Anda di halaman 1dari 38

PEDOMAN

BUDAYA KESELAMATAN
UPT RSUD ASEMBAGUS
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
berkat dan anugerah yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga Pedoman
Budaya Keselamatan UPT RSUD Asembagus ini dapat selesai disusun.

Panduan Budaya Keselamatan adalah hal yang mendasar di dalam


pelaksanaan keselamatan di rumah sakit. Rumah sakit harus menjamin penerapan
keselamatan pasien pada pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien.

Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas


bantuan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Pedoman Budaya
Keselamatan UPT RSUD Asembagus.

Situbondo, Agustus 2019


UPT RSUD ASEMBAGUS

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................i


KATA PENGANTAR ...........................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................1
1.2 Tujuan ...........................................................................................2
1.3 Sasaran .........................................................................................2
BAB 2 RUANG LINGKUP
2.1 Konsep Budaya Keselamatan .......................................................3
2.2 Kebijakan Budaya Keselamatan ...................................................4
2.3 Budaya Perilaku ............................................................................7
2.4 Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit ...................................8
BAB 3 TATA LAKSANA......................................................................11
BAB 4 HASIL KERJA ..........................................................................12
BAB 5 KESIMPULAN DAN PENUTUP ...............................................29
LAMPIRAN ..........................................................................................31

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pasien dan menjamin
keselamatan pasien maka UPT RSUD Asembagus perlu mempunyai program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) yang menjangkau ke seluruh
unit kerja di rumah sakit. Untuk melaksanakan program tersebut tidaklah mudah
karena memerlukan koordinasi dan komunikasi yang baik antara kepala
bidang/divisi medis, keperawatan, penunjang medis, administrasi, dan lainnya
termasuk kepala unit/instalasi pelayanan.
Keselamatan dan mutu berkembang dalam suatu lingkungan yang
mendukung kerjasama dan rasa hormat terhadap sesama tanpa melihat jabatan
mereka dalam Rumah Sakit. Direktur UPT Rumah Sakit Umum Daerah Asembagus
menunjukkan komitmennya tentang budaya keselamatan dan mendorong budaya
keselamatan untuk seluruh staf Rumah Sakit.
Budaya keselamatan dapat diartikan sebagai berikut: “Budaya keselamatan
di UPT Rumah Sakit Umum Daerah Asembagus adalah sebuah lingkungan yang
kolaboratif karena 1) staf klinis memperlakukan satu sama lain secara hormat
dengan melibatkan serta 2) memberdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan
mendorong 3) staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan
mendukung proses kolaborasi interprofesional dalam 4) asuhan berfokus pada
pasien. Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi,
kompetensi dan pola perilaku individu maupun kelompok yang menentukan
komitmen, serta kemampuan manajemen pelayanan terhadap kesehatan maupun
keselamatan. Budaya keselamatan dicirikan dengan komunikasi yang berdasar atas
rasa saling percaya dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan
dan dengan keyakinan akan manfaat langkah-langkah pencegahan.
Sebagai upaya memecahkan masalah tersebut dan mewujudkan pelayanan
kesehatan yang lebih aman diperlukan suatu perubahan budaya dalam pelayanan
kesehatan dari budaya yang menyalahkan individu menjadi suatu budaya di mana
insiden dipandang sebagai kesempatan untuk memperbaiki sistem (IOM, 2000).
Sistem pelaporan yang mengutamakan pembelanjaran dari kesalahan dan
perbaikkan sistem pelayanan merupakan dasar budaya keselamatan (Reason,
1997). Meningkatnya kesadaran pelayanan kesehatan mengenai pentingnya
mewujudkan budaya keselamatan pasien menyebabkan meningkatnya pula
kebutuhan untuk mengukur budaya keselamatan. Perubahan budaya keselamatan
dapat dipergunakan sebagai bukti keberhasilan implementasi program keselamatan
pasien.
Langkah penting yang harus dilakukan adalah membangun budaya
keselamatan. Langkah pertama dalam membangun budaya keselamatan adalah
melakukan survey budaya keselamatan pasien rumah sakit. Survey budaya
bermanfaat untuk mengetahui tingkat budaya keselamatan rumah sakit sebagai
acuan menyusun program kerja dan melakukan evaluasi keberhasilan program
keselamatan pasien (Nieva, Sorra, 2003). Assesmen dalam survey ini
menggambarkan tingkat budaya keselamatan pasien dalam satu waktu tertentu saja
sehingga membutuhkan pengulangan assesmen secara berkala untuk menilai
perkembangannya.
1
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan pedoman budaya keselamatan ini adalah :
1. Tujuan Umum:
Meningkatkan budaya keselamatan di UPT RSUD Asembagus
2. Tujuan Khusus:
a. Menjadi dasar pengaturan budaya keselamatan di area rumah sakit
b. Menjadi panduan dalam proses supervisi dan evaluasi budaya keselamatan
c. Meningkatkan budaya organisasi dalam hal keselamatan

1.3 Sasaran
1. Tercapainya kesamaan pengertian mengenai budaya keselamatan di
lingkungan UPT RSUD Asembagus
2. Tercapainya budaya organisasi yang baik dalam hal keselamatan

2
BAB 2
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pedoman budaya keselamatan meliputi:


2.1 Konsep Budaya Keselamatan
1. Definisi Budaya Keselamatan
Budaya keselamatan dapat diartikan sebagai berikut: “Budaya
keselamatan di rumah sakit adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif karena
staf klinik memperlakukan satu sama lain secara hormat dengan melibatkan
serta memberdayakan pasien dan keluarga.” Pimpinan mendorong staff klinis
pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan mendukung proses
kolaborasi interprofesional dalam asuahan berfokus pada pasien.
Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi,
kompetensi dan pola perilaku individu maupun kelompok yang menentukan
komitmen terhadap, serta kemampuan manajemen pelayanan kesehatan
maupun keselamatan. Budaya keselamatan dicirikan dengan komunikasi yang
berdasar atas rasa saling percaya dengan persepsi yang sama tentang
pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan manfaat langkah-langkah
pencegahan.
2. Manfaat Budaya Keselamatan
1) Meminimalkan kemungkinan kecelakaan akibat kesalahan/ kelalaian yang
dilakukan individu
2) Meningkatkan kesadaran akan bahaya melakukan kesalahan/ kelalaian
3) Mendorong pekerja untuk menjalani setiap prosedur aman dalam semua
tahap pekerjaan
4) Mendorong pekerja untuk melaporkan kesalahan / kekurangan sekecil
apapun yang terjadi untuk menghindari terjadinya kecelakaan.
3. Karakteristik Budaya Keselamatan
Budaya keselamatan memiliki beberapa karakter positif yaitu :
1) Komunikasi dibentuk dari keterbukaan dan saling percaya
2) Alur Informasi dan prosessing yang baik
3) Persepsi yang sama terhadap pentingnya keselamatan
4) Disadari bahwa kesalahan tidak bisa sepenuhnya dihindari
5) Identifikasi ancaman laten terhadap keselamatan secara proaktif
6) Pembelajaran Organisasi
7) Memiliki pemimpin yang komit dan eksekutif yang bertanggungjawab
8) Pendekatan untuk tidak menyalahkan dan tidak memberikan hukuman
pada insiden yang dilaporkan sesuai dengan hasil analisis tingkat
keparahan
4. Komponen Budaya Keselamatan
Menurut Reason, komponen budaya keselamatan terdiri atas budaya
pelaporan, budaya adil, budaya fleksibel, dan budaya pembelanjaran. Keempat
komponen tersebut mengidentifikasikan nilai-nilai kepercayaan dan perilaku
yang ada dalam organisasi dengan budaya informasi dimana insiden
dilaporkan untuk dilakukan tindakan untuk meningkatkan keamanan.
Organisasi yang aman tergantung pada kesediaan karyawan untuk melaporkan
kejadian cedera dan nearmiss (learning culture). Kerelaan karyawan dalam
melaporkan insiden karena kepercayaan bahwa manajemen akan memberikan
support dan penghargaan terhadap pelaporan insiden dan tindakan disiplin
diambil berdasarkan akibat dari resiko (risk taking), merupakan pelaksanaan
budaya adil. Kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena atasan
bersikap tenang ketika informasi disampaikan sebagai bentuk penghargaan
terhadap pengetahuan petugas, merupakan pelaksanaan budaya fleksibel.
Terpenting, kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena kepercayaan
bahwa organisasi akan melakukan analisa informasi insiden untuk kemudian
dilakukan perbaikan sistem, merupakan pelaksanaan budaya pembelanjaran.
Interaksi antara keempat komponen tersebut akan mewujudkan budaya
keselamatan yang kuat.

