PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analisa gas darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi
pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basanya. Manfaat dari
pemeriksaan analisa gas darah tersebut bergantung pada kemampuan dokter untuk
menginterpretasi hasilnya secara tepat.1
Di Indonesia hampir 50% penyakit dalam dilakukan AGD (Analisa Gas Darah) untuk
1
mendapatkan data penunjang. Pemahaman yang mendalam tentang fisiologi asam basa
memiliki peran yang sama pentingnya dengan pemahaman terhadap fisiologi jantung dan paru
pada pasien-pasien kritis. Telah banyak perkembangan dalam pemahaman fisiologi asam basa,
baik dalam suatu larutan maupun dalam tubuh manusia.5 Pendekatan tradisional dalam
menganalisa kelainan asam basa adalah dengan menitikberatkan pada rasio antara bikarbonat
dan karbondioksida, namun cara tersebut memiliki beberapa kelemahan. Saat ini terdapat
pendekatan yang sudah lebih diterima yaitu dengan pendekatan Stewart, dimana pH dapat
dipengaruhi secara independent oleh tiga faktor, yaitu strong ion difference (SID), tekanan
parsial CO2, dan total konsentrasi asam lemah yang terkandung dalam plasma. 2
Kelainan asam basa merupakan kejadian yang sering terjadi pada pasien-pasien kritis.
Namun, pendekatan dengan metode sederhana tidak dapat memberikan gambaran mengenai
prognosis pasien. Pendekatan dengan metode Stewart dapat menganalisa lebih tepat
dibandingkan dengan metode sederhana untuk membantu tenaga kesehatan dalam
menyimpulkan outcome pasien. 3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Analisa gas darah adalah tes yang dilakukan pada darah dari arteri bertujuan untuk
mengukur jumlah oksigen dan karbon dioksida dalam darah, serta keasaman darah
(pH).Prosedurnya memerlukan beberapa keterampilan tetapi bila dikerjakan dengan tepat akan
hanya sedikit berisiko. Komplikasi, terjadi 0,58% dari waktu termasuk episode vasovagal,
nyeri lokal, dan hematoma kecil. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas
digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut
dan menahun. Meskipun biasanya pemeriksaan ini menggunakan spesimen dari darah arteri,
jika sampel darah arteri tidak dapat diperoleh suatu sampel vena campuran dapat digunakan.
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) penting untuk menilai keadaan fungsi paru-paru.2
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang
dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas
darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. 3
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan “ASTRUP”, yaitu
suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah
untuk Analisis Gas Darah yaitu: 4
1. Arteri Radialis, merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi
arteri kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau haematoem juga apabila Allen test
negatif.
2. Arteri Dorsalis Pedis, merupakan pilihan kedua.
3. Arteri Brachialis, merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak resikonya bila terjadi
obstruksi pembuluh darah.
4. Arteri Femoralis, merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak
dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah
ke seluruh tubuh / tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama
dapat menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar,
sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri.
2
2.2 Tujuan Pemeriksaan
Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH darah (dan juga keseimbangan asam
basa), oksigen dalam darah, kadar karbondioksida darah, kadar bikarbonat, saturasi oksigen,
dan kelebihan atau kekurangan basa. Analisis gas darah diindikasikan untuk mengkaji sifat,
rangkaian, dan beratnya gangguan metabolik dan pernapasan. Uji ini biasanya dilakukan untuk
menilai penyakit khususnya pernapasan dan kondisi lain yang dapat mempengaruhi paru-paru,
dan sebagai pengelolaan pasien untuk terapi oksigen (terapi pernapasan). Komponen asam-
basa dari uji tes dapat memberikan informasi tentang fungsi ginjal. Secara ringkas dapat kita
ambil kesimpulan tujuan AGD yaitu untuk: 5
1. Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
2. Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
3. Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh.
3
3. Pembuangan CO2. Proses metabolisme memproduksi CO2 yang akan dibawa darah
menuju paru untuk dibuang. Pusat pernapasan di otak mengatur jumlah CO2 yang
diekspirasi dengan cara mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernapasan. Jika
jumlah CO2 yang dibuang bertambah, kadar CO2 darah akan menurun dan selanjutnya
pH menjadi basa. Proses sebaliknya akan terjadi jika jumlah CO2 yang dibuang
berkurang dan pH bergeser ke arah asam. Pengaturan pengeluaran CO2 mampu
mengatur pH darah dalam hitungan menit.
