Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

ASMA BRONKIAL

Disusun Oleh :
Nandya Frisca Durai, S.Ked
FAB 118 070

Pembimbing :
dr. Soetopo, Sp.KFR
dr. Tagor Sibarani
dr.Widia Hitayani
dr. C. Yuniardi Alriyanto

Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Dalam Mengikuti


Program Pendidikan Profesi Bagian Rehabilitasi Medik dan Emergency
Medicine
Fakultas Kedokteran UPR/RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit saluran napas kronik dan merupakan masalah


kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat
bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap
dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian hal inilah yang menyebabkan
terjadinya penurunan produktivitas dan kualitas hidup dimasyarakat.1 Berdasarkan
laporan dari WHO pada saat ini prevalensi asma diperkirakan mencapai 300 juta di
seluruh dunia dan akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.
Hasil penelitian International study of asthma and allergies in childhood ( ISAAC)
pada tahun 2005 diperkirakan prevalensi asma di Indonesia meningkat dari 4,2%
hingga 5,4% dari seluruh penduduk di Indonesia, artinya saat ini terdapat 12,5 juta
pasien asma di Indonesia.1,2
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT)
di berbagai provinsi di Indonesia. Asma dapat ditemukan pada laki-laki maupun
perempuan di segala usia terutama usia dini. Perbandingan asma pada usia dini
adalah laki-laki: perempuan yaitu 2:1, sedangkan pada usia remaja didapatkan
perbandingan yang sama 1:1.1
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernafasan yang
menyebabkan terjadinya hipereaktivitas bronkus sehingga terjadi trias asma yaitu :
1) edema mukosa, 2) bronkokontriksi, 3) peningkatan sekresi yang ketiganya
mengakibatkan gejala episodic seperti sesak nafas, batuk dan mengi biasanya di
malam hari akibat obstruksi saluran nafas yang luas, bervariasi dan bersifat
reversible dengan atau tanpa pengobatan. Gejala Penyempitan pada saluran nafas
pada asma dapat terjadi bertahap, perlahan-lahan bahkan mendadak sehingga
timbulah serangan asma yang akut. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan
serangan asma atau sering disebut sebagai faktor pencetus.2,
Asma eksaserbasi akut adalah suatu serangan asma yang luar biasa beratnya,
dimana obat-obat yang biasanya efektif untuk meniadakan atau mengurangi

2
serangan sesak nafas sudah tidak berkhasiat lagi. Hal ini dikarenakan penggunaan
obat-obat beta2 adrenergik melalui spray atau inhalasi dengan dosis yang tinggi dan
jangka waktu yang lama. Asma eksaserbasi akut merupakan komplikasi dari
serangan asma akut yang berat dan dapat membahayakan jiwa, diperlukan terapi
segera berupa kortikosteroid untuk menurunkan obstruksi saluran nafas dan
mencegah terjadinya komplikasi berupa pneumothoraks dan gagal nafas.3,4
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju. Laporan WHO tahun 2001 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi
akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12
kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat
infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di
Amerika adalah 10 %. 5

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Primary Survey (Tn. Y/44 tahun)


Vital Sign:
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Denyut Nadi : 100 kali/menit (reguler, kuat angkat, dan isi cukup)
Frekuensi Napas : 32 kali/menit, torako-abdominal
Suhu : 36,70C
Airway : Bebas, tidak ada sumbatan jalan napas
Breathing : Spontan, 32 kali/menit, pernapasan abdominal-torakal,
pergerakan thoraks simetris kiri dan kanan, retraksi
intercostae dan suprasternal
Circulation : Denyut nadi 100 kali/menit, reguler, kuat angkat, dan isi
cukup. CRT < 2 detik
Disability : GCS (E4M6V5), pupil isokor +/+, diameter 3mm/3mm
Evaluasi masalah : Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini
merupakan kasus yang termasuk dalam priority sign karena
pasien datang dengan keluhan sesak napas dengan diberi
label kuning.
Tatalaksana awal : Tatalaksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan di
ruang non bedah, posisikan setengah duduk, dan diberikan
oksigen nasal kanul 2 liter per menit

2.2. Secondary Survey


2.2.1. Identitas
Nama : Tn. Y
Usia : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Jl. G.Obos XVI NO.2
Tgl Pemeriksaan : 17 November 2019 pukul 09.55

4
2.2.2. Anamnesis
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak ± 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit dan memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa sesak
napas sudah lama, sejak ± 4 tahun yang lalu, sesak napas hilang timbul, dan semakin
memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas disertai suara ngik-nging,
sesak tidak dipengaruhi oleh perubahan cuaca seperti dingin dan sesak napas datang
secara tiba-tiba. Pasien menggunakan obat asma inhaler terakhir 5 jam sebelum
masuk rumah sakit namun tidak membaik. Pasien juga mengeluh batuk berdahak,
sejak 1 minggu yang lalu, batuk terutama pada malam hari dan menganggu tidur.
Batuk (+) batuk kekuningan (+) batuk darah (-)Pilek (-). Demam sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit, demam terus menerus dan turun jika diberi obat
penurun panas. Mual (+) muntah (-)

