Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

Dengue Shock Syndrome, Edema Pulmo,


Efusi Pleura massif bilateral, Gagal Nafas Hipoksia

DisusunOleh :
IKA NATHALIA, S.Ked
FAB 118 063

Pembimbing :
dr. Soetopo, Sp.KFR
dr. Tagor Sibarani

Program Studi Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya
Bagian Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Dengue Fever (DF) adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan
dua atau lebih manifestasi, nyeri kepala, nyeri perut, mual, muntah, nyeri retro
orbital, myalgia, atralgia, ruam kulit, hepatomegali, manifestasi perdarahan, dan
lekopenia. Dengue Hemoragik Fever (DHF) adalah kasus demam dengue dengan
kecenderungan perdarahan dan manifestasi kebocoran plasma.
Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah
demam dengue yang disertai dengan pembesara hati dan manifestasi perdarahan.
Demam Berdarah Dengue (BDB) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviride, dengan
genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotype yang dikenal
dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai
tingkatan manifestasi yang berbeda-beda tergantung dari sterotipe virus dengue.
Mordibitas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Di
setiap Negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda.
Dengue Shock Syndrome (SSD)/ Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah
kasus deman berdarah dengue disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/
syok/ renjatan. Dengue Shok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi
pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue
(DBD) menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan permasalahan
klinis. Karena 30 – 50% penderita demam berdarah dengue akan mengalami
renjatan dan berakhir dengan suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara
dini dan adekuat.
Penanganan renjatan pada DBD merupakan suatu masalah yang sangat
penting diperhatikan, oleh karena angka kematian akan meninggi bila renjatan
tidak ditanggulangi secara dini dan adekuat. Dasar penangani renjatan DBD ialah
volume replacement atau penggantian cairan intravascular yang hilang, sebagai
akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian
permeabilitas sehingga mengakibatkan plasma leakage.

2
Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang
tidak teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Tidak ada vaksin
yang tersedia secara komersial untuk flavivirus demam berdarah.Oleh itu,
pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi
vector nyamuk demam berdarah.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Primary Survey (Nn.TM/16 tahun)


Vital Sign:
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 130 x/menit, cepat dan lemah
Suhu : 37.9 0C
Pernapasan : 44 x/menit,
Saturasi O2 : 86%
Airway : Bebas, tidak ada sumbatan jalan napas
Breathing : spontan, 44 x/menit, pergerakan thoraks simetris kanan &
kiri
Circulation : Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 130 x/menit, reguler, isi
kurang, dan tidak kuat angkat. CRT <2 detik
Disability : Letargi tampak lemas dan sesak. GCS (E4M6V5), pupil
isokor +/+, diameter 3mm/3mm
Evaluasi masalah : Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini
merupakan kasus yang termasuk dalam emergency sign
karena adanya gangguan breathing dan circulation yaitu
frekuensi nafas lebih dari 24 kali per menit SpO2 86%
disertai peningkatan nadi cepat dan lemah, penurunan
tekanan darah dan letargi. Sehingga memerlukan
penanganan segera. Pasien ditempatkan di ruang non
bedah. Pasien diberi label merah.
Tatalaksana awal : Tata laksana awal pada pasien ini adalah pemasangan
oksigen dan posisikan pasien dan stabilisasi hemodinamik.

4
2.2. Secondary Survey
2.2.1. Identitas
Nama : Nn. TM
Usia : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Buntok
Tgl Pemeriksaan : 2 November 2019; pukul 07.00 WIB
2.2.2. Anamnesis
Alloanamnesis
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Riwayat Penyakit Sekarang:
• Pasien datang rujukan RS Jaraga Sasameh Buntok dengan keluhan sesak
nafas yang memberat sejak 2 hari SMRS.
• H1 = Awalnya pasien mengeluhkan demam sejak hari sabtu pagi
(26/10/2019) demam mendadak timbul naik, kemudian ibu pasien
membawa anaknya ke puskesmas dan mendapatkan obat penurun panas,
demam sempat turun namun naik kembali. Batuk (-), pilek (-), mual (-),
muntah (-)
• H3 = Kemudian hari selasa (29/10/2019) demam pasien turun, pasien
dapat beraktifitas seperti biasa
• H4 = keesokkan harinya (hari rabu 30/10/2019) pasien mendadak
mengalami demam tinggi kembali yang disertai dengan nyeri pada ulu
hati, pegal-pegal pada siku tangan dan lutut, kemudian pasien kembali
berobat ke puskesmas (trombosit = 77.000/mm3) dan disarankan untuk ke
RS. kemudian pasien di rawat di RS Jaraga Sasameh Buntok
• H5 = pada hari kamis (31/10/2019) malam pasien mengeluhkan sakit pada
dada dan sesak nafas, kemudian pasien muntah darah segar berwarna
merah sekitar 3 gelas aqua.
• Setelah muntah darah, menurut ibu, pasien seperti lemas tidak sadarkan
diri, sesak nafas terus memberat sampai tampak seperti kebiruan.

