Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi ADHF

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda –
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik
maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan
afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya,
atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure)
yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh (Black & Hawks, 2014)

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda –
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik
maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan
afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya,
atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure)
yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. (Hanafiah, 2006)
Gagal jantung merupakan gejala – gejala dimana pasien memenuhi ciri berikut: gejala –
gejala gagal jantung, nafas pendek yang khas selama istirahat atau saat melakukan aktifitas, dan
atau kelelahan; tanda – tanda retensi cairan seperti kongestif pulmonal atau pembengkakan
tungkai (Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E, 2006)
B. Manifestasi

Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan yang sering tidak
spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala – gejala ini juga dapat disebabkan pleh kondisi
lain yang mirip dengan gejala gagal jantung, komplikasi yang diidentifikasikan pada pasien
dengan gejala ini. variasi bentuk penyakit pulmonal termasuk pneumonia, penyakit paru reaktif
dan emboli pulmonal, mungkin sangat sulit untuk dibedakan secara klinis dengan gagal jantung
(Lindenfeld J, 2010)

Gambaran Klinis yang Gejala Tanda


Dominan
Edema perifer/ kongesti Sesak napas, kelelahan, Edema Perifer, peningkatan
Anoreksia vena jugularis, edema
pulmonal, hepatomegaly,
asites, overload cairan
(kongesti), kaheksia

Edema pulmonal Sesak napas yang berat saat Crackles atau rales pada
istirahat paru-paru bagian atas, efusi,
Takikardia, takipnea
Syok kardiogenik (low Konfusi, kelemahan, dingin Perfusi perifer yang buruk,
output syndrome) pada perifer Systolic Blood Pressure
(SBP) < 90mmHg, anuria
atau oliguria
Tekanan darah tinggi Sesak napas Biasanya terjadi
(gagal jantung hipertensif) peningkatan tekanan darah,
hipertrofi ventrikel kiri
Gagal jantung kanan Sesak napas, kelelahan Bukti disfungsi ventrikel
kanan, peningkatan JVP,
edema perifer,
hepatomegaly, kongesti
usus.
Sumber : Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al. ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008. European
Journal of Heart Failure

Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute Decompensated Heart


Failure tahun 2006, manifestasi klinis acute decompensated heart failure antara lain tertera dalam
tabel berikut.

Volume Overload

a. Dispneu saat melakukan kegiatan


b. Orthopnea
c. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
d. Ronchi
e. Cepat kenyang
f. Mual dan muntah
g. Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegaly
h. Distensi vena jugular
i. Reflex hepatojugular
j. Asites
k. Edema perifer
Hipoperfusi

a. Kelelahan
b. Perubahan status mental
c. Penyempitan tekanan nadi
d. Hipotensi
e. Ekstremitas dingin
f. Perburukan fungsi ginjal

C. Etiologi ADHF

Ada beberapa keadaan yang mempengaruhi fungsi jantung. Penyebab yang paling umum
adalah kerusakan fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau hilangnya otot jantung,
iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan vaskuler dengan hipertensi, atau berkembangnya
takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF). Penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab
penyakit miokard, menjadi penyebab gagal jantung pada 70% dari pasien gagal jantung. Penyakit
katup sekitar 10% dan kardiomiopati sebanyak 10% (Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G,
McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al, 2011)

Kardiomiopati merupakan gangguan pada miokard dimana otot jantung secara struktur dan
fungsionalnya menjadi abnormal dengan ketiadaan penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit
katup, atau penyakit jantung kongenital lainnya] yang berperan terjadinya abormalitas miokard
(Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al, 2008)

Faktor predisposisi antara lainya :

a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)


b. Sindroma koroner akut
1) Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah luas
dan disfungsi sistemik
2) Komplikasi kronik IMA
3) Infark ventrikel kanan
c. Krisis Hipertensi
d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia
supraventrikuler, dll)
e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi
katup yang sudah ada
f. Stenosis katup aorta berat
g. Tamponade jantung
h. Diseksi aorta
i. Kardiomiopati pasca melahirkan
j. Faktor presipitasi non kardiovaskuler
1) Volume overload
2) Infeksi terutama pneumonia atau septikemia
3) Penurunan fungsi ginjal
4) Asma
5) Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol
D. Anatomi dan Fisiologi

Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan tangan. Fungsi
utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan kontraksi ritmik dan berulang.
Jantung normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan atrium dan 2 ruang
jantung di bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa. Dinding yang
memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum.
Batas-batas jantung:

1) Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior (VCI)
2) Kiri : ujung ventrikel kiri
3) Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri
4) Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis
5) Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang diafragma sampai
apeks jantung
6) Superior : apendiks atrium kiri

Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan keempat katup yang
mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan menjaga agar darah tersebut mengalir ke
tempat yang dituju. Keempat katup ini adalah katup trikuspid yang terletak di antara atrium kanan
dan ventrikel kanan, katup pulmonal, terletak di antara ventrikel kanan dan arteri pulmonal, katup
mitral yang terletak di antara atrium kiri dan ventrikel kiri dan katup aorta, terletak di antara
ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral memiliki 2 daun (leaflet), yaitu leaflet anterior dan posterior.
Katup lainnya memiliki tiga daun (leaflet) .

