a. Pengertian
adalah sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada
bayi yang baru lahir dengan masa gestasi kurang (Malloy, 2009). Sindrom distres
pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau tidak
dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit
pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara
diantara usaha napas (Bobak, 2009). Respiratory distress syndrome adalah suatu
paru, dispnea, edema pulmonal bilateral tanpa gagal jantung dan infiltrat yang
kumpulan gejala yang terdiri atas dispnea, frekuensi pernafasan yang lebih dari 60
kali permenit, adanya sianosis, adanya rintihan pada saat ekspirasi (ekspiratory
inspirasi. Penyakit ini adalah penyakit membran hialin, dimana terjadi perubahan
atau berkurangnya komponen surfaktan pulmonal (zat aktif alveoli yang dapat
mencegah kolaps paru dan mampu menahan sisa udara pada akhir ekspirasi)
(Hidayat, 2008).
masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-
paru-paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam
bebas dalam rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh
radiks pulmonalis. Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan
dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus
superior, medius dan inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua
menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior (Suriadi & Yulianni, 2010).
Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang
bronkus. Proses ini terus berlanjut terus berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar
sepanjang trimester kedua dan ketiga. Ketidak matangan paru –paru akan
mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia24 minggu
Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan
kehamilan dan jumlahnya akan meningkat sampai paru- paru matang sekitar 30
-34 minggu kehamilan. Surfaktan ini mengurangi tekanan permukaan paru dan
akhir pernapasan. Tanpa surfaktan alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir
sudah terganggu. Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru-
parunya. Pada saat bayi melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga
cairan ini diperas keluar dari paru-paru. Pada bayi yang dilahirkan melalui
menderita paru- paru basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan sisa cairan
di dalam paru –paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh pembulu limfe dan
darah. Semua alveolus paru-paru akan berkembang terisi udara sesuai dengan
c. Etiologi
kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi
(Hasan, 2010).
Sindrom gawat napas biasanya terjadi jika tidak cukup terdapat suatu
substansi molekul yang aktif dipermukaan alveolus paru dan diproduksi oleh sel-
paru. Surfaktan terbentuk mulai pada usia kehamilan 24 minggu dan dapat
ditemukan pada cairan ketuban. Pada usia kehamilan 35 minggu, sebagian besar
alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana
3) Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
5) Adanya kelainan di dalam dan di luar paru. Kelainan dalam paru yang
semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi
RDS.
d. Patofisiologi
kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan
yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari
rongga udara bagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding
alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi
duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan
pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal
dari darah.
Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam
setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72
jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur
dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
e. Manifestasi klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi
oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan,
semakin berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya
Gejala klinikal yang timbul yaitu adanya sesak nafas pada bayi prematur segera
setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping
hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-
96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada
3) Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih
opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih
luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat
dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah: pernapasan cepat, pernapasan
f. Komplikasi
1) Kebocoran alveoli
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,
tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
5) Retinopathy premature
infeksi.
g. Pemeriksaan Penunjang
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok
Tes biokimia dilakukan dengan shake test dengan cara mengocok cairan
gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion didapatkan ring yang
mempunyai nilai prediksi positip yang tepat dengan resiko yang kecil untuk
hipoksia. Asidosis muncul karena atelektasis alveolus atau over seperti protein,
garam empedu dan asam lemak bebas. Bila distensi jalan napas terminal.
3) Radiografi Thoraks
Pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular atau gambaran ground-glass
bilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru yang jelek. Gambaran air
alveoli yang kolap. Bayangan jantung bisa normal atau membesar. Kardiomegali
mungkin dihasilkan oleh asfiksi prenatal, diabetes maternal, patent ductus arteriosus
h. Penatalaksanaan
1) Ventilasi Mekanis
membaiknya kondisi klinis pasien dan optimalisasi pertukaran gas dan pada
FiO2 (fractional concentration of inspired oxygen) yang minimal, serta
2) Terapi surfaktan
Saat ini preparat surfaktan yang tersedia antara lain adalah surfaktan
sintetis dan surfaktan natural yang berasal dari ekstrak paru- paru sapi atau dari
bilas paru-paru domba atau babi. Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24
jam setelah bayi lahir apabila bayi mengalami respiratory distress syndrome
yang berat. Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam)
setelah dosis awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan
oksigen 30% atau lebih. Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang
perifer paru-paru, efektivitas nya lebih baik dan efek samping yang dapat
selama pernafasan spontan. CPAP merupakan suatu alat yang sederhana dan
obstruksi saluran nafas bagian atas, dan mecegah kollaps paru, mengurangi
darah dipompa balik pada atrium kanan pasien (Venovenosis ECMO) atau
syndrome adalah:
1) Kehamilan ganda
(2007) yang membandingkan antara kehamilan tunggal dan gemelli pada usia
bahwa bayi dengan kehamilan multipel atau ganda untuk terjadinya kegawatan
nafas jumlah hampir sama, namun pada umur kehamilan 30–32 minggu
ganda semua bayi terlahir secara prematur dengan usia 28 – 32 minggu, dan
adalah teori distensi abdomen kapasitas elastisitas uterus atau abdomen lebih
rendah pada saat menampung jumlah janin 2 atau lebih, sehingga sebagian
besar bayi yang lahir kembar baik gemelli, tripel atau lebih dalam usia
kehamilan 28 – 32 minggu atau prematur, sehingga sistem pernafasan
utama gawat nafas banyak terjadi pada bayi prematur. Untuk itu kehamilan
ganda berisiko untuk lahir prematur sehingga mempunyai risiko gawat nafas
lebih besar.