3
2.2 Kebijakan Budaya keselamatan
Beberapa Kebijakan berupa komitmen dalam melakukan budaya keselamatan,
yaitu:
1. Kebijakan Umum Budaya Keselamatan
1) Direktur rumah sakit melakukan evaluasi rutin dengan jadwal yang tetap
dengan menggunakan beberapa metode, survey resmi, wawancara staff,
analisis data dan diskusi kelompok
2) Direktur rumah sakit mendorong agar dapat terbentuk kerjasama untuk
membuat struktur, proses dan program yang memberikan jalan bagi
perkembangan budaya positif ini
3) Direktur rumah sakit harus menanggapi perilaku yang tidak terpuji dari
semua individu dari semua jenjang rumah sakit, termasuk manajemen, staf
administrasi, staf klinis, dokter.
2. Komitmen Perilaku
1) Ketentuan Umum
Secara garis besar komitmen perilaku staf dan karyawan UPT RSUD
Asembagus adalah:
a. Menjunjung tinggi norma moral, kesusilaan, dan kesopanan yang
dianut oleh masyarakat Indonesia
b. Menjaga nama baik rumah sakit
c. Saling menghormati dan menjalin hubungan baik dengan sesama staf,
karyawan rumah sakit maupun dengan pasien, keluarga, pengunjung,
dan anggota masyarakat yang berada di lingkungan rumah sakit
d. Menjaga ketertiban, keamanan, kebersihan dan keselamatan kerja di
rumah sakit
e. Berusaha untuk menjaga, melindungi, dan bertanggung jawab dalam
pemakaian aset milik rumah sakit
f. Saling menegur sapa apabila bertemu dengan sesama staf, karyawan
rumah sakit
g. Saling mengingatkan, menegur dalam kebaikan dengan sesama staf,
karyawan rumah sakit, terlebih bila melakukan pelanggaran terhafap
peraturan perundang-undangan yang berlaku
2) Kepatuhan Terhadap Tata Tertib, Disiplin, dan Etika
Staf dan karyawan U P T R S U D A s e m b a g u s berkomitmen:
a. Mematuhi peraturan tata tertib dan disiplin pegawai
b. Tidak akan melakukan segala bentuk tindakan yang melanggar norma
kesusilaan dan sopan santun yang dapat mengganggu kehormatan
orang lain dan berakibat timbulnya tuntutan hukum (pelecehan,
penghinaan, fitnah, perilaku mengarah pada sexualitas yang
mengganggu).
c. Menjadi teladan dalam pelaksanaan perilaku sehat, menjaga
kebugaran fisik mental dan spiritual serta menghindarkan diri dengan
cara tidak menggunakan, mengedarkan, dan menjual NAPZA
(Narkotik, Psikotropik dan Zat Adiktif) serta kebiasaan mengkonsumsi
minuman beralkohol.
d. Tidak akan melakukan perbuatan apapun yang merusak moral dan
nama baik rumah sakit.
3) Perilaku Profesional
Staf dan karyawan UPT RSUD Asembagus akan bersikap dan berperilaku
profesional sesuai Kode Etik Profesi dan/atau Kode Etik Pegawai dalam
bentuk:
a. Memberikan pelayanan kesehatan di UPT RSUD Asembagus, akan
bekerja sesuai standar prosedur operasional dan standar profesi.
b. Senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/ kesehatan.
c. Mematuhi kode etik profesi
d. Tidak menutup diri terhadap perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran

4
4) Perilaku Hubungan antar Pegawai
Staf dan karyawan akan menghormati dan saling menghargai hubungan
antara atasan dan bawahan serta antar rekan kerja, yang didasari oleh
hak dan kewajiban setiap individu untuk saling menghormati agar tercipta
lingkungan kerja yang sehat. Dalam standar perilaku ini maka:
a. Sebagai atasan, akan memberikan keteladanan dan panutan,
memberikan kesempatan yang sama untuk mengembangkan karir,
memberikan apresiasi, motivasi, membimbing bawahan, serta terbuka
terhadap kritik
b. Sebagai rekan kerja, akan bekerja dengan harmonis, membangun
kompetisi sehat, toleransi, menghargai pendapat dan terbuka terhadap
kritik serta etika kesejawatan
c. Sebagai bawahan, kami akan bersikap santun, meningkatkan
kemampuan, berani mengemukakan pendapat, menginformasikan
kepada pimpinan bila terdapat indikasi penyimpangan, menghindari
ucapan intimidasi/fitnah/merendahkan atasan
d. Sebagai sesama staf, karyawan, akan memperlakukan dengan cara
yang sama dan adil tanpa memandang ras, suku, agama, jenis
kelamin, kewarganegaraan, status perkawinan, keyakinan, politik.
3. Komitmen Mutu dan Keselamatan Pasien
Staf dan karyawan berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang bermutu
dan aman untuk pasien dan keluarga, pengunjung, serta masyarakat dalam
bentuk:
1) Memberikan pelayanan sesuai standar sasaran keselamatan pasien dalam
ketepatan identifikasi, komunikasi efektif, keamanan obat yang perlu
diwaspadai, kepastian, dan ketepatan pasien operasi, pengurangan risiko
infeksi dan risiko jatuh.
2) Berkontribusi aktif dalam program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien
3) Mensosialisasikan dan membangun kesadaran tentang pentingnya
keselamatan kepada pasien, keluarga, pengunjung, masyarakat, staf dan
karyawan sehingga menjadi suatu budaya keselamatan
4) Melaporkan setiap kejadian/insiden atau diduga menjadi suatu kejadian
tidak diharapkan terhadap keselamatan kepada atasan langsung atau
pejabat terkait
5) Melaporkan kejadian terkait keselamatan tanpa takut mendapat sanksi
6) Memberikan pelayanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi
dan hak-hak lain sesuai regulasi tentang penghargaan hak pasien dan
keluarga
4. Komitmen Kerahasiaan Informasi Medik
Staf dan karyawan berkomitmen menjaga privasi dan kerahasiaan informasi
medik pasien dalam bentuk:
1) Selalu menghormati hak-hak pasien dan menjaga kepercayaan pasien.
2) Merahasiakan segala sesuatu yang kami ketahui tentang pasien bahkan
setelah pasien itu meninggal dunia.
3) Tidak akan memberikan pernyataan tentang diagnosis penyakit dan/atau
pengobatan pasien kepada pihak ke tiga tanpa izin dan persetujuan
pasien.
4) Berkomunikasi dengan pasien dengan menggunakan bahasa yang
mudah difahami dengan tidak mengeraskan suara, dan dilakukan di dalam
ruangan yang terjaga dari pandangan pasien lain.
5) Berhati-hati dan mempertimbangkan implikasi sosial, ekonomi, budaya
dan hukum dalam menyampaikan informasi kepada pasien yang
mengalami gangguan jiwa, penyakit infeksi menular sexual dan penyakit
lain yang dapat menimbulkan stigmatisasi masyarakat.
6) Melakukan pemeriksaan kesehatan dan menyampaikan informasi medis
pasien dalam hal diminta oleh penyidik untuk kepentingan hukum dan
peradilan atas dasar adanya surat permintaan keterangan ahli dari
penyidik yang bersangkutan.
5
7) Tidak akan menggunakan rahasia pasien kami untuk merugikan pasien,
keluarga, atau kerabat dekatnya dengan membukanya kepada pihak ke
tiga atau yang tidak berkaitan,
8) Membuka rahasia medis pasien hanya untuk kepentingan pengobatan
pasien tersebut, perintah undang-undang, permintaan pengadilan, untuk
melindungi keselamatan dan kehidupan masyarakat,
9) Membuka atau mendiskusikan informasi medis pasien kecuali hanya
dengan tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan pasien,
penyandang biaya dan pihak pihak lain yang berwenang untuk
mendapatkan informasi pasien dalam rangka perawatan dan pembayaran
atas sepengetahuan dan seizin pasien.
10) Membatasi akses ke informasi medik pasien hanya didasarkan pada
kebutuhan klinis atau hanya untuk kepentingan rumah sakit.
11) Menyadari bahwa membuka rahasia jabatan dapat membawa konsekuensi
etik, disiplin dan hukum.
5. Komitmen Terhadap Hukum dan Peraturan
Staf, karyawan berkomitmen untuk menegakkan dan meningkatkan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan lain yang berlaku di lingkungan UPT RSUD
Asembagus dalam bentuk komitmen untuk:
1) Melakukan tugas pelayanan kesehatan di UPT RSUD Asembagus
berlandaskan kepada peraturan perundang-undangan tentang praktik
kedokteran, kesehatan, rumah sakit dan pendidikan kedokteran serta
peraturan perundang-undangan lainnya yang memiliki legitimasi kuat
yang dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dalam pelayanan
kesehatan.
2) Memberikan pelayanan kesehatan di UPT RSUD Asembagus yang telah
memiliki perizinan sesuai peraturan yang berlaku.
3) Memberikan pelayanan kesehatan di UPT RSUD Asembagus sesuai
standar prosedur operasional dan standar profesi.
4) Mencatat semua data pasien ke dalam rekam medis.
5) Memberikan penjelasan terlebih dahulu secara lengkap dan memperoleh
persetujuan dari pasien yang bersangkutan dan/atau keluarga terdekat
pada setiap rencana tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
pasien.
6) Melaporkan kepada manajemen atau instansi yang berwenang terhadap
setiap potensi pelanggaran hukum, peraturan, atau kebijakan di
lingkungan UPT RSUD Asembagus
7) Menerima pasien rujukan berdasarkan pada kebutuhan klinis pasien dan
kemampuan kami untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan.
8) Menerima pemberian imbalan jasa dalam bentuk apapun untuk
pengiriman atau rujukan pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan lain.
9) Terlibat secara langsung maupun tidak langsung ke dalam kegiatan yang
tidak bertujuan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi.
10) Memastikan bahwa semua pegawai, staf medis, dan pihak ketiga penyedia
layanan pasien memiliki kompetensi yang sesuai.
11) Memastikan bahwa semua pemasaran, pemasangan iklan, dilakukan
dengan jelas, benar, akurat, dan sesuai dengan regulasi yang
melindungi privasi pasien
12) Memperoleh perlindungan hukum sejauh dalam menjalankan pekerjaan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
6. Kebijakan Benturan Kepentingan (Conflict of Interest)
Staf, karyawan, berkomitmen untuk menjalankan tugas sesuai dengan
kedudukan dan kewenangan yang dimiliki tanpa dipengaruhi oleh kepentingan
pribadi dalam bentuk:
1) Memiliki moral dan tanggung jawab, tidak mementingkan kepentingan
pribadi.
2) Memberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai sistem, mekanisme dan
peraturan yang diatur oleh rumah sakit dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada figur publik untuk mencegah terjadinya
6
kesalahfahaman.
3) Mengutamakan kepentingan rumah sakit di atas kepentingan pribadi atau
golongan.
4) Melakukan transaksi dan/ atau menggunakan aset rumah sakit untuk
kepentingan diri sendiri, keluarga, atau golongan.
5) Tidak menerima dan/atau memberi hadiah/ manfaat dalam bentuk
apapun yang berkaitan dengan kedudukan di dalam rumah sakit
6) Tidak memanfaatkan informasi rahasia dan data rumah sakit untuk
kepentingan di luar rumah sakit;
7) Tidak memberikan perlakuan istimewa kepada pelanggan, pemasok,
pemerintah atau pihak lain melebihi dari kebijakan yang ditetapkan
rumah sakit
7. Kebijakan Perlindungan dan Penggunaan Informasi, Properti dan Aset
Staf, karyawan berkomitmen untuk melindungi informasi properti aset dari
kehilangan, pencurian, perusakan, dan penyalahgunaan dengan cara:
1) Mengelola setiap informasi yang menjadi tanggung jawab kami dengan
penuh kehati- hatian serta menjaga kerahasiaan informasi dan
penyampaiannya hanya dapat dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk
2) Menjaga, memelihara, mengamankan dan menyelamatkan aset
rumah sakit sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3) Tidak akan menggunakan dan memanfaatkan aset rumah sakit untuk
kepentingan pribadi, kepentingan kelompok dan atau aktivitas politik serta
pihak ketiga lainnya.
4) Tidak akan memalsukan atau mengubah informasi pada catatan atau
dokumen yang ada.
5) Mematuhi ketentuan masa retensi terhadap penyimpanan catatan dan
dokumen
6) Tidak akan menggunakan teknologi untuk mengirim pesan yang bersifat
melecehkan dan diskriminasi.
8. Kebijakan Keselamatan Lingkungan Kerja
Staf dan karyawan berkomitmen untuk mempromosikan budaya keselamatan
dan menjamin kualitas kesehatan dan keselamatan pasien dan keluarga,
pengunjung, karyawan, dokter, dan penyedia layanan yang lain dengan cara:
1) Mentaati setiap peraturan perundang-undangan dan/ atau standar tentang
keamanan dan keselamatan kesehatan kerja.
2) Mendorong pasien dan keluarga mereka untuk melaporkan temuan dan
keluhan terhadap kondisi yang tidak aman
3) Membuat lingkungan kerja yang aman
4) Segera melaporkan setiap kecelakaan kerja yang mengakibatkan
cedera pegawai, dokter dan tenaga kesehatan, atau penyedia layanan
lain, termasuk pihak ketiga atau pengunjung melalui proses pelaporan
sesuai ketentuan berlaku.
5) Mengingatkan unit kerja dan pegawai yang terkait, apabila didapatkan
praktik atau kondisi tidak aman yang ditemukan dalam lingkungan kerja
6) Mematuhi semua peraturan dan prosedur untuk membuang limbah medis
dan bahan berbahaya ke tempat yang telah disediakan
7) Segera memberi tahu atasan kami jika kami terluka atau terkena
penyakit akibat kerja.
8) Segera melaporkan insiden yang membahayakan keselamatan pasien
kepada Tim Keselamatan Pasien.

2.3 Budaya Perilaku


1. Budaya Perilaku yang Tidak Sesuai dengan Budaya Keselamatan
Budaya perilaku sangat berpengaruh terhadap budaya keselamatan, diharapkan
dengan perilaku yang sesuai standar akan mencapai budaya keselamatan yang
paripurna. Dalam Hal ini ditekankan terhadap perilaku dari staff/karyawan yaitu
yang harus dipahami adalah direktur menjamin pelaksanaan dan mendorong
budaya keselamatan di seluruh lini pelayanan UPT RSUD Asembagus sebagai
berikut:
7
1) Perilaku yang tidak layak (inappropriate) adalah kata kata atau bahasa
tubuh yang merendahkan dan menyinggung perasaan sesama staff,
mengumpat/ memaki.
2) Perilaku yang mengganggu (distruptive) antara lain perilaku tidak layak yang
dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal atau nonverbal yang
membahayakan atau mengintimidasi staff lain, dan “celetukan maut” adalah
hal sembrono yang menurunkan kredibilitas staff klinis lain.
3) Perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama dan
suku termasuk gender
4) Pelecehan seksual

2.4 Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit


1. Definisi
Budaya keselamatan pasien adalah produk dari nilai, sikap, kompetensi, dan
pola perilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen, style dan
kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan terhadap program patient
safety. Jika suatu organisasi pelayanan kesehatan tidak mempunyai budaya
patient safety maka kecelakaan bisa terjadi akibat dari kesalahan laten,
gangguan psikologis dan physiologis pada staf, penurunan produktifitas,
berkurangnya kepuasan pasien, dan bisa menimbulkan konflik interpersonal.
Menurut Carthey & Clarke (2010) dalam buku “Implementing Human Factors in
Healthcare ‘how to’ Guide” bahwa organisasi kesehatan akan memiliki budaya
keselamatan pasien yang positif, jika memiliki dimensi budaya sebagai berikut:
1) Budaya keterbukaan (open culture). Budaya ini menggambarkan semua staf
RS merasa nyaman berdiskusi tentang insiden yang terjadi ataupun topik
tentang keselamatan pasien dengan teman satu tim ataupun dengan
manajernya. Staf merasa yakin bahwa fokus utama adalah keterbukaan
sebagai media pembelajaran dan bukan untuk mencari kesalahan ataupun
menghukum. Komunikasi terbuka dapat juga diwujudkan pada saat serah
terima pasien, briefing staff maupun morning report.
2) Budaya keadilan (just culture). Hal tersebut membawa atmosfer “trust”
sehingga anggota bersedia dan memilki motivasi untuk memberikan data
dan informasi serta melibatkan pasien dan keluarganya secara adil dalam
setiap pengambilan keputusan terapi. Perawat dan pasien diperlakukan
secara adil saat terjadi insiden dan tidak berfokus untuk mencari kesalahan
individu tetapi lebih mempelajari secara sistem yang mengakibatkan
terjadinya kesalahan. Lingkungan terbuka dan adil akan membantu staf
membuat pelaporan secara jujur mengenai kejadian yang terjadi dan
menjadikan insiden sebagai pelajaran dalam upaya meningkatkan
keselamatan pasien.
3) Budaya pelaporan (reporting culture). Budaya dimana staf siap untuk
melaporkan insiden atau near miss, sehingga dapat dinilai jenis error dan
dapat diketahui kesalahan yang biasa dilakukan oleh staf serta dapat
diambil tindakan sebagai bahan pembelajaran organisasi. Organisasi belajar
dari pengalaman sebelumnya dan mempunyai kemampuan untuk
mengidentifikasi faktor risiko terjadinya insiden sehingga dapat mengurangi
atau mencegah insiden yang akan terjadi.
4) Budaya belajar (learning culture). Setiap lini dari organisasi baik sharp end
(yang bersentuhan langsung dengan pelayanan) maupun blunt end
(manajemen) menggunakan insiden yang terjadi sebagai proses belajar.
Organisasi berkomitmen untuk mempelajari insiden yang telah terjadi,
mengkomunikasikan kepada staf dan senantiasa mengingatkan staf.
5) Budaya informasi (informed culture). Organisasi mampu belajar dari
pengalaman masa lalu sehingga memiliki kemampuan untuk
mengidentifikasi dan menghindari insiden yang akan terjadi karena telah
belajar dan terinformasi dengan jelas dari insiden yang sudah pernah
terjadi, misalnya dari pelaporan kejadian dan investigasi.