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat Asma (+) sejak ± 4 tahun.
Konsumsi obat salbutamol 2 mg (jika sesak)
Fenoterol hydrobromide Inhaler 100 mcg/puff (jika sesak)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluhan serupa (+) pada sodara kandung pasien

2.2.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Vital sign : Tekanan Darah :120/90 mmHg
Denyut Nadi :100 kali/menit (reguler, kuat angkat,
dan isi cukup)
Frekuensi Napas :32 kali/menit, abdominal-torakal,
retraksi suprasternal dan intercostae

5
Suhu :36,70C

Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher
Peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi
(+) suprasternal dan intercostae
Palpasi : Fremitus vokal normal kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (+/+), wheezing (+/+)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2), tunggal, reguler, murmur(-
), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba besar
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, edem tungkai (-)

6
2.2.4. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 2.1. Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Pasien Kadar Normal
Hematologi
Hb 16,6 g/dl 12-16 g/dl
Hematokrit 49,7 % 40-54 %
Leukosit 18.110/ul 4.000-10.000/ul
Eritrosit 5,5 juta/ul 4-6 juta/ul
Trombosit 191.000/ul 150.000-400.000/ul

2.2.5. Diagnosa
Asma Bronkial Serangan Akut Stadium Sedang
Susp. Pneumonia komuniti

2.2.6. Penatalaksanaan
Tatalaksana awal di IGD
- O2 2 lpm.
- IVFD NaCl 15 tpm
- Nebulizer dengan Combivent dan pulmicort
- Inj. Ranitidine 2x1 Ampul
- Observasi keadaan umum, tekanan darah, nadi dan respirasi
- Konsul dengan paru

Obat Pulang :
- Cefixime 2x 100 mg
- Obat batuk Hitam 3x 1 cth
- Salbutamol syr 100 ml 3x1 cth
- Paracetamol tablet 3x1 (jika demam)

7
2.2.7. Prognosa
- Quo ad vitam : Bonam
- Quo ad functionam : Bonam
- Quo ad sanationam : Bonam

8
BAB III
PEMBAHASAN

ASMA
Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang berhubungan
dengan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode
mengi berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest
tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari.1
berdasarkan GINA tahun 2015, tanda dan gejala yang mengarahkan ke diagnosis
asma yaitu riwayat gejala respirasi:
Gejala khas adalah wheezing (Suara mengi), napas pendek-pendek, dada
terasa berat, dan batuk):
1. Orang dengan asma biasanya mempunyai lebih dari satu gejala di atas
2. Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya
3. Gejala sering terjadi atau memburuk saat malam atau beraktivitas
4. Gejala sering dipicu oleh adanya exercise, tertawa keras, allergen atau udara
dingin
5. Gejala sering terjadi dengan atau diperburuk oleh infeksi virus.

Tingkat Serangan Eksaserbasi Asma Menurut GINA:


Parameter Serangan
Ringan Sedang Berat Ancaman henti
napas
Sesak napas Masih dapat Lebih suka Duduk,
berbaring duduk terkadang
membungkuk
ke depan
Bicara Dalam Dalam suku Kata demi
kalimat kata kata

9
Kesadaran Sadar Biasanya Agitas Mengantuk
agitasi
Frekuensi Meningkat Meningkat >30 x/menit
napas
Otot bantu Tidak ada Biasanya Ada Gerakan
napas ada torakoabdominal
paradoksal
Mengi Sedang Keras Keras Mengi (-)
Nadi / menit <100 100-120 >120 Bradikardi
Pulsus Tidak ada Bisa ada Sering ada
paradoksus <10 mmHg 10-25 >25 mmHg
mmHg
APE pasca >80% 60-80% <60%
bronkodilator
PaO2 atau Normal >60 mmHg >60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
Sa O2 >95% 91-95% <90%

Berdasarkan anamnesis, didapatkan pasien mengeluh sesak napas sudah


lama, sejak 5 tahun, sesak napas hilang timbul dan sejak 8 jam sebelum masuk
rumah sakit, sesak napas dirasakan semakin memberat, disertai dengan mengi dan
batuk. Hal ini sesuai dengan gejala asma yaitu batuk, sesak napas disertai napas
berbunyi atau mengi terutama saat pasien menghembuskan napas, rasa berat di dada
dan batuk. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan respirasi 32 x/menit, disertai dengan
penggunaan otot bantu napas yaitu napas cuping hidung, retraksi suprasternal dan
intercostal. Auskultasi pada paru didapatkan wheezing yang terdengar saat pasien
menghembuskan napas dengan ekspirasi memanjang, sehingga pada pasien ini
mengarah ke diagnosis asma bronkial serangan akut dengan stadium sedang.

Patogenesis Asma

10
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi
berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada
berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi
dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik,
asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.3

Inflamasi Akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri
atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.3
1. Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi
degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut
mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan newly
generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang
menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
2. Reaksi Fase Lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.

Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah
limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos
bronkus.3
1. Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2).
Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan
mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF. Interleukin-
4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama IL-13

11
menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan
pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
2. Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul
adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin. Epitel pada asma
sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih diperdebatkan tetapi
dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule protein, oxygen free-
radical, TNF-alfa,mast-cell proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel.
3. Eosinofil
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak
spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah dalam
keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis sejumlah
sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator lipid antara
lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan maturasi,
aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang
mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein (ECP), major basic
protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) daneosinophil derived
neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas.
4. Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-
linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi
degranulasi sel mast yang mengeluarkanpreformed mediator seperti histamin dan
protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin D2 dan
leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-
5 dan GM-CSF.

Pneumonia

12
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.5
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-
kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
Klasifikasi
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan 5
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella
pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised) 5
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya: pada aspirasi benda
asing atau proses keganasan. Di bawah ini gambar foto radiologi pada
pneumonia lobaris:

13
Patogensis
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit. 5
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme
untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa. 5
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse) 5
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat memberikan titer
inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia 5
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas
sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian
tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama 5
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan

14
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma
ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida
maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 6
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 6
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat

15
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti. 6
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. 6
Diagnosa
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu
tubuh meningkat dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau
purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
Bisa juga ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab
yang berhubungan dengan faktor infeksi:
 Evaluasi faktor predisposisi :
 PPOK : H. Influenza
 Penyakit kronik : lebih dari satu kuman
 kejang / tidak sadar : aspirasi Gram negatif, anaerob
 Penurunan imunitas : gram negatif
 Kecanduan obat bius : staphylococcus
 Bedakan lokasi infeksi
 PK : S. Pneumoniae, H. Influenza, M. Pneumoniae
 Rumah jompo
 PN : Staphylococcus aureus
 Usia pasien
 Bayi : virus
 Muda : M. Pneumoniae
 Dewasa : S. Pneumoniae
 Awitan
 Cepat, akut, dengan rusty coloured sputum : S. Pneumoniae
 Perlahan, batuk dengan dahak sedikit : M. Pneumoniae

16
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin
disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi 5
2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial
serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan
penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,
misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan
infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. Pada pasien yang
mengalami perbaikan klinis ulangan foto toraks dapat ditunda karena resolusi
pneumonia berlangsung 4 – 12 minggu.

17
Penatalaksanaan
Pasien diberikan terapi di IGD yaitu oksigenasi 3 liter permenit, di nebulizer
dengan menggunakan Combivent dan pulmicort. Pada nebulizer pertama, pasien
merasa sesak sudah berkurang tetapi masih didapatkan wheezing pada paru-paru
sehingga dilakukan nebulizer yang kedua dengan obat yang sama. Setelah nebulizer
kedua, pasien sudah merasa tidak sesak, tidak ditemukan wheezing dengan respirasi
32x/menit.
Tujuan penatalaksanaan asma adalah menghilangkan dan mengendalikan
gejala asma, meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin,
mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise dan mencegah kematian karena
asma. Terapi yang digunakan termasuk diantaranya adalah kortikosteroid inhalasi,
kortikosteroid sistemik, teofilin, agonis beta 2 inhalasi, antikolinergik inhalasi.3
Combivent merupakan bronkodilator sedangkan Flexotide termasuk dalam
golongan kortikosteroid inhalasi. Pada pasien juga diberikan antibiotik yaitu
Ceftriaxone untuk mencegah terjadi infeksi. Diberikan injeksi ranitidine untuk mual
yang dialami pasien. Obat oral diberikan salbutamol sebagai bronkodilator. Pasien
lalu dikonsulkan ke bagian paru.
Penegakan diagnosis Pneumonia pada pasien ini sebaiknya didasari dengan
pemeriksaan penunjang tambahan berupa pemeriksaan radiologi. Foto toraks
(PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan
"air broncogram".

BAB IV

18
KESIMPULAN

Telah dilaporkan Tn. Y usia 44 tahun datang dengan keluhan sesak napas.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang yang
dilakukan, didapatkan diagnosis Asma bronkial serangan akut.. Asma merupakan
sebuah penyakit kronik saluran napas yang berhubungan dengan dengan
peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang
(wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness),
dispnea, dan batuk (cough.
Penatalaksanaan yang diberikan di IGD adalah untuk mengurangi sesak
napas pasien dengan pemberian bronkodilator golongan short acting beta 2 agonis
yaitu Salbutamol dikombinasi dengan antikolinergik ipratropium bromida dan
kortikosteroid inhalasi yaitu pulmicort sampai sesak napas dan wheezing pasien
berkurang. Pasien dikonsulkan ke bagian paru.

DAFTAR PUSTAKA

19
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma: pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. PDPI: 2003.
2. Leong Derek. Cor pulmonale management. Medscape: 2016.
3. Rengganis I. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Majalah
Kedokteran Indonesia Vol. 58 No. 11. 2008.
4. Rubin Lewis. Cor pulmonale. Journal of the American College of
Cardiology. 2013.
5. PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan
Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
6. Fauci, et al,. 2009. Harrison’s Manual Of Medicine. 17th Edition. By The
Mc Graw-Hill Companies In North America.

20

Anda mungkin juga menyukai