Anda di halaman 1dari 26

BIOSTATISTIKA

ANALISIS KORELASI

DISUSUN OLEH :
1. MELSA SAGITA IMANIAR (131020150517)
2. YUNIAR DWI YANTI (131020150518)
3. DYAH TRIWIDIYANTARI (131020150519)
4. CHRIS SRIYANTI (131020150520)
5. AI NUR JANNAH (131020150521)
6. MEILIA RAHMAWATI K (131020150522)
7. ATIKA ZAHRIA ARISANTI (131020150523)
8. LARA SANTI INDAH LESTARI (131020150524)
9. ARINI FAUZIAH (131020150525)
10. NORLIANA KARO-KARO (131020150526)
11. PARMIANA BANGUN (131020150527)
12. KARWATI (131020150528)
13. INDAH RAHAYU (131020150529)
14. LAILA PUTRI SUPTIANI (131020150530)
15. ROCHMAWATI (131020150531)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN


FK UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ........................ iii

KOEISIEN KORELASI KENDALL TAU .................................................................. 1

KOEFISIEN KORELASI KONTINGENSI................................................................ 6

KORELASI LAMBDA ................................................................................................... 11

KORELASI PARSIAL ................................................................................................... 16

KORELASI PEARSON ................................................................................................. 19

KORELASI GANDA ...................................................................................................... 22

ii
ANALISIS KORELASI

KOEFISIEN KORELASI RANK KENDALL (t:tau)


BY: Kris dan Dyah
1. Syarat menggunakan koefisien rank Kendal (t:tau)
a. Digunakan untuk mencari hubungan dan menguji hipotesis 2 variabel
atau lebih bila datanya berbentuk ordinal/ranking
b. Dapat digunakan pada sample > 10
c. Konsep dasar: pembuatan ranking dari pengamatan terhadap objek
dengan pengamatan yang berbedaUntuk mengetahui kesesuaian
terhadap urutan objek yang diamati
d. Bila diberikan urutan (ranking) pasangan data (xi,yi) sehingga kedua
variabeltersebut dapat berpasangan sebagaimana tabel berikut :
X Y
X1 Y1
… …
Xn Yn

2. Rumus koefisien rank Kendal (t:tau)


t= 2S
n(n-1)
Dimana:
t: koefisien korelasi Kendal tau (besarnya -1 s.d 1)
S: selisih jumlah rank X dan Y
N: banyaknya sample
3. Contoh

Sampel Kadar Ranking Kadar Ranking Jml lbh Jumlah


SGOT x HDL yi y besar lebih kecil
(xi) dari y dari y
1 5,7 1 40,0 1 6 0
2 11,3 2 41,2 2 5 0
3 13,5 3 42,3 3 4 0
4 15,1 4 42,8 4 3 0
5 17,9 5 43,8 6 1 1
6 19,3 6 43,6 5 1 0
7 21,0 7 46,5 7 0 0

1
Sampel Kadar Ranking Kadar Ranking Jml lbh Jumlah
SGOT x HDL yi y besar lebih kecil
(xi) dari y dari y
Total 20 1

a. Menghitung t secara manual menggunakan Rumus


t = 2S
n(n-1)
t = 2.19
7(7-1)
= 38/42
= 0,905

b. Menggunakan aplikasi SPSS


1) Klik menu Analyze –Correlate-Bivariate
2) Masukkan semua variabel yang akan dikorelasikan
3) Pilih Correlation Coefficients dengan mencentang Kendall’s tau-b
4) Klik Ok
5) Output SPSS

2
6) Hasilnya
P = 0,905 (sama dengan p hitung)
P value = 0,004 <α (0,05)
Kesimpulan : Ho ditolak, berarti ada korelasi (hubungan) yang sangat
kuat dan positif antara kadar SGOT dengan kadar HDL

c. Uji signifikansi koefisien korelasi menggunakan rumus z karena


distribusinya mendekati normal, dengan rumus:
Z= 3T √ n(n-1)
√ 2 (2n+5)
Z = 3.0.905 √ 7(7-1)
V√2(2.7+5)
= 43.099 / 6
= 7,183
Bandingkan dengan nilai Z 95% CI (1,96); 7,183> 1,96 , Ho ditolak

