ), R = adalah
lokasi nyeri, U = pernah merasakan nyeri atau tidak sebelumnya, V =
adalah tujuan dan harapan.
3. Riwayat kesehatan :
a. Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri di daerah selangkangan
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan ada benjolan diselangkangan apabila BAB atau
mengejan muncul benjolan
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan pernah mengalami hernia 2 tahun yang lalu apabila
digunkan untuk mengangkat beban berat terasa sakit.
d. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan bahwa dulu bapaknya menderita hernia
4. Pengkajian fisik
a. Kedaan umum
Composmetis, wajah tampak kesakitan, konjungtiva anemis
b. System respirasi
Frekuensi napas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya
sumbatan jalan napas, tidak ada gerakan cuping hidung.
c. System kardiovaskuler
TD 110/70 mmHg, tidak ada oedem, tidak ada pembesaran jantung
d. System urogenital
Ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pada skrotum, tidak
bisa mengeluarkan urin secara lancar
e. System muskulosketal
Ada kesulitan dalam pergerakan karena adanya benjolan di selakangan.
f. Abdomen
Inspeksi : abdomen keras
Auskultasi : ada bising usus pada benjolan
Palpasi : ada benjolan
Perkusi : hypertimpani
5. Pengkajian pola fungsional Gordon
a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Adakah kebiasaan merokok, pengunaan obat-obatan, alcohol, dan
olahraga.
b. Pola istirahat dan tidur
Biasanya pada penderita hernia jarang atau tidak dijumpai dengan
gangguan tidur.
c. Pola aktivitas
Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa
nyeri akibat benjolan hernia.
d. Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran yang baik dalam keluarga maupun dimasyarakat.
e. Pola kognitif
Penglihatan, perabaan, dan pendengaran normal.
f. Pola eliminasi
BAK : adanya retensi urin
BAB : adanya konstipasi
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
Klien ingin cepat sembuh dan tidak ingin mengalami penyakit seperti
ini lagi.
h. Pola mekanisme koping
Klien merasakan tidak nyaman selalu memegangi perutnya dan
meringis kesakitan.
i. Pola nilai dan kepercayaan
Klien beragama islam dan yakin akan cepat sembuh menganggap ini
merupakaan cobaan dari Allah SWT.

2. Analisa Data
Data Etiologi Masalah keperawatan

DS: - CKD Kelebihan volume cairan


DO: ↓
 Pasien tampak cemas Retensi Na
dan gelisah ↓
 Perubahan Tekanan Payah jantung kiri
Darah (170/100 ↓
mmHg) COP turun
 Penurunan Hb (8,5 ↓
mg/dl) dan Ht Aliran darah ginjal turun
(29,3%) ↓
 Edema pada tungkai Gangguan RAA
(derajat 3) ↓
 Sesak tanpa aktifitas Retensi H2O dan Na naik
 Ketidakseimbangan ↓
elektrolit Kelebihan volume
Hipernatremia (176 cairan
mmol/dl)
Hiperkalemia (6,2
mmol/dl)
Hiperkloremia (120
mmol/dl)
 Penambahan berat
badan secara drastis
BB pre edema :
65kg
BB post edema :
69kg
 Oliguria (300 cc/24
jam)
DS : - CKD Resiko
DO: ↓ ketidakseimbangan
 Ketidakseimbangan Gangguan aldosteron eletrolit
elektrolit ↓
Hipernatremia (176 Sekresi kalium dan
mmol/dl) absorpsi natrium
Hiperkalemia (6,2 terganggu
mmol/dl) ↓
Hiperkloremia (120 Reabsorpsi air
mmol/dl) ↓
Kembali ke dalam darah

Resiko
ketidakseimbangan
elektrolit
DS : CKD Gangguan Pertukaran
Klien mengatakan ↓ Gas
dadanya sesak saat Retensi Na
beraktifitas ↓
DO: Payah jantung kiri
- BGA pasien: ↓
PH: 7.15 Bendungan atrium kiri
pCO2 40 naik
HCO3 18 ↓
SaO2 90% Tekanan vena pulmonalis
(Asidosis Metabolis) ↓
- Takipnea (RR: Kapiler paru naik
28x/menit) ↓
- Takikardi (TD: Edema paru
170/100mmHg) ↓
- Hb rendah (8,5 mg/dl) Gangguan pertukaran
- Ht rendah (29,3%) gas
DS: CKD Mual
Klien mengeluh mual ↓
DO: Gg.sekresi protein
 Klien tidak nafsu ↓
terhadap makanan Sindroma uremia
 Klien mual ↓
Gg.asam basa

