Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Analisa gas darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi
pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basanya. Manfaat dari
pemeriksaan analisa gas darah tersebut bergantung pada kemampuan dokter untuk
menginterpretasi hasilnya secara tepat.1
Di Indonesia hampir 50% penyakit dalam dilakukan AGD (Analisa Gas Darah) untuk
1
mendapatkan data penunjang. Pemahaman yang mendalam tentang fisiologi asam basa
memiliki peran yang sama pentingnya dengan pemahaman terhadap fisiologi jantung dan paru
pada pasien-pasien kritis. Telah banyak perkembangan dalam pemahaman fisiologi asam basa,
baik dalam suatu larutan maupun dalam tubuh manusia.5 Pendekatan tradisional dalam
menganalisa kelainan asam basa adalah dengan menitikberatkan pada rasio antara bikarbonat
dan karbondioksida, namun cara tersebut memiliki beberapa kelemahan. Saat ini terdapat
pendekatan yang sudah lebih diterima yaitu dengan pendekatan Stewart, dimana pH dapat
dipengaruhi secara independent oleh tiga faktor, yaitu strong ion difference (SID), tekanan
parsial CO2, dan total konsentrasi asam lemah yang terkandung dalam plasma. 2
Kelainan asam basa merupakan kejadian yang sering terjadi pada pasien-pasien kritis.
Namun, pendekatan dengan metode sederhana tidak dapat memberikan gambaran mengenai
prognosis pasien. Pendekatan dengan metode Stewart dapat menganalisa lebih tepat
dibandingkan dengan metode sederhana untuk membantu tenaga kesehatan dalam
menyimpulkan outcome pasien. 3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Analisa gas darah adalah tes yang dilakukan pada darah dari arteri bertujuan untuk
mengukur jumlah oksigen dan karbon dioksida dalam darah, serta keasaman darah
(pH).Prosedurnya memerlukan beberapa keterampilan tetapi bila dikerjakan dengan tepat akan
hanya sedikit berisiko. Komplikasi, terjadi 0,58% dari waktu termasuk episode vasovagal,
nyeri lokal, dan hematoma kecil. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas
digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut
dan menahun. Meskipun biasanya pemeriksaan ini menggunakan spesimen dari darah arteri,
jika sampel darah arteri tidak dapat diperoleh suatu sampel vena campuran dapat digunakan.
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) penting untuk menilai keadaan fungsi paru-paru.2
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang
dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas
darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. 3
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan “ASTRUP”, yaitu
suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah
untuk Analisis Gas Darah yaitu: 4
1. Arteri Radialis, merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi
arteri kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau haematoem juga apabila Allen test
negatif.
2. Arteri Dorsalis Pedis, merupakan pilihan kedua.
3. Arteri Brachialis, merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak resikonya bila terjadi
obstruksi pembuluh darah.
4. Arteri Femoralis, merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak
dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah
ke seluruh tubuh / tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama
dapat menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar,
sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri.

2
2.2 Tujuan Pemeriksaan
Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH darah (dan juga keseimbangan asam
basa), oksigen dalam darah, kadar karbondioksida darah, kadar bikarbonat, saturasi oksigen,
dan kelebihan atau kekurangan basa. Analisis gas darah diindikasikan untuk mengkaji sifat,
rangkaian, dan beratnya gangguan metabolik dan pernapasan. Uji ini biasanya dilakukan untuk
menilai penyakit khususnya pernapasan dan kondisi lain yang dapat mempengaruhi paru-paru,
dan sebagai pengelolaan pasien untuk terapi oksigen (terapi pernapasan). Komponen asam-
basa dari uji tes dapat memberikan informasi tentang fungsi ginjal. Secara ringkas dapat kita
ambil kesimpulan tujuan AGD yaitu untuk: 5
1. Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
2. Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
3. Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh.

2.3 Keseimbangan Asam Basa


Satuan derajat keasaman adalah pH, nilainya berkisar antara 1,00 (asam) sampai 14,00
(basa) dengan nilai normal atau netral sebesar 7,00. Dalam ilmu kimia, nilai pH di bawah 7
disebut asidosis dan di atas 7 disebut alkalosis. Dalam tubuh manusia nilai normal pH berkisar
antara 7,35 – 7,45, sedikit berbeda dengan ilmu kimia yang memasukkan nilai tersebut sebagai
alkalosis. Disebut nilai normal pada tubuh karena pada kisaran pH tersebutlah segala proses
dalam tubuh manusia bisa berjalan dengan normal. Agar pH bisa dipertahankan tetap dalam
kisaran normal maka keseimbangan asam basa dalam darah perlu dikendalikan dengan akurat
karena perubahan yang sangat kecilpun dapat memberikan efek yang serius pada organ atau
sistem. 3
Ada 3 mekanisme dalam tubuh kita yang berperan mengendalikan keseimbangan asam
basa. 4
1. Ginjal berperan membuang kelebihan asam, sebagian besar dalam bentuk amonia.
Ginjal mampu menentukan jumlah asam atau basa yang dibuang, biasanya berlangsung
beberapa hari.
2. Tubuh memanfaatkan penyangga (buffer) pH dalam darah sebagai pelindung terhadap
perubahan pH yang terjadi mendadak. Penyangga pH yang paling penting adalah
bikarbonat. Bikarbonat (komponen basa) berada dalam keseimbangan dengan CO2
(komponen asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke dalam darah, maka akan
dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit CO2. Sedang jika lebih banyak
basa yang masuk ke aliran darah maka proses sebaliknya yang terjadi.