3
Koefisien Korelasi Kontingensi (C)
By: Parmina; Norliana; Ai Nur
1. Syarat Menggunakan Koefisien Kontingensi (C)
a. Koefisien Kontingensi digunakan untuk mengukur derajat asosiasi atau
dependensi dari data yang diklasifikasikan dalam tabel kontingensi.
b. Koefisien Kontingensi digunakan jika data yang dikalsifikasikan
mempunyai kecenderungan berjenis nominal maupun ordinal
c. Kita dapat menghitung koefisien kontingensinya dari suatu tabel 2x2,
2x5, 4x4, 3x7 atau sembarang tabel k x r
d. Semakin besar perbedaan antara harga-harga yang diharapkan dengan
harga sel yang diobservasi, maka semakin besar pula tingkat asosiasi
antara kedua variabel itu dan dengan demikian semakin tinggi harga C.
e. Dalam analisis korelasinya Koefisien Kontingensi harus di ubah menjadi
Koefisien Phi
2. Kelebihan dan Kekurangan Koefisien Kontingensi (C)
a. Kelebihan:
Penghitungannya relatif mudah, sehingga dapat digunakan jika ukuran
korelasi-korelasi yang lain tidak dapat diterapkan
b. Kekurangan:
1) Koefisien ini tidak dapat mecapai nilai 1 ketika korelasi sempurna
2) Dua koefisien kontingensi tidak dapat dibandingkan jika keduanya
tidak dihasilkan dari tabel-tabel kontingensi yang berukuran sama.
3) Tidak dapat secara langsung dibandingkan dengan ukuran korelasi
lain manapun, misalnya r-Pearson, rs-spearman, atau r-kendall.
3. Rumus Koefisien Kontingensi (C)
𝝌²
𝑪=√
Keterangan: 𝐍 + 𝛘²

C = Koefisien Kontingensi
χ² = Chi Kuadrat
N = Banyaknya Data
Oleh karena itu rumus yang digunakan mengandung nilai Chi Kuadrat. Harga
Chi Kuadrat dicari dengan rumus :

Keterangan :
χ² = Chi Kuadrat

4
Oij = Frekuensi yang diobservasi
eij = Frekuensi yang diharapkan
Untuk mencari eij dapat menggunakan Rumus sebagai berikut :

Jumlah Baris x Jumlah Kolom


eij =
Grand Total

Untuk menghitung frekuensi dalam pengujian hipoteis, maka data-data


hasil penelitian perlu disusun ke dalam tabel kontingensi k x r untuk
menghitung Koefisien C :

Misalnya: untuk frekuensi harapan A1, B1 adalah e11= X1 x Y1


N
Jika ada sembarang sel yang mempunyai frekuensi harapan < 1 atau jika
>20% di antara sel-sel itu mempunyai frekuensi harapan < 5, maka
gabungkan kategori-kategori untuk meningkatkan frekuensi-frekuensi yang
diharapkan yang tidak memadai tersebut.

Untuk menguji apakah nilai observasi C memberikan petunjuk terdapat


korelasi antara kedua variabel di dalam populasi yang diambil sampelnya,
maka tentukan kemungkinan yang berkaitan dengan nilai χ²yang
diobservasi di mana db = (k-1)(r-1) dengan menggunakan tabel C. Jika
kemungkinan tersebut sama dengan atau kurang dari α maka Ho ditolak.

Setelah didapatkan hasilnya, kemudian disesuai dengan tabel korelasi


untuk melihat seberapa besar tingkat hubungan antar variabel.

No. Interval Nilai Kekuatan Hubungan

5
1. KK = 0,00 Tidak ada
2. 0,00 < KK ≤ 0,20 Sangat rendah atau lemah sekali
3. 0,20 < KK ≤ 0,40 Rendah atau lemah tapi pasti
4. 0,40 < KK ≤ 0,70 Cukup berarti atau sedang
5. 0,70 < KK ≤ 0,90 Tinggi atau kuat
Sangat tinggi atau kuat sekali, dapat
6. 0,90 < KK ≤ 1,00
diandalkan
7. KK = 1,00 Sempurna
(Syarifudin, 2010, h.130-131)
4. Contoh
Peneliti ingin menguji apakah terdapat Hubungan Jenjang Pendidikan
dengan Kepuasan Kerja