Jantung dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf simpatis dan parasimpatis.
Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus melalui preksus jantung. Serabut post ganglion pendek
melewati nodus SA dan AV, serta hanya sedikit menyebar pada ventrikel. Saraf simpatis berasal
dari trunkus toraksik dan servikal atas, mensuplai kedua atrium dan ventrikel. Walaupun jantung
tidak mempunyai persarafan somatik, stimulasi aferen vagal dapat mencapai tingkat kesadaran
dan dipersepsi sebagai nyeri.

Suplai darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri koroner kanan berasal dari sinus
aorta anterior, melewati diantara trunkus pulmonalis dan apendiks atrium kanan, turun ke lekukan
A-V kanan sampai mencapai lekukan interventrikuler posterior. Pada 85% pasien arteri berlanjut
sebagai arteri posterior desenden/ posterior decendens artery (PDA) disebut dominan kanan.
Arteri koroner kiri berasal dari sinus aorta posterior kiri dan terbagi menjadi arteri anterior
desenden kiri/ left anterior descenden (LAD) interventrikuler dan sirkumfleks. LAD turun di
anterior dan inferior ke apeks jantung .

Mayoritas darah vena terdrainase melalui sinus koronarius ke atrium kanan. Sinus koronarius
bermuara ke sinus venosus sistemik pada atrium kanan, secara morfologi berhubungan dengna
atrium kiri, berjalan dalam celah atrioventrikuler.

E. Klasifikasi ADHF
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC) dan
American Heart Association (AHA) 2008 :

1. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau tanda
dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang mengidap
hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas.
2. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang asimptomatis.
Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi ejeksi LV rendah,
riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung asimptomatik.
3. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini atau
sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue, dan
penurunan toleransi aktivitas.
4. Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat
istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.
Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas berdasarkan
tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional yaitu :
1. Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik.
2. Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa nyaman saat
istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan aktivitas
biasa.
3. Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa nyaman saat
istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa
ringan.
4. Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik apapun, dan
timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.
F. Patofisiologi ADHF
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik
asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka yang tidak
pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari
kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya
akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia
miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga
menurunkan curah jantung (Price, 2005).
Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal
untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik,
renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi
arteriol dan retensi natrium dan air. Pada individu dengan remodeling pada jantungnya,
mekanisme kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana
jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar
tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas
kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung
dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF (Price, 2005).
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard menurun
dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan
akhirnya terjadi penurunan curah jantung. Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri
(apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel
kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan
venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru –
paru. B endungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga
terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru
– paru (Price, 2005).
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan
kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah
jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka
penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila
terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin
angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan
peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan
volume cairan yang berujung pada oedema perifer (Price, 2005).
Sedangkan menurut Mc.Bride BF, White M, dalam Acute Decompensated Heart Failure:
Pathophysiology tahun 2010 patofisiologi ADHF yakni Ketidakmampuan dan kegagalan
jantung memompa darah secara langsung menciptakan suatu keadaan hipovolemik relatif yang
lebih dikenal dengan arterial underfilling. Selain itu respon terhadap faktor – faktor
neurohormonal (seperti sistem saraf simpatis, renin – angiotensin – aldosterone system, arginine
vasopressin dan endotelin – 1) menjadi teraktivasi untuk mempertahankan euvolemia yang
menyebabkan retensi cairan, vasokonstriksi, atau keduanya. Pada pasien tanpa gagal jantung,
respon ini untuk mengakhiri volume cairan yang telah dipertahakan (Mc.Bride BF, White M,
2010)
Aktivasi neurohormonal juga menstimulasi aktivasi sitokin proinflamasi dan mediator –
mediator apoptosis miosit. Elevasi neurohormonal dan imunomodulator yang diamati pada pasien
dengan ADHF yang dikaitkan dengan perburukan gejala gagal jantung dan perburukan prognosis
pasien . Pada pasien dengan gagal jantung, aktivasi sistem saraf simpatik mencegah terjadinya
arterial underfilling yang meningkatkan cardiac output sampai toleransi berkembang dengan dua
mekanisme. Pertama, myocardial 1 – receptor terpisah dari second messenger protein, yang
mengurangi jumlah cyclic adenosine 5¸-monophosphate (cAMP) yang dibentuk untuk sejumlah
interaksi reseptor ligan tertentu. Kedua, mekanisme dephosphorylation menginternalisasi 1-
reseptor dalam vesikula sitoplasma di miosit tersebut.
Bahkan dengan latar belakang tingkat toleransi., peningkatan marker akut pada katekolamin
diamati di antara pasien dengan ADHF masih mengangkat cAMP miokard, meningkatkan
konsentrasi kalsium intraseluler dan tingkat metabolisme anaerobik. Hal ini dapat meningkatkan
risiko tachyarrhythmias ventrikel dan kematian sel terprogram. Selain itu, overdrive simbol-
menyedihkan menyebabkan ditingkatkan 1-reseptor rangsangan tidak mengakibatkan toleransi
dan meningkatkan derajat vasokonstriksi sistemik, meningkatkan stres dinding miokard.
Selanjutnya, peningkatan vasokonstriksi sistemik mengurangi tingkat filtrasi glomerulus,
sehingga memberikan kontribusi bagi aktivasi sistem renin angiotensin aldosterone (Mc.Bride BF,
White M, 2010)

Anda mungkin juga menyukai