NAHDLATUL ULAMA
BANYUWANGI
2019
i
Jalan Raya Mangir No. 09 Rogojampi Banyuwangi
Telp. 0333-632965 email nuhospital@yahoo.co.id
RS NAHDLATUL ULAMA BANYUWANGI
TENTANG
PANDUAN PEMBERIAN TERAPI CAIRAN
DI RUMAH SAKIT NAHDLATUL ULAMA BANYUWANGI
MEMUTUSKAN
ii
kesehatan yang ada dan kemampuan RS Nahdlatul
Ulama Banyuwangi
Di tetapkan di :Banyuwangi
Pada tanggal :8 Januari 2019
DIREKTUR,
iii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami ucapkan puji sukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kami kesehatan, akal pikiran untuk mencurahkan segala isi pikiran kami
dalam penyusunan Panduan Pemberian Cairan RS Nahdlatul Ulama Banyuwangi.
Tak lupa kami sampaikan rasa terima kasih kepada Direktur atas kepercayaannya
yang diberikan kepada kami dalam mengelola Program Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di RS Nahdlatul Ulama Banyuwangi. Terima kasih juga kepada rekan kerja yang
telah bersedia meluangkan waktu dalam penyusunan Panduan Pemberian Cairan di RS
Nahdlatul Ulama Banyuwangi.
Kepada seluruh karyawan diharapkan agar selalu mengingat menerapkan dalam
melakukan kegiatan di rumah sakit. Pemberian Cairan di RS Nahdlatul Ulama Banyuwangi
ini merupakan suatu Panduan dalam melaksanakan kegiatan PPI di rumah sakit, tentunya
dapat diperjelas makna dan isinya dalam Kebijakan, Standar Prosedur Oprasional, yang
terkait dengan PPI.
Demikian harapan kami agar seluruh karyawan agar dapat melaksanakan hal yang
sudah tertulis dalam Panduan Pemberian Cairan RS Nahdlatul Ulama Banyuwangi.Terima
Kasih.
Banyuwangi,
Ketua KPPI
RS Nahdlatul Ulama Banyuwangi
iv
BAB I
DEFINISI
1.1 Pengertian Terapi Intra Vena
Terapi intravena adalah pemberian cairan, elektrolit, nutrisi, darah atau produk darah
atau obat-obatan melalui jalur vena. Terapi cairan intra vena dibutuhkan jika tubuh
tidak dapat memasukkan air, elektrolit dan zat-zat makanan secara oral misalnya
pada keadaan pasien harus puasa lama (misal karena pembedahan saluran cerna),
perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual, muntah terus menerus,
dll.
1.2 Pengertian Cairan Intra Vena
1.2.1 Cairan Isotonik
Cairan isotonik memiliki osmolaritas kurang lebih sama dengan serum.
Karena tinggal dalam ruang intra vaskular, cairan mengekspansi
kompartemen intra vaskuler dan merupakan pilihan terbaik.
1.2.2 Cairan Hipotonik
Cairan hipotonik memiliki osmolaritas lebih rendah dari serum. Cairan akan
berpindah dari kompartemen intravaskuler, menghidrasi sel dan kompartemen
interstitial.
1.2.3 Cairan Hipertonik
Cairan hipertonik memiliki osmolaritas lebih tinggi dari serum. Cairan akan
terdorong ke kompartemen intra vaskular, dari sel dan kompartemen
interstitial.
1.3 Jenis Cairan Intra Vena
1.3.1 Cairan Kristaloid
Adalah zat terlarut dalam suatu larutan dan tidak dapat dibedakan dari larutan.
Dapat berdifusi melalui sel membran :
- Cairan isotonik
- Cairan hipotonik
- Cairan hipertonik
Sifat cairan kristaloid (isotonik, hipotonik, hipertonik)
- Suatu kelompok cairan, tanpa penambahan solut ionik/non ionik seperti
NaCl, ke dalam air.