Kepuasan Jenjang Pendidikan Jumlah


Kerja PT Non PT
Puas
10 10 20
Tidak Puas 15 5 20
Total 25 15 40
a. Hipotesis:
Ho = tidak terdapat korelasi antara jenjang pendidikan dengan
kepuasan kerja
H1 = korelasi antara jenjang pendidikan dengan kepuasan kerja
b. Tingkat signifikansi: α = 5%
c. Statistik uji: Uji Koefisien Kontingensi C 𝝌²
𝑪=√
𝐍 + 𝛘²
Menghitung χ² dari table frekuensi di atas:

Untuk mencari eij dapat menggunakan Rumus sebagai berikut :


Jumlah Baris x Jumlah Kolom
Maka: eij =
Grand Total
E1= 20 x 25 = 12,5 E3= 20 x 25 = 12,5

40 40

E2= 20 x 15 = 7,5 E5= 20 x 15 = 7,5

40 40

6
( 10−12,5)² ( 10−7,5)² ( 15−12,5)² ( 5−7,5)²
𝝌² =( + + +
12.5 7,5 12,5 7,5
6,25 6,25 6,25 6,25
= + + + =0,50 + 0,83 + 0,50 + 0,83= 2,66
12,5 7,5 12,5 7,5

Uji Signifikan didapatkan χ² hitung lebih besar dari χ² tabel (2,66 < 3,84),
sehingga H0 Diterima, dan tidak terdapat korelasi antara jenjang
pendidikan dengan kepuasan kerja.
Kemudian menghitung KK (C) dengan menggunakan Rumus:

𝟐,𝟔𝟔
𝑪=√ = √𝟎, 𝟎𝟔𝟐𝟑𝟓 = 0,2497atau 0,25
𝟒𝟎 + 𝟐,𝟔𝟔

Korelasinya sangat rendah/ lemah sekali

Mengguankan SPSS 20, hasilnya:


Analisis output SPSS: berdasarkan table dibawah, sismetris measure
diketahui besarnya Koefisien Kontingensi C yaitu 0,250 termasuk
hubungan lemah positif. Hubungan antara jenjang pendidikan dengan
kepuasan kerja tidak signifikan karena pada Approx.sig = 0,102 atau
10,2% > 5%

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kepuasan * Pendidikan 40 100.0% 0 0.0% 40 100.0%

Kepuasan * Pendidikan Crosstabulation

Pendidikan Total

Non PT PT

Count 5 15 20
Tidak Puas
Expected Count 7.5 12.5 20.0
Kepuasan
Count 10 10 20
Puas
Expected Count 7.5 12.5 20.0
Count 15 25 40
Total
Expected Count 15.0 25.0 40.0

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

7
Pearson Chi-Square 2.667a 1 .102
Continuity Correctionb 1.707 1 .191
Likelihood Ratio 2.706 1 .100
Fisher's Exact Test .191 .095
Linear-by-Linear Association 2.600 1 .107
N of Valid Cases 40

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.50.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .250 .102


N of Valid Cases 40

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Uji Korelasi Lambda (λ)
By: Arini, Laila, & Meilia
1. Rumus Koefisien Korelasi Lambda
Koefisien korelasi lambda (λ) sangat berguna dalam pengukuran
proportion reduction independent error (PRE) dalam membantu menata dan
menginterpretasikan sejumlah besar ukuran-ukuran untuk data berskala
nominal dan ordinal. Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien
korelasi lambda (λ) menurut Suwarno (2005:62) sebagai berikut:

λ = ∑fb + fk – (Fb + Fk)


2n – (Fb + Fk)
Dimana :
fb : frekuensi maksimum yang terdapat dalam suatu baris
fk : frekuensi maksimum yang terdapat dalam suatu kolom
Fb : frekuensi maksimum yang terdapat dalam suatu baris jumlah
Fk : frekuensi maksimum yang terdapat dalam suatu kolom jumlah
n : jumlah sampel

Adapun hipotesis dalam perhitungan dengan menggunakan koefisien


korelasi lambda (λ), skala nominal dengan ordinal adalah sebagai berikut:
Ha : (λ) ≠ 0
Ho : (λ) = 0
Artinya :