3
3. Pembuangan CO2. Proses metabolisme memproduksi CO2 yang akan dibawa darah
menuju paru untuk dibuang. Pusat pernapasan di otak mengatur jumlah CO2 yang
diekspirasi dengan cara mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernapasan. Jika
jumlah CO2 yang dibuang bertambah, kadar CO2 darah akan menurun dan selanjutnya
pH menjadi basa. Proses sebaliknya akan terjadi jika jumlah CO2 yang dibuang
berkurang dan pH bergeser ke arah asam. Pengaturan pengeluaran CO2 mampu
mengatur pH darah dalam hitungan menit.

Bila terjadi kelainan pada satu atau lebih dari ketiga mekanisme tersebut maka pH darah
akan bergeser dan keluar dari nilai normal menjadi asidosis atau alkalosis. Asidosis terjadi bila
dalam darah terlalu banyak asam atau terlalu sedikit basa sehingga pH berkurang, bila terjadi
sebaliknya akan terjadi alkalosis. Asidosis dan alkalosis bukan penyakit, namun akibat dari
beberapa penyakit. Terjadinya pergeseran pH merupakan petunjuk adanya masalah
metabolisme atau respirasi yang serius. 4
Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik dan respiratorik, tergantung pada
penyebab utamanya. Kelainan pH metabolik disebabkan oleh ketidakimbangan pembentukan
dan pembuangan asam dan basa oleh ginjal, sedang kelainan pH respiratorik disebabkan oleh
gangguan di paru atau saluran napas. 4

2.4 Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisis Gas Darah (AGD) yaitu: 2
1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya hambatan aliran
udara pada saluran napas yang bersifat progresif non reversible ataupun reversible
parsial. Terdiri dari 2 macam jenis yaitu bronchitis kronis dan emfisema, tetapi bisa
juga gabungan antar keduanya. 2

2. Pasien dengan edema pulmo


Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang
merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara.
Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan
karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang
buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai "air dalam paru-paru" ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. 2

4
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia
dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau
dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary
edema. 3

3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)


ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler
yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan
perubahan dalarn jaring- jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan
perfusi yang jelas akibat-akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif
darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan,
yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau
paru- paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas
residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia. 2

4. Infark miokard
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Klinis sangat
mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55
tahun, tanpa gejala pendahuluan. 2

5. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana alveoli
(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk
menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan
cairan.Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena
bakteri,virus,jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau
kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti
kanker paru atau penggunaan alkohol. 2

6. Pasien syok
Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah arteri
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang
adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu curah jantung, volume darah, dan
5
pembuluh darah. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain
tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi
hipoperfusi jaringan yang menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel sehingga
seringkali menyebabkan kematian pada pasien. 2

7. Post pembedahan bypass arteri coroner


Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu respon inflamasi sistemik
pada derajat tertentu dimana hal tersebut ditandai dengan hipotensi yang menetap,
demam yang bukan disebabkan karena infeksi, DIC, oedem jaringan yang luas, dan
kegagalan beberapa organ tubuh. Penyebab inflamasi sistemik ini dapat disebabkan
oleh suatu respon banyak hal, antara lain oleh karena penggunaan Cardiopulmonary
Bypass. 5

8. Resusitasi cardiac arrest


Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh
beberapa faktor,diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik (perdarahan yang
banyak, sengatan listrik,kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam ataupun
serangan asma yang berat), kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat
penyakit katup atau otot jantung) dan obat-obatan.Penyebab lain cardiac arrest adalah
tamponade jantung dan tension pneumothorax. Sebagai akibat dari henti jantung,
peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darahmencegah aliran oksigen
untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat
tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen
ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas
normal.Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5
menit dan selanjutnyaakan terjadi kematian dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat
dideteksi dan ditangani dengansegera, kerusakan organ yang serius seperti kerusakan
otak, ataupun kematian mungkin bisa dicegah. 2

Adapun kontraindikasi dilakukannya Analisis Gas Darah yaitu: 3


1. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma.
2. Modifikasi Allen tes negatif, apabila test Allen negative tetapi tetap dipaksa untuk
dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri radialis, maka akan terjadi thrombosis
dan beresiko mengganggu viabilitas tangan.
6
3. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah perifer pada tempat
yang akan diperiksa.
4. Adanya koagulopati (gangguang pembekuan) atau pengobatan dengan antikoagulan
dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif.