8
Tiga strategi penerapan budaya patient safety:
1) Strategy 1
a. Lakukan safe practices
b. Rancang sistem pekerjaan yang memudahkan orang lain untuk
melakukan tindakan medik secara benar
c. Mengurangi ketergantungan pada ingatan
d. Membuat protocol dan checklist
e. Menyederhanakan tahapan - tahapan
2) Edukasi
a. Kenali dampak akibat kelelahan dan kinerja
b. Pendidikan dan pelatihan patient safety
c. Melatih kerjasama antar tim
d. Meminimalkan variasi sumber pedoman klinis yang mungkin
membingungkan
3) Akuntabilitas
a. Melaporkan kejadian error
b. Meminta maaf
c. Melakukan remedial care
d. Melakukan root cause analysis
e. Memperbaiki sistem atau mengatasi masalahnya
2. Langkah Penerapan Patient Safety
Untuk membangun budaya keselamatan pasien di rumah sakit, diperlukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Melakukan penilaian budaya pasien safety saat ini
2) Melakukan pelatihan mengenai budaya keselamatan pasien
3) Identifikasi masalah-masalah keselamatan pasien
4) Bengun kerjasama yang baik antar unit
5) Pelajari kejadian/insiden setiap periode
6) Melakukan pengkajian kembali tentang safety culture
3. Mengukur Maturitas Budaya Patient Safety
Maturitas budaya patient safety dalam organisasi diklasifikasikan oleh
Ashcroft et.al. (2005) menjadi lima tingkat maturitas: patologis, reaktif, kalkulatif,
proaktif dan generatif. Di tingkat patologis, organisasi melihat keselamatan
pasien sebagai masalah, akibatnya informasi-iinformasi terkait patient safety
akan ditekan dan lebih berfokus pada menyalahkan individu demi
menunjukkan kekuasaan pihak tertentu. Di tingkat reaktif, organisasi sudah
menyadari bahwa keselamatan pasien adalah hal penting, tetapi hanya
berespon ketika terjadi insiden yang signifikan. Di tingkat kalkulatif, organisasi
cenderung berpaku pada aturah-aturan dan jabatan dan kewenangan dalam
organisasi. Setelah insiden terjadi, informasi tidak diteruskan atau bahkan
diabaikan, kesalahan segera dibenarkan atau dijelaskan penyebabnya, tanpa
analisis yang lebih mendalam lagi. Organisasi yang proaktif berfokus pada
upaya-upaya untuk mengantisipasi masalah-masalah patient safety dengan
melibatkan banyak stakeholders terkait patient safety. Sementara organisasi
yang generatif secara aktif mencari informasi untuk mengetahui apakah
tindakan-tindakan yang dilakukan dalam organisasi ini sudah aman atan belum.
4. Assessment Budaya Patient Safety
Saat ini, budaya patient safety biasanya dinilai dengan self-completion
questionnaires. Biasanya dilakukan dengan cara mengirimkan kuesioner kepada
semua staff, untuk kemudian dihitung nilai rata-rata respon terhadap masing-
masing item atau faktor.
Langkah pertama dalam proses pengembangan budaya patient safety
adalah dengan menilai budaya yang ada. Tidak banyak alat yang tersedia untuk
menilai budaya patient safety, salah satunya adalah ‘Manchester Patient Safety
Framework’ Biasanya ada jenis pernyataan yang digunakan untuk menilai
dimensi budaya patient safety, pertama adalah pernyataan-pernyataan untuk
mengukur nilai, pemahaman dan sikap dan kedua adalah pernyataan-pernyataan
untuk mengukur aktifitas atau perilaku yang bertujuan untuk pengembangan
budaya patient safety, seperti kepemimpinan, kebijakan dan prosedur.
9
Survey Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Hospital Survey
on Patient Safety Culture), dikeluarkan oleh AHRQ (American Hoaspital
Research and Quality) Survey ini mengukur 10 dimensi keselamatan pasien,
diantaranya adalah :
1) Kerjasama tim dalam satu unit
2) Pembelajaran organisasi dan pengembangan berkelanjutan
3) Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan
4) Dukungan manajemen
5) Sikap supervisor dalam mendukung keselamatan pasien
6) Kerjasama antar staf klinis
7) Ketenagaan (beban kerja yang aman)
8) Serah terima (hand over) dan transisi
9) Keterbukaan komunikasi
10) Budaya tidak menyalahkan (Respon non punitive)
5. Pengembangan Budaya Patient Safety
Salah satu tantangan dalam pengembangan patient safety adalah
bagaimana mengubah budaya yang ada menuju budaya patient safety.
Langkah penting pertama adalah dengan menempatkan patient safety sebagai
salah satu prioritas utama dalam organisasi pelayanan kesehatan, yang
didukung oleh eksekutif, tim klinik, dan staf di semua level organisasi dengan
pertanggungjawaban yang jelas.
Perubahan budaya sangat terkait dengan pendapat dan perasaan
individu- individu dalam organisasi. Kesempatan untuk mengutarakan opini
secara terbuka, dan keterbukaan ini harus diakomodasi oleh sistem sehingga
memungkinkan semua individu untuk melaporkan dan mendiskusikan terjadinya
adverse events. Budaya tidak saling menyalahkan memungkin individu untuk
melaporkan dan mendiskusikan adverse events tanpa khawatir akan dihukum.
Aspek lain yang penting adalah memastikan bahwa masing-masing individu
bertanggung jawab secara personal dan kolektif terhadap patient safety dan
bahwa keselamatan adalah kepentingan semua pihak
Pengembangan Budaya safety pasien :
1) Mendeklarasikan patient safety sebagai salah satu prioritas
2) Menetapkan tanggung jawab eksekutif dalam program patient safety
3) Memperbaharui ilmu dan keahlian medis
4) Membudayakan sistem pelaporan tanpa menyalahkan pihak-pihak terkait
5) Membangun akuntabilitas
6) Reformasi pendidikan dan membangun organisasi pembelajar
7) Mempercepat perubahan untuk perbaikan

10
BAB 3
TATA LAKSANA

UPT RSUD Asembagus melalui PMKP akan melakukan pengukuran dengan


metode cross sectional dan random sampling terhadap budaya keselamatan yang ada
di RS melalui observasi di lapangan yang akan dilaksanakan pada bulan November
tahun 2019. Akan tetapi untuk tahun 2020 dan kedepannya akan dilaksanakan setiap
semester bulan Juli dan Desember. Observasi menggunakan Hospital Survey on Patient
Safety Culture (HSOPSC) dari AHRQ yang mana terdiri dari 10 (sepuluh) dimensi
budaya keselamatan pasien dan 4 (empat) dimensi outcome dengan instrumen evaluasi
di UPT RSUD Asembagus (instrumen terlampir).

11
BAB 4
HASIL KERJA

Survailans dilakukan dengan mengambil responden sebanyak 71 orang dari


berbagai lingkup profesi. Surveilans ditujukan untuk mengetahui sejauh mana persepsi
staf tentang budaya keselamatan. Semakin positif persepsi staf tentang budaya
keselamatan dapat meningkatkan kemungkinan lingkungan kerja menjadi sadar dan
peduli bagaimana budaya keselamatan ditetapkan disemua lini dalam pelayanan
kesehatan. Hal ini dapat berdampak pada meningkatnya mutu layanan dan standart
pasien.
Statistics
Budaya Keselamatan
bagian Sex Usia pendidikan masakerja status Nilai

N Valid 71 71 71 71 71 71 71

Missing 0 0 0 0 0 0 0

Budaya Keselamatan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Sangat positif 19 26.8 26.8 26.8

Positif 49 69.0 69.0 95.8

Negatif 3 4.2 4.2 100.0

Total 71 100.0 100.0

BUDAYA KESELAMATAN

4%

27%
Sangat Positif
Postif
69%
Negatif

Gambar 1. Diagram Budaya Keselamatan UPT RSUD Asembagus

Dari gambar 1, hasil surneilans menunjukkan budaya keselamatan masuk


dalam katagori posif yaitu sebesar 69%. Perlu dilakukan komunikasi secara efektif dan
tepat untuk dapat meningkatkan kesadaran staf dan dukukngan berbagia pihak agar
budaya keselamatan di rrumah sakit menjadi suatu kebutuhan yang harus diterapkan.