8
Ha: ada hubungan antara variabel nominal dengan variabel ordinal
Ho: tidak ada hubungan antara variabel nominal dengan variabel ordinal
2. Uji korelasi Lambda menggunakan SPSS
Kasus: Peneliti ingin mengetahui korelasi antara perilaku merokok
(merokok dan tidak merokok) dengan status fertilitas seorang pria (tidak
subur dan subur). Peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai
berikut:“apakah terdapat korelasi antara perilaku merokok dengan status
fertilitas seorang pria?”
a. Uji hipotesis apa yang akan dipilih?
Langkah-langkah yang digunakan untuk menentukan uji hipotesis yang
sesuai dengan panduan table uji hipotesis.
No Langkah Jawaban
1 Menentukan variable yang Variabel yang dihubungkan
dihubungkan status fertilitas pria (kategorik
nominal) dengan perilaku
merokok (kategorik nominal)
2 Menentukan jenis hipotesis Korelatif
3 Menentukan masalah skala Kategorik nominal
variable
Kesimpulan:Terdapat dua pilihan uji, yaitu uji korelasi koefisien
kontingensi dan lambda. Peneliti memilih uji lambda karena
kedudukan dua variable tidak setara, di mana perilaku merokok
sebagai variable bebas dan infertilitas sebagai variable tergantung.

b. Prosedur uji korelasi Lambda


1) Buka file Lambda: Pelajari terlebih dahulu bagian variable View
untuk mempelajari variable yang ada pada file tersebut.
Lakukanlah prosedur sebagai berikut:
2) Analyze Descriptives statistics  Crostabs.
3) Masukkan perilaku merokok ke dalam Rows (karena bertindak
sebagai variable bebas).
4) Masukkan variable status fertilitas ke dalam Columns (karena
bertindak sebagai variable terikat).

9
5) Klik kotak Statistics.
6) Pilih Lambda pada kotak Nominal

7) Continue untuk melanjutkan proses selanjutnya.


8) Proses telah selesai. Klik Continue, klik OK.

c. Output SPSS
Perilaku merokok * status fertilitas Crosstabulation
Status fertilitas
count Tidak Total
Subur
subur
Perilaku merokok Tidak merokok 35 15 50
merokok 20 30 50
Total 55 45 100

10
Directional Measures
Asymp.
Approx Approx.
Value Std.
Tb Sig.
Errora
Nominal Lambda Symmetric .263 .116 2.050 .040
by Perilaku merokok
nominal .300 .112 2.294 .022
Dependent
Status fertilitas
Dependent .222 .139 1.429 .153
Goodman Perilaku merokok
and Dependent .091 .057 .003c
kruskal tau Status fertilitas
Dependent
.091 .057 .003c
Not assuming the null hy hipotesis
Using the asymptotic error assuming the null hy hipotesis
Based on chi-square approximation

d. Interpretasi hasil
1) Output pertama menggambarkan tabel silang antara perilaku
merokok dengan status fertilitas.
2) Output kedua menyajikan hasil uji lambda. Hasil uji lambda peneliti
pakai jika salah satu variable peneliti anggap sebagai variable bebas
sedangkan variable yang lain sebagai variable terikat.
3) Jika anda menganggap bahwa status fertilitas sebagai variable terikat,
maka nilai yang peneliti pergunakan adalah hasil uji lambda baris
kedua. Peneliti membaca bahwa besar korelasinya adalah 0,222 yang
menunjukkan bahwa korelasinya lemah.
e. Melaporkan hasil
Table menyajikan hasil analisis korelasi Lambda. Tabel terdiri atas
koefisien korelasi ( r ), nilai p, dan jumlah subjek.
Tabel hasil uji korelasi Lambda
Status fertilitas
subur Tidak Total r p
subur
Tidak 0,222 0,153
Perilaku 35 15 50
merokok
merokok 20 30 50
Merokok
55 45 100
Total
Interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan keuatan korelasi, nilai p, dan arah
korelasi
No Parameter Nilai Interpretasi
1 Kekuatan 0,00-0,199 Sangat lemah
korelasi (r) 0,20-0,399 Lemah
0,40-0,590 Sedang

11
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,000 Sangat kuat
2 Nilai p P < 0,05 Terdapat korelasi yang bermakna
antara dua variabel yang diuji
Tidak terdapat korelasi yang
bermakna antara dua variabel
P > 0,05 yang diuji

3 Arah + (positif) Searah, semakin besar nilai satu


korelasi variabel semakin besar pula nilai
variabel lainnya.
Berlawanan arah.
- ( negatif) Semakin besar nilai satu variabel,
semakin kecil nilai variabel
lainnya.