1
- Tidak mengandung partikel onkotik dan karena itu tidak terbatas dalam
ruang intravaskular.
- Karena ukuran ruang interstitial 3 kali lipat ruang intravaskular, ¾
kristaloid akan didistribusikan ke ruang interstitial dan lA ke ruang
intravaskular
- Cairan isotonik : Nacl
- Cairan hipotonik : Nacl 0,5%
- Cairan hipertonik : Nacl 3 %, D50%
1.3.2 Cairan Koloid
Adalah zat terlarut yang tidak dapat membentuk cairan (true solution) karena
molekul koloid tidak akan larut bila disebarkan, melainkan tetap tersuspensi
secara merata dan terdistribusi menyeluruh dalam cairan produk darah dan
nutrisi parenteral.
Yang termasuk cairan koloid yaitu darah, albumin, gelatin, dekstran, HES :
1.3.3 Cairan yang mengandung partikel onkotik, sehingga
menghasilkan tekanan onkotik.
1.3.4 Bila diinfuskan, koloid akan tinggal terutama dalam
ruang intravaskular
1.3.5 Darah dan produk darah menghasilkan tekanan onkotik
karena mengandung molekul protein besar.
1.3.6 Komposisi Cairan Intravena
KOMPOSISI CAIRAN INTRA VENA
2
30
Ka-en 4 B 0 mEq 28 mEq/L 10 mEq 284 8
D10% 100g 0 0 0 555
D5-1/2 NS 50 77 77 0 431
D5-1/4 NS 50 38,5 38,5 0 354
Ka-en Mg3 100 50 50 20 695 20
Martos-10
Fimahes 0 138 125 20 280 4
Albumin 142,5-
20% 0 157,5 0
3
0 Tidak ada gejala klinis
1+ Eritema dengan atau tanpa nyeri. Edema bisa ada atau tidak ada.
Tidak ada streak formation. Tidak ada vena yang teraba keras.
2+ Eritema dengan atau tanpa nyeri. Edema bisa ada atau tidak ada.
Ada streak formation. Tidak ada vena yang teraba keras.
3+ Eritema dengan atau tanpa nyeri. Edema bisa ada atau tidak ada.
Ada streak formation. Vena yang teraba keras.
4
BAB II
RUANG LINGKUP
Panduan ini diterapkan sebagai acuan bagi petugas di unit pelayanan pasien dalam
melakukan prosedur terapi cairan melalui intravena perifer.
5
BAB III
TATA LAKSANA
6
3.1.4 Pemberian cairan intravena
- Lihat cairan yang akan diberikan apakah cairan kristaloid atau koloid.
- Selesaikan pemberian cairan parenteral nutrisi lipid dalam waktu 24 jam
- Jika emulsi lipid diberikan tersendiri selesaikan pemberian infus dalam
waktu 12 jam.
- Infus harus diselesaikan dalam 24 jam untuk satu botol cairan parenteral
yang mengandung lemak.
3.1.5 Penggantian infus/blood set
- Ganti sambungan selang pada saat mengganti peralatan intra vaskular
lainnya.
- Ganti selang infus, termasuk selang tambahan tidak lebih dari 72 jam
kecuali ada indikasi klinis.
- Ganti selang intra vena dengan interval yang tidak kurang dari 72 jam
kecuali bila ada indikasi klinis.
- Ganti selang yang dipakai untuk memasukkan darah, komponen darah atau
emulsi dalam 24 jam dari diawalinya infus.
3.1.6 Penggantian Intra Vena Kateter
- Penggantian intra vena kateter dengan interval tidak kurang dari 72 jam,
kecuali bila ada indikasi klinis.
- Hindari insersi yang berulang-ulang pada waktu pemasangan intra vena
kateter, terutama pada pasien anak-anak.
- Lepas intra vena kateter jika sudah tidak ada indikasi pemasangan.