12
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
bagian * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

bagian * Budaya Keselamatan Crosstabulation

Nilai
Sangat positif Positif Negatif Total
Bagian Dokter 3 5 0 8
Perawat/bidan 12 32 3 47
tenaga kesehatan lain 0 8 0 8
Adminsitrasi umum/
4 4 0 8
penunjang lainnya
Total 19 49 3 71

DISTRIBUSI RESPONDEN
BERDASARKAN KELOMPOK PROFESI

11% 11% Dokter

11% Perawat/Bidan

Tenaga Kesehatan
Lainnya
66%
Adinistrasi/Umum

Gambar 2 diagram Pie Distribusi Profesi


Berdasarkan gambar 2 menunjukkan bahwa responden mayoritas adalah bagian
perawat/bidan denganjumlah 66%

DIAGRAM PERSEPSI BUDAYA KESELAMATAN


35
30 Dokter

25
20 Perawat/Bidan
15
10
Tenaga Kesehatan
5
Lainnya
0
sangat Positif Positif Negatif

Gambar 3 Diagram Tabulasi Silang Bagian Dengan Persepsi Budaya Keselamatan UPT
RSUD Asembagus
13
Pada gambar 3 menunjukkan bahwa responden bagian dokter mayoritas memiliki
persepsi sangat positif 3 orang, dan positif sebanyak 5 orang, sedangkan perawat/bidan
mayoritas memiliki respon sangat positif sebanyak 12 orang, positif yaitu sebanyak 32
orang, dan yang negatif sebanyak 3 orang, sedangkan tenaga kesehatan lain memiliki
persepsi positif sebnyak 8 orang, dan administrasi umum memiliki persepsi sangat
positif dan positif masing masing 4 orang.
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

sex * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

Jenis Kelamin * Budaya Keselamatan Crosstabulation

Nilai

Sangat
positif Positif Negatif Total

Sex laki-laki 14 20 0 34

perempuan 5 29 3 37

Total 19 49 3 71

DISTRIBUSI RESPONDEN
BERDASRKAN JENIS KELAMIN

Laki-laki
48%
52%
Perempuan

Gambar 4 Diagram Pie Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan gambar 4 menunjukkan bahwa responden mayoritas adalah


berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 52%.

14
DISTRIBUSI PERSEPSI BUDAYA
KESELAMATAN BERDASARKAN JENIS KELAMIN

35

30

25

20
Laki-laki
15
Perempuan
10

0
Sangat Positif Positif Negatif

Gambar 5 Diagram Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Budaya Keselamatan

Pada gambar 5 didapat responden mayoritas memiliki persepsi positif dengan


jumlah staf perempuan sebanyak 29 orang,hal yang sama ditunjukkan pada staf laki-laki
mayoritas memiliki persepsi positif sebnyak 20 orang.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

usia * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

usia * Budaya Keselmatan Crosstabulation

Nilai

Sangat positif Positif Negatif Total

Usia 21-30 tahun 16 39 1 56

31-40 tahun 2 4 2 8

41-50 tahun 1 4 0 5

>50 tahun 0 2 0 2

Total 19 49 3 71

DISTRIBUSI RESPONDEN
BERDASARKAN KELOMPOK USIA
2%

7% 21-30 Tahun
11%
31-40 Tahun
41-50 Tahun
80% >50 Tahun

Gambar 6 Diagram Pie Distribusi Responden Berdasarkan Usia

15
Pada gambar 6 didapatkan hasil distribusi pada responden berdasarkan
kelompok usia dengan mayoritas usia 21-300 tahun dengan jumlah pesentase 80%.

45
40
35
30 21-30 Tahun
25
31-40 Tahun
20
41-50 Tahun
15
>50 Tahn
10
5
0
Sangat Positif Positif Negatif

Gambar 7 DiagramTabulasi Silang Usia dengan Persepsi Budaya Keselamatan

Gambar 7 di atas menjelaskan beahwa pada usia 21-30 mayoritas memiliki persepsi
positif dengan jumlah yang cukup besar yaitu sebnyak 39 orang dari totalkeselutuhan
responden.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pendidikan * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

pendidikan * Budaya Keselamatan Crosstabulation

Nilai

Sangat positif Positif Negatif Total

pendidikan SMU sederajat 1 4 0 5

Akademi/Diploma 10 26 2 38

S1 sederajat 7 18 1 26

Pasca sarjana 1 1 0 2

Total 19 49 3 71

16
DISTRIBUSI RESPONDEN
BERDASARKAN PENDIDIKAN
3% 7%

37% SMU Sederajat


53% Akademi/Diploma
S1 Sederajat
Pasca Sarjana

Gambar 8 Diagram Pie Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Dari gambar 8 didapatkan distribusi responden mayoritas berpendidikan


Akademi/Diploma yaitu dengan persentase sebanyak 53%

PERSEPSI BUDAYA KESELAMATAN


BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN RESPONDEN
30
25
20 SMU/Sederajat

15 Akademi/Diploma

10 S1 Sederajat

5 Pasca Sarjana

0
Sangat Positif Positif Negatif

Gambar 9 Diagram Tabulasi Silang Pendidikan Staf dengan Persepsi Budaya


Keselamatan
Gambar diatas menjelaskan bahwa pendidikan Akademi/Diploma menunjukkan
persepsi positif terhadap budaya keselamatan dengan jumlah 26 orang dan 18 orang
dari pendidikan S1 sederajat

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

masakerja * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

masakerja * Nilai Crosstabulation

Nilai

Sangat positif Positif Negatif Total

masakerja <2 tahun 3 11 0 14

2-4 tahun 5 16 1 22

4-8 tahun 10 13 0 23

8-12 tahun 0 3 2 5

>12 tahun 1 6 0 7

17
masakerja * Nilai Crosstabulation

Nilai

Sangat positif Positif Negatif Total

masakerja <2 tahun 3 11 0 14

2-4 tahun 5 16 1 22

4-8 tahun 10 13 0 23

8-12 tahun 0 3 2 5

>12 tahun 1 6 0 7

Total 19 49 3 71

DISTRIBUSI RESPONDEN
BERDASARKAN LAMA MASA KERJA

7% 10% 20%
<2 Tahun
2-4 Tahun
32% 31% 4-8 Tahun
8-12 Tahun
>1 Tahun

Gambar 10 Diagram Pie Distribusi Responden Berdasarkan Lama Masa Kerja

PERSEMPI BUDAYA KESELAMATAN


BERDASARKAN LAMA MASA KERJA RESPONDEN
20

15 <2 Tahun
2-4 Tahun
10
4-8 Tahun

5 8-12 Tahun
>12 Tahun
0
Sangat Positif Positif Negatif

Gambar 11 Diagram Tabulasi Silang Masa Kerja dengan Kepuasan Staf


Pada gambar 10 dan 11 menjelaskan bahwa distribusi responden berdasarkan
lama kerja mayoritas memiliki masa kerja 4-8 tahun dengan prosentase sebesar 32%
(23 orang), akan tetapi persepsi positif dimiliki pada masa kerja 2-4 tahun dengan
jumlah sebanyak 16 orang dari seluruh rentan masa kerja responden.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

status * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

18
status *Budaya Keselamatan Crosstabulation

Nilai

Sangat positif Positif Negatif Total

Status PNS 1 13 1 15

Non PNS 18 36 2 56

Total 19 49 3 71

DISTRIBUSI RESPONDEN
BERDASARKAN STATUS
KEPEGAWAIAN

21%

PNS
79% Non PNS

Gambar 12 Diagram Pie Distribusi Responden Berdasarkan Status Kepegawaian

PERSEPSI BUDAYA KESELAMATAN


BERDASARKAN STATUS KEPEGAWAIAN
40
35
30
25
20 PNS
15 Non PNS
10
5
0
Sangat Positif Positif Negatif