Persamaan dan perbedaan uji korelasi koefisien kontingensi dengan


Lambda:
1. Persamaan :
Kedua uji tersebut digunakan untuk menguji korelasi dua variabel di mana
salah satu variabelnya adalah variabel nominal
2. Perbedaan :
Uji korelasi koefisien kontingensi digunakan untuk menguji korelasi antara
dua variabel yang setara sedangkan uji korelasi Lambda untuk dua variabel
yang tidak setara.

12
Korelasi Parsial
By: Indah & Karwati
1. PengertianKorelasi parsial
Korelasi parsial adalah pengukuran hubungan antara dua variabel, dengan
mengontrol atau menyesuaikan efek dari satu atau lebih variabel lain.
Singkatnya r1234 adalah korelasi antara 1 dan 2, dengan mengendalikan
variabel 3 dan 4 dengan asumsi variabel 1 dan 2 berhubungan linier
terhadap variabel 3 dan 4. Korelasi parsial dapat digunakan pada banyak
kasus, misalnya apakah nilai penjualan suatu komoditi terkait kuat kepada
pembelanjaan iklan ketika efek harga dikendalikan. Jika korelasi parsialnya
nol, maka dapat disimpulkan bahwa korelasi yang dihitung sebelumnya
adalah semu.
2. Rumus yang digunakan dalam korelasi parsial adalah:
rxy.z = [ rxy – (rxz) (ryz) ] / [ 1 - r2xz 1 - r2yz ]
dimana:rxy.z = korelasi parsial antara X dan Y, dengan mengendalikan Z
Ilustrasi:
Hubungan antara Produksi (ton), nilai ekspor (US$), dan inflasi diberikan
dengan tabel sebagai berikut:
Produksi(ton) Nilai Ekspor(US$) Inflasi
3000 300 2
5000 460 5
4500 350 6
3800 200 3
2700 198 5
8500 490 3
6500 400 2
3000 170 4

3. DenganSPSS 17.0, langkah pengolahan datanya adalah sebagai berikut:


a. Masukkan data ke dalam worksheet SPSS seperti berikut ini:

13
b. Dari menubar Pilih Analyze – Correlate – Partial,

c. Setelah muncul kotak dialog Partial Correlation, masukkan variabel


yang akan dikorelasikan ke dalam kotak variables, dan variabel yang
dikontrol ke dalam kotak controlling for, lalu pilih option, pertama-tama
kita akan mengontrol variabel inflasi.

d. Setelah muncul kotak dialog option, checklist zero order correlation


seperti berikut, lalu klik continue.

14
5. Setelah itu akan muncul output berikut ini:

Korelasi yang didapat setelah mengendalikan faktor inflasi adalah


signifikan yaitu 0,853.

Hal yang sama juga dapat dilakukan dengan mengendalikan faktor-faktor


yang lain, dalam kasus ini kita dapat mengendalikan faktor produksi
ataupun nilai ekspor.(yoz)
UJI KORELASI PEARSON PRODUCT MOMENT
By: Atika, Melsa & Rochma
1. Syarat Korelasi Pearson

15
Digunakan untuk mengetahui derajat hubungan antara variable independent
dengan variable dependent dengan menggunakan data interval dan rasio
yang dipilih secara random, distribusi data normal, pola linear
2. Cara pengujian :
a. Membuat hipotesa
b. Membuat table penolong untuk menghitung korelasi
c. Menentukan r hitung dengan rumus :
n(∑XY) − (∑X)(∑Y)
𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
√[𝑛∑𝑋 2 − (∑𝑋)2 ][𝑛∑𝑌 2 − (∑𝑌)2 ]
Ket :
r : Koefisien korelasi
∑ 𝑋𝑖 : jumlah skor item
∑ 𝑌𝑖 : jumlah skor total (item)
n : jumlah responden

d. Menentukan besarnya koefisiean kontribusi variable X terhadap Y


dengan rumus : KP = 𝑟 2 𝑥 100%
e. Menguji signifikasi dengan rumus t hitung :
𝑟√(𝑛−2)
t hitung =
√(1−𝑟 2 )

