Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberculosis (TBC) menjadi salah satu perhatian global karena kasusnya

yang tinggi dan dapat berdampak luas bagi kualitas hidup, sosial, dan ekonomi

bahkan mengancam jiwa manusia. Sekitar 75% pasien TBC adalah kelompok usia

yang paling produktif secara ekonomi. TBC menyerang sepertiga dari 1,9 miliar

penduduk dunia dewasa ini. Setiap detik ada 1 orang yang terinfeksi dan setiap

tahun terdapat 8 juta pasien TBC baru serta ada 3 juta jiwa meninggal. Penyakit

TBC menjadi penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler

dan penyakit saluran pernafasan. TBC menjadi nomor satu terbesar dalam

kelompok penyakit infeksi karena jumlah kasus TBC yang terus bertambah

(Nugroho, 2017).

Menurut World Health Organization (WHO, 2014), benua Asia

menyumbang 56% jumlah pasien kasus TBC pada tahun 2013 dan dilihat dari

besarnya jumlah penduduk di benua Asia maka jumlah kasus TBC mencapai 3,7

kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara seperti Afrika 29% kasus,

India dengan jumlah 2,3 juta kasus, Tiongkok 918 ribu kasus, Bangladesh 10,4%

kasus, Regional Mediterania Timur 8% kasus, Eropa 4% kasus dan Amerika

beban terkecil yakni 3% kasus. Negara yang mempunyai beban TBC yang

terbesar ada 5 negara yaitu India, Indonesia, China, Philippina dan Pakistan

1
dengan rentan kasus 125-300 per 100.000. Indonesia menduduki ranking urutan

ke 5 mengidap TBC dari seluruh dunia (Lismayanti, 2017).

Kasus TBC di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 360.565 kasus, pada tahun

2017 kasus TBC meningkat sebanyak 425.089 kasus. Persentase pasien TBC

BTA+ pada tahun 2016 sebesar 52%, dan tahun 2017 sebesar 47%. Salah satu

yang digunakan dalam pengendalian TBC adalah Case Notification Rate (CNR),

yaitu angka yang menunjukkan jumlah seluruh pasien TBC yang ditemukan dan

tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu dan akan

menemukan kasus TBC di wilayah dari tahun ketahun (Suarjaya, 2017).

Tahun 2017 kasus seluruh TBC di Bali sebesar 3.499 kasus atau 82,40 per

100.000 penduduk dan kasus TBC BTA+ sebesar 1.704 kasus atau 40,13 per

100.000 penduduk. Penemuan seluruh kasus TBC dan kasus TBC BTA+ dengan

jumlah kasus terkecil terdapat di kota Bangli dengan penemuan seluruh kasus

TBC sebesar 29,8 per 100.000 penduduk dan kasus TBC BTA+ berjumlah 15,99

per 100.000 penduduk atau 53% sedangkan kasus TBC terbesar terdapat di Kota

Denpasar yaitu sebesar 136,8 per 100.000 penduduk dan kasus TBC BTA+

sebesar 60,48 per 100.000 penduduk atau 44% (Suarjaya, 2017).

Kasus TBC pada dasarnya disebabkan oleh keadaan rumah seperti tidak

adanya sinar matahari, ventilasi, suhu, dan lingkungan rumah lembab. Keadaan

rumah tersebut justru akan mempengaruhi keberadaan bateri Mycobakterium

Tubrculosis dan dapat hidup 1-2 jam hingga berminggu-minggu (Syahrial, 2013).

(Muniroh, Aisah, & Mifbakhuddin, 2013).

2
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium Tuberculosis (dan kadang-kadang oleh M. Bovis dan africanum).

Organisme ini disebut pula sebagai basil tahan asam. Penularan terjadi melalui

udara (airborne spreading) dari “droplet” infeksi. Sumber infeksi adalah penderita

TB paru yang membatukkan dahaknya, dimana pada pemeriksaan hapusan dahak

umumnya ditemukan BTA positif. Batuk akan menghasilkan droplet infeksi

(droplet nuclei). Pada sekali batuk dikeluarkan 3000 droplet. Penularan umumnya

terjadi dalam ruangan dengan ventilasi kurang. Sinar matahari dapat membunuh

kuman dengan cepat, sedang pada ruangan gelap kuman dapat hidup (Kemenkes

RI, 2015).

Keluhan atau gejala yang ditunjukkan oleh penderita TB sangatlah bervariasi.

Gejala yang biasanya muncul adalah demam, batuk darah, Batuk yang biasanya

berlangsung lama dan produktif yang berdurasi lebih dari 3 minggu. Gejala

malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin

kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain. Gejala ini

hilang timbul secara tidak teratur juga, gejala yang biasanya muncul juga adalah

sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang

infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru (Amin dan Bahar, 2016).

Pada pasien TB dalam keadaan abnormal produksi mukus yang berlebihan

(karena gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi yang terjadi pada membran

mukosa), menyebabkan proses pembersihan tidak berjalan secara adekuat normal,

sehingga mukus ini banyak tertimbun dan bersihan jalan nafas akan tidak efektif.

Membran mukosa akan terangsang, dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan

3
intrathorakal dan intra abdominal yang tinggi, jika hal tersebut terjadi. Udara

keluar dengan akselerasi yang cepat beserta membawa sekret mukus yang

tertimbun ketika dibatukkan. Mukus tersebut akan keluar sebagai dahak (Prince,

2011).