Bila terjadi kelainan pada satu atau lebih dari ketiga mekanisme tersebut maka pH darah
akan bergeser dan keluar dari nilai normal menjadi asidosis atau alkalosis. Asidosis terjadi bila
dalam darah terlalu banyak asam atau terlalu sedikit basa sehingga pH berkurang, bila terjadi
sebaliknya akan terjadi alkalosis. Asidosis dan alkalosis bukan penyakit, namun akibat dari
beberapa penyakit. Terjadinya pergeseran pH merupakan petunjuk adanya masalah
metabolisme atau respirasi yang serius. 4
Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik dan respiratorik, tergantung pada
penyebab utamanya. Kelainan pH metabolik disebabkan oleh ketidakimbangan pembentukan
dan pembuangan asam dan basa oleh ginjal, sedang kelainan pH respiratorik disebabkan oleh
gangguan di paru atau saluran napas. 4
4
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia
dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau
dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary
edema. 3
4. Infark miokard
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Klinis sangat
mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55
tahun, tanpa gejala pendahuluan. 2
5. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana alveoli
(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk
menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan
cairan.Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena
bakteri,virus,jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau
kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti
kanker paru atau penggunaan alkohol. 2
6. Pasien syok
Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah arteri
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang
adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu curah jantung, volume darah, dan
5
pembuluh darah. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain
tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi
hipoperfusi jaringan yang menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel sehingga
seringkali menyebabkan kematian pada pasien. 2
8
4. Bandingkan CO2 atau HCO3 dengan pH
Langkah selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH untuk
menentukan jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis dan CO2
asidosis, maka kelainannya disebabkan oleh sistem pernapasan, disebut asidosis
respiratorik. Contoh lain jika pH alkalosis dan HCO3 alkalosis, maka kelainan asam
basanya disebabkan oleh sistem metabolik sehingga disebut metabolik alkalosis. 1
5. Apakah CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH
Langkah kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan arah dengan
pH. Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi dari salah satu sistem
pernapasan atau metabolik. Contohnya jika pH asidosis, CO2 asidosis dan HCO3
alkalosis, CO2 cocok dengan pH sehingga kelainan primernya asidosis respiratorik.
Sedangkan HCO3 berlawanan dengan pH menunjukkan adanya kompensasi dari sistem
metabolik. 1
6. Lihat pO2 dan saturasi O2
Langkah terakhir adalah lihat kadar PaO2 (nilai normal 80-100 mmHg) dan O2 sat (nilai
normal 95-100%). Jika di bawah normal maka menunjukkan terjadinya hipoksemia. 1
9
Tabel 1. Parameter Abnormalitas Gas Darah7
Parameter Kondisi Mekanisme
BE
2. HCO3- hilang
1. Normal bila tekanan CO2 35-45 mmHg dan pH 7,35-7,45. Jumlah CO2 yang
diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi. 6
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 35 mmHg dan perubahan pH,
seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi
ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess
dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi.
Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis
respiratorik pada anak sakit kritis. 6
3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari 45 akibat hipoventilasi dan
dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada
intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila
ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada
bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat. 6
10
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH
di bawah 7,35. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan
perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat. 6
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 35 mmHg dan pH 7,35-7,45.
Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi. 6
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi
terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH
lebih dari 7,45 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama. 6
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH
lebih dari 7,45. 6
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 80 mmHg walau telah
diberikan oksigen yang adekuat. 6
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga
normal. 6
10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan
tekanan oksigen melebihi normal atau > 100 mmHg. Keadaan ini berbahaya pada bayi
karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru,
atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti
konsumsi dan distribusi oksigen. 6
11
BAB III
KESIMPULAN
.
Analisa gas darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting
bagi pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basanya. Analisa gas
darah adalah tes yang dilakukan pada darah dari arteri bertujuan untuk mengukur jumlah
oksigen dan karbon dioksida dalam darah, serta keasaman darah (pH). Satuan derajat keasaman
adalah pH, nilainya berkisar antara 1,00 (asam) – 14,00 (basa) dengan nilai normal atau netral
sebesar 7,00. Dalam ilmu kimia, nilai pH di bawah 7 disebut asidosis dan di atas 7 disebut
alkalosis.
Dalam tubuh manusia nilai normal pH berkisar antara 7,35 – 7,45, disebut nilai normal
pada tubuh karena pada kisaran pH tersebutlah segala proses dalam tubuh manusia bisa berjalan
dengan normal. Sebelum sampel diambil pada arteri radialis, lakukan allen’s test terlebih
dahulu. Hal-hal yang perlu dilihat dari hasil analisis gas darah untuk menetukan interpretasinya
adalah pH, PaO2, PaCO2, kadar HCO3, dan saturasi O2.
Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik dan respiratorik, tergantung
pada penyebab utamanya. Kelainan pH metabolik disebabkan oleh ketidakimbangan
pembentukan dan pembuangan asam dan basa oleh ginjal, sedang kelainan pH respiratorik
disebabkan oleh gangguan di paru atau saluran napas.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangku G, Senopathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta:
Indeks.2017
2. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Departemen Anestesiologi
dan Intensive Care FKUI. 2012.
3. Alwi I, Salim S, Hidayat R, et al, editors. Panduan Praktis Klinis Penatalaksanaan di
Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. 2016.
4. Dahlan Z, Amin Z, Soeroto AY. Kompendium Tatalaksana Penyakit Respirasi Kritis
Paru. Bandung: Perpari. 2012.
5. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. Ninth editon. Brook?Cole,
Cengage Learning. 2016.
6. Miller RD, Cohen NH, Erikkson LI, et al. Miller Anesthesia. Eight Edition.
Philadelphia: Elsevier. 2015.
7. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. Fifth Edition. New York: Mc. Graw Hill. 2013.
13