As.lambung naik

Mual
DS : CKD Nyeri akut
Klien mengatakan nyeri ↓
di punggung kanan Retensi Na
DO: ↓
 Perubahan tonus otot Payah jantung kiri
(badan terasa lemah) ↓
 Perubahan Tekanan COP turun
Darah 170/100 ↓
mmHg Suplai O2 jaringan turun
 Ekspresi klien gelisah ↓
Metabolisme anaerob

Timbunan as.laktat naik

Fatigue,nyeri sendi

Nyeri akut
DS: CKD Intoleransi aktivitas
 Klien mengeluh ↓
sesak tanpa Retensi Na
melakukan aktifitas ↓
 Klien mengatakan Payah jantung kiri
tubuhnya merasa ↓
lemah COP turun
DO: ↓
Suplai O2 jaringan turun
 Peningkatan Tekanan ↓
darah 170/100 mmHg Metabolisme anaerob
 Sesak tanpa melakukan ↓
aktifitas Timbunan as.laktat naik

Fatigue,nyeri sendi

Intoleransi aktivitas

3. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah
2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan disfungsi renal
3. Gangguan Pertukaran gas nerhubungan dengan perubahan membran kapiler paru.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
5. Mual berhubungan dengan paparan toksin
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan ketidakseimbangan suplay
oksigen

4. Intervensi

Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
Keperawatan
1. Kelebihan volume NOC: NIC:
cairan berhubungan Fluid balance Fluid Management:
Tujuan : 1. Pertahankan intake dan output
dengan mekanisme
Setelah dilakukan tindakan secara akurat
pengaturan melemah keperawatan selama 3x24 2. Kolaborasi dalam pemberian
jam kelebihan volume diuretik
cairan teratasi dengan 3. Batasi intake cairan pada
kriteria: hiponatremi dilusi dengan serum
1. Tekanan darah (4) Na dengan jumlah kurang dari
2. Nilai nadi radial dan 130 mEq/L
perifer (4) 4. Atur dalam pemberian produk
3. MAP (4) darah (platelets dan fresh frozen
4. CVP (4) plasma)
5. Keseimbangan intake 5. Monitor status hidrasi
dan output dalam 24 jam (kelembaban membrane mukosa,
(4) TD ortostatik, dan keadekuatan
6. Kestabilan berat badan dinding nadi)
(4) 6. Monitor hasil laboratorium yang
7. Serum elektrolit (4) berhubungan dengan retensi
8. Hematokrit (4) cairan (peningkatan kegawatan
9. Asites (4) spesifik, peningkatan BUN,
10. Edema perifer (4) penurunan hematokrit, dan
peningkatan osmolalitas urin)
7. Monitor status hemodinamik
(CVP, MAP, PAP, dan PCWP)
jika tersedia
8. Monitor tanda vital

Hemodialysis Therapy:
1. Timbang BB sebelum dan
sesudah prosedur
2. Observasi terhadap dehidrasi,
kram otot dan aktivitas kejang
3. Observasi reaksi tranfusi
4. Monitor TD
5. Monitor BUN,Creat, HMT
danelektrolit
6. Monitor CT

Peritoneal Dialysis Therapy:


1. Jelaskan prosedur dan tujuan
2. Hangatkan cairan dialisis
sebelum instilasi
3. Kaji kepatenan kateter
4. Pelihara catatan volume
inflow/outflow dan keseimbangan
cairan
5. Kosongkan bladder sebelum
insersi peritoneal kateter
6. Hindari peningkatan stres
mekanik pada kateter dialisis
peritoneal (batuk)
7. Pastikan penanganan aseptik pada
kateter dan penghubung
peritoneal
8. Ambil sampel laboratorium dan
periksa kimia darah (jumlah
BUN, serum kreatinin, serum Na,
K, dan PO4)
9. Cek alat dan cairan sesuai
protokol
10. Kelola perubahan dialysis
(inflow, dwell, dan outflow)
sesuai protokol
11. Ajarkan pasien untuk memonitor
tanda dan gejala yang
mebutuhkan penatalaksanaan
medis (demam, perdarahan, stres
resipratori, nadi irreguler, dan
nyeri abdomen)
12. Ajarkan prosedur kepada pasien
untuk diterapkan dialisis di
rumah.
13. Monitor TD, nadi, RR, suhu, dan
respon klien selama dialisis
14. Monitor tanda infeksi (peritonitis)
2. Resiko NOC: NIC:
ketidakseimbangan Electrolyte Balance Electrolyte Management
elektrolit berhubungan Tujuan: 1. Berikan cairan sesuai resep, jika
dengan disfungsi renal Setelah dilakukan asuhan diperlukan
selama 3x24 jam 2. Pertahankan keakuratan intake
ketidakseimbangan dan output
elektrolit teratasi dengan 3. Berikan elektrolit tambahan
kriteria hasil: sesuai resep jika diperlukan
1. Peningkatan sodium (4) 4. Konsultasikan dengan dokter
2. Peningkatan potassium tentang pemberian obat
(4) elektrolit-sparing (misalnya
3. Peningkatan klorida (4) spiranolakton), yang sesuai
5. Berikan diet yang tepat untuk
ketidakseimbangan elektrolit
pasien
6. Anjurkan pasien dan / atau
keluarga pada modifikasi diet
tertentu, sesuai
7. Pantau tingkat serum potassium
dari pasien yang memakai
digitalis dan diuretik
8. Atasi aritmia jantung
9. Siapkan pasien untuk dialisis
10. Pantau elektrolit serum normal
11. Pantau adanya manifestasi dari
ketidakseimbangan elektrolit
3. Gangguan pertukaran NOC: NIC:
gas berhubungan Respiration status: Gas Oxygen Therapy
dengan perubahan Exchange 1. Pertahankan kepatenan jalan
membrane kapiler napas
paru Tujuan: 2. Kelola pemberian oksigen
Setelah dilakukan tambahan sesuai resep
keperawatan selama 2x24 3. Anjurkan pasien untuk
jam klien Gangguan mendapatkan resep oksigen
pertukaran gas teratasi tambahan sebelum perjalanan
dengan kriteria hasil: udara atau perjalanan ke dataran
1. Tekanan oksigen di tinggi yang sesuai
darah arteri (PaO2) (4) 4. Konsultasi dengan tenaga
2. Tekan karbondioksida di kesehatan lain mengenai
darah arteri (PaCO2) (4) penggunaan oksigen tambahan
3. PH arterial (4) saat aktivitas dan/atau tidur
4. Saturasi oksigen (4) 5. Pantau efektivitas terapi oksigen
5. Keseimbangan perfusi (pulse oximetry, BGA)
ventilasi (4) 6. Observasi tanda pada oksigen
6. Sianosis (4) yang disebabkan hipoventilasi
7. Monitor aliran oksigen liter
8. Monitor posisi dalam oksigenasi
9. Monitor tanda-tanda keracunan
oksigen dan atelektasis
10. Monitor peralatan oksigen untuk
memastikan bahwa tidak
mengganggu pasien dalam
bernapas
4. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan dengan Pain Control Pain Management
agen injury Setelah dilakukan asuhan 1. Tentukan dampak nyeri terhadap
selama 2x24, nyeri teratasi kualitas hidup klien (misalnya
dengan kriteria hasil: tidur, nafsu makan, aktivitas,
1. Kenali awitan nyeri (2) kognitif, suasana hati, hubungan,
2. Jelaskan faktor kinerja kerja, dan tanggung jawab
penyebab nyeri (2) peran).
3. Gunakan obat analgesik 2. Kontrol faktor lingkungan yang
dan non analgesik (2) mungkin menyebabkan respon
4. Laporkan nyeri yang ketidaknyamanan klien (misalnya
terkontrol temperature ruangan,
pencahayaan, suara).
3. Pilih dan terapkan berbagai cara
(farmakologi, nonfarmakologi,
interpersonal) untuk meringankan
nyeri.
4. Observasi tanda-tanda non verbal
dari ketidaknyamanan, terutama
pada klien yang mengalami
kesulitan berkomunikasi.