2.5 Prosedur Analisis Gas Darah1


1. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan sebelum memasuki ruangan pasien.
2. Cuci tangan dengan menggunakan tujuh langkah benar.
3. Bila menggunakan peralatan AGD yang sudah siap, buka peralatan tersebut serta
pindahkan label contoh dan tas plastik (plastic bag).
4. Catat label nama pasien, nomor ruangan, temperatur suhu pasien, tanggal dan waktu
pengambilan, metode pemberian oksigen, dan nama perawat yang bertugas pada
tindakan tersebut.
5. Beritahu pasien alasan dalam melakukan tindakan tersebut dan jelaskan prosedur ke
pasien untuk membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan kooperatif pasien
dalam melancarkan tindakan tersebut.
6. Cuci tangan dan setelah itu gunakan sarung tangan.
7. Lakukan pengkajian melalui metode tes Allen.Cara allen’s tes. Minta klien untuk
mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada arteri radialis dan
ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi
warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik,
warna merah menunjukkan test allen’s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap
pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan
tersebut dan periksa tangan yang lain.

Gambar 1. Cara Pemeriksaan allen’s test


7
8. Bersihkan daerah yang akan di injeksi dengan alkohol atau povidoneiodine pad.
9. Gunakan gerakan memutar (circular) dalam membersihkan area injeksi, dimulai dengan
bagian tengah lalu ke bagian luar.
10. Palpasi arterti dengan jari telunjuk dan tengah satu tangan ketika tangan satunya lagi
memegang syringe.
11. Pegang alat pengukur sudut jarum hingga menunjukkan 30-45 derajat. Ketika area
injeksi arteri brankhial, posisikan jarum 60 derajat.
12. Injeksi kulit dan dinding arterial dalam satu kali langkah.
13. Perhatikan untuk blood backflow di syringe.
14. Setelah mengambil contoh, tekan gauze pad pada area injeksi hingga pedarahan
berhenti yaitu sekitar 5 menit.
15. Periksa syringe dari gelembung udara. Jika muncul gelembung udara, pindahkan
gelembung tersebut dengan memegang syringe ke atas dan secara perlahan
mengeluarkan beberapa darah ke gauze pad.
16. Masukan jarum ke dalam penutup jarum atau pindahkan jarum dan tempatkan tutup
jarum pada jarum yang telah digunakan tersebut.
17. Letakkan label pada sampel yang diambil yang sudah diletakkan pada ice-filled plastic
bag.
18. Ketika pedarahan berhenti, area yang di injeksi diberikan balutan kecil dan direkatkan.
19. Pantau tanda vital pasien, dan observasi tanda dari sirkulasi. Pantau atau perhatikan
risiko adanya pedarahan di area injeksi.

2.6 Interpretasi Hasil Analisis Gas Darah


1. Lihat pH
Langkah pertama adalah lihat pH. pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45. Jika pH
darah di bawah 7,35 berarti asidosis, dan jika di atas 7,45 berarti alkalosis.1
2. Lihat CO2
Langkah kedua adalah lihat kadar pCO2. Kadar pCO2 normal adalah 35-45 mmHg. Di
bawah 35 adalah alkalosis, di atas 45 asidosis. 1
3. Lihat HCO3
Langkah ketiga adalah lihat kadar HCO3. Kadar normal HCO3 adalah 22-26 mEq/L. Di
bawah 22 adalah asidosis, dan di atas 26 alkalosis. 1

8
4. Bandingkan CO2 atau HCO3 dengan pH
Langkah selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH untuk
menentukan jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis dan CO2
asidosis, maka kelainannya disebabkan oleh sistem pernapasan, disebut asidosis
respiratorik. Contoh lain jika pH alkalosis dan HCO3 alkalosis, maka kelainan asam
basanya disebabkan oleh sistem metabolik sehingga disebut metabolik alkalosis. 1
5. Apakah CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH
Langkah kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan arah dengan
pH. Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi dari salah satu sistem
pernapasan atau metabolik. Contohnya jika pH asidosis, CO2 asidosis dan HCO3
alkalosis, CO2 cocok dengan pH sehingga kelainan primernya asidosis respiratorik.
Sedangkan HCO3 berlawanan dengan pH menunjukkan adanya kompensasi dari sistem
metabolik. 1
6. Lihat pO2 dan saturasi O2
Langkah terakhir adalah lihat kadar PaO2 (nilai normal 80-100 mmHg) dan O2 sat (nilai
normal 95-100%). Jika di bawah normal maka menunjukkan terjadinya hipoksemia. 1

2.7 Komplikasi Analisis Gas Darah


Pengambilan darah di arteri dapat menimbulkan beberapa komplikasi berikut: 6
1. Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri.
2. Perdarahan.
3. Cidera syaraf.
4. Spasme arteri.