5
Kemudian pasien di rawat ke ICU. Pasien juga mendapatkan transfusi
darah dan trombosit.
• H7 = Pasien telah dapat berkomunikasi namun Kondisi sesak nafas pasien
tampak memberat kemudian pasien dirujuk ke RSDS Palangka Raya
• Riw perdarahan gusi (-), Hidung (-), BAB seperti petis (-), perdarahan
ditempat lain (-)

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riw. HT (-), DM (-), Alergi (-).
Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluhan serupa disangkal.

2.2.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Vital sign :
– Tekanan Darah : 90/60 mmHg
– Nadi : 130 x/menit, cepat dan lemah
– Suhu : 37.9 0C
– Pernapasan : 44 x/menit
– Saturasi O2 : 86%

Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher
Peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, Retraksi
+/+ suprasternal dan intercostal.
Palpasi : pergerakan dada simetris kanan dan kiri
Perkusi : Redup pada kedua lapang paru

6
Auskultasi : SDN melemah, ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus teraba
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2), tunggal, reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Defans muscular, nyeri tekan (+) pada epigastrium, hepar
tidak dapat dinilai
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas
• Akral dingin, CRT < 2 detik, edem tungkai (-),sianosis (-/-), Rumple Leed
(+), Petechiae -

2.2.4. Pemeriksaan Penunjang


Tabel 2.1. Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Pasien Kadar Normal
Hematologi
Hb 14,3 g/dl 11-16 g/dl
Hematokrit 42,3 % 37-48 %
Leukosit 9.670/ul 4.500-11.000/ul
Trombosit 64.000/ul 150.000-400.000/ul

Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 99 mg/dl < 200 mg/dl
Ureum 32 mg/dl 6-20 mg/dl
Creatinin 0,60 mg/dl 0,9-1,3 mg/dl

7
HbsAg - Negatif

AGD
pH 7.41
pCO2 34
pO2 47
HCO3- 21.6
Be (B) -2.5
SO2c 83%

Gambar 2.1. Foto Polos Abdomen

2.2.5. Diagnosa
• Dengue Shock Syndrome
• Edema pulmo
• Efusi pleura massif bilateral
• Gagal nafas hipoksia

8
2.2.6. Penatalaksanaan
Tatalaksana awal di IGD
• Oksigen Non rebreating mask 10 lpm
• Posisi setengah duduk
Sp.PD
• IVFD RL 500ml/24 jam
• Sp. Norepinephrine start 0.01 mcq target TD sistol > 100 mmHg
• Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
• Inj. Omeprazole 2x40 mg
• Po. Sucralfat syr 3x1 c
• Pro ICU
Sp. P
• Inf. Moxifloxacin 1 x 400 mg
• Inj. Hidrocortisone 2x50 mg
• Po. Salbutamol 3x1 mg
• OBH Syr 3x 1 c
• Pro Punksi Pleura
• Observasi KU dan TTV per 30 menit
2.2.7. Prognosa
- Quo ad vitam : Dubia
- Quo ad functionam : Dubia
- Quo ad sanationam : Dubia

9
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien ini didiagnosis dengan Dengue Shock Syndrome melalui