2) Asfiksia
Penelitian Lee et al (2009) menjelaskan bahwa nilai Apgar Skor < 7 pada
Distress Syndrome (RDS) neonatus dan AS < 7 pada menit ke-5 juga
terjadinya RDS neonatus. Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir atau beberapa saat setelah lahir yang
sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali
pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Hermiyanti, et
al., 2011).
pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang,
Selain itu juga akibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui tali pusat ke
bayi, sehingga bayi mungkin mengalami asfiksia atau dari kondisi bayi
dengan pernafasan teratur, namun pada asfiksi berat, usaha bernafas tidak
tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apneu kedua dan jika
terlambat dilakukan resusitasi, maka gawat nafas dapat terjadi (Hasan, et al.,
2007).
3) Usia Kehamilan
terjadi pada bayi <38 minggu, yaitu pada usia kehamilan <26 minggu risiko
terjadi kegawatan nafas 6/6 (100%), usia kehamilan 29–31 minggu sebanyak
28/28 (100%) dan usia kehamilan 32–36 minggu sebanyak 64/69 (92,8%).
Pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan <38 minggu, maka bayi
lahir dalam keadaan prematur, dan terjadi immaturitas paru dimana paru-paru
bayi belum cukup untuk berkembang dengan penuh, ini terjadi kekurangan
mengembang karena udara dan melindungi kantong udara dari kollap paru
sehingga terjadi kegawatan nafas neonatus, tersering kasus pada bayi lahir
kurang 28 minggu, dan sangat jarang pada bayi yang lahir aterm atau 40
minggu (Cloherty,2008).
Clair, et al., (2008) menjelaskan bahwa pada bayi tanpa RDS, rata-rata
lechitin dan sphingomyelin yang banyak terjadi pada bayi prematur dan usia
nullipara dengan umur > 35 tahun, didapatkan wanita nullipara > 35 tahun dan
kelahiran yaitu pada usia kehamilan, berat lahir, prematur, SGA, BBLR, fetal
nafas terjadi pada nullipara lebih besar daripada multipara. Penelitian Beydoun
Teori yang dikemukakan oleh UCSF (2009) bahwa stress intra uteri yang
kronik seperti hipertensi pada ibu atau toksemia, ketuban pecah dini dan agen
pendapat yang dijelaskan oleh Lee et al (2009) bahwa hipertensi sebagai faktor
secara tradisional bahwa stress kronik intra uteri termasuk preeclampsia dan
janin.
nafas neonatus (RDS) signifikan pada bayi dengan ibu hipertensi sebelum
dikoreksi efek dan variabel confounding atau perancu. Ibu hamil dengan
pembuluh darah sehingga aliran darah menjadi tidak baik dan mengganggu
berkurang sehingga beresiko untuk terjadi gawat nafas seperti asfiksia dan
TTN. Selain itu pada pre eklampsia cenderung dilakukan SC emergensi untuk
penyelamatan bayi atau ibu, sedangkan pada persalinan SC tidak ada
penekanan pada dinding dada dan jalan nafas tidak ada rangsangan oleh
kompresi dinding dada sebagaimana pada persalinan pervagina, dan juga dapat
terjadi aspirasi cairan ketuban dari muntah yang berisi cairan lambung.
Namun jika hipertensi yang diderita terjadi sejak sebelum kehamilan dan
menurunkan kegawatan nafas neonatus adalah stress intra uteri kronik, PROM,
penyakit hemolitik karena hal tersebut diatas menyebabkan paru bayi matur