Gambar 13 Diagram Tabulasi Silang Status Kepegawaian dengan Persepsi Budaya


Keselamatan

Pada gambar diatas menunjukkan distribusi respoden dengan mayoritas status


kepegawaian Non PNS dengan prosentase sebesar 79% (56 orang), serta memiliki
persepsi positif tentang budaya keselamatan pada seluruh status kepegawaian baik
PNS maupun Non PNS

19
HASIL TABULASI SILANG DATA SURVEILANS BUDAYA KESELAMATAN
UPT RSUD ASEMBAGUS

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

P1 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P2 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P3 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P4 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P5 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P6 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P7 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P8 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P9 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P10 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P11 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P12 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P13 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P14 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P15 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P16 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P17 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P18 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P19 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P20 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P21 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P22 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

20
P23 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P24 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P25 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P26 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P27 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P28 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P29 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

P30 * Nilai 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

PENJABARAN PADA MASING-MASING PERNYATAAN SESUAI DENGAN DIMENSI BUDAYA


KESELAMATAN

A. KERJASAMA TIM DALAM 1 UNIT


Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P1 S 10 30 4 44
SS 8 19 0 27
Total 18 49 4 71

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P2 S 5 24 4 33
SS 13 25 0 38
Total 18 49 4 71

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P3 TS 0 2 0 2
S 12 22 4 38
SS 6 25 0 31
Total 18 49 4 71

ANALISA:
Tiga pernyataan (Nomor 1-3) yang berkaitan dengan “ Kerjasama Tim Dalam Satu
unit” mayoritas mendapat jawaban sangat setuju dan setuju yang artinya
responden memiliki pesrsepsi positif. Kerjasama yang baik dalam satu tim
menjadi hal yang penting agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan baik,
agar dari masing-masing staf dapat berkolaborasi dalam memberikan pelayanan
pada pasien dan keluarga pasien sehingga standar keselamatan pasien serta
mutu pelayanan berjalan dengan baik.

21
B. PEMBELAJARAN ORIENTASI DAN PENGEMBANGAN BERKELANJUTAN
Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P4 TS 0 2 3 5
S 5 32 1 38
SS 13 15 0 28
Total 18 49 4 71

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P5 TS 0 2 3 5
S 11 35 1 47
SS 7 12 0 19
Total 18 49 4 71

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P6 TS 0 1 0 1
S 3 30 4 37
SS 15 18 0 33
Total 18 49 4 71

ANALISA:
Tiga pernyataan (Nomor 4-6)yang berkaitan dengan “Pembelajaran Organisasi
dan Pengembangan Berkelanjutan” mayoritas mendapatkan jawaban setuju yang
artinya responden memiliki persepsi positif. Pendidikan dan pembelajaran
berkelanjutan tentang budaya keselamatan sangat penting untuk staf agar
memberikan pelayanan prima yang berfokus pada pasien.

C. UMPAN BALIK DAN KOMUNIKASI TENTANG KESALAHAN


Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P7 S 9 33 4 46
SS 9 16 0 25
Total 18 49 4 71
Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P8 TS 0 4 3 7
S 6 42 1 49
SS 12 3 0 15
Total 18 49 4 71

22
Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P9 TS 0 4 3 7
S 11 39 1 51
SS 7 6 0 13
Total 18 49 4 71

ANALISA:
Tiga pernyataan (Nomor 7-9) yang berkaitan dengan “ Umpan Balik dan Komunikasi
Tentang Kesalahan “ mayoritas mendapat jawaban setuju yang artinya responden
memiliki persepsi yang positif. Akan tetapi beberapa responden
mengkhawatirkan keberlangsungan karirnya bila harus melaporkan insiden
keselamatan pasien. Untuk itu UPT RSUD Asembagus memberikan jaminan bahwa
tidak ada budaya menyalahkan terhadap kesalahan yang terjadi,namun bila melihat
sudut pandang yang lebih luas pada sistem yang harus dibenahi agar dapat
mencegah terjadinya kesalahan serupa dikemudian hari.

D. DUKUNGAN MANAJEMEN
Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P10 TS 0 3 1 4
S 5 33 3 41
SS 13 13 0 26
Total 18 49 4 71

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P11 TS 0 8 3 11
S 8 32 1 41
SS 10 9 0 19
Total 18 49 4 71

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P112 TS 0 6 3 9
S 5 40 1 46
SS 13 3 0 16
Total 18 49 4 71

ANALISA:
Tiga pernyataan (Nomor 10-12) yang berkaitan dengan “Dukungan Manajemen“
yang mayoritas mendapat jawaban setuju yang artinya responden memiliki
persepsi yang positif. Lingkungan kerja yang kondusif yang berkaitan dengan
dukungan manajemen di UPT RSUD Asembagus dapat menjaga budaya
keselamatan yang positif.

23
E. SIKAP SUPERVISOR DALAM MEDUKUNG KESELAMATAN PASIEN
Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P13 TS 0 1 1 2
S 9 45 3 57
SS 9 3 0 12
Total

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P14 TS 0 1 0 1
S 0 1 1 2
SS 3 42 3 48
Total 15 5 0 20

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P15 STS 0 1 0 1
TS 0 1 0 1
S 8 44 4 56
SS 10 3 0 13
Total 18 49 4 71

ANALISA:
Tiga pernyataan (Nomor 13-15) yang berkaitan dengan “ Sikap Supervisor dalam
Mendukung Keselamatan Pasien “ mayoritas mendapatkan jawaban setuju dan
sangat setuju, yang artinya responden memiliki persepsi yang positif. Cara
paling efektif pada budaya keselamatan pada staf di UPT RSUD Asembagus
dimulai dari setiap jenjang pemimpin, mulai dari low manager hingga top manager

F. KERJASAMA ANTARA STAF KLINIS


Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif

P16 S 8 32 4 44
SS 10 17 0 27
Total 18 49 4 71

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P17 TS 0 0 2 2
S 7 29 2 38
SS 11 20 0 31
Total 18 49 4 71

24
Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P18 TS 1 2 1 4
S 6 30 3 39
SS 11 17 0 28
Total 18 49 4 71
ANALISA:
Tiga pernyataan (Nomor 16-18) yang berkaitan dengan “Kerjasama Antar Staf
Klinis“ mayoritas mendapat jawaban setuju yang artinya responden memiliki
persepsi yang positif. Kerjasama yang baik dengan staf klinis terutama
professional pemberi asuhan (PPA) sangat penting untuk terlaksananya proses
asuhan yang bermutu dan berfokus pada pasien.

G. KETENAGAAN (BEBAN KERJA YANG AMAN)


Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P19 STS 0 3 0 3
TS 2 6 0 8
S 4 34 4 42
SS 12 6 0 18
Total 18 49 4 71

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P20 STS 0 2 0 2
TS 4 21 1 26
S 7 19 3 29
SS 7 7 0 14
Total 18 49 4 71

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P21 TS 6 37 4 47
S 5 7 0 12
SS 7 5 0 12
Total 18 49 4 71

ANALISA:
Tiga pernyataan (Nomor 19-21) yang berkaitan dengan “Ketenagaan (Beban Kerja
yang Aman)” mayoritas mendapatkan jawaban yang menunjukkan bahwa
responden memiliki persepsi yang positif. Pada pernyataan nomor 20 dan 21
merupakan reverse statement yang artinya untuk menggali persepsi responden
pada situasi yang kurang menguntungkan, mayoritas responden sudah
mendapatkan beban kerja yang sesui dengan ketentuan yang ada, akan tetapi
masih ada bebn kerja yang diberikan melebihi batas kemampuannya, sehingga
25
berpotensi menimbulkan kelelahan yang berlebih serta menurunkan fokus maupun
konstrasi dalam memberi pelayanan kesehatan. Diperlukan pengaturan dan
manajemen ketenagaan yang efektif agar beban kerja dapat di distribusikan
secara merata.

H. SERAH TERIMA (HAND OVER) DAN TRANSISI

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P22 TS 0 1 0 1
S 9 33 4 46
SS 9 15 0 24
Total 18 49 4 71

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P23 TS 0 12 3 15
S 9 33 1 43
SS 9 4 0 13
Total 18 49 4 71

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P24 STS 0 1 0 1
TS 2 4 1 7
S 5 37 3 45
SS 11 7 0 18
Total 18 49 4 71

ANALISA:
Tiga pernyataan (Nomor 22-24) yang berkaitan dengan “Serah terima (Hand Over)
dan transisi” mayoritas mendapatkan jawaban setuju yang artinya responden
memiliki persepsi positif. Proses perpindahan informasi dari sumber ke sumber
lain sangatlah penting agar setiap staf yang bertugas dirumah sakit dapat belaja
dari setiap insiden yang terjadi. Adapun beberapa responden yang masih belum
memahamin bagaimana proseddur pelaporan insiden keselamatan pasien,
sehingga perlu dilakukan sosialisasi secara kontinyu melalui media-media yang
efektif. Selain itu, sistem informasi harus dapat mendukung terlaksananya proses
penyampaian informasi ini agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran terkait
insiden.