anamnesis, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium yang telah dilakukan dan merupakan pasien rujukan dari Rumah
Sakit Jaraga Sasameh Buntok. Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan pasien
dengan keluhan demam sejak 6 hari yang lalu, demam timbuk mendadak, batuk (-
), mual (-), muntah (-). Menurut teori, pasien dengan demam berdarah dengue
tidak akan akan menunjukkan gejala, atau hanya menunjukkan gejala ringan
(seperti demam biasa), dan setelah beberapa hari akan menimbulkan gejala seperti
sakit kepala (biasanya di belakang mata); ruam; nyeri otot dan nyeri sendi,
perdarahan ringan membran mukus mulut dan hidung. Demam itu sendiri
cenderung akan berhenti (pulih) kemudian terjadi lagi selama satu atau dua hari
yang ditemukan dalam pasien ini.
Pasien di kategorikan dalam dengue syok sindrom karena sesuai dengan
kriteria WHO, dimana yang ditemukan pada anamnesis pasien yang sesuai dengan
kriteria dengue syok syndrome atau diklasifikasikan sebagai demam dengue
berdarah derajat IV apabila mengalami renjatan yang sangat parah sehingga
tekanan darah dan detak jantungnya tidak dapat dirasakan. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan, didapatkan keadaan umum tampak sakit berat dengan tampak letargis
dan lemas, dan saturasi oksigen 86%. Dari pemeriksaan status general didapatkan
napas sesak, auskultasi paru ditemukan suara nafas dasr menurun, rhonki ada,
perkusi redup pada kedua lapang paru, abdomen nyeri tekan epigastrium, akral
dingin, rumple leed test positif.
Adapun hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan dan sesuai dengan
teori mendukung diagnosis demam dengue berdarah adalah ditemukannya demam
dengan suhu tinggi yang hilang timbul, sakit kepala (biasanya di belakang mata);
ruam; nyeri otot dan sendi, perdarahan ringan membran mukus mulut dan hidung.
Sedangkan hasil pemeriksaan fisik yang mendukung dalam penegakkan diagnosis

10
demam dengue berdarah derajat IV menurut WHO adalah adanya demam tinggi,
hasil tourniquet positif serta mual muntah dan dari hasil pemeriksaan palpasi,
percusi, auskultasi didapatkan nyeri tekan pada abdomen dan hepatomegali.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan tourniquet.
Hasil pemeriksaan laboratorium yang diperoleh adalah leukopenia, sel
darah merah yang sedikit meningkat disertai dengan sedikit peningkatan
hematokrit, dan paltelet berkurang. Berdasarkan teori, adapun hasil pemeriksaan
penunjang pada pasien yang diperoleh sesuai dengan pada umumnya adalah
ditemukannya leukopenia (WBC< 5000 cells/mm3) dengan lymphocytosis,
dengan peningkatan hematocrit (>20%). Sehingga dari hasil pemeriksaan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan
sangat mendukung diagnosis demam dengue syok syndrome sesuai dengan
kriteria WHO.
Pada pasien ini, terjadi tangan dan kaki terasa dingin yang ditandai dengan
demam selam 6 hari dan nyeri pada siku tangan dan lutut pada pasien. Hal ini
sangat mungkin terjadi pada pasien dengan dengue syok syndrome, terutama
dengan karakteristik dengue syok syndrome. Keadaan ini bagian komplikasi dari
dengue syok syndrome. Permeabilitas pembuluh darah yang menurun dan
hipovolumia memburuk akan mengakibatkan syok. Ini biasanya terjadii pada hari
ke 4 dan hari ke 5 penyakit, didahului dengan tanda-tanda peringatan. Selama
syok tahap awal, mekanisme kompensasi yang mempertahankan tekanan darah
sistolik dan mengakibatkan tarkikardia dan vasokonstriksi perifer pengurangan
perfusi kulit seperti ektremitas yang dingin dan dan waktu pengisisan kapiler yang
lambat. Tekanan diastolik biasanya akan naik mendekati tekanan sistolik dan
tekanan nadi menyempit sebagai akibat peningkatan resistensi vaskular perifer.
Pasien dengan syok dengue umumnya tetap sadar. Syok hipotensi berkepanjangan
dan hipoksia dapat menyebabkan kegagalan multi organ pada akhirnya dapat
menyebabkan kematian pasien.
Pasien dengue syok syndrome membutuhkan penanganan darurat dan
akses ke perawatan intensif. Sesuai dengan ini, pasien ini telah dirawat di ruang

11
non bedah, label merah. Menurut teori, penanganan pasien dengan syok dimulai
dengan cairan intravena dengan larutan kristaloid isotonik 5-10mg/kg/jam selama
satu jam dan pasien ini telah diberikan koloid HES 10ml/kg/jam setara 130
ml/jam supaya syok dapt diatasi dengan secepat mungkin. Selain itu, pemberian
antipiretik 10mg/kg/jam juga disarankan untuk mengatasi gejala demam dan
sesuai dengan ini, pasien telah diberikan supaya demam dapat teratasi kurang dari
4 jam.
Patofisiologi yang utama pada dengue shock syndrome ialah reaksi
antigen-antibodi dalam sirkulasi yang mengakibatkan aktifnya system komplemen
C3 dan C5 yang melepaskan C3a dan C5a dimana 2 peptida tersebut sebagai
histamine tubuh yang merupakan mediator kuat terjadinya peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak sebagai akiba terjadinya
perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan
masuk ke dalam ruang interstitial sehingga menyebabkan hipotensi,peningkatan
hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi cairan pada rongga serosa. Pada
penderita dengan renjatan/shock berat maka volume plasma dapat berkurang
sampai kurang lebih 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam.
Renjatan hipovolemia ini bila tidak ditangani segera akan berakibat
anoksia jaringan, asidosis metabolik sehingga terjadi pergeseran ion kalsium dari
intraseluler ke extraseluler. Mekanisme ini diikuti oleh penurunan kontraksi otot
jantung dan venous pooling sehingga lebih memperberat kondisi renjatan/shock.
Selain itu kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan
yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi secara
adekuat. Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh:
- Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dna
mencapai nilai terendah pada masa renjatan.
- Gangguan fungsi trombosit
- Kelainan system koagulasi,masa tromboplastin partial,masa protrombin
memanjang sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin
normal,beberapa factor pembekuan menurun termasuk factor V,VII,IX,X,dan
fibrinogen.