Dampak dari tingginya penyakit tuberkulosis tidak hanya menyerang paru-

paru dan saluran pernapasan. Jika tidak diobati dengan baik penyakit tuberkulosis

dapat menyebabkan komplikasi yang lain seperti tulang dan bahkan otak.

Mengingat dampak yang disebabkan oleh penyakit tuberkulosis sangat serius dan

sulit disembuhkan jika pasien lalai dalam melaksanakan pengobatan sehingga

perlu peningkatan dan pengetahuan pasien untuk mengobati dan mencegah

tuberkulosis dengan baik dan benar (Hartanto, 2012).

Upaya yang dilakukan untuk mengobati pasien penyakit tuberculosis dibagi

menjadi 3 bagian, yaitu: pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita.

Intervensi keperawatan untuk pasien TB dengan masalah ketidakefektifan

bersihan jalan napas dengan, pemberian nebulizer, fisioterapi dada dan batuk

efektif untuk mengeluarkan dahak (NIC, 2015).

Nebulasi adalah salah satu terapi inhalasi dengan menggunakan alat

nebulizer. Alat ini mengubah cairan menjadi droplet aerosol sehingga dapat

dihirup oleh pasien. Obat yang digunakan untuk pemberian nebulizer bisa berupa

solusio atau suspensi. Nebulizer merupakan suatu alat pengobatan dengan cara

memberikan obat-obatan dengan penghirupan, setelah obat-obatan itu terlebih

dahulu dipecah menjadi partikel yang lebih kecil melalui cara aerosol atau

humidifikasi. Tujuan dari pemberian nebulizer yaitu relaksasi spasme brochial

4
mengencerkan secret melancarkan jalan napas dan membuka jalan napas

(Purnamadyawati, 2012).

Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat  berguna

bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis.

Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan dan  pencegahan pada

penyakit paru obstruktif menahun, penyakit pernafasan restriktif termasuk

kelainan neuromuskuler dan penyakit paru restriktif karena kelainan parenkim

paru seperti fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi mekanik. Fisioterapi dada

adalah suatu rangkaian tindakan keperawatan yang terdiri atas perkusi dan vibrasi,

postural drainase, latihan pernapasan/napas dalam, dan batuk yang efektif.

Tujuannya untuk membuang sekresi bronkial, memperbaiki ventilasi, dan

meningkatkan efisiensi otot-otot pernapasan (Brunner & Suddarth, 2010).

Tehnik batuk efektif adalah tindakan yang diperlukan untuk membersihkan

dahak. Tujuan dari batuk efektif adalah untuk meningkatkan ekspansi paru,

mobilisasi sekresi dan mencegah efek samping retensi sekresi seperti pneumoni,

atelektasis dan demam. Dengan batuk efektif pasien tidak perlu mengeluarkan

banyak tenaga untuk mengeluarkan secret, caranya sebelum dianjurkan batuk

pasien diberikan minum air hangat dengan rasionalisasi untuk mengencerkan

dahak, setelah itu anjurkan untuk inspirasi dalam, hal ini dilakukan selama 2 kali

kemudian setelah inspirasi yang ketiga anjurkan pasien membatuk dengan kuat

(Pranowo, 2015).

Dalam 1 bulan terakhir penyakit TB paru merupakan penyakit paling

dominan yang ditemukan di ruang cempaka RSU Bangli pada tahun 2019

5
sebanyak 8 orang penderita, 6 orang berjenis kelamin perempuan dan 2 orang

berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk

membuat Karya Ilmiah Ners dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny.M

Yang Mengalami TB Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Di

Ruang Cempaka RSU Bangli”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka perumusan masalah

dalam karya ilmiah akhir ners ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada

Ny.M Yang Mengalami TB Dengan Masalah Ketidaefektifan Bersihan Jalan

Napas Di Ruang Cempaka RSU Bangli”.

1.3 Tujuan Karya Ilmiah Akhir

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan Karya Ilmiah Akhir Ners ini

untuk menerapkan dan memahami proses asuhan keperawatan pada pasien

tuberkulosis paru.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mampu melaksanakan pengkajian yang tepat dengan masalah

tuberkulosis paru.

2. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat dengan masalah

tuberkulosis paru.

6
3. Mampu menentukan rencana keperawatan yang tepat dengan masalah

tuberkulosis paru.

4. Mampu melaksanakan tindakan keperwatan dengan tepat masalah

tuberkulosis paru.

5. Mampu melaksanakan evaluasi hasil dengan tepat dari tindakan

keperawatan yang sudah dilakukan dengan tepat masalah tuberkulosis

paru.

6. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan tepat masalah

tuberkulosis paru.

1.4 Manfaat Karya Ilmiah Akhir

1.4.1 Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan informasi bagi penulis tentang asuhan

keperawatan dengan masalah tuberkulosis paru selain itu karya tulis ilmiah

ini diharapkan dapat menjadi salah satu cara penulis dalam

mengaplikasikan ilmu yang di peroleh di dalam perkuliahan.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat mengevaluasi sejauh mana mahasiswa dalam menguasai asuhan

keperawatan pada pasien dengan masalah tuberkulosis paru.

1.4.3 Bagi Lahan Praktik

Dapat menjadi bahan masukan bagi perawat yang di rumah sakit untuk

mengambil langkah-langkah kebijakan dalam rangka upaya peningkatan

mutu pelayanan keperawatan pasien dengan masalah tuberkulosis paru.

Anda mungkin juga menyukai