5. Mual berhubungan NOC: NIC:


dengan paparan toksin Nausea and Vomitting Nausea Management
Control 1. Dorong pasien untuk memantau
Tujuan: mual secara sendiri
Setelah dilakukan tindakan 2. Dorong pasien untuk
keperawatan selama 2x24 mempelajari strategi untuk
jam mual teratasi dengan mengelola mual sendiri
kriteria hasil: 3. Lakukan penilaian lengkap mual,
1. Mengenali awitan mual termasuk frekuensi, durasi,
(4) tingkat keparahan, dengan
2. Menjelaskan faktor menggunakan alat-alat seperti
penyebab (4) jurnal perawatan, skala analog
3. Penggunaan anti emetik visual, skala deskriptif duke dan
(4) indeks rhodes mual dan muntah
(INV) bentuk 2.
4. Identifikasi pengobatan awal
yang pernah dilakukan
5. Evaluasi dampak mual pada
kualitas hidup.
6. Pastikan bahwa obat antiemetik
yang efektif diberikan untuk
mencegah mual bila
memungkinkan.
7. Identifikasi strategi yang telah
berhasil menghilangkan mual
8. Dorong pasien untuk tidak
mentolerir mual tapi bersikap
tegas dengan penyedia layanan
kesehatan dalam memperoleh
bantuan farmakologis dan
nonfarmakologi
9. Promosikan istirahat yang cukup
dan tidur untuk memfasilitasi
bantuan mual
10. Dorong makan sejumlah kecil
makanan yang menarik bagi
orang mual
11. Bantu untuk mencari dan
memberikan suport emosional
6. Intoleransi aktivitas NOC: NIC:
berhubungan dengan Activity Tolerance Activity Therapy
gangguan Tujuan 1. Kolaborasikan dengan Tenaga
ketidakseimbangan Setelah dilakukan Rehabilitasi Medik dalam
suplay oksigen keperawatan selama 3x24 merencanakan program terapi
jam pasien bertoleransi yang tepat.
terhadap aktivitas 2. Bantu klien untuk
Kriteria hasil: mengidentifikasi aktivitas yang
1. Saturasi Oksigen saat mampu dilakukan
aktivitas (4) 3. Bantu untuk memilih aktivitas
2. Nadi saat aktivitas (4) konsisten yang sesuai dengan
3. RR saat aktivitas (4) kemampuan fisik, psikologi dan
4. Tekanan darah sistol dan social
diastol saat istirahat (4) 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
5. Mampu melakukan mendapatkan sumber yang
aktivitas sehari-hari diperlukan untuk aktivitas yang
(ADLs) secara mandiri diinginkan
(4) 5. Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek.
6. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
7. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
8. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
9. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
10. Observasi adanya pembatasan
klien dalam melakukan aktivitas.
11. Monitor nutrisi dan sumber
energi yang adekuat
12. Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
13. Monitor respon kardiovaskular
terhadap aktivitas (takikardia,
disritmia, sesak nafas,
diaphoresis, pucat, perubahan
hemodinamik)
14. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
15. Monitor responfisik, emosi,
social dan spiritual.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Syamsir dan Hadibroto, Iwan. 2017. Gagal Ginjal. Jakarta: Penerbit PT Gramedia

Pustaka Utama

Aziz, M. Farid, dkk. 2018. Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin Penatalaksanaan

kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal.

Baradero, Mary, dkk. 2015. Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta:

EGC

Faiz, Omar dan Moffat, David. 2014. Anatomy at a Glance. Jakarta: Penerbit Erlangga

Ignatavicius, DD,. & Workman. L,. (2016). Medical surgical nursing, critical thinking for

collaborative care. Elsevier Saunders.

James, Joyce, dkk. 2018. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit

Erlangga

O’Callaghan, Chris. 2019. At A Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Smeltzer, S.S.B. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B,.Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (Ed). (2019). Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. (Edisi 4). Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Penyakit Dalam

FKUI

Suwitra, Ketut. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI.

Anda mungkin juga menyukai