26
I. KETERBUKAAN KOMUNIKASI

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P25 STS 4 14 2 20
TS 3 22 2 27
S 6 13 0 19
SS 5 0 0 5
Total 18 49 4 71

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P26 STS 1 1 0 2
TS 2 8 3 13
S 7 36 1 44
SS 8 4 0 12
Total 18 49 4 71

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P27 TS 0 1 0 1
S 9 31 2 42
SS 9 17 2 28
Total 18 49 4 71

ANALISA:
Tiga pernyataan (Nomor 25-27) yang berkaitan dengan “Keterbukaan Komunikasi”
yang mayoritas mendapat jawaban yang menunjukkan bahwa responden
memiliki persepsi yang positif. Pernyataan pada nomor 25 merupakan reverse
statement yang artinya untukmenggali persepsi responden pada situasi kurang
menguntungkan. Namun yang menjadi perhatian bahwa masih ada beberapa staf
yang menganggap bahwa ucapan yang kurang pantas. Padahal kesalahan atau
distorsi dalam komunikasi dapat berpotensi menimbulkan maslaah dalam
pemberian asuhan pelayanan pasien. Padahal semestinya hal tersebut menjadi
tanggung jawab bersama kebijakan rumah sakit serta setiap unsur staf yang ada
didalamnya.
J. BUDAYA TIDAKMENYALAHKAN
Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P28 STS 0 4 0 4
TS 1 18 1 20
S 11 26 3 40
SS 6 1 0 7
Total 18 49 4 71
27
Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P29 STS 0 2 0 2
TS 1 15 0 16
S 12 29 4 45
SS 5 3 0 8
Total 18 49 4 71

Budaya Keselamatan
Total
Sangat Positif Positif Negatif
P30 STS 0 1 0 1
TS 1 9 2 12
S 9 33 2 44
SS 8 6 0 14
Total 18 49 4 71

ANALISA:
Tiga pernyataan (Nomor 28-30) yang berkaitan dengan “Budaya Tidak menyalahkan”
mayoritas mendapatkan jawaban yang menunjukkan bahwa responden memiliki
persepsi yang positif, akan tetapi banyak responden berpendapat bahwa yang paling
disalahkan terhadap terjadinya suatu insiden keselamtan pasien adalah staf yang saat
itu melakukan kecerobohan atau lalai saat melakukan tindakan. UPT RSUD Asembagus
harus memperkuat regulasi danmenjamn bahwa terjadinya insden harus diselesaikan
melaui pendekatan system, bukan semata-mata mencari kambing hitam yang akhirnya
akan berdampak pada rasa takut pada staf untuk melaporkan insiden. Untuk
kedepannya untuk mengurangi budaya tidak menyalahkan dengan cara melakukan
sosialisasi secara bertahap.

28
BAB 5
KESIMPULAN DAN PENUTUP

Bedasarkan hasil laporan surveilan Budaya Keselamatan yang dilakukan oleh


Komite Mutu dan Keselamatan Pasien (KMKP) di UPT RSUD Asembagus, dapat kami
simpulakan bahwa:
1) Berkaitan dengan dimensi “ Kerjasama Tim Dalam Satu unit” mayoritas
mendapat jawaban sangat setuju dan setuju yang artinya responden memiliki
pesrsepsi POSITIF dalam mendukung budaya keselamatan.
2) Berkaitan dengan dimensi “Pembelajaran Organisasi dan Pengembangan
Berkelanjutan” mayoritas mendapatkan jawaban setuju yang artinya responden
memiliki persepsi POSITIF dalam mendukung budaya keselamatan.
3) Berkaitan dengan dimensi “Umpan Balik dan Komunikasi Tentang Kesalahan“
mayoritas mendapat jawaban setuju yang artinya responden memiliki persepsi
yang POSITIF. Ada beberapa responden mengkhawatirkan keberlangsungan
karirnya bila harus melaporkan insiden keselamatan pasien.
4) Berkaitan dengan dimensi “Dukungan Manajemen“ yang mayoritas mendapat
jawaban setuju yang artinya responden memiliki persepsi yang POSITIF.
Lingkungan kerja yang kondusif yang berkaitan dengan dukungan manajemen di
UPT RSUD Asembagus dapat menjaga budaya keselamatan yang positif.
5) Berkaitan dengan dimensi “Sikap Supervisor dalam Mendukung Keselamatan
Pasien“ mayoritas mendapatkan jawaban setuju dan sangat setuju, yang artinya
responden memiliki persepsi yang POSITIF. Cara paling efektif pada budaya
keselamatan pada staf dimulai dari setiap jenjang pemimpin, dari tingkat low
manager hingga top manager.
6) berkaitan dengan dimensi “Kerjasama Antar Staf Klinis“ mayoritas mendapat
jawaban setuju yang artinya responden memiliki persepsi yang POSITIF.
Kerjasama yang baik dengan staf klinis terutama professional pemberi asuhan
(PPA) sangat penting untuk terlaksananya proses asuhan yang bermutu dan
berfokus pada pasien.
7) Berkaitan dengan Dimensi “Ketenagaan (Beban Kerja yang Aman)” mayoritas
mendapatkan jawaban yang menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi
yang positif. Untuk menggali persepsi responden pada situasi yang kurang
menguntungkan, mayoritas responden sudah mendapatkan beban kerja yang
sesui dengan ketentuan yang ada, akan tetapi masih ada bebn kerja yang
diberikan melebihi batas kemampuannya, sehingga berpotensi menimbulkan
kelelahan yang berlebih serta menurunkan fokus maupun konstrasi dalam
memberi pelayanan kesehatan. Diperlukan pengaturan dan manajemen
ketenagaan yang efektif agar beban kerja dapat di distribusikan secara merata.
8) Berkaitan dengan dimensi “Serah terima (Hand Over) dan transisi” mayoritas
mendapatkan jawaban setuju yang artinya responden memiliki persepsi POSITIF.
Proses perpindahan informasi dari sumber ke sumber lain sangatlah penting agar
setiap staf yang bertugas dirumah sakit dapat belaja dari setiap insiden yang
terjadi. Adapun beberapa responden yang masih belum memahamin bagaimana
proseddur pelaporan insiden keselamatan pasien, sehingga perlu dilakukan
sosialisasi secara kontinyu melalui media-media yang efektif. Selain itu, sistem
informasi harus dapat mendukung terlaksananya proses penyampaian informasi
ini agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran terkait insiden.
9) Berkaitan dengan dimensi “Keterbukaan Komunikasi” yang mayoritas mendapat
jawaban yang menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi yang POSITIF.
Untuk menggali persepsi responden pada situasi kurang menguntungkan. Namun
yang menjadi perhatian bahwa masih ada beberapa staf yang menganggap
bahwa ucapan yang kurang pantas. Padahal kesalahan atau distorsi dalam
komunikasi dapat berpotensi menimbulkan maslaah dalam pemberian asuhan
pelayanan pasien. Padahal semestinya hal tersebut menjadi tanggung jawab
bersama kebijakan rumah sakit serta setiap unsur staf yang ada didalamnya.
10) Berkaitan dengan dimensi “Budaya Tidak menyalahkan” mayoritas mendapatkan
jawaban yang menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi yang POSITIF,
29
akan tetapi banyak responden berpendapat bahwa yang paling disalahkan
terhadap terjadinya suatu insiden keselamtan pasien adalah staf yang saat itu
melakukan kecerobohan atau lalai saat melakukan tindakan. UPT RSUD
Asembagus harus memperkuat regulasi danmenjamn bahwa terjadinya insden
harus diselesaikan melaui pendekatan system, buakn semata-mata mencari
kaming hitam yang akhirnya akan berdampak pada rasa takut staf untuk
melaporkan insiden. Untuk kedepannya untuk mengurangi budaya tidak
menyalahkan dengan cara melakukan sosialisasi secara bertahap.

30
LAMPIRAN 1
KUESIONER BUDAYA KESELAMATAN PASIEN
TIM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
UPT RSUD ASEMBAGUS

Isi terlebih dahulu bagian data responden Bapak/Ibu diminta untuk memberikan pendapat
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan Bapak/Ibu. Bacalah uraian pada kolom
PERNYATAAN dengan baik. Lalu, nyatakan PENDAPAT Bapak/Ibu, dengan memberikan tanda
silang (X) pada ‘SS’ (Sangat Setuju), ‘S’ (Setuju), atau ‘TS’ (Tidak Setuju), atau ‘STS’ (Sangat
Tidak Setuju).