2.8 Abnormalitas Gas Darah


Ukuran-ukuran dalam analisa gas darah:
1. PH normal 7,35-7,45
2. Pa CO2 normal 35-45 mmHg
3. Pa O2 normal 80-100 mmHg
4. Total CO2 dalam plasma normal 24-31 mEq/l
5. HCO3 normal 21-30 mEq/l
6. Base Ekses normal -2,4 s.d +2,3
7. Saturasi O2 lebih dari 90%.

9
Tabel 1. Parameter Abnormalitas Gas Darah7
Parameter Kondisi Mekanisme

PCO2 Asidosis Respiratori Penurunan dalam pengeluaran gas CO2 oleh


paru ( hipoventilasi )

PCO2 Alkalosis Respiratori Peningkatan pengeluaran gas CO2 oleh paru


(hiperventilasi)

HCO3- Alkalosis non-respiratori 1. Asam non-volatil hilang


(metabolik)
BE 2. HCO3- meningkat

HCO3- Asidosis non-respiratori 1. Asam non-volatil ditambahkan


(metabolik) (menggunakan HCO3- )

BE
2. HCO3- hilang

1. Normal bila tekanan CO2 35-45 mmHg dan pH 7,35-7,45. Jumlah CO2 yang
diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi. 6
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 35 mmHg dan perubahan pH,
seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi
ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess
dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi.
Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis
respiratorik pada anak sakit kritis. 6
3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari 45 akibat hipoventilasi dan
dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada
intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila
ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada
bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat. 6

10
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH
di bawah 7,35. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan
perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat. 6
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 35 mmHg dan pH 7,35-7,45.
Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi. 6
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi
terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH
lebih dari 7,45 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama. 6
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH
lebih dari 7,45. 6
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 80 mmHg walau telah
diberikan oksigen yang adekuat. 6
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga
normal. 6
10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan
tekanan oksigen melebihi normal atau > 100 mmHg. Keadaan ini berbahaya pada bayi
karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru,
atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti
konsumsi dan distribusi oksigen. 6

11
BAB III
KESIMPULAN

.
Analisa gas darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting
bagi pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basanya. Analisa gas
darah adalah tes yang dilakukan pada darah dari arteri bertujuan untuk mengukur jumlah
oksigen dan karbon dioksida dalam darah, serta keasaman darah (pH). Satuan derajat keasaman
adalah pH, nilainya berkisar antara 1,00 (asam) – 14,00 (basa) dengan nilai normal atau netral
sebesar 7,00. Dalam ilmu kimia, nilai pH di bawah 7 disebut asidosis dan di atas 7 disebut
alkalosis.
Dalam tubuh manusia nilai normal pH berkisar antara 7,35 – 7,45, disebut nilai normal
pada tubuh karena pada kisaran pH tersebutlah segala proses dalam tubuh manusia bisa berjalan
dengan normal. Sebelum sampel diambil pada arteri radialis, lakukan allen’s test terlebih
dahulu. Hal-hal yang perlu dilihat dari hasil analisis gas darah untuk menetukan interpretasinya
adalah pH, PaO2, PaCO2, kadar HCO3, dan saturasi O2.
Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik dan respiratorik, tergantung
pada penyebab utamanya. Kelainan pH metabolik disebabkan oleh ketidakimbangan
pembentukan dan pembuangan asam dan basa oleh ginjal, sedang kelainan pH respiratorik
disebabkan oleh gangguan di paru atau saluran napas.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangku G, Senopathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta:
Indeks.2017
2. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Departemen Anestesiologi
dan Intensive Care FKUI. 2012.
3. Alwi I, Salim S, Hidayat R, et al, editors. Panduan Praktis Klinis Penatalaksanaan di
Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. 2016.
4. Dahlan Z, Amin Z, Soeroto AY. Kompendium Tatalaksana Penyakit Respirasi Kritis
Paru. Bandung: Perpari. 2012.
5. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. Ninth editon. Brook?Cole,
Cengage Learning. 2016.
6. Miller RD, Cohen NH, Erikkson LI, et al. Miller Anesthesia. Eight Edition.
Philadelphia: Elsevier. 2015.
7. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. Fifth Edition. New York: Mc. Graw Hill. 2013.

13

Anda mungkin juga menyukai