Ket :
t : nilai t hitung
r : koefisien korelasi hasil r hitung
n : Jumlah responden
f. Membuat kesimpulan:
Jika t hitung ≥ t table  Ho ditolak artinya SIGNIFIKAN
Jika t hitung ≤ t table  Ho diterima artinya TIDAK SIGNIFIKAN
g. T table dapat ditentukan dengan dk : n-1 ; dengan α : 0,05
3. Contoh kasus :
Apakah ada hubungan yang signifikan antara motivasi, minat dan prestasi.
a. Langkah 1 : buka program SPSS, klik variable view, selanjutnya pada
bagian name tulis saja X1,X2, Y, pada desimal ubah semua menjadi 0,
label tuliskan motivasi, minat dan prestasi

16
b. Langkah 2 : setelah itu klik Data View dan masukkan data

c. Langkah 3 : pilih Analyze  correlate  bivariate

17
d. Langkah 4 : Masukkan variabel pada kotak Variables, selanjutnya kolom
Correlation Coefficient pilih Pearson lalu kolom Test of Significant, Pilih
Two Tailed dan centang pada Flag significant correlations kemudian klik
OK

e. Langkah 5 : Selanjutnya akan muncul output SPSS tinggal kita


interpretasikan saja

Interpretasi : Dari hasil uji korelasi pearson didapatkan :


Nilai signifikansi Motivasi (X1) dengan Minat (X2) adalah 0,002 <
0,05terdapat korelasi yang signifikan.
Nilai signifikansi Motivasi (X1) dengan Prestasi (Y) adalah 0,002 < 0,05
terdapat korelasi yang signifikan.
Nilai signifikansi Minat (X2) dengan Prestasi (Y) adalah 0,000 < 0,005 
terdapat korelasi yang signifikan.
KORELASI GANDA
By: Yuniar & Lara
Korelasi Ganda merupakan alat statitik yang digunakan untuk
mengetahui hubungan yang terjadi antara variabel terikat/ terpengaruh

18
(variabel Y) dengan 2 atau lebih variabel bebas/ variabel pengaruh ( X1; X2; X3,
….. Xn). Melalui korelasi ganda keeratan dan kekuatan hubungan antar variabel
tersebut dapat diketahui. Keeratan hubungan dapat dinyatakan dengan istilah
Koefisien Korelasi. Koefisien Korelasi Berganda adalah indeks atau angka yang
digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antar 3 variabel atau lebih.
Pemahaman tentang korelasi ganda dapat dilihat melalui gambar 2.3 dan 2.4
berikut. Simbol korelasi ganda adalah R.

Gambar Korelasi Ganda Dua Variabel Independen dan Satu Dependen


X1 , X2 = Variabel independen
Y = Variabel dependen
R = Korelasi Ganda

Gambar Korelasi Ganda Tiga Variabel Independen dan Satu Dependen


X1 , X2, X3 = Variabel independen
Y = Variabel dependen
R = Korelasi Ganda
Dari gambar di atas, terlihat bahwa korelasi ganda R, bukan merupakan
penjumlahan dari korelasi sederhana yang ada pada setiap variabel (r1 - r2 -
r3). Jadi R ≠(r1 + r2 + r3). Korelasi ganda merupakan hubungan secara
bersama-sama antara X1 dengan X2 dan Xn dengan Y. Pada bagian ini
dikemukakan rumus korelasi ganda (R) untuk dua variabel independen dan
satu dependen. Untuk variabel independen lebih dari dua, dapat dilihat pada
analisis Regresi Ganda. Pada bagian itu persamaan-persamaan yang ada pada
regresi ganda dapat dimanfaatkan untuk menghitung korelasi ganda lebih dari

19
dua variabel secara bersama-sama. Rumus korelasi ganda dua variabel
ditunjukkan pada rumus berikut :

r 2 yx1  r 2 yx 2  2ryx1ryx 2 rx1x 2


Ryx1x2 =
1  r 2 x1x 2

Dimana :
Ry.x1x2= korelasi ganda antara variabel X1 dan X2 secara bersama-sama
dengan variabel Y
ryx1 = korelasi Product Moment antara X1 dengan Y
ryx2 = korelasi Product Moment antara X2 dengan Y
rx1x2 = korelasi Product Moment antara X1 dengan X2.
Jadi untuk dapat menghitung korelasi ganda, maka harus dihitung
terlebih dahulu korelasi sederhananya dulu melalui korelasi Product Moment
dari Pearson.