12
-DIC /Desiminata Intravakuler Coagulasi Pada masa dini DBD peranan DIC tidak
terlalu menonjol dibandingkan dengan perembesan plasma,namun apabila
penyakit memburuk sehingga terjadi renjatan dan asidosis metabolic maka
renjatan akan mempercepat kejadian DIC sehingga peranannya akan menonjol.
Renjatan dan DIC salig mempengaruhi sehingga kejadian renjatan yang
irreversible yang disertai perdarahan hebat disemua organ vital dan berakhir
dengan kematian.
Manifestasi Klinis Infeksi oleh virus dengue dapat bersifat asimtomatik
maupun simtomatik yang meliputi demam biasa (sindrom virus), demam dengue,
atau demam berdarah dengue termasuk sindrom syok dengue (DSS). Penyakit
demam dengue biasanya tidak menyebabkan kematian, penderita sembuh tanpa
gejala sisa. Sebaliknya, DHF merupakan penyakit demam akut yang mempunyai
ciri-ciri demam, manifestasi perdarahan, dan berpotensi mengakibatkan renjatan
yang dapat menyebabkan kematian. Gambaran klinis bergantung pada usia, status
imun penjamu, dan strain virus. Berikut ini adalah bagan manifestasi infeksi virus
dengue: Infeksi virus dengue Asimtomatik Simtomatik Demam yang tak Demam
dengue Demam berdarah jelas penyebabnya dengue (sindrom virus) (kebocoran
plasma) Tanpa Dengan Perdarahan perdarahan DBD tanpa DBD dengan syok
syok (SSD) Demam dengue Demam Berdarah.
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO
terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium.
1. Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2- 7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet positif,
petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan melena.
c. Pembesaran hati (hepatomegali). d. Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan
lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit
lembab, dan gelisah.

13
2. Kriteria Laboratorium
a. Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml)
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.

3. Derajat Penyakit DBD, menurut WHO


Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu :
a. Derajat I Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-satunya
manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniquet yang positif.
b. Derajat II Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan spontan
juga terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau perdarahan lainnya.
c. Derajat III Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi yang
cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( < 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit
lembab dan dingin serta gelisah.
d. Derajat IV Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala syok (renjatan) yang sangat berat dengan
tekanan darah dan denyut nadi yang tidak terdeteksi.

4. Diagnosis Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang sangat penting untuk memastikan diagnosis
infeksi dengue, meliputi :
1. Pengumpulan Spesimen Salah satu aspek yang esensial untuk diagnosis
laboratorium adalah pengumpulan, pegolahan, penyimpanan, dan pengantaran
spesimen.
2. Isolasi Virus Isolasi sebagian besar strain virus dengue dari spesimen klinis
dapat dilakukan pada sebagian besar kasus asalkan sampel diambil dalam
beberapa hari pertama sakit dan langsung diproses tanpa penundaan.
3. Uji Serologis Uji hemaglutinasi inhibisi (uji HI) merupakan salah satu
pemeriksaaan serologi untuk penderita DBD dan telah ditetapkan oleh WHO
sebagai standar pemeriksaan serologi penderita DBD dibandingkan pemeriksaan
serologi lainnya seperti ELISA, uji komplemen fikasi, uji netralisasi, dan

14
sebagainya. Apapun jenis uji yang dilakukan, konfirmasi serologis sudah pasti
bergantung pada kenaikan yang signifikan (4 kali lipat atau lebih) pada antibodi
spesifik dalam sampel serum diantara fase akut dan fase pemulihan. Kumpulan
antigen untuk sebagian besar uji serologis ini harus mencakup keempat serotipe
dengue.