3.1.7 Persiapan dan pengawasan kualitas dari pencampuran cairan intra vena
- Campur semua cairan parenteral di farmasi, menggunakan dengan tehnik
aseptik.
- Sebelum dipakai periksa semua wadah cairan parenteral terhadap
kekeruhan, kebocoran, keretakan, partikel, dan tanggal kadaluarsa.
- Jika memungkinkan, vial untuk zat tambahan atau obat-obatan hanya untuk
sekali pakai.
3.2 Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Akibat Intravena Kateter
3.2.1 Barrier Precautions Pada Pemasangan kateter
3.2.2 Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah tindakan.
3.2.3 Pada pemasangan alat intra vaskuler, penggantian alat intra vaskuler atau
memasang perban, penggunaan barrier pada pemasangan dan perawatan
7
kateter, gunakan sarung tangan, tidak ada rekomendasi mengenai pemilihan
sarung tangan untuk mengganti perban.
3.2.4 Bersihkan kulit di lokasi dengan cairan antiseptik alkohol 70%, sebelum
pemasangan kateter. Biarkan antiseptik mengering pada lokasi sebelum
memasang.
3.2.5 Jangan melakukan palpasi pada lokasi setelah kulit dibersihkan dengan
antiseptik (lokasi dianggap daerah steril).
3.2.6 Gunakan sarung tangan pada saat melakukan insersi kateter intravena. Pada
waktu mengganti balutan pakai sarung tangan jika dimungkinkan terkena
cairan tubuh pasien.
- Aturan tentang balutan pada tempat kateter
- Pakai kassa steril atau balutan transparan untuk melindungi tempat kateter.
- Ganti balutan jika alat dicabut/diganti, atau jika balutan lembab, longgar
atau kotor.
- Ganti lebih sering pada pasien yang banyak berkeringat.
- Hindari menyentuh tempat insersi kateter ketika mengganti balutan.
3.2.7 Perawatan kanul
- Secara rutin lakukan bilas pada peripheral venous lock dengan cairan
normal saline, kecuali bila kanul tersebut dipakai untuk mengambil
spesimen darah, di mana bilas harus dilakukan dengan heparin yang
diencerkan (10 unit per ml).
- Jangan menggunakan salep antimikroba topikal secara rutin pada tempat
insersi dari kateter vena perifer .
- Tidak ada rekomendasi tentang frekuensi penggantian infus set untuk infus
yang intermitten.
- Pada pasien pediatrik, jangan sering menggganti intra vena kateter.
- Cabut kateter intra vena bila terdapat tanda-tanda plebitis (hangat,
kemerahan, nyeri, bengkak, vena teraba mengeras).
- Bersihkan infection ports dengan alkohol 70% sebelum mengakses sistem.
3.2.8 Surveilans aktif
- Laksanakan surveilans untuk mengetahui adanya kejadian infeksi.
- Raba dengan tangan (palpasi) setiap hari lokasi pemasangan kateter melalui
perban untuk mengetahui adanya pembengkaan.
- Laporan dihitung setiap bulan, triwulan, semester dan tahunan.
8
3.2.9 Komplikasi sistemik
- Yaitu Kelebihan cairan, septikemia, emboli udara, reaksi alergi.
9
BAB IV
DOKUMENTASI
Petugas yang melakukan prosedur dalam pemberian terapi intra vena bertanggung
jawab mendokumentasikan dalam status rekam medis. Pencatatan dan pelaporan dilakukan
oleh Surveiyor.
10
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Pelayanan Kesehatan
Lainnya, Kemenkes RI, Jakarta, 2011
Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya
Terbatas, Kemenkes RI, Jakarta, 2004
Buku Standar Akreditasi Rumah Sakit, yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dengan Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS), tahun 2011
Terapi Nutrisi Cairan dan Pemberiannya, M. Ilham Ismail, Koran Perawat Indonesia,
2012
Materi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Aliran Darah Primer, HIPPII, 2013
11