Contoh Penggunaan Korelasi Ganda:


Suatu pengamatan dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
variabel lama kerja (X1); motivasi kerja (X2) dan produktivitas kerja karyawan
(Y) di perusahaan “A”. Data yang berhasil dihimpun berskala interval (dalam
bentuk numerik) dari sampel yang diambil secara random. Data terdistribusi
sebagai berikut:

Responden 1 2 3 4 5 6 7
Y 3 5 6 7 4 6 9
X1 5 8 9 10 7 7 11
X2 4 3 2 3 2 4 5
Berdasarkan data tersebut tentukan:
Berapa besar koefisien korelasi berganda antar beberapa variabel tersebut?
Berapa besar sumbangan variabel X1 dan X2 terhadap variabel Y?
Bagaimana interpretasi yang dapat dikemukakan berdasarkan koefisien
korelasi berganda yang telah dihitung?

Penyelesaian
Untuk membantu penyelesaian dari soal tersebut, maka sebaiknya terlebih
dahulu dibuat tabel kerja sebagai berikut:
Y X1 X2 Y² X1² X2² X1 Y X2 Y X1 X2

20
3 5 4 9 25 16 15 12 20
5 8 3 25 64 9 40 15 24
6 9 2 36 81 4 54 12 18
7 10 3 49 100 9 70 21 30
4 7 2 16 49 4 28 8 14
6 7 4 36 49 16 42 24 28
9 11 5 81 121 25 99 45 55
40 57 23 252 489 83 348 137 189
Kemudian tiap variabel dicari Korelasi Product Moment terlebih dahulu
kemudian dimasukkan ke dalam rumus sebagai berikut:

Namun, untuk memudahkan proses perhitungan dapat dilakukan analisis data


menggunakan SPSS dengan langkah sebagai berikut:
Masukkan data tiap variabel ke dalam variable view

Dari menu SPSS klik Analyze, kemudian pilih Regression dan pilih Linear. Maka
akan muncul kotak dialog Linear Regression.

21
Kemudian masukkan variabel produktivitas karyawan (Y) dengan cara
mengklik tanda >Dependent. Kemudian variabel lama kerja (X1) dan motivasi
kerja (X2) ke kotak Independent (s), maka hasilnya akan seperti gambar di
bawah ini:

Klik Statistics dan beri tanda pada kotak Estimates, Model Fit, dan R squared
change lalu klik Continue, selanjutnya klik OK

22
Setelah data diproses, maka tabel yang dilihat untuk uji korelasi ganda adalah
pada tabel Model Summary.

Memaknai hasil output Model Summary SPSS


Berdasarkan tabel Model Summary diketahui bahwa besarnya hubungan
antara lama kerja dan motivasi kerja karyawan (secara simultan) terhadap
porduktivitas kerja karyawan adalah 0,974. Hal ini menunjukkan hubungan
yang kuat. Sedangkan kontribusi lama kerja dan motivasi kerja karyawan
terhadap produktivitas kerja karyawan adalah sebesar 94,8%. Hal ini berarti,
5,2% dipengaruhi oleh faktor lain.
Kemudian untuk mengetahui tingkat signifikansi koefisien korelasi
ganda diuji secara keseluruhan. Hipotesis yang diajukan dalam kasus ini adalah:
H0 : Tidak terdapat hubungan antara lama kerja dan motivasi kerja karyawan
terhadap produktivitas kerja karyawan
Ha : Terdapat hubungan antara lama kerja dan motivasi kerja karyawan
terhadap produktivitas kerja karyawan
Berdasarkan tabel Model Summary diperoleh nilai probabilitas (sig. F
Change) = 0,003. Karena nilai sig. F Change < 0,005 maka keputusan nya H0

23
ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan antara lama kerja dan
motivasi kerja karyawan terhadap produktivitas kerja karyawan.

24

Anda mungkin juga menyukai