A. DATA RESPONDEN
1. Bagian: [1] Dokter [2] Perawat/Bidan [3] Tenaga Kesehatan Lain [4]
Administrasi/Umum/Penunjang Lainnya
2. Jenis Kelamin: [1] Pria [2] Wanita
3. Usia Anda Saat Ini: [1] <20 tahun [2] 21-30 Tahun [3] 31-40 Tahun [4] 41-
50 Tahun [5] >50 Tahun
4. Pendidikan Terakhir:[1] SMP Sederajat [2] SMU Sederajat [3] Akademi/Diploma
Sederajat [4] S1/Sarjana Sederajat [5] Pasca Sarjana
5. Masa Kerja: [1] <2Tahun [2] 2-4 Tahun [3] 4-8 Tahun [4] 8-12 Tahun [5] >12
Tahun
6. Status Kepegawaian: [1] PNS [2] Non PNS

B. KUESIONER

No PERNYATAAN PENDAPAT No PERNYATAAN PENDAPAT

1. Saya memahami S S T S 16. Terjadi kolaborasi S S T S


dengan baik tugas saya antarstaf klinis dengan
dalam tim S S T pimpinan secara sinergis S S T
untuk mencari
S penyelesaian masalah S
keselamatan pasien

2. Saya senantiasa S S T S 17. Setiap staf memiliki andil S S T S


mengutamakan yang sama besar dalam
keselamatan pasien S S T menjamin keselamatan S S T
dalam bekerja pasien
S S

3. Bidang pekerjaan saya S S T S 18. Staf tidak mampu S S T S


berhubungan dengan bekerja secara
keselamatan pasien S S T perorangan untuk S S T
meningkatkan standard
S keselamatan pasien S

4. Saya memahami S S T S 19. Jumlah jam kerja saya S S T S


tentang apa itu budaya sesuai ketentuan,
keselamatan pasien S S T sehingga saya tetap S S T
dapat menjamin
S keselamatan pasien S

5. Saya memiliki S S T S 20. Saya memiliki beban S S T S


pengetahuan yang kerja tambahan yang
cukup tentang budaya S S T menyebabkan saya S S T
keselamatan pasien terlalu kelelahan dalam
S melayani S
pasien/keluarga

6. Budaya keselamatan S S T S 21. Pimpinan memberikan S S T S


adalah hal yang beban pekerjaan diluar
31
prioritas untuk batas kemampuan saya
diupayakan S S T S S T

S S

7. Saya perlu S S T S 22. Saya perlu mendapatkan S S T S


mendapatkan teguran informasi tentang setiap
bilamana melakukan S S T insiden keselamatan S S T
suatu hal yang yang terjadi sebagai
berpotensi S pembelajaran S
membahayakan
keselamatan pasien

8. Saya memiliki S S T S 23. Saya memahami alur S S T S


pengetahuan yang baik pelaporan insiden
tentang apa saja yang S S T keselamatan pasien S S T
termasuk dalam insiden
keselamatan pasien S S

9. Saya harus melaporkan S S T S 24. Terjadinya insiden S S T S


insiden keselamatan keselamatan pasien
pasien meskipun itu S S T dengan kasus serupa S S T
dapat mengganggu menandakan belum
keberlangsungan karir S berjalannya budaya S
saya keselamatan di rumah
sakit

10. Saya menganggap S S T S 25. Staf boleh saja berucap S S T S


rumah sakit sangat secara tidak pantas pada
peduli dengan S S T rekan kerja maupun S S T
keselamatan pasien pasien/keluarga selama
S hal tersebut tidak S
dipermasalahkan

11. Rumah sakit memenuhi S S T S 26. Saya dapat melaporkan S S T S


segala kebutuhan yang setiap insiden
diperlukan untuk S S T keselamatan pasien S S T
menjamin keselamatn secara mudah kepada
pasien S pihak yang berwenang S

12. Rumah sakit telah S S T S 27. Rumah sakit S S T S


memiliki system yang bertanggungjawab penuh
baik guna S S T terhadap setiap insiden S S T
meningkatkan standard keselamatan pasien
budaya keselamatan S yang tejadi S

13. Pimpinan di unit tempat S S T S 28. Yang patut disalahkan S S T S


saya bekerja menjaga dalam terjadinya insiden
keharmonisan iklim S S T keselamatan pasien S S T
kerja untuk mendukung adalah staf yang
keselamatan pasien S melakukan S
kelalaian/ceroboh

14. Pimpinan saya S S T S 29. Staf yang melakukan S S T S


memberikan contoh tindakan ceroboh/lalai
(menjadi role model S S T yang berujung pada S S T
yang baik) tentang insiden keselamatan
bagaimana menjamin S pasien haruslah S
keselamatan pasien diberikan hukuman

15. Pimpinan saya memiliki S S T S 30. Sudah ada aturan di RS S S T S


sikap dan kepedulian yang mendorong staf
terhadap keselamatan S S T tidak takut mendapat S S T
pasien hukuman bila membuat

32
laporan tentang kejadian
S tidak diharapkan dan S
kejadian nyaris cedera

Skor persepsi/sikap tentang Budaya Keselamatan:


101 – 120 = Sangat Positif
81 – 100 = Positif
61 – 80 = Negatif
≤60 = Sangat Negatif

Daftar pertanyaan pada setiap dimensi budaya keselamatan, yaitu:


1) Kerjasama tim dalam satu unit
2) Pembelajaran organisasi dan pengembangan berkelanjutan
3) Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan
4) Dukungan manajemen
5) Sikap supervisor dalam mendukung keselamatan pasien
6) Kerjasama antar staf klinis
7) Ketenagaan (beban kerja yang aman)
8) Serah terima (hand over) dan transisi
9) Keterbukaan komunikasi
10) Budaya tidak menyalahkan (Respon non punitive)

33
LAMPIRAN 2

CHECKLIST SUPERVISI BUDAYA KESELAMATAN PASIEN


TIM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN (PMKP)
UPT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ASEMBAGUS

UNIT/RUANGAN :
TANGGAL SUPERVISI :

1. Perceptions of Safety (bagaimana persepsi staf terhadap keselamatan pasien


RS)
2. Frequency of Event Reporting (frekuensi pelaporan)
3. Patient Safety Grade of the Hospital Unit (keselamatan pasien tingkat unit di
RS)
4. Number of Event Reported (jumlah insiden yang dilaporkan)

No. Dimensi Keterangan Score


1 Perceptions of Safety 5 = Sangat Tinggi
a. Persepsi POSITIF 4, 6, 8 4 = Tinggi a.
atau 10 staf (termasuk kepala 3 = Sedang
unit) terhadap keselamatan 2 = Rendah
pasien 1 = Tidak Signifikan
b. Bagaimana persepsi b.
psien/keluarga terhadap
perilaku staf dalam
mendukung keselamatan
pasien (4, 6, 8 atau 10
pasien/keluarga)
2 Frequency of Event Reporting 1 = Sangat Sering
a. Seberapa sering unit (beberapa kali/minggu) a.
melaporkan adanya insiden 2 = Cukup Sering
keselamatan (beberapa/bulan)
b. Seberapa sering unit 3 = Jarang b.
menutupi/tidak melaporkan (beberapa/tahun)
(abai/lalai) adanya insiden 4 = Pernah (beberapa/5
keselamatan sesuai dengan tahun)
ketentuan yang ada 5 = Tidak Pernah
3 Patient Safety Grade of the 5 = Sangat Baik
Hospital Unit 4 = Baik a.
a. Seberapa baik system dan 3 = Biasa Saja
tingkat pengamanan unit 2 = Buruk
kerja/pelayanan terhadap 1 = Sangat Buruk
insiden keselamatan pasien
yang mendukung budaya
keselamatan (ketersediaan
regulasi, pemahaman
penanggung jawab unit, bukti
supervisi dan dokumentasi
lainnya)
b. Wawancara pada b.
pasien/keluarga terkait
penyampaian informasi
ataupun prosedur terkait
keselamatan pasien (4, 6, 8
atau 10 pasien/keluarga)
4 Number of Event Reported 5 = Selalu
a. Jumlah dilaporkannya setiap 4 = Sering a.

34
insiden keselamatan pasien 3 = Kadang-kadang
yang terejadi 2 = Jarang
b. Unit kerja/pelayanan mampu 1 = Tidak Pernah b.
membuat laporan dan
mendokumentasikan insiden
keselamatan pasien dengan
baik
JUMLAH SCORE

Keterangan Score
35 – 40 : Sangat baik
29 – 34 : Baik
23 – 28 : Cukup
17 – 22 : Kurang
≤16 : Sangat kurang

Situbondo,
Supervisor

________________

35

Anda mungkin juga menyukai