Penanganan penderita DBD pada dasarnya bersifat simptomatik dan suportif yaitu
pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
1. Penatalaksanaan DBD tanpa komplikasi :
a. Istirahat total di tempat tidur.
b. Diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau air ditambah
garam/oralit). Bila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum,
muntah atau nyeri perut berlebihan, maka cairan inravena harus diberikan.
c. Berikan makanan lunak
d. Medikamentosa yang bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan
kompres, antipiretik yang bersifat asetaminofen, eukinin, atau dipiron dan jangan
diberikan asetosal karena dapat menyebabkan perdarahan.
e. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.

2. Penatalaksanaan pada pasien syok :


a. Pemasangan infus yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, ringer laktat
dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah syok diatasi.
b. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap jam,
serta Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) tiap 4-6 jam pada hari pertama
selanjutnya tiap 24 jam.
Nilai normal Hemoglobin : Anak-anak : 11,5 – 12,5 gr/100 ml darah Laki-laki
dewasa : 13 – 16 gr/100 ml darah Wanita dewasa : 12 – 14 gr/100 ml darah Nilai
normal Hematokrit : Anak-anak : 33 – 38 vol % Laki-laki dewasa : 40 – 48 vol %
Wanita dewasa : 37 – 43 vol % c.

15
Bila pada pemeriksaan darah didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi
transfusi darah.
c.Terapi oksigen harus selalu diberikan pada semua pasien syok.Dianjurkan
pemberian oksigen dengan menggunakan masker.
d.Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan setiap pasien
syok,terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock).Tranfusi darah
diberikan pada keadaan manifestasi pendarahan ynag nyata.Penurunan hematocrit
tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan darah segar adalah untuk
meningkatkan konsentrasi sel darah merah.Plasma segar adalah untuk meningkat
konsentrasi sel darah merah. Plasma segar atau suspense thrombosit berguna
untuk pasien dengan DIC yang menimbulkan pendarahan massif.Pemeriksaan
hematologi seperti PT,PTT, dan FDP berguna untuk menentukan berat ringannya
DIC.
e.Pemantauan tanda vital dan kadar hematocrit harus dimonitor dan dievaluasi
secra teratur untuk menilai hasil pengobatan.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemantaun adalah:


i. Nadi,tekanan darah,respirasi dan temperature harus dicatat setiap 15-30 menit
atau lebih sering sampai syok teratasi.
ii.Kadar hematocrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai klinis pasien stabil.
iii.Setiap pasien harus mempunyai formulai pemantauan mengenai jenis
cairan,jumlah dan tetesan,untuk menentukan apakah cairan sudah mencukupi.
iv. Jumlah dan frekuensi diuresis (normal diuresis 2-3 ml/kg/BB/jam).

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi berupa syok berulang, kegagalan
pernafasan akibat edema paru atau kolaps paru, efusi pleura, acssites, ensefalopati
dengue, kegagalan jantung dan sepsis.

16
Prognosis
Secara umumnya, prognosis dengue syok sindrom adalah buruk.Tetapi
tergantung dari beberapa faktor seperti lama dan beratnya renjatan, waktu,
metode, adekuat tidaknya penanganan, ada tidaknya syok yang terjadi terutama
dalam 6 jam pertama pemberian infus dimulai, panas selama renjatan dan tanda-
tanda serebral.

17
BAB IV
KESIMPULAN

Nn. TM, 16 tahun datang dengan keluhan sesak napas. Berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, didapatkan diagnosis
Dengue Shock Syndrome, Edema Pulmo, Efusi Pleura massif bilateral, Gagal
Nafas Hipoksia. Dengue Shock Syndrome (SSD)/ Dengue Syok Sindrom (DSS)
adalah kasus deman berdarah dengue disertai dengan manifestasi kegagalan
sirkulasi/ syok/ renjatan. Dengue Shok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok
yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam
Berdarah Dengue (DBD) menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga
merupakan permasalahan klinis. Karena 30 – 50% penderita demam berdarah
dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan suatu kematian terutama
bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue.


BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2014
2. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di
Sarana Pelayanan Kesehatan.Departemen Kesehatan RI. 2018.
3. Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and
Control. Geneva : World Health Organization. 2018.
4. Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and
Prevention.Division of Vector Borne and Infectious Diseases. Atlanta :
2018.
5. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T, editor. Tata
Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan; 2014
6. Anonymous. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue
haemorrhagicfever in small hospital. World Health Organization Regional
Office for South-East Asia. New Delhi: WHO; 2018

19

Anda mungkin juga menyukai